Contoh Makalah Hewan Cone
Contoh Makalah Hewan Cone
TINJAUAN PUSTAKA
Keong konus atau cone shell atau Conus spp merupakan siput laut yang
dikenal karena bentuknya yang unik dan mudah dikenali (Gunning and Chadwick,
2009), serta dikenal sebagai hewan invertebrata laut yang beracun dan harus
diwaspadai (Hadi, 1991). Cangkangnya berbentuk konus atau kerucut yaitu bagian
(anterior). Bagian spire memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi antar spesies.
Aperture (celah bibir tempat keluarnya tubuh) sempit dan relatif panjang.
Operculum berada pada ujung anterior dan sangat kecil atau kadang-kadang tidak
ada (Sarramegna, 1965; Mudjiono, 1989; Dance, 1990). Bagian luar cangkang
terkadang dilapisi oleh lapisan transparan yang disebut periostracum (Diaz et al.,
al., 2014).
Pola warna dan bentuk keong konus sangat bervariasi dan dijadikan
sebagai karakter dalam identifikasi. Kecerahan warna dari keong konus dapat
dipengaruhi oleh habitatnya. Misalnya keong konus yang hidup di pantai yang
(Sarramegna, 1965). Bentuk cangkang dari keong konus secara umum dapat
5
6
Gambar 2.1.
Morfologi cangkang konus (Mudjiono, 1989)
Gambar 2.2
Tipe cangkang Conus. A: biconical, B: turbinate, C: conical, D: abconical
(Mudjiono, 1989)
Bagian tubuh yang dapat diamati dengan mudah dari keong konus
diantaranya adalah proboscis, siphon, mulut dan kaki otot. Proboscis merupakan
suatu organ berbentuk moncong yang digunakan untuk berburu mangsa. Di dalam
7
proboscis tersebut terdapat radula yang berbentuk harpoon atau seperti busur
panah yang terhubung dengan kantung bisa (Mudjiono, 1989). Siphon berperan
Mulut pada keong konus dapat membesar beberapa kali lipat untuk menelan
mangsanya dalam keadaan utuh. Di setiap sisi mulut juga terdapat mata
bertangkai dan tentakel. Kaki otot keong konus digunakan sebagai alat lokomosi
yang berbentuk panjang, sempit, dan membulat (Gunning and Chadwick, 2009).
2.1.2. Taksonomi
(Mudjiono, 1989):
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Subkelas : Prosobrancha
Ordo : Neogastropoda
Sub ordo : Toxoglosa
Famili : Conidae
Genus : Conus
Flemming pada tahun 1822. Conidae, bersama dengan Turridae dan Terebridae
termasuk ke dalam Sub Ordo Toxoglosa yang merupakan kelompok siput yang
invertebrata laut dengan jumlah paling banyak dengan lebih dari 500 spesies
(Olivera et al., 1990). Genus Conus juga dibagi menjadi 4 Sub Genus
cangkang dari keong konus. Saat ini sistem klasifikasi yang terbaru
dimasukkan ke dalam famili Conidae, dan dibagi menjadi 4 genus, yaitu Conus,
konus yang telah dikenal masih tetap teregristrasi ke dalam genus Conus.
kedalaman 1000 m. Keong konus dapat hidup di berbagai tipe substrat dasar
seperti bebatuan, pasir, lumpur, pecahan koral dan bebatuan, terumbu karang dan
padang lamun (Diaz et al, 2005). Keong konus dapat ditemukan dalam kondisi
terkubur seluruhnya, sebagian atau tidak terkubur sama sekali. Preferensi habitat
keong konus adalah pada pecahan koral atau bebatuan karena keberadaannya
tetapi cukup aktif saat menjelang matahari terbit dan terbenam (Hall, 2011).
Keong konus tersebar di lautan tropis dan sub tropis. Jumlah keong konus
paling banyak terdapat pada lautan Indo Pasifik dan Pasifik Barat. Sebagian kecil
juga terdapat di lautan Jepang, Laut Mediterania, Afrika Selatan dan Laut Austalia
Keong konus diketahui memiliki preferensi habitat khusus. Hal ini sangat
terkait dengan perannya sebagai predator. Keong konus dapat tersamarkan bila
berada pada habitat dengan pecahan koral atau bebatuan (Cernohorsky, 1964).
Namun diketahui pula bahwa tiap-tiap spesies keong konus menyukai tipe
habitat pantai berpasir (Kohn, 1980). Studi khusus mengenai preferensi habitat
keong konus menemukan bahwa keong konus secara umum menyukai kawasan
dengan substrat dasar pasir yang tertutup alga lebih dari 20% (Kohn, 1983).
Kondisi mikrohabitat seperti itu dapat berperan sebagai kanopi di siang hari
(khususnya bagi keong konus berukuran kecil) dan dapat menjebak pecahan
batuan. Keberadaan alga juga secara tidak langsung akan memikat hewan mangsa
Spesies keong konus memiliki alat kelamin yang terpisah antara jantan dan
betina. Keong konus melakukan fertilisasi secara internal. Keong konus betina
ribuan telur pada tiap kapsulnya (Kohn, 1961). Fase larva dari keong konus
hingga menjadi juvenile dapat berlangsung antara kurang dari 1 sampai 50 hari
hingga 12 bulan (Hall, 2011). Namun hanya sedikit dari ribuan telur yang menetas
10
dapat tumbuh dan berkembang menjadi keong konus dewasa (Gunning and
Chadwick, 2009).
substrat keras. Namun beberapa spesies keong konus lainnya memiliki preferensi
meletakkan kapsul telur pada substrat pasir (Peters, 2013) dan C. californicus
meletakkan kapsul telur pada substrat yang terlapisi alga merah (Shaffer, 1986).
Meskipun demikian, pemilihan tipe substrat untuk peletakkan kapsul telur tidak
berpengaruh terhadap waktu metamorfosis dari keong konus (Perron, 1981). Lama
waktu metamorfosis keong konus bergantung dari tipe larva tiap-tiap spesies.
larva tipe lesitotropik memiliki waktu metamorfosis yang singkat. Tipe larva ini
juga dapat mempengaruhi sebaran geografis keong konus karena fase larva keong
konus memiliki kemungkinan untuk tersebar di lautan dalam jarak yang cukup
luas dibandingkan keong konus dewasa yang hanya memiliki jarak perpindahan
tidak lebih dari 20 meter selama hidupnya (Shaffer, 1986; Johnson, et al., 2001;
masih berada pada fase telur sehingga memiliki perkembangan yang sangat cepat
untuk mencapai fase juvenil atau crawling stage. Akibatnya, keong konus dengan
tipe larva lesitotropik biasanya hanya tersebar pada kawasan yang sempit. Di sisi
lain, larva tipe planktotropik tidak mendapatkan pengayaan nutrisi pada fase telur
sehingga harus melewati fase plankton yang dapat tersebar luas di seluruh lautan.
Dengan demikian keong konus dengan larva tipe plantotropik memiliki sebaran
11
geografis yang sangat luas (Peters, 2013). Salah satu contoh keong konus yang
memiliki sebaran yang luas adalah C. ebraeus yang tersebar di hampir seperempat
makan bagi keong konus sangat beragam sehingga mereka menjadi tipe hewan
yang specialist (Duda et al., 2011). Preferensi makan ini memiliki korelasi dengan
morfologi dari keong konus. Keong konus pemakan cacing biasanya memiliki
cangkang paling berat dengan apertur paling sempit. Pemakan moluska biasanya
memiliki pola warna cangkang dengan garis-garis putih dengan dasar yang gelap
dan berat cangkang yang menengah bila dibandingkan dengan tipe pemakan
lainya. Pemakan ikan memiliki berat cangkang paling ringan, bentuk paling
beronamen serta apertur dan apex paling yang lebar bila dibandingkan di antara
Studi mengenai makanan dan prilaku makan dari keong konus telah
dilakukan sejak tahun 1950-an oleh Kohn (1956). Mekanisme pakan keong konus
keong konus menyerang mangsanya dengan racun melalui harpoon yang terdapat
di dalam proboscis. Mangsa keong konus langsung ditelan secara utuh melalui
Jenis mangsa dari keong konus dapat diketahui melalui pembedahan organ
pencernaan (Nybakken, 1978) dan analisis feses (Kohn, 1968). Analisis feses
dapat dilakukan terhadap keong konus yang diketahui merupakan tipe vermivorus.
