Anda di halaman 1dari 109

http://nasikhudinis.

me

PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI (PPN)

Instruktur
Too often we are so preoccupied with the destination,
we forget the journey
anonimous~

NASIKHUDINISME
Topik

1 Konsep PPN

2 Ruang Lingkup PPN

3 Lingkup Teritorial PPN

4 Pengusaha Kena Pajak

5 Saat Terutang PPN

6 Tempat Terutangnya PPN

7 Dasar Pengenaan Pajak

8 Tarif PPN

9 Pengkreditan Pajak Masukan

10 Restitusi PPN

NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.1
Sejarah Global

Pajak Penjualan (PPn)


Pajak Peredaran
PPN

HPP + Margin = 100


PPn 10% = 10
Dr. Wilhelm von Siemens (1920)
manufacturer
110 Penyempurnaan Pajak Peredaran
Jumlah = 110

HPP = 110 Thomas S. Adams (1921)


1st Distributor Margin = 10
PPn 10% = 12
Invoice Credit Method
Jumlah = 132

1920
HPP = 132
2nd Distributor Margin = 18
PPn 10% = 15 1948 Prancis (Pabrikan)
Paid by 165
consumer Jumlah = 165 1954 Prancis (Seluruh tahap produksi)

1960 Negara-negara Eropa

1980 Negara-negara berkembang


Cascading effect
2018 Arab Saudi, Bahrain, Kuwait,
Oman, Qatar, UEA

NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.1
Sejarah Global

Penerapan PPN di Seluruh Dunia (2013)


Eropa Tengah
Sub-Sahara Afrika Utara dan Pulau-pulau
Asia Pasifik Uni Eropa dan Bekas Uni
Timur Tengah
Amerika Kecil
Afrika Soviet

39 / 44 19 / 25 21 / 23 28 / 28 9 / 21 25 / 26 14 / 24

Kelebihan PPN

Kontribusi tinggi PPN memiliki kontribusi tinggi terhadap penerimaan negara

PPN sebagai solusi bagi negara-negara yang didominasi


PPN sebagai solusi populasi usia lanjut

NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.2
Sejarah di Indonesia

Pajak Pembangunan I Pajak Pertambahan


Pajak Peredaran (PPe) Pajak Penjualan (PPn)
(PPb I) Nilai (PPN)

1947 1950 1951 1983

• Disebut juga sbg • UU Darurat 19/1951


• UU No 14/1947 • Diberlakukan untuk
omzetblasting atau • Dipungut atas penjualan
• Mulai 1 Juni 1947 menanggulangi
turnover tax barang-barang yang
• Merupakan pajak cascading effect UU PPn
• UU No 12/1950 ttg bukan kebutuhan
restoran/rumah • Kebutuhan
PPe sehari-hari
makan dan hotel meningkatkan
• Berlaku Maret 1950 • Yg disebut barang-
• Tarif 10% penerimaan negara
• • Pajak pemakaian atas barang kebutuhan hidup
Self assessment • Tren negara berkembang
seluruh barang habis sehari-hari: beras,
system memberlakukan PPN
pakai dan dikenakan jagung, garam, minyak
• Diubah dg UU No • Dasar: UU NO 8/1983
juga atas jasa kelapa, gula, minyak
20/1948 • Mulai berlaku 1 Jan
• Melalui UU No • Tarif 2% x harga tanah, kacanng, kedelai,
1984, namun
barang/penggantian ikan asin, sayuran, dsb
32/1956 PPb I diubah ditangguhkan hingga 1
• Dapat dipungut • Dipungut juga atas jasa
mjd pajak daerah Jan 1986
sekaligus (pabrika) • Tarif 10%, 20% hingga
• Diubah dengan UU
atau bertingkat (di 50%
11/1994, 18/2000 dan
tiap jalur produksi) • Mengenal mekanisme
42/2009
• Menimbulkan pajak pembebasan melalui SK
berganda Menkeu No 486/1974
• Dicabut pada 1 • Terjadi cascading effect
Oktober 1951 • Sulit diawasi

NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.3
Terminologi PPN

1 Juli 1954
Value added is the value that a producer (whether a manufacturer, distributor,
Maurice Laure advertising agent, hairdresser, farmer, race horse trainer or circus owner) adds
(Prancis) to his raw materials or purchases (other than labor) before selling the new or
improved product or service. That is, the inputs (the raw materials, transport,
• Memperkenalkan rent, advertising, and so on) are bought, people are paid wages to work on
istilah Tax sur la these inputs and, when the final good or service is sold, some profits is left. So
Valuer Ajoutee (TVA) value added can be looked at from the additive side (wages plus profits) or
untuk RUU Sistem
form the substractive side (output minus inputs).
Perpajakan Prancis
• Tanggal ini dikenal
sebagai tanggal
lahirnya PPN
Value Added = Wages + Profits = Output - Input

Legally, VAT is a tax on sales of “taxable goods and services” by “taxable


persons” who are permitted to deduct the VAT (input VAT) payable on taxable
purchases bought from other taxable persons against the VAT (output VAT) on
their sales. As a results, only the difference between sales and purchases,
called value added, is taxed at any stage of production or distribution.

You may have heard of the VAT. This is another name used for GST, particularly
in Europe. (GST = Goods and Service Tax) (OECD)

NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.4
Konsep Dasar

Pajak atas Konsumsi


(Consumption Tax)

Pajak atas konsumsi yang Pajak atas konsumsi yang


bersifat umum (Taxes on bersifat spesifik (Taxes on
General Consumption) Specific Consumption)

Pajak Pajak
Bea Masuk
Pertambahan Penjualan Cukai (Excise)
(Import duties)
Nilai (VAT) (Sales Tax)

Pajak atas barang dan jasa Pajak atas barang dan jasa
yang bersifat umum lainnya yang bersifat spesifik lainnya
(Other general taxes on goods (Other specificl taxes on goods
and services) and services)

OECD

NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.4
Elemen Konsep Dasar

Elemen Konsep 1 Pajak Tidak Langsung/Indirect Tax Negara


Dasar PPN
Beban PPN dialihkan sepenuhnya kepada konsumen atau Pemungut
1. Pajak tidak langsung pembeli melalui forward shifting yang tercermin dalam
(indirect tax); harga barang/jasa yang dibayarkan konsumen. Pada indirect
2. Pajak atas konsumsi tax, pihak yang menanggung beban PPN dan yang Penanggung
barang dan jasa; memungut/menyetorkan ke kas negara adalah pihak yang Pajak
3. Bersifat umum dan berbeda.
netral; dan
4. Proporsional terhadap
harga barang dan jasa. 2 Pajak atas Konsumsi Barang dan Jasa

PPN dikenakan atas seluruh pengeluaran (expenditure) yang


dilakukan oleh konsumen akhir di setiap mata rantai
produksi. Oleh karena itu PPN tidak dapat dikenakan
apabila tidak ada aktivitas konsumsi. PPN juga dikenakan
atas transaksi penyerahan, baik penyerahan barang atau
jasa.
Penjualan Apel Penjualan Apel
Rp110 Rp132
Pasar
Petani A Distributor B
Swalayan D

Apel Rp100

Konsumen
PT C
Akhir
Jasa Pengepakan
Rp11
NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.4
Elemen Konsep Dasar

Elemen Konsep 3 Bersifat Umum dan Netral


Dasar PPN
Umum artinya PPN dikenakan berdasarkan pengeluaran
1. Pajak tidak langsung yang berkaitan dengan konsumsi barang/jasa pada setiap
(indirect tax); tahap produksi, distribusi dan keseluruhan rantai
2. Pajak atas konsumsi pengeluaran.
barang dan jasa;
Petani A
3. Bersifat umum dan 1. Penjualan Apel
PK = Rp 10
netral; dan PM = Rp0
Rp100, PPN Rp10
4. Proporsional terhadap PPN = Rp10
harga barang dan jasa. PT C Distributor B

3. Penjualan Apel PK = Rp 12
2. Jasa Pengepakan
Rp120, PPN Rp12 PM = Rp11
Rp10, PPN Rp1
Pasar PPN = Rp1
PK = Rp 1 Swalayan D
PM = Rp0
4. Penjualan Apel
PPN = Rp1 PK = Rp 13
Rp130, PPN Rp13
PM = Rp12
Konsumen
PPN = Rp1
Akhir

PPN disetor ke negara = Rp10 + Rp1 + Rp1 + Rp 1 =


Rp13 = PPN yang dibayar konsumen

NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.4
Elemen Konsep Dasar

Elemen Konsep 3 Bersifat Umum dan Netral


Dasar PPN

1. Pajak tidak langsung Netral artinya PPN harus dapat menjamin bahwa atas
(indirect tax); barang dan jasa yang dikonsumsi di dalam negeri akan
2. Pajak atas konsumsi mendapat perlakuan dan menanggung beban pajak yang
barang dan jasa; sama tanpa memperhatikan seberapa panjang proses
3. Bersifat umum dan produksi dan distribusi yang dilalui.
netral; dan
4. Proporsional terhadap
harga barang dan jasa.
Proporsional terhadap harga barang dan
4 jasa
PPN yang dipungut merupakan pengalian tarif PPN dengan
nilai transaksi atau harga dari penyerahan barang atau jasa.
Oleh karenanya tarif yang berlaku harus tetap proporsional
terhadap harga.

NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.5
Kelebihan PPN

1 Sudut Pandang Fiskal


Kelebihan PPN
1. PPN memiliki cakupan yang luas dan meliputi
seluruh tahap produksi dan distribusi sehingga
1. Sudut pandang memiliki potensi yang besar bagi penerimaan
fiskal negara
2. Sudut pandang 2. Mudah mendapatkan nilai tambah di setiap jalur
psikologi produksi dan distribusi.
3. Sistem tax invoice (faktur pajak) membuat PPN
3. Sudut pandang lebih mudah diawasi dan mudah mendeteksi
ekonomi adanya penyalahgunaan dan penyelundupan.

2 Sudut Pandang Psikologi

Karena pajak tidak langsung, konsumen sebagai pemikul


beban pajak sering kali tidak menyadari telah membayar
pajak.

3 Sudut Pandang Ekonomi

PPN mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan


ekonomi karena tidak mendistorsi pilihan konsumen dalam
mengkonsumsi barang/jasa, serta pilihan apakah seorang
konsumen akan menabungkan penghasilannya atau
membelanjakannya.

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.1
Transaksi yang Dikenai PPN

Transaksi yang dikenai PPN (taxable transactions) adalah penyerahan barang yang dapat berupa
barang berwujud dan barang tidak berwujud serta barang bergerak dan tidak bergerak, juga
termasuk didalamnya atas penyerahan jasa. PPN juga dikenakan atas kegiatan ekspor dan impor
serta transaksi yang dianggap sebagai kegiatan penyerahan (deemed supply).

Transaksi tersebut harus memenuhi kriteria sebagai


1 penyerahan barang (supply of goods)
Pada dasarnya PPN dikenakan
atas suatu penyerahan yang
berdasarkan ketentuan Penyerahan tersebut harus memiliki nilai (for
perundang-undangan 2 consideration)
dikategorikan sebagai
penyerahan yang terutang PPN
Penyerahan harus dilakukan di dalam wilayah teritorial
(scope of VAT supplies). Syarat 3 negara ybs (within the territory)
suatu penyerahan dikenai PPN
adalah:
Penyerahan tersebut harus dilakukan oleh Pengusaha
4 Kena Pajak (PKP) (by taxable person)

PKP harus melakukan kegiatan penyerahan tersebut dalam ruang


5 lingkup aktivitas ekonomi yang dilakukannya (acting as such)

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.2
Penyerahan Jasa yang Dikenai PPN

Semua penyerahan yang bukan penyerahan barang disimpulkan sebagai penyerahan jasa.

Transaksi tersebut harus memenuhi kriteria sebagai


1 penyerahan jasa (supply of services)

Penyerahan tersebut harus memiliki nilai (for


Penentuan penyerahan jasa 2 consideration)
dikenai PPN atau tidak harus
memenuhi syarat-syarat
Penyerahan harus dilakukan di dalam wilayah teritorial
3 negara ybs (within the territory)

Penyerahan tersebut harus dilakukan oleh Pengusaha


4 Kena Pajak (PKP) (by taxable person)

PKP harus melakukan kegiatan penyerahan tersebut dalam ruang


5 lingkup aktivitas ekonomi yang dilakukannya (acting as such)

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.2
Karakteristik Jasa

Jasa memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan barang.

1. Jasa adalah produk yang tidak berwujud


2. Produk jasa adalah produk yang heterogen dimana konsumen yang satu akan merasakan
konsumsi yang berbeda dengan konsumen lainnya
3. Dalam produk jasa, proses produksi, distribusi dan konsumsi merupakan sebuah proses yang
simultan, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya
4. Jasa adalah sebuah aktivitas atau proses, bukan merupakan barang jadi
5. Nilai utama suatu jasa terletak pada terjadinya interaksi antara penyedia jasa dan pengguna jasa
6. Konsumen terlibat langsung dalam proses produksinya
7. Produk jasa tidak dapat disimpan sebagai persediaan yang dapat digunakan lagi pada
kesempatan yang akan datang
8. Kepemilikan jasa tidak dapat dipindahkan kepada orang lain.

Impor dan Ekspor

Dengan prinsip destinasi, PPN atas impor dikenakan seperti PPN atas penyerahan di dalam negeri.
Seluruh impor dikenai PPN, terlepas dari pertimbangan apakah impor dilakukan oleh PKP atau
bukan. Berdasarkan prinsip ini juga hampir seluruh negara mengenakan PPN dengan tarif 0% untuk
kegiatan ekspor.

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.3
Penyerahan yang Dikenai PPN di Indonesia

PPN di Indonesia dikenakan atas:

1. Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha;


2. Impor BKP;
3. Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean;
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
6. Ekspor BKP berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Ekspor BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
8. Ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak.

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.31
Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
Syarat penyerahan barang dikenai PPN:

Barang berwujud yang diserahkan


1 merupakan BKP

Barang tidak berwujud yang diserahkan


2 merupakan BKP tidak berwujud

Penyerahan dilakukan di dalam daerah


3 pabean

Penyerahan dilakukan dalam rangka


4 kegiatan usaha atau pekerjaannya
Termasuk dalam pengertian penyerahan BKP:
1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian
2. Penyerahan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing)
3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
4. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP
5. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antarcabang
7. Penyerahan BKP secara konsinyasi
8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah,
yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.311

1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian


1. Terjadi penyerahan hak milik kepada wajib pajak, baik sementara maupun selamanya
2. Dapat berupa penyerahan secara fisik, penyerahan fisik yang diikuti secara yuridis, atau hanya
berupa penyerahan yuridis.
3. Disertai dengan perjanjian, misalnya perjanjian jual beli, tukar menukar, jual beli dengan
angsuran, atau perjanjian lain.
2. Penyerahan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing)
1. Berupa pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli
2. Atau pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli/leasing

3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang


1. Pedagang perantara adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya dengan nama senidiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk
tanggungan orang lain dengan mendapatkan upah atau balas jasa tertentu.
2. Juru lelang adalah juru lelang pemerintah atau yang ditunjuk oleh pemerintah.
4. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian Cuma-Cuma atas BKP
1. Pemakaian sendiri adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha itu sendiri, pengurus, atau karyawan.
2. Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif adalah pemakaian sendiri yang nyata-nyata digunakan untuk
kegiatan produksi atau kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang meliputi
kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen
3. Pemberian Cuma-Cuma adalah pemberian barang tanpa pembayaran, baik barang produksi sendiri atau
bukan produksi sendiri.
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.311

5. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
Dipersamakan dengan pemakaian sendiri.
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antarcabang
Cukup jelas.
7. Penyerahan BKP secara konsinyasi
Pengembalian barang yang tidak terjual dianggap retur.

BKP

BKP
Consignor Consignee Pembeli
Jasa

8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan
prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang
membutuhkan BKP

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.32
Tidak termasuk pengertian penyerahan

1 Penyerahan BKP kepada makelar

Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang


2

Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan


3 antarcabang, dalam hal PKP melakukan pemusatan PPN

Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan
4 usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP

BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
5 pembubaran perusahaan dan pajak masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.4
Pengertian BKP

Menurut bentuknya barang dapat berupa barang berwujud atau barang tidak berwujud, sedangkan
menurut sifat dan hukumnya barang dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali UU menetapkan lain.


BKP juga ada yang mendapatkan insentif, ditetapkan sebagai BKP strategis yang dibebaskan dari
pengenaan PPN.
Pengertian BKP Tidak Berwujud

BKP tidak berwujud adalah:


1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusasteraan, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula, atau proses rahasia, merk dagang, atau
bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial atau ilmiah;
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak pada angka 1;
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup, film atau pita video untuk siaran
televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian
hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.41
Non BKP

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.4
Pengertian Daerah Pabean

Daerah Pabean adalah wilayah RI yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya
serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landasan Kontinen yang dalamnya
berlaku UU mengenai kepabeanan.

Pengertian Pengusaha
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha
jasa, termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengertian Dalam Rangka Kegiatan Usaha


Penyerahan yang dikenai PPN adalah penyerahan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan dari
pengusaha yang melakukan penyerahan tersebut.

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.5
Penyerahan JKP di Dalam Daerah Pabean
Syarat penyerahan jasa dikenai PPN:

Jasa yang diserahkan merupakan JKP


1

Penyerahan dilakukan di dalam daerah


2 pabean

Penyerahan dilakukan dalam rangka


3 kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Termasuk dalam pengertian penyerahan JKP:

1. Setiap kegiatan pemberian JKP, contphnya PKP yang bergerak dalam bidang jasa konsultasi perpajakan
memberikan saran terkait aspek pajak atas kegiatan usaha yang dilakukan kliennya;
2. Pemanfaatan JKP untuk kepentingan sendiri, contohnya PKP di bidang usaha perbaikan dan perawatan AC
menggunakan teknisinya sendiri untuk memperbaiki AC yang rusak pada gedung kantor yang ditempati
oleh PKP;
3. Pemberian JKP secara Cuma-Cuma, misalnya PKP dalam bidang usaha pemborong bangunan merenovasi
gedung milik sebuah yayasan yatim piatu tanpa memungut bayaran.

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.6
Pengertian Jasa Kena Pajak
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum
yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk
jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan
dan atas petunjuk dari pemesan.

Pada dasarnya semua jasa adalah JKP, kecuali UU menetapkan lain.

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.7
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean
BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean yang Dimanfaatkan di Dalam Daerah Pabean adalah:
1. BKP Tidak Berwujud tersebut dimiliki oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal
atau berkedudukan di luar daerah pabean;
2. Kegiatan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud yang berasal dari daerah pabean tersebut dilakukan
di dalam daerah pabean; dan
3. BKP Tidak Berwujud yang berasal dai luar daerah pabean tersebut dimanfaatkan oleh siapapun
didalam daerah pabean.

Amerika
XCo

Fee berupa royalti Perjanjian penggunaan Merk dagang


merk dagang
Indonesia

PT X

Barang bermerk Konsumen

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.41
Non JKP

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.8
Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean
JKP dari luar daerah pabean adalah:
1. JKP tersebut diserahkan oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau
berkedudukan di luar daerah pabean;
2. Pemberian JKP dapat dilakukan di dalam dan/atau di luar daerah pabean sepanjang kegiatan
pemberian JKP tersebut tidak menyebabkan orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal
atau berkedudukan di luar daerah pabean menjadi subjek pajak dalam negeri
3. Kegiatan pemanfaatan JKP yang berasal dari luar daerah pabean tersebut dilakukandi dalam
daerah pabean; dan
4. JKP yang berasal dari luar daerah pabean tersebut dimanfaatkan oleh siapapun di dalam daerah
pabean.
Amerika
XCo

Fee jasa Perjanjian jasa konsultasi Jasa Konsultasi


Hukum Hukum

Indonesia

PT X

NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.9
Resume
Ruang Lingkup PPN

Penyerahan BKP dan/atau Ekspor BKP dan/atau JKP Impor BKP dan/atau
JKP oleh PKP pemanfaatan BKP tidak
Ya berwujud dan JKP dari
luar daerah pabean di
Termasuk dalam dalam daerah pabean
pengertian penyerahan
BKP dan/atau JKP?
Ya

Dilakukan di dalam
Tidak daerah pabean?
Tidak
Dikenakan PPN
Ya

Ya
Dilakukan oleh Dikenakan PPN
Pengusaha?

