Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN KERACUNAN INSEKTISIDA

GOLONGAN KARBAMAT

BACAAN MATA KULIAH FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI 2


Dosen : Yuhansyah Nurfauzi

APLIKASI UNTUK CALON SARJANA FARMASI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
CILACAP
2017
Pestisida adalah zat kimia yang dibuat untuk meracuni serangga atau hama. Kebanyakan
pestisida juga beracun dan membahayakan manusia jika mengenai kulit, terhirup ke dalam paru
dalam bentuk gas, uap, debu, spray droplets atau tertelan. Beberapa kemungkinan orang dapat
keracunan pestisida apabila :

a. Jika menggunakan pestisida dengan cara yang salah, seperti anak-anak yang keracunan
karena pakaiannya tersemprot,
b. Jika tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD),
c. Jika makan, minum, merokok setelah bekerja dengan pestisida dan masih menyisakan di
tangannya,
d. Jika bekas wadah pestisida digunakan untuk menampung makanan atau minuman,
e. Jika wadah makanan atau minuman juga digunakan untuk menampung pestisida.

Keracunan dapat terjadi biasanya oleh bermacam pestisida dari golongan rodentisida,
fungisida, herbisida, dan lain-lain. Penderita keracunan pestisida dapat dibedakan menjadi 2
golongan, yaitu penderita yang karena pekerjaannya selalu berhubungan dengan pestisida, seperti
para pekerja dalam proses pembuatan, penyimpanan, dan penggunaan pestisida. Pada golongan
ini, keracunan dapat disebabkan oleh efek pestisida yang berlebihan, atau karena mengabaikan
prosedur keamanan dan keselamatan kerja yang telah ditetapkan. Golongan kedua adalah
penderita keracunan pestisida karena tidak sengaja, seperti makan buah-buahan atau sayuran
yang masih tercemar pestisida, tidak sengaja memasuki daerah yang sedang disemprot dengan
pestisida, dan sebagai akibat penyimpanan pestisida yang kurang baik. Pada golongan kedua,
keracunan biasanya terjadi secara massal akibat makanan yang tercemar pestisida dari golongan
organofosfat, atau makanan biji-bijian yang telah diberi fungisida yang diperuntukkan sebagai
bibit.

Pestisida golongan karbamat sangat mudah terabsorpsi dari saluran cerna, saluran napas, atau
melalui kulit yang menimbulkan efek muskarinik, antara lain miosis, penglihatan kabur,
hipersalivasi, mual muntah, kejang perut, diare, tenesmus, batuk, dada sesak, dan sianosis
sebagai akibat dari edema paru. Sedangkan gejala keracunan yang ditimbulkan oleh efek
nikotinik, antara lain fascikulasi dan kelemahan otot, termasuk otot mata luar dan otot
pernapasan.
INSEKTISIDA N-METIL KARBAMAT

I. Pendahuluan

Insektisida golongan N-Metil Karbamat digunakan secara luas di rumah, kebun, dan
pertanian. Gologan ini bersama dengan organofosfat memiliki kapasitas untuk menghambat
enzim cholinesterase sehingga memiliki kemiripan gejala pada saat paparan akut maupun kronik.
Paparan dapat terjadi melalui beberapa rute pada individu yang sama karena pemakaian yang
berulang dan ada potensi toksisitas addisi bersama dengan paparan organofosfat. Namun, karena
perbedaan afinitas terhadap cholinesterase, maka keracunan karbamat dapat lebih mudah
ditangani.

Aldicarb adalah contoh karbamat yang penting lebih potent dan secara sistemik
mengalami translokasi pada tanaman tertentu seperti melon dan terkonsentrasi pada buah.
Wabah keracunan akut aldicarb terjadi di California pada tahun 1985 setelah konsumsi semangka
yang ditumbuhkan di lahan yang telah disemprot dengan aldicarb. Penggunaan rodentisida
import “Tres Pasitos” juga telah menyebabkan keracunan di New York pada tahun 1994. Bahan
ini masuk ke dalam kategori extremely hazardous menurut WHO.

II. Aspek Toksikologi

N-metil karbamat ester menyebabkan karbamilasi reversibel terhadapa enzim


cholinesterase, diikuti dengan akumulasi asetilkolin, suatu neuromediator, pada parasympathetic
neuroeffector junction (efek muskarinik), pada myoneural junctions otot rangka, dan ganglia
otonom (efek nikotinik), serta pada otak (efek CNS). Kombinasi karbamil-asetilkolineseterase
berdisosiasi lebih mudah daripada kompleks fosforil-asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh
senyawa organofosfat. Kelabilan ini memiliki beberapa konsekuensi penting, yaitu :

1. Kecenderungan terbatasnya durasi keracunan N-metilkarbamat,

2. Rentang antara yang dapat menimbulkan gejala keracunan dan dosis letal pada golongan
karbamat memiliki nilai yang lebih tinggi daripada senyawa organofosfat,

3. Keracunan karbamat seringkali membuat pengukuran aktivitas cholinesterase dalam darah


sebagai diagnosis indeks keracunan menjadi tidak berlaku lagi
N-metil karbamat diabsorpsi melalui inhalasi dan ingesti dan beberapa melalui penetrasi
kulit, meskipun hal yang terakhir merupakan rute paparan yang cenderung lebih sedikit
toksisitasnya. Sebagai contoh, carbofuran memiliki LD50 oral pada tikus sebesar 5 mg/kg
dibandingkan dengan LD50 pada tikus melalui paparan kulit sebesar 120 mg/kg sehingga dapat
disimpulkan bahwa paparan melalui rute oral (tertelan) 24 kali lebih toksik. N-metil karbamat
dihirolisis secara enzimatis di hati, degradasi produk diekskresikan melalui hati dan ginjal.

Pada cholinergic nerve junctions dengan otot polos dan sel-sel kelenjar, konsentrasi
asetilkolin yang tinggi menyebabkan kontraksi dan sekresi. Pada junctions otot rangka, kelebihan
asetilkolin dapat bersifat eksitatori (menyebabkan kejang otot), tetapi juga dapat memperlemah
atau menyebabkan paralisis sel dengan depolarisasi pada end-plate. Di otak, peningkatan
konsentrasi asetilkolin dapat menyebabkan gangguan sensori dan perilaku, inkoordinasi, dan
depresi fungsi motorik (pada kasus yang jarang terjadi kejang), meskipun N-metilkarbamat tidak
menembus sistem syaraf pusat dengan sangat efisien. Depresi nafas bersama dengan edema paru
merupakan penyebab umum kematian pada kasus keracunan senyawa N-metilkarbamat.

III. Tanda-tanda dan Gejala Keracunan

Sebagaimana keracunan organofosfat, tanda-tanda dan gejala keracunan karbamat


berdasarkan pada stimulasi kolinergik yang berlebihan. Namun, tidak seperti keracuanan
organofosfat, keracunan karbamat cenderung memiliki durasi yang lebih singkat karena inhibisi
dari asetilkolinesterase di jaringan syaraf bersifat reversibel dan karbamat lebih cepat
dimetabolisme. Bradikardia dan kejang lebih jarang terjadi pada keracunan organofosfat.
Namun, konsentrasi kolinesterase dapat menjadi salah karena reaktivasi in vitro dari enzim
karbamilase. Kadar normal yang salah ini dapat membuat diagnosis menjadi lebih sulit pada
kejadian akut dan tanpa riwayat paparan.

Manifestasi primer dari toksisitas yang parah adalah depresi pada sistem syaraf pusat
dengan manifestasi koma, kejang, dan hipotonisitas, dan efek nikotinik termasuk hipertensi dan
depresi kardiovaskular. Dyspnea, bronkospasme, dan bronkorrhea dengan kondisi akhir edema
paru adalah tanda-tanda serius yang lain. Informasi yang terbaru menunjukkan bahwa anak-anak
dan dewasa berbeda terhadap presentasi kliniknya. Anak-anak lebih rentan daripada dewasa
dalam mengalami gejala pada sistem syaraf pusat. Meskipun anak-anak masih dapat mengalami
tanda-tanda klasik muskarinik, ketiadaan gejala ini tidak mengeluarkan kemungkinan terhadap
keracunan karbamat pada keadaan depresi sistem syaraf pusat.

Malaise, kelemahan otot, kebingungan, dan berkeringat adalah gejala-gejala awal yang
umum dilaporkan. Sakit kepala, salivasi, mual, muntah, nyeri abdominal, dan diare juga sering
terjadi. Miosis dengan pandangan mata kabur, inkoordinasi, kejang otot, dan slurred speech juga
dilaporkan terjadi.

IV. Konfirmasi Keracunan/Diagnosis

Bila ada indikasi klinis kuat terhadap keracunan akut N-metil karbamat, dan atau riwayat
paparan karbamat, pasien perlu segera ditangani. Jangan menunggu konfirmasi laboratorium.

Cek darah untuk pseudocholinesterase dan RBC AChE perlu dilakukan. Perlu
diperhatikan bahwa apabila N-metilkarbamat tidak terabsorpsi dalam jumlah yang besar atau
sampel darah diambil dalam waktu 1-2 jam, sangat kecil kemungkinan untuk menemukan
aktivitas kolinesterase darah yang menurun. Apabila kondisi tersebut dialami, maka perlu
dilakukan rapid test terhadap aktivitas enzim untuk mendeteksi efek karena reaktivasi enzim
berlangsung secara in vitro maupun in vivo.

Absorpsi N-metilkarbamat dapat dikonfirmasi dengan analisis urin terhadap metabolit


yang unik, yaitu alfa-naftol dari carbaryl, isopropoxifenol dari propoxur, carbofuran fenol dari
carbofuran, dan aldicarb sulfon, sulfoxide, serta bentuk nitril dari aldicarb. Analisis terhadap
beberapa metabolit ini bila memungkinkan, dapat menjadi sangat berguna untuk menemukan
agen yang menyebabkannya dan nantinya akan dipakai untuk pembuangan karbamat.

V. Terapi/treatment

Perhatian : orang yang menjumpai korban keracunan secara langsung harus menghindari kontak
dengan pakaian yang terkontaminasi dan muntahannya. Gunakan sarung tangan karet saat
mencuci pestisida dari kulit dan rambut. Sarung tangan yang terbuat dari vinil tidak dapat
memberikan perlindungan yang diperlukan.

1. Perlindungan jalan nafas

a. Pastikan ada jalan nafas yang terbuka,


b. Intubasi pasien dan lakukan aspirasi terhadap sekresi dengan peralatan suction jika
diperlukan
c. Pemberian oksigen melalui bantuan ventilasi pulmonari jika pernapasan dalam kondisi
terdepresi
d. Tingkatkan oksigenasi jaringan sebanyak mungkin sebelum pemberian atropine untuk
meminimalkan resiko fibrilasi ventrikel
e. Pada kasus keracunan parah, dimungkinkan untuk memberikan dukungan ventilasi
pulmonary secara mekanis selama beberapa hari.

2. Pemberian Atropin

a. Pemberian atropine sulfat intravena atau intramuscular jika injeksi intravena tidak dapat
dilakukan.
b. Perlu diperhatikan bahwa atropine dapat diberikan melalui endotracheal tube jika akses
intravena awal sulit diperoleh.
c. Keracunan karbamat biasanya diterapi dengan dosis atropine yang lebih kecil daripada
dosis yang diperlukan untuk memberikan terapi pada kasus keracunan organofosfat

Tujuan pemberian terapi antidot atropine adalah untuk mengantagonis efek dari
konsentrasi asetilkolin yang berlebihan pada organ akhir yang mempunyai reseptor
muskarinik. Atropine tidak menyebabkan reaktivasi enzim kolinesterase atau mempercepat
ekskresi maupun pemecahan karbamat. Atropin efektif untuk mengatasi manifestasi
muskarinik, tetapi tidak efektif untuk mengatasi aksi nikotinik, secara lebih spesifik atropine
mengatasi kelemahan otot, kejang dan depresi napas.

Meskipun keterbatasan dimiliki oleh atropine, atropine seringkali menjadi obat live
saving pada keracunan N-metilkarbamat. Respon yang baik diperoleh dari dosis uji atropine
(1 mg pada dewasa, 0,01 mg/kg pada anak-anak di bawah usia 12 tahun) yang diberikan
secara intravena dapat membedakan kondisi keracunan yang disebabkan oleh agen
antikolineseterase dari kondisi-kondisi lain seperti edema paru kardiogenik dan ingesti
hidrokarbon. Namun, respon yang kurang pada dosis uji, menunjukkan tidak adanya
atropinisasi, merupakan karakter dari kondisi keracunan yang agak parah sampai parah dan
memerlukan atropine yang lebih mencukupi. Jika dosis uji tidak menghasilkan midriasis dan
kekeringan sekresi, maka pasien dapat dianggap mengalami atropine refractory.

Dosis Atropin :

Pada kasus keracunan sedang (hipersekresi dan manifestasi pada organ akhir yang lain
tanpa depresi pada sisem syaraf pusat), maka dapat diberikan dosis berikut ini yang telah
terbukti efektif :

1) Dewasa dan anak-anak lebih dari 12 tahun : 2-4 mg, diulangi tiap 15 menit sampai sekresi
paru-paru terkontrol dan mungkin disertai dengan tanda-tanda lain atropinisasi, termasuk
flushing, mulut kering, dilatasi pupil dan takikardi (denyut jantung mencapai 140 kali per
menit).

Peringatan : dalam kasus tertelannya cairan pestisida yang mengandung karbamat


konsentrat, aspirasi hidrokarbon dapat memperumit kejadian keracunan. Edema paru dan
oksigenasi yang sedikit dalam kasus-kasus seperti ini tidak akan berespon terhadap
pemberian atropine dan harus diterapi sebagai acute respiratory distress syndrome.

2) Anak-anak di bawah 12 tahun : 0,05-1,0 mg/kg berat badan, diberikan berulang setiap 15
menit hingga sekresi paru terkontrol, kondisi ini mungkin disertai dengan tanda-tanda lain
atropinisasi sebagaimana tersebut di atas (denyut jantung sangat tergantung pada usia anak di
mana young toddler memiliki denyut yang mencapai 200 kali per menit). Ada dosis
minimum 0,1 mg pada anak

Pemeliharaan atropinisasi dengan dosis berulang berdasarkan pada kekambuhan gejala dalam
2-12 jam atau lebih panjang tergantung pada keparahan keracunan.

Seseorang yang mengalami keracunan parah dapat mengalami toleransi terhadap atropine
sehingga mungkin diperlukan dosis yang lebih tinggi dua kali lipat atau lebih. Pembalikan
terhadap manifestasi muskarinik merupakan tujuan terapi atropine. Namun, perpanjangan
pemberian atropine intravena sangat jarang diperlukan pada kasus keracunan karbamat.

Sebagai catatan, seseorang yang tidak keracunan atau hanya keracunan sedikit N-
metilkarbamat dapat mengalami toksisitas apabila diberi atropine pada dosis yang telah
disebutkan. Demam, fibrilasi otot dan delirium adalah tanda-tanda utama toksisitas atropine.
Apabila tanda-tanda ini muncul pada saat pasien diberikan atropine, maka pemberian
atropine harus dihentikan, setidaknya untuk sementara sambil menunggu evaluasi berikutnya
terhadap keparahan keracunan.

3. Dekontaminasi dari kulit dan mata

Pada pasien yang mengalami kontaminasi pada kulit, pakaian, rambut, dan atau mata,
dekontaminasi harus berjalan bersamaan dengan upaya resusitasi dan pemberian atidotum yang
diperlukan untuk menjaga kehidupan. Bilas zat kimia dari mata dengan sejumlah air bersih yang
banyak. Bagi pasien yang tidak mengalami gejala, masih sadar dan mampu bergerak secara fisik,
semprotan air dan shampoo dapat digunakan untuk mendekontaminasi kulit sambil tetap
memantau kondisi pasien terhadap munculnya gejala keracunan secara tiba-tiba. Jika ada
indikasi kelemahan ataksia, atau gangguan sistem syaraf, pakaian harus dilepaskan disertai
pasien mandi dengan sampoo dan sabun yang diberikan saat korban dalam posisi berbaring dan
dibersihkan menggunakan air dalam jumlah yang banyak. Orang yang menangani harus
mengenakan sarung tangan karet, sedangkan bahan lain seperti vinil tidak bisa memberikan
perlidungan dari absorpsi kulit. Bersihkan zat kimia dari lipatan kulit dan bawah kuku.

Pakaian yang terkontaminasi harus dipisahkan dengan baik, dimasukkan ke dalam tas dan
dicuci sebelum dipakai lagi. Sepatu kulit yang terkontaminasi harus dibuang. Perlu diingat
bahwa pestisida dapat mengkontaminasi permukaan sarung tangan, sepatu, dan tutup kepala.

