Anda di halaman 1dari 4

Oral Medicine Dental Journal Vol. 1 No.

2 Juli-Desember 2009: 42-45

Prevalensi Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Yang Dipicu Oleh Stres


Psikologis (Di Klinik Penyakit Mulut Rsgm Fkg Unair September -
Oktober 2009)

Aida Rosarina*, Hening Tuti Hendarti**, Hadi Soenartyo**


* Student of Faculty of Dentistry Airlangga University
** Departement Oral Medicine of Faculty of Dentistry Airlangga University

ABSTRACT
Recurrent aphthous stomatitis (RAS) is a common oral disorder. RAS is seen worldwide and may
affect 25% of the population. Characteristised by single or multiple, recurrent, small, around or ovoid
ulcer with circumscribed margins, eritemathous, and yellow or greys floors. It has three clinical
presentations-minor(MiRAS), major (MaRAS), and herpetiform (HU). The etiology of RAS remains
unknown, but psychological stress have been implicated in the pathogenesis of RAS although remains
controvertial. The study was to survey that the prevalence of RAS that may presdiposed by psychological
stress using Holmes and Rahe Stress Scale. The study found that the prevalence of RAS that may
presdiposed by psychological stress is 67%. Psychological stress may be a significant predisposing factor
of RAS in Oral Medicine Clinic at Dentistry Airlangga University September-Oktober 2009.

Key words: recurrent aphthous stomatitis, psychological stress, Holmes and Rahe Stress Scale
Korespondensi (correspondence): Aida Rosarina, Student of Faculty of Dentistry Airlangga University, Jl.
Mayjen. Prof. Dr. Moestopo No. 47 Surabaya 60132, Indonesia
______________________________________________________________________

PENDAHULUAN mm, terdapat pseudomembran abu-abu


keputihan dan tepi yang eritematus, dan
Stomatitis Aftosa Rekuren(SAR) disertai rasa sakit. Ulser sembuh 10-14
merupakan suatu kelainan ulser yang hari tanpa meninggalkan jaringan parut2.
kambuhan pada mukosa mulut dengan Mengenai mukosa rongga mulut yang
ciri khas ulser single atau multiple, tidak berkeratin seperti pada mukosa
kambuhan, kecil, bulat atau oval dengan labial dan bukal, dasar mulut, dan pada
batas jelas kemerahan, dan dasar abu- lateral dan ventral lidah5.;(2)Stomatitis
abu atau kuning. SAR dijumpai di Aftosa Mayor, ulser berbentuk bulat atau
seluruh dunia dan terdapat lebih dari oval dengan batas yang jelas,
25% dari populasi1,2. Stomatitis Aftosa diameternya > 1 cm, disertai rasa sakit,
Rekuren paling sering dimulai selama sembuhan dari ulser mayor dapat
dekade kedua dari kehidupan seseorang3. beberapa minggu hingga 1 bulan dengan
Pada sebagian besar keadaan, ulser akan meninggalkan jaringan parut5. Ulser
makin jarang terjadi pada pasien yang meluas sampai hampir pada seluruh
memasuki dekade ke-4 dan tidak pernah rongga mulut, termasuk palatum molle,
terjadi pada pasien yang memasuki tonsil dan orofaring1.; (3) Stomatitis
dekade ke-5 dan ke-6 4. Herpetiformis, ulser bersifat multipel
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) (hingga 100 ulser), diameter 1-3 mm,
mempunyai 3 gambaran klinis yaitu: dan adanya rasa sakit5. Ulser ini tidak
(1)Stomatitis Aftosa Minor : bentuk ada kaitannya dengan penyakit herpes2.
ulser bulat atau oval, diameter < 8-10 Predileksi ulser ini pada ujung lidah dan

42
Oral Medicine Dental Journal Vol. 1 No. 2 Juli-Desember 2009: 42-45

dasar mulut, dan sembuh setelah 7-14 penelitian untuk menggambarkan suatu
hari1. kejadian tanpa meneliti faktor penyebab
Penyebab SAR tidak diketahui terjadinya dengan cara observasi yaitu
dengan pasti tetapi kemungkinan adalah mengamati kejadian tanpa memberikan
multifaktorial1. Beberapa faktor yang perlakuan terhadap sampel penelitian.
dianggap sebagai penyebab timbulnya Penelitian ini menggunakan pasien yang
SAR antara lain adalah : Faktor bawaan, datang ke klinik Penyakit Mulut RSGM
trauma, infeksi, berhubungan dengan FKG UNAIR dan terdiagnosis SAR
gangguan gastrointestinal, Pengaruh (Stomatitis Aftosa Rekuren) sebagai
hormon, faktor emosi, auto-immunitas, sampel. Dengan kriteria SAR : ulser
faktor hematologi,dll 4. ditemukan di rongga mulut, kambuhan
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) (minimal 1 tahun 2x), single atau
merupakan manifestasi stres yang sering multiple dan memenuhi kriteria
dijumpai pada pasien dengan latar penelitian yaitu: tidak mempunyai
belakang emosi yang jelas. Orang yang kelainan sistemik, usia 10-49 tahun,
mempunyai tingkat sosial yang lebih wanita tidak sedang hamil dan
tinggi sering terkena daripada orang menstruasi. Setelah dilakukan pemilihan
yang hidup dengan tingkat sosial yang sampel, kemudian sampel diberi
rendah6. Stres disebut sebagai penyakit penjelasan maksud dan tujuan penelitian
peradaban, yang berarti semakin maju dan diberikan kuisioner yaitu Holmes
suatu peradaban, maka semakin banyak and Rahe Stress Scale yang digunakan
orang yang menderita stres. Kepadatan sebagai indikator seseorang menderita
penduduk, lalu lintas, mobilitas stres psikologis. Holmes and Rahe Stress
penduduk yang tinggi, terlalu banyaknya Scale mempunyai 2 jenis kuisoner yaitu
kebutuhan yang harus dipenuhi dan bagi yang menikah dan belum
masih banyak hal yang bisa menikah.Tiap kuisoner mempunyai 39
7
menyebabkan terjadinya stres . Stres item pernyataan yang digunakan
dapat mempengaruhi personalitas, sebagai indikator stresor psikologis
persepsi, perasaan, tindakan, dan tingkah sehingga seseorang terkena stres
laku. Lebih jauh lagi, stres berpengaruh psikologis. Data yang diperoleh dari
terhadap fisik dan psikologis8. Peranan pengisian kuisoner dianalisa berapa
stres psikologis sebagai faktor risiko banyak sampel yang menderita stres
pada Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) psikologis dan dilakukan pengkategorian
adalah kontroversial. Individu dengan stres ringan, sedang, dan berat menurut
SAR terlihat mempunyai skor jumlah pernyataan yang sesuai dengan
kecemasan dan level kortisol yang lebih kondisi pasien yang diindikasikan
tinggi dari rata-rata6. Penelitian sebagai stresor psikologis oleh Holmes
sebelumnya menyatakan adanya dan Rahe Stress Scale. Stres Ringan bila
hubungan antara SAR dengan berbagai nilai yang didapakan < 150, sedang bila
jenis kondisi psikologi seperti didapatkan nilai 150-300, dan berat bila
kecemasan, permusuhan, masalah nilainya > 300.
pekerjaan, dan stresor lain9.
HASIL
METODE Pada penelitian ini didapatkan 43
Penelitian ini merupakan pasien SAR dan hanya 31 pasien yang
penelitian deskriptif observasional, yaitu memenuhi kriteria sampel sampel. Dari

43
Oral Medicine Dental Journal Vol. 1 No. 2 Juli-Desember 2009: 42-45

31 sampel yang mengisi kuisoner Releasing Factor) dan AVP


didapatkan 2 pasien atau 6% pasien tidak (Argininevasopresin) yang menstimulasi
stres sedangkan 29 pasien atau 94% Hiposfisis aterior mensekresi ACTH
mengalami stres. Dari 29 sampel yang (Adenocortictropin Hormone). ACTH
menderita stres psikologis menurut menstimulasi korteks adrenal mensekresi
analisi Holmes and Rahe Stress Scale hormon glukokortikoid (kortisol).
adalah sebanyak 18 pasien atau 64% Peningkatan hormon stres ini
pasien menderita stres ringan, sebanyak menyebabkan glukoneogenesis
10 pasien atau 33% menderita stres meningkat sehingga menyebabkan kadar
ringan, dan sebanyak 1 pasien atau 3% glukosa darah tinggi dan glukosa intrasel
menderita stres berat. Prevalensi SAR rendah termasuk sel-sel epitel rongga
yang dipicu oleh stres psikologis di mulut. Glukosa intrasel yang rendah ini
Klinik Penyakit Mulut RSGM FKG akan menyebabkan Gangguan pompa
UNAIR pada September-Oktober 2009 Na+ dan K+ menyebabkan natrium tidak
adalah sebesar 67%. dapat dikeluarkan dari dalam sel
sehingga terjadi hipertonik intraseluler,
PEMBAHASAN akibatnya air masuk ke dalam sel,
Dari penelitian ini, dapat dilihat akhirnya sel membengkak dan
bahwa stres psikologis menjadi mengalami lisis. Hormon kortisol juga
penyebab yang cukup signifikan bagi meningkatkan aktifitas Th-2 melalui
pasien SAR di Klinik Penyakit Mulut IL-4, IL-4 akan menstimuli mast cell,
RSGM FKG UNAIR. SAR tidak dipicu basofil, dan sel plasma menghasilkan Ig
oleh faktor yang tunggal tetapi oleh E sehingga menimbulkan reaksi
lingkungan (banyak faktor) yang anafilaktik pada jaringan menyebabkan
mendukung munculnya lesi tersebut. jaringan rentan terhadap jejas. Kedua hal
Tampak juga tidak adanya hubungan inilah yang kemungkinan besar
antara tingkat stres, rekurensi SAR, menyebabkan seseorang yang stres
jumlah ulser, ukuran ulser, dan waktu rentan terhadap ulser (SAR).
penyembuhan. Distribusinya merata baik
pada tingkat stres ringan, sedang,
ataupun berat. Namun tampak adanya KESIMPULAN
perbedaan pada jumlah ulser pada pasien Prevalensi SAR yang dipicu oleh
yang berusia 14-28 tahun dibanding stres psikologis di Klinik Penyakit Mulut
pada pasien berusia 25-45 tahun. Pada RSGM FKG UNAIR pada September-
pasien dengan usia 25-45 tahun tampak Oktober 2009 adalah sebesar 67%. Stres
munculnya ulser secara multiple karena psikologis menjadi pemicu yang cukup
SAR prodominan terjadi pada orang signifikan bagi pasien SAR di Klinik
dewasa dan semakin meningkatnya usia Penyakit Mulut RSGM FKG UNAIR.
seseorang kondisi mukosa rongga mulut SAR tidak dipicu oleh faktor yang
akan berubah seperti keratinisasi tunggal tetapi oleh lingkungan (banyak
menurun, volume saliva menurun faktor) yang mendukung munculnya lesi
(mukosa mulut kering) sehingga tersebut. Untuk lebih mempertegas
memiliki sedikit toleransi atau lebih hubungan stres psikologis dan SAR
sensitif terhadap iritasi dan cedera. kiranya dapat dilanjutkan penelitian
Stres menyebabkan Hipotalamus dengan mengukur kadar hormon
mensekresi CRF (Corticotropin

44
Oral Medicine Dental Journal Vol. 1 No. 2 Juli-Desember 2009: 42-45

kortisol dalam saliva atau darah sampel 10. Anonima. Holmes and Rahe Stress
penelitian. Scale. Available at
www.wikipedia.com. diakses 4
DAFTAR PUSTAKA Desember 2008.
1. Field dan Longman. Tyldesley's
Oral Medicine Fifth Edition. New
York : Oxford University Press;
2003.p. 52-8.
2. Scully dan Stephen. Oral mucosa
disease: reccurent aphthous
stomatitis. British Journal of Oral
and Maxillofacial Surgery
2008;46: 198-206.
3. Greenberg. Burket’s Oral
Medicine Diagnosis and Treatment
Tenth Edition . USA: JB.
Lippincott Company; 2003.p. 63-
7.
4. Haskell R.. Penyakit Mulut:
Clinical Oral Medicine. Jakarta:
EGC; 1990.p.1-18.
5. Scully C, M Gorsky, dan F
Lozada-Nur. The Diagnosis and
Management of Reccurent
Aphthous Stomatitis. Journal
America Dental Association
2003;134:23: 200-7.
6. Lubis S. Stomatitis Aftosa
Rekuren dan Liken Planus Mulut:
Kasus yang berhubungan dengan
stres. Dentika Dental Journal
2005;10:2:102-7.
7. Zimbardo. Psycology and Life,
Elevent Ed. London: Scott,
Foresman and Co; 1985. p. 456-
63.
8. Myers DG. Psycology. 6th edition.
New York: Worth Publ;
2001.p.602-5, 609-11, 616-24.
9. Andrews, Vivian dan Howard. The
Effect of Relaxation/Imagery
Training on Reccurent Aphthous
Stomatitis: A Preliminary Studi.
Psycosomatic Medicine 1990;52:
526-35.

45

Anda mungkin juga menyukai