Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Post partum adalah waktu yang diperlukan oleh ibu untuk memulihkan alat
kandungannya ke keadaan semula dari melahirkan bayi sampai persalinan setelah 2 jam
pertama persalinan yang berlangsung antara 6 mingu (42 hari) (Prawiroharjo, 2001).

Masa post partum merupakan masa kritis dimana masa post partum akan menimbulkan
berbagai komplikasi diantaranya yaitu perdarahan, infeksi puerperalis, endometriris, mastitis,
tromboplebitis, dan trombosis, embol, post partum depresi. Dimana perdarahan merupakan
penyebab terbanyak kematian wanita selama periode post partum. Sehingga untuk menangani
dan mencegah komplikasi yang timbul, maka diperlukan pemantauan khusus dalam
pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif.

Asuhan masa nifas diperlukan oada periode ini karena merupakan masa kritis baik bagi
ibu maupun bayi. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi akibat kehamilan
setelah persalianan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam (Prawiroharjo, 2001).
Asuhan masa nifas dilakukan untuk menemukan kondisi tidak normal dan masalah-masalah
kegawatdaruratan pada ibu dan perlu tidaknya rujukan terhadap keadaan kritis yang terjadi
(Saefudin, 2002).

Oleh karena masa post partum merupakan masa kritis bagi ibu dan bayi karena dapat
menimbulkan berbagai kompilaksi, maka makalah ini akan membahas tentang asuhan
keperawatan post partum normal dan sectio caesaria.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, komplikasi dan
penatalaksanaan medis post partum?
2. Bagaimana asuhan keperawatan post partum normal?
3. Apa definisi, indikasi, kontraindikasi, manifestasi klinis, jenis, adaptasi fisiologis dan
psikologis serta penatalaksaan sectio caesaria?
4. Bagaimana asuhan keperawatan post partum sectio caesaria?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan
penatalaksanaan medis post partum.
2. Mengetahui asuhan keperawatan post partum normal.
3. Mengetahui definisi, indikasi, kontraindikasi, manifestasi klinis, jenis, adaptasi
fisiologisdan psikologis serta penatalaksanaan sectio caesaria.
4. Mengetahui asuhan keperawatan post partum sectio caesaria.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Post Partum


1. Definisi
Periode postnatal/postpartum atau masa nifas adalah interval 6 minggu antara kelahiran
bayi dan kembalinya organ reproduksi ke keadaan normal sebelum hamil (Rustam,1998).
Masa postnatal dibagi dalam 3 tahap yaitu :
a. Periode immedietelly postnatal / kala IV (dalam 24 jam pertama).
b. Periode early postnatal (minggu pertama).
c. Periode late postnatal (minggu kedua sampai keenam) atau perubahan bertahap.

2. Etiologi
Etiologi post partum dibagi 2:
a. Etiologi post partum dini
a) Atonia uteri.
b) Laserasi jalan lahir;robekan jalan lahir.
c) Hematoma.

b. Etiologi post partum lambat


a) Tertinggalnya sebagian plasenta.
b) Subinvolusi di daerah insersi plasenta.
c) Dari luka bekas secsio caesaria.

3. Patofisiologi
Adanya proses persalinan

Robekan jalan lahir

Discontuinitas jaringan

Implus/penekanan pada syaraf nyeri

3

Cortex cerebri

Dipersepsikan nyeri

Nyeri akut

4. Pemeriksaan penunjang
1. Darah lengkap (Hb, Ht, leukosit, trombosit).
2. Urine lengkap.

5. Komplikasi
1. Pembengkakan payudara.
2. Mastitis (peradangan pada payudara).
3. Endometritis (peradangan pada endometrium).
4. Post partum blues.
5. Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri, kemerahan pada
jaringan terinfeksi atau pengeluran cairan berbau dari jalan lahir selam persalinan
atau sesudah persalinan.

6. Penatalaksanaan Medis
1. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan).
2. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri.
3. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan
perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas,
pemberian informasi tentang senam nifas.
4. Hari ke- 2 : mulai latihan duduk.
5. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan.

4
2.2 Asuhan Keperawatan Post Partum Normal
2.2.1 Pengkajian
1. Sistem Pernapasan
Kembalinya posisi dada setelah melahirkan bayi akibat penurunan tekanan pada
diafragma. Sistem pernafasan kembali ke keadaan sebelum hamil pada akhir
periode nifas.

Pengkajian
Kaji tingkat pernafasan : setiap 15 menit pada jam pertama, setiap 30 menit pada
jam kedua,setiap 4 jam selama 22 jam berikutnya dan setiap shift setelah 24 jam
pertama.

2. Sistem Kardiovaskuler
Melahirkan melalui vagina kehilangan darah rata–rata 400 sampai 500 ml. Ada
peningkatan curah jantung selama beberapa jam pertama setelah melahirkan
karena darah yang masuk melalui uteroplasenta kembali ke sistem maternal.
Curah jantung akan kembali ke keadaan sebelum dalam waktu 48 jam. Sel darah
putih akan meningkat menjadi 25000/ml dalam beberapa jam setelah melahirkan
dan kembali normal dalam 7 hari. Ibu yang melahirkan berisiko trombosis terkait
dengan peningkatan sirkulasi faktor pembekuan selama kehamilan. Faktor
pembekuan lambat laun menurun setelah plasenta lahir dan kembali ke rentang
normal 2 minggu nifas.

Pengkajian
Apakah ada peningkatan risiko hipotensi ortostatik, penurunan tekanan darah
secara tiba–tiba ketika ibu berdiri, karena menurun resistensi pembuluh darah di
panggul. Kebanyakan ibu yang habis melahirkan akan mengalami episode merasa
dingin dan gemetar pada jam–jam pertama setelah melahirkan, selain itu kaji
kehilangan darah yang berlebihan, peningkatan denyut nadi, trombosis vena,
Homans sign pada kaki untuk nyeri betis dan sensasi kehangatan, suhu, bila suhu
tinggi dan menggigil kemungkinan infeksi, berikan pendidikan kesehatan
mengukur suhu jika menggigil.

5
3. Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi meliputi rahim, leher rahim, vagina dan perineum mengalami
perubahan selama 6 minggu setelah melahirkan.

a. Uterus
Setelah melahirkan terjadi proses involusi, dimana rahim kembali ke ukuran
sebelum hamil karena adanya kontraksi uterus dan atrofi otot rahim. Pada
ibu multipara dan menyusui mungkin akan mengalami “afterpain” selama
beberapa hari postpartum. Afterpain nyeri yang berkaitan dengan adanya
kontraksi uterus dan peningkatan oksitosin untuk pengeluaran ASI, kontraksi
uterus selama postpartum untuk mengurangi resiko perdarahan.

Pengkajian
1) Kaji lokasi, posisi dan kontraksi uterus, setelah kala 3 persalinan, kaji uterus
setiap 15 menit untuk satu jam pertama, 30 menit selama satu jam kedua, 4
jam selama 22 jam berikutnya, setiap shift setelah 24 jam pertama, lebih sering
jika ditemukan ada tanda–tanda di luar batas normal.
2) Untuk menekan segmen bawah rahim satu tangan diletakkan di atas fundus,
tangan lainnya diletakkan di atas simfisis pubis, menyangga uterus ketika
dimasase.
3) Kontraksi uterus keras atau lembut, jika kontraksi uterus kurang baik lakukan:
a) Pijat fundus dengan telapak tangan.
b) Berikan oksitosin sesuai anjuran medis.
4) Tentukan posisi rahim, sebelumnya ibu dianjurkan untuk BAK.
5) Ukur jarak antara fundus dan umbilikus dengan menggunakan jari (setiap
luasnya jari tangan sama dengan 1 cm).
6) Simpulkan keadaan tinggi fundus uteri, segera
setelah plasenta lahir fundus berada setinggi
pusat dan 24 jam setelah plasenta lahir fundus
berada 1 cm di bawah umbilikus.

6
b. Endometerium
Endometrium selaput lendir yang melapisi rahim, mengalami regenerasi setelah
plasenta lahir, melalui proses nekrosis lapisan superfisial dari desidua basalis menjadi
jaringan endometrium. Lochia yang keluar dari rahim mengalami perubahan dari waktu
ke waktu mencerminkan tahap penyembuhan. Kontraksi uterus menyempitkan
pembuluh sekitar lokasi plasenta dan membantu mengurangi jumlah kehilangan darah.

Pengkajian

Kaji lochia setiap kali memeriksa tinggi fundus uteri.

1) Lihat pembalut yang digunakan dan tentukan jumlah lochia yang keluar

2) Gambar 1. Sangat sedikit : noda darah berukuran 2,5–5 cm = 10 ml.

Gambar 2. Sedikit : noda darah berukuran ≤ 10 cm = 10–25 ml.

Gambar 3. Sedang : noda darah < 15 cm = 25–25 ml.

Gambar 4. Banyak : Pembalut penuh = 50–80 ml.

3) Banyaknya lochia pada pembalut ditentukan setelah 1 jam, dinilai apakah:


sangat sedikit, sedikit, sedang atau banyak. Lochia mengandung bekuan terjadi
karena lochia telah bersatu di segmen bawah rahim.
4) Gumpalan kecil harus dicatat dalam status klien dan gumpalan besar dapat
menganggu kontraksi uterus, dan harus dilakukan observasi (10 gram gumpalan
sama dengan 10 ml kehilangan darah).

7
Tabel Tahap dan Karakteristik Lochia
Penyimpangan dari
Tahap Waktu Temuan yang diharapkan
normal
Lochia Hari 1–3 • Darah dengan gumpalan kecil. • Darah dengan gumpalan
rubra • Sedang dengan jumlah besar
sedikit. • Dalam waktu 15 menit
• Peningkatan jumlah lohia pembalut penuh (tanda
ketika berdiri dan menyusui. perdarahan )
• Bau amis. • Bau busuk (tanda
infeksi)
• Fragmen plasenta
Lochia Hari 4–10 • Merah muda atau • Kelanjutan dari tahap
serosa warna coklat. rubra setelah hari 4.
• Jumlah sedikit. • Dalam waktu 15
• Bau amis. menit pembalut
penuh (tanda
perdarahan).
• Bau busuk (tanda
infeksi).
Lochia Hari 10 • Kuning ke putih. • Darah merah terang
alba • Jumlah sedikit. (tanda postpartum
• Bau amis. perdarahan).
• Bau busuk (tanda
infeksi).

c. Vagina dan Perinium


Vagina dan perineum mengalami perubahan terkait dengan proses melahirkan,
mulai dari luka ringan akibat peregangan sampai episiotomy. Ibu akan mengalami
rasa sakit ringan sampai berat tergantung pada tingkat dan jenis trauma vagina dan
atau perenium. Komplikasi utama adalah infeksi pada luka atau luka episiotomy.
Proses penyembuhan dan pemulihan selama periode postpartum.

8
Pengkajian
1) Kaji perineum REEDA (redness, edema, ecchymosis, discharge,
appoximation), dengan cara :
a) jelaskan prosedur,
b) jaga privasi,
c) buka pakaian dalam,
d) kaji perineum ,
e) luka episiotomi dan laserasi,
f) nyeri (ringan sampai sedang).
2) Kaji kenyamanan, untuk memberikan rasa nyaman kompres es 24 jam pertama
untuk mengurangi edema.

d. Payudara
Selama kehamilan, payudara mengalami perubahan dalam persiapan untuk
menyusui. Sekitar hari ke 3 postpartum semua ibu menyusui maupun tidak
menyusui mengalami pembengkakan payudara, payudara menjadi lebih besar,
tegas, hangat, lembut, dan merasakan nyeri. Kolostrum cairan kekuningan
mendahului produksi ASI, mengandung lebih tinggi protein dan rendah karbohidrat
serta mengandung imunoglobulin G dan A yang memberikan perlindungan bagi
bayi baru lahir selama beberapa minggu awal kehidupannya.

Pengkajian
1) Kaji pembengkakan payudara, apakah ada tanda–tanda pembengkakan. Hasil
pengkajian diharapkan dalam 24 jam pertama setelah melahirkan payudara
lunak dan tidak keras. Pada hari ke 2 postpartum payudara sedikit tegas dan
tidak keras, kemudian hari ke 3 postpartum payudara kenyal, lembut dan
hangat.
2) Evaluasi puting untuk tanda–tanda iritasi dan evaluasi kerusakan jaringan
puting (puting retak, memerah).
3) Kaji mastitis: apakah ada tanda–tanda peningkatan suhu tubuh.

4. Sistem Kekebalan
Ibu nifas umumnya mengalami peningkatan suhu tubuh selama 24 jam
9
pertama setelah melahirkan. Hal ini berkaitan dengan ibu banyak
menggunakan tenaga ketika melahirkan bayi kemudian mengalami
kelelahan, dehidrasi dan perubahan hormonal. Apabila suhu lebih dari 38°C
setelah 24 jam pertama melahirkan, kemungkinan ada indikasi infeksi
postpartum dan memerlukan pengkajian lebih lanjut.

Pengkajian
Kaji suhu tubuh, setiap 15 menit pada jam pertama, 30 menit selama satu
jam kedua, 4 jam selama 22 jam berikutnya, setiap setelah 24 jam pertama.
Bila Suhu 38 °C atau lebih tinggi setelah 24 jam, anjurkan minum banyak.

5. Sistem Pencernaan
Adanya penurunan tonus otot gastrointestinal dan motilitas usus setelah
melahirkan dan fungsinya akan normal kembali dua minggu setelah
melahirkan. Konstipasi, ibu postpartum beresiko sembelit karena:
1) Penurunan motilitas GI.
2) Penurunan aktivitas fisik.
3) Banyak mengeluarkan cairan pada waktu melahirkan.
4) Nyeri pada perineum dan trauma.
5) Wasir akan berkurang namun nyeri.

Pengkajian :
1) Menilai bising usus pada setiap shift, bila bising usus tidak terdengar
harus diberi tindakan.
2) Kaji konstipasi, tanyakan keadaan kondisi usus, berikan pendidikan
kesehatan tentang nutrisi dan cairan. Ibu yang menyusui membutuhkan
asupan 500 kalori per hari dan membutuhkan cairan sekitar 2 liter per
hari
3) Kaji hemoroid dengan cara pasien tidur miring kemudian memisahkan
pantat untuk melihat anus, bila hemoroid nyeri: Anjurkan meningkatkan
asupan cairan dan serat, menghindari duduk yang terlalu lama, sitz bath,
untuk membantu dalam meningkatkan sirkulasi dan mengurangi nyeri.
4) Kaji nafsu makan, jumlah makanan yang dimakan. Tanyakan apakah
lapar, adakah mual atau muntah.
10
6. Sistem Perkemihan
Distensi kandung kemih karena ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih, umumnya terjadi beberapa hari pertama setelah melahirkan.
Hal ini terkait dengan penurunan sensasi atau edema sekitar uretra. Diuresis
disebabkan oleh kadar estrogen dan oksitosin menurun, terjadi dalam waktu
12 jam setelah melahirkan dan membantu mengeluarkan kelebihan cairan.

Pengkajian :
1) Kaji gangguan kandung kemih dengan mengukur pengeluaran urin
selama 24 jam pertama setelah melahirkan. Jika berkemih kurang dari
150 ml, perawat perlu meraba kandung kemih, jika masih 12 jam
belum tuntas gunakan kateter.
2) Kemudian kaji tanda–tanda kemungkinan sistitis. Ibu nifas harus
sudah BAK setelah 6 sampai 8 setelah melahirkan, setiap berkemih
minimal 150 ml, berkemih secara dini mengurangi sistitis.

7. Sistem Endokrin
Setelah plasenta lahir terjadi perubahan pada sistem endokrin. Estrogen,
progesteron dan prolaktin menurun. Estrogen mulai meningkat setelah minggu
pertama setelah melahirkan. Ibu yang tidak menyusui kadar proklaktin terus
menurun pada 3 minggu pertama postpartum, menstruasi dimulai 6 sampai 10
minggu setelah melahirkan. Menstruasi pertama biasanya anovulasi dan ovulasi
biasanya terjadi siklus keempat. Sedangkan untuk ibu yang menyusui kadar
prolaktin meningkat untuk produksi ASI. Laktasi menekan menstruasi,
kembalinya menstruasi tergantung lamanya dan jumlah menyusui. Ovulasi akan
kembali dalam waktu yang lebih lama dibandingkan ibu yang tidak menyusui.
Diaforesis terjadi pada minggu pertama postpartum karena kadar estogen
menurun.Berkeringat banyak pada malam hari, untuk membuang cairan dalam
tubuh karena peningkatan cairan yang terakumulasi selama kehamilan.

Pengkajian
Kaji diaforesis, tanda infeksi dengan mengukur suhu tubuh.

11
8. Sistem Otot dan Saraf
Setelah melahirkan otot–otot perut mengalami kekenduran dan perut tampak
lembut dan lembek. Ibu nifas mengalami nyeri otot karena banyak
menggunakan tenaga ketika melahirkan. Beberapa wanita mengalami diastasis
recti abdominnis.

Gambar Diastasis recti abdominis. A. Lokasi normal otot rectus abdomen.


B. Diastasis recti. Terdapat pemisahan pada otot rectus.

PENGKAJIAN
1) Kaji diastasis recti abdominis, perawat dapat merasakan pemisahan otot dan akan
berkurang seiring waktu,
2) Kaji nyeri otot.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau
distensi efek – efek hormonal.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan
masukan/penggantian tidak adekuat , kehilangan cairan berlebih (muntah,
hemoragi, peningkatan keluaran urine).

12
2.2.3 Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran
jaringan atau distensi efek – efek hormonal.

Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri ibu berkurang.

Kriteria Hasil :
1) Skala nyeri 0-1.
2) Ibu mengatakan nyerinya berkurang sampai hilang.
3) Tidak merasa nyeri saat mobilisasi.
4) Tanda vital dalam batas normal.

Intervensi Rasional
Mengidentifikasi kebutuhan dan
Kaji ulang skala nyeri.
intervensi yang tepat.
Anjurkan ibu agar menggunakan teknik Untuk mengalihkan perhatian ibu dan
relaksasi dan distraksi rasa nyeri. rasa nyeri yang dirasakan.
Memperlancar pengeluaran lochea,
Motivasi : untuk mobilisasi sesuai
mempercepat involusi dan mengurangi
indikasi.
nyeri secara bertahap.
Berikan kompres hangat. Meningkatkan sirkulasi pada perineum.
Melonggarkan system saraf perifer
Kolaborasi pemberian analgetik.
sehingga rasa nyeri berkurang.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.

Tujuan :
Setelah diberikan askep diharapkan infeksi pada ibu tidak terjadi.

Kriteria Hasil :
Dapat mendemonstrasikan teknik untuk menurunkan resiko infeksi, tidak terdapat

13
tanda-tanda infeksi.
Intervensi Rasional
Kaji lochea (warna, bau, jumlah) Untuk dapat mendeteksi tanda infeksi
kontraksi uterus dan kondisi jahitan lebih dini dan mengintervensi dengan
episiotomi. tepat.
Pembalut yang lembab dan banyak darah
Sarankan pada ibu agar mengganti
merupakan media yang menjadi tempat
pembalut tiap 4 jam.
berkembangbiaknya kuman.
Peningkatan suhu > 38C menandakan
Pantau tanda-tanda vital.
infeksi.
Untuk memperlancar sirkulasi ke
Lakukan rendam bokong.
perinium dan mengurangi edema.
Sarankan ibu membersihkan perineal Membantu mencegah kontaminasi rektal
dari depan ke belakang. melalui vaginal.

3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan


masukan/penggantian tidak adekuat , kehilangan cairan berlebih (muntah,
hemoragi, peningkatan keluaran urine).

Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan ibu diharapkan tidak kekurangan volume
cairan.

Kriteria Hasil :
1) Cairan masuk dan keluar seimbang.
2) Hb/Ht dalam batas normal (12,0-16,0 gr/dL).

Intervensi Rasional
Memberi rangsangan pada uterus agar
Ajarkan ibu agar massage sendiri fundus
berkontraksi kuat dan mengontrol
uteri.
perdarahan.
Pertahankan cairan peroral 1,5-2
Mencegah terjadinya dehidrasi.
Liter/hari.

14
Peningkatan suhu dapat memperhebat
Observasi perubahan suhu, nadi, tensi.
dehidrasi.
Penurunan Hb tidak boleh melebihi 2
Periksa ulang kadar Hb/Ht.
gram%/100 dL.

2.3 Sectio Caesaria


1. Definisi
Sectio Caesarea (SC) adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut (Mochtar, 2000). Tujuan melakukan sectio
caesarea adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya
robekan serviks dan segmen bawah rahim. SC dilakukan pada plasenta previa totalis dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi
pada plasenta previa, SC juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga SC dilakukan
pada placenta previa walaupun anak sudah mati.

2. Indikasi Sectio Caesaria


Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion).
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
4. Janin Besar (Makrosomia)
5. Kelainan Letak Janin
6. Bayi kembar
7. Faktor hambatan jalan lahir
8. Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).

15
3. Kontraindikasi Sectio Caesarea
1. Janin sudah meninggal di dalam uterus.
2. Infeksi intra partum.
3. Syok / Anemia berat yang belum teratasi.
4. Kelainan kongenital berat : hidrosefalus, anensefalus.
5. Janin terlalu kecil untuk hidup di luar kandungan.

4. Manifestasi klinis
Persalinan dengan Sectio Caesarea, memerlukan perawatan yang lebih koprehensif
yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum. Manifestasi klinis sectio
caesarea menurut Doenges (2001), antara lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan.
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen.
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak).
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml.
f. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru.
g. Biasanya terpasang kateter urinarius.
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar.
i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah.
j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler.
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur.
l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

5. Jenis Sectio Caesarea


a. Abdomen (Sectio caesarea Abdominalis)
1) Sectio caesarea Transperitonealis
a) Sectio cesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
- Mengeluarkan janin lebih cepat.
- Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
16
- Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
retroperitonealisasi yang baik.
- Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.

b) Sectio caesarea Ismika atau profunda atau Low Cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.

Kelebihan :
- Penjahitan luka lebih mudah.
- Penutupan luka dengan retroperitonealisasi yang baik.
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
- Perdarahan kurang.
- Resiko terjadi ruptura uteri spontan lebih kecil.

Kekurangan :
- Luka dapat menyebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga
mengakibatkan perdarahan yang banyak.
- Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.

c) Sectio caesarea Ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum


parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

2) Vagina (Sectio caesarea Vaginalis)


Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan sebagai
berikut :
1) Sayatan Memanjang (Longitudinal) menurut Kronig.
2) Sayatan Melintang (Transversal) menurut Kerr.
3) Sayatan Huruf T (T-Incision) (Mochtar, 1998).

17
6. Adaptasi Fisiologi Ibu Post Partum
Adaptasi atau perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu post partum sectio cesaria
antara lain:
a. Perubahan pada Korpus Uteri
Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah kelahiran bayi
tersebut disebut involusi. Dalam 12 jam setelah persalinan fundus uteri berada kira-
kira 1 cm di atas umbilicus, 6 hari setelah persalinan fundus uteri berada kira-kira 2
jari di bawah pusat dan uterus tidak berada pada abdomen setelah 10-12 hari post
partum. Peningkatan kontraksi uteri segera setelah persalinan yang merupakan
respon untuk mengurangi volume intra uteri.
Pada uteri terdapat pelepasan plasenta sekeras telapak tangan regenerasi tempat
pelepasan plasenta belum sempurna sampai 6 minggu post partum. Uterus
mengeluarkan cairan melalui vagina yang disebut lokhea. Pada hari pertama dan
kedua cairan berwarna merah disebut lokhea rubra. Setelah satu minggu lokhea
serosa dan setelah dua minggu cairan berwarna putih disebut lokhea alba.

b. Perubahan pada Serviks


Post sectio caesaria bagian atas serviks sampai segmen bawah uteri
menjadi sedikit oedema, indoserviks menjadi lembut dan terlihat memar yang
memungkinkan terjadinya infeksi.

c. Vagina dan perineum


Post sectio caesaria dinding vagina yang licin secara berangsur-angsur
ukurannya akan kembali normal dalam waktu 6 sampai 8 minggu post portum.

d. Payudara
Bayi yang lahir secara sectio caesaria dengan pembiusan umum, rawat gabung
dilakukan setelah ibu dan bayi sadar (bayi tidak mengantuk), missal 4-6 jam setelah
operasi selesai. Bayi tetap disusukan meskipun ibu masih mendapat infus. Bantuan
petugas kesehatan untuk memegang bayi atau menaruh pada posisi yang nyaman
bagi ibu sangat diperlukan sampai ibu dapat duduk dan aktif kembali. Bila
pembiusan spinal bayi dapat diberi ke ibu segera setelah selesai operasi.

18
e. Sistem Kardiovaskuler
Post sectio caesaria volume darah cenderung menurun akibat perdarahan post
operasi. Suhu badan meningkat dalam 24 jam pertama. Pada 6 sampai 8 jam pertama
setelah persalinan umumnya ditemukan bradikardi, keadaan pernafasan berubah
akibat dari anastesi.

f. Sistem Urinari
Post sectio caesaria fungsi ginjal akan normal dalam beberapa bulan
setelah persalinan karena adanya peregangan dinding abdomen pada vesika
urinaria yang merupakan hasil filtrasi dari ginjal, sehingga pasien yang terpasang
kateter kemungkinan dapat terjadi infeksi saluran kemih.

g. Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin selama masa nifas yaitu hormon
plasenta. Hormon ini menurun dengan cepat setelah persalinan. Keadaan Humal
Placental Lactogen (HPL) merupakan keadaan yang tidak terdeteksi dalam 24 jam.
Keadaan esterogen dalam plasenta menurun sampai 10% dari nilai ketika hamil
dalam waktu 3 jam. Setelah persalinan pada hari ke-7 keadaan progesteron dalam
plasma menurun, luteal pertama pada hormon pituitary keadaan prolaktin pada darah
meninggi dengan cepat pada kehamilan mencapai keadaan seperti sebelum
kehamilan dalam waktu 2 minggu.

h. Sistem Integumen
Striae yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin akan tetap
bertahan lama setelah kelahiran tetapi akan menghilang menjadi bayangan yang
lebih terang. Bila klien terdapat linea nigra atau topeng kehamilan (kloasma)
biasanya akan memutih dan kelamaan akan menghilang.

i. Sistem Gastrointestinal
Post sectio caesaria gangguan nutrisi terjadi setelah terjadi 24 jam post partum
sebagai akibat dari pembedahan dengan anastesi general yang diakibatkan tonus
19
otot-otot saluran pencernaan melemah sehingga mobilitas makanan akan lebih lama
berada dalam saluran makanan akibat pembesaran rahim.

7. Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum


Adaptasi psikologis ibu post partum yaitu:
a. Fase Taking In (Dependent)
Terjadi pada satu sampai dua hari post partum ibu sangat tergantung pada orang
lain dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk merawat anaknya. Pada klien post
operasi sectio caesaria beberapa hari pertama klien lebih berfokus pada dirinya, timbul
rasa nyeri pada daerah insisi dan gastrointestinal, klien memerlukan bantuan untuk
mengatasi nyeri, timbul rasa kecemasan dan ketakutan adanya luka, berhati-hati
dalam melakukan gerakan.

b. Fase Taking Hold(Dependent-Indendent)


Terjadi pada tiga hari post partum ibu mulai bisa makan, minum, merawat diri serta
bayinya. Pada fase ini waktu yang tepat untuk penyuluhan. Pada post sectio caesaria
klien masih adanya nyeri, klien masih memerlukan bantuan orang lain, bertindak
hati-hati dalam melakukan gerakan dan klien sudah bisa turun dari tempat tidur.

c. Fase Leting Go (Independent)


Fase ini ibu dan keluarganya harus segera menyesuaikan diri terhadap interaksi
antara anggota keluarga, fase ini berlangsung pada hari terakhir minggu pertama masa
post partum.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea
(Prawirohardjo, 2005), yaitu :
a. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat.
b. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi dengan kuat.
c. Pemberian analgetik dan antibiotik.
d. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam.

20
e. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam
pertama setelah pembedahan.
f. Ambulasi satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari tempat
tidur dengan bantuan orang lain.
g. Perawatan luka : insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari
ke empat setelah pembedahan.

2.4 Asuhan Keperawatan Post Partum Sectio Caesaria


2.4.1 Pengkajian Post Partum Sectio Caesaria
Menurut Doenges (2001), data yang biasa ditemukan pada pengkajian kasus persalinan
dengan tindakan sectio caesarea yaitu :
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum. Kaji kondisi ibu secara umum, apakah ibu merasa kelelahan atau
ibu dalam keadaan segar. Hal ini akan mempengaruhi penerimaan ibu terhadap
bayi serta kemampuan ibu dalam menyusui dan mengasuh bayi.
b. Jam pertama. Krisis setelah melahirkan, secara cermat kaji perdarahan dengan
melakukan palpasi fundus uteri dengan sering (interval 15 menit), inspeksi
perineum terhadap perdarahan yang tampak dan evaluasi tanda-tanda vital.
c. Kaji suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah setiap 4-8 jam selama hari pertama
postpartum. Catat khususnya :
1) Peningkatan suhu yang bisa disebabkan dehidrasi, awitan laktasi atau
leukositosis.
2) Hipotensi dengan nadi yang cepat dan lemah (>100x/menit) yang dapat
menunjukkan perdarahan dan syok.
3) Hipotensi ortostatik karena penyesuaian kembali kardiovaskuler ke dalam
keadaan sebelum hamil.
4) Peningkatan tekanan darah.
5) Nadi yang meningkat menunjukkan adanya perdarahan.

d. Kepala dan Wajah


1) Mata
Konjungtiva yang anemis menunjukkan adanya anemia karena perdarahan saat
persalinan.

21
2) Hidung
Tanyakan pada ibu apakah ibu pilek atau riwayat sinusitis. Infeksi pada ibu
postpartum dapat meningkatkan kebutuhan energi.

3) Telinga
Kaji pendengarannya telinga kanan dan kiri, adakah riwayat otitis media,
kebersihan daun telinga atau lubang telinga.

e. Mulut dan Gigi


Tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis atau gigi yang berlubang.
Gigi yang berlubang dapat menjadi port de entree bagi mikroorgasme dan bisa
beredar secara sistemik.

f. Leher
Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di bawah telinga dan pembesaran kelenjar
tiroid. Kelenjar limfe yang membesar menunjukkan adanya infeksi, ditunjang
dengan tanda yang lain seperti hipertermi, nyeri, bengkak.

g. Payudara
1) Kesan Umum
Peganglah payudara dengan perlahan dan kaji apakah simetris antara kanan dan
kiri, keras, ada nyeri tekan dan hangat. Kaji apakah terdapat bendungan ASI
(breast engorgement) yang menimbulkan rasa nyeri bagi ibu atau massa,
dengan palpasi. Bahkan dapat ditemukan mastitis dengan tanda-tanda merah,
bengkak, panas, nyeri.

2) Puting Susu
Kaji apakah ASI atau kolustrum sudah keluar dengan memencet puting ibu.
Kaji juga kebersihan puting. Kaji puting susu apakah mengalami pecah-pecah,
fisura dan perdarahan.

22
3) Pengkajian Menyusui
Kriteria untuk mengevaluasi cara menyusui adalah hubungan keterikatan ibu
dan bayi, cara menyusu bayi, posisi pada saat menyusui, let-down, kondisi
putting susu, respon bayi dan respon ibu.

h. Abdomen
1) Keadaan
Kaji apakah terdapat striae dan linea alba. Kaji keadaan abdomen, apakah
lembek atau keras. Abdomen yang keras menunjukkan kontraksi uterus bagus
sehingga perdarahan dapat diminimalkan. Abdomen yang lembek
menunjukkan sebaliknya dan dapat dimasase untuk merangsang kontraksi.

2) Diastasis rektus abdominis


Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rectus abdominis akibat
pembesaran uterus. Jika dipalpasi regangan ini menyerupai celah memanjang
dari prosessus xiphoideus ke umbilicus sehingga dapat diukur panjang dan
lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil
tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk senam nifas.

Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan meminta ibu untuk
tidur telentang tanpa bantal dan mengangkat kepala, tidak diganjal. Kemudian
palpasi abdomen dari bawah prosessus xiphoideus ke umbilikus kemudian ukur
panjang dan lebar diastasis.

3) Fundus uteri
Palpasi fundus uteri dari arah umbilikus ke bawah. Tentukan tinggi fundus uteri
(contoh : 1 jari di atas pusat, 2 jari di atas pusat, dll), posisi fundus, apakah
sentral atau lateral. Posisi lateral biasanya terdorong oleh bladder yang penuh.
Kontraksi juga perlu diperiksa, kontraksi lemah atau perut teraba lunak
menunjukkan kontraksi uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan
terjadi perdarahan.

Kaji fundus uteri setiap hari yakni kekuatan dan lokasinya, pastikan bahwa
klien mengosongkan kandung kemih sebelum palpasi dilakukan.
23
1. Uterus tidak secara progresif menurun ukurannya atau kembali ke
pelviks bagian bawah.
2. Uterus tetap kendur atau kontraksinya buruk.
3. Sakit pinggang atau nyeri pelvis yang persisten.
4. Perdarahan vagina hebat.

4) Kandung kemih
Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih. Kandung kemih yang
bulat dan lembut menunjukkan urine yang tertampung banyak dan dalam hal
ini dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan.

Kaji tingkat distensi kandung kemih secara sering dalam 8 jam pertama setelah
melahirkan, ukur haluaran urin, berkemih dalam jumlah sedikit dan sering
berkemih yang berturut-turut menandakan adanya gangguan urin.

i. Perineum
Kaji tanda dan karakter lokhea setiap hari meliputi jumlah, warna, konsistensi dan
bau lokhea ibu postpartum untuk memberikan indeks essensial pemulihan
endometrium. Perubahan warna lokhea harus sesuai, misal ibu postpartum 7 hari
harus memiliki lokhea yang sudah berwarna merah muda atau keputihan. Jika
ditemukan hasil yang abnormal, misalnya perdarahan segar, lokhea rubra yang
banyak, persisten dan berbau busuk maka ibu mengalami komplikasi postpartum.
Segera laporkan karena lokhea yang berbau busuk menunjukkan adanya infeksi di
saluran reproduksi dan harus segera ditangani.

Inspeksi perineum, catat apakah utuh,terdapat luka episiotomi, ruptur. Kaji juga
adanya tanda-tanda REEDA (Redness Ekimosisi Edema Discharge
Approximation), nyeri tekan, pembengkakan, memar dan hematoma. Kaji daerah
anal dari adanya hemoroid dan fisura. Kebersihan perineum menunjang proses
penyembuhan luka. Serta adanya hemoroid derajat 1 normal untuk ibu hamil dan
pasca persalinan.

24
Kondisi luka
Luka episiotomi harus dikaji apakah terdapat tanda-tanda infeksi. Kecepatan
penyembuhan pada episiotomy tergantung pada letak dan kedalam insisi.
Kebanyakan episiotomy sembuh sebelum minggu keenam postpartum. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian perawatan perineum, mandi
berendam, penghangatan dengan cahay lampu, dan obat-obatan topical
meningkatkan penyembuhan dan mengurangi ketidaknyamanan luka episiotomy.
Jika ada harus dilaporkan segera mendapatkan penanganan lebih lanjut.

j. Ekstremitas
Kaji sirkulasi perifer, catat adanya varises, edema dan kesimetrisan ukuran dan
bentuk, suhu warna dan rentang gerak sendi. Catat khususnya tanda tromboflebitis
dan tanda homan. Tanda homan yang positif menunjukkan adanya tromboflebitis
sehingga dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa tanda
homan adalah memposisikan ibu terlentang dengan tungkai ekstensi, kemudian
didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu mengalami nyeri di betis. Jika nyeri
maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk mobilisasi dini agar
sirkulasi lancar sehingga tromboflebitis bisa diabsorbsi.

k. Kaji status eliminasi fekal dan kembali ke pola sebelum melahirkan. Lakukan
aktivitas sehari-hari.
l. Evaluasi status nutrisi, meliputi kemampuan mengunyah, menelan makanan, serta
keadekuatan cairan dan diet untuk mendukung involusio laktasi.
m. Evaluasi tingkat pengetahuan klien tentang cara menyusui bayi baru lahir (ASI
atau dengan botol susu).
n. Riwayat kesehatan. Seharusnya berfokus pada riwayat medis keluarga, riwayat
genetik, dan reproduksi.
o. Kaji adapatasi psikososial
1) Tanda dan gejala kesedihan postpartum (postpartum blues), seperti menangis,
putus asa, kehilangan selera makan, konsentrasi buruk, sulit tidur dan cemas.
2) Evaluasi integritas bayi baru lahir dengan keluarganya.
3) Observasi interaksi ibu baru dan anggota keluarga lainnya dengan bayi baru
lahir.

25
2. Pemeriksaan Kebutuhan Dasar
a. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.

b. Integritas Ego
Klien dapat menunjukan labilitas emosional, dari kegembiraan sampaiketakutan,
marah atau menarik diri.

c. Eliminasi
Karakter urine, urine jernih, pucat.

d. Nutrisi/Cairan
- Abdomen lunak dengan tidak ada distensi.
- Bising usus tidak ada, samar atau jelas.

e. Neurosensori
Kerusakan dan sensasi dibawah tingkat anastesia spinal epidural.

f. Nyeri/Ketidaknyamanan
Klien mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya :
trauma bedah / insisi, distensi kandung kemih / abdomen.

g. Pernapasan
Bunyi paru jelas.

h. Keamanan
Balutan abdomen tampak kering dan utuh.

i. Seksualitas
- Fundus kontraksi kuat dan terletak di ambilikus.
- Aliran lochea sedang dan bebas bekuan berlebihan.

3. Pemeriksaan laboratorium : hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk


memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia.
26
2.4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul, antara lain (Doenges, 2001) :
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
2. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi.
3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas
operasi (SC).
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi.

2.4.3 Intervensi Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).

Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang / terkontrol.

Kriteria Hasil :
a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang.
b. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10).
c. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit.
d. Wajah tidak tampak meringis.
e. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan.

Intervensi :
a. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
b. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis)
terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.

27
c. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
d. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,,
sentuhan terapeutik, distraksi.)
e. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
f. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.

2. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi


Tujuan :
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi.

Kriteria Hasil :
Klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri.

Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas

3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan proteksi jaringan
membaik.

Kriteria Hasil :
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

Intervensi :
a. Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
b. Lakukan latihan gerak secara pasif
28
c. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi
d. Jaga kelembaban kulit

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas
operasi (SC)
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak
mengalami infeksi.

Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
b. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -
100x/ menit)
c. WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)

Intervensi :

a. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah
ketuban.
b. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa).
c. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
d. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan sesuai
indikasi.
e. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah menyentuh
luka.
f. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC / sel
darah putih.
g. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah
selama prosedur pembedahan.
h. Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
i. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.

29
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan ansietas klien
berkurang.

Kriteria Hasil :
a. Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
b. Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang

Intervensi :

a. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung.


b. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati.
c. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas
yang dirasakan.
d. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping.
e. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi.
f. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu.
g. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal.

30
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Periode postnatal/postpartum atau masa nifas adalah interval 6 minggu antara kelahiran
bayi dan kembalinya organ reproduksi ke keadaan normal sebelum hamil (Rustam,1998).
Masa postnatal dibagi dalam 3 tahap yaitu :
a. Periode immedietelly postnatal / kala IV (dalam 24 jam pertama).
b. Periode early postnatal (minggu pertama).
c. Periode late postnatal (minggu kedua sampai keenam) atau perubahan bertahap.

Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul pada post partum normal adalah :

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau


distensi efek – efek hormonal.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan/penggantian tidak
adekuat , kehilangan cairan berlebih (muntah, hemoragi, peningkatan keluaran urine).

Sectio Caesarea (SC) adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut (Mochtar, 2000). Tujuan melakukan sectio caesarea
adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks
dan segmen bawah rahim.

Diagnosa keperawatan yang muncul, antara lain (Doenges, 2001) :


1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
2. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi.
3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi
(SC).
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi.

31
DAFTAR PUSTAKA

Karjatin, Atin. 2016. Keperawatan Maternitas. Jakarta : Pusdik PPSDM Kesehatan.

Asuhan Keperawatan Post Partum Oleh Sonia Desiriana Putri. Program Studi Ilmu
Keperawatan : Fakultas Kedokteran UNDIP 2013. Diunduh pada tanggal : 10 September
2019

Asuhan Keperawatan Post Partus Spontan Oleh Achmad Nurul Aziz. Akademi
Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran 2015. Diunduh pada tanggal : 10 September
2019.

Asuhan Keperawatan Dengan Post Partum Oleh Sitti Nasra Amalia. Akademi
Keperawatan Kabupaten Donggala 2016. Diunduh pada tanggal : 10 September 2019.

32

Anda mungkin juga menyukai