Anda di halaman 1dari 15

Kultura Volume: 12 No.

1 Maret 2011

PENETAPAN KADAR FAMOTIDIN DALAM SEDIAAN TABLET SECARA


SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Gabena Indrayani Dalimunthe1

Abstrak

Telah dilakukan penetapan kadar famotidin dalam sediaan tablet yang beredar di
pasaran dengan nama dagang dan generik secara spektrofotometri ultraviolet menggunakan
pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N. Hasil uji linieritas kurva kalibrasi dalam pelarut HCl 0,1 N
koefisien korelasi r = 0,9999 dan dari perhitungan diperoleh persamaan regresi Y =
0,030743569X + 0,00104983 dengan nilai A 11= 307,5 dan dalam pelarut NaOH 0,1 N dengan
koefisien korelasi r = 0,9996 dengan persamaan regresi Y = 0,043190X + 0,001638 dengan
nilai

A 11 = 434,3.

Hasil penetapan kadar dari kelima tablet diperoleh kadar masing-masing untuk tablet
Famotidin generik (PT.Indofarma), Famicid (PT. Sanbe), Ulcerid (PT. Lapi), Interfam
(PT.Interbat). Semua kadar yang diperoleh memenuhi persyaratan USP 30 (2007) yaitu tidak
kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110%.

1.1. Latar Belakang


Famotidin merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor H 2 sehingga
secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung, menekan kadar asam dan volume
sekresi lambung (Harjono, S, 2000). ``
Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope
Indonesia dan INN (International Non Proprietary Names) dari Badan Kesehatan Dunia (WHO)
untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Sedangkan obat paten adalah obat dengan nama dagang
dengan menggunakan nama yang merupakan milik produsen obat yang bersangkutan (Depkes,
1990). Adanya perbedaan harga jual dari obat ini dimana obat generik harganya jauh lebih
murah dibanding obat dengan nama dagang sehingga masyarakat beranggapan obat generik
kualitasnya tidak sebaik obat dengan nama dagang.
Untuk mengatasi hal tersebut Departemen Kesehatan telah menetapkan peningkatan
penggunaan obat generik yang di dukung dengan dikeluarkannya SK Menteri Kesehatan

1
Dosen Yayasan UMN Al Washliyah

1
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

No.085/Menkes/per/I/1989, tanggal 28 Januari 1989, Tentang kewajiban menulis resep dan atau
menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan pemerintah.

Salah satu parameter yang digunakan untuk menguji kualitas suatu obat yaitu kadar zat
khasiat yang dikandung obat tersebut harus memenuhi persyaratan kadar yang ditentukan dalam
Farmakope Indonesia.
Monografi famotidin baik sebagai bahan baku maupun dalam bentuk sediaannya masih
belum tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) . Dalam USP 30 (2007) penetapan
kadar Famotidin tablet ditentukan secara KCKT menggunakan kolom L1 (4,6 x 15 cm) dengan
fasa gerak larutan buffer – asetonitril (93 : 7) Metode ini membutuhkan biaya yang mahal dan
juga waktu analisisnya relatif lebih lama. Dalam Moffat (2004), Famotidin diidentifikasi secara
spektrofotometri dalam pelarut HCl 0,1 N pada panjang gelombang 265 nm dan dalam pelarut
NaOH 0,1 N pada panjang gelombang 286 nm, dan dari ke dua pelarut tersebut tidak
dicantumkan harga A11 dari Famotidin.
Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti mencoba menggunakan metoda spektrofotometri
uv untuk menentukan kadar famotidin dalam sediaan tablet karena metode ini memiliki
beberapa keuntungan antara lain, dapat digunakan untuk analisis suatu zat dalam jumlah kecil,
biayanya relatif murah dan pengerjaannya lebih cepat.

1.2. Perumusan Masalah

1. Pada konsentrasi berapakah pengukuran famotidin dalam pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N
yang memenuhi batas – batas pengukuran serapan yang memenuhi Hukum Lambert Beer
(Harga A11?)
2. Apakah metode spektrofotometri ultraviolet menggunakan pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1
N dapat digunakan untuk penetapan kadar famotidin dalam beberapa sediaan tablet yang
beredar di pasaran dengan nama dagang dan generik.
3. Apakah kadar Famotidin dalam sediaan tablet yang beredar dipasaran dengan nama dagang
dan generik memenuhi persyaratan kadar tablet yang terdapat dalam USP 30 (2007).

1.3. Hipotesis

2
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

1. Konsentrasi pengukuran famotidin dengan metode spektrofotometri dalam pelarut HCl 0,1 N
dan NaOH 0,1 N memberikan serapan dalam batas-batas pengukuran serapan dari hukum
Lambert-Beer.
2. Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk penentuan kadar famotidin tablet yang
beredar di pasaran dengan nama dagang dan generik.
3. Kadar famotidin dalam sediaan tablet generik dan nama dagang yang diperoleh dari
pasaran memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan USP 30 (2007).

1.4. Tujuan
1. Menentukan harga A11 famotidin dalam pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N yang dapat
memberikan serapan yang memenuhi batas-batas pengukuran serapan menurut Lambert-
Beer.
2. Menetapkan kadar famotidin dalam beberapa sediaan tablet yang beredar di pasaran dengan
nama generik dan dagang secara spektrofotometri UV.
3. Mengetahui kadar Famotidin dalam tablet generik dan nama dagang dilihat dari persyaratan
kadar menurut USP 30 (2007).

Tinjauan Pustaka
2.1. Uraian Umun

2.1.1. Sifat fisika dan kimia Famotidin

Rumus bangun :

Rumus Molekul : C8H15N7O2S3

Sinonim : 3-[[[2.[Anlinoiminomethyl)amino-4-thiazolyllmethyllthioj-N-

3
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

(aminou1fonil propanimidamide; [l-amino-3[[2- diamino methylene) amino)-


4-thiazolyl]methylpropylidene] sulfamide; N-sulfamoyl-3-[(2- guani
dinothiazol-4-yl)methylthio]propionamide (Budavari, 1989).

Berat Molekul : 337,43 (USP 30, 2007).

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai kuning pucat, tidak berbau.

Titik lebur : 163° - 166°C.

Kelarutan : Mudah larut dalam dimetilformamida dan asam asetat glasial; sukar larut
dalam metanol; sangat sukar larut dalam air; praktis tidak larut dalam aseton,
etanol, etil asetat dan kloroform (Budavari,1989).
Kandungan : Famotidin tablet mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
110,0% C8H15N7O2S3 dari jumlah yang tertera pada etiket (USP 30, 2007).

2.1.2 Farmakologi Famotidin


Proses pencernaan yang baik memerlukan berbagai macam faktor penunjang, seperti
enzim pencernaan, pH tertentu bagi cairan lambung, kegiatan otot -otot lambung dan lain
sebagainya. Berkurangnya faktor di atas akan mengganggu fungsi lambung tersebut dan untuk
mengatasi gangguan fungsi lambung tersebut kadang-kadang diperlukan suatu obat. Ulcus
pepticum adalah salah satu gangguan lambung yang merupakan suatu tukak pada lapisan mukosa
yang digenangi asam lambung dan pepsin; dapat terjadi pada esofagus lambung, duodenum dan
jejunum. Kebanyakan terjadi di lambung dan duodenum. Obat yang efektif untuk terapi ulcus
pepticum adalah obat yang mengurangi keasaman cairan lambung (antasida) (Ganiswara, 1995).
Histamin mempengaruhi banyak proses faalan dan patologik, untuk itu perlu dicarikan obat yang
dapat melawan efek tersebut. Obat-obat ini disebut sebagai antihistamin. Berdasarkan macam
kerjanya antihistamin dibagi menjadi dua golongan yaitu antihistamin penghambat reseptor H 2
(AH1) dan antihistamin penghambat H2 (AH2). AH1 adalah kelompok antihistamin yang
menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos,
tetapi juga bermanfaat untuk reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pelepasan
histamin endogen berlebihan. AH2, adalah golongan antihistamin yang berperan terhadap efek
sekresi cairan lambung, perangsangan jantung serta relaksasi uterus tikus dan bronkus domba
(Sjamsudin dan Dewoto, 1995).

4
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Famotidin sebagai salah satu antihistamin penghambat reseptor H2 (AH2) yang


merupakan senyawa thiazol (cincin-5 dengan N dan S), mirip ranitidin bila mengenai sifat-sifat
farmakokinetik dan efek sampingnya. Daya menekan sekresinya lebih kuat dari pada ranitidin
(Tjay dan Rahardja, 2002), terutama digunakan untuk mengurangi gejala dan membantu
penyembuhan tukak lambung dan tukak duodenum. Famotidin juga digunakan untuk pengobatan
kondisi hipersekresi yaitu sindrom Zollinger-Ellison yang biasanya merupakan gangguan yang
fatal dengan sekresi asam berlebihan yang disebabkan oleh tumor yang mensekresi gastrin
(Sjamsudin dan Dewoto, 1995).
Efek samping yang ditimbulkan famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya
sakit kepala, pusing, konstipasi, dan diare. Famotidin lebih baik dari simetidin karena belum
dilaporkan adanya efek antiandrogenik. Famotidin harus digunakan hati-hati pada wanita
menyusui karena belum diketahui apakah obat ini disekresi ke dalam air susu ibu (Sjamsudin dan
Dewoto, 1995).
Famotidin tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg, bentuk injeksi 10 mg/ml dalam
dosis tunggal 2 ml atau dosis ganda 4 ml, dan bentuk serbuk untuk suspensi oral 400 mg (40
mg/5ml ) (Gennaro, 1990).

2.2 Spektrofotometri Ultraviolet


Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran absorpsi radiasi elektromagnetik suatu
senyawa di daerah ultraviolet pada λ 200nm – 400nm dan sinar tampak pada λ 400 nm – 800
nm. Absorpsi molekular pada daerah tersebut berkaitan erat dengan struktur elektronik molekul
dan lebih spesifik lagi berkaitan dengan eksitasi elektron-elektron sigma (σ), phi (π) dan elektron
sunyi (n).
Elektron π yang terdapat pada ikatan rangkap dua dan tiga lebih mudah dieksitasi dan energi
yang dibutuhkan tidak begitu besar yaitu pada λ 200 – 400 nm, sedangkan elekton sunyi, relatif
lebih mudah dieksitasi oleh radiasi uv-vis (Noerdin, 1985).
Sistem atau gugusan atom pada molekul yang mengabsorpsi radiasi disebut gugus
kromofor. Dapat dikatakan bahwa hampir semua gugus kromofor merupakan ikatan kovalen
yang tidak jenuh. Pada gugus kromofor ini terdapat elektron phi (π) dan elektron sunyi (n).
Absorpsi radiasi oleh gugus kromofor dapat dipengaruhi oleh gugus fungsi lain yang terdapat
dalam molekul. Gugus fungsi ini disebut sebagai gugus auksokrom yang mempunyai elektron

5
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

sunyi seperti –OH; -OCH3; -NH2 yang dapat mengabsorpsi radiasi uv jauh dan tidak
mengabsorpsi di daerah uv dekat, tetapi bila gugus auksokrom diikat oleh gugus kromofor maka
intensitas absorpsi radiasi oleh kromofor akan meningkat dan energi radiasi untuk eksitasinya
bisa menaik atau menurun dan geserannya bisa bersifat batokromik atau hipokromik (Noerdin,
1985, Dachriyanus, 2004).

2.2.1 Dasar-dasar penetapan kadar secara spektrofotometri ultraviolet


Spektrofotometri ultraviolet terutama digunakan untuk analisa kuantitatif, hal ini didasari
oleh besarnya nilai serapan molekul sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap
radiasi tersebut. Radiasi ultraviolet diserap oleh molekul organik aromatik, molekul yang
mengandung elektron phi terkonyugasi atau atom yang mengandung elektron bebas, yang
menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ketingkat
energi elektron tereksitasi lebih tinggi (Day and Underwood, 1999).
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus dengan ketebalan lapisan yang
disinari. Sedangkan menurut Hukum Beer serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. Kedua
pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh kesimpulan
bahwa serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketabalan sel, yang dapat ditulis dalam
persamaan : A = ε . b . C
Dimana A = serapan, ε = absorptivitas molar, b = ketebalan sel dan C = konsentrasi
(Dachriyanus, 2004).
Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri dimana
konsentrasi dapat dihitung dari ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas molar (ε) pada panjang
gelombang dan pelarut tertentu untuk setiap senyawa merupakan tetapan senyawa dan sesuai
dengan ekstingsi larutan 1 molar dengan ketebalan lapisan 1 cm. Absorptivitas spesifik ( ) juga
sering digunakan untuk menggantikan absorptivitas molar sehingga dari sampel dapat diketahui
secara pasti dengan persamaan :
A= a .b.C

Dimana : a = absorptivitas apesifik,

b = ketebalan sel dan

6
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

C = konsentrasi
Serapan pada suatu senyawa pada panjang gelombang tertentu bertambah dengan
banyaknya molekul yang mengalami transisi. Oleh karena itu serapan bergantung pada struktur
elektronik senyawa dan juga pada kepekatan contoh dan panjang sel contoh (Fessenden, 1989).
Hukum Lambert – Beer dapat digunakan untuk larutan jernih yang berwarna. Analisa
secara spektrofotometri sinar tampak dalam suatu senyawa diubah menjadi senyawa yang
berwarna dengan penambahan pereaksi tertentu.

Analisa kuantitatif spektrofotometri dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu : metode regresi,
pendekatan dan Analisa kuantitatif campuran dua macam komponen atau lebih (Day and
Underwood, 1999).

Metode Penelitian
3.1. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, spektrofotometri
ultraviolet (UV mini 1240 Shimadzu) dan neraca listrik (Vibra AJ).

3.2. Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu : Famotidin baku (Medefarma Est)), HCl 0,1 N,
NaOH 0,1 N , tablet Famotidin generik (Indofarma), Famocid 20 mg (PT Sanbe), Ulcerid 40 mg
(PT Lapi), Interfam 40 mg (PT Interbat).

3.3. Prosedur Penelitian


3.3.1. Pembuatan Pelarut HCl 0,1 N
Diencerkan 8,5 ml HCl pekat dengan aquadest secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen
POM, 1979).

3.3.2. Pembuatan Pelarut NaOH 0,1 N


Larutkan 4 g NaOH dalam 1liter air bebas karbon dioksida.

3.3.3. Pembuatan larutan Induk Baku Pembanding Famotidin Dalam Pelarut


HCl 0,1 N

7
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Timbang saksama 50 mg Famotidin BP , masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml,


tambahkan 10 ml HCI 0,1 N, kocok, setelah larut encerkan dengan HCI 0,1 N sampai garis tanda
(500 mcg/ml). Pipet 10 ml larutan ini dan masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, tambahkan
HCl 0,1 N sampai garis tanda (100 mcg/ml).
3.3.3.1. Penentuan panjang gelombang maksimun

Pipet 3,5 ml larutan baku pembanding (100 mcg/ml) masukkan ke dalam labu tentukur 25
ml, tambahkan HCI 0,1 N sampai garis tanda (14 mcg/ml).
Kemudian ukur serapan pada λ rentang 200—400 nm.

3.3.3.2. Penentuan linieritas Kurva Kalibrasi


Pipet larutan baku pembanding (100 mcg/mI) berturut-turut 2,00: 2,80: 3,50; 4,20; dan
5,00 ml dan masing masing masukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, tambahkan HCI 0,1 N
sampai garis tanda. Konsentrasi larutan 8,00: 11,20; 14,00; 16,80; dan 20 mcg/ml). Kemudian
ukur serapan pada λ maksimum yang diperoleh.

3.3.3.3.. Penetapan Kadar Famotidin secara Spektrofotometri Ultraviolet


Timbang dan serbukkan tidak kurang 20 tablet famotidin. Timbang saksama sejumlah
serbuk tablet setara lebih kurang 25 mg Famotidin (penimbangan serbuk 6 kali perlakuan),
masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, tambahkan 10 ml HCI 0,1 N, kocok, encerkan dengan
HCI 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi teoritis 500 mcg/mI) saring, 5 ml filtrat pertama
dibuang. Pipet 10 ml filtrat dan masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, encerkan dengan HC1
0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi teoritis 100 mcg/ml). Pipet 3,5 ml larutan (100 mcg/ml)
masukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, encerkan dengan HC1 0,1 N sampai garis tanda
(konsentasi teoritis 14 mcg/ml). Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum,
menggunakan HCl 0,1 N sebagai blanko.

3.3.4. Pembuatan larutan Induk Baku Pembanding Famotidin Dalam Pelarut


NaOH 0,1 N.
Timbang saksama 50 mg Famotidin BP, masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml,
tambahkan 10 ml NaOH 0,1 N, kocok, setelah larut encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai garis
tanda (500 mcg/ml). Pipet 10 ml larutan ini dan masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,
tambahkan NaOH 0,1 N sampai garis tanda (100 mcg/ml).

8
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

3.3.4.1. Penentuan panjang gelombang maksimun


Pipet 2,5 ml larutan baku pembanding (100 mcg/ml) masukkan ke dalam labu tentukur 25
ml, tambahkan NaOH 0,1 N sampai garis tanda (10 mcg/ml). Kemudian ukur serapan pada λ
rentang 200—400 nm.

3.3.4.2. Penentuan linieritas Kurva Kalibrasi


Pipet larutan baku pembanding (100 mcg/ml) berturut-turut 1,50: 2,00: 2,50; 2,80; dan
3,50 ml dan masing masing masukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, tambahkan NaOH 0,1 N
sampai garis tanda. Konsentrasi larutan 6,00: 8,00; 10,00; 12,00; dan 14 mcg/ml). Kemudian
ukur serapan pada λ maksimum yang diperoleh.

3.3.4.3.. Penetapan Kadar Famotidin secara Spektrofotometri Ultraviolet


Timbang dan serbukkan tidak kurang 20 tablet famotidin. Timbang saksama sejumlah
serbuk tablet setara lebih kurang 25 mg Famotidin (penimbangan serbuk 6 kali perlakuan),
masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, tambahkan 10 ml NaOH 0,1 N, kocok, encerkan
dengan NaOH 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi teoritis 500 mcg/ml). Saring, 5 ml filtrat
pertama dibuang. Pipet 10 ml filtrat dan masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, encerkan
dengan NaOH 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi teoritis 100 mcg/ml). Pipet 2,5 ml larutan
(100 mcg/ml) masukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai
garis tanda (konsentasi teoritis 10 mcg/ml). Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum,
menggunakan NaOH 0,1 N sebagai blanko.

3.3.5. Analisa Data Secara Statistik


Untuk mengetahui apakah data diterima atau ditolak digunakan rumus seperti dibawah ini :

Standart deviasi (SD) dihitung dengan rumus :

SD = ∑ ( x − x) 2
n −1

Untuk mencari t hitung digunakan rumus :


x− x
t = SD
n

9
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Dasar penolakan data apabila t hitung ≥ t tabel

Untuk mencari kadar sebenarnya dengan taraf kepercayaan 99% dengan derajat kebebasan dk =
n-1, digunakan rumus :α


( )
μ = x ± t 1 − 1 2 α dk × SD
n

(Sudjana, 1992).

Hasil Dan Pembahasan


Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dan pengambilan sampel dilakukan secara
purfosif yang berada di Apotek Kota Medan dari beberapa merek dagang dan generik. Karena
tidak diperolehnya Baku Pembanding Famotidin dari Badan POM maka pada penelitian ini
digunakan Baku Pembanding dari Medefarma Est dengan kadar 99,1 %. Penentuan serapan
maximum dalam pelarut HCl 0,1 N dilakukan pada konsentrasi 14 mcg/ml. Dari hasil
pengukuran diperoleh panjang gelombang maksimum pada 266 nm (literatur λ 265 nm). Dalam
pelarut NaOH 0,1 N dengan konsentrasi 10 mcg/ml diperoleh panjang gelombang maksimum
pada 287 nm (literatur λ 286 nm), perbedaan panjang gelombang yang diperoleh ini dengan
literatur masih dalam batas-batas yang diperkenankan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, ini
berarti panjang gelombang ini dapat digunakan untuk penentuan kadar famotidin. Gambar
Kurva serapan dalam HCl 0,1 N dapat dilihat pada gambar 3 dan dalam pelarut NaOH 0,1 N
pada gambar 4.

Gambar 3. Kurva serapan Famotidin BP dalam pelarut HCl 0,1 N

10
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Gambar 4. Kurva serapan Famotidin BP dalam pelarut NaOH 0,1 N

4.1. Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi

Hasil penentuan linieritas kurva kalibrasi famotidin BP dalam larutan HC1 0,1 N
dengan rentang konsentrasi 0.00 mcg/ml - 20 mcg/m1 pada panjang gelombang maksimum 266
nm dan dalam pelarut NaOH 0,1 N pada rentang konsentrasi 0,00- 14 mcg/ml pada panjang
gelombang maksimum 287 nm, diperoleh hubungan yang linear antara serapan dan konsentrasi
dengan koefisien korelasi (r) = 0,9999 dalam pelarut HCl 0,1 N dan 0,9996 dalam pelarut NaOH
0,1 N. Koefisien korelasi ini dapat diterima karena batas penerimaan korelasi = 0,9950 (Badan
POM, 2003). Dari perhitungan didapatkan persamaan regresi Y = 0,030743569 X +
0,00104983 dalam HCl 0,1 N dan Y = 0,043190 X + 0,001638 dalam NaOH 0,1 N. Kurva
Kalibrasi dalam HCl 0,1 N dapat dilihat pada gambar 5 dan dalam NaOH 0,1 N pada gambar 6

Gambar 5. Kurva Kalibrasi Famotidin BP dalam pelarut HCl 0,1 N.

11
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Gambar 6. Kurva Kalibrasi Famotidin BP dalam pelarut NaOH 0,1 N

4.2. Penentuan harga A11 Famotidin dalam pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N

Karena harga A11 famotidin baik dalam pelarut HCl 0,1 N maupun dalam NaOH 0,1 N
tidak terdapat dalam literatur, maka untuk memudahkan menentukan konsentrasi yang terbaik
yang memberikan serapan dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum Lambert-Beer,
perlu ditentukan harga A11 dari famotidin. Setelah dilakukan orientasi dan perhitungan dari data
kurva kalibrasi diperoleh harga rata-rata A 11 famotidin dalam pelarut HCl 0,1 N pada panjang

12
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

gelombang 266 nm dengan A11 307,5 dan dalam NaOH 0,1 N pada panjang gelombang 287 nm
dengan A11 434,3. Data perhitungan dapat dilihat pada hal 29, 30 lampiran 2 dan 3.

4.3. Hasil Penetapan Kadar Tablet Famotidin Generik Dan Nama Dagang

Tabel 1. Hasil Penetapan Kadar Tablet Famotidin Dalam HCl 0,1 N

No Tablet Kadar Sebenarnya


1. Famotidin 40 mg generik (PT. lndofarma) 94,72 ± 5,23 %
2. Famocid 20 mg (PT Sanbe) 99,47 ± 3,09 %
3. Ulcerid 40 mg (PT.Lapi) 95,46 ± 3,27 %
4. Interfam 40 mg (PT interbat) 96,81 ± 2,43 %
Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Tablet Famotidin Dalam NaOH 0,1 N

No Tablet Kadar Sebenarnya


1. Famotidin 40 mg generik (PT. lndofarma) 96,78 ± 3,46 %
2. Famocid 20 mg (PT Sanbe) 96,04 ± 1,63 %
3. Ulcerid 40 mg (PT.Lapi) 94,08 ± 0,91 %
4. Interfam 40 mg (PT interbat) 96,98 ± 2,68 %

Dari tabel 1 dan 2 diatas menunjukan baik tablet generik maupun nama dagang dapat
ditentukan kadarnya secara spektrofotometri UV dalam pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N dan
semua sampel yang ditentukan memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan USP 30 (2007)
yaitu mengandung Famotidin tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%.

Kesimpulan Dan Saran

5.1. Kesimpulan
1. Dari hasil perhitungan diperoleh harga A 11 famotidin masing-masing 307,5 pada
pelarut HCl 0,1 N pada panjang gelombang 266 nm dan 434,3 pada pelarut NaOH
0,1 N pada panjang gelombang 287 nm.
2. Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk menentukan kadar Famotidin tablet
dalam pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N.
3. Semua sampel yang ditentukan memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan dalam
USP 30 (2007).

13
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

5.2. Saran.
Disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk menetapkan kadar Famotidin dalam sediaan
lain dengan metode KCKT.

Daftar Pustaka

………2007). USP XXX NFX VII The United States Pharmacopeia The National Formulas.
Mack Printing Company, Easton, PA, 8042: P. 559.

Budavari, S. et al. (1989). The Merck Index An Encyclopedia of Chemicals Drugs And
Biological. Eleventh edition. Merck & Co., Inc. Rahway. N.J., USA: p. 3882.

Day, R.A and Underwood, AL. (1999). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Ke V. Penerjemah:
Pudjaatmaka., Penerbit Erlangga. Jakarta: hal. 39 1-393.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ke IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta:
hal: 45, 974-977, 1061-1067, 1130, 1134, 1172, 1213.

Fessenden dan Fessenden. (1989). Kimia Organik. Edisi III. Jilid 2. Jakarta. Erlangga. Hal: 435-
440

Gennaro, R.A. (1990). Remington’s Pharmaceutical Sciences. Eighteenth edition. Mack


Publishing Company. Easton Pennsylvinia 18042: p. 781.

Ganiswara, S.G., editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke IV. Jakarta: UI Press: hal.

258—259.

Harjono, S. (2000). Hubungan struktur Aktifitas Obat Histamin. Dalam : Kimia Medisinal,
Editor Oleh Siswandono dan Sukarjo B. Edisi Kedua, Airlangga. University Press.
Surabaya. Hal : 203.

Moffat, A.C., et al. (2004). Clarke’s Isolation and Identification of Drugs. Second dition.
London. The Pharmaceutical Press. P. 348-349.

Noerdin, D. (1985). Elusidasi Struktur Senyawa Organik Dengan Cara Spektrokopi


Ultralembayung Dan Inframerah. Bandung. Penerbit Angkasa. Hal. 8

Satiadarma, K, Dachriyanus. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Cetakan Pertama.


Surabaya. Airlangga Universitry Press. Hal 87-91.

Sudjana. (1992). Metoda Statistik. Edisi ke V. Penerbit Tarsito. Bandung: hal. 145-147, 238—
240 & 491.

14
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Sjamsudin U, dan Dewoto HR. (1995). Histamin dan Antialergi. Dalam Ganiswara, SG. Editor.
Farmakologi Dan Terapi. Edisi Ke IV. UI Press. Jakarta. Hal : 258-259.

Tjay, T.H. dan Raharja, K. (1998). Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Ke IV. Cetakan I. Penerbit Gramedia. Jakarta: hal. 256.

15

Anda mungkin juga menyukai