Hal ini disebabkan karena kebanyakan mangsa keong konus tipe ini merupakan
polychaeta yang memiliki organ tubuh yang biasanya tidak tercerna dan dapat
dijadikan sebagai dasar identifikasi yaitu setae dan jaw (rahang). Pembendahan
organ pencernaan lebih baik dilakukan pada keong konus tipe piscivorus dan
molluscivorus dengan harapan mangsa yang telah ditelan secara utuh masih dapat
diidentifikasi.
Tabel 2.1
Preferensi pakan beberapa keong konus: Moluscivorous (Duda, et al., 2011)
Species Tipe pakan Preferensi pakan utama
C. aulicus M gastropoda
C. aureus M gastropoda
C. bandanus M gastropoda
C. canonicus M gastropoda
C. episcopatus M gastropoda
C. legatus M moluska
C. araneosus M gastropoda
C. marmoreus M gastropoda
C. omaria M gastropoda
C. pennaceus M gastropoda
C. textile M gastropoda
C. californicus V, M gastropoda, bivalvia, polychaeta
13
Tabel 2.2
Preferensi pakan beberapa keong konus: Piscivorous (Duda, et al., 2011)
Species Tipe pakan Preferensi pakan utama
C. bullatus P pisces
C. catus P pisces
C. cinereus P pisces
C. circumcisus P pisces
C. consors P pisces
C. geographus P pisces
C. magus P pisces
C. obscurus P pisces
C. proximus P pisces
C. stercusmuscarum P pisces
C. striatus P pisces
C. striolatus P pisces
C. tulipa P pisces
C. eburneus V, P eunicidea, capitellidea
Tabel 2.3
Preferensi pakan beberapa keong konus: Vermivorous (Duda, et al., 2011)
Species Tipe pakan Preferensi pakan utama
C. arenatus V eunicidea, nereidea, capitellidea
C. balteatus V eunicidea, nereidea
C. betulinus V capitellidea
C. biliosus V eunicidea
C. boeticus V polychaeta
C. brunneus V amphinomidea
C. chaldaeus V eunicidea, nereidea
C. coffeae V eunicidea
C. coronatus V eunicidea, capitellidea
C. distans V eunicidea
C. dorreensis V eunicidea
C. ebraeus V eunicidea, nereidea
C. emaciatus V terebellidea
C. figulinus V polychaeta
C. flavidus V capitellidea, terebellidea
C. frigidus V capitellidea, terebellidea
C. generalis V eunicidea
C. glans V eunicidea
C. imperialis V amphinomidea
C. leopardus V enteropneusts
C. litoglyphus V eunicidea
14
C. litteratus V capitellidea
C. abbreviatus V eunicidea, nereidea
C. anemone V eunicidea, nereidea
C. lividus V enteropneusts, terebellidea
C. miles V eunicidea
C. miliaris V eunicidea, nereidea
C. moreleti V terebellidea
C. muriculatus V eunicidea, nereidea
C. musicus V nereidea
C. mustelinus V eunicidea, nereidea
C. nux V nereidea
C. planorbis V polychaeta
C. princeps V eunicidea
C. pulicarius V capitellidea, sabellids
C. quercinus V enteropneustdea
C. rattus V eunicidea
C. regius V amphinomidea
C. sanguinolentus V cirratulidea, poychaeta lain
C. sponsalis V nereidea, eunicidea
C. swainsoni V polychaeta
C. tenuistriatus V polychaeta
C. terebra V terebellidea
C. tessulatus V nereidea, eunicidea
C. varius V polychaeta
C. vexillum V eunicidea
C. virgo V terebellidea
C. vitulinus V eunicidea
2.1.6. Konotoksin
untuk melumpuhkan mangsanya. Racunnya sangat kuat dan juga dapat berakibat
fatal bagi manusia. Telah banyak laporan mengenai serangan keong konus
al., 2015). Para peneliti telah tertarik untuk memahami mengenai racun keong
konus dan mulai mendapatkan banyak manfaat dari hasil isolasi racun tersebut.
Meskipun demikian masih banyak racun keong konus yang belum tereksplorasi
15
dan belum diketahui spesifikasi terhadap jalur ion targetnya sehingga racun keong
konus ini merupakan sumber peptida baru yang potensial untuk ditemukan (Terlau
merupakan suatu racun yang menyerang sistem saraf (neurotoksin) secara spesifik
senyawa peptida dari racun keong konus bahkan lebih bervariasi dari keragaman
jenis keong konus itu sendiri (Gowd, et al., 2005). Setidaknya terdapat lebih dari
(Bingham et al., 2014). Pada tiap spesies keong konus bisa memiliki 50 sampai
200 rangkaian senyawa peptida. Tiap spesies keong konus bahkan dapat
menghasilkan konotoksin yang sangat spesifik terhadap ion dan reseptor tertentu.
yaitu konotoksi tipe potassium-channel, tipe sodium channel, dan tipe calcium
Misalnya, konotoksin yang telah diekstrak dari kelenjar racun keong konus Conus
geographus telah dipakai untuk memodifikasi respon rasa sakit pada jaringan
hewan vertebrata. Hal ini menjadi langkah awal yang potensial dalam penemuan
obat dari berbagai macam penyakit seperti Kanker, AIDS, Arthrhitis, dan juga
16
penyakit yang berkaitan dengan sistem saraf seperti Alzheimer, Parkinson, dan
peptida sederhana yang tersusun dari 10 sampai 30 jenis asam amino. Hal ini
sedikitnya data dan informasi mengenai keong konus yang bisa dimanfaatkan
serta sedikitnya jumlah keong konus yang biasa ditemukan di alam. Di India, data
dan informasi mengenai keong konus telah mulai dikumpulkan dan telah di
dapatkan beberapa jenis peptida baru pada jenis-jenis konus baru yang di temukan
Secara umum zona intertidal adalah zona antara batas tertinggi air laut saat
pasang sampai batas terendah air laut saat surut. Area ini sangat banyak menerima
pengaruh dari daratan dan lautan namun memiliki tingkat faktor pembatas yang
sangat tinggi terhadap makhluk hidup yang menghuni area ini. Ada Banyak
bentuk kehidupan yang dapat diamati di area ini dan mudah dijangkau oleh
Berikut ini adalah spesies-spesies keong konus yang mungkin dan umum
Tabel 2.4.
Spesies keong konus di perairan laut dangkal dengan kemelimpahan yang umum
di indonesia (Dharma, 1992)
No. Spesies 19 C. miles
1 Conus textile 20 C. arenatus
2 C. omaria 21 C. varius
4 C. striatus 22 C. consors
5 C. geographus 23 C. imperialis
6 C. tulipa 24 C. magus
7 C. generalis 25 C. terebra
8 C. virgo 26 C. planorbis
9 C. distans 27 C. lividus
10 C. leopardus 28 C. frigidus
11 C. litteratus 29 C. flavidus
12 C. marmoreus 30 C. parvulus
13 C. vexillum 31 C. sponsalis
14 C. betulinus 32 C. miliaris
15 C. eburneous 33 C. coronatus
16 C. tessulatus 34 C. rattus
17 C. catus 35 C. ebraeus
18 C. decurtata 36 C. chaldeus
2.3. Lamun
(Short et al., 2006). Lamun tumbuh di dasar perairan dengan daun yang tegak
dengan akar tertanam kuat pada substrat. Lamun merupakan satu-satunya jenis
tumbuhan berbunga yang hidup di zona tidal dan subtidal. Lamun terkadang hidup
membentuk komunitas yang lebat dan padat sehingga sering disebut dengan
agar dapat tumbuh dengan baik. Tumbuhan lamun sangat sensitif terhadap faktor
18
– faktor alam seperti suhu, salinitas, ombak dan gelombang, kondisi substrat,
Keberadaan lamun pada daerah tropis biasanya berada pada daerah perairan
dangkal, terlindung dan substrat berpasir yang lembut. Keberadaan lamun sangat
terbatas pada batas terjauh cahaya menembus air, karena keberadaan cahaya yang
Fungsi ekologis dari lamun tak lepas dari hubungannya dengan ekosistem
mangrove dan terumbu karang. Keberadaan mangrove, lamun dan terumbu karang
ada baik secara biologis maupun secara fisik. Hal ini disebabkan karena letak dari
tiap ekosistem tersebut yang berurutan dari darat hingga laut lepas. Keberadaan
ekosistem terumbu karang dapat memecah gelombang yang datang dari laut lepas
mangrove dapat menahan berbagai sedimen yang akan di lepas ke laut sehingga
tidak mengotori laut dan ekosistem terumbu karang. Sebagian sedimen yang
terlewat dari ekosistem mangrove juga dapat diserap kembali oleh padang lamun.
Dengan demikian kondisi ketiga ekosistem tersebut akan selalu terjaga (Short et
al., 2006).
(Asy'ary, 2009). Kondisi padang lamun di perairan Pantai Sanur tergolong cukup
baik dan terdapat variasi sebaran antara bagian tepi pantai, tengah dan tubir
(highzone, midzone, lowzone) (Yusup, 2008). Namun, kondisi padang lamun pada
bagi hewan-hewan yang hidup di sana (Short et al., 2006). Bagi moluska secara
umum dan keong konus secara khusus, padang lamun dimanfaatkan sebagai
habitat tempat hidup. Kondisi padang lamun yang kompleks dapat dimanfaatkan
oleh moluska sebagai tempat peletakkan telur (Huang, 2010). Keberadaan substrat
pasir yang dominan pada kawasan padang lamun memungkinkan berbagai jenis
moluska termasuk keong konus untuk menguburkan dirinya (Zusron et al., 2015).
Berbagai hewan selain moluska juga tinggal di kawasan padang lamun. Hal ini
2.4. Alga
klorofil, tidak memiliki jaringan pembuluh, berupa thalus yang dapat memiliki
yang berair atau tempat lembab baik di darat maupun di laut. Makroalga yang
hidup di perairan laut biasa disebut dengan seaweed atau rumput laut (Dhargalkar
tumbuhan laut (marine plants) karena memiliki fungsi ekologi seperti tumbuhan
darat. Namun Alga bukan tumbuhan karena tidak memiliki organ seperti akar,
batang dan daun (thalophyta). Makroalga juga disebut tumbuhan bentik karena
hidup dengan cara menempel pada substrat dasar (Diaz-Pulido and McCook,
2008).
tinggi. Jumlah spesies alga diperkirakan mencapai lebih dari 72 ribu spesies
(Guiry, 2012). Mereka dapat dibagi menjadi tiga divisi yaitu Chloropyta (alga
hijau), Phaeophyta (alga coklat) dan Rhodophyta (alga merah) (Dhargalkar and
terkandung oleh alga. Secara morfologi atau lifeform, alga dapat dibagi menjadi
21
beberapa jenis yaitu fleshy, calcareous, crustose, foliose, dan filamentous (Diaz-
sebagai rhizophytic atau menempel pada substrat pasir atau lumpur, lithophytic
atau menempel pada batu atau bangkai koral, epiphytic atau menempel pada daun
lamun, akar atau alga lain, epizoic atau menempel pada cangkang moluska atau
tubuh hewan laut lain, atau hidup melayang di perairan (Zakaria et al., 2006).
(Huynh and Serediak, 2006). Alga merupakan makanan utama bagi para grazer di
kawasan perairan termasuk moluska. Beberapa jenis alga tertentu bahkan menjadi
(Lubchenco, 1978). Fungsi ekologi utama dari alga diantaranya adalah sebagai
pernah dilakukan oleh Hardini (1999) dan mendapatkan 19 jenis makroalga. Jenis-
jenis alga tersebut dapat dilihat pada tabel (Tabel 2.2.). Data jenis-jenis alga
makroalga di suatu kawasan yaitu pengaruh spasial dan temporal. Secara spasial,
keberadaan alga akan semakin banyak pada daerah dekat tubir (low tide).
Pengaruh temporal atau musim keberadaan alga pada kawasan perairan indo-
22
pasifik tidak terlalu berbeda karena fluktuasi suhu lingkungan yang tidak terlalu
Tabel 2.5.
Jenis-jenis makroalga di kawasan perairan Pantai Sanur (Hardini, 1999)
Kelas Spesies
Chlorophyceae Caulerpa recemosa
C. sertularoides
C. floridana
Enteromorpha sp.
Ulva sp.
Codium sp.
Phaeophyceae Dictyota sp.
Padina sp.
Sargassum sp.
Turbinaria sp.
Rodhophyceae Eucheuma sp.
Halymenia sp.
Hypnea sp.
Gracilaria folifera
G. verucosa
G. crassa
G. cilindrica
Gelidium sp.
Lithothamnion sp.
Bahkan beberapa jenis moluska juga memiliki preferensi pakan khusus terhadap
jenis alga tertentu (Lubchenco, 1978). Bagi keong konus, keberadaan alga
berperan secara tidak langsung yaitu sebagai penyusun atau pembentuk struktur
habitat dan sebagai pemancing keberadaan organisme lain yang dapat dijadikan
mangsa oleh keong konus. Hal ini dapat dilihat dari preferensi habitat keong
konus yang menyukai substrat yang dilapisi oleh makroalga lebih dari 20%
(Kohn, 1983).
23
Keong konus sangat menyukai substrat dasar pantai yang sedikit berpasir
dan terdapat pecahan batuan atau koral (Cernohorsky, 1964). Hal ini sesuai
dengan morfologi dan prilaku dari keong konus tersebut. Mereka dapat
tersamarkan bila berada pada kawasan dengan banyak pecahan batuan. Selain itu,
keong konus dapat menguburkan dirinya di dalam subtrat pasir untuk menunggu
mangsa dan menghindar dari panas matahari di siang hari. Studi terdahulu
pantai sangat erat kaitannya dengan keberadaan dari keragaman spesies yang ada.
spesies yang lebih bervariasi (Gratwicke and Speight, 2005). Tingginya tingkat
and Coutinho, 2005). Selain itu tingkat kekasaran permukaan yang tinggi dapat
yang tinggi akan menjadi preferensi habitat bagi kebanyak hewan termasuk keong
konus.
𝑑
𝐶 = 1 − 𝑙 (Fuad, 2010)
Rugosity juga dapat dilihat secara kualitatif secara visual. Tingkat rugosity
secara visual dapat dilihat berdasarkan standar dari Gratwicke and Speight (2005).
Gambar 2.3
Penggambaran sketsa visual topografi dasar pantai (rugosity) (Gratwicke and
Spight, 2005)
25
2.5.3. Ketergenangan
Keberadaan air di zona intertidal saat surut merupakan hal yang perlu diperhatikan
karena keberadaan air merupakan faktor pembatas bagi makhluk hidup penghuni
kawasan tersebut. Kondisi fisik lingkungan seperti suhu dan salinitas tidak
mengalamin fluktuasi yang signifikan akibat adanya air yang tersisa dibandingkan
dengan area yang terpapar langsung. Keberadaan air saat surut terendah dapat
terjadi apabila terdapat area yang lebih rendah dari area sekelilingnya sehingga air
laut terjebak dan membentuk seperti kolam yang disebut dengan tidepool
dengan zonasi yang terbentuk (Macieira and Joeyoux, 2011). Keberadaan hewan
pada tidepool lebih dipengaruhi oleh karakter dari genangan tersebut seperti
kedalaman, volume, orientasi dan luas permukaan air yang tergenang (Metaxas
intertidal, meskipun tidak terlalu signifikan, juga dapat mengubah sebaran hewan
di zona tersebut bergantung pada titik terendah air saat surut dan lama genangan
tidak terlalu berpengaruh karena beberapa jenis gastropoda termasuk keong konus
dapat beradaptasi terhadap kekurangan air ketika surut terjadi (Nybakken, 1988).
26
negatif. Berbagai tekanan ekosistem pantai yang berasal dari keberadaan dan
2009).
dan temporal tertahadap ekosistem pantai. Hal ini disebabkan karena keberadaan
rekreasi dan perikanan yang dilakukan oleh nelayan lokal (Murray et al., 1999).
di pantai pada daerah yang dekat dengan akses masuk pantai daripada daerah yang
jauh dari akses masuk pantai (Addessi, 1994). Pengaruh aktifitas dan keberadaan
masyarakat yang berasal dari rekreasi dan perikanan lokal juga lebih berdampak
pada daerah yang dekat dengan bibir pantai daripada daerah yang jauh dari bibir
pantai (Huang et al., 2006). Kerusakan yang timbul dari aktifitas rekreasi dan
Keong konus merupakan salah satu jenis keong yang dikenal memiliki
bentuk dan pola cangkang yang indah. Maka dari itu, jenis keong ini sangat
populer diantara para kolektor cangkang siput laut bersama dengan jenis keong
laut lain dari famili Cypraeidae, Volutidae, Muricidae, Pectinidae, dll. Bahkan
banyak dari para kolektor rela membayar mahal untuk sebuah keong laut yang
dianggap indah dan langka (Monteiro, 1999). Selain untuk dikoleksi, keong konus
kawasan tersebut keong konus diolah menjadi sup dan merupakan makanan yang