Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS FARMASI

“ANALISIS KUANTITATIF PARACETAMOL”

DI SUSUN OLEH:

ANDI MAGFIRAH
191320001
DOSEN PEMBIMBING:
Apt. Al Syahril Samsi, S,Farm., M.Si

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN, PERTANIAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO
2020

BAB I

PENDAHULAN

Sediaan obat sakit kepala yang beredar di pasaran sebagian besar berupa
campuran dari berbagai zat berkhasiat. Sebagian besar campuran tersebut bertujuan
untuk meningkatkan efek terapi dan kemudahan dalam pemakaian sediaan obat
tersebut. Salah satu campuran zat aktif yang paling sering dijumpai dalam sediaan
obat sakit kepala adalah parasetamol dan kafein. Parasetamol (4-Acetamidophenol)
memiliki struktur kimia seperti pada Gambar 1 dengan berat molekul 151, 16 g/mol.

Parasetamol merupakan salah satu obat yang paling umum digunakan


diberbagai belahan dunia karena khasiatnya yang membantu mencegah nyeri sendi,
sakit gigi, sakit kepala seperti migrain, nyeri otot, dan juga digunakan untuk
menurunkan demam yang berasal dari virus dan bakteri .

Pemeriksaan mutu sediaan obat sakit kepala diperlukan agar kadar komposisi
obat sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dan mengikuti prosedur analisis standar
serta dapat menunjang efek terapeutik yang diharapkan.

Penetapan kadar parasetamol sediaan obat multikomponen atau analisis


kuantitatif dapat dilakukan dengan metode titrimetri dan metode kromatografi cair
kinerja tinggi. Kelebihan menggunakan metode titrimetri yakni biaya yang digunakan
relatif murah, namun kekurangannya memerlukan waktu analisis yang lama dan
kurang sensitif untuk penentuan zat yang kadarnya kecil. Sedangkan metode
kromatografi cair kinerja tinggi yang memiliki sensitifitas analisis yang tinggi namun
memerlukan biaya yang relatif mahal.
Metode analisis kuantitatif memiliki banyak peranan yang sangat penting dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Aplikasi kimia analisis pada setiap bidang
penelitian diantaranya yaitu dalam ilmu-ilmu lingkungan, digunakan untuk
pemantauan pencemaran udara dan air. Dalam ilmu pertanaian, digunakan untuk
analisis pestisida dalam tumbuhan. Dalam ilmu kesehatan dan kimia klinis,
digunakan untuk analisis keracunan makanan dan analisis besi dalam hemoglobin
darah. Dalam bidang farmasi digunakan untuk analisis obat dan makanan.
BAB II

PEMBAHASAN

Analisis kuantitatif adalah analisis kimia yang menyangkut penetuan jumlah


zat tertentu yang ada di dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif terdiri atas
volumetri, gravimetri, titrimetri (asidimetri dan alkalimetri), presipitrimetri,
iodometri, dan spektrometri.

Reaksi yang diperlukan untuk analisis kuantitatif adalah:

1. Reaksi yang memberikan hasil kuantitatif


2. Reaksi yang spesifik untuk suatu gugus, ion atau radikal.
3. Reaksi yang dapat diukur jumlah pereaksi yang bereaksi atau senyawa
yang dihasilkan.
4. Reaksi yang cepat dan mudah dikerjakan dalam laboratorium.

Disamping mengetahui rekasi kimia, kita juga harus mengetahui cara analisis
secara spektrofotometri, elektrokimia, kromatografi dan beberapa cara pengukuran
fisik lainnya.

Penetapan kadar parasetamol dengan metode spektrofotometri UV maka


metode ini merupakan metode yang sangat praktis untuk sediaan tunggal. Akan tetapi
metode ini menjadi tidak dapat digunakan pada sediaan yang berwarna karena
pewarna mengganggu pengukuran pada daerah UV. Pada sediaan campuran yang
mengandung parasetamol metode ini juga diganggu oleh adanya senyawa lain yang
mempunyai serapan pada daerah tertentu.
Pemilihan metode analisis sangat tergantung dari matriks sampel dan tujuan
analisis. Untuk melihat stabilitas parasetamol, metode spektrofotometri tidak tepat
untuk digunakan dalam analisis karena hasil peruraian parasetamol juga menyerap
pada panjang gelombang itu. Oleh karena itu, metode kromatografi terutama
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan metode pilihan untuk analisis
karena akan terjadi pemisahan antara parasetamol dan hasil uraiannya.

Obat-obat biofarmasetik, seperti insulin manusia, hormon pertumbuhan dan


interferon, dapat ditetapkan kadarnya dengan kromatografi penukar ion atau dengan
ELISA. Peraturan bahwa obat-obat tersebut tidak boleh tercemari oleh DNA sel inang
dapat dianalisis dengan metode polymerase Chain Reaction (PCR). Elektroforesis
kapiler merupakan metode pilihan untuk deteksi adanya cemaran protein dan DNA.

Cara menyatakan hasil analisis juga merupakan hal yang harus diperhatikan.
Hasil analisis tidak semuanya dapat dinyatakan dalam persen (%). Untuk senyawa
murni hasil analisis dapat dinyatakan dalam (%), sehingga dapat diketahui apakah
senyawa tesebut memenuhi persyaratan kadar atau tidak. Pada sediaan tablet, setelah
diketahui persyaratan keseragaman bobot dan bobot rata-rata tablet, kadar senyawa
aktif dinyatakan dalam mg per tablet. Sementara itu, pada sediaan injeksi maupun
sirup, kadar senyawa aktif diberikan dalam mg/ml atau mg per volume tertentu,
misalnya 10 mg/5ml.

Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgetik-antipiretik


yang sangat populer. Parasetamol dapat tersedia dalam berbagai macam sediaan
seperti tablet, kapsul, tetes, eliksir, suspensi dan supositoria. Parasetamol pada
umumnya diberikan dalam bentuk tablet yang mengandung 500 mg bahan aktif.
Parasetamol juga sering di kombinasikan dengan bahan obat lain dalam satu
formulasi.
Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara yang hampir sama dengan
asetofenitidin yakni dengan titrimetri dengan metode diazotasi, spektrofotometri (baik
UV maupun dengan cara tometri visibel) dan dengan kromatografi.

1. Metode Titrimetri
a. Diazotasasi

Metode analisis parasetamol dalam tablet dengan metode ini


mirip dengan penetapan kadar asetofenetidin (fanasetin) yakni
melibatkan hidrolisis parasetamol untuk menghasilkan amin aromatis
primer lalu diikuti dengan titrasi menggunakan larutan baku antrium
nitrit dalam suasana asam.

b. Titrasi dengan N,N-dibromo dimetilhidantoin

Suatu metode titrimetri yang sederhana dan akurat telah


dikembangkan oleh Kumar dan Letha untuk analisis parasetamol baik
untuk parasetamol murni atau parasetamol dalam sediaan farmasi
menggunakan titran N,N-dibromo dimetilhidantoin (DBH).

Larutan N,N-dibromo dimetilhidantoin (DBH) disiapkan


dengan brominasi dimetilhidantoin. Suatu larutan baku DBH dengan
konsentrasi ± 0.01 M disiapkan dalam air.

Cara analisis parasetamol dengan titran DBH: sebanyak 20


tablet ditimbang secara seksama lalu disgerus halus. Sejumlah serbuk
tablet yang setara dengan 0,15 g parasetamol ditimbang seksama lalu
dilarutkan dalam 50 ml asam asetat 10% dalam air dan disaring
dengan kertas whatman no 41. Residu dicuci 5 kali dengan asam asetat
10% dalam air, dan filtrat dan hasil cucian yang terkumpul di encerkan
sampai 250,0 ml. Parasetamol murni (±0,15 gram) juga disiapkan
dalam larutan asam asetat 10% dalam air. Sebagai indikator digunakan
larutan amaranth 0,2 % dalam etanol.

Sebanyak 5,15 ml volume sampel yang akan diukur ditambah


dengan 2 tetes indikator Amaranth 0,2 % lalu dititrasi dengan larutan
baku DBH. Titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna pink.
Kadar parasetamol dalam sampel yang dititrasi dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

Berat parasetamol (mg) = M x V x N

M = berat molekul parasetamol

V = Volume larutan baku DBH

N = Normalitas larutan DBH

N = bilangan ekivalen (valensi) yang besarnya 4

Dalam keseluruhan reaksi, parasetamol dioksidasi menjadi p-


kuinon yang membutuhkan 4 ekivalen DBH tiap mol parasetamol
sehingga valensinya 4. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2. Spektrofotometri UV

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri UV


karena parasetamol mempunyai kromofor yang mampu menyerap sinar
UV. Parasetamol dalam etanol mempunyai panjang gelombang maksimal
249 nm dengan nilai E1cm 1% sebesar 900.

3. Spektrofotometri visibel

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan spektrofotometri


visibel menggunakan metode Bratton-Marshal dan metode amonium
molibdat.

4. Metode Spektrofluorometri

Metode Spektrofluorometri dengan batas deteksi yang rendah


telah diusulkan untuk penetapan kadar parasetamol. Karena parasetamol
bukan suatu senyawa yang berflouresens maka parasetamol dapat
ditetapkan secara tidak langsung dengan mereaksikannya menggunakan
Ce(IV) sebagai agen pengoksidasi dan mengukur intensitas fluoresensi
relatif Ce(III) yang berasal dari Ce(IV).

Penatapan kadar parasetamol dengan spektrofluorometri secara


langsung sebelumnya membutuhkan tahap derivatisasi. Reagen-reagen
seperti fluoresamin dan dansil klorida telah diusulkan oleh Bosch dkk.
Sebagai agaen penderivat parasetamol.
5. Metode kromatografi

Dalam sediaan farmasi, parasetamol biasanya bercampur dengan


bahan obat lain sehingga membutuhkan teknik pemisahan, misal dengan
kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas
dan dan diikuti dengan kuantikasinya untuk menentukan berapa kadar
masing-masing bahan obat dalam sediaan farmasi.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pemilihan metode analisis sangat tergantung dari matriks sampel dan


tujuan analisis. Untuk melihat stabilitas parasetamol, metode spektrofotometri
tidak tepat untuk digunakan dalam analisis karena hasil peruraian parasetamol
juga menyerap pada panjang gelombang itu. Oleh karena itu, metode
kromatografi terutama kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan
metode pilihan untuk analisis karena akan terjadi pemisahan antara
parasetamol dan hasil uraiannya.
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, S., Ibrahim, S., Firman, K., and Tjahjono, D. H., “Simultaneous
Determination of Paracetamol and Ibuprofen Mixtures By High Performance
Liquid Chromatography,” IJC, 3 (1), 9-13, 2003.

Ganiswarna, S. G., “Farmakologi dan Te-rapi edisi 5,” Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia: Jakarta, 1995.

Departemen Kesehatan RI, “Farmakope Indonesia Edisi IV,” Departemen Kesehatan


RI : Jakarta, 1995.

Naid, Tajuddin., Syahruddin, K., Mieke, P., “Penetapan Kadar Parasetamol Dalam
Tablet Kombinasi Parasetamol Dengan Kofein Secara Spektrofotometri
Ultraviolet- Sinar Tampak,” Majalah Farmasi dan Farmakologi, 15, 77-82,
2011.

Levent, M., “HPLC Method for the Analysis of Paracetamol, Caffeine, and
Dipyrone,” TJC, 3 (1), 521- 528, 2002.

Rohman.S. A. 2018. Analisis Kuantitatif Obat. Gadjah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai