Anda di halaman 1dari 11

Geodesi Fisis

PRINCIPLES OF AIRBORNE GRAVITY SURVEY


Program Pascasarjana Teknik Geomatika Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta

Anindya Sricandra Prasidya

Dany Puguh Laksono


PRINSIP-PRINSIP AIRBORNE GRAVITY SURVEY

Anindya Sricandra P, Dany Laksono

I. Pengertian

Airborne gravimetry adalah alat untuk memetakan gayaberat local memakai kombinasi sensor
yang dipasang pada airborne, wahana pesawat dan system penentuan posisi. Sistem ini cocok
untuk pengukuran gravity pada terrain yang sulit dan area yang terdiri dari air dan tanah (rawa).
(Hwang et. al., 2006). Prinsip dari pengukuran gayaberat dengan wahana pesawat dapat
dirumuskan sebagai berikut (Hwang, et. al. 2007):

Dimana:
z adalah tinggi terbang pesawat diatas permukaan laut,
gz adalah nilai gayaberat pada z,
fz adalah pembacaan gravimeter pada z,
fb adalah pembacaan gravimeter saat sebelum terbang di bandara yang disebut sebagai bacaan
acuan (base reading),
ü adalah akselerasi vertical pesawat (positif ke arah zenith),
we adalah kecepatan rotasi bumi (7,292115 x 10-5 rad.s-1),
adalah bujur,
RN, RM adalah radius kelengkungan sepanjang vertical utama (prime vertical) dan meridian,
(secara praktis dapat digantikan dengan radius rerata bumi 6371 km)
ve, vn adalah komponen east dan north dari kecepatan, dan
go adalah nilai gayaberat acuan saat di bandara.

Dari persamaan di atas, pengamatan gaya berat fb dan fz diperoleh dari tegangan pegas, faktor
kelajuan pengungkit dan koreksi cross-coupling yang merupakan bagian dasar dari gravimeter
2
udara (airborne gravimeter). Notasi terakhir pada rumus (1) adalah koreksi untuk Eotvos effect,
yaitu pengaruh perubahan gaya berat yang terjadi pada objek yang bergerak relative terhadap
permukaan bumi. Koreksi ini diberikan dengan memperhitungkan ketinggian terbang wahana
terhadap permukaan bumi serta model bumi yang digunakan (Harlan, 1986).
Dari persamaan (1) di atas juga dapat diketahui bahwa komponen-komponen z, ü, ve, vn, dan ϕ
merupakan komponen yang diperoleh dari pengamatan GPS dan IMU. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa ketelitian pengamatan gaya berat dengan menggunakan wahana udara
(airborne) sangat dipengaruhi oleh ketelitian pengamatan GPS kinematic dan ketelitian bacaan
IMU yang digunakan (Hwang et.al. 2007). Dengan adanya GPS, adalah mungkin untuk
menentukan posisi pesawat sampai akurasi tingkat centimeter. Dengan sebuah teknis numeric
(perhitungan), kecepatan dan akselerasi dapat diperoleh dari posisi dengan akurasi tinggi. Akan
tetapi, adanya turbulensi pada pesawat yang tiba-tiba mengubah posisi pesawat sering terjadi
dan akselerasi vertical mungkin melampaui nilai gayaberat itu sendiri (9,8 ms-2), sehingga dalam
pengamatan gaya berat Airborne hanya penerbangan yang “halus” saja, nilai gaya beratnya bisa
dipakai. Dengan demikian, baik gravimeter, GPS dan parameter gerakan pesawat (IMU)
merupakan 3 bagian penting pada airborne gravity.

Gambar 1 : Konsep Penentuan Gaya Berat Menggunakan Wahana Airborne

II. Karakteristik

Karakterisitik survey gayaberat metode airborne gravity ini antara lain:


3
a. Sensor (alat) pengukur gaya berat diletakkan pada wahana terbang
b. Wahana terbang bisa berupa pesawat dengan awak atau tanpa awak
c. Sistem penentuan posisi pesawatnya dengan GNSS realtime kinematic
d. Instrumen pengukur gayaberat adalah gravimeter khusus wahana udara seperti
LaCosta&Romberg type AirSystem III (zero-length spring)
e. Pada airborne gravity pesawat dilengkapi dengan sensor pencatat sikap (attitude) pesawat
yakni dengan IMU (Inertial Moment Unit)
f. Pengukuran gayaberat bisa memiliki luasan area yang cukup dengan waktu pengukuran
yang cukup singkat
g. Survei dilakukan dengan sebelumnya direncanakan jalur terbang pesawat dan sebisa
mungkin membentuk loop (titik awal dan akhir sama)
h. Ketinggian pesawat menjadi faktor kunci dalam kesensitifan sensor gravimeter dalam
mengakuisisi data gayaberat
i. Diperlukan inisialisasi awal untuk GPS agar mendapatkan posisi yang teliti saat terbang
j. Integrasi waktu antar sensor menjadi kunci utama dalam airborne gravity survey

III. Strategi Survey

Sebagaimana semua survey, pengukuran gaya berat dengan menggunakan wahana pesawat
(airborne) juga memerlukan strategi survey yang matang agar diperoleh data ukuran yang teliti
sebelum survey tersebut dimulai. Dalam hal pengukuran airborne gravity, beberapa strategi yang
perlu dipertimbangkan antara lain adalah persiapan yang baik, strategi perolehan data yang
berkualitas, strategi pengolahan data, visualisasi hingga aplikasi dari data airborne gravity
tersebut. Berikut adalah penjelasannya.

a. Persiapan
Untuk memperoleh data airborne gravity yang teliti, diperlukan persiapan yang matang
sebelum memulai survey gaya berat. Berikut adalah beberapa poin yang perlu dilakukan
pada saat persiapan survey gaya berat menggunakan wahana pesawat (Bell, et. al., 2009
dan Geospace, 2010):
1) Kalibrasi alat. Sebagaiman alat gravimeter yang digunakan untuk melakukan
pengukuran di permukaan bumi, pada airborne gravimeter juga harus dilakukan
pengecekan alat secara berkala. Kalibrasi alat diperlukan untuk memastikan hasil
ukuran yang diperoleh dari alat tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan
ketelitian yang tinggi
4
2) Penentuan jalur terbang. Cakupan area yang akan dipetakan menentukan jalur
terbang yang akan dilalui oleh pesawat. Dalam hal penentuan jalur terbang untuk
gaya berat dengan wahana pesawat, beberapa hal berikut harus diperhatikan:
a. Dipastikan bahwa jalur terbang yang akan dilalui merupakan jalur dimana
pesawat diizinkan terbang. Demikian pula, ketinggian terbang pesawat
berada pada batas yang diizinkan, disesuaikan dengan ketinggian yang
diperlukan untuk mendapatkan data gaya berat yang teliti.
b. Tidak terdapat halangan pada saat terbang (clearance), seperti adanya bukit
atau gunung. Perbedaan ketinggian wahana yang diakibatkan oleh naik-
turunnya pesawat sangat berpengaruh pada ketelitian ukuran gaya berat
yang dilakukan, sehingga diusahakan pesawat tidak melakukan gerakan
yang terlalu ekstrim.
c. Panjang jalur terbang sesuai dengan kapasitas bahan bakar pesawat,
termasuk jarak yang harus ditempuh ke bandara terdekat
d. Antara jalur terbang yang dibuat, ketinggian terbang, cakupan pemetaan
dan jarak antar jalur harus direncanakan sedetail mungkin untuk
memastikan adanya pertampalan antar jalur yang diperlukan pada saat
pengolahan data (cross-track analysis)

Gambar 2: Contoh Desain Jalur Terbang Pengukuran Airborne Gravity

5
3) Mencari informasi mengenai cuaca serta arah dan kecepatan angin. Sebelum
pengukuran dilakukan, informasi mengenai cuaca dan arah angina juga harus
diketahui untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
4) Penentuan lokasi titik ikat GPS. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, titik
ikat yang digunakan untuk menentukan posisi pesawat dengan metode GPS
kinematik juga harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh hasil
ukuran yang baik.
5) Penentuan ketelitian minimal GPS. Sebagaimana dijelaskan pada persamaan (1),
ketelitian GPS merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam ukuran
gaya berat (Difrancesco, 2007). Apabila komponen gaya berat dihilangkan dari
persamaan (1), maka ketelitian minimum GPS yang diperlukan pada saat survey
gaya berat dengan wahana pesawat dapat ditentukan.

Tabel 1: Ketelitian GPS yang diperlukan pada airborne gravimeter

b. Akuisisi data
Selain persiapan yang matang, pada saat pengukuran gaya berat juga ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan untuk memperoleh hasil yang berkualitas. Diantaranya adalah
sebagai berikut (Zuidweg and Mumaw, 2006):
1) Penggunaan wahana pesawat. Jenis pesawat yang digunakan berpengaruh
terhadap hasil ukuran gaya berat. Penggunaan pesawat bermesin tunggal, misalnya,
dapat mengurangi goncangan dibandingkan dengan pesawat bermesin ganda
2) Ketinggian terbang. Dimulai dari ketinggian 80 meter di atas permukaan tanah,
yaitu ketinggian minimal untuk terbang

6
3) Kecepatan ideal. Kecepatan ideal pesawat adalah 70 m/s. Penggunaan pesawat
yang lebih lambat dapat meningkatkan ketelitian. Namun hal ini kurang efisien.
4) Jarak antar jalur. Berkisar pada 50 m – 2000 m tergantung hasil yang diinginkan

c. Precise Data Processing


Pemrosesan data pada airborne gravimeter terdiri dari lima tahap utama (Zuidweg and
Mumaw, 2006):
1) Tahap pertama, disebut dengan High-rate processing. Pada tahap ini pengaruh
gaya-gaya luar seperti gaya sentripetal dihilangkanTahap kedua adalah
pembentukan komponen tensor dan penghilangan efek terrain (terrain effect)
2) Tahap ketiga adalah cross analysis, yaitu analisis antar jalur ukuran untuk
menghilangkan outlier dan kesalahan pengukuran kasar menggunaan persamaan
Laplace. Masukan yang digunakan adalah data GPS dan IMU pesawat.
3) Tahap keempat adalah perataan data dengan menggunakan perataan jaring untuk
menghilangkan kesalahan sistematis
4) Tahap kelima disebut dengan Full Tensor Processing, menghilangkan sisa
kesalahan yang ada pada data.

Gambar 3: Diagram Alir Pemrosesan Data Gaya Berat (Geospace, 2010)

7
d. Good Visualization
Setelah data selesai diproses, data gaya berat yang dihasilkan dapat ditampilkan
dengan berbagai macam bentuk. Berikut adalah beberapa jenis visualisasi hasil ukuran
gaya berat:
- Grafik (Lane, 2004)

- Gradasi warna (Forsberg, et. al., 2007)

- Hillshaded map (Lane, 2004)

8
- Peta kontur (Forsberg, et. al., 2007)

- Peta tiga dimensi (Witherly& Diorio, 2007)

Jenis visualisasi yang digunakan tergantung pada tujuan pengukuran serta target
pembaca peta, sehingga peta dapat lebih mudah dipahami.

e. Multipurpose Application
Aplikasi pengukuran gaya berat dengan menggunakan wahana pesawat sangat
beragam, diantaranya adalah untuk pencarian mineral di bawah permukaan bumi,
pembuatan model geoid, untuk koreksi data SRTM, keperluan arkeologi, dan
seterusnya. Beberapa contoh disebutkan sebagai berikut:

9
Tabel 2: Hubungan antara anomaly gaya berat dengan jenis mineral yang dicari

Tabel di atas menyebutkan hubungan antara jenis mineral tertentu (Kimberlit) dengan
anomaly gaya berat yang dihasilkan pada pengukuran airborne gravimeter.

Gambar 4 : Airborne Gravitymeter untuk Penentuan Saluran Purbakala (Zuidweg and Mumaw, 2006)

10
Gambar di atas merupakan visualisasi untuk prediksi saluran purbakala yang diperoleh
dengan menggunakan airborne gravimeter

IV. Referensi

Bell, R.E., Childers, V. A., Arko, R. A., Blankenship, D. D., Brozena, J. M. 1999. Airborne
Gravity and Precise Positioning for Geologic Application. Journal of Geophysics Research,
Vol. 104, No B7, P 15, 281-15, 292. Amerika Serikat
Difrancessco, D. 2007. Advances and Challenges in the Development and Deployment of
Gravity Gradiometer Systems. EGM 2007 International Workshop Innovation in EM, Grav
and Mag Methods:a new Perspective for Exploration. Capri, Italy, April 15 – 18, 2007
Forsberg, Rene., Olsen, A., Munkhtsetseg, D., Amarzaya, A. 2007. Downward continuation and
geoid determination in Mongolia from airborne and surface gravimetry and SRTM
topography. Ulanbataar, Mongolia
Geospace, Bell. Inc., 2010. Final Report: Processing and Acquisition of Air-FTG® Data and
Airborne Magnetics. Bell Geospace Inc., Houston, Texas
Harlan, R. B. 1968. Eotvos corrections for airborne gravimetry. J. Geophys. Res., 73(14),4675–
4679, doi:10.1029/JB073i014p04675.
Hwang, C., Y.-S. Hsiao, H.-C. Shih, M. Yang, K.-H. Chen, R. Forsberg, and A. V. Olesen .
2007. Geodetic and geophysical results from a Taiwan airborne gravity survey: Data
reduction and accuracy assessment. J. Geophys. Res., 112, B04407,
doi:10.1029/2005JB004220.
Hwang,C. Hsiao, Y., Shih C.H., 2006, Data reduction in scalar airborne gravimetry :Theory,
software and case study. Elsevier Journal of Computers & Geoscience.
Lane, R.J.L., editor, 2004, Airborne Gravity 2004 – Abstracts from the ASEG-PESA Airborne
Gravity 2004 Workshop. Geoscience Australia Record 2004/18.
Witherly, Ken., Diorio, Peter. 2007. Assessment of Falcon Airborne Gravity Gradiometer Data
from the Athabasca Basin, Saskatchewan Canada. Condor Consulting, Inc. Kanada
Zuidweg, K., and Mumaw, G.R. 2006. Airborne Gravity Gradiometry for Exploration
Geophysics – The First 5 Years. Bell Geospace Ltd., Aberdeen, UK

11

Anda mungkin juga menyukai