Anda di halaman 1dari 10

KIPRAH SOE HOK GIE

DALAM REFORMASI BANGSA INDONESIA


Fransiskus Pala

 Pengantar

Penulis tertarik untuk meneliti satu tokoh pembaharu masa Orde Baru yakni Soe Hok Gie
yang berdarah Tionghoa (Cina). Awalnya penulis bertanya-tanya mungkinkah seorang dari
negara Cina yang kurang kerjaan datang membaharu Indonesia? Tetapi pertanyaan itu menjadi
terjawab setelah membaca karyanya tentang catatan seorang Demonstran, penulis baru
memahami bahwa Soe Hok Gie bukanlah orang Cina tulen tetapi seorang yang berdarah Cina
berkebangsaan Indonesia. Soe Hok Gie adalah seorang reformator muda yang bergiat melawan
rezim Orde lama dan Rezim Orde baru yang sangat otoriter, Kolusi, Korupsi dan Nepotis
(KKN).
Tahun 1996 Soe Hok Gie dan para mahasiswa lainnya serta rakyat melakukan
demonstrasi dengan tiga tuntutan rakyat (Tritura) yakni membubarkan Partai Komunis Indonesia
(PKI), menolak kabinet yang korup, serta menurunkan harga kebutuhan pokok. Gerakan
mahasiswa dan Rakyat terkhususnya Soe Hok Gie adalah mengkritik pemerintah melalui tulisan-
tulisan kritis yang membuat para pemerintah menjadi gerah dan Geram, ide-ide yang
disampaikan Soe Hok Gie selalu memperhatikan ketimpangan sosial masyrakat Indonesia.
Bahkan ia dan rakyat beserta kaum muda lainnya dengan lantang berteriak dan berdemo di
hadapan pemerintah untuk mewujudkan keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tetapi
dengan demontrasi dan kritikan pedas dari Soe Hok Gie dan kaum muda lainnya tak dihiraukan
oleh pemerintah, tetapi sebaliknya mereka disuruh bungkam bahkan diancam untuk dibunuh,
oleh karena itu tulisan ini akan diuraikan riwayat hidup Soe Hok Gie, gagasan-gagasan
pentingnya dalam melawan pemerintah dan reformasi yang dilakukannya.

1. Biografi Soe Hok Gie


Soe Hok Gie lahir pada 17 Desember 1942, di Kebon Jeruk Jakarta. Ia berasal dari
sebuah keluarga pecinta sastra. Ayah Soe Hok Gie bernama Soe Lie Piet seorang sastrawan

1
terkenal dan wartawan terkenal di zaman pergerakan nasional. Ibu Soe Hok Gie bernama Ni
Hoein An.1

Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang berkecamuk di Pasifik.
Kira-kira pada umur lima tahun saya masuk sekolah di sin Hwa School. Baru saja dua tahun say
pindah ke Gang Komandan. Terus saya naik walaupun dari kelas dua ke kelas tiga ke kelas empat
saya dicoba. Pada tanggal 1 Desember 1954 saya pindah ke jalan Pembangunan Sore. Waktu ujian
penghabisan saya lulus dengan angka 8 untuk berhitung, 8 untuk bahasa dan 9 untuk pengetahuan
umum. Dugaan saya ialah 7-7-10. Kemudia ketika tambah angka saya menjadi 9-9-9.2

Daerah Kebon Jeruk adalah tempat di mana Soe Hok Gie hidup semasa ia kecil bersama
kedua orang tuanya. Daerah ini merupakan sebuah kawasan yang terletak di Jakarta Barat,
dikenal sebagai salah satu daerah yang dihuni oleh mayoritas komunitas Tionghoa. Sejak kecil
Seo Hok Gie telah menyaksikan dan mengalami suatu relalitas hidup yang keras yang
melingkupinya. Seperti para pedagang, pengrajin, pembantu rumah tangga, penjaga malam, para
pekerja keras dan para buruh kasar adalah suatu objek pandangan yang tidak asing lagi bagi Soe
Hok Gie saat kecil.3

 Pendidikan

Pada usia lima tahun Soe Hok Gie mulai mengenyam pendidikan formalnya di sekolah
Tionghoa yang bernama Sin Wha. Sekolah tersebut merupakan sekolah yang ada di dekat
rumahnya dan juga satu-satunya sekolah yang ada saat itu. Alasannya mengapa hanya sekolah itu
yang ada karena saat itu Indonesia sedang dalam momen peperangan melawan kudeta Belanda
sehingga keberlansungan pendidikan tidak berjalan efektif. Namun setelah itu tahun 1950 Soe
Hok Gie serta keluarganya berpindah tempat tinggal di Gang Komandan. Tahun 1954 Soe Hok
Gie dan saudara-saudaranya dimasukan ke sekolah Rakyat di Gang Komandan.4
Soe Hok Gie melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Strada. Ia
menulis dibuku catatan harinannya demikian: “Di SMP Strada dari kelas satu saya naik ke kelas
dua. Angka-angka saya untuk kuartal pertama rata-rata 5 ½ dan ketiga 7”. 5 Hal ini artinya Soe
Hok Gie mengalami suatu penurunan kemampuan berpikir. Tetapi menurutnya hal itu tidak
mungkin, karena ia termasuk seorang yang cerdas dan berjuang keras untuk medapatkan nilai

1
Soe Hok Gie, Zaman Peralihan, Stanley (ed.), (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995), hlm. Vii.
2
Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, cet.10, (Jakarta: LP3ES, 2011), hlm, 68.
3
John Maxwell, SOE HOK GIE: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,
2001), hlm. 23.
4
Ibid., hlm. 26-27
5
Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, Op. Cit., hlm. 68

2
yang terbaik pada jenjang pendidikan. Hal itu pasti disebabkan oleh ketidakadilan dari guru-
gurunya, sehingga kejadian itu ia uraikan dalam catatan harinannya. Dengan ketidakpuasan akan
perolehan nilai itu ia memutuskan untuk pindah sekolah di sekolah Kristen protestan di Jalan
Pembangunan III dan memperbolehkanya untuk naik ke kelas tiga darpada harus mengulang
kelas. Berkat usaha keras ia akhirnya menamatkan pendidikanya di SMP Kristen tersebut.6
Pada tahun 1961 Soe Hok Gie berhasil tamat dari SMA Kanisius yang dikenal sebagai
sekolah yang memiliki reputasi baik oleh karena penerapan kedisiplinan yang sangat tinggi. Soe
Hok Gie mengambil jurusan akademik Satra, yang mana ia ingin melanjutkan reputasi orang
tuanya, ia dikenal sebagai murid yang sangat pandai dan cerdas di SMA Kanisius tersebut, berkat
usaha dan perjuangan keras ia mampu tamat dari sekolah tersebut dengan nilai tertinggi dan
mendapat gelar sebagai murid terpandai pada angkatannya.7
Setelah tamat dari SMA Kanisius, Soe Hok Gie melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi pada Universitas Indonesia (UI). Ia mendaftarkan diri pada fakultas keguruan dan ilmu
pendidikan, fakultas Sastra jurusan Sejarah dan pada fakultas Psikologi. Ketika ia mendengar
hasil tes pada fakultas-fakultas yang telah dilamarnya dua yang menerimanya yakni fakultas
keguruan dan pendidikan serta fakultas sastra jurusan sejarah, sedangkan fakultas psikologi
menolaknya. Keputusan yang ia ambil adalah melakukan studi pada fakultas Sastra jurusan
sejarah yang mana hal itu telah menjadi imapiannya sejak lama. 8 Dalam kehidupan kampus, Soe
Hok gie berteman dan berdiskusi dengan kawan-kawan bahkan dengan Senior-seniornya,
persahabatan- persahabatan yang dibangunnya ini yang cukup bermanfaat yakni memperluas
khazanah pemikirannya terkait dengan politik, sosial maupun budaya.
 Akhir Hidup Soe Hok Gie
Setelah hidup di durasi waktu yang culup singkat, dengan menjadikan diri berguna untuk
masyarakat akhirnya Soe Hok Gie meninggal pada umur 27 tahun. Untuk kisah kematianya
tertera dalam rangkuman yang di kaji oleh percertajan bentang budaya tentang Zaman
peralihan. Kisah kematiannya sebagai berikut:
Tepat 25 tahun lalu, 16 Desember 1969, di tengah kencangnya angindi ketinggian hampir
3.676 meter dpl puncak Semeru, seorang tokoh mahasiswa gugur. Soe Hok Gie namanya. la
gugur bersama seorang anggota Mapala UI lainnya, Dhanvantari Lubis, gara-gara terjebak gas
beracun. la gugur hanya sehari sebelum hari ulang tahunnya.
Hok Gie meninggal di tengah berbagai kegelisahan. la menghadapi kenyataan, bekas
teman aktivis mahasiswanya telah melupakan perjuangan sebelumnya. Sebagai tokoh Angkatan

6
John Maxwell, Op. Cit., hlm. 36
7
Ibid., hlm. 41
8
Ibid., hlm. 92

3
'66 lebih memburu hal-hal yang berbau keduniawian ketimbang memikirkan perbaikan pasca-
perubahan. Mantan aktivis mahasiswa yang duduk dalam DPR-GR malah berebut mendapatkan
kredit-kredit mobil Holden, mobil mewah saat itu.
Perjalanannya ke puncak Semeru merupakan bagian dari upaya melupakan
kegundahannya pada republic yang dicintainya. Sebelum berangkat, Hok Gie sempat mengirimkan
perlengkapan make up kepada sejumlah wakil mahasiswa di DPR-GR. "Semoga anda makin
tampil manis di mata pemerintah," pesannya kepada teman-teman seperjuangannya dulu. Sayang,
Hok Gie keburu pergi untuk selama-lamanya.
Sahabat-sahabat Hok Gie mengenangnya sebagai seorang yang tajam pikirannya, rajin
membaca, tekun menguji sendiri pengetahuan yang diperoleh kepada kenyataan kehidupan di
tengah rakyat. "Dalam hampir setiap hal atau masalah, ia merupakan batu penguji yang kokoh
untuk sikap yang berani dan independen, hati yang bersih dan pikiran yang murni," tulis Adnan
Buyung Nasution. Memang, secara esensi, pada dasarnya pria bertubuh kecil ini adalah seorang
modernisator yang populis.9

2. Karya-karya Soe Hok Gie


Terdapat 4 karya yang ditulis oleh Soe Hok Gie sendiri selama 27 tahun ketika ia hidup.
Karya-karya itu antara lain:

1. Soe Hok Gie, Catatan Soerang Demonstran yang diterbitkan tahun 1983.

Buku catatan Seorang Demonstran dibagi menjadi delapan bagian yaitu pertama,
tentang Soe Hok Gie dan buku catatannya, yang mana buku tentang catatan seorang
demonstran ini berisikan catatan harian dari Soe Hok Gie sendiri. Ia mulai menulis
catatan hariannya antara Desember 1959, waktu yang tepat untuk mencatat catatan
hariannya adalah pagi dan soreh hari. Catatannya berakhir pada 8 Desember 1969, artinya
sekitar sepuluh tahun ia menulis catatan hariannya setiap pagi dan malam menjelang
tidur. Ketika ia tidak lagi bisa menulis catatan harianya diatasa gunung semeru ia berkata
kepada kakaknya Arief Budiman: “akhir-akhir ini saya selalu berpikr, apa gunanya saya
lakukan ini, saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak
benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama makin banyak musuh saya dan maikin
sedikit orang yang mengerti sayadan kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan”.10
Kedua, “masa Kecil” , pada masa ini Soe Hok Gie menghabiskan durasi
waktunya dengan bermain, bersekolah dan membaca banyak buku. Bahkan ketika kecil ia
sudah terlibat dalam diskusi dengan Guru atau lebih tepatnya ia berdebat dengan Gurunya
yaitu pada catatn demonstran tanggal 8 februari 1958.11

9
Soe Hok Gie Zaman peralihan, Op. Cit., hlm. 247-248.
10
Soe Hok Gie Catatan seorang Demostran, Op. Cit., hlm. 448.
11
Ibid., hlm. 84.

4
Ketiga, “di Ambang Remaja” pada bagian ini Soe Hok Gie mengkritik
pemerintah yang hidup dalam kemewahan tanpa memperhatikan kemelaratan masyarakat
indonesia. Bahkan ia mengecam gaya hidup sang presiden Soekarno yang hidup korup
dan nepotis. Ia mengkritik dan membenci oarng-orang yang memiliki kuasa yang
menerapkan gaya hidup borjuis hal itu ia kritik bukan hanya kabinet-kabinet tetapi juga
para pemimpin agama yakni pastor-pastor, pendeta-pendeta dan para kiai yang tidak
berpihak pada rakyat tetapi hidup menjilat seperti kaum borjuis.12
Keempat, “Lahirnya Sang Aktifis Baru” pada bagian keempat Soe Hok Gie
mengisahkan pada bukunya tetang para aktivis muda yang terlahir dari SMA-SMA dan
bergabung dalam kampus-kampus yang hidup untuk membela ketertindasan rakyat dari
pemimpin-pemimpinya sendiri. Soe Hok Gie mengisahkan pada bagian ini tetang
bagaimana ia terinspirasi dari cara berpikir senior-seniornya di kampus UI.13
Kelima, pada bagian ini merupakan bagian penting dari bukunya, yang mana
topik dari bagian ini dijadikan judul buku ini yakni: Catatan Seorang Demonstran, Soe
Hok Gie menguraikan panjang lebar tentang demo yang dilakukan oleh para mahasiswa
yang menuntu agar pemerintah menurnkan harga kebutuhan pokok dan terkhususnya
harga bensin dan ongkos bus diturunkan dan membubarkan PKI yang dibentuk untuk
menakut-nakuti masyarakat.14
Keenam, catatannya tentang perjalanan ke Amerika. Ketuju, ulasan Soe Hok Gie
tentang Politik, Pesta dan cinta. Dan kedelapan ulasan tentang pencarian makna hidup
dari, dan dalam dirinya,.
2. Soe Hok Gie, Zaman Peralihan, yang diterbitkan pada tahun 1995 oleh penerbit Yayasan
Bentang Budaya Yogyakarta
Dalam buku Zaman Peralihan ini, terdapat kumpulan tulisan Seo Hok Gie yang
pernah dimuat diberbagai media cetak tanah air. Buku ini mengisahkan tentang realitas
dan seluk beluk Indonesia pada masa transisi dari orde lama ke awal orde baru, ada pula
transisi politik, moral, ekonomi dan kebudayaan. Buku ini juga dapat dikatakan sebagai
kumpulan kesaksian-kesaksian Soe Hok Gie selama zama peralihan antara orde lama
menuju orde baru. Dalam tulisannya ini penyampaiannya terkesan apa adanya dengan ciri
12
Ibid., hlm. 90-98.
13
Ibid., hlm115-135.
14
Ibid., hlm. 159-208

5
khas penilaian yang secara subjektif, dan memang penilaian yang subjektif itu ia arahkan
kepada semua kalangan yang bertindak tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan tidak
sesuai dengan perikemanusiaan yang adil dan beradab. Tulisan-tulisan yang ia arahkan
kepada pemerintah serta para kabinetnya menjadi kontroversi dan pertentangan yang
kadang bersifat profokatif untuk merobohkan rezim orde lama bahkan orde baru.
Yang paling menarik dari sajian karya tulis Soe Hok Gie adalah kapasitas atau
statusnya sebagai seorang mahasiswa dalam menangkap berbagai isu dan permasalahan
sosial-politik tanah air. Sebagai intelektualis yang selalu resah dengan kondisi bangsa,
Seo Hok Gie mencoba melemparkan pandangan-pandangannya tentang dunia
kemahasiswaan, kebangsaan, persoalan kemanusiaan dancatatannya sebagai turis pelajar
ke Amerika Serikat sebagai tokoh mahasiswa indonesia.15
3. Soe Hok Gie, Di Bawah Lentera Merah: Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920,
yang diterbitkan pada tahun 1990.
Bukunya ini adalah suatu karya yang di ambil dari skripsinya yang berjudul
Sarekat Islam dan setelah menjadi buku diganti dengan judul ‘Dibawah Lentera
Merah’. Tentu saja sakripsi adalah tugas Akhir yang dibuat untuk memenuhi tuntutan
akhir sebagai seorang Sarjana. Demikian juga dengan Seo Hok Gie ia menuliskan skripsi
sebaga pememnuhan tuntutan akhir dari studinya di UI. Ia membahas tentang perjuangan
Sarekat Islam dalam masa pergerakan Nasional pada awal abad ke XX. 16
4. Soe Hok Gie, Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan: Kisah Pemberontakan Madiun
yang diterbitkan pada tahun 1997 oleh penerbit Yayasan Bentang Budaya.
Karya Soe Hok Gie yang keempat ini adalah sebuah editan skripsinya yang
berjudul ‘Simpang Kiri Dari Sebuah Jalan: Kisah pemberontakan PKI Madiun September
1948’. Banyak hal yang dicantumkan mengenai latar belakang peristiwa pemberontakan
PKI tersebut. Ada juga ulasan tentang kejadian-kejadian sebelum peristiwa Madiun,
kerusuha-kerusuhan yang terjadi di Solo. Penulus menguraikan banyak informasi tentang
PKI dalam buku ini.17

15
Seo Hok Gie, Zaman Peralihan, Loc. Cit., hlm. V-Xvii.
16
Soe Hok Gie, Di Bawah Lentera Merah, (Jakarta: Frantz Fanon Foundation, 1990), hlm. i.
17
Soe Hok Gie, Orang-Orang dipersimpangan Kiri Jalan, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2005), hlm.V

6
Selain itu ia juga berkontribusi terhadap alam indonesia yaitu dengan mendirikan Mapala
(Mahasiswa Pecinta Alam). Hal itu merupakan bentuk pembangunan kesadaran mahasiswa akan
alam. 18
3. Peran Soe Hok Gie dalam Gerakan Demonstrasi Mahasiswa dalam Melawan Rezim
Orde Lama.
Soe Hok Gie berperan aktif dalam aksi gerakan mahasiswa tahun 1960-1968. Ia
adalah pemimpin gerakan mahasiswa dalam berdemo kepada pemerintah Soekarno dan para
kabinetnya. Tuntutan mereka adalah menurunkan harga kebutuhan dasar (harga bensin, ongkos
bus, dll), membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Selain itu ketika ia menjabat sebagai
Senat kemahasiswan ia bahkan mengkritik mahasiswa itu sendiri yakni dengan mengatakan
bahwa dunia kemahasiswaan tidak sehat pada umumnya, wajah mahasiswa UI bopeng sebelah.
Ia menegaskan bahwa jika mahasiswa yang tidak konsisten ketika mereka masih mahasiswa hal
itu menandakan bahwa mereka adalah bibit-bibit kehancuran bangsa indonesia yang mana
mereka lebih mengeutamakan kepentinganpribadi masing-masing.19

Yang paling menyedihkan saya dewasa ini adalah bahwa banyak mahasiwa-mahasiwa
Indonesia yang mengingkari hakikat kemahasiswaaan dan kepemudaan. Yang tumbuh dalam
kampus adalah suasana kepicikan dan kemunafikan. Mahasiwa-berlomba-lomba menjadi suci,
dengan tidak pada tempatnya. Menghindari dansa-dansa, solah-olah dansa adalah iblis yang dapat
merusak moral mereka, seks adalah kejahatan, pacaran adalah hal-hal yang mebuang-buang waktu
dan pesta tidak sesuai dengan AMPERA. Mahasisawa seperti ini adalah munafik dan picik.
Kepemudaan perlu bergaul secara luas dalam membangun relasi yang dalam dengan orang lain.20

Soe Hok Gie berhasil memimpin Mahasiswa menerobos dan membongkar rezim
kebohongan dan kesewenang-wenangan dari pemerintah orde lama yaitu Soekarno. Ia
mengatakan bahwa “mahasiwa patut bersukur atas suksesnya usaha dan kerja keras mahasiwa
kita” Soe Hok Gie menolak istruksi Ketua Aksi Mahasiswa Indonesia maupun isnstruksi
presiden Soekarno. Bersama masa dari FSUI dan berbagai kelompok mahasiswa lainnya Soe
Hok Gie menyuarakan perlawanan terhadap pemerintah Soekarno. Mereka mulai
berdemonstrasi. Ketika itu aksi demonstrasi diwarnai aksi kekerasan dan konfrontasi fidsik
dengan barisan pendukung soekarno. Kritik yang pedas dan menyakitkan mereka lancarkan
ketika berdemo kepada pemerintah dan para kabinet yang korup dan menerapkan gaya hidup

18
Muhammad Rifai, Seo Hok Gie, (Biografi Sang Demonstran 1942-1969), hlm. 97
19
Soe Hok Gie, Zaman Peralihan, Loc.cit., hlm. 120.
20
Ibid.

7
borjuis namun memeras rakyat dengan menaikan harga kebutuhan pokok. Poster-poster di
tempel dimana-mana untuk menurunkan rezim orde lama yang tidak berperikemanusiaan.21
Setiap karya yang dihasilkan baik berupa tulisan di media masa, sikap maupun
ideologi yang ditunjukannya, merupakan ideologi dan aksi yang penuh perlawanan terhadap
kekuasaan pemerintah yang otoriter. Setiap kritikanya selalu bertolak dari penelitian atau hasil
surfei yang didapatkan dari fenomena-fenomena krusial dalam bangsa Indonesia itu sendiri.
Tidak hanya mengkritik dan menggulingkan rezim orde lama malahan Soe Hok Gie kembali
menjadi ‘pion’ penentang pemerintahan ‘zaman peralihan’ atau awal orde tahun 1965-1966 yang
mewacanai usaha pembasmian atau pembubaran terhadap anggota PKI dan orang-orang yang
dianggap terlibat dalam usaha pembantaian masa tahun 1965 yang keji dan melanggar Hak Asasi
Manusia (HAM).
Soe Hok Gie memiliki peran dalam dinamika yang terjadi di organiasai KAMI. Yakni ia
menentang penetapan 14 orang mahasiswa yang menajjdi perwakilan mahasiswa untuk duduk di
kursi MPRS/DPR, ia berpendapat bahwa seharusnya mahasiswa seharusnya lebih menkankan
dan mengutamakan aturan moralitas kehidupan dalam kemahasiswaan dan menunjukan
integritas mahasiswa yang pro rakyat bukan sebaliknya menjadi kontra dengan rakyat dan
mementingkan kekuatan politik yang bahkan melemahkan organisasi mahasiswa sendiri yang
mana karena ulah mereka yang tidak konsisten. Ketika mahasiwa bernhasil menggulingkan
pemimpin orde lama, mahasiswa seharusnya tidak mengharapkan imbalan untuk duduk di
parlemen atau menjadi pejabat negara tertentu tetapi kembali pada akademi dan memberikan
sumbangsih bagi negara melalui pemikiran-pemikiran yang bermutu.
Kritik-kritik yang dilancarkan untuk menyadarkan mahasiswa Soe Hok Gie lakukan demi
menyadarkan mahasiwa dari sikap apatis dan tidak konsisten, ia kritik mahasiswa melalui media
abaik tulis maupun media elektronik yaitu radio. Kritiknya yang paling tajam adalah suatu
hadiah natal yang dikirim untuk mahasiswa-mahasiwa yang jadi anggota DPR yaitu berupa
‘lipstik’ dan alat make up lainnya dan , hadiah itu menunjukan bahwa mahasiswa-mahasiwa yang
masuk dalam jajaran pemerintah adalah orang-orang banci yang takut dan tidak
bertanggungjawab untuk kemajuan bangsa. Padahal mahasiswa itu temannya sendiri yang
dijuluki politisi berkarti mahasiswa. Menurut Soe Hok Gie bahwa para politisi yang tundik dan

21
Christianto Wibision, Aksi-aksi Tritura: Kisah Sebuah Partnership 10 Januari-11 Maret 1966, (Jakarta: Yayasan
Manajemen Informasi, 1980), hlm. 28

8
memuja Soekarno dan Soeharto dinilainya sebagai orang-culas, korup, penjilat dan bermental
ABS (asal bapa senang). 22

Ketika Soe Hok Gie masuk dalam gerakan mahasiswa tahun 1960-1968, menunjukan
bahwa kehidupan Soe Hok Gie adalah seorang yang mempunyai jiwa idealis yang senantiasa
berusaha menginginkan kebenaran menajdi dasar semua kegiatan dalam kehidupan.
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan pemerintah yang dipimpin oleh Soekarno diera
demokrasi terpimpin merupakan bentuk ketidak adilan yang harus diruntuhkan.
Penyimpangan di era demokrasi terpimpin menjadi sangat runyam ketika terjadinya
peristiwa G-30 SPKI, hal itu ditandai dngan pembantaian secara besar-besaran kepada anggota
PKI. Dan hal itu dari pandangan Soe Hok Gie adalah pembantaian yang bernuansa politik yang
mana bersamaan dengan itu para elit politik menaikan harga kebutuhan pokok. Hal demikian
dilakukan untuk mengalihkan perhatian rakyat. Sehingga mahasiswa tidak tinggal diam, mereka
mulai melakukan pemberontakan dengan melakukan demonstrasi secara besar-besaran ,untuk
menurunkan harga kebutuhan sehari-hari dan membubarkan PKI.23
4. Apresesiasi dan catatan Kritis terhadap Soe Hok Gie
Setelah membaca karya Soe Hok Gie yang terkenal yaitu Catatan Seorang Demonstran,
Penulis mengkritisi Soe Hok Gie dari segi penulisan dan penggunaan kalimat. Sebelum
mengkritisi Soe Hok Gie penulis secara pribadi mengapresiasi karyanya yang begitu kritis
dalam menanggapi fenomena-fenomena sosial yang terjadi di lingkungan pemerintah, mahasiswa
dan rakyat. Setiap problem yang disebabkan oleh pemerintah dan para kanbinetnya ia kritisi
habis-habisan dan menorehkan hasil bahwa indonesia teah menjadi bangsa yang dewasa seperti
sekarang ini. Tetapi yang menjadi catatan saya bahwa Soe Hok Gie terkesan tidak sopan dan
arogan. Hal itu ditandai dengan gaya bahasa yang disampaikannya terkesan lebih banyak
menggunakan kalimat umpatan yang kasar yang mana ia gunakan untuk menyindir dan
mengkritisi fenomena atau problem bangsa yang terjadi pada saat itu.

22
Soe Hok Gie, Zaman peralihan, Op. Cit., hlm. 247.
23
John R. Maxwell, A Biography of A Young Indonesian intelectual, (Australia: The Australian Library National
University), hlm. 193.

9
Bibliografi
Gie, Hok Soe, Zaman Peralihan, Stanley (ed.), Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995.
___________, Catatan Seorang Demonstran, cet.10, Jakarta: LP3ES, 2011.
___________, Di Bawah Lentera Merah, Jakarta: Frantz Fanon Foundation, 1990.
___________, Orang-Orang dipersimpangan Kiri Jalan,(Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya,
2005.
Maxwell, John, SOE HOK GIE: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani, Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, 2001.
____________, A Biography of A Young Indonesian intelectual, Australia: The Australian
Library National University, 1997.
Rifai, Muhammad, Seo Hok Gie, Biografi Sang Demonstran 1942-1969.
Wibision, Christianto, Aksi-aksi Tritura: Kisah Sebuah Partnership 10 Januari-11 Maret 1966,
Jakarta: Yayasan Manajemen Informasi, 1980.

10

Anda mungkin juga menyukai