Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL

TUGAS AKHIR I

PENGEMBANGAN METODE PENETAPAN KADAR TEOFILIN

DAN GUAIFENESIN DALAM SEDIAAN ELIXIR MULTIKOMPONEN

SECARA SIMULTAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI

DERIVATIF ULTRAVIOLET

NOVITA SITI NURJANAH

2404114119

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GARUT

2018
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

Di zaman modern ini banyak sediaan farmasi multikomponen yang

dikembangkan oleh industry obat dengan tujuan memberikan kemudahan,

efektivitas serta kenyamanan bagi komsumen. Salah satu obat multikomponen

yang beredar di pasaran adalah kombinasi obat teofilin dan guaifenesin.

Teofilin adalah obat untuk asma yang bekerja dengan cara merelaksasikan

otot polos terutama otot polos bronkus, serta merangsang SSP, otot jantung dan

meningkatkankan diuresis. Sedangkan Guaifenesin adalah obat yang dapat

merangsang pengeluaran dahak dari saluran nafas dengan mekanisme kerja

berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan secara refleks merangsang sekresi

kelenjar saluran nafas lewat N.vagus, sehingga menurunkan visikositas dan

mempermudah pengeluaran dahak (1).

Maraknya sediaan multikomponen di pasaran perlu diimbangi dengan

pengawasan mutu sediaan, hal ini diperlukan agar produk dapat

dipertanggungjawabkan kualitas, keamanan dan khasiatnya. Berdasarkan hal itu

maka diadakan pemeriksaan parameter yang berhubungan langsung dengan

keamanan serta khasiat dari suatu obat, yaitu kandungan zat aktif dalam sediaan

obat (2).

Pemeriksaan kandungan zat aktif mutlak diperlukan untuk menjamin

bahwa sediaan obat mengandung zat aktif dengan mutu dan jumlah yang telah

distandarisasi, sehingga menunjang efek terapeutik yang diharapkan dan aman

untuk dikonsumsi (2).


Beberapa teknik analisis telah digunakan untuk penentuan kadar obat

Teofilin dan Guaifenesin adalah sebagai berikut : (Culzoni dkk. 2005) analisis

teofilin dalam sediaan farmasi dengan menggunakan KCKT, (Nagraju dan Kaza.

2009) analisis teofilin dan salbutamol dala sediaan farmasi sustained release

dengan menggunakan KCKT, (Haque dkk. 1999) menggunakan elektroforesis

kapiler untuk pemisahan teofilin dalam kombinasi efedrin dan fenobarbital dalam

sediaan tablet, (Wilson dkk.1993) analisis guaifenesin dan natrium benzoat dalam

sediaan sirup dengan menggunakan KCKT, (Maithani dkk. 2012) analisis

ambroxol, guaifenesin, salbutamol sulfat dalam sediaan tablet dengan

menggunakan KCKT, (Sharaf dan Stiff. 2004) analisis guaifenesin dalam serum

darah dengan menggunakan Kromatografi gas (3).

Metode diatas umumnya membutuhkan biaya yang relatif mahal dan

waktu analisis yang relatif lama, sehingga diperlukan suatu metode analisis yang

lebih sederhana pengerjaannya, waktu analisis yang lebih cepat serta biaya

operasional lebih murah. Salah satu metode yang memenuhi syarat tersebut adalah

spektrofotometri ultraviolet derivatif (4).

Spektrofotometri ultraviolet derivatif adalah salah satu metode

spektrofotometri yang dapat digunakan untuk analisis campuran beberapa zat

secara langsung tanpa harus melakukan pemisahan terlebih dahulu walaupun

dengan panjang gelombang yang berdekatan (4).

Dilihat dari strukturnya, teofilin dan guaifenesin mempunyai gugus

kromofor yang dapat menyerap radiasi serta memiliki serapan maksimum pada
panjang gelombang yang berdekatan , sehingga dapat dianalisis menggunakan

metode spektrofotometri ultraviolet derivatif.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar teofilin dan guaifenesin

dalam sediaan elixir multikomponen secara simultan dengan menggunakan

spektrofotometri ultraviolet derivatif. Perumusan masalah muncul dalam

penelitian ini adalah bagaimana prosedur penentuan kadar obat teofilin dan

guaifenesin secara simultan dengan menggunakan spektorfotometri ultraviolet

derivatif, dan bagaimana validasi spektrofotometri ultraviolet derivatif tersebut

sehingga metode dan instrumen tersebut valid. Sedangkan manfaat dari penelitian

ini adalah memberikan alternatif metode penetapan kadar obat dalam sediaan

farmasi multikomponen.
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Teofilin

Teofilin (1,3- dimetilxantin) merupakan senyawa alkaloid turunan

xantin yang termasuk kelompok turunan purin. Xantin merupakan

senyawa organik heterosiklik yang dibangun dari gabungan cincin

poromidindion dan imidazol. Senyawa xantin merupakan basa lemah

dengan pKb antara 13 sampai 14. Teofilin merupakan asam lemah dengan

pKa 8,6. Hal itu dikarenakan teofilin memiliki atom hidrogen yang dapat

dilepaskan (5).

Teofilin digunakan untuk mengobat asma bronkial dengan

mekanisme kerja merelaksasikan otot polos terutama otot polos bronkus,

serta merangsang sistem syaraf pusat (SSP) , otot jantung dan

meningkatkan diuresis lemah (1).

Efek samping yang ditimbulkan dari konsumsi teofilin yang

terpenting berupa mual dan muntah. Pada dosis berlebih terjadi efek

sentral seperti gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi serta gangguan

pernafasan, juga efek kardiovaskuler seperti takikardia, aritmia, dan

hipotensi. Efek samping teofilin sangat berpengaruh terhadap anak kecil


(6)
.
Teofilin memiliki rumus kimia C7H8N4O2 dengan bobot molekul

180,17. Sifat fisik teofilin adalah serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa

pahit dan stabil di udara. Teofilin sukar larut dalam air tetapi mudah larut

dalam air panas, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida, dan dalam

ammonia, agak sukar larut dalam etanol, kloroform dan dalam eter (7).

1.1.1 Identifikasi

- Spektrum serapan Infra Merah zat yang telah dikeringkan dan

didispersikan dalam Kalium Bromida p (7).

- Waktu retensi relatif puncak utama terhadap baku internal pada

kromatogram larutan uji dengan menggunakan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (7).

1.1.2 Mekanisme Analisis Penetapan Kadar

Penentuan kadar teofilin dapat dilakukan dengan menggunakan

metode :

a. Metode Argentometri

Teofilin dititrasi dengan menggunakan metode Volhard, yakni

dengan menyaring endapan garam perak yang terjadi, dan kelebihan

perak dititrasi dengan amonium tiosianat. Cara penetapan kadar


teofilin : menimbang kurang lebih 250 mg teofilin secara seksama,

ditambah dengan 50 mL air dan 8 mL amonia encer. Larutan

dihangatkan sampai melarut, kemudian ditambah 20 mL perak nitrat

0,1 N dan dicampur. Pemanasan dilanjut selama 15 menit. Larutan

didinginkan serta dicuci dengan 10 mL air. Filtrat diasamkan dengan

HNO3 pekat, kemudian ditambahkan 2 mL besi (III) amonium sulfat

8% dan dititrasi dengan amonium tiosianat 0,1N (5).

b. Metode Spektrofotometri Ultraviolet

Pada pH 6, teofilin menunjukkan absorbansi maksimum pada

panjang gelombang anatar 272 sampai 273 nm. Penetapan kadar

teofilin dengan spektrofotometri UV : sejumlah sampel yang setara

dengan lebih kurang 500 mg teofilin ditimbang seksama, dilarutkan

dalam air dan diencerkan dengan air sampai 1 liter. Larutan disaring

dan 50 mL filtrat pertama dibuang. Pada 10 mL filtrat ditambah 5

mL asam HCL pekat dan diencerkan dengan air sampai 500 ml (5).

c. Metode Spektrofotometri Visible

Penetapan kadar teofilin dalam sediaan tablet telah ditemukan

dengan menggunakan suatu reagen baru yang didasarkan pada reaski

oksidasi antara teofilin dengan natrium metaperiodat dengan adanya

asam asetat, diiukuti dengan pengkopling 3-metil-2-benzotiazolinon

hidrazon hidroklorida (MBTH) menghasilkan komplek senyawa

berwarna biru yang mempunyai serapan maksimal pada panjang

gelombang 630 nm (5).


d. Metode Kromatografi Lapis Tipis

Sistem KLT yang digunakan untuk penetapan kadar teofilin

adalah dengan menggunakan fase gerak berupa Asam asetat :

Isopropanol : Toluen dengan perbandingan 1 : 12 : 6. Fase diam

berupa Silika Gel 60 F254 dengan ketebalan lapisan 0.25 mm serta

ukuran 10 x 20 cm. Kuantifikasi UV 272 nm (5).

e. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(Terada dan Sakabe, 1984) menggunakan metode KCKT untuk

menetapkan kadar alkaloid xantin (kafein, teofilin dan teobromin)

dengan kolom Lichrosob RP-C8 pada suhu 450C denga menggunakan

fase gerak campuran metanol-air-buffer fosfat 0,2 M (pH 5,0)

dengan perbandingan 9 : 36 : 5 v/v/v. Buffer fosfat disiapkan dari

kalium dihidrogen fosfat 0,2 M yang dititrasi dengan asam fosfat 0,2

M atau dengan kalium monohidrogen fosfat 0,2 M hingga pH 5,00.

Detektor yang digunakan adalah UV-Vis pada panjang gelombang

275 nm (5).

1.2 Guaifenesin

Dengan nama lain gliseril guaiakolat merupakan derivat-guaiakol

yang banyak digunakan sebagai ekspektoransia. Ekpektoransia adalah zat-

zat yang dapat memperbanyak produksi dahak yang encer, sehingga

mempermudah pengeluarannya dengan batuk. Mekanisme kerjanya adalah

merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang kemudian

menignkatkan aktivitas kelenjar-sekresi dari saluran lambung-usus dan


sebagai refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada di saluran

nafas (6).

Efek samping yang timbul dari penggunaan guaifenesin adalah

timbulnya iritasi lambung seperti mual dan muntah (6).

Nama kimia dari guaifenesin adalah 3-(0-metoksifenoksi)-1,2-

propanadiol. Rumus kimia C10H14O4 dengan berat molekul 198,22.

Karakteristik guaifenesin berupa serbuk hablur putih sampai agak kelabu,

bau khas lemah, pahit. Kelarutan larut dalam air, dalam etanol, dalam

kloroform, dalam propilenglikol, agak sukar larut dalam gliserin (7).

1.2.1 Identifikasi

a. Spektrum serapan Infra Merah zat yang telah dikeringkan dan

didispersikan dalam kalium bromide p (7).

b. Spektrum serapan Ultraviolet larutan 40 ug per mL dalam methanol

p (7).

c. Campuran lebih kurang 5 mg zat dengan 1 tetes formaldehida dan

beberapa tetes asam sulfat (7).

1.2.2 Mekanisme Analisis


Penentuan kadar guaifenesin dapat dilakukan dengan menggunakan

metode :

a. Metode Spektrofotometri

Penggunaan metode spektrofotometri derivatif pertama dan

kedua menggunakan teknik pengukuran perpotongan nol di panjang

gelombang 279,2 nm dan 280 nm dari determinasi guaifenesin

dengan dektrometorfan HBr. Penetapan kadar guaifenesin adalah

dengan cara mendispersikan serbuk dalam aquadest dengan vibrasi

ultrasonik selama 5 menit, serta diencerkan dalam aquadest (3).

b. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Telah dilakukan determinasi secara simultan dekstrometorfan

dan guaifenesin dalam plasma dengan menggunakan detektor

fluoresens. Obat diekstraksi dengan ekstraksi cair-cair menggunakan

klorofoam yang mengandung laudonosin. Kolom siano (15 cm x 46

mm i.d Spherisob 5.CN) dan fase gerak yag mengandung asetonitril-

trietilamin-aquadest dengan perbandingan 10 : 1 : 89 v/v/v pH 6

(Stavchansky dkk, 1995) (3).

c. Kromatografi Gas

Penetapan kadar guaifenesin dengan kromatografi gas telah

ditentukan dengan menggunakan kolom megapore (30 m x 0,53 mm

i.d ; 1,0 µm). Gas pembawa berupa gas helium dengan kecepatan alir
17 mL/menit, serta gas make up berupa gas nitrogen dengan

kecepatan alir 48 mL/menit. Suhu oven kolom diatur kenaikannya

30C/menit pada saat suhu 100 – 1420C.

1.3 Spektrofotometri UV Vis

1.3.1 Instrumentasi Spektrofotometri Ultraviolet

Visible

Bangun dasar spektrofotometri ultaviolet-visible adalah harus

mempunyai: sumber cahaya polikromatis, monokromator, sel sampel,

detektor dan rekorder atau pengukur lainnya (read out) (8).

A. Sumber Cahaya atau Sumber Lampu

Lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang

gelombang dari 190 – 350 nm, sementara lampu halogen kuarsa dan

lampu tungsten digunakan untuk daerah visible (pada panjang

gelombang antara 350 – 900 nm) (8).

B. Monokromator

Digunakan untuk mendispersikan sinar dan memperoleh

sumber sinar yang monokromatis (8).

C. Sel sampel atau Kuvet

Sampel yang diukur dalam bentuk larutan yang sangat encer,

sel kuvet adalah wadah berbentuk kotak persegi panjang yang

digunakan untuk menyimpan larutan sampel yang diukur. Sel kuvet

kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan untuk pengukuran di


daerah tampak. Namun pada pengukuran di daerah UV kuvet yang

digunakan adalah kuvet kuarsa agar dapat tembus cahaya (8).

D. Detektor

Detektor berfungsi mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh

sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut. Radiasi diubah

menjadi energi listrik oleh sel tabung foto, atau silikon fotodioda.

Pada sel tabung foto terdapat permukaan yang jika dikenai

foton/radiasi akan memancarkan elektron, yang kemudian elektron

yang dipancarkan dikumpulkan pada lempeng positif yang

menghasilkan arus listrik yang proposional dengan intensitas radiasi

yang ditransmisikan sampel, elektron yang terkumpul dikuatkan oleh

alat tabung fotomultiplier beberapa kali yang memungkinkan

kepekaan pengukuran (8).

E. Rekorder atau pengukuran lainnya (Read Out)

Signal listrik yang keluar dari detektor diterima pada sirkuit

potosiometer yang dapat langsung mengukur transmittan atau

absorban yang manual (8).

1.4 Spektrofotometri Derivatif

1.5 Pengembangan Metode dan Validasi Metode

Pengembangan metode analisis biasanya didasarkan pada literatur

yang sudah ada menggunakan instrumen yang sama atau hampir sama.

Pengembangan metode analisis baru memiliki beberapa alasan tertentu,

yaitu : (9)
- Tidak ada metode yang sesuai untuk analit tertentu dalam matriks

sampel tertentu.

- Metode yang ada sudah terlalu banyak menimbulkan kesalahan atau

metode yang sudah ada tidak presisi dan akurasinya rendah.

- Metode yang sudah ada terlalu mahal, membutuhkan waktu banyak,

membutuhkan banyak energi, atau tidak dapat diotomatisasikan.

- Metode yang telah ada tidak memberikan sensitifitas atau spesifisitas

yang mencukupi pada sampel yang dituju.

- Instrumentasi dan teknik yang lebih baru memberikan kesempatan

untuk meningkatkan kinerja metode tersebut, yang meliputi

peningkatan identifikasi analit, pengingkatan batas deteksi, serta akurasi

dan presisi yang lebih baik.

- Ada suatu kebutuhan untuk mengembangkan metode alternatif.

Validasi metode analisis merupakan suatu usaha yang dikerahkan untuk

mendemonstrasikan bahwa metode bekerja dengan sampel analit tertentu pada

konsentrasi tertentu, dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Validasi

metode juga digunakan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik,

reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Validasi

dilakukan untuk pembuktian bahwa parameter kinerja dari metode baru mampu

untuk mengatasi masalah-masalah yang ada pada analisis tersebut (9).

a. Akurasi

Akurasi adalah ketelitian metode analisis antara nilai yang terukur

dengan nilai yang diterima baik nilai sebenarnya atau nilai rujukan.
Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada

suatu pengukuran. Persen recovery dihiutng menggunakan rumus :

CT −CS
%Recovery= X 100 %
CD

b. Linearitas

Linearitas merupakan kemampuan metode analisis untuk memperoleh

hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada

kirasan sampel yang diberikan. Linearitas diukur dengan melakukan

pengukuran konsentrasi yang berbeda-beda (9).

∑ {( X i− X́ )( Y i−Ý ) }
i
r=
2 2

√ (∑ ( X i− X́ ) )(∑ (Y i−Ý ) )
i i

c. Presisi

Presisi suatu metode analisis adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil

individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada

sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai

dengan simpangan baku relatif atau koefisien variasi dari sebuah seri

pengukuran. Presisi dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Repeatability (Keterulangan) adalah ketepatan metode jika

dilakukan berulang kali pada kondisi percobaan yang sama dan

interval waktu yang pendek.

2. Intermediate Precision (Presisi antara) adalah ketepatan metode

pada kondisi percobaan yang berbeda.


3. Reproducibility (Ketertiruan) adalah ketepatan metode jika

dikerjakan pada laboratorium yang berbeda.

Persentase simpangan baku relatif dihitung dengan menggunakan

rumus :

SB=
√ ∑ ( X i − X́ )
i
n−1

100. SB
%SBR=

d. Batas Deteksi (LOD)

Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi

dan diidentifikasi dengan mengingat tingkat kepastian. LOD juga

didefinisikan sebagai konsentrasi ternedah yang dapat dibedakan dari

kebisingan latar belakang dengan tingkat kepercayaan tertentu. LOD

merupakan parameter yang dapat dipengaruhi oleh perubahan kecil dalam

sistem analitis misalnya suhu, kemurnian reagen, efek matriks, serta

kondisi (9).

e. Batas Kuantifikasi (LOQ)

Batas kuantifikasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel

yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada

kondisi operasional metode yang digunakan (9).


BAB II

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini mencakup pemeriksaan bahan baku, preparasi bahan

baku teofilin dan guaifenesin, preparasi sampel, penentuan panjang gelombang

masing-masing senyawa, penentuan panjang gelombang zero crossing masing-

masing senyawa, pembuatan persamaan kurva standar untuk menghitung kadar,

penentuan validasi metode dan penentuan kadar dari elixir simulasi serta elixir

bronchophylin®.

Validasi dilakukan untuk menghitung ketelitian, ketepatan, keterulangan,

dan kepekaan metode yang digunakan dengan konsentrasi analit tertentu,

kemudian hasil analisis dievaluasi dengan menghitung persen perolehan kembali

(% recovery), simpangan baku, koefisien vairasi, batas deteksi dan batas

kuantifikasi.

Penetapan kadar dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan sampel

simulasi pada panjang gelombang derivatif masing-masing senyawa yang

diperoleh dari percobaan dalam pelarut etanol 96% dan aquadest.


BAB III

ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan adalah Spektrofotometer UV-Vis, timbangan analitik,

gelas piala, gelas ukur, labu ukur, ultrasonikator, pipet tetes, mikropipet, corong,

spatel, gelas kimia, kuvet serta alat lainnya yang digunakan dalam laboratorium

analisis.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah standar teofilin, guaifenesin dan elixir

simulasi yang mengandung zat aktif teofilin dan guaifenesin sebanyak 3 formula,

elixir Bronchophylin* dari PT Darya Varia, Etanol 96% pro analysis dan

aquadest.
BAB IV

PROSEDUR PENELITIAN

4.1 Persiapan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan adalah teofilin dan guaifenesin berdasarkan

monografi yang terdapat dalam Farmakope edisi IV dan V.