Ya
Untuk penyerahan BKP, Untuk penyerahan JKP,
dilakukan dalam rangka dilakukan dalam rangka
kegiatan usaha atau kegiatan usaha atau
pekerjaan dari pengusaha pekerjaan dari pengusaha
tersebut? tersebut?
Ya
Tidak Ya

NASIKHUDINISME
LINGKUP TERITORIAL PPN 3.1
Konsep Umum

Negara X Prinsip Asal Negara Y Prinsip Destinasi

Ekspor hasil produksi Impor dari Negara X

Dikenai PPN Dikenai PPN

PAJAK BERGANDA

Negara X Prinsip Asal Negara Y Prinsip Destinasi

Impor dari negara Y


Ekspor hasil produksi

Tidak dikenai Tidak dikenai


PPN PPN

TIDAK ADA PEMAJAKAN SAMA SEKALI

NASIKHUDINISME
LINGKUP TERITORIAL PPN 3.2
Konsep Umum
Lingkup teritorial (daerah pabean):
1. Wilayah darat Indonesia
2. Wilayah perairan Indonesia
3. Ruang udara di atas Indonesia
4. Tempat-tempat tertentu di ZEE yang di dalamnya berlaku UU Kepabeanan
5. Landas kontinen yang di dalamnya berlaku UU Kepabeanan

200 MIL
ZEE
350 MIL
LANDAS KONTINEN

NASIKHUDINISME
LINGKUP TERITORIAL PPN 3.3
Kawasan Tertentu

Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak,
baik untuk sementara waktu maupun selamanya untuk:
a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean
(Pasal 16 B UU PPN)

Kawasan tertentu= kawasan bebas (Sabang, Bintan, Batam dan Karimun)


Tempat tertentu di dalam daerah pabean = kawasan berikat, gudang berikat, tempat
penyelenggaraan pameran berikat, toko bebas bea, tempat lelang berikat, atau kawasan daur ulang
berikat.

NASIKHUDINISME
LINGKUP TERITORIAL PPN 3.4
Perlakuan PPN di Kawasan Tertentu
Kawasan bebas

No Kegiatan di Kawasan Bebas Perlakuan PPN


1 Pemasukan BKP ke Kawasan Bebas dari luar daerah pabean Dibebaskan
Pemasukan BKP ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam daerah pabean melalui pelabuhan
2 atau bandara yang ditunjuk Tidak dipungut
3 Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam daerah pabean Dikenai PPN
4 Pemasukan BKP ke Kawasan Bebas dari Kawasan Bebas Lainnya Dibebaskan
5 Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas Lainnya Dibebaskan
Kawasan bebas

No Kegiatan di Kawasan Bebas Perlakuan PPN


Pemasukan BKP dari luar daerah pabean ke kawasan berikat sepanjang BKP tsb bukan
1 merupakan barang untuk dikonsumsi di kawasan berikat ybs. Tidak dipungut
Pemasukan BKP dari tempat penimbunan berikat ke kawasan berikat sepanjang BKP tsb
2 bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di kawasan berikat ybs Tidak dipungut
Pemasukan BKP dari tempat lain di dalam daerah pabean ke kawasan berikat sepanjang
3 BKP tsb bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di kawasan berikat ybs. Tidak dipungut
BKP yang diimpor ke kawasan berikat dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah bapean
4 dengan tujuan diimpor untuk dipakai Dikenakan
5 Penyerahan BKP dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean Dikenakan
6 Penyerahan JKP dalam, ke atau dari kawasan bebas Dikenakan
Penyerahan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean ke
7 kawasan berikat
Dikenakan
NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.1
Konsep
Istilah PKP dan wajib pajak adalah dua terminologi yang berbeda sehingga penggunaannya tidak
dapat dipertukarkan (Alan dan Oliver Oldman, 2007).

A taxable person is an individual, partnership, company or such like that provides taxable goods
and services within his business (Calmac, 2012).

Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang
dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 1984 (UU PPN).

Elemen PKP (menurut VAT Directive)


1. Person
2. Menjalankan kegiatan ekonomi (economic activity)
3. Di tempat manapun (in any places)
4. Secara independen (independently)

Elemen PKP (menurut UU PPN)


1. Pengusaha
2. Melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dikenai PPN berdasarkan UU PPN

NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.2
Pengusaha
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jsa
termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengusaha Kecil
Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, c, f,
g dan h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut,
menyetor dan melaporkan PPN dan PPn BM. (Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984).

Disebut sebagai pengusaha kecil apabila peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto atas
penyerahan BKP dan/atau JKP selama 1 (satu) tahun buku tidak lebih dari Rp4,8 miliar. (PMK
197/2013).

NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.3
Summary

Menghasilkan barang

PKP Mengimpor barang


Orang Pribadi

Mengekspor barang

Melakukan usaha
Yang dalam kegiatan perdagangan
Pengusaha
usaha atau pekerjaannya
Memanfaatkan barang
tidak berwujud dari luar
daerah pabean
Badan
Melakukan usaha jasa
Peredaran usaha atau
penerimaan usaha dari
Melakukan penyerahan penyerahan BKP dan/atau Memanfaatkan jasa dari
BKP dan/atau JKP yang JKP tsb lebih dari Rp4,8 luar daerah pabean
dikenai PPN miliar dalam 1 tahun
buku atau bagian tahun
buku

NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.4
Batasan Pengusaha Kecil di Beberapa Negara

Negara Mata Uang Nasional Dalam USD (Approx.)

Australia A$ 75.000 USD 60.450

China Tidak ada Tidak ada

Republik Kepulauan Fiji FJD 100.000 USD 49.700

India INR 2.000.000 USD 31.400

Indonesia IDR 4.800.000.000 USD 360.000

Jepang Tidak ada Tidak ada

Malaysia MYR 500.000 USD 129.000

Korea Selatan Tidak ada Tidak ada

Selandia Baru NZ$ 60.000 USD 44.000

Filipina PHP 1.919.500 USD 37.000

Singapura S$ 1.000.000 USD 760.000

Thailand THB 1.800.000 USD 57.000 DDTC


NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.5
Pengusaha Kena Pajak di Indonesia
Tidak
Pengusaha?

Ya

Memenuhi syarat Tidak


Bukan Pengusaha Kena
penyerahan yang dikenai
Pajak
PPN?

Ya

Memenuhi syarat Tidak


penyerahan yang dikenai
PPN?

Ya Tidak
Tidak
Memiliki peredaran atau Memilih dikukuhkan
penyerahan bruto dalam sebagai pengusaha kena
1 tahun buku > Rp4,8 m? pajak?

Ya

Ya
Pengusaha Kena Pajak

NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.6
Hak dan Kewajiban PKP di Indonesia

Kewajiban Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP

Kewajiban Memungut PPN yang terutang

Kewajiban Menerbitkan faktur pajak

Kewajiban Membuat pencatatan atau pembukuan atas kegiatan usahanya

Kewajiban Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal PK > PM

Kewajiban Melaporkan penghitungan pajak melalui SPT Masa PPN

Hak Mengkreditkan PM

Hak Mengkompensasi/merestitusi kelebihan PPN terutang

Hak Mengajukan keberatan/banding

NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.7
Pemusatan Tempat Terutang PPN

Apabila PKP melakukan kegiatan usaha melalui dua atau lebih tempat usaha, PKP tersebut dapat
memilih melaporkan usahanya secara terpisah untuk setiap jenis usaha atau melakukan pemusatan
tempat terutangnya PPN.

NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.1
Saat Penyerahan/time of supply/tax point rules/chargeable event
Saat penyerahan merupakan penentu saat terutangnya PPN, hal ini dikarenakan latar belakang PPN
yang merupakan pajak atas transaksi.
Pentingnya penentuan saat penyerahan PPN disebabkan karena:
1. Saat penyerahan akan menentukan kapan PPN harus dikenakan atas suatu transaksi
2. Saat penyerahan akan menentukan peraturan mana yang akan diterapkan dalam melaksanakan
kewajiban PPN, misalnya ketika terjadi perubahan peraturan mengenai tarif PPN
3. Saat penyerahan akan menentukan kapan penjual harus memperhitungkan PK dan kapan
pembeli dapat mengklaim PM
4. Saat penyerahan akan memastikan jumlah penyerahan yang harus disertakan dalam
penghitungan PPn dalam suatu periode yang ditetapkan (misalnya per masa pajak)
5. Saat penyerahan akan menentukan kapan PKP harus melaksanakan kewajiban formal yang
berkaitan dengan pemungutan PPN seperti penerbitan FP, penyetoran, dan pelaporan SPT.

Cara yang umum digunakan dalam menentukan saat penyerahan:


1. Saat diterbitkannya faktur penjualan (tagihan)
2. Saat barang tersedia bagi pembeli atau saat jasa diberikan
3. Saat pembayaran dilakukan

NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.2
Saat Penyerahan/time of supply/tax point rules/chargeable event

1. Terutangnya PPN terjadi pada saat:


a. penyerahan BKP
b. impor BKP
c. penyerahan JKP
d. pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean
e. pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
f. ekspor BKP berwujud
g. ekspor BKP tidak berwujud
h. ekspor JKP
2. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP atau
dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BJP tidak berwujud atau JKP
dari luar daerah pabean, saat terutangnya PPN adalah saat pembayaran
3. Dalam hal saat terutangnya pajak sukar diterapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang
dapat menimbulkan ketidakadilan, DJP dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya
PPN

Pasal 11 UU PPN 1984.

NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.3
Saat Penyerahan BKP

No BKP yang Diserahkan Saat Penyerahan BKP

Saat penyerahan BKP terjadi pada saat:


(i) BKP berwujud tsb diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak
ketiga untuk dan atas nama pembeli;
(ii) BKP berwujud tsb diserahkan secara langsung kepada penerima barang
untuk pemberian Cuma-Cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari
BKP berwujud yang menurut sifat atau pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antarcabang;
1
hukumnya berupa barang bergerak (iii) BKP berwujud tsb diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha
angkutan; atau
(iv) Harga atas penyerahan BKP diakui sbg piutang atau penghasilan atau
pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.

