Anda di halaman 1dari 104

LAPORAN HASIL PENELITIAN

MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER


Studi Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Samarinda

Peneliti :

Ahmad Muthohar, M.SI


NIP. 197901202003121005

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LP2M)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SAMARINDA

2015
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Segala puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT karena

hanya dengan nikmat dan karuniaNya-lah, penelitian tentang Model

pengembangan pendidikan karakter (studi pada SMP di Kota Samarinda) ini

dapat terselesaikan dengan baik.

Shalawat serta Salam juga senantiasa kami haturkan kepada Nabi

Muhammad SAW serta para sahabat dan pewaris risalahnya. Hanya dengan

pancarasan syafaat beliaulah, kami mendapatkan pencerahan intelektual. Semoga

pencerahan seperti ini bisa kami pertahankan dan gunakan dalam pengembangan

keilmuan Islam

Dengan segenap kerendahan hati, kami harus akui, bahwa

terselesaikannya karya penelitian ini berkat perhatian dan bantuan beberapa pihak.

Untuk itu, kami haturkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya. Hanya karena

merekalah, kami bisa menyelesaikan tugas keilmuan ini dengan baik. Mereka

adalah:

1. Rektor IAIN Samarinda, Bapak Dr. H. Mukhamad Ilyasin, M.pd beserta

segenap wakil Rektor yang memeberi kesempatan kepada penulis dapat

terlibat dalam penelitian ini.

2. Kepala Sekolah SMPN 1 samarinda (Ibu Hj. Iswardati Hudzaifah, M.Pd),

Kepala Sekolah SMP Plus Melati (Bapak Saparun Bakar, S.pd.I, MM), dan

Kepala Sekolah SMPN 27 Samarinda (Bapak M. Rizal, S.Pd., M.Psi) yang


telah memberikan ijin penelitian di sekolah yang pimpinnya serta menajdi

teman diskusi serta luangan waktunya untuk menggali data penelitian

3. Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Samarinda

yang memberikan support sebagai dosen di fakultas yang dipimpinnya.

4. kepala Lembaga penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) IAIN

Samarinda beserta Jajaran nya yang memberikan kesempatan untuk dapat

terlibat dalam program penelitian 2015.

5. Segenap civitas akademika IAIN Samarinda baik dosen, karyawan IAIN

Samarinda.

6. Segenap orang-orang terdekat dan para sahabat kami, atas bantuan diskusi dan

humornya, karya ini bisa terwujud.

Selain itu, penulisa yakin masih banyak hal-hal kekurangan pada

penelitian ini, untuk itu, penulisa berharap atas saran konstruktif pembaca,

khususnya civitas akademika STAIN Samarinda demi perbaikan penelitian ini dan

penelitian-penelitian lain di masa yang akan datang. Penulis juga berharap, hasil

penelitian ini dapat bermanfaat secara kelembagaan dalam konteks pengembangan

pendidikan Karakter dan bermanfaat khususnya bagi prodi PAI dan MPI IAIN

Samarinda Samarinda.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bisa bermanfaat, terutama

dalam pengembangan kajian pemikiran pendidikan Islam. Amin.

Wa Allah al Muwafiq ila Aqwam al Thariq. Wa Allah ‘A’lam bi al Shawab.

Samarinda, September 2015


Ahmad Muthohar, AR. M.SI
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN

1. a. Judul Penelitian : Model pengembangan Pendidikan


Karakter (Studi pada SMP di Kota
Samarinda
b. Macam Penelitian : ( ) Dasar ( √ ) Terapan ( ) Pengembangan
c. Kategori Penelitian : Individual

2. Nama Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar : Ahmad Muthohar, M.SI
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Pangkat/Golongan/NIP : Lektor/IIIc/197901202003121005
d. Jabatan Fungsional : Dosen
e. Fakultas/Jurusan/Prodi : FTIK/PAI
f. PTAI : IAIN Samarinda
g. Bidang Ilmu yang diteliti : Pendidikan

3. Jumlah Tim Peneliti : 1 Orang


4. Jenis Penelitian : Penelitian Kualitatif
5. Jangka Waktu Penelitian : April- September 2015

Samarinda, September 2015

Peneliti Kepala LP2M IAIN Samarinda

Ahmad Muthohar, M.SI M. Iwan Abdi, M.SI


NIP. 197901202003121005 NIP. 197606262003121005

Mengetahui;
Wakil Rektor 1

Dr. Zurqoni, M.Ag


NIP. 197103151996031001
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 7
D. Signifikansi & Kegunaan Penelitian ...................................... 7
E. Definisi Operasional ............................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka .................................................................... 10
G. Kerangka Teori ........................................................................ 13
H. Metode Penelitian ................................................................... 16
I. Sistematika Penulisan ............................................................. 20

BAB II : LANDASAN TEORI

KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN


KARAKTER

A. Pengertian Pendidikan karakter ............................................... 21


B. Prinsip dasar Pendidikan karakter ........................................... 29
C. Tujuan Pendidikan Karakter ................................................... 31
D. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter ............................................. 34
E. Faktor Pembentukan karakter ................................................. 37
F. Strategi Pendidikan Karakter ................................................. 47
G. Metode dan Pendekatan Pendidikan Karakter ........................ 52

BAB IV: HASIL PENELITIAN

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SMP


DI KOTA SAMARINDA
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................... 58
B. Implementasi pendidikan Karakter pada SMPN 1 .............. 59
C. Implementasi pendidikan Karakter pada SMP Plus Melati . 67
D. Implementasi pendidikan Karakter pada SMPN 27 ............ 77

BAB V : ANALISA HASIL PENELITIAN :

MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN


KARAKTER PADA SMP DI KOTA SAMARINDA

A. Telaah Model Pengembangan Pendidikan karakter .............. 83


B. Nilai karakter yang di Kembangkan ..................................... 87
C. Strategi pengembangan Pendidikan karakter ........................ 87

BAB V: PENUTUP :

A. Kesimpulan ........................................................................... 91
B. Saran/Rekomendasi ............................................................... 93
C. Penutup .................................................................................. 93

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Studi tentang pendidikan karakter sampai saat ini masih menjadi topik

yang menarik untuk dikaji. Bahkan, model pengembangan terhadap

implementasi pendidikan karakter terus di sempurnakan untuk mendapatkan

formula yang ideal. Bukan saja, karena pendidikan karakter telah menjadi

kebijakan sistem pendidikan nasional, melainkan pendidikan karakter semakin

menemukan signifikansinya dalam mempersiapkan generasi unggul dalam

percaturan dunia yang semakin global.

Dalam konteks global Ke Indonesiaan, pentingnya implementasi

pendidikan Karakter pada sekolah untuk disegerakan karena di landasi

pemikiran bahwa sebagai sebuah bangsa yang besar, Indonesia masih mengalami

krisis multidimensi. Masih dibutuhkan kerja keras untuk membangun karakter

bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang maju, unggul, berdaya saing, dan

berkarakter.

Menurut Kajian Suryadi 1, Indikasinya antara lain : Partama, Masih

tingginya Indeks Angka Korupsi. Menurut Survei yang dilakukan PERC

(Polical and Economic Risk Consultancy) yang berbasis di Hongkong tahun

2011, Indonesia adalah negara terkorup dari 16 negara di kawasan Asia Pasifik

1
Baca hasil Penelitian Suryadi MA, Model pendidikan Karakter, Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga, 2012
(Kompas, 9/3/2012). Selain itu juga berdasarkan data Corruption Perception

Index tahun 2011, tingkat korupsi di Indonesia masih menunjukkan angka

rentan (high corrupt) pada ranking 100 dari 182 negara dengan skor 3.0 dan

negara paling bersih dari korupsi adalah New Zealand dengan skor 9.5.

Kedua, masih rendahnya Pengembangan SDM. Menurut laporan

UNDP (United Nations Development Program) tahun 2011, HDI (Human

Development Index) Indonesia menduduki ranking 124 dari 182 negara, nomor

ke-12 dari 21 negara Asia Pasifik.

Ketiga, Melemahnya Keindonesiaan. Semenjak diundangkannya

program desentralisasi pembangunan nasional, lahirlah otonomi daerah. Selain

memberi dampak positif bagi keleluasaan daerah dalam mengelola pendapatan dan

perekonomian daerah, muncul pula problem-problem primordialisme yang kadang

berujung pada konflik berbau SARA. Meningkatnya Konflik dan kekerasan serta

makin massifnya pronografi dan Narkoba.

Secara operasional, pendidikan di Indonesia belum mampu atau

bahkan makin merosot dalam menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing

unggul dan berkarakter. Namun meski demikian, pendidikan adalah

tanggungjawab banyak pihak, mulai orang tua, sekolah, masyarakat, hingga

negara. Di beberapa negara yang berdasarkan agama, pendidikan menjadi

tanggungjawab orang tua, sekolah, instansi agama, masyarakat, dan negara.

Pihak mana yang tanggung-jawabnya pada tahap pendidikan tertentu lebih

2
besar tergantung pada sistem pendidikan, situasi, dan hukum suatu Negara,

serta kedewasaan warga masyarakat. 2

Melalui lembaha pendidikan sekolah, anak dapat dibantu untuk

mengerti nilai karakter yang kita harapkan, dan pelan-pelan membantu mereka

untuk melatih dan menjadikan nilai itu sebagai sikap hidup mereka. Dengan

demikian, Sekolah mempunyai tanggungjawab besar terhadap pendidikan

karakter. karena anak minimal berada di sekolah 6 jam/hari, dan mereka

dipercayakan oleh orang tua kepada sekolah untuk dididik dan dibantu

berkembang menjadi pribadi yang utuh. Pendidikan karakter secara real

dilakukan dengan membantu peserta didik berkarakter, sehingga kebanyakan

program berintikan penyampaian nilai-nilai karakter bangsa yang diharapkan

dapat dimiliki dan dikembangkan oleh peserta didik di dalam hidup

selanjutnya.

Secara regulatif, pendidikan Karakter telah menemukan momentum

dan siginikansinya di Indonesia. Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab. 3 Kebijakan pendidikan nasional ini kemudian diikuti

2
Ryan, K. & Lickona, T. (1992). Character Development in Schools and Beyond.
Washington, D.C.: The Council for Research in Values and Philosophy, 1992.
3
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3
dengan aturan di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun

2005 tentang stándar nasional Pendidikan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sendiri juga

telah merumuskan 18 nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa yang

diharapkan untuk disampaikan kepada peserta didik dalam pendidikan di

sekolah formal. Nilai-nilai itu meliputi : Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin,

Kerja keras, kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa ingin tahu, Semangat

kebangsaan, Cinta tanah air,. Menghargai prestasi, Bersahabat/ komunikasi,

Cinta damai, Gemar membaca Peduli social, Peduli lingkungan dan Tanggung

jawab.

Nilai-nilai di atas dapat juga dikelompokkan dalam sikap kita kepada

(1) Tuhan (religious, toleransi); (2) sikap terhadap sesama (toleransi,

demokratis, bersahabat, cinta damai, peduli sosial); (3) sikap terhadap diri

sendiri (jujur, disiplin, kerjakeras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai

prestasi, gemar membaca, tanggungjawab); (4) sikap terhadap alam (peduli

lingkungan); dan (5) sikap terhadap Negara (cinta tanah air, semangat

kebangsaan).

Pembudayaan karakter perlu dilakukan dan terwujudnya budaya atau

kultur sekolah berkarakter yang merupakan tujuan akhir dari suatu proses

pendidikan sangat didambakan oleh setiap lembaga yang menyelenggarakan

proses pendidikan. Budaya atau kultur yang ada di lembaga, baik sekolah,

kampus, maupun yang lain, berperan penting dalam membangun dan

menginternalisasikan karakter kepada peserta didik yang merupakan calon

4
generasi bangsa. Karena itu, lembaga pendidikan memiliki tugas dan tanggung

jawab untuk melakukan, mengembangkan dan membangun budaya karakter.

Pengembangan pendidikan karakter di Sekolah berarti berbagai upaya

dan pengembangannya yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka

pembentukan karakter siswa. Istilah yang identik dengan pembinaan adalah

pembentukan, pembudayaam atau pembangunan. Pengembangan karakter

memang dapat dilakukan lewat berbagai kegiatan, namun akan lebih efektif

jika dilakukan melalui jalur pendidikan. Terdapat beberapa alasan mengapa

pendidikan karakter di sekolah lebih dapat membantu dan berjalan.

Pertama, sekolah memiliki jangkauan yang luas. Pendidikan

pembangunan karakter bangsa Indonesia yang begitu luas akan lebih cepat

kena sasaran lewat pendidikan formal, yang memang tersedia di seluruh

Indonesia. Setiap anak didik umur sekolah dapat terkenai program pendidikan

karakter tersebut. Kedua, prosesnya dapat lebih cepat. Oleh karena hampir di

seluruh Indoensia ada sekolah formal, maka bila program pendidikan karakter

itu sudah direncanakan secara baik, dapat dengan cepat dieksekusi. Cara ini

pasti lebih cepat dibandingkan dengan memberikan dan menyerahkan kepada

orang tua masing-masing.

Ketiga, sekolah mempunyai pendidik yang kompeten. Sekolah

mempunyai guru yang relatif lebih kompeten untuk membantu peserta didik

mendalami dan mempraktekkan karakter. Pendidik di sekolah memiliki

kompetensi menyesuaikan dengan dengan level perkembangan anak.

5
Demikian juga, sekolah memiliki sumber daya pendidik yang mengerti

berbagai model pendekatan, metode dan teknik evaluasi program.

Keempat, sekolah memiliki suasana dan Iklim belajar bagi siswa.

Suasana sekolah formal, dimana peserta didik yang sebaya banyak; akan

memungkinkan anak saling belajar dari teman-teman lain. Bahkan perjumpaan

dengan teman-teman yang beraneka dapat menjadi sarana mereka belajar

karakter saling penghar-gaan satu dengan yang lain. Bila hanya di rumah,

terutama di keluarga kecil, kemungkinan perjumpaan itu tidak besar.

Melalui latar belakang inilah, penulis tertarik dan bermaksud

melakukan penelitian dengan Judul : ”Model Pengembangan Pendidikan

Karakter pada Sekolah (Studi pada Sekolah menengah Pertama (SMP) di

Kota Samarinda) ”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana implementasi pendidikan Karakter pada SMP di Kota

Samarinda?

2. Bagaimana model pengembangan pendidikan karakter pada SMP di Kota

Samarinda?

3. Faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi dan pengembangan

pendidikan karakter pada SMP di Kota Samarinda?

6
C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui implementasi pendidikan Karakter pada SMP di Kota

Samarinda?

2. Mengetahui model pengembangan pendidikan karakter pada SMP di Kota

Samarinda?

3. Mengetahui Faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi dan

pengembangan pendidikan karakter pada SMP di Kota Samarinda?

D. Signifikansi Dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki menurut hemat penulis memiliki signifikansi

dan kegunaan sebagai berikut :

1. Bagi Kelembagaan STAIN samarinda, penelitian ini signifikan untuk

informasi dan data tentang pendidikan karakter. Informasi dan data ini

berguna sebagai bahan untuk pengembangan model kajian dan metodologi

pembelajaram tentang pendidikan karakter di sekolah.

2. Bagi Mahasiswa, khususnya Prodi PAI dan MPI STAIN Samarinda,

penelitian ini signifikan untuk mendapatkan pengetahuan, skill dan

kompetensi yang riil dibutuhkan dalam mengimplementasikan pendidikan

karakter di sekolah.

3. Bagi sekolah/Madrasah Pengguna lulusan STAIN Samarinda, penelitian

ini signifikan untuk memberikan ruang masukan dalam

mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah.

7
Sedangkan dari sisi kegunaan, penelitian ini diharapkan dapat

berguna sebagai :

1. Masukan bagi peneliti, pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan

dalam lingkup kerja-kerja pendidikan karakter.

2. Melakukan bahan dan evaluasi dan rancang bangun (design)

pengembangan studi pendidikan karakter

3. Sumbangan ilmu pengetahuan dan pemikiran tentang implementasi

pendidikan karakter di sekolah.

E. Definisi Operasional

Pemberian fokus arah terhadap maksud sebuah judul penelitian

merupakan suatu hal yang penting. Hal ini dimaksudkan, agar suatu penelitian

dapat berjalan sesuai dengan alur maksud dan tujuannya. Disamping itu, dalam

rangka menghindari kesalahpahaman pemahaman terhadap isi bahasannya.

Untuk itu, peneliti memandang perlu menjelaskan definisi operasional tentang

judul penelitian ini.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata

dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran,

pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. 8 Namun secara luas dapat

dimengerti bahwa Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan


10
kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Pendidikan

8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka, 1994, hal. 232.
10
Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal
Pendidikan Islam (JPI), (No.2 Th. Fakultas Tarbiyah UII, 1 Oktober 1996), hlm. 6.
8
juga dapat dimaknai sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan

anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Jadi, pendidikan

yang dilakukan suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan

dengan rekayasa bangsa. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut

menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat tersebut. 11

Sedang karakter secara etimologis berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan,

akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau

watak 4. Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian,

budi pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik

dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik

atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan

yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga

bawaan sejak lahir. 5

Makna karakter juga pernah dikemukakan oleh Thomas Lickona.

Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to

situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan, “Character

so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and

moral behavior”. 6 Jadi, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan

tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan

akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter

11
M. Natsir, Kapita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 77.
4
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682
5
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta, Grasindo. Cet. I. 2007, Hal. 80.
6
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991, hal. 51
9
mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan

motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).

Dengan dua definisi tersebut, maka fokus penelitian ini adalah studi

tentang serangkaian upaya dan pengembangannya dalam pelaksanaan

pendidikan karakter pada SMP di Samarinda. Dengan demikian dapat diketahui

pola dan modelnya.

F. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan eksplorasi penulis, telah terdapat beberapa studi yang

memiliki relevansi dengan penelitian ini. Adalah Thomas Lickona dalam

bukunya Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and

Responsibility yang secara khusus mengkaji tentang pendidikan karakter di

sekolah. Menurutnya, karakter adalah “A reliable inner disposition to respond

to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan,

“Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral

feeling, and moral behavior” Karakter mulia (good character) meliputi

pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap

kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain,

karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap

(attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan

keterampilan (skills).

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan

akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang

10
universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka

berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia,

maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,

perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hokum, tata karma,

budaya, dan adat istiadat.

Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter (character

education).Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun

1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia

menulis buku yang berjudul The Return of Character Education dan kemudian

disusul bukunya, Educating for Character: How Our School CanTeach

Respect and Responsibility. Melalui buku ini, ia menyadarkan akan

pentingnya pendidikan karakter.

Selanjutnya, dalam buku tersebut juga telah disebutkan bahwa

Pendidikan karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui

kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan

melakukan kebaikan (doing the good). Pendidikan karakter tidak sekedar

mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih

dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang yang baik

sehingga siswa paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik.

Pendidikan karakter ini membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak

atau pendidikan moral.

Michele Borba juga pernah menawarkan pola atau model untuk

pembudayaan karakter. Michele Borba menggunakan istilah membangun

11
kecerdasan moral. Dia menulis sebuah buku dengan judul Building Moral

Intelligence: The Seven Essential Vitues That Kids to Do The Right Thing,

(Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral

Tinggi).

Kecerdasan moral, menurut Michele Borba (2008: 4), adalah

kemampuan seseorang untuk memahami hal yang benar dan yang salah, yakni

memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan

tersebut, sehingga ia bersikap benar dan terhormat. adalah sifat-sifat utama

yang dapat mengantarkan seseorang menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan

menjadi warga negara yang baik. Bagaimana cara menumbuhkan karakter yang

baik dalam diri anak-anak disimpulkannya menjadi tujuh cara yang harus

dilakukan anak untuk menumbuhkan kebajikan utama (karakter yang baik),

yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan

keadilan. 7

Sementara itu, Darmiyati Zuchdi dalam bukunya ’Humanisasi

Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi’ menekankan

pada empat hal dalam rangka penanaman nilai yang bermuara pada

terbentuknya karakter (akhlak) mulia, yaitu inkulkasi nilai, keteladanan nilai,

fasilitasi, dan pengembangan keterampilan akademik dan sosial. 8 Ia juga

menambahkan, untuk ketercapaian program pendidikan nilai atau pembinaan

7
Borba, Michele. Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak
Bermoral Tinggi. Terj. oleh Lina Jusuf. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2008, Hal. 4
8
Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang
Manusiawi. Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2008, Hal. 46-50.
12
karakter perlu diikuti oleh adanya evaluasi nilai. Evaluasi harus dilakukan

secara akurat dengan pengamatan yang relatif lama dan secara terus-menerus. 9

Pemerintah Indonesia sendiri melalui Kementrian Pendidikan Nasional

telah mengembangkan Grand Design pendidikan karakter untuk setiap jalur,

jenjang, dan jenis pendidikan. Grand Design ini dapat dijadikan sebagai

rujukan konseptual dan operasional terkait dengan pengembangan,

pelaksanaan, dan penilaian pendidikan karakter pada setiap jalur, jenjang, dan

jenis pendidikan di Indonesia. 10

Dari Tinjauan beberapa pustaka ini, maka peneliti dapat menjadikan

acuan dalam membangun kerangka teori penelitian.

G. Kerangka Teori

Secara praktis, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman

nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang meliputi komponen

pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-

nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,

lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia paripurna (insan

kamil).

Pembangunan karakter bangsa secara real dilakukan dengan membantu

peserta didik berkarakter, sehingga kebanyakan program berintikan

penyampaian nilai-nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dimiliki dan

dikembangkan oleh peserta didik di dalam hidup selanjutnya.

9
Ibid, Hal. 55
10
Depdiknas RI. Pengembangan Karakter Sekolah. Jakarta: Depdiknas RI. 2004.
13
Karakter seringkali dimaknai sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak

atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau watak. 11

Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian, budi

pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan

kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau

sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang

diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan

sejak lahir. 12

Menurut Thomas Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable

inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya

ia menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral


13
knowing, moral feeling, and moral behavior”. Jadi, karakter mulia (good

character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan

komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan

kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian

pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta

perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).

Dari tinjauan diatas, maka setidaknya terdapat empat hal dalam rangka

penanaman nilai yang bermuara pada terbentuknya karakter (akhlak) mulia,

yaitu inkulkasi nilai, keteladanan nilai, fasilitasi, dan pengembangan

11
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682
12
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta, 2007, Hal. 80.
Grasindo. Cet. I.
13
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991, hal. 51
14
keterampilan akademik dan sosial. 14 Selain itu, untuk ketercapaian program

pendidikan nilai atau pembinaan karakter perlu diikuti oleh adanya evaluasi

nilai. Evaluasi harus dilakukan secara akurat dengan pengamatan yang relatif

lama dan secara terus-menerus. 15

Pemerintah Indonesia sendiri dalam rangka memperkuat karakter

bangsa melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), telah

dirumuskan 18 nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa yang diharapkan

untuk disampaikan kepada peserta didik dalam pendidikan formal antara lain :

Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, kreatif, Mandiri, Demokratis,

Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air,. Menghargai prestasi,

Bersahabat/ komunikasi, Cinta damai, Gemar membaca Peduli social, Peduli

lingkungan dan Tanggung jawab.

Selanjutnya, Kementrian Pendidikan Nasional telah mengembangkan

Grand Design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan. Grand Design ini dapat dijadikan sebagai rujukan konseptual dan

operasional terkait dengan pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian

pendidikan karakter pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di

Indonesia. 16

Selanjutnya, dalam konteks implementatif, Howard Kirschenbaum

pernah berpendapat bahwa nilai-nilai karakter dapat jalankan melalui lima

metode, yaitu: 1) inculcating values and morality (penanaman nilai-nilai dan

14
Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang
Manusiawi. Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2008, Hal. 46-50.
15
Ibid, Hal. 55
16
Depdiknas RI. Pengembangan Karakter Sekolah. Jakarta: Depdiknas RI. 2004.
15
moralitas); 2) modeling values and morality (pemodelan nilai-nilai dan

moralitas); 3) facilitating values and morality (memfasilitasi nilai-nilai dan

moralitas); 4) skills for value development and moral literacy (ketrampilan

untuk pengembangan nilai dan literasi moral; dan 5) developing a values

education program (mengembangkan program pendidikan nilai). 17

Dari tinjauan teoritik ini, maka penelitian ini dapat disistematisasikan

dalam kerangka penelitian sebagai berikut :

Intervensi
Struktural

Konsep Budaya Proses Hasil Belajar


SMP
Sekolah Pembelajaran
pendidikan Samarind dan
karakter a
Karakter siswa

Intervensi
Kultural

H. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Menurut klasifikasi bidangnya, jenis penelitian ini disebut penelitian

pendidikan yang bersifat the development of Islamic educational thought.

Artinya, sebuah penelitian yang banyak mengkaji dan menelaah tentang

perkembangan wacana pemikiran tentang persoalan-persoalan pendidikan.

17
Howard Kirschenbaum, 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and Youth
Settings. Massachusetts: Allyn & Bacon, 1995.
16
Namun, karena fokus kajiannya sekolah yang bisa ditelusuri di tingkat

lapangan, maka jenis penelitian ini adalah field research 18 Penelitian ini

merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat diskriptif

kualitatif.

Selain pendekatan di atas, penelitian ini juga menggunakan beberapa

pendekatan lain yakni phenomenology dan logika reflektif. Pertama,

pendekatan phenomenologi, yaitu pendekatan yang mengemukakan bahwa

objek ilmu tidak terbatas pada yang empirik (sensual), melainkan mencakup

fenomena lain baik persepsi, pemikiran, kemauan dan keyakinan subjek

tentang suatu yang transenden, disamping yang aposteoritik 19.

Ketiga, Pendekatan logika reflektif, yaitu cara berpikir melalui proses

mondar-mandir secara cepat antara induksi dan deduksi. Logika induksi

umumnya memerlukan penyajian data empirik yang cukup untuk membuat

abstraksi, sedangkan logika deduktif memerlukan penjabaran sistematik

spesifik yang luas dan menyeluruh. 20 Pendekatan ini digunakan untuk

menelaah Implementrasi pendidikan multikultur di sekolah.

2. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan penelitian ini terdiri dari dua jenis: Primer dan

Sekunder. Dari keduanya, masing-masing terdiri dari dua jenis, yakni

lapangan dan tertulis. Sumber data primer merupakan sumber data utama yang

18
Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1995, Cet. II. Hal. 3
19
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi IV, Yogyakarta: Rake
Sarasin, 2000, Hal. 17
20
Ibid, Hal. 6
17
diperoleh dan berasal dan terkait langsung dengan pembahasan pendidikan

karakter di sekolah. Sedangkan sumber data sekunder sebagai sumber data

pendukung dan pelengkap untuk keperluan penelitian ini.

Sumber data primer lapangan meliputi para aktor sekolah seperti

kepala sekolah, komite, guru, tenaga kependidikan dan siswa. dan data

lapangan lainnya seperti kantor, tempat-tempat pelaksanaan program dan

sebagainya. Untuk jenis data ini, maka metode pengumpulan datanya

menggunakan teknik observasi, wawancara, Focus Group Discussion, dan dan

dokumentasi.

Sedangkan data-data primer tertulis bersumber dari karya-karya

langsung dalam bentuk tulisan seperti pedoman sekolah, laporan, buku,

artikel, buletin, laporan program, rekaman proses dan sebagainya yang

berkaitan dengan implementasi pendidikan multikultur di sekolah.

Demikian halnya dengan sumber data lapangan sekunder yang antara

lain meliputi: pendapat para nara sumber pendapat para pakar dan sebagainya.

Maka teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara dan forum

dialog atau diskusi. Adapun sumber data tertulis sekunder seperti buku,

majalah, artikel, buletin dan sebagainya yang mempunyai keterkaitan dengan

kajian ini, teknik pengumpulan datanya menggunakan survei literatur atau

telaah pustaka.

18
3. Metode Analisa

Untuk keperluan analisis, penelitian ini menggunakan dua metode

analisis. Pertama, metode analitis kritis. Analitis kritis yaitu metode yang

mendeskripsikan, membahas dan mengkritisi gagasan primer yang selanjutnya

dikonfrontasikan dengan gagasan primer yang lain dalam upaya studi

perbandingan, hubungan dan pengembangan model. 21

Kedua, analisis isi (Content analysis). Analisis isi merupakan teknik

penelitian untuk uraian yang objektif, sistematis dan kuantitatif dari

pengejawantahan isi 22 . Sesuai langkah-langkah metode ini, maka langkah-

langkah penelitian ini sebagai berikut : 1) memilih sampel atau keseluruhan isi

pendidikan karakter di sekolah di samarinda. 2) menetapkan kerangka kategori

eksternal yang relevan dengan tujuan pengkajian, yakni kategorisasi-

kategorisasi meliputi model pendidikan, metodologi pendidikan, dan

operasionalisasi pendidikan meliputi kurikulum (materi, metode dan evaluasi)

dan relasi antar pelaku pendidikan dan sebagainya; 3) memilih satuan analisis

isi diatas; 4) menyesuaikan isi dengan kerangka kategori. Dalam hal ini,

kerangka pendidikan multikultur dengan kategori-kategori pembahasan yang

ada; dan 5) mengungkapkan hasil sebagai distribusi menyeluruh dari semua

kategorisasi yang menjadi acuan.

21
Suriasumantri, S. Jujun, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, t.pt: Pusjarlit dengan
penerbit Nuansa, t.th, hal. 45
22
McQuail, Dennis, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Edisi II, Jakarta:
Erlangga, 1991. Hal. 179

19
J. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab satu

pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan

masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, definisi operasional, tinjauan

pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab

dua, mengenai konsep dan model pengembangan pendidikan karakter yang

meliputi; pengertian karakter, pengertian pendidikan karakter,Tujuan pendidikan

karakter, urgensi pendidikan karakter, karakteristik pendidikan karakter dan

Strategi pendidikan Karakter, Bab ketiga, membahas tentang Implementasi

pendidikan karakter pada SMP di Kota Samarinda. Bab keempat membahas

analisis yang meliputi model implementasi dan Pengembangan pendidikan

karakter pada sekolah di kota samarinda, Bab kelima adalah kesimpulan dan

rekomendasi.

20
21
BAB II

KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN


PENDIDIKAN KARAKTER

Menghadirkan sebuah konsepsi dasar merupakan keniscayaan dalam

melakukan sebuah kajian sebagai basis teori yang akan diterapkan. Untuk itu,

melakukan kajian penelitian tentang model pengembangan Pendidikan karakter

pada sekolah, maka mewajibkan untuk menghadirkan teori tentang Pendidikan

Karakter dan teori tentang Model Pengembangan Pendidikan Karakter. Dalam bab

ini, penulis akan menguraikan tentang dua konsep tersebut sebagai basis teori

penelitian ini.

A. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter saat ini telah menjadi diskursus menarik dan

penting bagi banyak kalangan, khususnya bagi dunia pendidikan. untuk itu,

untuk memulai kajian tentang Pendidikan Karakter, penulis akan

menghadirkan dua pengertian dari dua term istilah tersebut, yakni pengertian

pendidikan dan pengertian karakter. dengan demikian, diharapkan akan

memunculkan pemahaman tentang pendidikan karakter lebih utuh.

Pendidikan dipandang sebagai hal yang sangat penting, sehingga

banyak pihak yang merasa perlu untuk memberikan definisi dan pengertian.

Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu ilmu menuntun

anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata

21
dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran,

pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. 1

Para ahli pendidikan menemui kesulitan dalam merumuskan definisi

pendidikan. Kesulitan itu antara lain disebabkan oleh banyaknya jenis kegiatan

serta aspek kepribadian yang dibina dalam kegiatan ini. JOE Park umpamanya

merumuskan pendidikan sebagai pengajaran (instruction). