Anda di halaman 1dari 12

Refleksi Terhadap Tindakan Politik dan Pemikiran Kritis Soe Hok Gie

Oleh Rafiedhia Vastabichul Choir1

Sekilas Gie Kecil Hingga Dewasa


Soe Hok Gie lahir pada tanggal 17 Desember 1942 di daerah Kebon
Jeruk Jakarta. Ayahnya bernama Soe Lie Piet atau Salam Sutrawan dan ibunya
Ni Hoei An. Ayahnya adalah seorang redaktur pelbagai surat kabar dan
majalah seperti Tjin Po, Panorama, Hwa Po, Liberty, Kung Yung Pao, Min Pao,
dan terakhir pada tahun 1950 menjadi redaktur harian sadar di Jakarta.
Kemudian dia juga seorang penulis yang cukup subur. Soe Hok Gie
merupakan anak keempat dari lima bersaudara, Ia merupakan adik dari Dien,
Mona dan Soe Hok Djin (Arief Budiman) dan memiliki adik perempuan
bernama Jeanne Sumual.
Sejak kecil Gie mempunyai kegemaran membaca, menulis dan
memelihara binatang. Bahan bacaan yang ia baca seperti cerita dongeng,
sastra, filsafat dan lain-lainnya. Kemudian kegiatan menulis dilakukan
dengan menulis catatan harian dan menulis surat kepada teman-temannya
yang isinya tentang keresahan pikiran-pikirannya atau sekadar banyolan.
Hewan peliharaan yang dimiliki Soe Hok Gie adalah ikan dan seekor monyet
diperolehnya dari seorang tukang becak.

Pada umur lima tahun Soe Hok Gie masuk sekolah dasar Sin Hwa
scholl, sebuah sekolah khusus untuk keturunan Cina. Kemudian ia bersama
kakaknya pindah ke sekolah rakyat, tetapi karena di sekolah tersebut baru
hanya ada kelas satu sehingga Soe Hok Djin masuk kelas satu bersama Gie.
Pada tahun 1955 mereka menyelesaikan sekolah rakyat. Kedua bersaudara
ini tidak melanjutkan pada sekolah yang sama, Hok Djin melanjutkan SMP ke
Kanisius dan Hok Gie melanjutkan ke SMP Strada.

Kedua bersaudara tersebut tidak melanjutkan pada sekolah yang


sama karena disebabkan beberapa hal yaitu persaingan mendapatkan
beasiswa untuk memasuki sekolah Kanisius dengan biaya lebih rendah
sangatlah ketat dan tampaknya nilai Soe Hok Gie tidak cukup tinggi untuk
mendapatkan meskipun nilai pada sekolah dasar sebenarnya juga
memuaskan. Permasalahan lain yang muncul juga karena persaingan yang
terjadi diantara keduanya, perbedaan pandangan menyebabkan percekcokan
yang menyebabkan keduanya berselisih.

Perbedaan karakter yang terjadi pada kedua anak yang memang jelas
sangat cerdas, tingkat sensitifitas dan keinginan keduanya kuat untuk

1Ketua Bidang Hikmah, Politik, dan Kebijakan Publik Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Komisariat Supremasi Hukum Universitas Mumahammadiyah Malang Periode 2019-2020.
bersaing. Setelah lulus dari SMP Strada Soe Hok Gie melanjutkan sekolah ke
SMA Kanisius. SMA tersebut tidak sembarangan menerima siswa di Jakarta.
Walaupun Soe Hok Gie berada di lingkungan sekolahnya, tetapi Ia tetap dekat
dengan masyarakat dan temantemannya di Kebon Jeruk. Dalam masa
sekolahnya ia terkadang bolos sekolah agar bisa keluyuran ke perpustakaan
seperti di British Council atau pergi ke toko buku.

Soe Hok Gie mempunyai ketertarikan yang tinggi di bidang politik


meskipun sang ayah Soe Lie Piet tidak begitu tertarik dengan bidang politik.
Dalam hal ini pengaruh ibu sangat besar terhadap pertumbuhan Soe Hok Gie.
Ketika Hok Gie mulai memperlihatkan ketertarikannya terhadap isu-isu
politik, ikatan dengan ibu sudah terjalin dengan kuat. Meskipun tidak
mempunyai pengetahuan yang baik tentang dunia politik namun Nio Hoei An
selalu mengontrol Soe Hok Gie, pendapat ibunya selalu didengarkan dengan
rasa hormat.