Saat penyerahan BKP terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan
BKP berwujud yang menurut sifat atau
2 atau menguasai BKP berwujud tsb, secara hukum atau secara nyata kepada
hukumnya berupa barang tidak bergerak
pihak pembeli.

Saat penyerahan BKP terjadi pada saat:


(i) Harga atas penyerahan BKP tidak berwujud diakui sbg piutang atau
penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara
konsisten; atau
3 BKP tidak berwujud
(ii) Kontrak atau perjanjian ditandatangani atau saat mulai tersedianya
fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau
seluruhnya. Hal ini berlaku apabila saat diakuinya harga atas penyerahan
BKP sebagai piutang atau penghasilan tidak diketahui.

NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.3
Saat Penyerahan BKP

No BKP yang Diserahkan Saat Penyerahan BKP

Saat penyerahan BKP adalah saat yang terjadi lebih dulu:


(i) Ditandatanganinya akta pembubaran oleh notaris;
(ii) Berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam
BKP berupa persediaan dan/atau aktiva anggaran dasar;
yang menurut tujuan semula tidak untuk (iii) Tanggal penetapan pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan;
4
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada atau
saat pembubaran perusahaan terjadi (iv) Diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak
melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil
pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada.

Saat penyerahan BKP terjadi pada saat:


Pengalihan BKP dalam rangka (i) Disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau perubahan bentuk usaha sesuai
pemecahan dan pengambilalihan usaha hasil RUPS yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan,
5 yang tidak memenuhi persyaratan, yaitu pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk
pihak yang melakukan pengalihan dan yang usaha; atau
menerima pengalihan adalah PKP, serta (ii) Ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran,
perubahan bentuk usaha pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha
oleh notaris.

NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.4
Saat Penyerahan JKP

Pada saat harga atas penyerahan Pada saat kontrak atau perjanjian
JKP diakui sebagai piutang atau ditandatangani, apabila saat
penghasilan sesuai dengan prinsip pengakuan penghasilan atau saat
akuntansi yang berlaku umum dan diterbitkannya faktur penjualan
diterapkan secara konsisten. tidak diketahui.

Saat Penyerahan
JKP

Pada saat mulai tersedianya


Pada saat diterbitkannya faktur
fasilitas atau kemudahan untuk
penjualan oleh JKP sesuai dengan
dipakai secara nyata, baik
prinsip akuntansi yang berlaku
sebagian atau seluruhnya, dalam
umum dan diterapkan secara
hal pemberian Cuma-Cuma atau
konsisten.
pemakaian sendiri JKP.

NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.5
Saat Pembuatan Faktur Pajak

Penentuan saat
pembuatan faktur pajak
atau penyerahan JKP

Saat penyerahan BKP/JKP


atau

Saat penerimaan Faktur pajak diterbitkan paling lama pada saat


pembayaran dalam hal
diterbitkannya faktur penjualan
penerimaan pembayaran
terjadi sebelum (Pasal 9 (1) PP 1/2012)
penyerahan
atau

Saat penerimaan
pembayaran termin
atau
Saat lain yang diatur
dengan atau berdasarkan
PMK

NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.6
Transaksi Lintas Batas: Impor BKP

Terutangnya pajak terjadi pada saat:


Pasal 11 ayat (1) huruf …
b uu PPN 1984 b. Impor barang kena pajak

Pasal 1 angka 9 UU Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar
PPN 1984 daerah pabean ke dalam daerah pabean.

Pasal 17 ayat (4) PP Impor BKP … terjadi pada saat BKP tsb dimasukkan ke
1/2012 dalam daerah pabean

Saat terutangnya PPN atas impor BKP adalah pada saat BKP
dimasukkan ke dalam daerah pabean.

NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.7
Transaksi Lintas Batas: Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean

1. Saat harga perolehan BKP tidak berwujud tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang
memanfaatkannya, yang didukung dengan adanya surat pengakuan utang atau telah dicatat
dalam pembukuan sebagai utang,maupun berdasarkan bukti-bukti lain;
2. Saat harga jual BKP yang tidak berwujud tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya,
yang didukung dengan bukti penagihan, baik tertulis maupun tidak tertulis, dari pihak yang
menyerahkan kepada pihak yang memanfaatkan; atau
3. Saat harga perolehan BKP tidak berwujud tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh
pihak yang memanfaatkannya.
4. Saat BKP tidak berwujud tsrebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya.
5. Saat ditandatanganinya kontrak apabila saat-saat di atas tidak diketahui.

Ketentuan di atas berlaku juga untuk pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean

NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.8
Transaksi Lintas Batas: Ekspor BKP Berwujud

Ekspor BKP berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan


Pasal 1 angka 11 UU
ekspor BKP berwujud dari dalam daerah pabean ke luar
PPN 1984 daerah pabean

Pasal 1 angka 14 UU Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah


Kepabeanan pabean.

Pasal 17 ayat (8) PP Ekspor BKP berwujud terjadi pada saat BKP dikeluarkan dari
1/2012 daerah pabean

Saat terutangnya PPN atas ekpor BKP berwujud adalah saat BKP
berwujud tsb dikeluarkan dari daerah pabean, yaitu saat dimuat di
sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean yang
dibuktikan dengan dokumen pengangkutan.

NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.9
Transaksi Lintas Batas: Ekspor BKP Tidak Berwujud

Saat terutangnya PPN atas ekpor BKP tidak berwujud adalah saat
penggantian atas BKP tidak berwujud yang diekspor tersebut
dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.

Berlaku juga untuk ekspor JKP.

NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.10
Saat Lain Terutangnya PPN

Saat terutangnya PPN atas kegiatan membangun sendiri


PMK
yang tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya adalah
163/PMK.03/2012 saat kegiatan tsb mulai dilaksanakan.

Saat terutangnya PPN atas penyerahan BKP yang tergolong


PER-8/PJ/2010 mewah dari pusat ke cabang dan sebaliknya serta
penyerahan antarcabang adalah saat terjadinya penyerahan.

Saat terutangnya PPn atas kegiatan penyerahan BKP dalam rangka


KEP-546/PJ/2000 restrukturisasi perusahaan dan restrukturisasi utang usaha adalah
pada saat penyerahan BKP kepada pembeli sebenarnya.

NASIKHUDINISME
TEMPAT TERUTANG PPN 6.1
Tempat Penyerahan

Konsekuensi dari
PPN terutang di tempat konsimsi (place of consumption).
Destination Principle

Tempat Penyerahan barang:


1. Dimana lokasi barang pada sat diserahkan?
2. Apakah barang tersebut akan diangkut? Jika ya, dari mana dan ke mana barang tersebut akan
diangkut?
3. Apakah penyerahan barang tersebut disertai dengan proses instalasi atau pemasangan?

NASIKHUDINISME
TEMPAT TERUTANG PPN 6.2
Tempat Terutangnya PPN

1. Dalam hal transaksi yang dilakukan PKP adalah penyerahan BKP, JKP, ekspor BKP berwujud
dan/atau tidak berwujud, serta ekspor JKP tempat terutangnya PPN ditentukan sbb.:
a. bagi PKP orang pribadi, di tempat tinggal PKP yang melakukan penyerahan. Dalam hal PKP
orang pribadi yang melakukan penyerahan mempunyai tempat tinggal tidak sama dengan
tempat kegiatan usahanya, tempat terutangnya PPN ditetapkan hanya di tempat kegiatan usaha
dari PKP, sepanjang PKP tersebut tidak melakukan kegiatan usaha apapun di tempat tinggalnya.
b. bagi PKP badan, di tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dari PKP yang
melakukan penyerahan. Apabila PKP badan yang melakukan penyerahan mempunyai tempat
kedudukan tidak sama dengan tempat kegiatan usahanya, PKP badan wajib mendaftarkan diri
baik di tempat kedudukan maupun di tempat kegiatan usahanya tsb karena bagi PKP badan,
kedua tempat tersebut diangap melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP
c. di tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
yang diatur melalui Perdirjen.
2. Dalam halimpor, terutangnya PPN terjadi di tempat BKP dimasukkan dan dipungut melalui DJBC
3. Dalam hal pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan, baik PKP maupun bukan PKP,
tempat terutangnya PPN adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha dari orang pribadi atau badan tersebut.

NASIKHUDINISME
TEMPAT TERUTANG PPN 6.3
Tempat Terutangnya PPN

Non Pemusatan PPN

PT ABC Kantor Pusat


Minyak sawit Tempat terutang PPN
Div. Penjualan dan
Dikenai Pemasaran
PPN

PT ABC Cab. Karawang


Tempat terutang PPN
Kelapa sawit Div. Minyak Kelapa
Sawit
Dikenai
PPN

PT ABC Cab. Pekanbaru


Tempat terutang PPN
Divisi Perkebunan

NASIKHUDINISME
TEMPAT TERUTANG PPN 6.4
Tempat Terutangnya PPN

Pemusatan PPN

PT ABC Kantor Pusat


Minyak sawit
Tempat terutang PPN
Div. Penjualan dan
Dikenai Pemasaran
PPN

PT ABC Cab. Karawang

Kelapa sawit Div. Minyak Kelapa


Sawit
Dikenai
PPN

PT ABC Cab. Pekanbaru

Divisi Perkebunan

NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.1
Definisi

Dasar pengenaan pajak / value / value of supply / value of a taxable supply / taxable basis /
taxable amount.
=
Harga barang atau jasa yang diserahkan.

Harga jual

Penggantian

Nilai impor

Nilai ekspor

Nilai lain yang dipakai


sebagai dasar

NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP

DPP PPN 1 Harga Jual

1. Harga Jual Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang


2. Penggantian diminta atau seharusnya diminta oleh penjual
3. Nilai impor karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN
4. Nilai ekspor
yang dipungut menurut UU PPN dan potongan Penghitungan DPP PPN
5. Nilai lain yang dipakai
sebagai dasar harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
Harga 10 unit komputer Rp100 juta
Contoh 1
PT A menyerahkan 10 unit komputer kepada Biaya pengiriman Rp2 juta
PT B. Berdasarkan perjanjian tertulis, PT A akan
mengirimkan komputer yang dibeli tersebut ke Biaya pemasangan Rp10 juta
kantor PT B, PT A juga akan memasang semua
Biaya pemeliharaan Rp20 juta
komputer tersebut. Selain itu, selama 1 tahun
pemeliharaan komputer akan dilakukan oleh DPP PPN Rp132 juta
PT A.
Penghitungan DPP PPN
Contoh 2
PT A merupakan perusahaan tekstil, Harga tekstil Rp100 juta
menyerahkan 12 kodi pakaian seragam kepada
Diskon 20% Rp20 juta
pT B, sebuah perusahaan tambang lokal
dengan harga jual seluruhnya sebesar Rp100 Harga setelah Diskon Rp80 juta
juta. PT A memberikan diskon 20% atas
penyerahan tsb. DPP PPN Rp80 juta

NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP

DPP PPN 2 Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk


1. Harga Jual
semua biaya yang diminta atau seharusnya
2. Penggantian
3. Nilai impor diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP,
4. Nilai ekspor ekspor JKP atau ekspor BKP tidak berwujud,
5. Nilai lain yang dipakai tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut dan
sebagai dasar potongan harga yang dicantumkan dalam faktur
pajak, atau nilai berupa yang yang dibayar atau
seharusnya dibayar olehpenerima jasa karena
pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima
manfaat BKP tidak berwujud karena
pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Penghitungan DPP PPN
daerah pabean di dalam daerah pabean.
Jasa perbaikan Rp20 juta
Contoh 1 Biaya onderdil dan
Rp5 juta
PT Cakrawala memberikan jasa perbaikan peralatan
kendaraan roda empat kepada PT Indah Fee montir Rp1 juta
Makmur. Dalam pemberian jasa tsb PT Indah
Makmur memerlukan beberapa onderdil dan Penggantian Rp26 juta
peralatan yang dibutuhkan serta perlu
DPP PPN Rp26 juta
memberikan fee kepada para montirnya.

NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP

DPP PPN 2 Penggantian

Contoh 2
1. Harga Jual
PT Rembulan menggunakan jasa penyediaan Penghitungan DPP PPN
2. Penggantian
3. Nilai impor tenaga kerja dari PT Mentari. Atas penyerahan
4. Nilai ekspor jasa tsb PT Mentari menagih pembayaran Biaya gaji karyawan Rp50 juta
5. Nilai lain yang dipakai kepada PT Rembulan dengan rincian:
sebagai dasar Biaya peralatan Rp5 juta
a. Biaya gaji karyawan Rp50 juta
b. Biaya peralatan Rp5 juta Management fee Rp15 juta
c. Management fee Rp15 juta
DPP Nilai Lain (pelatan =
Dalam penyerahan jasa tsb peralatan, management fee)
Rp20 juta
perlengkapan, metode kerja berasal dari PT
DPP PPN Rp20 juta
Mentari. Tenaga kerja yang disediakan PT
Mentari juga tidak termasuk dalam struktur
kepegawaian PT Rembulan.

NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
Harga Jual dan Penggantian

Nilai berupa
uang

+
Harga Jual

Semua biaya Tidak


=
termasuk PPN
Penggantian -
Potongan
harga dalam
FP

DPP PPN = Nilai Kontrak – PPN terutang

DPP PPN = (100/110) x Nilai Kontrak

NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP

DPP PPN 3 Nilai Impor

Nilai berupa uang yang menjadi dasar


1. Harga Jual penghitungan bea masuk ditambah pungutan
2. Penggantian
3. Nilai impor
berdasarkan ketentuan dalam peraturan
4. Nilai ekspor perundang-undangan yang mengatur
5. Nilai lain yang dipakai mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor
sebagai dasar BKP, tidak termasuk PPn dan PPn BM yang
dipungut berdasarkan UU PPN.

Nilai Impor = CIF + Bea Masuk + Cukai


Penghitungan DPP PPN
CIF Rp250 juta
Contoh:
Bea Masuk Rp25 juta
PT A mengimpor tembakau dari Singapura
dengan nilai cost sebesar Rp200 juta, asuransi Cukai Rp5 juta
Rp20 juta dan ongkos angkut Rp30 juta. Bea
masuk ditetapkan 10% dari CIF. Terdapat DPP (Nilai Impor) Rp280 juta
pungutan tembakau sebesar Rp5juta.

NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP

DPP PPN 4 Nilai Ekspor

1. Harga Jual Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang,


2. Penggantian termasuk semua biaya yang diminta atau
3. Nilai impor seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor
4. Nilai ekspor tercermin dalam dokumen PEB.
5. Nilai lain yang dipakai
sebagai dasar

NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP

DPP PPN 5 Nilai Lain


Tujuan kebijakan nilai lain adalah untuk memberikan kepastian hukum serta
1. Harga Jual kemudahan bagi PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu.
2. Penggantian
3. Nilai impor Jenis Transaksi Jenis Nilai Lain
4. Nilai ekspor Harga jual atau penggantian setelah
5. Nilai lain yang dipakai Pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP
dikurangi laba kotor
sebagai dasar Harga jual atau penggantian setelah
Pemberian Cuma-Cuma BKP dan/atau JKP
dikurangi laba kotor
Perkiraan hasil rata-rata per judul
Penyerahan film cerita
film
Penyerahan produk hasil tembakau Harga jual eceran

Penyerahan BKP berupa persediaan yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
Harga pasar wajar
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
HPP atau harga perolehan
penyerahan BKP antar cabang
Harga yang disepakati antara
Penyerahan BKP melalui pedagang perantara
pedagang perantara dan pembeli
Penyerahan BKP melalui juru lelang Harga lelang
10% x jumlah yang ditagih atau
Penyerahan jasa pengiriman paket
seharusnya ditagih
Penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan
sarana angkutan, dan pemesaran sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak daidasari pada pemberian komisi
10% x jumlah tagihan atau
atau penyerahan jasa perantara penjualan seharusnya ditagih
Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang didalam 10% x jumlah yang harus ditagih
tagihan jasa pengurusan tsb tdp biaya transportasi (freight charges) atau seharusnya ditagih

NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.3
DPP Nilai Lain
Pajak masukan yang
berhubungan dengan

Penyerahan jasa pengurusan


Penyerahan jasa Penyerahan jasa biro transportasi (freight forwarding)
perjalanan atau jasa biro yang didalam tagihan jasa
pengiriman paket pengurusan tsb tdp biaya
wisata transportasi (freight charges)

Dengan DPP Nilai Lain Dengan DPP Nilai Lain Dengan DPP Nilai Lain
10% x jumlah tagihan 10% x jumlah tagihan 10% x jumlah tagihan
atau yang seharusnya atau yang seharusnya atau yang seharusnya
ditagih ditagih ditagih

Yang dilakukan oleh


Yang dilakukan oleh Yang dilakukan oleh
pengusaha jasa biro
pengusaha jasa pengusaha jasa
perjalanan atau pengusaha
pengiriman paket jasa biro pariwisata pengurusan transportasi

TIDAK DAPAT
DIKREDITKAN

NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.3
DPP Nilai Lain

Contoh:
PT A adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengiriman paket, sehingga menggunakan DPP nilai lain
dalam menghitung PPN. PT A mendapat order pengiriman barang dari Jakarta menuju Bandar Lampung dengan
biaya pengiriman Rp2,500,000,- kepada PT B.

Penghitungan DPP PPN


Jasa pengiriman Rp2,500,000

DPP Nilai Lain 10% Rp250,000

PPN 10% Rp25,000

NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.1
-

10%
TARIF TUNGGAL

NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.2
Alasan Penggunaan Tarif Tunggal
1. Biaya administrasi dan kepatuhan dari multi tarif akan jauh lebih besar
2. Penerapan multi tarid akan menimbulkan distorsi terhadap pilihan produsen dan konsumen
yang mendistorsi kegiatan ekoomi menjadi lebih tidak menguntungkan
3. Tarif PPN yang renda tidak selalu menguntungkan konsumen akhir. Misalnya ketika suatu
barang dikenai PPn dengan tarif lebih rendah, penjual cenderung menaikkan harga barang
tersebut sehingga dapat mensubsidi harga barang yang dikenai PPn dengan taruf yang lebih
tinggi
4. Adanya perbedaan tarif PPN antara satu objek dengan objek lainnya akan menimbulkan
ketidakpuasan produsen dan konsumen yang berkeinginan memperoleh keuntungan dari
adanya perbedaan tarif ini.
5. Berapapun jenis tarif yang diterapkan dan apapun perubahan yang dihasilkan dari penerapan
ini, penerapan multi tarif jarang mencerminkan terjadinya perubahan terhadap pilihan
konsumen atau pemerintah secara nyata
6. Penerapan multi tarif PPN dapat berarti rata-rata tarif PPN yang lebih tinggi dibutuhkan untuk
mencapai penerimaan yang ditargetkan sehingga mengakibatkan tingginya biaya ekonomi yang
digunakan untuk mengenakan PPN
7. Tarif PPN yang lebih tinggi atas barang mewah merupakan sarana yang tidak efektif untuk
meningkatkan progresivitas. Alasannya, pungutan PPN dengan cara seperti ini biasanya tidak
ditargetkan dengan baik
8. Penerapan tarif PPN yang lebih rendah atas barang atau jasa yang merupakan kebutuhan pokok
umumnya tidak ditargetkan dengan baik dan tidak efektif. Akibatnya terjadi regresivitas yang
disebabkan masyarakat kalangan atas dapat melakukan konsumsi kebutuhan pokok dengan
hanya mengeluarkan sedikit penghasilannya.
NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.3
Tarif PPN Negara-negara di Dunia
Negara Tarif Negara Tarif Negara Tarif Negara Tarif
Afrika Selatan 14% Botswana 12% Hongaria 27% Kosovo 18%
bervaria
Albania 20% Brazil India 5-28% Kosta Rika 13%
si

Argentina 21% Bulgaria 20% Indonesia 10% Kroasia 25%

Armenia 20% China 17% Irlandia 23% Latvia 21%


1,5% -
Aruba Curacao 6% Islandia 24% Lebanon 11%
2%
Australia 10% Denmark 25% Israel 17% Lituania 21%

Austria 19-20% Ekuador 12% Italia 22% Luxemburg 17%

Azerbaijan 18% El Salvador 13% Jepang 8% Madagaskar 20%

Bahama 7,5% Estonia 20% Jerman 19% Maladewa 6-12%

Barbados 17,5% Filipina 12% Jersey 5% Malaysia 6%

Belanda 21% Finlandia 24% Kanada 5-15% Malta 18%

Belarus 20% Georgia 18% Kazakhstan 12% Maroko 20%

Belgia 21% Ghana 15% Kenya 16% Mauritius 15%

Bolivia 13% Guatemala 12% Kolombia 19% Mexico 16%

Bonaire 4-8% Honduras 15% Korea 10% Mesir 14%

NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.3
Tarif PPN Negara-negara di Dunia
Negara Tarif Negara Tarif Negara Tarif Negara Tarif
Mongolia 10% Pulau Man 20% Sint Maarten 5% United Kingdom 20%

Myanmar 5% Republik Checo 21% Siprus 19% Uruguay 22%

Namibia 15% Republik Chili 19% Slovenia 22% Venezuela 12%


Republik
Nigeria 5% 18% Spanyol 21% Vietnam 10%
Dominika
Republik
Nikaragua 15% 18% Suriname 8-10% Yordania 16%
Makedonia
Republik
Norwegia 25% 20% Swedia 25% Yunani 24%
Moldova
Republik
Pakistan 13-17% 20% Swiss 7,7% Zambia 16%
Slovakia
Panama 7% Rumania 19% Taiwan 5-25% Zimbabwe 15%

Papua Nugini 10% Rusia 18% Tanzania 18% DDTC


Paraguay 10% Rwanda 18% Thailand 7%
Trinidad dan
Peru 18% Saint Lucia 12,5% 12,5%
Tobago
Polandia 23% Selandia Baru 15% Tunisia 19%

Portugal 18-23% Serbia 20% Turki 18%

Prancis 20% Seychelles 15% Uganda 18%

Puerto Rico 10,5% Singapore 7% Ukrania 20%

NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.4
Tarif 0%

0%
ZERO RATE /
EXEMPTION WITH CREDIT

Tarif 0% adalah suatu mekanisme dimana unsur PPN yang terdapat dalam harga
perolehan barang, jasa atau transaksi tertentu dapat dihilangkan. Dengan tarif
tersebut pihak pemungut tetap dapat mengkreditkan PM.

Pada negara penganut destination principle, zero rate umumnya diterapkan atas ekspor barang
tanpa memperhatikan sifat dan jenis barang yang diekspor serta ekspor jasa yang dimanfaatkan
di luar daerah pabean dari suatu negara. Pengenaan zero rate merupakan kewajiban negara yang
menerapkan prinsip ini.

NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.5
Tarif Efektif

?%
Tarif efektif adalah tarif standar atas suatu
harga yang didalamnya sudah termasuk
PPN

Contoh, untuk produk tembakau dimana PPN sudah termasuk dalam harga jual
eceran, maka tarif efektifnya adalah (10/110) x 100% = 9,1% dari harga jual eceran.

NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.6
Jenis-jenis Tarif PPN (VAT Directive)

Tarif %
Tarif yang berlaku umum untuk seluruh penyerahan
STANDAR barang dan jasa, kecuali diatur lain.

Tarif %
Berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Pengurangan
PENGURANGAN tidak boleh lebih dari 5%.

Tarif %
PENGURANGAN Pengurangan tarif super rendah. Tarif efektif bisa jadi di
SUPER bawah 5%.

Tarif % Merupakan pembebasan pajak yang disertai dengan pemberian


0% hak bagi pihak yang menyerahkan barang atau jasa untuk
mengkreditkan pajak masukan yang terkait dengan penyerahan.

Tarif %
Pengurangan tarif yang berlaku untuk barang dan jasa yang tidak
PARKING RATE termasuk dalam lampiran III VAT Directive.

NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.7
Ekspor Jasa Kena Pajak (Aturan Indonesia)

Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN


PPN dikenakan atas ekspor JKP oleh PKP

Pasal 7 ayat (2) UU PPN Pasal 1 angka 29 UU PPN


Atas ekspor JKP dikenakan PPN dengan Ekspor JKP adalah setiap kegiatan
tarif 0% penyerahan JKP ke luar daerah pabean

Pasal 4 ayat (2) UU PPN


Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis JKP yang atas ekspornya
dikenai PPN diatur dengan Permen.

PMK 70/2012 stdtd PMK 30/2011


Ekspor JKP yang dikenai tarif 0% adalah:
Jasa maklon, jasa perbaikan dan perawatan barang bergerak,
dan jasa konstruksi.

SE-49/PJ/2011
Ekspor jasa selain jasa maklon, jasa perbaikan dan perawatan barang bergerak dan jasa
konstruksi:
a. Apaila penyerahan JKP di dalam daerah pabean tetap dikenai PPN 10%
b. Apabila JKP dilakukan di luar daerah pabean, tidak terutang PPN

NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.8
Cara Menghitung PPN

PPN
DPP X TARIF

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.1
Cara Menghitung PPN

Supply chain process

PK/PM PK/PM

After Sales
R&D Design Manufacturing Marketing Distribution
Services

PK/PM PK/PM PK/PM

Prinsip yang mendasari adanya hak mengkreditkan PM adalah prinsip netralitas.


Prinsip netralitas artinya:
1. PKP seharusnya tidak terpengaruh oleh pungutan PPN
2. PPN tersebut tidak menjadi beban bagi PKP
3. PPN tidak menimbulkan cascading effect seperti pada Pajak Penjualan (PPn)
4. PPN seharusnya tidak mendistorsi kompetisi
5. PPN seharusnya porporsional terhadap harga barang atau jasa untuk seluruh
rantai produksi dan distribusi.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.2
Prinsip Dasar PK


1. Faktur pajak harus diterbitkan pada saat seharusnya diterbitkan.
2. Pajak keluaran dalam suatu masa pajak dilaporkan dalam masa pajak
yang sama dengan masa pajak penerbitan faktur pajak tersebut.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.3
Prinsip Dasar Pengkreditan PM


1. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak
keluaran untuk masa pajak yang sama. Sebagai contoh, pajak
masukan dengan faktur pajak tanggal 15 Januari 2018 dapat
dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa januari 2018 dalam SPT
Masa PPN Januari 2018;
2. Pajak masukan atas perolehan barang modal sebelum berproduksi
dapat dikreditkan meskipun belum terjadi penyerahan yang terutang
PPN oleh PKP; dan
3. Pajak masukan dapat dikreditkan sepanjang perolehan BKP atau JKP
yang digunakan berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang
melakukan penyerahan yang terutang PPN.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.4
-

Kemungkinan yang terjadi dalam Pengkreditan PM


1. Jumlah pajak masukan dalam suatu masa pajak lebih kecil dari pajak
keluaran yang dipungut sehingga selisih lebih pajak keluaran wajib
disetor ke kas negara (SPT Kurang Bayar);
2. Jumlah pajak masukan dalam suatu masa pajak lebih besar dari pajak
keluaran yang dipungut sehingga selisih lebih pajak masukan dapat
dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau diminta pengembalian
(restitusi) (SPT Lebih Bayar); atau
3. Jumlah pajak masukan sama dengan jumlah pajak keluaran yang
dipungut (SPT Nihil)

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.5
Syarat Pengkreditan PM

1 FORMAL
Pajak masukan dikreditkan menggunakan Faktur Pajak yang diterbitkan
sesuai ketentuan. Atau dapat menggunakan dokumen yang dipersamakan
dengan faktur pajak.

2 MATERIAL
Pajak masukan yang dikreditkan merupakan pengaluaran yang langsung
berhubungan dengan kegiatan usaha dan pengeluaran tersebut berkaitan
dengan penyerahan yang terutang PPN.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.6
Tempat Pengkreditan PM

1. Pajak masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP harus
dikreditkan dengan pajak keluaran di tempat PKP dikukuhkan;
2. Dalam hal PKP melakukan impor BKP dan tempat melakukan impor
berbeda dengan tempat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, tempat
pengkreditan pajak masukan atas impor BKP adalah di tempat pengusaha
dikukuhkan sebagai PKP;
3. Dalam hal impor BKP, DJP karena jabatan atau berdasarkan permohonan
tertulis dari PKP dapat menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya
impor BKP sebagai tempat pengkreditan pajak masukan.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.7
Pengkreditan PM yang Terlambat Diterima


Dalam kasus faktur pajak terlambat diterima oleh PKP pembeli atau penerima JKP,
UU PPN memperbolehkan PKP untuk mengkreditkan pajak masukan dengan pajak
keluaran dalam masa pajak yang tidak sama, yakni dalam masa pajak berikutnya
paling lama 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak.

Penyerahan
BKP

7/7/2017 8/2017 9/2017 10/2017 31/10/2017

Pembuatan FP baru
FP diterima

Pajak masukan dapat dikreditkan paling


lama pada SPT Masa PPN Oktober 2017.