4.2 Penyiapan Sampel

Penyiapan bahan meliputi penyiapan elixir simulasi yang berisi zat aktif

teofilin dan guaifenesin sebanyak 3 formula, serta Elixir Bronchophylin®.

4.3 Pembuatan Elixir Simulasi

Membuat sediaan elixir simulasi dengan komposisi zat aktif yang berbeda-

beda, yaitu untuk formula I mengandung Teofilin 200 mg dan Guaifensin 60 mg ;

formula II mengandung Teofilin 130 mg dan Guaifenesin 30 mg, dan formula III

mengandung Teofilin 150 mg dan Guaifenesin 50 mg.

4.4 Pembuatan Larutan Standar Teofilin dan Guaifenesin

Menimbang dengan seksama 50 mg teofilin, dimasukkan ke dalam labu

ukur 50 mL, kemudian dilarutkan dengan etanol menggunakan ultrasonifikator,

setelah larut tempatkan volume hingga tanda batas (Larutan Stok 1). Selanjutnya

larutan stok diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

ditambahkan aquadest hingga tanda batas (Larutan stok 2). Kemudian dibuat

larutan standar dengan konsentrasi 5 ppm; 10 ppm; 15 ppm; 20 ppm; dan 25 ppm.

Menimbang dengan seksama 50 mg guaifenesin, dimasukkan ke dalam labu

ukur 50 mL, kemudian dilarutkan dengan etanol menggunakan ultrasonifikator,


setelah larut tempatkan volume hingga tanda batas (Larutan Stok 1). Selanjutnya

larutan stok diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

ditambahkan aquadest hingga tanda batas (Larutan stok 2). Kemudian dibuat

larutan standar dengan konsentrasi 2 ppm; 4 ppm; 6 ppm; 8 ppm; dan 10 ppm.

4.5 Pembuatan Campuran Obat untuk Validasi

Menimbang secara seksama sejumlah 10 mg Teofilin dan 10 mg

Guaifenesin. Kemudian semua komponen tersebut dilarutkan dalam etanol

menggunakan ultrasonikator, setelah itu tepatkan volume hingga tanda batas 100

mL (Larutan Stok 1). Selanjutnya dilakukan preparasi untuk pengukuran teofilin

dan guaifenesin dengan mengambil larutan stok sebanyak 1 mL dan dimasukkan

ke dalam labu ukur 10 mL lalu ditambahkan aquadest hingga tanda batas.

4.6 Penentuan Spektrum masing-masing Senyawa

Dari larutan baku diambil konsentrasi 5 ppm untuk teofilin dan 2 ppm

guaifenesin yang selanjutnya dibaca absorbansinya pada rentang 200 – 300 nm

dan dihasilkan spektrum panjang gelombang maksimum dari teofilin dan

guaifenesin. Selanjutnya dari spektrum standar dibuat spektrum turunannya pada

orde 1, 2, 3, dan 4 hingga dihasilkan spektrum turunan terpilih.

4.7 Penentuan Zero Crossing masing-masing Senyawa

Spektrum turunan yang telah dipilih kemudian ditumpang tindihkan, dan

dengan teknik zero crossing ditentukan panjang gelombang yang akan digunakan

untuk kuantifikasi teofilin dan guaifenesin. Dari spektra yang dihasilkan derivate

ke-1, derivate ke-2, derivate ke-3, dan derivate ke-4 masing-masing senyawa,

ditentukan panjang gelombang untuk dilakukan pengukuran.


4.8 Pembuatan Persamaan Kurva Standar

Panjang gelombang terpilih digunakan untuk pengukuran amplitudo kurva

standar. Pengukuran absorban teofilin dan guaifenesin dibaca pada zero crossing.

Kurva standar masing-masing senyawa diperoleh dari hubungan antara

konsentrasi standar dengaan amplitude turunan pada tiap panjang gelombang

terpilih.

4.9 Validasi Parameter Analitik Spektrofotometri UV Derivatif

a. Uji Linearitas

Kurva standar dibuat dengan mengukur larutan standar teofilin

dengan seri konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 ppm dan guaifenesin

dengan seri konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 ppm pada panjang gelombang

derivat yang telah ditentukan. Pengukuran diilakukan sebanyak tiga kali

ulangan. Linearitas ditentukan melalui metode regresi linier.

b. Uji LOD dan LOQ

Limit deteksi dan limit kuantitas ditentukan menggunakan

simpangan baku intersep dan kemiringan kurva kalibrasi.

c. Presisi

Presisi ditentukan dengan mengukur larutan campuran obat dengan

konsentrasi 10 ppm sebanyak 6 kali ulangan. Larutan campuran obat

tersebut diukur pada panjang gelombang derivat yang telah ditentukan,

kemudian didapat nilai absorbansi sehingga dapat diketahui kadarnya dan

selanjutnya dihitung nilai simpang baku relatif.


d. Akurasi

Larutan stok contoh dibuat dengan konsentrasi yang setara dengan

konsentrasi teofilin sebesar 50 ppm dan larutan stok standar 100 ppm.

Sebanyak 5 mL ontoh dipindahkan ke dalam labu takar 25 mL dan

ditambahkan larutan standar teofilin masing-masing sebanyak 1,25; 2,50;

dan 3,75 mL kemudian ditepatkan volumenya dengan aquadest. Analisis

dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Akurasi atau persen perolehan kembali

yang ditentukan dengan menghitung kadar yang ditemukan dibandingkan

dengan kadar yang sebenarnya.

4.10 Penentuan Kadar Teofilin dan Guaifenesin pada Elixir Simulasi dan

Elixir Bronchophylin*

Sediaan diambil sebanyak 10 mL selanjutnya dimasukkan ke dalam labu

ukur 50 mL, diencerkan dengan menggunakan etanol.

Untuk pengukuran zat dilakukan preparasi dengan cara mengambil 1 mL

campuran yang telah disaring, kemudian ditambahkan aquadest sampai tanda

batas pada labu ukur 25 mL

Untuk pengukuran guaifenesin dilakukan preparasi dengan cara mengambil

0,5 mL larutan stok diatas dan memasukkannya ke dalam labu ukur 50 mL,

selanjutnya ditambahkan aquadest hingga tanda batas.

Selanjutnya dilakukan pengukuran absorban menggunakan panjang

gelombang yang telah ditentukan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswara, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. IV. Jakarta :


Universitas Indonesia, 1995. hal. 516,226.
2. Agustina, Ira. 2006. Metode Cepat untuk Kuantifikasi Teofilin dalam
Sediaan Farmasi secara Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet. Tugas
Akhir Sarjana Sains pada Departemen Kimia. FIPA. Institut Pertanian
Bogor
3. Rohman, Abdul. 2015. Analisis Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press, 2015. hal. 16-31. ISBN.
Nurhidayati, Liliek. 2007. Spektrofotometri Derivatif dan

Aplikasinya dalam Bidang Farmasi. 2007, Jurnal Ilmu Kefarmasian

Indonesia, hal. 1-9.

4. Sudjadi dan Rohman, Abdul. 2012. Analisis Farmasi. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar, 2012. hal. 413-426. ISBN.
5. Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. VI.
Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2007. hal. 651-652. ISBN.
6. BPOM. 2014. Farmakope Indonesia. V. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2014. hal. 515- 516 dan 2150-2151.
7. Day, R. A. dan Underwood, A. L. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif.
[penerj.] Drs. R. Soendoro. IV. Jakarta : Erlangga, 1990.
8. Gandjar, Ibnu Golib dan Rohman, Abdul. 2014. Kimia Farmasi
Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2014. hal. 456-472. ISSN.

Anda mungkin juga menyukai