Anda di halaman 1dari 56

BAB I

KONSEP DASAR METEDOLOGI KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN PROSES KEPERAWATAN

Banyak pakar telah merumuskan definisi dari proses keperawatan (Weitzel,


Marriner, Murray, Yura, Herber, dll). Secara umum dapat dikatakan bahwa
proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis, dalam
melakuan asuhan keperawatan pada individu, kelompok dan masyarakat yang
berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respn pasien terhadap
penyakitnya (Tarwoto & Wartonah, 2004). Atau :

Proses keperawatan adalah :

a) Suatu pendekatan sistematis untuk mengenal masalah-masalah pasien


dan mencarikan alternatif pemecahan masalah dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pasien.
b) Merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis dalam
memperbaiki dan meningkatkan kesehatan pasien sampai ke tahap
maksimum.
c) Merupakan pendekatan ilmiah

B. KARAKTERISTIK PROSES KEPERAWATAN


a) Tujuan : proses keperawatan mempunyai tujuan yang jelas melalui suatu
tahapan dalam meningatkan kualitas asuhan keperawatan.
b) Sistematik : menggunakan suatu pendekatan yang terorganisir untuk mencapai
suatu tujuan-meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dan menghindari
masalah yang bertentangan dengan tujuan pelayanan kesehatan / keperawatan.
c) Dinamik : proses keperawatan ditujukan dalam mengatasi masalah-masalah
kesehatan lien yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Proses keperawatan
ditujukan pada suatu perubahan respon klien yang diidentifikasi melalui
hubungan antara perawat dan klien.
d) Interaktif : dasar hubungannya adalah hubungan timbal balik antar perawat,
klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
e) Fleksibel : dapat diadopsi pada praktik keperawatan dalam situasi apapun dan
bisa digunakan secara berurutan.
f) Teoritis : setiap langah dalam proses keperawatan selalu didasarkan pada suatu
ilmu yang luas, khususnya ilmu dan model keperawatan yang berlandaskan pada
filosofi keperawatan dan ditekankan pada aspek : humanisti, holistik dan care.
Selain pendapat tersebut, Kozier menyebutkan bahwa proses keperawatan mempunyai
sembilan karakteristik antara lain:

a) Merupakan sistem yang terbuka dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan yang
unik dari klien, keluarga, kelompok dan komunitas.
b) Bersifat siklik dan dinamis, karena semua tahap-tahap saling berhubungan dan
berkesinambungan.
c) Berpusat pada klien, merupakan pendekatan individual dan spesifik untuk
memenuhi kebutuhan klien.
d) Bersifat interpersonal dan kolaborasi.
e) Menggunakan perencanaan.
f) Mempunyai tujuan.
g) Memperbolehkan adanya kreativitas antara perawat dengan klien dalam
memikirkan jalan keluar menyelesaikan masalah keperawatan.
h) Menekankan pada umpan balik, dengan melakukan pengkajian ulang dari
masalah atau merevisi rencana keperawatan.
i) Dapat diterapkan secara luas. Proses keperawatan menggunakan kerangka kerja
untuk semua jenis pelayanan kesehatan, klien dan kelompok.

Demikian juga dengan Craven dan Hirnle (2000), menurutnya proses keperawatan
sebagai pedoman untuk praktek keperawatan profesional, mempunyai karakteristik:

a) Merupakan kerangka kerja dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada


individu, keluarga dan masyarakat.
b) Teratur dan sistematis.
c) Saling tergantung.
d) Memberikan pelayanan yang spesifik kepada individu, keluarga, dan
masyarakat.
e) Berpusat pada klien, menggunakan klien sebagai suatu kekuatan.
f) Tepat untuk diterapkan sepanjang jangka waktu kehidupan.
g) Dapat dipergunakan dalam semua keadaan.

Sedangkan Taylor (1993) menyatakan bahwa proses keperawatan bersifat sistematis,


dinamis, interpersonal, berorientasi kepada tujuan dan dapat dipakaii pada situasi
apapun.

Jadi dapat disimpulkan bahwa proses keperawatan adalah suatu cara menyelesaikan
masalah yang sistematis dan dinamis serta bersifat individual untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan klien sebagai manusia yang bersifat unik, dan menekankan pada
kemampuan pengambilan keputusan oleh perawat sesuai dengan kebutuhan klien.
C. SEJARAH PERKEMBANGAN PROSES KEPERAWATAN

Proses keperawatan mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980-an.


Perawat yang dididik sebelum tahun tersebut pada umumnya belum
mengenal proses keperawatan karena kurikulum di pendidikan belum
mengajarkan metode tersebut. Proses keperawatan mulai dikenal di
pendidikan keperawatan Indonesia yaitu dalam Katalog Pendidikan Diploma
III Keperawatan yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun
1984. Diluar negeri istilah proses keperawatan diperkenalkan pada tahun
1955 oleh Lidya Hall, dan sejak tahun tersebut para pakar keperawatan
mendiskripsikan proses keperawatan secara bervariasi.

Pada awal perkembangannya, proses keperawatan mempunyai tiga


tahap, kemudian empat tahap dan pada saat ini proses keperawatan
mempunyai lima tahap. Proses lima tahap pertama diperkenalkan pada tahun
1967 oleh Western Interstate Commision of Higher Education (WICHE)
yang meliputi: persepsi, komunikasi, interpretasi, intervensi, dan evaluasi.
Pada tahun yang sama para staf pengajar,Yura.H dan Walsh di Catholic
University of American mangusulkan metode empat tahap, meliputi:
pengkajian, perencanaan, intervensi dan evaluasi (Craven & Hirnle, 2000).
Pada tahun 1973, American Nurse’s Association (ANA) menerbitkan
standars of Nursing Practice dan juga National Council of State Boards of
Nursing ( 1982 ) yang terdiri dari lima tahap, meliputi: pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Kozier et al., 1995).

Proses keperawatan terus berkembang dan kemudian istilah Nursing


Diagnosis mulai diperkenalkan dalam literatur-literatur keperawatan. Pada
tahun 1973, Gebbie dan Levin dari St.Louis University School of Nursing
membantu dalam menyelenggarakan konferensi pertama tentang klasifikasi
diagnosa keperawatan di Amerika.

Pada tahun 1982, terbentuk North American Nursing Diagnosis Association


(NANDA) yang setiap dua tahun mengadakan konferensi tentang klasifikasi
diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1997).

Pada saat ini proses keperawatan telah berkembang dan diterapkan di


berbagai tatanan pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti rumah sakit,
klinik-klinik, Puskesmas, perawatan keluarga, perawatan kesehatan
masyarakat, dan perawatan pada kelompok khusus. Namun secara umum
penerapan proses keperawatan belum optimal dan belum menggambarkan
pemecahan masalah secara ilmiah oleh perawat, karena pada dasarnya hal ini
tidak terlepas dari sumber daya keperawatan yang ada dan dukungan institusi.
D. TUJUAN PROSES KEPERAWATAN

a) Menggunakan Metode Pemecahan Masalah


kebutuhan ini menggambarkan masalah yang terjadi pada klien. Dengan
demikian tindakan yang dilakukan terhadap klien merupakan tindakan yang
bertujuan untuk memecahkan masalah yang terjadi pada klien.

b) Menggunakan Standar Untuk Praktik Keperawatan


Standar ini sangat penting untuk menjamin bahwa klien telah
mendapatkan pelayanan yang memadai.

c) Memperoleh Metode yang Baku dan sesuai , Rasional , dan sistematis.


karena sifatnya yang interdependen / saling ketergantungan menjadikan
kinerja perawat yang menggunakan pendekatan proses keperawatan
menjadi rapi, terstruktur, setiap langkah saling berurutan, dan tidak dapat
ditinggalkan atau diloncati satu sama lain.

d) Memperoleh Metode Yang Dapat Dipakai Dalam Segala Situasi


Proses keperawatan dalam keadaan tertentu dapat berlangsung secara
imajiner kemudian dokumentasinya dilakukan setelah tindakan selesei
dilakukan.

e) Mempunyai Hasil Asuhan Keperawatan yang Berkualitas Tinggi


Pendekatan proses keperawatan ini membantu perawat secara lebih teliti
melaksanakan tugas identifikasi masalah dan penetapan desain perencanaan
yang ilmia sehingga hasil asuhan yang dilaksanakan dapat berkualitas.

E. FUNGSI PROSES KEPERAWATAN

a. Aspek administrasi , terbagi dua :

1. Aspek Langsung

Bila asuhan dilaksanakan secara sungguh sungguh dengan


pendekatan ini, secara langsung mutu asuhan dapat ditingkatkan.

2. Aspek Tak Langsung

Secara tidak langsung, dengan asuhan yang dikerjakan, perawat


dapat mengajukan kenaikan kepangkatan dengan perhitungan tertentu

3. Aspek Hukum

Jika ada komplen dari klien, perawat akan mendapatkan


perlindungan hukum apabila ia sudah bekerja sesuai dengan standar dan
menghormati hak klien.
4. Aspek Ekonomi

Dengan proses keperawatan, perawat melakukan tindakan secara


efektif dan efisien

5. Aspek Pendidikan dan Penelitian

Dokumentasi asuhan keperawatan juga memungkinkan


perawat melakukan penelitian dari data data yang ada dalam status
kesehatan pasien.

F. TAHAPAN PROSES KEPERAWATAN


a. Pengkajian
b. Diagnosis Keperawatan
c. Perencanaaan
d. Pelaksanaan
e. Evaluasi
BAB II

KONSEP PENGKAJIAN

A. PENGERTIAN PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu


proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

B. TAHAP PENGKAJIAN

Tahap pengkajian merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan


keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap, akurat,
sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon
individu.

a) Data Dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan
klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri,
dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
b) Data Fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien
terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup
tindakan yang dilaksanakan terhadap klien.

Fokus Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan tidak sama dengan


pengkajian medis. Pengkajian medis difokuskan pada keadaan patologis, sedangkan
pengkajian keperawatan ditujukan pada respon klien terhadap masalah-masalah
kesehatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
Misalnya dapatkah klien melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga fokus pengkajian
klien adalah respon klien yang nyata maupun potensial terhadap masalah-masalah
aktifitas harian.
C. JENIS DATA

a. Data Subjektif

Data Subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa
ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang
status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan,
kecemasan, frustrasi, mual, perasaan malu.

b. Data Objektif

Data Objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat
diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama
pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah,
edema, berat badan, tingkat kesadaran.

C. KARAKTERISTIK DATA

a) Lengkap

Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah


klien yang adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat
harus mengkaji lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan
menanyakan hal-hal sebagai berikut: apakan tidak mau makan karena tidak ada
nafsu makan atau disengaja? Apakah karena adanya perubahan pola makan
atau hal-hal yang patologis? Bagaimana respon klien mengapa tidak mau
makan.

b) Akurat dan Nyata

Untuk menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir secara akurat


dan nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa yang didengar, dilihat,
diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua
data yang mungkin meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas atau
kurang mengerti terhadap data yang telah dikumpulkan, maka perawat harus
berkonsultasi dengan perawat yang lebih mengerti. Misalnya, pada observasi :
“klien selalu diam dan sering menutup mukanya dengan kedua tangannya.

Perawat berusaha mengajak klien berkomunikasi, tetapi klien selalu diam


dan tidak menjawab pertanyaan perawat. Selama sehari klien tidak mau makan
makanan yang diberikan”, jika keadaan klien tersebut ditulis oleh perawat
bahwa klien depresi berat, maka hal itu merupakan perkiraan dari perilaku
klien dan bukan data yang aktual. Diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk
menetapkan kondisi klien. Dokumentasikan apa adanya sesuai yang ditemukan
pada saat pengkajian.

c) Relevan

Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak


sekali data yang harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu dalam
mengidentifikasi. Kondisi seperti ini bisa diantisipasi dengan membuat data
komprehensif tapi singkat dan jelas. Dengan mencatat data yang relevan
sesuai dengan masalah klien, yang merupakan data fokus terhadap masalah
klien dan sesuai dengan situasi khusus.

D. SUMBER DATA

a) Sumber data primer

Klien adalah sumber utama data (primer) dan perawat dapat menggali
informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan klien.

b) Sumber data sekunder

Orang terdekat, informasi dapat diperoleh melalui orang tua, suami atau
istri, anak, teman klien, jika klien mengalami gangguan keterbatasan
dalam berkomunikasi atau kesadaran yang menurun, misalnya klien bayi
atau anak-anak, atau klien dalam kondisi tidak sadar.

c) Sumber data lainnya

1) Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya. Catatan kesehatan


terdahulu dapat digunakan sebagai sumber informasi yang dapat
mendukung rencana tindakan perawatan.

2) Riwayat penyakit Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan merupakan


riwayat penyakit yang diperoleh dari terapis. Informasi yang diperoleh
adalah hal-hal yang difokuskan pada identifikasi patologis dan untuk
menentukan rencana tindakan medis.

3) Konsultasi Kadang terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim


kesehatan spesialis, khususnya dalam menentukan diagnosa medis atau
dalam merencanakan dan melakukan tindakan medis. Informasi tersebut
dapat diambil guna membantu menegakkan diagnosa.

4) Hasil pemeriksaan diagnostic Seperti hasil pemeriksaan laboratorium dan


tes diagnostik, dapat digunakan perawat sebagai data objektif yang dapat
disesuaikan dengan masalah kesehatan klien. Hasil pemeriksaan
diagnostik dapat digunakan membantu mengevaluasi keberhasilan dari
tindakan keperawatan.

5) Perawat lain Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya,
maka perawat harus meminta informasi kepada perawat yang telah merawat
klien sebelumnya. Hal ini untuk kelanjutan tindakan keperawatan yang telah
diberikan.

6) Kepustakaan.

Untuk mendapatkan data dasar klien yang komprehensif, perawat dapat


membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien. Memperoleh
literatur sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
yang benar dan tepat.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

a. Wawancara

b. Observasi

c. Pemeriksaan fisik

d. Studi Dokumentasi

Pulta (Pengumpulan Data) Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi


tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-
masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien.

Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari


informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang
dihadapi klien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan
diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien.

Pengumpulan data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial


assessment), irawat secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian
ulang untuk menambah / melengkapi data (re-assessment).

Tujuan Pengumpulan Data

a. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien.


b. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien.
c. Untuk menilai keadaan kesehatan klien.
d. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-
langkah berikutnya.
F. VALIDASI DATA

Menurut Kozier et al. (1995) validasi data adalah kegiatan “Double-


Checking” atau verifikasi data untuk mengkonfirmasi kelengkapan, keakuratan,
dan aktualitas data. Dengan memvalidasi data, membantu perawat untuk
memastikan kelengkapan informasi dari pengkajian, kecocokan data objektif
dan subjektif, mendapatkan tambahan informasi menghindari ketidakteraturan
dalam mengumpulkan dan memfokuskan data sehingga tidak terjadi kesalahan
dalam penulisan dan identifikasi masalah. Alfaro – LeFevre (1998), menjelaskan
bahwa yang termasuk cara memvalidasi data antara lain: bandingkan antara data
yang didapat dengan fungsi normal, rujuk pada buku, jurnal, dan hasil
penelitian, periksa konsistensi data subjektif dengan dapat objektif yang didapat,
klarifikasi dengan pernyataan-pernyataan klien, dan cari persetujuan kolega
tentang kesimpulan yang dibuat.

BAB IV

KONSEP DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN DIAGNOSA

Pada tahun 1953, istilah diagnosa keperawatan diperkenalkan oleh V. Fry dengan
menguraikan langkah yang diperlukan dalam mengembangkan rencana asuhan
keperawatan.

Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) (1990, dalam


Carpenito, 1997) diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah
kesehatan/ proses kehidupan yang aktual atau risiko.

Diagnosa keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi untuk


mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Adapun persyaratan dari
diagnosa keperawatan adalah perumusan harus jelas dan singkat dari respons klien
terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi, spesifik dan akurat, memberikan
arahan pada asuhan keperawatan, dapat dilaksanakan oleh perawat dan
mencerminkan keadaan kesehatan klien.

B. Standar diagnosa NANDA, Gordon , Carpenito , Doengoes


a) Tipe Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan adalah struktur dan proses. Struktur diagnosa


keperawatan komponennya tergantung pada tipenya, antara lain:

1. Diagnosa Keperawatan Aktual (Actual Nursing Diagnoses).

Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan yang secara


klinis telah divalidasi melalui batasan karakteristik mayor yang
dapat diidentifikasi. Tipe dari diagnosa keperawatan ini
mempunyai empat komponen yaitu label, definisi, batasan
karakteristik, dan faktor-faktor yang berhubungan (Craven &
Hirnle, 2000; Carpenito, 1997).

2. Diagnosa Keperawatan Risiko dan Risiko Tinggi (Risk and


High-Risk Nursing Diagnoses).

Dianosa Keperawatan Risiko dan Risiko Tinggi adalah


keputusan klinis bahwa individu, keluarga dan masyarakat
sangat rentan untuk mengalami masalah bila tidak diantisipasi
oleh tenaga keperawatan, dibanding yang lain pada situasi
yang sama atau hampir sama (Craven & Hirnle, 2000;
Carpenito, 1997).

3. Diagnosa Keperawatan Kemungkinan (Possible Nursing


Diagnoses).

Diagnosa Keperawatan Kemungkinan adalah pernyataan


tentang masalah-masalah yang diduga masih memerlukan data
tambahan. Namun banyak perawat-perawat telah
diperkenalkan untuk menghindari sesuatu yang bersifat
sementara dan NANDA tidak mengeluarkan diagnosa
keperawatan untuk jenis ini (Craven & Hirnle, 2000;
Carpenito, 1997).

4. Diagnosa Keperawatan Sejahtera (Wellness Nursing


Diagnoses).

Diagnosa Keperawatan Sejahtera adalah ketentuan klinis


mengenai individu, keluarga dan masyarakat dalam transisi
dari tingkat kesehatan khusus ketingkat kesehatan yang lebih
baik. Pernyataan diagnostik untuk diagnosa keperawatan
sejahtera merupakan bagian dari pernyataan yang berisikan
hanya sebuah label. Label ini dimulai dengan “Potensial
terhadap peningkatan, diikuti tingkat sejahtera yang lebih
tinggi yang dikehendaki oleh individu atau keluarga, misal
“Potensial terhadap peningkatan proses keluarga” (Craven &
Hirnle, 2000; Carpenito, 1997).

5. Diagnosa Keperawatan Sindroma

(Syndrome Nursing Diagnoses), terdiri dari sekelompok


diagnosa keperawatan aktual atau risiko tinggi yang diduga
akan tampak karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
NANDA telah menyetujui dua diagnosa keperawatan sindrom
yaitu “Sindrom trauma perkosaan” dan “Risiko terhadap
sindrom disuse” (Carpenito, 1997).

6. Komponen Rumusan Diagnosa Keperawatan.

Secara umum diagnosa keperawatan yang lazim dipergunakan


oleh perawat di Indonesia adalah diagnosa keperawatan aktual
dan diagnosa keperawatan risiko atau risiko tinggi yang dalam
perumusannya menggunakan tiga komponen utama dengan
merujuk pada hasil analisa data, meliputi: problem (masalah),
etiologi (penyebab), dan sign/symptom (tanda/ gejala).

7. Problem (masalah).

Problem adalah gambaran keadaan klien dimana tindakan


keperawatan dapat diberikan karena adanya kesenjangan atau
penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya tidak
terjadi.Etiologi (penyebab), adalah keadaan yang menunjukkan
penyebab terjadinya problem (masalah). Sign/symptom (tanda/
gejala),adalah ciri, tanda atau gejala relevan yang muncul
sebagai akibat adanya masalah.

Dalam perumusannya sebuah diagnosa keperawatan dapat menggunakan 3 komponen


atau 2 komponen yang sangat tergantung kepada tipe dari diagnosa keperawatan itu
sendiri. Secara singkat rumusan diagnosa keperawatan dapat disajikan dalam rumus
sebagai berikut:

1. Diagnosa keperawatan aktual:

Contoh: Nyeri kepala akut (Problem) berhubungan dengan peningkatan


tekanan dan iritasi vaskuler serebral (Etiologi) ditandai oleh,
mengeluh nyeri kepala, sulit beristirahat, skala nyeri: 8, wajah
tampak menahan nyeri, klien gelisah, keadaan umum lemah,
adanya luka robek akibat trauma pada kepala bagian atas, nadi: 90
X/ m (Sign/Simptom).
2. Diagnosa keperawatan risiko/ risiko tinggi:

Contoh: Risiko infeksi (Problem) berhubungan dengan adanya luka trauma


jaringan (Etiologi) Pada diagnosa risiko, tanda/gejala sering tidak
dijumpai hal ini disebabkan kerena masalah belum terjadi, tetapi
mempunyai risiko untuk terjadi apabila tidak mendapatkan
intervensi atau pencegahan dini yang dilakukan oleh perawat.

3. Persyaratan Diagnosa Keperawatan.

Persyaratan diagnosa keperawatan, meliputi:

a) Perumusan harus jelas dan singkat berdasarkan respon klien terhadap


Situasi atau keadaan kesehatan yang sedang dihadapi.

b) Spesifik dan akurat.

c) Merupakan pernyataan dari: P(Problem)+ E (Etiologi)+(Sign/Simptom)


atau P (Problem) + E (Etiologi).

d) Memberikan arahan pada rencana asuhan keperawatan.

e) Dapat dilaksanakan intervensi keperawatan oleh perawat.

4. Prioritas Diagnosa Keperawatan.

Menyusun prioritas sebuah diagnosa keperawatan hendaknya diurutkan


sesuai dengan keadaan dan kebutuhan utama klien.

5. Berdasarkan tingkat Kegawatan

Keadaan yang mengancam kehidupan. Keadaan yang tidak gawat dan tidak
mengancam kehidupan. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.

6. Berdasarkan Kebutuhan Maslow

Berdasarkan Kebutuhan Maslow yaitu Kebutuhan fisiologis,kebutuhan


keamanan dan keselamatan,kebutuhan mencintai dan dicintai,kebutuhan
harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.

C. PERBEDAAN DIAGNOSA KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS.

Beberapa perbedaan antara diagnosa keperawatan dengan diagnosa medis


dibawah ini:

a) Diagnosa keperawatan :

Berfokus pada respons atau reaksi klien terhadap penyakitnya.


Berorientas pada kebutuhan individu, bio-psiko-sosio-spiritual.
Berubah sesuai dengan perubahan respons klien.
Mengarah kepada fungsi mandiri perawat dalam melaksanakan tindakan
keperawatan dan evaluasiBerfokus pada respons atau reaksi klien terhadap
penyakitnya.

b) Diagnosa Medis :

Berfokus pada faktor-faktor yang bersifat pengobatan dan penyembuhan


penyakit. Berorientasi kepada keadaan patologis dan cenderung tetap,
mulai dari sakit sampai sembuh. mengarah kepada tindakan medik yang
sebahagian besar dikolaborasikan kepada perawat.

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).

BAB V

KONSEP RENCANA KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN PERENCANAAN, TUJUAN DAN PENETAPAN


KEPERAWATAN

Menurut Kozier et al. (1995) perencanaan adalah sesuatu yang telah


dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan
meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.

Dalam perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya berdasarkan hasil


pengumpulan data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan petunjuk
dalam membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan,
atau mengeliminasi masalah kesehatan klien.

B. LANGKAH – LANGKAH PERENCANAAN

Pada tahap perencanan dapat dilaksanakan dengan berbagai kegiatan, yaitu


sebagai berikut:

1. Penentuan prioritas diagnosis


Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan
setelah tahap diagnosis keperawatan. Dengan menentukan diagnosis
keperawatan, maka dapat diketahui diagnosis mana yang akan dilakukan
atau diatasi pertama kali atau yang segera dilakukan. Dalam menentukan
prioritas terdapat beberapa pendapat urutan prioritas, di antaranya:

a. Berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)

Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)


yang dilatarbelakangi dari prinsip pertolongan pertama yaitu dengan
membagi beberapa prioritas diantaranya prioritas tinggi, prioritas
sedang, dan prioritas rendah.

1) Prioritas tinggi _ prioritas yang mencerminkan situasi yang


mengancam kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu
dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti masalah pembersihan
jalan nafas.

2) Prioritas sedang _ prioritas ini menggambarkan situasi yang


tidak gawat dan tidak mengancam hidup klien seperti masalah
personal higiene.

3) Prioritas rendah _ prioritas yang menggambarkan situasi yang


tidak berhubungan langsung dengan prognosis dari suatu
penyakit yang secara spesifik seperti masalah keuangan dan
lainnya.

b. Berdasarkan kebutuhan Maslow

Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan berdasarkan


urutan kebutuhan dasar manusia, diantaranya:

Kebutuhan fisiologis, meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi,


nyeri, cairan, perawatan kulit, mobilisasi, dan eliminasi.

Kebutuhan keselamatan dan keamanan, meliputi masalah lingkungan, kondisi


tempat tinggal, perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut.

Kebutuhan mencintai dan dicintai, meliputi masalah kasih sayang,


seksualitas, afiliasi dalam kelompok, dan hubungan antar manusia.

Kebutuhan harga diri, meliputi masalah respek dari keluarga, perasaan


menghargai diri sendiri.

Kebutuhan aktualisasi diri, meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.

2. Penentuan tujuan dan hasil yang diharapkan


Tujuan merupakan sinonim dari kriteria hasil yang mempunyai komponen
sebagai berikut: S (Subjek), P (Predikat, K (Kriteria), K (Kondisi, W
(Waktu) dengan penjabaran sebagai berikut:

S: Perilaku pasien yang diamati.

P: Kondisi yang melengkapi pasien.

K: Kata kerja yang dapat diukur atau untuk meentukan tercapainya tujuan.

K: Sesuatu yang menyebabkan asuhan diberikan.

W: Waktu yang ingin di capai.

3. Menentukan rencana tindakan

Untuk memudahkan dalam menentukan rencana tindakan, maka ada


beberapa persyaratan dalam menuliskan rencana tindakan diantaranya harus
terdapat unsur tanggal, kata kerja yang dapat diukur yang dapat dilihat,
dirasa dan didengar, adanya subjek, hasil, target tanggal dan tanda tangan
perawat.

Perawatan dan pengobatan dirancang untuk membantu pencapaian satu atau


lebih dari tujuan perawatan sehingga dapat mengurangi, mencegah atau
menghilangkan dari masalah pasien.

Tujuan penulisan rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil yang diharapkan
adalah:

1. Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan merupakan petunjuk untuk intervensi
keperawatan pada individu.

2. Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan menentukan efektivitas dari intervensi
keperawatan.

Dalam penulisan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan terdapat beberapa
petunjuk, antara lain:

1. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan,

2. Merupakan hasil akhir yang ingin dicapai.

3. Mencakup kriteria hasil yang merupakan dasar untuk melakukan evaluasi.

4. Berpusat pada klien.


5. Terlihat/ dapat diamati.

6. Dapat diukur.

7. Adanya batasan waktu.

8. Realistik.

Strategi intervensi keperawatan berhubungan dengan diagnosa keperawatan spesifik


yang ditetapkan perawat untuk mencapai tujuan perawatan klien dan kriteria hasil.
Intervensi keperawatan yang spesifik harus berfokus dalam mengeliminasi atau
menurunkan etiologi (penyebab) dari diagnosa keperawatan, dan sesuai dengan
pernyataan tujuan serta kriteria hasil. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menentukan rencana intervensi keperawatan adalah:

a) Mengidentifikasi alternatif tindakan.

b) Menetapkan dan menguasai teknik serta prosedur keperawatan yang akan


dilakukan.

c) Melibatkan klien dan keluarganya.

d) Melibatkan anggota tim kesehatan lainnya.

e) Mengetahui latar belakang budaya dan agama klien.

f) Mempertimbangkan lingkungan, sumber, dan fasilitas yang tersedia.

g) Memperhatikan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku. Harus dapat menjamin


rasa aman klien.

h) Mengarah pada tujuan dan kriteria hasil yang akan dicapai.

i) Bersifat realistik dan rasional.

j) Rencana tindakan disusun secara berurutan sesuai prioritas.

Demikian juga dalam tehnik penulisan rencana intervensi keperawatan, ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:

1. Kalimat yang ditulis harus berupa kalimat instruksi, berfungsi untuk menjelaskan
tindakan yang akan dilakukan. Instruksi dibuat secara ringkas, tegas, tepat dan
kalimat mudah dimengerti.

2. Dapat dijadikan alat komunikasi antar anggota keperawatan/ tim kesehatan lain
untuk kesinambungan asuhan keperawatan yang akdiberikan kepada klien.

3. Memuat informasi yang selalu baru.


4. Didokumentasikan pada tempat/ kolom yang ditentukan sebagai pertanggung-
jawaban dan pertanggunggugatan perawat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien.

Dalam pelaksanaan rencana keperawatan perawat memakai format yang didalamnya


terdapat beberapa kolom. Kolom-kolom tersebut terdiri dari kolom diagnosa
keperawatan, kolom tujuan dan kriteria hasil, dan kolom rencana intervensi
keperawatan beserta rasionalnya.

Pada tahap ini, dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah
ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan.

C. KARATERISTIK RENCANA KEPERAWATAN

a. Proses belajar mengajar berkaitan dengan pendidikan kesehatan

b. Komunikasi dua arah antara perawat dan klien

c. Ketrampilan psikomotorik perawat dalam membantu memenuhi kebutuhan klien

d. Kerjasama diantara perawat dan profesi kesehatan lainnya

e. Kepemimpinan keperawatan dalam menglola asuhan keperawatan

D. PERBEDAAN RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN DAN TINDAKAN MEDIS

Menurut Carpenito (2000), rencana tindakan adalah rencana yang disusun oleh
perawat untuk kepentingan tindakan keperawatan bagi perawat yang menulis dan
perawat lainnya. Sedangkan rencana tindakan pelimpahan (delegasi) adalah rencana
yang disusun oleh dokter untuk dilaksanakan oleh staf perawat. Program atau perintah
dokter adalah bukan perintah untuk perawat, tetapi perintah ditujukan kepada klien
yang tindakannya dilaksanakan oleh perawat. Kedua intervensi tersebut memerlukan
suatu pengambilan keputusan yang independen, karena secara hukum perawat harus
menentukan apakah memang sudah selesai untuk melaksanakan suatu tindakan
berdasarkan standar praktik.

Rencana tindakan medis biasanya difokuskan pada kegiatan yang berhubungan dengan
diagnostik dan pengobatan berdasarkan kondisi klien. Tindakan tersebut didelegasikan
kepada perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Tindakan medis sering meliputi
pengobatan, uji diagnostik, diet dan pemberian obat.

Rencana tindakan keperawatan ditujukan pada kegiatan yang berhubungan dengan


promosi, mempertahankan atau menjaga kesehatan klien. Rencana tindakan tersebut
bisa dikategorikan menjadi 3, yaitu:
1. Dependen

2. Interdependen

3. Independen

BAB VI

KONSEP IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN IMPLEMENTASI

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).

Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan


dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk
klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari.

Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan


rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).

B. TAHAP-TAHAP IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tahap I : Persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Meliputi :
- Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan
- Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang diperlukan
- Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul
- Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
- Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan
- Mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensi
tindakan
Tahap II : Intervensi
Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan
dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan ini
meliputi :
a. Independent
Adalah suatu kegiatan yang di laksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan
perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tipe tindakan independent
keperawatan ada 4 yaitu:
1). Tindakan Diagnostik
a). Wawancara dengan klien
b). Observasidan pemeriksaan fisik
c). Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, misalnya HB dan
membaca hasil dari pemeriksaan laboratorium tersebut.

2). Tindakan terapeutik


Tindakan untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah klien.
Misalnya: Untuk mencegah gangguan integritas kulit dengan melakukan
mobilisasi dan memberikan bantal air pada bagian tubuh yang tertekan.
3). Tindakan Edukatif
Tindakan ini untuk merubah perilaku klien melalui promosi kesehatan dan
pendidikan kesehatan kepada klien. Misalnya: Perawat mengajarkan kepada
klien cara injeksi insulin.
4). Tindakan Merujuk
Tindakan kerja sama dengan tim kesehatan lainnya.

b. Interdependent,
yaitu suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya misalnya tenaga soaial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.

c. Dependent,
yaitu tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain. seperti ahli
gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya.

Tahap III : Dokumentasi


Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan
akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Ada 3 tipe sistem
pencatatan yang digunakan pada dokumentasi :
1) Sources-Oriented records,
2) Problem-Oriented records,
3) Computer-Assissted records.

C. PRINSIP IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


a. Mempertahankan keamanan klien
Keamanan merupakan fokus utama dalam melakukan tindakan. Oleh
karena, tindakan yang membahayakan tidak hanya dianggap sebagai
pelanggaran etika standar keperawatan professional, tetapi juga merupakan
suatu tindakan pelanggaran hukum yang dapat dituntut.
b. Memberikan asuhan yang efektif
Asuhan yang efektif adalah memberikan asuhan sesuai dengan yang harus
dilakukan. Semakin baik pengetahuan dan pengalaman seorang perawat, maka
semakin efektif asuhan yang akan diberikan.
c. Memberikan asuhan seefisien mungkin
Asuhan yang efisien berarti perawat dalam memberikan asuhan dapat
menggunakan

D. PENDEKATAN IMPLMENTASI KEPERAWATAN

Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dar
implementasi keperawatan, antara lain:

1. Cognitive implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan, menghubungkan


tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi
untuk klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi
tim keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan
lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.

2. Interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan,


meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan
jadwal personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual,
bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.

3. Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit,


melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar
klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan tindakan
keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.

Sedangkan dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat melakukannya


sesuai dengan rencana keperawatan dan jenis implementasi keperawatan. Dalam
pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, antara lain:

1. Independent implementations, adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh


perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan
kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL),
memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-
spiritual, perawatan alat invasive yang dipergunakan klien, melakukan
dokumentasi, dan lain-lain.

2. Interdependen/ Collaborative implementations, adalah tindakan keperawatan atas


dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya,
seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus,
kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain. Keterkaitan dalam tindakan
kerjasama ini misalnya dalam pemberian obat injeksi, jenis obat, dosis, dan efek
samping merupakan tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan jadwal
pemberian, ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan
klien, serta respon klien setelah pemberian merupakan tanggung jawab dan menjadi
perhatian perawat.

3. Dependent implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari


profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya
dalam hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh
ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian
fisioterapi.

BAB VII

KONSEP EVALUASI KEPERAWATAN

F. PENGERTIAN EVALUASI

Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi


berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan (Alfaro-LeFevre,
1998). Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan
merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk
mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.

Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan


dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah
ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.

Tujuan dari evaluasi antara lain:

1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.

2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan


keperawatan yang telah diberikan.

3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.

4. Mendapatkan umpan balik.

5. Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan


keperawatan.
B. TAHAPAN EVALUASI
LANGKAH-LANGKAH EVALUASI :
1. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi
2. Mengumpulkan data baru tentang klien
3. Menafsirkan data baru
4. Membandingkan data baru dengan standar yang berlaku
5. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan
6. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan

C. FUNGSI EVALUASI
1. Menentukan perkembangan kesehatan klien.
2. Menilai efektifitas, efesiensi dan produktifitas.
3. Menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki mutu.
5. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab.

D. KRITERIA EVALUASI
1. Efektifitas: yang mengidentifikasi apakah pencapaian tujuan yang diinginkan telah
optimal.
2. Efisiensi: menyangkut apakah manfaat yang diinginkan benar-benar berguna atau
bernilai dari program publik sebagai fasilitas yang dapat memadai secara efektif.
3. Responsivitas: yang menyangkut mengkaji apakah hasil kebijakan memuaskan
kebutuhan/keinginan, preferensi, atau nilai kelompok tertentu terhadap
pemanfaatan suatu sumber daya.

E. TEHNIK EVALUASI
1. Wawancara
Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab yang berkaitan dengan
masalah yang dihadapi oleh klien, biasa juga disebut dengan anamnesa.
Wawancara berlangsung untu menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan
masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan.
Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan
dan masalah keperawatan klien, serta untuk menjalin hubungan antara perawat
dengan klien. Selain itu wawancara juga bertujuan untuk membantu klien
memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam identifikasi masalah dan tujuan
keperawatan, serta membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih lanjut
selama tahap pengajian.
Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan komunikasi. Komunikasi
keperawatan adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan kemampuan skill
komunikasi dan interaksi. Komunikasi keperawatan biasanya digunaan untuk
memperoleh riwayat keperawatan. Istilah komunikasi terapeutik adalah suatu
teknik yang berusaha untuk mengajak klien dan keluarga untuk bertuar pikiran dan
perasaan. Teknik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal,
empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali jawaban dan
memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi : mendengarkan secara aktif,
diam, sentuhan dan konta mata. Mendengarkan secara aktif merupakan suatu hal
yang penting dalam pengumpulan data, tetapi juga merupakan sesuatu hal yang
sulit dipelajari. Tahapan wawancara / komunikasi :
a. Persiapan.
Sebelum melaukan komunikasi dengan klien, perawat harus melakukan
persiapan dengan membaca status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai
prasangka buruk kepada klien, karena akan mengganggu dalam membina
hubungan saling percaya dengan klien.
Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa
atau memberi kesempatan kepada klien kapan mereka sanggup. Pengaturan
posisi duduk dan teknik yang akan digunakan dalam wawancara harus disusun
sedemikian rupa guna memperlancar wawancara.
b. Pembukaan atau perkenalan
Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah dengan
memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara, waktu yang diperlukan
dan faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan. Perawat perlu
memberikan informasi kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan
disimpan dimana, bagaimana menyimpannya dan siapa saja yang boleh
mengetahuinya.
c. Isi / tahap kerja
Selama tahap kerja dalam wawancara, perawat memfokuskan arah pembicaraan
pada masalah khusus yang ingin diketahui. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1) Fokus wawancara adalah klien
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian. Jelaskan bila perlu.
3) Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien
4) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien
5) Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya
6) Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya
7) Sentuhan teraputik, bila diperlukan dan memungkinan.
d. Terminasi
Perawat mempersiapkan untu penutupan wawancara. Untuk itu klien harus
mengetahui kapan wawancara dan tujuan dari wawancara pada awal
perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir wawancara perawat dan klien
mampu menilai keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan bersama.
Jika diperlukan, perawat perlu membuat perjanjian lagi untuk pertemuan
berikutnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara
dengan klien adalah :
1) Menerima keberadaan klien sebagaimana adanya
2) Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan keluhan-
keluhannya / pendapatnya secara bebas
3) Dalam melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan
nyaman bagi klien
4) Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian
5) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
6) Tidak bersifat menggurui
7) Memperhatikan pesan yang disampaikan
8) Mengurangi hambatan-hambatan
9) Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk)
10) Menghindari adanya interupsi
11) Mendengarkan penuh dengan perasaan
12) Memberikan kesempatan istirahat kepada klien

2. Pengamatan/observasi
Pengamatan adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data
tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien. Observasi dilakukan dengan
menggunakan penglihatan dan alat indra lainnya, melalui rabaan, sentuhan dan
pendengaran. Tujuan dari observasi adalah mengumpulkan data tentang masalah yang
dihadapi klien melalui kepekaan alat panca indra.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan observasi adalah :
a. Tidak selalu pemeriksaan yang akan kita lakukan dijelaskan secara terinci kepada
klien (meskipun komunikasi terapeutik tetap harus dilakukan), karena terkadang hal
ini dapat meningkatkan kecemasan klien atau mengaburkan data (data yang
diperoleh menjadi tidak murni). Misalnya : “Pak, saya akan menghitung nafas bapak
dalam satu menit”. Kemungkinan besar data yang diperoleh menjadi tidak valid,
karena kemungkinan klien akan berusaha untuk mengatur nafasnya.
b. Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual klien
c. Hasilnya dicatat dalam catatan keperawatan, sehingga dapat dibaca dan dimengerti
oleh perawat yang lain.

3. Studi Dokumentasi
C. JENIS EVALUASI

Menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle, 2000),
evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Evaluasi struktur.

Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling
tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan
perlengkapan, fasilitas fisik, ratio perawat-klien, dukungan administrasi,
pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang
diinginkan.

2. Evaluasi proses.

Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan
sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup
jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi
dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.

3. Evaluasi hasil.

Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian
tujuan dan kriteria hasil

D. KRITERIA EVALUASI

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

a. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.

b. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari


kriteria hasil yang telah ditetapkan.

c. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan
atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.

Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan
cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan. Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi,
teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana keperawatan lanjutan
yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.

BAB VIII

PROSES KEPERAWATAN

A. PENYUSUNAN PENGKAJIAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Tanggal pengkajian : ……………………..……….

1. BIODATA

Nama :
(inisial)

Umur :

Jenis kelamin :

Agama :

Suku :

Status :

Pekerjaan :

Alamat :

Tgl Masuk :

No. Register :

Dx medi
2. RIWAYAT KESEHATAN

Riwayat Penyakit Sekarang

- Alasan datang

- Keluhan utama

Riwayat Penyakit Dahulu.

……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………..

Riwayat penyakit keluarga

……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………….

3. POLA FUNGSIONAL/kebutuhan biologis

Kebutuhan oksigenasi.

……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Kebutuhan nutrisi (makanan dan cairan)

……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Kebutuhan aktivitas.

……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Pola istirahat dan tidur.

……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Pola eliminasi.

……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Rasa aman dan nyaman.


……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Integritas Ego.

……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Pengetahuan / pembelajaran.

……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Pola interaksi sosial/keluarga.

……………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Psikologis
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
………..

Spiritual

……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……….

PEMERIKSAAN FISIK

Kesan Umum

Tampak sakit

Pucat

Sesak

Kejang dll

Tk. Kesadaran

Kualitatif

Kuantitatif
Vital Signs

Tekanan darah

Nadi

Respiratory Rate

Suhu

Kulit

Warna

Turgor

Pigmen

Kelembaban

Petechie dll

Kepala

Bentuk

Lain-lain

Mata

Ptosis

Exopthalmus

Palpebra

Conjuntiva

Lensa

Gerak bola mata

Tekanan IO

Lapang pandang

Sclera

Pupil dll

Telinga

Membran timpani
Pendengaran

Mastoid

Lain-lain

Hidung

Rongga hidung

Mukosa

Sputum

Cuping Hidung

Mulut

Bibir,gusi,

Mukosa pipi

Palatum, Gigi

Lidah dll

Tenggorokan

Tonsil

Pharing

Lain-lain

Leher

Pemb. Darah

Desakan vena

Trakea

Kel. Tiroid

Limponadi dll

Dada

Bentuk

Simetri

Pernafasan
Benjolan

Pernanahan

Putting susu

Suara napas dll

Jantung

Apeks

Pulsasi

Rate

Ritme

Bunyi jantung

Bising dll

Paru-paru

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Abdomen

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Genetalia

Scrotum

Testis

Vagina

Uterus

Luka dll
Ekstremitas

Warna

Udem

Luka

Tremor

Clubbing

Kapiler refill dll

Neurologik

Status mental

Syaraf otak

Sensoris

Refleks

Motorik

Lain-lain

Recto-anal

Columna vertebralis

Lain-lain

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium darah, urin, faces, dahak dll

b. Pemeriksaan diagnostik
TERAPI

……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
………………………………

B. PENYUSUNAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Klasifikasi & Analisis Data

Pengelompokkan data adalah mengelompokkan data-data klien atau keadaan


tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan
berdasarkan kriteria permasalahannya. Pengelmpkkan data dapat disusun
berdasarkan pola respon manusia (taksonomi NANDA) dan/atau pola fungsi
kesehatan (Gordon, 1982);

Respon Manusia (Taksonomi NANDA II) :

Pertukaran

Komunikasi

Berhubungan

Nilai-nilai

Pilihan

Bergerak

Penafsiran

Pengetahuan

Perasaan

Pola Fungsi Kesehatan (Gordon, 1982) :

Persepsi kesehatan : pola penatalaksanaan kesehatan

Nutrisi : pola metabolisme

Pola eliminasi

Aktivitas : pola latihan

Tidur : pola istirahat

Kognitif : pola perseptual


Persepsi diri : pola konsep diri

Peran : pola hubungan

Seksualitas : pola reproduktif

Koping : pola toleransi stress

Nilai : pola keyakinan

2. Mengindentifikasi masalah klien

Masalah klien merupakan keadaan atau situasi dimana klien perlu bantuan untuk
mempertahankan atau meningkatkan status kesehatannya, atau meninggal dengan
damai, yang dapat dilakukan oleh perawat sesuai dengan kemampuan dan
wewenang yang dimilikinya

Identifikasi masalah klien dibagi menjadi : pasien tidak bermasalah, pasien yang
kemungkinan mempunyai masalah, pasien yang mempunyai masalah potensial
sehingga kemungkinan besar mempunyai masalah dan pasien yang mempunyai
masalah aktual.

a. Menentukan kelebihan klien


Apabila klien memenuhi standar kriteria kesehatan, perawat kemudian
menyimpulkan bahwa klien memiliki kelebihan dalam hal tertentu. Kelebihan
tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan atau membantu memecahkan
masalah yang klien hadapi.
b. Menentukan masalah klien
Jika klien tidak memenuhi standar kriteria, maka klien tersebut mengalami
keterbatasan dalam aspek kesehatannya dan memerlukan pertolongan.
c. Menentukan masalah yang pernah dialami oleh klien
Pada tahap ini, penting untuk menentukan masalah potensial klien. Misalnya
ditemukan adanya tanda-tanda infeksi pada luka klien, tetapi dari hasil test
laboratorium, tidak menunjukkan adanya suatu kelainan. Sesuai dengan teori,
maka akan timbul adanya infeksi. Perawat kemudian menyimpulkan bahwa
daya tahan tubuh klien tidak mampu melawan infeksi.
2. Penentuan keputusan
a. Tidak ada masalah, tetapi perlu peningkatan status dan fungsi
(kesejahteraan) : tidak ada indikasi respon keperawatan, meningkatnya
status kesehatan dan kebiasaan, serta danya inisiatif promosi kesehatan
untuk memastikan ada atau tidaknya masalah yang diduga.
b. Masalah kemungkinan (possible problem) : pola mengumpulkan data
yang lengkap untuk memastikan ada atau tidaknya masalah yang diduga
c. Masalah aktual, resiko, atau sindrom : tidak mampu merawat karena
klien menolak masalah dan pengobatan, mulai untuk mendesain
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk mencegah, menurunkan,
atau menyelesaikan masalah.
d. Masalah kolaboratif : konsultasikan dengan tenaga kesehatan profesional
yang ompeten dan bekerja secara kolaboratif pada masalah tersebut.
Masalah kolaboratif adalah komplikasi fisiologis yang diakibatkan dari
patofisiologi, berhubungan dengan pengobatan dan situasi yang lain.
Tugas perawat adalah memonitor, untuk mendeteksi status klien dan
kolaboratif dengan tenaga medis guna pengobatan yang tepat.

3. Memvalidasi diagnosis keperawatan

Adalah menghubungkan dengan klasifikasi gejala dan tanda-tanda yang kemudian


merujuk kepada kelengkapan dan ketepatan data. Untuk kelengkapan dan ketepatan
data, kerja sama dengan klien sangat penting untuk saling percaya, sehingga
mendapatkan data yang tepat.

Pada tahap ini, perawat memvalidasi data yang ada secara akurat, yang dilakukan
bersama klien/keluarga dan/atau masyarakat. Validasi tersebut dilaksanakan
dengan mengajukan pertanyaan atau pernyataan yang reflektif kepada
klien/keluarga tentang kejelasan interpretasi data. Begitu diagnosis keperawatan
disusun, maka harus dilakukan validasi.

4. Menyusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritasnya

Setelah perawat mengelompokkan, mengidentifikasi, dan memvalidasi data-data


yang signifikan, maka tugas perawat pada tahap ini adalah merumuskan suatu
diagnosis keperawatan. Diagnosa keperawatan dapat bersifat aktual, resiko,
sindrom, kemungkinan dan wellness.

Menyusun diagnosis keperawatan hendaknya diurutkan menurut kebutuhan yang


berlandaskabn hirarki Maslow (kecuali untuk kasus kegawat daruratan —
menggunakan prioritas berdasarkan “yang mengancam jiwa”) :

Berdasarkan Hirarki Maslow : fisiologis, aman-nyaman-keselamatan, mencintai


dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri

Griffith-Kenney Christensen : ancaman kehidupan dan kesehatan, sumber daya


dan dana yang tersedia, peran serta klien, dan prinsip ilmiah dan praktik
keperawatan.
C. PENYUSUNAN RENCANA KEPERAWATAN

1. Berdasarkan masalah/diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan


2. Merupakan hasil akhir yang ingin dicapai
3. Harus objektif atau merupaan tujuan operasional langsung dari kedua belah pihak
(klien-perawat)
4. Tujuan perawatan hendaknya sejalan dengan tujuan klien
5. Mencakup tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang
6. Mencakup kriteria keberhasilan sebagai dasar evaluasi
7. Menjadi pedoman dari perencanaan tindakan keperawatan.

Suatu pernyataan tujuan pertama-tama diperlukan agar perawat tahu secara khusus apa
yang perawat harapkan untuk dicapai bersama-sama dengan klien. Tanpa suatu
pernyataan tujuan yang jelas, perawat tidak mengetahui apakah akhir yang diinginkan
telah tercapai. Suatu pernyataan tujuan yang jelas, akan menunjukkan hasil dari
tindakan keperawatan dan batas waktu yang dibutuhkan.
Terdapat dua kategori tujuan, yaitu janga pende dan jangka panjang. Tujuan jangka
panjang adalah hasil yang dalam pencapaiannya memerlukan waktu lebih lama. Tujuan
jangka pendek tepat digunakan untuk keadaan emergensi dimana kondisi klien tidak
stabil.

a. Contoh tujuan jangka pendek :

a) Frekuensi nafas 16 – 24 x/mnt setelah dilakukan tindakan


keperawatan/kolaboratif selama 2 jam.
b) Pemasukan cairan 2000 cc dalam 24 jam.

Kriteria Rumusan Tujuan Keperawatan :

1. Berfokus kepada klien. Pernyataan tujuan harus merupakan perilaku klien


yang menunjukkan berkurangnya masalah klien. Masalah tersebut telah
diidentifikasikan dalam diagnosis keperawatan
2. Jelas dan singkat
3. Dapat diukur dan diobservasi
4. Waktu relatif dibatasi (jangka pendek, menengah dan panjang)
5. Realistik untuk kemampuan/kondisi klien dalam waktu seperti yang
ditetapkan
6. Realistik untuk tingkat pengalaman dan ketrampilan perawat
7. Ditentukan bersama oleh perawat dan klien
8. Tujuan harus sejalan dan menyokong terapi lain
Perumusan Kriteria Keberhasilan :

1. Merupakan model atau standar yang digunakan untu membuat keputusan


Dinyatakan sebagai hasil, misalnya merupakan perubahan status kesehatan

2. Menentukan apakah tujuan dapat dicapai


3. Menentukan kriteria keberhasilan yang ditentukan, yang mencakup
perubahan perilaku, apa yang dilakukan oleh klien dan bagaimana
kemampuan klien sebelum mencapai tujuan

Manifestasi terhadap respon manusia : KAPP (Kognitif, Afektif, Psikomotor, dan


Perubahan fungsi tubuh) :

1. Kognitif : pengetahuan; berdasarkan pengulangan informasi yang telah


diajarkan kepada klien

2. Affektif : mengetahui bagaimana respon klien dan keluarga terhadap stress


yang dihadapi (status emosional)
3. Psikomotor : mengidentifikasi apa yang seharusnya bisa dilaksanakan oleh
klien sebagai hasil dari rencana pengajaran
Perubahan fungsi tubuh : sejumlah manifestasi yang dapat diobservasi.

Ciri-ciri Kriteria Keberhasilan :

1. Berhubungan dengan tujuan


2. Bersifat khusus dan konkrit
3. Hasilnya dapat dilihat,didengar,diraba dan diukur oleh orang lain
Dinyatakan dengan istilah yang positif.

Contoh :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama tujuh hari, klien mampu
merawat kebersihan diri sendiri tanpa bantuan perawat.
Kriteria :
1. Klien dapat mandi sendiri minimal 1x sehari
2. Klien dapat mengganti pakaian sendiri minimal 1x sehari
3. Mampu berdandan dengan rapi sesuai dengan waktu dan tepat
Formulasi Rumusan Tujuan Keperawatan :
1. Subjek (klien)
2. Perilaku klien yang dapat diamati oleh orang lain
3. Predikat (kondisi)
4. Kriteria keberhasilan.
Petunjuk Umum dalam Menulis Tujuan :
1. Tulislah tujuan dalam istilah yang dapat diukur. Hindari kata-kata : baik,
normal, cukup dan perbaikan.

2. Tulislah tujuan dalam istilah `yang dapat dicapai oleh klien`, bukan tindakan
keperawatan
3. Tulis tujuan sesingkat mungkin
4. Buat tujuan yang spesifik
5. Setiap tujuan berdasarkan dari satu diagnosis keperawatan
6. Rencanakan batas waktu untuk pencapaian setiap tujuan. Tulis tanggal tujuan
dan tanggal evaluasi.
7. Secara umum : SMART : Specific, Measurable, Achievable, Reality and Time
(singkat, jelas, dapat dimengerti, spesifik, dapat diukur, dapat dinilai, realistis,
berdasarkan diagnosis keperawatan dan kriteria waktu tertentu).

D. PENYUSUNAN IMPLEMENTASI

Persiapan proses implementasi akan memasatkan asuhan keperawatan yang


efesien, aman, dan efektif.

a. Pengkajian Ulang terhadap Klien

Pengkajian merupakan proses kontinu yang terjadi setiap kali perawat


berinteraksi dengan klien. Saat mengumpulkan dan mengidentifikasi
kebutuhan baru, perawat akan memodifikasi rencana keperawatan. Selain
itu, perawat juga memodifikasi rencana saat menentukan kebutuhan
kesehatan seorang klien. Langkah ini membantu perawat untuk
menentukan apakah tindakan keperawatan tersebut masih sesuai dengan
kondisi klien.

b. Meninjau dan Merevisi Rencana Asuhan Keperawatan yang Ada

Setelah mengkaji ulang, lakukan peninjauan pada rencana keperawatan,


bandingkan data tersebut agar diagnosis keperawatan menjadi valid,
dan tentukan apakah intervensi keperawatan tersebut masih menjadi
yang terbaik untuk situasi klinis saat itu. Jika terjadi perubahan status
klien, diagnosis keperawatan dan intervensinya, lakukan modifikasi
rencana asuhan keperawatan. Modifikasi rencana perawatan tertulis
mencakup empat langkah sebagai berikut:

Lakukan revisi data pada kolom pengkajian untuk menggambarkan


status klien terkini. Berikan tanggal pada data baru sehingga anggota
tim yang lain mengetahui waktu perubahan tersebut.
Lakukan revisi pada diagnosis keperawatan. Hapus diagnosis
keperawatan yang telah kehilangan relevansinya, tambah dan berikan
tanggal pada diagnosis yang baru.

Lakukan revisi pada intervensi sesuai dengan diagnosis dan tujuan


keperawatan yang baru. Revisi ini harus menggambarkan status terkini
klien.

Tentukan metode evaluasi untuk menentukan apakah anda telah


berhasil.

DAFTAR PUSTAKA

http://nursingbegin.com/pengkajian-keperawatan/

http://syehaceh.wordpress.com/2010/03/09/tahap-pengkajian/

http://syehaceh.wordpress.com/2010/03/09/tahap-pengkajian/

http://syamslaluceria27.blogspot.com/2011/01/tahap-diagnosa-keperawatan.html

://syehaceh.wordpress.com/2010/03/09/tahap-perencanaan-keperawatan/

http://syehaceh.wordpress.com/2010/03/09/tahap-implementasi-keperawatan/

http://syehaceh.wordpress.com/2010/03/09/tahap-evaluasi-keperawatan/

Chase, S. (1994). Clinical Judgement by critical care nurse: An ethnographic study. In


R. M. Carroll-Johnson 7 Pacquette (Eds),Classification of nursing diagnosis:
Proceedingof the ninth conference, North American Nursing Diagnosis Association (pp.
367-368). Philadelphia: J.B. Lippincott.

Lunney; M. (1992). Divergent productie thinking factors and accuracy of nursing


diagnoses. Research in Nursing and Health, 15(4), 303-312.

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik.

Jakarta: Salemba Medika


BAB IX

CONTOH ASUHAN KEPERAWATAN PADA DHF

A. PENGKAJIAN.

1. Identitas Klien.

Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan
usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi
pada saat musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan,
pekerjaan.

2. Keluhan Utama.

Panas atau demam.

3. Riwayat Kesehatan.

a. Riwayat penyakit sekarang.

Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan


kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan
keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi
pendarahan pada kulit

b. Riwayat penyakit yang pernah diderita.

Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan
ulang DHF.

c. Riwayat imunisasi.

Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya


komplikasi dapat dihindarkan.

d. Riwayat gizi.

Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.

e. Kondisi lingkungan.

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).
4. Acitvity Daily Life (ADL)

1. Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.


2. Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.
3. Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
4. Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria
5. Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan
diri.

5. Pemeriksaan fisik, terdiri dari :

Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien


(inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan
mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau
tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan
meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan
stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).

Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Keadaan umum :

Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :

1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-


tanda vital dan nadi lemah.

2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada


perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.

3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi


lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.

4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak
sianosis.

b. Kepala dan leher.

1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata,


lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,
(kadang-kadang) sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan : Hiperemia
5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas
rahang daerah servikal posterior.

c. Dada (Thorax).

Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.

Pada Stadium IV :

Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.

Perkusi : Suara paru pekak.

Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.

d. Abdomen (Perut).

Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor
kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium
IV).

e. Anus dan genetalia.

Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.

Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.

f. Ekstrimitas atas dan bawah.

Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.

Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.

Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan

dan kaki.

6. Pemeriksaan laboratorium.

Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :

a. Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).

b. Trambositopenia (≤100.000/ml).

c. Leukopenia.

d. Ig.D. dengue positif.


e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.

f. Urium dan Ph darah mungkin meningkat.

g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.

h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.

B. DIAGNOSA.

Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang


dapat timbul pada klien dengan DHF adalah :

1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju


metabolisme. Ditandai oleh :

a. Konvulsi.

b. Kulit kemerahan.

c. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.

d. Kejang.

e. Takikardi.

f. Takipnea.

g. Kulit terasa hangat.

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

a. Perubahan status mental.

b. Penurunan tekanan darah.

c. Penurunan tekanan nadi.

d. Penurunan volume nadi.

e. Penurunan turgor kulit.

f. Penurunan turgor lidah.

g. Pengeluaran haluaran urine.

h. Penurunan pengisian vena.

i. Membrane mukosa kering.


j. Kulit kering.

k. Peningkatan hematokrit.

l. Peningkatan suhu tubuh.

m. Peningkatan frekuensi nadi.

n. Peningkatan konsentrasi urine.

o. Penurunan berat badan tiba-tiba.

p. Haus.

q. Kelemahan

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

a. Kram abdomen.

b. Nyeri abdomen.

c. Menghindari makanan.

d. Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.

e. Kerapuhan kapiler.

f. Diare.

g. Kehilangan rambut berlebihan.

h. Bising usus hiperaktif.

i. Kurang makanan.

j. Kurang informasi.

k. Kurang minat pada makanan.

l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.

m. Kesalahan konsepsi.

n. Kesalahan informasi.

4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.

a. kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan


kaki.
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi.

a. Perilaku hiperbola.

b. Ketidakakuratan mengikuti perintah.

c. Ketidakakuratan melakukan tes.

d. Perilaku tidak tepat.

e. Pengungkapan masalah.

C. INTERVENSI.

Nanda (2009) dan Doenges (2000), menyatakan bahwa rencana tindakan


keperawatan yang dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :

1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju


metabolisme.

Tujuan Rencana Rasional

Mempertahankan suhu a. Ukur tanda-tanda a. Suhu 38,90C-41,10C


tubuh normal. vital (suhu). menunjukkan proses
penyakit infeksi akut.
KH : b. Berikan kompres
hangat. b. Kompres hangat
· Suhu tubuh antara akan terjadi
c. Tingkatkan intake perpindahan panas
36 – 370C. cairan. konduksi.
· Membrane mukosa
basah. c. Untuk mengganti
cairan tubuh yang
· Nyeri otot hilang. hilang akibat evaporasi.

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

Tujuan Rencana Rasional

Kebutuhan cairan a. Observasi tanda- a. Penurunan sirkulasi


terpenuhi. tanda vital paling darah dapat terjadi dari
sedikit setiap tiga jam. peningkatan kehilangan
cairan mengakibatkan
KH : b. Observasi dan hipotensi dan takikardia.
cata intake dan output.
· Mata tidak cekung. b. Menunjukkan status
c. Timbang berat volume sirkulasi,
· Membrane mukosa badan. terjadinya / perbaikan
tetap lembab. perpindahan cairan, dan
d. Monitor respon terhadap terapi.
· Turgor kulit baik. pemberian cairan
melalui intravena setiap c. Mengukur
jam. keadekuatan penggantian
cairan sesuai fungsi ginjal.

d. Mempertahankan
keseimbangan
cairan/elektrolit.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

Tujuan Rencana Rasional

Kebutuhan nutrisi a. Berikan makanan a. Mengganti


adekuat. yang disertai dengan kehilangan vitamin
suplemen nutrisi untuk karena malnutrisi/anemia.
KH : meningkatkan kualitas
intake nutrisi. b. Porsi lebih kecil
Berat badan stabil atau dapat meningkatkan
meningkat. b. Anjurkan kepada masukan.
orang tua untuk
memberikan makanan c. Mengawasi
dengan teknik porsi kecil penurunan berat badan.
tapi sering secara d. Mulut yang bersih
bertahap. meningkatkan selera
c. Timbang berat makan dan pemasukan
badan setiap hari pada oral.
waktu yang sama dan e. Jelaskan
dengan skala yang sama. pentingnya intake nutrisi
d. Pertahankan yang adekuat untuk
kebersihan mulut klien. penyembuhan penyakit.

e. Jelaskan
pentingnya intake nutrisi
yang adekuat untuk
penyembuhan penyakit.

4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.

Tujuan Rencana Rasional

Perfusi jaringan perifer a. Kaji dan catat a. Penurunan sirkulasi


adekuat. tanda-tanda vital. darah dapat terjadi dari
peningkatan kehilangan
KH : b. Nilai kemungkinan cairan mengakibatkan
terjadinya kematian hipotensi.
· TTV stabil. jaringan pada
ekstremitas seperti b. Kondisi kulit
dingin, nyeri, dipengaruhi oleh
pembengkakan kaki. sirkulasi, nutrisi, dan
immobilisasi.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi

Tujuan Rencana Rasional

Klien mengerti dan a. Tentukan a. Adanya keinginan


memahami proses kemampuan dan untuk belajar
penyakit dan kemauan untuk belajar. memudahkan
pengobatan. penerimaan informasi.
b. Jelaskan rasional
pengobatan, dosis, efek b. Dapat
samping dan pentingnya meningkatkan kerjasama
minum obat sesuai resep. dengan terapi obat dan
mencegah penghentian
c. Beri pendidikan pada obat dan atau
kesehatan mengenai interkasi obat yang
penyakit DHF. merugikan.

c. Dapat
meningkatkan
pengetahuan pasien dan
dapat mengurangi
kecemasan.
D. IMPLEMENTASI.

Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah


kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).

1. Tindakan Keperawatan Mandiri.

Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan


mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang
tenang, mengompres hangat saat klien demam.

2. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.

Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan


anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama
yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.

E. EVALUASI.

Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap


tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi
terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada
hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien mencerminkan suatu
kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan (Perry Potter, 2005).

Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau
perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam
berdarah dengue sebagai berikut :

a. Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.

b. Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.

c. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan


sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.

d. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada


pasien terpenuhi.

e. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.

f. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik


dengan tanda vital dalam batas normal.

g. Infeksi tidak terjadi.


h. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.

i. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari


perawat tentang proses penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika.
Jakarta.

Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa


Keperawatan, EGC ; Jakarta.

BAB XII

PRATIKUM

A. SOP PENGKAJIAN TTV

STANDARD
PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
OPERSIONAL
PROSEDUR

Pemeriksaan tanda vital (Vital Sign) merupakan suatu cara untuk


PENGERTIAN
mendeteksi adanya perubahan sitem tubuh. Tanda vital meliputi
suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah.
Tanda vital mempunyai nilai sangat penting pada fungsi tubuh.
Adanya perubahan tanda vital, misalnya suhu tubuh dapat
menunjukkan keadaan metabolisme dalam tubuh; Denyut nadi
dapat menunjukkan perubahan pada sistem kardiovaskuler;
Frekuensi pernafasan dapat menunjukkan fungsi pernafasan; dan
Tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem kardiovaskuler
yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi.

 Untuk mengetahui adanya kelainan pada pasien


 Mengetahui kondisi dan perkembangan vital sign pasien
TUJUAN  Mengetahui frekuensi, irama pernafasan, frekuensi nadi,
tekanan darah dan suhu tubuh pasien

 Pasien baru masuk rumah sakit


 Pasien dengan sakit yang berhubungan dengan vital sign
 Semua pasien dirawat
KEBIJAKAN
 Pasien dengan gangguan system pernafasan,
cardiovaskuler, dan suhu tubuh

PETUGAS Perawat

1. Handscoon
2. Thermometer air raksa
3. 3 botol masing-masing berisi: Cairan sabun, cairan
desinfektan, air bersih.
4. Tissue
5. Tensimeter : Spingomanometer/tensi air raksa
PERALATAN 6. Stetoskop
7. Jam tangan/stopwatch
8. Baki beserta alasnya
9. Bengkok
10. Grafik perkembangan vital sign
11. Alat lulis
A. Tahap PraInteraksi

1. Menyiapkan alat dan pasien dengan benar


2. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar dan posisi
pemeriksa dengan benar

B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik


2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien
3. Memberikan kesempatan pasien bertanya
4. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

C. Tahap Kerja

1. Mencuci tangan
2. Menjaga privasi pasien
3. Atur posisi yang nyaman : duduk atau berbaring dengan
posisi tangan rileks
4. Memakai sarung tangan
5. Memposisikan perawat di sisi sebelah kanan pasien
PROSEDUR 6. Keringkan ujung thermometer. Kemudian turunkan air
PELAKSANAAN raksa sampai skala nol. Sebelum meletakkan di aksila,
bersihkan/keringkan aksila sebelah kiri pasien terlebih
dahulu dengan menggunakan tissue.
7. Letakkan thermometer diaksila sebelah kiri. Selanjutnya
sambil menunggu naiknya air raksa pada thermometer
lakukan pemeriksaan nadi, pernafasan dan tekanan darah
dengan cara:
8. Letakkan ujung tiga jari-jari tangan kecuali ibu jari pada
arteri/nadi yang akan diukur, (mulai dari radiialis,
brakhialis, carotis, dan temporalis) tekan dengan lembut
9. Hitung frekuensi nadi mulai hitungan nol (0) selama 30
detik (kalikan 2x untuk memperoleh frekuensi dalam satu
menit). Jika ritme nadi tidak teratur, hitung selama satu
menit. Lanjutkan perhitungan pernafasan
10. Lalu sembari memegang arteri radialis (seolah-olah masih
menghitung denyut nadi), hitung jumlah pernafasan klien
selama 1 menit (naik turunnya dada klien)
11. Selanjutnya siapkan pasien untuk pemeriksaan tekanan
darah (persiapan tensi meter).
12. bebaskan area brakhialis dengan cara gulung lengan baju
klien.
13. Palpasi arteri brakhialis. Letakkan manset 2,5 cm diatas
nadi brakhialis (ruang antekubital).
14. Naikkan tekanan dalam manset sambil meraba arteri
radialis sampai denyutnya hilang kemudian tekanan
dinaikkan lagi kurang lebih 30 mmhg.
15. Letakkan stetoskop pada arteri brakhialis pada fossa cubitti
dengan cermat dan tentukan tekanan sistolik
16. Mencatat bunyi korotkoff I dan V atau bunyi detak
pertama (systole) dan terakhir (diastole) pada manometer
sebagai mana penurunan tekanan
17. Turunkan tekanan manset dengan kecepatan 4 mmhg/detik
sambil mendengar hilangnya pembuluh yang mengikuti 5
fase korotkof
18. Ulang pengukuran 1 kali lagi dengan air raksa dalam
spignomanometer dikembalikan pada angka 0. Lakukan
tindakan seperti diatas.
19. Kemudian membuka manset, melepaskan manset dan
merapikan kembali.
20. Melepaskan thermometer dari aksila membaca kenaikan
suhu, kemudian mencuci thermometer ke dalam air sabun
kemudian air desinfektan terakhir ke air bersih
21. Keringkan thermometer dan turunkan kembali air raksanya
22. Merapikan kembali pasien dan alat-alat.
23. Melepaskan handscoon
24. Mencuci tangan

D. Tahap Terminasi

1. Melakukan evaluasi tindakan


2. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan alat-alat
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

B. SOP PENGKAJIAN DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Ana tahun 1992:


a. Standar I : Pengkajian
Perawat mengidentifikasi dan pengumpulan data tentang status
kesehatan klien.
Kriteria pengukuran:
1) Prioritas pengumpulan data ditentukan oleh kondisi atau
kebutuhankebutuhan klien saat ini.
2) Data tetap dikumpulkan dengan tehnik-tehnik pengkajian yang
sesuai.
3) Pengumpulan data melibatkan klien, orang-orang terdekat klien
dan petugas kesehatan.
4) Proses pengumpulan data bersifat sistematis dan
berkesinambungan. Data-data yang relavan didokumentasikan
dalam bentuk yang mudah didapatkan kembali.

b. Standar II : Diagnosa

Perawat menganalisa data yang dikaji untuk menentukan diagnosa.

Kriteria pengukuran :

1) Diagnosa ditetapkan dari data hasil pengkajian.


2) Diagnosa disahkan dengan klien, orang-orang terdekat klien,
tenaga kesehatan bila memungkinkann
3) Diagnosa didokumentasikan dengan cara yang memudahan
perencanaan perawat.

c. Standar III : Identifikasi Hasil

Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual pada


klien.

Kriteria pengukuran :

1) Hasil diambil dari diagnosa


2) Hasil-hasil di dokumentasikan sebagai tujuan-tujuan yang dapat
diukur.
3) Hasil-hasil dirumuskan satu sama lain sama klien, orang-orang
terdekat klien dan petugas kesehatan.
4) Hasil harus nyata (realistis) sesuai dengan kemampuan/kapasitas
klien saat ini dan kemampuan potensial.
5) Hasil yang diharapkan dapat dicapai sesuai dengan sumber-sumber
yang tersedia bagi klien.
6) Hasil yang diharapkan meliputi perkiraan waktu pencapaian.
7) Hasil yang diharapkan memberi arah bagi kelanjutan perawatan.

C. SOP INTERVENSI IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

d. Standar IV : Perencanaan
Perawat menetapkan suatu rencana keperawatan yang menggambarkan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Kriteria pengukuran:
1) Rencana bersifat individual sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
dan kondisi kien.
2) Rencana tersebut dikembangkan bersama klien, orang-orang
terdekat klian dan petugas kesehatan.
3) Rencana tersebut menggambarkan praktek keperawatan sekarang
4) Rencana tersebut didokumentasikan
5) Rencana tersebut harus menunjukan kelanjutan perawatan.

e. Standar V : Implementasi
Perawat mengimplementasikan intervensi yang didentifikasi dari
rencana keperawatan.
Kriteria pengukuran :
1) Intervensi bersifat konsisten dengan rencana perawatan yang
dibuat.
2) Intervensi diimplementasikan dengan cara yang aman dan tepat.
3) Intervensi didokumentasikan.

e. Standar VI : Evaluasi
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap hasil yang telah
dicapai.
Kriteria pengukuran :
1) Evaluasi bersifat sistematis dan berkesinambungan.
2) Respon klien terhadap intervensi didokumentasikan.
3) Keaktifan intervensi dievaluasi dalam kaitannya dengan hasil
4) Pengkajian terhadap data yang bersifat kesinambungan digunakan
untuk merevisi diagnosa hasil-hasil dan rencana perawatan untuk
selanjutnya.
5) Revisi diagnosa hasil dan rencana perawatan didokumentasi.
6) Klien orang-orang terdekat klien dan petugas kesehatan dilibatkan
dalam proses evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Kementerian Agama RI. 2007 Adikoesoemo.
Manajemen Rumah Sakit, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2003 Ahmad, Dedy. Persepsi
Perawat Dalam Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di RSUD GJ
Kota Cirebon. 2010. Di akses pada tanggal 5 februari 2016 Asmadi.
Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC, 2008. Aziz A.
Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan, Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC.
2002 Carpenito, L. J. Nursing Care Plan and Documentation. Philadelphia: J B
Lippincott company. 1991. Carpenito, Lynda Juall.
Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta: Penerbit EGC.
2000. Depkes RI.
Standar Praktik keperawatan bagi perawat kesehatan. Jakarta: Departemen kesehatan.
1998. Dharma, Kelana Kusuma.
Metodologi Penelitian Keperawatan (pedoman Melaksanakan dan Menerapkan Hasil
Penelitian). Jakarta: CV Trans Info Media, 2011. DPP PPNI.
Standar Praktik Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI, 1996. As’ad, mohammad. perbedaan
tingkat kualitas dokumentasi proses keperawatan sebelum dan sesudah penerapan
Nanda, Nic, Noc. Kediri: 2012. Fishbach F., T. Documenting Care: Communication,
The Nursing Proces and Documentation Standart. Philadelphia: F. A. Davis company.
1991. Handoyo,
Pengaruh Motivasi Ekstrinsik Terhadap Pelaksanaan Dokumentasi Proses Keperawatan
di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga. Jurnal Nasional. 2012. Harahaf, Nurhafni.
Pengembangan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Di ruang Perawatan Anak Rumah
Sakit Umum Daerah Langsa. 2013. Di akses pada 30 April 2016.

Anda mungkin juga menyukai