Apabila jangka waktu 3 bulan tersebut telah terlampaui, pengkreditan pajak masukan
tetap dapat dilakukan melalui mekanisme pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.7
Pengkreditan PM yang Terlambat Diterima

Dalam mengkreditkan pajak masukan yang terlambat diterima, PKP agar


memastikan:

1. pajak masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau tidak


ditambahkan/dikapitalisasi kepada harga perolehan BKP atau JKP yang
bersangkutan; dan
2. Masa pajak yang bersangkutan belum diperiksa.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.8
Pengkreditan PM PKP yang Belum Berproduksi

Pajak masukan tersebut Pajak masukan tersebut


merupakan pajak masukan atas berkenaan dengan perolehan
perolehan dan/atau impor barang barang modal yang dilakukan
modal setelah dikukuhkan sebagai PKP

Pengkreditan PM
bagi PKP yang
belum berproduksi

Berlaku untuk seluruh kegiatan


usaha yang meliputi kegiatan
industri atau manufaktur,
perdagangan, jasa dan kegiatan
usaha lainnya.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.81
Pengkreditan PM PKP yang Belum Berproduksi

Tujuan semula dari perolehan


barang modal tersebut adalah
Berupa harta berwujud dengan
tidak untuk diperjualbelikan
masa manfaat lebih dari 1 (satu)
(artinya barang modal tersebut
tahun
bukanlah barang
persediaan/inventory)

Kriteria Barang
Modal

Termasuk diantaranya adalah


pengeluaran yang berkaitan
dengan perolehan barang modal
yang dikapitalisasi ke barang
modal tersebut.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.82
Ilustrasi pembelian barang modal

PM tidak dapat
dikreditkan

Pendirian Dikuhkan Membeli


PT A sebagai PKP bahan baku

1/7/17 10/7/17 25/8/17 30/8/17 2/10/17 31/10/17

Membeli Membeli Menjual tas


mesin mesin kulit
pembersih pabrik dan
kulit truk

PM tidak dapat PM dapat


dikreditkan dikreditkan

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.9
PM atas Pemakaian Sendiri

1. PPN yang dibayar atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif


merupakan PM yang dapat dikreditkan
2. PPN yang dibayar atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif
merupakan PM yang tidak dapat dikreditkan apabila pemakaian sendiri
itu berhubungan dengan penyerahan yang tidak terutang PPN atau
penyerahan yang mendapat fasilitas pembebasan PPN
3. PPN yang dibayar atas pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif
merupakan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan
4. Pajak masukan yang dibayar atas perolehan BKP atau JKP yang
digunakan dalam proses menghasilkan BKP atau JKP untuk pemakaian
sendiri tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi syarat ketentuan
pengkreditan PM yang diatur dalam UU PPN.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.10
Pengkreditan PM atas Pengalihan BKP dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran,
Pemecahan, dan Pengambilalihan Usaha


PM atas BKP yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh PKP yang mengalihkan
dapat dikreditkan oleh PKP yang menerima pengalihan, sepanjang faktur pajak atas
pengalihan BKP diterima setelah terjadinya pengalihan dan pajak masukan tersebut
belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi.

Contoh:
Pada 20 Oktober 2017, PT Bangunan dan PT Damai melakukan penggabungan usaha dengan PT
Cakrawala. Masing-masing perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai PKP. Sebagai akibat dari
penggabungan usaha ini, PT Bangunan dan PT Damai membubarkan diri karena seluruh aktiva
telah diserahkan kepada PT Cakrawala yang menerima penggabungan. Sebelum terjadi
pengalihan, pada 25 Agustus 2017, PT Bangunan membeli BKP dari PT alam yang kemudian pada
saat penggabungan usaha terjadi, BKP tersebut dialihkan kepada PT Cakrawala. Faktur Pajak atas
transaksi tersebut dibuat oleh PT Alam pada tanggal yang sama dengan tanggal terjadinya
penyerahan dengan nama PT Bangunan. Namun Faktur Pajak tersebut baru diterima tanggal 28
Oktober 2017.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.10
Pengkreditan PM atas Pengalihan BKP dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran,
Pemecahan, dan Pengambilalihan Usaha

PPN

PT Alam BKP PT Bangunan PT Damai

FP tanggal 25
Agustus 2017 BKP BKP

FP diterima tanggal
PT Cakrawala
28 Oktober 2017

PM dikreditkan
oleh PT
Cakrawala

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.11
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan

1 PM yang diatur dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN 1984

Rincian Penjelasan
Pajak Masukan bagi perolehan BKP/JKP sebelum Ketentuan ini dibuat agar pengsauha yang sejak
dikukuhkan sebagai PKP semula bermaksud melakukan penyerahan yang
dikenai PPN, segera melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP. Selain itu ketentuan ini
juga menyiratkan upaya agar pajak masukan atas
perolehan barang modal sebelum pengusaha
berproduksi tetap dapat dikreditkan.
Pajak masukan atas pengeluaran untuk perolehan Yang dimaksud dengan pengeluaran yang
BKP atau JKP yang tidak berhubungan langsung berhubungan langsung dengan kegiatan usaha
dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi,
distribusi, pemasaran dan manajemen. Kegiatan
usaha tsb harus terkait dengan penyerahan yang
terutang PPN.

Pajak masukan atas perolehan dan pemeliharaan Sampai saat ini, belum terdapat ketentuan yang
kendaraan bermotor berupa sedan dan station mengatur definisi (batasan) dari spesifikasi
wagon, kecuali marupakan barang dagangan atau kendaraan bermotor yang termasuk sedan dan
disewakan station wagon.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.11
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan

1 PM yang diatur dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN 1984

Rincian Penjelasan
Pajak masukan atas pemanfaatan BKP tidak Sama seperti sebelumnya. Aturan ini juga semakin
berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah menegaskan bahwa pada prinsipnya pajak masukan
pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai sehubungan dengan perolehan apapun, baik dari
PKP. dalam daerah pabean atau dari luar daerah pabean,
tidak dapat dikreditkan sebelum pengusaha
dikukuhkan sebagai PKP.
Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang faktur Pasal 13 ayat (5) menentukan keterangan minimal yang
pajaknya tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) wajib dicantumkan dalam FP. Dalam penjelasannya juga
UU PPN atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan diatur bahwa FP harus diisi secara lengkap, jelas dan
NPWP pembeli BKP atau penerima JKP. benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk
oleh PKP untuk menandatanganinya. Sementara itu
Pasal 13 ayat (9) mengatur bahwa FP harus memenuhi
syarat formal dan material

Pajak masukan atas pemanfaatan BKP tidak PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak
berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah berwujud dari luar daerah pabean disetor dengan
paeban yang FP-nya tidak memenuhi ketentuan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Pasal 13 ayat (6) UU PPN

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.11
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan

1 PM yang diatur dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN 1984

Rincian Penjelasan
Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang Apabila PKP baru membayar PPN yang terutang atas
pajak masukannya ditagih dengan ketetapan pajak. perolehan atau pemanfaatan BKP atau JKP setelah
diterbitkan ketetapan pajak, PPN yang dibayar atas
ketetapan tersebut tidak dapat dikreditkan.
Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang pajak Ketentuan ini ditujukan untuk FP yang diterima setelah
masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, jangka waktu 3 bulan terlampaui sehingga seharusnya
yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. pengkreditan PM yang tercantum dalam FP tsb
dilakukan dengan cara melakukan pembetulan SPT
Masa PPN. Namun sampai dengan dilakukannya
pemeriksaan ternyata pengkreditan belum dilakukan.
Dengan demikian, PM hasil temuan tsb tidak dapat
dikreditkan.

Perolehan BKP selain barang modal atau JKP Ketentuan ini merupakan konsekuensi dari
sebelum PKP berproduksi sebagaimana dimaksud penerapan pasal 9 ayat (2a) UU PPN sehingga hanya
ayat (2a) impor atau pembelian barang modal saja yang PM-
nya dapat dikreditkan.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.11
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan

PM atas Perolehan BKP atau JKP yang digunakan untuk


2 kegiatan penyerahan yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan

Rincian Penjelasan
Adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari PT Awarna merupakan PKP yang bergerak di bidang
pengenaan PPN mengakibatkan tidak adanya pajak produksi pakan ikan. Berdasarkan PP 81/2015
keluaran sehingga pajak masukan yang berkaitan tentang Impor dan/Penyerahan BKP tertentu yang
dengan penyerahan BKP dan/atau JKP yang bersifat strategis, pakan ikan termasuk dalam
memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat pengertia barang strategis sehingga PPN nya
dikreditkan dibebaskan. Oleh karenanya PM atas perolehan BKP
atau JKP yang digunakan dlam proses produksi
pakan ikan tersebut tidak dapat dikreditkan.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.12
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan

PM yang terkait dengan penyerahan tertentu dengan DPP


3 Nilai Lain

Pajak masukan yang


berhubungan dengan

Penyerahan jasa pengurusan


Penyerahan jasa Penyerahan jasa biro transportasi (freight forwarding)
perjalanan atau jasa biro yang didalam tagihan jasa
pengiriman paket pengurusan tsb tdp biaya
wisata transportasi (freight charges)

Dengan DPP Nilai Lain Dengan DPP Nilai Lain Dengan DPP Nilai Lain
10% x jumlah tagihan 10% x jumlah tagihan 10% x jumlah tagihan
atau yang seharusnya atau yang seharusnya atau yang seharusnya
ditagih ditagih ditagih

Yang dilakukan oleh


Yang dilakukan oleh Yang dilakukan oleh
pengusaha jasa biro
pengusaha jasa pengusaha jasa
perjalanan atau pengusaha
pengiriman paket jasa biro pariwisata pengurusan transportasi

TIDAK DAPAT
DIKREDITKAN

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.11
Perlakuan atas PM yang Tidak Dapat Dikreditkan


PM yang tidak dapat dikreditkan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto ketika
menghitung besarnya PPH tahunan sepanjang dapat dibuktikan bahwa:
a. PM benar-benar telah dibayar; dan
b. PM berkaitan dengan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.12
Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan

PKP Dengan Peredaran


1 Usaha Tertentu

Pasal 9 ayat (7) UU PPN


jo. PMK 74/2010

PKP

Mempunyai peredaran Merupakan wajib pajak


usaha tidak lebih dari yang baru dikukuhkan
Rp1,8 miliar untuk 1 sebagai PKP
tahun pajak

Pedoman penghitungan
pengkreditan PM

Penyerahan BKP Penyerahan JKP


PM = 70% x PK PM = 60% x PK

DPP PPN = Jumlah


Peredaran Usaha

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.12
Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan

PKP yang Melakukan


2 Kegiatan Usaha Tertentu

1. PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor


Awal Penerapan bekas secara eceran; atau
(PMK 79/2010) 2. PKP yang melakukan penyerahan emas perhiasan
secara eceran

Perubahan (PMK PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor


30/2014) bekas secara eceran

1. Jumlah PM ditetapkan sebesar 90% dari PK


2. PK sebesar 10% x DPP PPN
3. DPP PPN adalah peredaran usaha
4. Tarif PPN Efektif sebesar 1%

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.13
Penghitungan Kembali PM yang Telah Dikreditkan
Penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan dilakukan oleh:

PKP yang melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated)


1 yang terdiri dari unit atau kegiatan yang melakukan penyerahan yang terutang PPN
dan unit atau kegiatan lain yang melakukan penyerahan yang tidak terutang PPN.

PKP yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang PPN,

2 misalnya PKP yang bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usahajasa di bidang
perhotelan juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha.

PKP yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang dan

3 tidak terutang PPN, misalnya PKP yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan
BKP berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum (plat kuning).

PKP yang menghasilkan BKP yang terutang PPN dan dibebaskan dari pengenaan PPN,

4 misalnya pengusaha pembangunan perumahan yang melakukan penyerahan berupa rumah


sewa yang terutang PPN dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.13
Penghitungan Kembali PM yang Telah Dikreditkan

Ketentuan Pengkreditan
1. Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang nyata-nyata hanya digunakan
untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang terutang PPN, dapat dikreditkan
seluruhnya, seperti misalnya:
a. PM untuk mesin-mesin yang digunakan untuk memproduksi minyak jagung
b. PM untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya digunakan untuk kegiatan
penyerahan jasa persewaan kantor.
2. Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang nyata-nyata hanya digunakan
untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang tidak terutang PPN atau
mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapadt dikreditkan
seluruhnya. Misalnya:
a. PM untuk pembelian truk yang digunakan untuk jasa angkutan umum karena jasa
angkutan umum bukan merupakan JKP yang atas penyerahannya tidak terutang PPN
b. PM untuk pembelian bahan baku yang digunakan untuk membangun rumah sangat
sederhana karena atas penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari
pengenaan PPN
3. Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang belum dapat dipastikan
penggunaannya untuk penyerahan yang terutang PPN dan penyerahan yang tidak
terutang PPN, pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
PM sebagaimana diatur PMK 78/2010 stdtd PMK 135/2014,

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.14
Tata Cara Penghitungan Kembali PM yang Telah Dikreditkan
1. Pada dasarnya pajak masukan dapat dikreditkan sesuai tanggal pembuatan faktur
pajak
2. Setelah akhir tahun buku dihitung kembali untuk mengetahui jumlah pajak masukan
yang sebenarnya dapat dikreditkan sehinggak pajak masukan yang seharusnya tidak
dikreditkan tetapi sudah terlanjut dikreditkan wajib disetor kembali ke kas negara paling
lama pada bulan ketiga setelah akhir tahun buku
3. Untuk BKP yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, apabila sudah
melampaui masa manfaat ekonomi, tidak perlu dilakukan penghitungan kembali.

PM yang dikreditkan untuk penyerahan yang terutang PPN dalam masa pajak ybs dihitung:
P = Jumlah PM yang dapat dikreditkan
P = PM x Z PM = Jumlah PM atas perolehan BKP dan/atau JKP
Z = Persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang
pajak terhadap total penyerahan

Awal tahun pajak berikutnya, setelah diketahui jumlah penyerahan yang terutang PPN yang
sebenarnya, PKP melakukan penghitungan kembali PM sbb:
P’ = Jumlah PM yang dapat dikreditkan dalam 1 tahun pajak
PM = Jumlah PM atas perolehan BKP dan/atau JKP
P’ = PM / T x Z’ T = Masa manfaat BKP dan/atau JKP yang ditentukan sbb:
1. Untuk BKP berupa tanah dan bangunan adalah 10 tahun
2. Untuk BKP selain tanah dan bangunan 4 tahun
Z’ = persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang
PPN terhadap total penyerahan

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.14
Tata Cara Penghitungan Kembali PM yang Telah Dikreditkan

Untuk BKP dan JKP yang masa manfaatnya 1 tahun atau kurang:

P’ = Jumlah PM yang dapat dikreditkan dalam 1 tahun pajak


PM = Jumlah PM atas perolehan BKP dan/atau JKP
P’ = PM x Z’ Z’ = persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang
PPN terhadap total penyerahan

Contoh:
PT Nusa Indah adalah PKP perusahaan terpadu yang bergerak di bidang
usaha industri minyak jagung. Disamping memiliki unit usaha pabrik untuk
menghasilkan minyak jagung, PT Nusa Indah juga memiliki unit usaha
perkebunan jagung. Terdapat dua kegiatan yang dilakukan oleh PT Nusa
Indah, yaitu kegiatan penyerahan minyak jagung yang sepenuhnya terutang
PPN dan penyerahan jagung yang tidak terutang PPN.
Pada April 2016, PT Nusa Indah membeli BKP berupa satu unit truk yang
digunakan, baik untuk perkebunan jagung maupun untuk pabrik minyak
jagung. Atas transaksi ini, berikut penjelasan mengenai pajak masukannya.

NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.14
Tata Cara Penghitungan Kembali PM yang Telah Dikreditkan

(i) Harga perolehan satu unit truk adalah Rp275.000.000 termasuk PPN. Jumlah PPN yang dibayar
adalah Rp25.000.000
(ii) Berdasarkan data-data yang dimiliki, diperkirakan persentase rata-rata jumlah penyerahan
minyak jagung terhadap penyerahan seluruhnya adalah sebesar 70% sedangkan 30%
merupakan penyerahan jagung kepada pihak lain
(iii) Berdasarkan data tersebut maka pajak masukan yang dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN
April 2016 dihitung dengan menggunakan formula
P = PM x Z = Rp25.000.000 x 70% = Rp17.500.000
(iv) Masa manfaat truk ditetapkan selama 4 tahun (T)
(v) Selanjutnya, dari pembukuan dapat diketahui bahwa jumlah peredaran usaha dalam tahun 2016
sebesar Rp100 miliar yang terdiri atas a) penyerahan jagung sebesar Rp40 miliar dan b)
penyerahan minyak jagung sebesar Rp60 miliar (Z’ = Rp60 m / Rp100 m)
(vi) Pada masa pajak Maret 2017, PT Nusa Indah melakukan penghitungan kembali pajak masukan
atas perolehan barang modal dan BKP lainnya yang digunakan untuk kedua jenis peneyrahan,
yaitu penyerahan minyak jagung dan penyerahan jagung. Penghitungan kembali pajak masukan
atas perolehan truk yang dapat dikreditkan selama tahun 2016 adalah:
P’ = PM / T x Z’
= Rp25.000.000. / 4 x Rp60 miliar/Rp100 miliar
= Rp3.750.000
PM yang telah dikreditkan untuk setiap tahun buku sebesar RP17.500.000/ 4 = Rp4.375.000,-
PM yang harus diperhitungkan kembali
PM = Rp4.375.000 – Rp3.750.000 = Rp625.000,-

NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.1
Penyebab Terjadinya Restitusi PPN

Penyebab PM > PK

a. PKP memiliki kegiatan usaha ekspor


b. PKP menyerahan BKP atau JKP kepada pemungut PPN
c. PKP menyerahkan BKP atau JKP yang memperoleh fasilitas PPN tidak
dipungut
d. Pembelian BKP berupa barang modal yang dilakukan sebelum PKP mulai
berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang PPN
e. Keadaan lainnya yang menyebabkan dalam suatu masa pajak, jumlah PM
> PK
f. Kesalahan perhitungan atau penerapan DPP PPN
g. Pemungutan PPN yang seharusnya tidak dpungut
h. OP yang bukan SPDN melakuka pembelian di dalam daerah pabean yang
tidak dikonsumsi di dalam daerah pabean

NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.2
Mekanisme Restitusi PPN
Mekanisme Restitusi
PPN

Mekanisme Mekanisme
Umum Khusus

PKP Risiko
Rendah

WP dengan
Kriteria
Tertentu

WP yang
memenuhi
persyaratan
tertentu

NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.3
Mekanisme Umum Restitusi PPN


Permohonan restitusi PPN dapat
diajukan pada akhir tahun buku
Kecuali bagi:
(i) PKP yang melakukan ekspor BKP berwujud
(ii) PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada
pemungut PPN
(iii) PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang
PPN-nya tidak dipungut
(iv) PKP yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud
(v) PKP yang melakukan ekspor JKP
(vi) PKP dalam tahap belum berproduksi

Restitusi dapat dilakukan di setiap masa pajak.

NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.4
Mekanisme Khusus Restitusi PPN

1 PKP Berisiko Rendah

No Kriteria Penjelasan
PKP yang dimaksud meliputi:
a. Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
b. Perusahaan yang sahamnya mayoritas dimiliki secara langsung oleh
pemerintah pusat dan/atau daerah
c. PKP yang telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan sesuai dengan
Pihak tersebut merupakan ketentuan dalam PMK yang mengatur mengenai Mitra Utama Kepabeanan
1 d. PKP yang telah ditetapkan sebagai operator ekonomi bersertifikat (authorized
PKP economic operator) sesuai ketentuan dalam PMK yang mengaturnya
e. Pabrikan atau produsen selain PKP sebagaimana dimaksud pada huruf a
sampai d yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi
f. PKP yang memenuhi persyaratan tertentu yaitu PKP yang menyampaikan
SPT Masa PPn lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak
1 miliar rupiah

Kegiatan tertentu yang dimaksud meliputi:


a. Ekspor BKP berwujud
b. Penyerahan BKP dan/atau penyerrahan JKP kepada pemungut
PKP tersebut melakukan PPN
2 c. Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang PPN nya
kegiatan tertentu
tidak dipungut
d. Ekspor BKP tidak berwujud
e. Ekspor JKP
NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.4
Mekanisme Khusus Restitusi PPN

1 PKP Berisiko Rendah

No Kriteria Penjelasan
Untuk dapat ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, PKP harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. PKP merupakan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a
sampai e
PKP tersebut ditetapkan b. PKP pabrikan atau produsen sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf
e menyampaikan SPT masa PPN selama 12 bulan terakhir dengan tepat
3 sebagai PKP berisiko waktu
rendah c. PKP tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau
penyidikan tidak pidana di bidang perpajakan
d. PKP tidak pernah dipidana karena melakukan tidak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir

Diberikan pengembalian pendahuluan.

NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.4
Mekanisme Khusus Restitusi PPN

2 PKP dengan Kriteria Tertentu

No Kriteria Penjelasan
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin
mengangsur atau menunda pembayaran pajak
c. Laporan keuangan diaudit oleh lembaga pengawasan
1 Kriteria Tertentu keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan berdasarkan putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun
terakhir

Diberikan pengembalian pendahuluan.

NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.4
Mekanisme Khusus Restitusi PPN

PKP dengan Persyaratan


3 Tertentu

No Kriteria Penjelasan

PKP yang menyampaian SPT masa PPN lebih bayar


1 Persyaratan Tertentu restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp1
miliar rupiah

Diberikan pengembalian pendahuluan.

NASIKHUDINISME
Terima kasih

NASIKHUDINISME

Anda mungkin juga menyukai