Soe Lie Piet bukanlah seorang figur ayah yang mendominasi dalam
kehidupan Hokgie. Soe Lie Piet juga tidak pernah memberikan nasehat
maupun mengarahkan kehidupan anak-anaknya untuk menempuh masa
depan. Berbanding terbalik dengan Nie Hoi An, dialah sosok yang paling
memperhatikan anak anaknya dari menyelesaikan masalah hingga
mengarahkan pendidikan anak anaknya. Nie Hoi An juga banyak berperan
dalam mendukung minat baca Hok gie. Dalam catatan hariannya pada
Minggu, 26 Januari 1958. Gie menuliskan bahwa sepulang dari Cirebon,
ibunya membawakan buku cerita Embah Djugo. Dia membaca sebagian cerita
tentang Pangeran Djenggala, dan ratu Cina. Buku tersebut menjadi bahan
bacaan Gie sebagai refrensi pengetahuannya.

Setelah menyelesaikan SMA-nya, Gie dan kakaknya mencoba


mengikuti tes masuk universitas pada bulan September 1961. Arief Budiman
berhasil masuk Fakultas Psiklogi sementara Soe Hok Gie ditolak dari Fakultas
Psikologi karena merupakan pilihan kedua dan diterima di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Fakulas Sastra Universitas Indonesia
Jurusan Sejarah. Memasuki dunia yang baru dalam jenjang pendidikannya,
ketika memasuki bangku kuliah, Universitas Indonesia menjadi ajang
pertarungan intelektual antara yang mendukung Soekarno dan kalangan
yang kadang menentang Soekarno seperti Sumitro Djoyohadikusumo dan
lain-lain.

Seperti pada umumnya mahasiswa pada tahun-tahun 1960an menjadi


mahasiswa serta merta menjadi menjadi bagian organisasi mahasiswa yang
menurut kosakata politik mahasiswa sering disebut organisasi ekstra
universitas, seperti HMI, GMNI, CGMI. Meskipun demikian, Soe Hok Gie tidak
tertarik untuk masuk kedalam salah satu organisasi mahasiswa yang berbau
agama. Soe Hok Gie memilih masuk ke Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos)
yang mungkin diwarisi dari pihak ayahnya yang meskipun tidak menganut
suatu ideologi yang jelas dan partai yang jelas tetapi mengidentifikasikan
dirinya dengan Partai Sosialis Indonesia.

Soe Hok Gie aktif dalam beberapa organisasi, seperti Senat


Mahasiswa-FSUI yang merupakan organisasi intra universitas. Tahun 1967,
Soe Hok Gie yang didukung kelompok independen telah memenangkan
pemilihan ketua SM-FSUI. Sejak saat itu berbagai kegiatan berjalan dengan
baik. Banyak kegiatan di SM-FSUI diisi dengan segala hal yang disukainya,
antara lain membuat klub buku, melakukan bedah buku, menonton film,
hingga mendaki gunung. Mendaki Gunung merupakan kegiatan yang
dilakukan Gie untuk melepaskan penat dari kegiatan politik yang terus
menyita waktu dan pemikirannya.
Pada tahun 1968 merupakan masa terakhir Soe Hok Gie menjadi
seorang mahasiswa. Masa dimana kekecewaan dan kemunduran Gie melihat
gerakan mahasiswa, karena beberapa pentolan mahasiswa bergabung
memasuki institusi pemerintahan yang ditawarkan oleh Orde Baru. Gie tetap
pada pendiriannya yakni kritis atas segala perkembangan politik yang terjadi
atas pergantian transisi dari Orde Lama ke Orde baru, membuat Gie
diasingkan oleh beberapa teman seperjuangannya.
Khusus untuk mahasiswa yang duduk dalam DPR-GR2, Gie sengaja
mengirimkan benda peranti dandan yang merupakan sebuah sindiran supaya
wakil dari mahasiswa itu nantinya bisa tampil manis di mata pemerintahan
dan Gie menyebutnya sebagai “politisi berkartu mahasiswa”.

Gie merencanakan akan memperingati ulang tahunnya yang ke-27 di


puncak Mahameru. Pada tanggal 15 Desember 1969, dalam tenda sempit di
tepi hutan Cemoro Kandang, Gie dan teman-temannya yang amat menguasai
lirik lagu-lagu spiritual negro menyanyikannya sampai berulang-ulang. Pada
esok harinya Gie dan teman-teman melanjutkan pendakian ke puncak
Mahameru. Pada tanggal 16 Desember 1969 tepat sebelum hari ulang tahun
Gie, pendakian mereka sampai pada jalur vegetasi. Gie dan Idhan Lubis
terlanjur mencium gas beracun, yang membuat mereka berdua meninggal di
jalur menuju puncak Mahameru.

Gie dimakamkan di TPU Menteng Pulo tetapi dikarenakan terdapat


pemerasan-pemerasan yang terjadi di TPU tersebut sehingga Arief Budiman
memindahkan makam Gie ke bekas tempat pemakaman kolonial Tanah
Abang yang tidak jauh dari rumah orang tuanya. Makam Gie ditandai dengan
nisan putih yang bertuliskan “Nobody Knows the trouble I see. Nobody knows
my sorrow (Tidak ada yang tahu masalah yang saya lihat, tidak ada yang tahu
kesedihan saya)” yang merupakan lirik lagu spiritual rakyat favoritnya.

2DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong) dibentuk sebagai pengganti DPR hasil
pemilu tahun 1995 karena lembaga tersebut menolak RAPBN yang diajukan oleh pemerintah
orde lama saat itu.
Pergerakan Soe Hok Gie

Soe Hok Gie menghabiskan masa kecil-remajanya dengan berkunjung


ke perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan
kota Jakarta, di saat anak-anak lain seumurannya masih suka keluyuran main
layangan, gundu3, atau jalan-jalan keliling kota. Sementara Gie telah
membaca tentang dinamika politik di berbagai sudut belahan dunia, tentang
bermacam-macam pergolakan sejarah pemikiran yang bermunculan dari
jaman ke jaman, mulai dari mulai filsafat klasik yunani, hingga ide-ide utopis
sebuah masyarakat yang ideal seperti Marx, Paine, Hobbes, Hegel.

Dia terbuai dengan begitu banyak kisah sejarah jatuh-bangunnya


peradaban, tentang pemikiran-pemikiran progresif tokoh-tokoh dunia yang
memerdekakan rakyatnya seperti Gandhi, Martin Luther K Jr, dan lain-
lainnya. Gie juga menyukai sastra kelas dunia yang menggambarkan
romantisme emosi dan pemikiran setiap jaman seperti Tagore, Nietzsche,
A.Camus, G.Orwell, Steinbeck, Pramoedya, dan lain-lainnya. Salah satu buku
yang mempengaruhi pemikirannya, seperti Saint Joan karya Bernard Shaw,
buku ini merupakan buku tentang masalah kebenaran serta moral.

Sejak memasuki dunia mahasiswa, Gie tidak memiliki minat pada


organisasi-organisasi mahasiswa yang memiliki nama besar, dominan, dan
berbau agama seperti GMNI, HMI, PMKRI. Gie lebih memilih untuk bergabung
dengan Gemsos (Gerakan Mahasiswa Sosialis) yang menganut ideologi
Sosialis dari Partai Sosialis Indonesia. Pada Oktober 19601 tahun pertama
kali kuliah Gie, ia bertemu dengan Zainal Abidin atau lebih dikenal Zakse.4

Kemudian Zakse yang juga kader Gemsos memperkenalkan Gie


kepada aktivis-akvitis PSI yang lebih senior. Para pemimpin PSI adalah
tokoh-tokoh yang berani menyuarakan sikap dengan lantang dan berposisi
sebagai oposisi seperti Sutan Syahrir, Mochtar Lubis, Amir Syarifoeddin, dan
lain-lainnya. Gemsos tidak memiliki ikatan afiliasi secara formal dengan PSI
karena pada era Demokrasi Terpimpin semakin lemah dan tidak efektif.

Gie juga tergabung dengan Gerakan Pembaharuan (GP) yakni sebuah


gerakan bawah tanah yang dibina oleh Soemitro Djojohadikusumo dari
tempat pengasihan di Eropa.5 Kegiatan GP adalah membuat karya tulis
seputar kritik atas kebijakan pemerintahan dan perpolitikan di Indonesia. Gie
semakin giat dalam keanggotaan di Gemsos pada awal Januari 1963. Gie
bahkan mendapat kepercayaan untuk mengkoordinasi rangkaian diskusi
kegiatan Gemsos yang bertujuan menanamkan sikap heroik di kalangan
pemikir-pemikir muda.

3 Gundu adalah bola kecil dibuat dari tanah yang dibakar untuk mainan anak-anak.
4 John Maxwell. 2001. Soe Hok Gie : Pergerakan Intelektual Muda Melawa Tirani. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti. Hlm. 45.
5 Rudi Badil, dkk. 2010. Soe Hok Gie : Sekali Lagi. Jakarta: Kompas. Hlm. 200
Meskipun tergabung dalam organisasi Gemsos akan tetapi Gie tidak
setuju dengan adanya politik praktis yang masuk ke dunia mahasiswa atau
yang ikut serta dalam kegiatankegiatan mahasiswa di Perguruan Tinggi. Gie
sangat aktif di Gemsos dan bahkan sudah memiliki banyak kenalan dari LPKB
(Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa). Akan tetapi kedua kegiatan dilakukan
di luar kampus atau di luar kegiatan mahasiswa Gie. Penolakan Gie terhadap
kegiatan Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK) didalam kampus
hanya akan membuat kondisi mahasiswa tidak kondusif. Salah satu contoh
adalah organisasi-organisasi ekstra selalu mementingkan golongan masing-
masing untuk berebut kekuasaan dalam keanggotaan Senat Mahasiswa
bahkan Dewan Mahasiswa.

Kampus Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI) di Rawamangun


adalah salah satu kampus yang jauh dari suasana aktivitas persaingan
organisasi politik terutama antara HMI dan GMNI seperti yang terjadi di
kampus Salemba. Di antara organisasi politik yang cukup menarik sejumlah
anggota adalah GMNI dan PMKRI. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
(GMNI) yang berafiliasi dengan PNI dan Perhimpunan Mahasiswa Katholik
Republik Indonesia (PMKRI) yang berafiliasi dengan Partai Katolik. Secara
tidak langsung PMKRI memasukkan agama sebagai bagian dari organisasi
politik. Pada tahun 1964, Soe Hok Gie dan Herman O. Lantang dengan
dibantu rekan-rekan mahasiswa mengikuti pemilihan Ketua Senat
Mahasiswa Fakultas Sastra. Sosok Herman Lantang yang ramah serta
memiliki banyak teman akhirnya diusung Gie sebagai calon Ketua Senat
MahasiswaFSUI.

Alasan lain adalah karena pandangan Herman yang sama dengan Gie
yakni tidak tertarik pada politik afiliasi yang tengah berkembang di Kampus
Rawamangun, sehingga menjadikan Gie dan kawan-kawan mahasiswa
termasuk kedalam golongan independen. Gie dan kawan-kawan mahasiswa
berhasil membawa Herman Lantang pada kemenangan sebagai Ketua Senat
Periode 1964-1966. Saat Herman menjadi Ketua Senat FS-UI, Gie menjabat
sebagai pembantu staf Senat Mahasiswa FS-UI. Gie menjadi staf yang
berperan penting seperti dalam penulisan pidato sambutan atas kemenangan
Herman menjadi Ketua Senat.6

Berdirinya Dewan dan Senat Mahasiswa tidak menghalangi usaha


kekuatankekuatan politik untuk menanamkan pengaruh dan menguasai
dunia kemahasiswaan Indonesia. Mahasiswa pada akhirnya menyadari akan

6 Lesmana Mira, dkk. 2005. Gie. Sinemart Picture.


perlunya mencari ilmu dan berinteraksi di luar kampus. Mahasiswa
Indonesia lebih memilih berorganisasi di dalam kampus agar mendapatkan
ilmu yang lebih banyak. Melalui organisasi intra kampus mahasiswa belajar
untuk menjalani kehidupan suatu negara. Dengan cara itulah mahasiswa
menyadari pentingnya melangsungkan dan mempertahankan kehidupan
negara. Kampus digambarkan sebagai suatu sistem kenegaraan sehingga
mahasiswa dapat belajar tentang bagaimana suatu negara berjalan.

Meskipun Soe Hok Gie mempunyai pandangan politik yang kuat akan
tetapi Gie sama sekali tidak memberikan pengaruh politik pada rekan-rekan
mahasiswa di kampus Rawamangun agar mengikuti kegiatan politik kampus.
Bahkan ketika Gie banyak berperan di kegiatan Senat Mahasiswa. Rekan
mahasiswa Gie di kampus Rawamangun bersikap sinis dan apatis terhadap
politik sehingga dapat dikatakan menjadi dorongan positif mahasiswa untuk
meyakini bahwa universitas adalah tempat yang sudah seharusnya terbebas
dari pengaruh luar. Namun bukan berarti bagi Gie mahasiswa harus acuh tak
acuh dengan kondisi masyarakat sekitar dan terlepas dari pandangan moral
force mahasiswa.

Ketegangan di kampus terjadi antara organisasi intra dan ekstra


karena kedua organisasi saling berebut pengaruh serta mahasiswa. Politik
kampus yang mulai marak menyebabkan mahasiswa mulai memecahkan
fokus kuliah dengan masalah politik. Menurut Herman, para pendukung
GMNI dapat menguasai dengan begitu cepat institusi pendidikan tinggi dari
segi organisasi intra yakni senat fakultas mahasiswa maupun dewan
mahasiswa universitas. Kondisi Indonesia yang sedang mendapat
keikutsertaan PKI yang luas menjadikan GMNI juga CGMI berpihak dengan
PKI sehingga secara tidak langsung GMNI menjadi tangan kanan PKI di
kampus karena sering bersikap memaksakan kehendak juga pemikiran.

Dalam usaha organisasi-organisasi internal terdapat hambatan yakni


dari golongan politik yang ingin memperpolitikkan kampus ke arah ideologi
masing-masing. Sedangkan kondisi yang kedua dirasakan oleh golongan-
golongan apolitis yang menginginkan adanya depolitisasi kampus dan ingin
kehidupan yang dicirikan dengan ungkapan “Buku, Pesta, dan Cinta” yang
kemudian dikenal sebagai menara gading. Sebagai angkatan muda, Soe Hok
Gie lebih tertarik pada masalah-masalah kebebasan untuk berpendapat,
masalah kepincangan ekonomi, dan sosial di antara pelapisan masyarakat.

Soe Hok Gie memiliki persamaan hobi bersama dengan Herman


Lantang, yaitu kecintaannya terhadap alam. Saat diskusi forum kecil yang
sering dilakukan Gie bersama kawan-kawan mahasiswa kemudian
mencetuskan pemikiran untuk mendirikan sebuah kelompok pendaki
gunung dan pecinta alam di Fakultas Sastra. Pada November 1964 Mapala
atau Mahasiswa Pecinta Alam dibentuk. Mapala memiliki tiga tujuan utama,
pertama yakni untuk dapat memupuk patriotisme yang sehat di kalangan
anggotanya melalui hidup di alam dan diantara rakyat kebanyakan.
Patriotisme dibangun berdasarkan partisipasi aktif mereka yang hidup di
tengah alam dan rakyat. Kedua adalah untuk mendidik para anggota, baik
mental maupun fisik. Kader Mapala adalah mereka yang memiliki soft skill
berupa solidaritas dalam menyelesaikan masalah. Ketiga menanamkan
semangat gotong royong dan kesadaran sosial.

Mapala Pradjna Paramita berubah nama menjadi Mapala-UI sehingga


pada saat ( masa prabakti Mahasiswa ) Mapram menjadi salah satu kegiatan
wajib. Yaitu dengan acara naik gunung yang diikuti oleh hampir semua
anggota mahasiswa baru. Memasuki 1965 Senat Mahasiswa FS-UI sempat
mengalami kekacauan karena kondisi mahasiswa yang tidak kondusif
mengingat kegiatan baru mahasiswa yakni untuk menuntut pembubaran PKI
oleh pemerintah atas terjadinya pembunuhan yang diduga dilakukan oleh
PKI pada TNI pada malam 30 September 1965 yang kemudian lebih dikenal
dengan peristiwa Gestapu atau G 30 S PKI. Penyelewengan politik dilakukan
Presiden Soekarno dengan memberikan kesempatan kepada PKI untuk
mengembangkan diri, meskipun komunis bertentangan dengan Pancasila.7

Dengan kata lain, Demokrasi Terpimpin telah menjadi sandaran kuat


bagi PKI dalam usaha untuk merebut kedudukan politik dan perluasan
ideologi komunis di Indonesia. Termasuk pemikiran Sukarno tentang
Nasakom (Nasionalis, Agamais dan Komunis) yang sangat berpihak kepada
PKI karena menjadi unsur yang sah yang berkaitan dengan pergerakan
bangsa. Dalam bidang perekonomian yang menyangkut kehidupan rakyat
lebih banyak dipusatkan dengan istilah “Sentra” yang dipusatkan dengan
meniru gaya negara komunis.8

Pada masa ini banyak proyek mercusuar9 yang dilaksanakan


pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan

7 William H. Frederick, Soeri Soeroto. 1982. Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum &
Sesudah Revolusi. Jakarta: LP3ES. Hal. 397
8 R. Qoidul Anam Alimi, 2010., Agenda dibalik Temu Kangen Eks. PKI / Pakorba: mengungkap

Rahasia Peristiwa 24 Juni 2010 di RM Pakis Ruyung Banyuwangi. CICS. Hal. 78.
9 Proyek Mercusuar Soekarno adalah proyek pembangunan ibukota Indonesia yaitu Jakarta

agarmendapat perhatian dari luar negeri dengan tujuan membangun hubungan


persahabatan dengan negara-negara lain. Terlepas dari itu, proyek ini juga bertujuan
negara-negara Barat. Konsekuensi dari sistem Demokrasi Terpimpin adalah
dapat diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam
politik, ekonomi, maupun bidang-bidang lain. Pada akhir tahun 1965 sebuah
peristiwa besar dengan muncul suatu gerakan yang disebut-sebut sebagai
Gerakan 30 S yang dilatarbelakangi Partai Komunis Indonesia.

Meskipun kudeta oleh G 30 S/PKI dinyatakan gagal, akan tetapi


dampak dari gerakan pembantaian kemudian memunculkan kebencian serta
lenyapnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah karena dinilai
bahwa pemerintah Orde Lama sudah tidak mampu lagi membendung antek-
antek komunis yang semakin menghilangkan rasa soe bangsa Indonesia.
Kondisi perpolitikan serta perekonomian Indonesia yang semakin kacau
membuat mahasiswa tidak bisa menerima usaha pemerintah yang tidak
maksimal. Para petinggi militer Indonesia ditangkap dan dibunuh oleh
kelompok orang yang ingin mengkudeta pemerintahan Indonesia bahkan
beberapa kantor pemerintahan seperti RRI berhasil diduduki oleh kelompok
yang mengatasnamakan PKI (Partai Komunis Indonesia).

Situasi tersebut mengakibatkan kondisi politik, militer, sosial dan


ekonomi menjadi sangat kacau. Ketidakstabilan politik di Indonesia
mencapai puncak sejak peristiwa G 30 S yang selanjutnya juga perlahan
menghancurkan sistem ekonomi Indonesia. Pemerintahan Orde Lama,
Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem ekonomi kapitalis, namun
juga dengan nasionalisme ekonomi. Pemotongan angka rupiah pada 13
Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga
uang rupiah baru dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, akan tetapi di
masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka
tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi justru meningkatkan
angka inflasi.Puncak kegagalan pembangunan ekonomi Orde Lama adalah
hiper-inflasi yang mencapai 500% pada akhir tahun 1965.

Dengan menyikapi permasalahan di orde lama mahasiswa


membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) pada 25 Oktober 1965.
Kesatuan ini dibentuk juga untuk mengkoordinir mahasiswa untuk
melancarkan perlawanan terhadap PKI yang melakukan kudeta gerakan 30
September 1965. Kemudian diikuti dengan pelajar membentuk Kesatuan
Aksi Pemuda Pelajar Indonesia ( KAPPI ). KAMI berjuang melawan
kebobrokan pemerintahan baik di bidang ekonomi, politik dan

memfasilitasi The Gamesof The New Emerging Forces (GANEFO) sebagai tandingan dari
Olimpiade yang sudah ada.
pembangunan. KAMI menggugat pemerintahan Soekarno beserta seluruh
menteri kabinetnya karena dianggap telah menyimpang dari cita cita
kemerdekaan. Gerakan kepemudaan mahasiswa tahun 1966 dilatarbelakangi
oleh faktor krisis multidimensional baik dibidang politik, sosial, dan ekonomi.
10Radikalisasi politik di kalangan mahasiswa sudah muncul sejak

pertengahan tahun 1960-an, memberikan dampak positif bagi mahasiswa


karena memunculkan peran mahasiswa di dunia politik. Banyak mahasiswa
selain tergabung dalam organisasi kampus juga menjadi anggota kelompok
atau partai di luar kampus.

Sehingga dapat disimpulkan organisasi-organisasi politik mulai


banyak yang tertarik pada dunia universitas untuk mendapatkan dukungan
dan mewujudkan cita-cita organisasi. Sejak aliran-aliran demonstrasi atas
nama rakyat Indonesia bergulir, maka kekuatan angkatan ‘66 lahir dengan
mendapat perimbangan dari kekuatan sosial lainnya seperti Front Pancasila.
Pada masa penumbangan Orde Lama, gerakan mahasiswa memunculkan
tokoh-tokoh mahasiswa yang populer, bahkan sebagian dari mereka masih
berkontribusi mewarnai perjalanan bangsa. Diantara mereka antara lain
Marie Muhammad, Abdul Gafur, Fahmi Idris, dan Akbar Tanjung dari
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Mahbub Junaidi dan Zamroni dari
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), serta Cosmas Batubara dari
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).11

Pada tahun 1966 Gie berhasil menggerakkan mahasiswa untuk


melakukan long march guna menyuarakan pendapat untuk menuntut
pemerintah. Jaket kuning UI yang menjadi simbol dalam perjuangan
menegakkan orde baru melakukan long march untuk mencari simpati
mahasiswa lain dan masyarakat. Long march yang diikuti oleh 200
mahasiswa serta para pelajar juga masyarakat berakhir di Salemba karena
terjadi pemberhentian mobil-mobil dan transportasi secara paksa. Long
march dilakukan dari Kampus Rawamangun ke Salemba. Aksi mahasiswa
yang memenuhi jalan kota Jakarta menuntut penurunan harga bensin dan
karcis bis kota.

Tulisan-tulisan kritis tersebar di berbagai media massa yang terdapat


di dalam buku zaman peralihan. Bahkan menjelang G 30 S, Gie mengedarkan
selebaran ke bawah pintu rumah-rumah penduduk saat menulis untuk
Gerakan Pembaruan, Ketidakpuasan rakyat kepada pemerintah memicu pada
10Muhammad Rifa’i. 2009. Biografi Soe Hok Gie 1942-1967. Jakarta: Garasi. Hal. 15.
11Francois. 1989. Politik Ideologi Mahasiswa Indonesia: Pembentukan Konsolidasi Orde Baru
1966-1974. Jakarta: LP3ES. Hal. 35.
demonstrasi-demonstrasi dijalanan. Aksi-aksi turun kejalan kemudian
dilakukan di Jakarta dan Bandung yang kemduaian disusul dengan daerah
daerah lainnya. Demonstrasi mahasiswa membuka awal tahun 1966 sebagai
bentuk penolakan terhadap segala kebijakan dalam berbagai bidang yang
dilakukan oleh pemerintah. Aksi demonstrasi memunculkan tiga tuntutan
oleh rakyat atau yang dikenal dengan TRITURA yaitu Bubarkan PKI,
Turunkan Harga, Perombakan Kabinet Dwikora.

Setelah PKI berhasil dibubarkan serta Soekarno yang diturunkan dari


jabatan Presiden RI dengan digantikan oleh Soeharto, kondisi di Kampus FS-
UI Rawamangun tidak begitu berubah. Akan tetapi menurut penuturan
Herman Lantang, tokoh-tokoh mahasiswa dari GMNI dan CGMI kemudian
diganti dari HMI, PMII, PMKRI, dan GMKI. Pemilihan Ketua Senat Mahasiswa
periode 1966- 1967 kemudian memenangkan Paulus Mitang yang berasal
dari organisasi ekstra PMKRI menggantikan Herman Lantang. Akan tetapi
karena berasal dari organisasi ekstra maka keanggotaan SM FS-UI
didominasi oleh anggota organisasi ekstra serta kegiatan mahasiswa sudah
mulai berkurang karena lebih banyak pada kegiatan rapat saja.

Keputusan yang diambil oleh kawan kawan mahasiswa golongan


independen untuk mencalonkan Gie pada pemilihan ketua senat berhasil
memenangkannya pada pemilihan ketua senat mahasiswa 1967. Sehingga
suasana fakultas kembali dan berbagai kegiatan intra mahasiswa berjalan.
Soe Hok Gie selaku Ketua Senat Mahasiswa mulai menghidupkan kegiatan
kampus dengan mendorong mahasiswa untuk mengikuti berbagai aktivitas
kampus. Beberapa kegiatan yang sering diadakan oleh Gie dan rekan-rekan
seperti pembacaan puisi, panggung teater dan musik, serta tidak ketinggalan
adalah bedah buku yang merupakan salah satu kegiatan favorit Soe Hok Gie.
Kegiatan lain yang juga berkat ide Soe Hok Gie adalah sebuah diskusi
ringan di kampus Rawamangun dengan WS. Rendra, bahkan sesekali Gie
mengundang Kelompok Teguh Karya untuk pentas di Gedung Teater
Rawamangun.12 Sebagai sosok pemerhati banyak hal, Gie tentu tidak
melewatkan masalah kemahasiswaan. Gie selalu memikirkan masalah agar
mahasiswa tidak selalu hanya berwawasan ilmu-ilmu kuliah untuk
jurusannya akan tetapi juga ikut serta dalam kegiatan-kegiatan untuk
menambah wawasan di luar ilmu perkuliahan.

Sejak memasuki masa kuliah Gie terkenal pandai dalam ilmu kuliah
juga pandai dalam menentukan sikap untuk bergaul. Sosok Gie bukan hanya

12
Rudy Badil. Opcit. Hal. 172.
sebagai sahabat karib yang hampir setiap hari mendengarkan keluh kesah
masing-masing, akan tetapi Gie juga dikenal sebagai pembimbing yang baik.
Gie dengan senang hati membimbing teman teman mahasiswa dalam mata
kuliah tertentu. Bahkan Herman yang memiliki jurusan berbeda dengan Gie,
yakni jurusan Antropologi juga sering mendapat pelajaran dari Gie karena
sosok Gie yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk terus mencari
pengetahuan dari kegemaran membaca buku dengan berbagai tema.
Kegiatan Gie lain bagi Kampus Rawamangun adalah keikutsertaan Gie dalam
Radio Universitas Indonesia (RUI).13

Sebagai mahasiswa yang mencintai dunia mahasiswa, Gie telah


berhasil mengangkat citra RUI ketika masih menjabat sebagai mahasiswa.
Atas prakarsa Abdullah Dahana dan Soe Hok Gie, kembali menyuarakan
suara RUI terkait masalah Cina.Memasuki tahun 1968 Gie mulai mengikuti
kegiatan Wajib Latih Mahsiswa (Malawa) dengan angkatan ‟67 dan ‟68.
Dalam catatan harian Gie tertanggal 19 Maret 1968, Gie menulis bahwa
kegiatan Walawa dilaksanakan dengan alasan untuk mencegah terjadinya
demonstrasi karena beredar kabar bahwa antara Jenderal Nasution dan
Presiden Soeharto sedang dalam mengalami perseteruan.

Sehingga ditakutkan mahasiswa akan melakukan demonstrasi guna


menyikapi masalah. Berbagai kegiatan Gie pada 1968 salah satu yang paling
aktif adalah menulis artikel-artikel di Surat Kabar Kompas dan Sinar
Harapan. Kegiatan seperti diskusi dengan berbagai macam masalah dari
masalah sosial dan politik serta kegiatan mendaki juga tidak pernah
dilewatkan oleh Gie.

Salah satu kegiatan menarik adalah ketika Gie melakukan perjalanan


ke Amerika pada 8 Oktober 1968. Ia menerima panggilan telepon dari
Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk studi banding. Kemudian pada 25
Desember 1968, Gie berkunjung ke Australia selama 3 bulan untuk
melakukan studi banding di Cornell University. Memasuki awal 1969 adalah
masa-masa Gie dalam mengerjakan skripsi untuk diajukan sebagai syarat
lulus Sarjana S1 Jurusan Sejarah. Memasuki 1969 merupakan tahun terkahir
Gie menjadi mahasiswa dan pada bulan September bahkan sudah resmi
menjadi Dosen Jurusan Sejarah.

Gie mengabdi pada almamaternya. Pada masa menjadi dosen Gie


menulis tentang kegerahan yang sudah ia rasakan sejak masih menjadi

13
Muhammad Rifa’i. Opcit. Hal. 201.
mahasiswa dulu, yakni tabiat dosen-dosen, kolega Soe Hok Gie sekarang
dalam tulisannya “Dosen-Dosen Juga Perlu Dikontrol”. Berisikan mengenai
tingkah laku dosen bertindak sesuka hatinya yang membebani
mahasiswanya. Hingga ia meninggal bersama dengan rekannya tepat sehari
sebelum hari lahirnya 16 Desember 1969 pada umur 27 tahun.

Anda mungkin juga menyukai