me
PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI (PPN)
Instruktur
Too often we are so preoccupied with the destination,
we forget the journey
anonimous~
NASIKHUDINISME
Topik
1 Konsep PPN
8 Tarif PPN
10 Restitusi PPN
NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.1
Sejarah Global
1920
HPP = 132
2nd Distributor Margin = 18
PPn 10% = 15 1948 Prancis (Pabrikan)
Paid by 165
consumer Jumlah = 165 1954 Prancis (Seluruh tahap produksi)
NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.1
Sejarah Global
39 / 44 19 / 25 21 / 23 28 / 28 9 / 21 25 / 26 14 / 24
Kelebihan PPN
NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.2
Sejarah di Indonesia
NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.3
Terminologi PPN
1 Juli 1954
Value added is the value that a producer (whether a manufacturer, distributor,
Maurice Laure advertising agent, hairdresser, farmer, race horse trainer or circus owner) adds
(Prancis) to his raw materials or purchases (other than labor) before selling the new or
improved product or service. That is, the inputs (the raw materials, transport,
• Memperkenalkan rent, advertising, and so on) are bought, people are paid wages to work on
istilah Tax sur la these inputs and, when the final good or service is sold, some profits is left. So
Valuer Ajoutee (TVA) value added can be looked at from the additive side (wages plus profits) or
untuk RUU Sistem
form the substractive side (output minus inputs).
Perpajakan Prancis
• Tanggal ini dikenal
sebagai tanggal
lahirnya PPN
Value Added = Wages + Profits = Output - Input
You may have heard of the VAT. This is another name used for GST, particularly
in Europe. (GST = Goods and Service Tax) (OECD)
NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.4
Konsep Dasar
Pajak Pajak
Bea Masuk
Pertambahan Penjualan Cukai (Excise)
(Import duties)
Nilai (VAT) (Sales Tax)
Pajak atas barang dan jasa Pajak atas barang dan jasa
yang bersifat umum lainnya yang bersifat spesifik lainnya
(Other general taxes on goods (Other specificl taxes on goods
and services) and services)
OECD
NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.4
Elemen Konsep Dasar
Apel Rp100
Konsumen
PT C
Akhir
Jasa Pengepakan
Rp11
NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.4
Elemen Konsep Dasar
3. Penjualan Apel PK = Rp 12
2. Jasa Pengepakan
Rp120, PPN Rp12 PM = Rp11
Rp10, PPN Rp1
Pasar PPN = Rp1
PK = Rp 1 Swalayan D
PM = Rp0
4. Penjualan Apel
PPN = Rp1 PK = Rp 13
Rp130, PPN Rp13
PM = Rp12
Konsumen
PPN = Rp1
Akhir
NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.4
Elemen Konsep Dasar
1. Pajak tidak langsung Netral artinya PPN harus dapat menjamin bahwa atas
(indirect tax); barang dan jasa yang dikonsumsi di dalam negeri akan
2. Pajak atas konsumsi mendapat perlakuan dan menanggung beban pajak yang
barang dan jasa; sama tanpa memperhatikan seberapa panjang proses
3. Bersifat umum dan produksi dan distribusi yang dilalui.
netral; dan
4. Proporsional terhadap
harga barang dan jasa.
Proporsional terhadap harga barang dan
4 jasa
PPN yang dipungut merupakan pengalian tarif PPN dengan
nilai transaksi atau harga dari penyerahan barang atau jasa.
Oleh karenanya tarif yang berlaku harus tetap proporsional
terhadap harga.
NASIKHUDINISME
KONSEP PPN 1.5
Kelebihan PPN
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.1
Transaksi yang Dikenai PPN
Transaksi yang dikenai PPN (taxable transactions) adalah penyerahan barang yang dapat berupa
barang berwujud dan barang tidak berwujud serta barang bergerak dan tidak bergerak, juga
termasuk didalamnya atas penyerahan jasa. PPN juga dikenakan atas kegiatan ekspor dan impor
serta transaksi yang dianggap sebagai kegiatan penyerahan (deemed supply).
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.2
Penyerahan Jasa yang Dikenai PPN
Semua penyerahan yang bukan penyerahan barang disimpulkan sebagai penyerahan jasa.
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.2
Karakteristik Jasa
Dengan prinsip destinasi, PPN atas impor dikenakan seperti PPN atas penyerahan di dalam negeri.
Seluruh impor dikenai PPN, terlepas dari pertimbangan apakah impor dilakukan oleh PKP atau
bukan. Berdasarkan prinsip ini juga hampir seluruh negara mengenakan PPN dengan tarif 0% untuk
kegiatan ekspor.
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.3
Penyerahan yang Dikenai PPN di Indonesia
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.31
Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
Syarat penyerahan barang dikenai PPN:
5. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
Dipersamakan dengan pemakaian sendiri.
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antarcabang
Cukup jelas.
7. Penyerahan BKP secara konsinyasi
Pengembalian barang yang tidak terjual dianggap retur.
BKP
BKP
Consignor Consignee Pembeli
Jasa
8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan
prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang
membutuhkan BKP
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.32
Tidak termasuk pengertian penyerahan
Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan
4 usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP
BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
5 pembubaran perusahaan dan pajak masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.4
Pengertian BKP
Menurut bentuknya barang dapat berupa barang berwujud atau barang tidak berwujud, sedangkan
menurut sifat dan hukumnya barang dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.4
Pengertian Daerah Pabean
Daerah Pabean adalah wilayah RI yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya
serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landasan Kontinen yang dalamnya
berlaku UU mengenai kepabeanan.
Pengertian Pengusaha
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha
jasa, termasuk mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.5
Penyerahan JKP di Dalam Daerah Pabean
Syarat penyerahan jasa dikenai PPN:
1. Setiap kegiatan pemberian JKP, contphnya PKP yang bergerak dalam bidang jasa konsultasi perpajakan
memberikan saran terkait aspek pajak atas kegiatan usaha yang dilakukan kliennya;
2. Pemanfaatan JKP untuk kepentingan sendiri, contohnya PKP di bidang usaha perbaikan dan perawatan AC
menggunakan teknisinya sendiri untuk memperbaiki AC yang rusak pada gedung kantor yang ditempati
oleh PKP;
3. Pemberian JKP secara Cuma-Cuma, misalnya PKP dalam bidang usaha pemborong bangunan merenovasi
gedung milik sebuah yayasan yatim piatu tanpa memungut bayaran.
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.6
Pengertian Jasa Kena Pajak
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum
yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk
jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan
dan atas petunjuk dari pemesan.
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.7
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean
BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean yang Dimanfaatkan di Dalam Daerah Pabean adalah:
1. BKP Tidak Berwujud tersebut dimiliki oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal
atau berkedudukan di luar daerah pabean;
2. Kegiatan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud yang berasal dari daerah pabean tersebut dilakukan
di dalam daerah pabean; dan
3. BKP Tidak Berwujud yang berasal dai luar daerah pabean tersebut dimanfaatkan oleh siapapun
didalam daerah pabean.
Amerika
XCo
PT X
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.41
Non JKP
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.8
Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean
JKP dari luar daerah pabean adalah:
1. JKP tersebut diserahkan oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau
berkedudukan di luar daerah pabean;
2. Pemberian JKP dapat dilakukan di dalam dan/atau di luar daerah pabean sepanjang kegiatan
pemberian JKP tersebut tidak menyebabkan orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal
atau berkedudukan di luar daerah pabean menjadi subjek pajak dalam negeri
3. Kegiatan pemanfaatan JKP yang berasal dari luar daerah pabean tersebut dilakukandi dalam
daerah pabean; dan
4. JKP yang berasal dari luar daerah pabean tersebut dimanfaatkan oleh siapapun di dalam daerah
pabean.
Amerika
XCo
Indonesia
PT X
NASIKHUDINISME
RUANG LINGKUP PPN 2.9
Resume
Ruang Lingkup PPN
Penyerahan BKP dan/atau Ekspor BKP dan/atau JKP Impor BKP dan/atau
JKP oleh PKP pemanfaatan BKP tidak
Ya berwujud dan JKP dari
luar daerah pabean di
Termasuk dalam dalam daerah pabean
pengertian penyerahan
BKP dan/atau JKP?
Ya
Dilakukan di dalam
Tidak daerah pabean?
Tidak
Dikenakan PPN
Ya
Ya
Dilakukan oleh Dikenakan PPN
Pengusaha?
Ya
Untuk penyerahan BKP, Untuk penyerahan JKP,
dilakukan dalam rangka dilakukan dalam rangka
kegiatan usaha atau kegiatan usaha atau
pekerjaan dari pengusaha pekerjaan dari pengusaha
tersebut? tersebut?
Ya
Tidak Ya
NASIKHUDINISME
LINGKUP TERITORIAL PPN 3.1
Konsep Umum
PAJAK BERGANDA
NASIKHUDINISME
LINGKUP TERITORIAL PPN 3.2
Konsep Umum
Lingkup teritorial (daerah pabean):
1. Wilayah darat Indonesia
2. Wilayah perairan Indonesia
3. Ruang udara di atas Indonesia
4. Tempat-tempat tertentu di ZEE yang di dalamnya berlaku UU Kepabeanan
5. Landas kontinen yang di dalamnya berlaku UU Kepabeanan
200 MIL
ZEE
350 MIL
LANDAS KONTINEN
NASIKHUDINISME
LINGKUP TERITORIAL PPN 3.3
Kawasan Tertentu
Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak,
baik untuk sementara waktu maupun selamanya untuk:
a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean
(Pasal 16 B UU PPN)
NASIKHUDINISME
LINGKUP TERITORIAL PPN 3.4
Perlakuan PPN di Kawasan Tertentu
Kawasan bebas
A taxable person is an individual, partnership, company or such like that provides taxable goods
and services within his business (Calmac, 2012).
Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang
dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 1984 (UU PPN).
NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.2
Pengusaha
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jsa
termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Pengusaha Kecil
Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, c, f,
g dan h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut,
menyetor dan melaporkan PPN dan PPn BM. (Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984).
Disebut sebagai pengusaha kecil apabila peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto atas
penyerahan BKP dan/atau JKP selama 1 (satu) tahun buku tidak lebih dari Rp4,8 miliar. (PMK
197/2013).
NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.3
Summary
Menghasilkan barang
Mengekspor barang
Melakukan usaha
Yang dalam kegiatan perdagangan
Pengusaha
usaha atau pekerjaannya
Memanfaatkan barang
tidak berwujud dari luar
daerah pabean
Badan
Melakukan usaha jasa
Peredaran usaha atau
penerimaan usaha dari
Melakukan penyerahan penyerahan BKP dan/atau Memanfaatkan jasa dari
BKP dan/atau JKP yang JKP tsb lebih dari Rp4,8 luar daerah pabean
dikenai PPN miliar dalam 1 tahun
buku atau bagian tahun
buku
NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.4
Batasan Pengusaha Kecil di Beberapa Negara
Ya
Ya
Ya Tidak
Tidak
Memiliki peredaran atau Memilih dikukuhkan
penyerahan bruto dalam sebagai pengusaha kena
1 tahun buku > Rp4,8 m? pajak?
Ya
Ya
Pengusaha Kena Pajak
NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.6
Hak dan Kewajiban PKP di Indonesia
Kewajiban Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal PK > PM
Hak Mengkreditkan PM
NASIKHUDINISME
PENGUSAHA KENA PAJAK 4.7
Pemusatan Tempat Terutang PPN
Apabila PKP melakukan kegiatan usaha melalui dua atau lebih tempat usaha, PKP tersebut dapat
memilih melaporkan usahanya secara terpisah untuk setiap jenis usaha atau melakukan pemusatan
tempat terutangnya PPN.
NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.1
Saat Penyerahan/time of supply/tax point rules/chargeable event
Saat penyerahan merupakan penentu saat terutangnya PPN, hal ini dikarenakan latar belakang PPN
yang merupakan pajak atas transaksi.
Pentingnya penentuan saat penyerahan PPN disebabkan karena:
1. Saat penyerahan akan menentukan kapan PPN harus dikenakan atas suatu transaksi
2. Saat penyerahan akan menentukan peraturan mana yang akan diterapkan dalam melaksanakan
kewajiban PPN, misalnya ketika terjadi perubahan peraturan mengenai tarif PPN
3. Saat penyerahan akan menentukan kapan penjual harus memperhitungkan PK dan kapan
pembeli dapat mengklaim PM
4. Saat penyerahan akan memastikan jumlah penyerahan yang harus disertakan dalam
penghitungan PPn dalam suatu periode yang ditetapkan (misalnya per masa pajak)
5. Saat penyerahan akan menentukan kapan PKP harus melaksanakan kewajiban formal yang
berkaitan dengan pemungutan PPN seperti penerbitan FP, penyetoran, dan pelaporan SPT.
NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.2
Saat Penyerahan/time of supply/tax point rules/chargeable event
NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.3
Saat Penyerahan BKP
Saat penyerahan BKP terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan
BKP berwujud yang menurut sifat atau
2 atau menguasai BKP berwujud tsb, secara hukum atau secara nyata kepada
hukumnya berupa barang tidak bergerak
pihak pembeli.
NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.3
Saat Penyerahan BKP
NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.4
Saat Penyerahan JKP
Pada saat harga atas penyerahan Pada saat kontrak atau perjanjian
JKP diakui sebagai piutang atau ditandatangani, apabila saat
penghasilan sesuai dengan prinsip pengakuan penghasilan atau saat
akuntansi yang berlaku umum dan diterbitkannya faktur penjualan
diterapkan secara konsisten. tidak diketahui.
Saat Penyerahan
JKP
NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.5
Saat Pembuatan Faktur Pajak
Penentuan saat
pembuatan faktur pajak
atau penyerahan JKP
Saat penerimaan
pembayaran termin
atau
Saat lain yang diatur
dengan atau berdasarkan
PMK
NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.6
Transaksi Lintas Batas: Impor BKP
Pasal 1 angka 9 UU Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar
PPN 1984 daerah pabean ke dalam daerah pabean.
Pasal 17 ayat (4) PP Impor BKP … terjadi pada saat BKP tsb dimasukkan ke
1/2012 dalam daerah pabean
Saat terutangnya PPN atas impor BKP adalah pada saat BKP
dimasukkan ke dalam daerah pabean.
NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.7
Transaksi Lintas Batas: Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean
1. Saat harga perolehan BKP tidak berwujud tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang
memanfaatkannya, yang didukung dengan adanya surat pengakuan utang atau telah dicatat
dalam pembukuan sebagai utang,maupun berdasarkan bukti-bukti lain;
2. Saat harga jual BKP yang tidak berwujud tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya,
yang didukung dengan bukti penagihan, baik tertulis maupun tidak tertulis, dari pihak yang
menyerahkan kepada pihak yang memanfaatkan; atau
3. Saat harga perolehan BKP tidak berwujud tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh
pihak yang memanfaatkannya.
4. Saat BKP tidak berwujud tsrebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya.
5. Saat ditandatanganinya kontrak apabila saat-saat di atas tidak diketahui.
Ketentuan di atas berlaku juga untuk pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean
NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.8
Transaksi Lintas Batas: Ekspor BKP Berwujud
Pasal 17 ayat (8) PP Ekspor BKP berwujud terjadi pada saat BKP dikeluarkan dari
1/2012 daerah pabean
Saat terutangnya PPN atas ekpor BKP berwujud adalah saat BKP
berwujud tsb dikeluarkan dari daerah pabean, yaitu saat dimuat di
sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari daerah pabean yang
dibuktikan dengan dokumen pengangkutan.
NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.9
Transaksi Lintas Batas: Ekspor BKP Tidak Berwujud
Saat terutangnya PPN atas ekpor BKP tidak berwujud adalah saat
penggantian atas BKP tidak berwujud yang diekspor tersebut
dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.
NASIKHUDINISME
SAAT TERUTANG PPN 5.10
Saat Lain Terutangnya PPN
NASIKHUDINISME
TEMPAT TERUTANG PPN 6.1
Tempat Penyerahan
Konsekuensi dari
PPN terutang di tempat konsimsi (place of consumption).
Destination Principle
NASIKHUDINISME
TEMPAT TERUTANG PPN 6.2
Tempat Terutangnya PPN
1. Dalam hal transaksi yang dilakukan PKP adalah penyerahan BKP, JKP, ekspor BKP berwujud
dan/atau tidak berwujud, serta ekspor JKP tempat terutangnya PPN ditentukan sbb.:
a. bagi PKP orang pribadi, di tempat tinggal PKP yang melakukan penyerahan. Dalam hal PKP
orang pribadi yang melakukan penyerahan mempunyai tempat tinggal tidak sama dengan
tempat kegiatan usahanya, tempat terutangnya PPN ditetapkan hanya di tempat kegiatan usaha
dari PKP, sepanjang PKP tersebut tidak melakukan kegiatan usaha apapun di tempat tinggalnya.
b. bagi PKP badan, di tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dari PKP yang
melakukan penyerahan. Apabila PKP badan yang melakukan penyerahan mempunyai tempat
kedudukan tidak sama dengan tempat kegiatan usahanya, PKP badan wajib mendaftarkan diri
baik di tempat kedudukan maupun di tempat kegiatan usahanya tsb karena bagi PKP badan,
kedua tempat tersebut diangap melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP
c. di tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
yang diatur melalui Perdirjen.
2. Dalam halimpor, terutangnya PPN terjadi di tempat BKP dimasukkan dan dipungut melalui DJBC
3. Dalam hal pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan, baik PKP maupun bukan PKP,
tempat terutangnya PPN adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha dari orang pribadi atau badan tersebut.
NASIKHUDINISME
TEMPAT TERUTANG PPN 6.3
Tempat Terutangnya PPN
NASIKHUDINISME
TEMPAT TERUTANG PPN 6.4
Tempat Terutangnya PPN
Pemusatan PPN
Divisi Perkebunan
NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.1
Definisi
Dasar pengenaan pajak / value / value of supply / value of a taxable supply / taxable basis /
taxable amount.
=
Harga barang atau jasa yang diserahkan.
Harga jual
Penggantian
Nilai impor
Nilai ekspor
NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP
NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP
NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP
Contoh 2
1. Harga Jual
PT Rembulan menggunakan jasa penyediaan Penghitungan DPP PPN
2. Penggantian
3. Nilai impor tenaga kerja dari PT Mentari. Atas penyerahan
4. Nilai ekspor jasa tsb PT Mentari menagih pembayaran Biaya gaji karyawan Rp50 juta
5. Nilai lain yang dipakai kepada PT Rembulan dengan rincian:
sebagai dasar Biaya peralatan Rp5 juta
a. Biaya gaji karyawan Rp50 juta
b. Biaya peralatan Rp5 juta Management fee Rp15 juta
c. Management fee Rp15 juta
DPP Nilai Lain (pelatan =
Dalam penyerahan jasa tsb peralatan, management fee)
Rp20 juta
perlengkapan, metode kerja berasal dari PT
DPP PPN Rp20 juta
Mentari. Tenaga kerja yang disediakan PT
Mentari juga tidak termasuk dalam struktur
kepegawaian PT Rembulan.
NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
Harga Jual dan Penggantian
Nilai berupa
uang
+
Harga Jual
NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP
NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP
NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.2
DPP
Penyerahan BKP berupa persediaan yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
Harga pasar wajar
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
HPP atau harga perolehan
penyerahan BKP antar cabang
Harga yang disepakati antara
Penyerahan BKP melalui pedagang perantara
pedagang perantara dan pembeli
Penyerahan BKP melalui juru lelang Harga lelang
10% x jumlah yang ditagih atau
Penyerahan jasa pengiriman paket
seharusnya ditagih
Penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan
sarana angkutan, dan pemesaran sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak daidasari pada pemberian komisi
10% x jumlah tagihan atau
atau penyerahan jasa perantara penjualan seharusnya ditagih
Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang didalam 10% x jumlah yang harus ditagih
tagihan jasa pengurusan tsb tdp biaya transportasi (freight charges) atau seharusnya ditagih
NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.3
DPP Nilai Lain
Pajak masukan yang
berhubungan dengan
Dengan DPP Nilai Lain Dengan DPP Nilai Lain Dengan DPP Nilai Lain
10% x jumlah tagihan 10% x jumlah tagihan 10% x jumlah tagihan
atau yang seharusnya atau yang seharusnya atau yang seharusnya
ditagih ditagih ditagih
TIDAK DAPAT
DIKREDITKAN
NASIKHUDINISME
DASAR PENGENAAN PAJAK 7.3
DPP Nilai Lain
Contoh:
PT A adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengiriman paket, sehingga menggunakan DPP nilai lain
dalam menghitung PPN. PT A mendapat order pengiriman barang dari Jakarta menuju Bandar Lampung dengan
biaya pengiriman Rp2,500,000,- kepada PT B.
NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.1
-
10%
TARIF TUNGGAL
NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.2
Alasan Penggunaan Tarif Tunggal
1. Biaya administrasi dan kepatuhan dari multi tarif akan jauh lebih besar
2. Penerapan multi tarid akan menimbulkan distorsi terhadap pilihan produsen dan konsumen
yang mendistorsi kegiatan ekoomi menjadi lebih tidak menguntungkan
3. Tarif PPN yang renda tidak selalu menguntungkan konsumen akhir. Misalnya ketika suatu
barang dikenai PPn dengan tarif lebih rendah, penjual cenderung menaikkan harga barang
tersebut sehingga dapat mensubsidi harga barang yang dikenai PPn dengan taruf yang lebih
tinggi
4. Adanya perbedaan tarif PPN antara satu objek dengan objek lainnya akan menimbulkan
ketidakpuasan produsen dan konsumen yang berkeinginan memperoleh keuntungan dari
adanya perbedaan tarif ini.
5. Berapapun jenis tarif yang diterapkan dan apapun perubahan yang dihasilkan dari penerapan
ini, penerapan multi tarif jarang mencerminkan terjadinya perubahan terhadap pilihan
konsumen atau pemerintah secara nyata
6. Penerapan multi tarif PPN dapat berarti rata-rata tarif PPN yang lebih tinggi dibutuhkan untuk
mencapai penerimaan yang ditargetkan sehingga mengakibatkan tingginya biaya ekonomi yang
digunakan untuk mengenakan PPN
7. Tarif PPN yang lebih tinggi atas barang mewah merupakan sarana yang tidak efektif untuk
meningkatkan progresivitas. Alasannya, pungutan PPN dengan cara seperti ini biasanya tidak
ditargetkan dengan baik
8. Penerapan tarif PPN yang lebih rendah atas barang atau jasa yang merupakan kebutuhan pokok
umumnya tidak ditargetkan dengan baik dan tidak efektif. Akibatnya terjadi regresivitas yang
disebabkan masyarakat kalangan atas dapat melakukan konsumsi kebutuhan pokok dengan
hanya mengeluarkan sedikit penghasilannya.
NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.3
Tarif PPN Negara-negara di Dunia
Negara Tarif Negara Tarif Negara Tarif Negara Tarif
Afrika Selatan 14% Botswana 12% Hongaria 27% Kosovo 18%
bervaria
Albania 20% Brazil India 5-28% Kosta Rika 13%
si
NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.3
Tarif PPN Negara-negara di Dunia
Negara Tarif Negara Tarif Negara Tarif Negara Tarif
Mongolia 10% Pulau Man 20% Sint Maarten 5% United Kingdom 20%
NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.4
Tarif 0%
0%
ZERO RATE /
EXEMPTION WITH CREDIT
Tarif 0% adalah suatu mekanisme dimana unsur PPN yang terdapat dalam harga
perolehan barang, jasa atau transaksi tertentu dapat dihilangkan. Dengan tarif
tersebut pihak pemungut tetap dapat mengkreditkan PM.
Pada negara penganut destination principle, zero rate umumnya diterapkan atas ekspor barang
tanpa memperhatikan sifat dan jenis barang yang diekspor serta ekspor jasa yang dimanfaatkan
di luar daerah pabean dari suatu negara. Pengenaan zero rate merupakan kewajiban negara yang
menerapkan prinsip ini.
NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.5
Tarif Efektif
?%
Tarif efektif adalah tarif standar atas suatu
harga yang didalamnya sudah termasuk
PPN
Contoh, untuk produk tembakau dimana PPN sudah termasuk dalam harga jual
eceran, maka tarif efektifnya adalah (10/110) x 100% = 9,1% dari harga jual eceran.
NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.6
Jenis-jenis Tarif PPN (VAT Directive)
Tarif %
Tarif yang berlaku umum untuk seluruh penyerahan
STANDAR barang dan jasa, kecuali diatur lain.
Tarif %
Berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Pengurangan
PENGURANGAN tidak boleh lebih dari 5%.
Tarif %
PENGURANGAN Pengurangan tarif super rendah. Tarif efektif bisa jadi di
SUPER bawah 5%.
Tarif %
Pengurangan tarif yang berlaku untuk barang dan jasa yang tidak
PARKING RATE termasuk dalam lampiran III VAT Directive.
NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.7
Ekspor Jasa Kena Pajak (Aturan Indonesia)
SE-49/PJ/2011
Ekspor jasa selain jasa maklon, jasa perbaikan dan perawatan barang bergerak dan jasa
konstruksi:
a. Apaila penyerahan JKP di dalam daerah pabean tetap dikenai PPN 10%
b. Apabila JKP dilakukan di luar daerah pabean, tidak terutang PPN
NASIKHUDINISME
TARIF PPN 8.8
Cara Menghitung PPN
PPN
DPP X TARIF
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.1
Cara Menghitung PPN
PK/PM PK/PM
After Sales
R&D Design Manufacturing Marketing Distribution
Services
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.2
Prinsip Dasar PK
“
1. Faktur pajak harus diterbitkan pada saat seharusnya diterbitkan.
2. Pajak keluaran dalam suatu masa pajak dilaporkan dalam masa pajak
yang sama dengan masa pajak penerbitan faktur pajak tersebut.
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.3
Prinsip Dasar Pengkreditan PM
“
1. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak
keluaran untuk masa pajak yang sama. Sebagai contoh, pajak
masukan dengan faktur pajak tanggal 15 Januari 2018 dapat
dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa januari 2018 dalam SPT
Masa PPN Januari 2018;
2. Pajak masukan atas perolehan barang modal sebelum berproduksi
dapat dikreditkan meskipun belum terjadi penyerahan yang terutang
PPN oleh PKP; dan
3. Pajak masukan dapat dikreditkan sepanjang perolehan BKP atau JKP
yang digunakan berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang
melakukan penyerahan yang terutang PPN.
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.4
-
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.5
Syarat Pengkreditan PM
1 FORMAL
Pajak masukan dikreditkan menggunakan Faktur Pajak yang diterbitkan
sesuai ketentuan. Atau dapat menggunakan dokumen yang dipersamakan
dengan faktur pajak.
2 MATERIAL
Pajak masukan yang dikreditkan merupakan pengaluaran yang langsung
berhubungan dengan kegiatan usaha dan pengeluaran tersebut berkaitan
dengan penyerahan yang terutang PPN.
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.6
Tempat Pengkreditan PM
1. Pajak masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP harus
dikreditkan dengan pajak keluaran di tempat PKP dikukuhkan;
2. Dalam hal PKP melakukan impor BKP dan tempat melakukan impor
berbeda dengan tempat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, tempat
pengkreditan pajak masukan atas impor BKP adalah di tempat pengusaha
dikukuhkan sebagai PKP;
3. Dalam hal impor BKP, DJP karena jabatan atau berdasarkan permohonan
tertulis dari PKP dapat menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya
impor BKP sebagai tempat pengkreditan pajak masukan.
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.7
Pengkreditan PM yang Terlambat Diterima
“
Dalam kasus faktur pajak terlambat diterima oleh PKP pembeli atau penerima JKP,
UU PPN memperbolehkan PKP untuk mengkreditkan pajak masukan dengan pajak
keluaran dalam masa pajak yang tidak sama, yakni dalam masa pajak berikutnya
paling lama 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak.
Penyerahan
BKP
Pembuatan FP baru
FP diterima
Apabila jangka waktu 3 bulan tersebut telah terlampaui, pengkreditan pajak masukan
tetap dapat dilakukan melalui mekanisme pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan.
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.7
Pengkreditan PM yang Terlambat Diterima
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.8
Pengkreditan PM PKP yang Belum Berproduksi
Pengkreditan PM
bagi PKP yang
belum berproduksi
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.81
Pengkreditan PM PKP yang Belum Berproduksi
Kriteria Barang
Modal
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.82
Ilustrasi pembelian barang modal
PM tidak dapat
dikreditkan
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.9
PM atas Pemakaian Sendiri
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.10
Pengkreditan PM atas Pengalihan BKP dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran,
Pemecahan, dan Pengambilalihan Usaha
“
PM atas BKP yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh PKP yang mengalihkan
dapat dikreditkan oleh PKP yang menerima pengalihan, sepanjang faktur pajak atas
pengalihan BKP diterima setelah terjadinya pengalihan dan pajak masukan tersebut
belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi.
Contoh:
Pada 20 Oktober 2017, PT Bangunan dan PT Damai melakukan penggabungan usaha dengan PT
Cakrawala. Masing-masing perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai PKP. Sebagai akibat dari
penggabungan usaha ini, PT Bangunan dan PT Damai membubarkan diri karena seluruh aktiva
telah diserahkan kepada PT Cakrawala yang menerima penggabungan. Sebelum terjadi
pengalihan, pada 25 Agustus 2017, PT Bangunan membeli BKP dari PT alam yang kemudian pada
saat penggabungan usaha terjadi, BKP tersebut dialihkan kepada PT Cakrawala. Faktur Pajak atas
transaksi tersebut dibuat oleh PT Alam pada tanggal yang sama dengan tanggal terjadinya
penyerahan dengan nama PT Bangunan. Namun Faktur Pajak tersebut baru diterima tanggal 28
Oktober 2017.
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.10
Pengkreditan PM atas Pengalihan BKP dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran,
Pemecahan, dan Pengambilalihan Usaha
PPN
FP tanggal 25
Agustus 2017 BKP BKP
FP diterima tanggal
PT Cakrawala
28 Oktober 2017
PM dikreditkan
oleh PT
Cakrawala
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.11
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
Rincian Penjelasan
Pajak Masukan bagi perolehan BKP/JKP sebelum Ketentuan ini dibuat agar pengsauha yang sejak
dikukuhkan sebagai PKP semula bermaksud melakukan penyerahan yang
dikenai PPN, segera melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP. Selain itu ketentuan ini
juga menyiratkan upaya agar pajak masukan atas
perolehan barang modal sebelum pengusaha
berproduksi tetap dapat dikreditkan.
Pajak masukan atas pengeluaran untuk perolehan Yang dimaksud dengan pengeluaran yang
BKP atau JKP yang tidak berhubungan langsung berhubungan langsung dengan kegiatan usaha
dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi,
distribusi, pemasaran dan manajemen. Kegiatan
usaha tsb harus terkait dengan penyerahan yang
terutang PPN.
Pajak masukan atas perolehan dan pemeliharaan Sampai saat ini, belum terdapat ketentuan yang
kendaraan bermotor berupa sedan dan station mengatur definisi (batasan) dari spesifikasi
wagon, kecuali marupakan barang dagangan atau kendaraan bermotor yang termasuk sedan dan
disewakan station wagon.
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.11
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
Rincian Penjelasan
Pajak masukan atas pemanfaatan BKP tidak Sama seperti sebelumnya. Aturan ini juga semakin
berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah menegaskan bahwa pada prinsipnya pajak masukan
pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai sehubungan dengan perolehan apapun, baik dari
PKP. dalam daerah pabean atau dari luar daerah pabean,
tidak dapat dikreditkan sebelum pengusaha
dikukuhkan sebagai PKP.
Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang faktur Pasal 13 ayat (5) menentukan keterangan minimal yang
pajaknya tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) wajib dicantumkan dalam FP. Dalam penjelasannya juga
UU PPN atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan diatur bahwa FP harus diisi secara lengkap, jelas dan
NPWP pembeli BKP atau penerima JKP. benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk
oleh PKP untuk menandatanganinya. Sementara itu
Pasal 13 ayat (9) mengatur bahwa FP harus memenuhi
syarat formal dan material
Pajak masukan atas pemanfaatan BKP tidak PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak
berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah berwujud dari luar daerah pabean disetor dengan
paeban yang FP-nya tidak memenuhi ketentuan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Pasal 13 ayat (6) UU PPN
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.11
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
Rincian Penjelasan
Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang Apabila PKP baru membayar PPN yang terutang atas
pajak masukannya ditagih dengan ketetapan pajak. perolehan atau pemanfaatan BKP atau JKP setelah
diterbitkan ketetapan pajak, PPN yang dibayar atas
ketetapan tersebut tidak dapat dikreditkan.
Pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP yang pajak Ketentuan ini ditujukan untuk FP yang diterima setelah
masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, jangka waktu 3 bulan terlampaui sehingga seharusnya
yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. pengkreditan PM yang tercantum dalam FP tsb
dilakukan dengan cara melakukan pembetulan SPT
Masa PPN. Namun sampai dengan dilakukannya
pemeriksaan ternyata pengkreditan belum dilakukan.
Dengan demikian, PM hasil temuan tsb tidak dapat
dikreditkan.
Perolehan BKP selain barang modal atau JKP Ketentuan ini merupakan konsekuensi dari
sebelum PKP berproduksi sebagaimana dimaksud penerapan pasal 9 ayat (2a) UU PPN sehingga hanya
ayat (2a) impor atau pembelian barang modal saja yang PM-
nya dapat dikreditkan.
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.11
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
Rincian Penjelasan
Adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari PT Awarna merupakan PKP yang bergerak di bidang
pengenaan PPN mengakibatkan tidak adanya pajak produksi pakan ikan. Berdasarkan PP 81/2015
keluaran sehingga pajak masukan yang berkaitan tentang Impor dan/Penyerahan BKP tertentu yang
dengan penyerahan BKP dan/atau JKP yang bersifat strategis, pakan ikan termasuk dalam
memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat pengertia barang strategis sehingga PPN nya
dikreditkan dibebaskan. Oleh karenanya PM atas perolehan BKP
atau JKP yang digunakan dlam proses produksi
pakan ikan tersebut tidak dapat dikreditkan.
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.12
PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
Dengan DPP Nilai Lain Dengan DPP Nilai Lain Dengan DPP Nilai Lain
10% x jumlah tagihan 10% x jumlah tagihan 10% x jumlah tagihan
atau yang seharusnya atau yang seharusnya atau yang seharusnya
ditagih ditagih ditagih
TIDAK DAPAT
DIKREDITKAN
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.11
Perlakuan atas PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
“
PM yang tidak dapat dikreditkan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto ketika
menghitung besarnya PPH tahunan sepanjang dapat dibuktikan bahwa:
a. PM benar-benar telah dibayar; dan
b. PM berkaitan dengan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.12
Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan
PKP
Pedoman penghitungan
pengkreditan PM
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.12
Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.13
Penghitungan Kembali PM yang Telah Dikreditkan
Penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan dilakukan oleh:
PKP yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang PPN,
2 misalnya PKP yang bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usahajasa di bidang
perhotelan juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha.
PKP yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang dan
3 tidak terutang PPN, misalnya PKP yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan
BKP berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum (plat kuning).
PKP yang menghasilkan BKP yang terutang PPN dan dibebaskan dari pengenaan PPN,
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.13
Penghitungan Kembali PM yang Telah Dikreditkan
Ketentuan Pengkreditan
1. Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang nyata-nyata hanya digunakan
untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang terutang PPN, dapat dikreditkan
seluruhnya, seperti misalnya:
a. PM untuk mesin-mesin yang digunakan untuk memproduksi minyak jagung
b. PM untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya digunakan untuk kegiatan
penyerahan jasa persewaan kantor.
2. Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang nyata-nyata hanya digunakan
untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang tidak terutang PPN atau
mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapadt dikreditkan
seluruhnya. Misalnya:
a. PM untuk pembelian truk yang digunakan untuk jasa angkutan umum karena jasa
angkutan umum bukan merupakan JKP yang atas penyerahannya tidak terutang PPN
b. PM untuk pembelian bahan baku yang digunakan untuk membangun rumah sangat
sederhana karena atas penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari
pengenaan PPN
3. Pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang belum dapat dipastikan
penggunaannya untuk penyerahan yang terutang PPN dan penyerahan yang tidak
terutang PPN, pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
PM sebagaimana diatur PMK 78/2010 stdtd PMK 135/2014,
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.14
Tata Cara Penghitungan Kembali PM yang Telah Dikreditkan
1. Pada dasarnya pajak masukan dapat dikreditkan sesuai tanggal pembuatan faktur
pajak
2. Setelah akhir tahun buku dihitung kembali untuk mengetahui jumlah pajak masukan
yang sebenarnya dapat dikreditkan sehinggak pajak masukan yang seharusnya tidak
dikreditkan tetapi sudah terlanjut dikreditkan wajib disetor kembali ke kas negara paling
lama pada bulan ketiga setelah akhir tahun buku
3. Untuk BKP yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, apabila sudah
melampaui masa manfaat ekonomi, tidak perlu dilakukan penghitungan kembali.
PM yang dikreditkan untuk penyerahan yang terutang PPN dalam masa pajak ybs dihitung:
P = Jumlah PM yang dapat dikreditkan
P = PM x Z PM = Jumlah PM atas perolehan BKP dan/atau JKP
Z = Persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang
pajak terhadap total penyerahan
Awal tahun pajak berikutnya, setelah diketahui jumlah penyerahan yang terutang PPN yang
sebenarnya, PKP melakukan penghitungan kembali PM sbb:
P’ = Jumlah PM yang dapat dikreditkan dalam 1 tahun pajak
PM = Jumlah PM atas perolehan BKP dan/atau JKP
P’ = PM / T x Z’ T = Masa manfaat BKP dan/atau JKP yang ditentukan sbb:
1. Untuk BKP berupa tanah dan bangunan adalah 10 tahun
2. Untuk BKP selain tanah dan bangunan 4 tahun
Z’ = persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang
PPN terhadap total penyerahan
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.14
Tata Cara Penghitungan Kembali PM yang Telah Dikreditkan
Untuk BKP dan JKP yang masa manfaatnya 1 tahun atau kurang:
Contoh:
PT Nusa Indah adalah PKP perusahaan terpadu yang bergerak di bidang
usaha industri minyak jagung. Disamping memiliki unit usaha pabrik untuk
menghasilkan minyak jagung, PT Nusa Indah juga memiliki unit usaha
perkebunan jagung. Terdapat dua kegiatan yang dilakukan oleh PT Nusa
Indah, yaitu kegiatan penyerahan minyak jagung yang sepenuhnya terutang
PPN dan penyerahan jagung yang tidak terutang PPN.
Pada April 2016, PT Nusa Indah membeli BKP berupa satu unit truk yang
digunakan, baik untuk perkebunan jagung maupun untuk pabrik minyak
jagung. Atas transaksi ini, berikut penjelasan mengenai pajak masukannya.
NASIKHUDINISME
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 9.14
Tata Cara Penghitungan Kembali PM yang Telah Dikreditkan
(i) Harga perolehan satu unit truk adalah Rp275.000.000 termasuk PPN. Jumlah PPN yang dibayar
adalah Rp25.000.000
(ii) Berdasarkan data-data yang dimiliki, diperkirakan persentase rata-rata jumlah penyerahan
minyak jagung terhadap penyerahan seluruhnya adalah sebesar 70% sedangkan 30%
merupakan penyerahan jagung kepada pihak lain
(iii) Berdasarkan data tersebut maka pajak masukan yang dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN
April 2016 dihitung dengan menggunakan formula
P = PM x Z = Rp25.000.000 x 70% = Rp17.500.000
(iv) Masa manfaat truk ditetapkan selama 4 tahun (T)
(v) Selanjutnya, dari pembukuan dapat diketahui bahwa jumlah peredaran usaha dalam tahun 2016
sebesar Rp100 miliar yang terdiri atas a) penyerahan jagung sebesar Rp40 miliar dan b)
penyerahan minyak jagung sebesar Rp60 miliar (Z’ = Rp60 m / Rp100 m)
(vi) Pada masa pajak Maret 2017, PT Nusa Indah melakukan penghitungan kembali pajak masukan
atas perolehan barang modal dan BKP lainnya yang digunakan untuk kedua jenis peneyrahan,
yaitu penyerahan minyak jagung dan penyerahan jagung. Penghitungan kembali pajak masukan
atas perolehan truk yang dapat dikreditkan selama tahun 2016 adalah:
P’ = PM / T x Z’
= Rp25.000.000. / 4 x Rp60 miliar/Rp100 miliar
= Rp3.750.000
PM yang telah dikreditkan untuk setiap tahun buku sebesar RP17.500.000/ 4 = Rp4.375.000,-
PM yang harus diperhitungkan kembali
PM = Rp4.375.000 – Rp3.750.000 = Rp625.000,-
NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.1
Penyebab Terjadinya Restitusi PPN
Penyebab PM > PK
NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.2
Mekanisme Restitusi PPN
Mekanisme Restitusi
PPN
Mekanisme Mekanisme
Umum Khusus
PKP Risiko
Rendah
WP dengan
Kriteria
Tertentu
WP yang
memenuhi
persyaratan
tertentu
NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.3
Mekanisme Umum Restitusi PPN
“
Permohonan restitusi PPN dapat
diajukan pada akhir tahun buku
Kecuali bagi:
(i) PKP yang melakukan ekspor BKP berwujud
(ii) PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada
pemungut PPN
(iii) PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang
PPN-nya tidak dipungut
(iv) PKP yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud
(v) PKP yang melakukan ekspor JKP
(vi) PKP dalam tahap belum berproduksi
NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.4
Mekanisme Khusus Restitusi PPN
No Kriteria Penjelasan
PKP yang dimaksud meliputi:
a. Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
b. Perusahaan yang sahamnya mayoritas dimiliki secara langsung oleh
pemerintah pusat dan/atau daerah
c. PKP yang telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan sesuai dengan
Pihak tersebut merupakan ketentuan dalam PMK yang mengatur mengenai Mitra Utama Kepabeanan
1 d. PKP yang telah ditetapkan sebagai operator ekonomi bersertifikat (authorized
PKP economic operator) sesuai ketentuan dalam PMK yang mengaturnya
e. Pabrikan atau produsen selain PKP sebagaimana dimaksud pada huruf a
sampai d yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi
f. PKP yang memenuhi persyaratan tertentu yaitu PKP yang menyampaikan
SPT Masa PPn lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak
1 miliar rupiah
No Kriteria Penjelasan
Untuk dapat ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, PKP harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. PKP merupakan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a
sampai e
PKP tersebut ditetapkan b. PKP pabrikan atau produsen sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf
e menyampaikan SPT masa PPN selama 12 bulan terakhir dengan tepat
3 sebagai PKP berisiko waktu
rendah c. PKP tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau
penyidikan tidak pidana di bidang perpajakan
d. PKP tidak pernah dipidana karena melakukan tidak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir
NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.4
Mekanisme Khusus Restitusi PPN
No Kriteria Penjelasan
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin
mengangsur atau menunda pembayaran pajak
c. Laporan keuangan diaudit oleh lembaga pengawasan
1 Kriteria Tertentu keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan berdasarkan putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun
terakhir
NASIKHUDINISME
RESTITUSI PPN 10.4
Mekanisme Khusus Restitusi PPN
No Kriteria Penjelasan
NASIKHUDINISME
Terima kasih
NASIKHUDINISME