4. Dekontaminasi dari Gastrointestinal

Apabila N-metilkarbamat tertelan dalam jumlah yang cukup dapat menyebabkan keracunan, ada
beberapa pertimbangan yang dapat dilakukan untuk mendekontaminasi dari gastrointestinal.
Apabila pasien baru menelan dalam waktu yang belum lama dan masih belum menunjukkan
gejala, adsorpsi racun menggunakan arang aktif dapat menguntungkan. Dalam kasus penelanan
yang banyak, diare dan atau muntah terjadi sangat sering sehingga arang aktif maupun katartika
tidak diindikasikan. Perhatian perlu diberikan pada oksigen, manajemen aliran udara dan
atropine.
5. Sampel Urin

Sampel urin dapat disimpan untuk dianalisis metabolitnya apabila diperlukan untuk
mengidentifikasi penyebab zat kimia yang meninbulkan keracunan.

6. Pralidoxime

Pralidoxime sedikit bermanfaat pada kasus keracunan karbamat karena penggunaan atropine
tunggal saja sudah efektif. Meskipun tidak diindikasikan pada kasus keracunan karbamat yang
terisolasi, pralidoxime nampaknya berguna pada kasus keracunan campuran antara karbamat dan
organofosfat serta kasus keracunan pestisida dengan gejala muskarinik.

7. Observasi

Observasi pasien dilakukan dalam waktu setidaknya 24 jam untuk menjamin berhentinya gejala
(berkeringat, gangguan penglihatan, muntal, diare, chest and abdominal distress, dan terkadang
edama paru). Waktu untuk periode obeservasi harus lebih lama pada kasus keracunan kombinasi
karena adanya gejala yang tertunda dan perpanjangan simtom pada keracunan organofosfat.
Sebagaimana dosis atropine yang berkurang seiring dengan waktu, perlu untuk mengecek dasar
paru lebih sering terhadap kemungkinan crackles. Atropinisasi harus diberikan kembali jika
crackles terdengar, atau jika terdapat miosis kembali, berkeringat, maupun tanda lain dari
keracunan.

8. Furosemid

Furosemid perlu dipertimbangkan untuk menghilangkan edema paru jika crackles menetap di
paru-paru, bahkan meski telah dilakukan atropinisasi. Furosemid tidak boleh diberikan sampai
efek maksimum atropn tercapai. Perlu untuk melihat leaflet dalam kemasan furosemid untuk
dosis dan cara pemberiannya.

9. Ventilasi paru

Terutama dilakukan pada kejadian keracunan N-metilkarbamat dosis besar, perlu dimonitor
ventilasi paru dengan hati-hati., bahkan setelah pemulihan dari gejala-gejala muskarinik, untuk
mencegah kegagalan respirasi.
10. Monitoring Kardiopulmonary

Pada beberapa pasien yang keracunan, status jantung perlu dimonitor dengan EKG.

11. Kontraindikasi

Obat-obat berikut ini dikontraindikasikan pada semua kejadian keracunan N-metilkarbamat :

a. Morfin
b. Succinilkholine
c. Theofilin
d. Phenothiazin
e. Reserpin

Sedangakan amin adrenergic hanya diberikan apabila ada indikasi spesifik seperti hipotensi
yang nyata.

12. Aspirasi Hidrokarbon

Hal ini memperumit keracunan karena melibatkan tertelannya cairan konsentrat dari beberapa
karbamat yang diformulasikan pada produk berbasis minyak/petroleum. Edema paru dan
oksigenasi yang buruk pada kasus ini tidak akan memberikan respon pada atropine sehingga
harus diterapi sebagai kasus acute respiratory distress syndrome.

13. Jangan memberikan atropine sebagai upaya profilaksis

Hal ini berlaku pada pekerja yang terpapar pestisida N-metilkarbamat. Dosis profilaksis dapat
menutupi gejala awal dan tanda keracunan karbamat sehingga memungkinkan pekerja untuk
terus terpapar secara berkelanjutan dan mengalami keracunan yang lebih parah. Atropine sendiri
dapat memperburuk bahaya pada lingkungan kerja karea mengganggu hilangnya panas tubuh
akibat mengurangi keringat dan mengurangi kemampuan mengoperasikan peralatan mesin akibat
berkurangnya penglihatan (midriasis)
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, The WHO Recommended Classification of Pesticides by Hazard and


Guideline to Classification 2009, IPCS-IOMC-WHO
Henry, J.A., and Wiseman, H.M., 1997, Management of Poisoning : A handbook for health
care workers, WHO
Reigart, J.R., and Roberts, J.R., 1999, Recognition and Management of Pesticide Poisonings,
Washingtong DC : U.S. Environmental Protection Agency
Sartono, 2002, Racun dan Keracunan, Jakarta : Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai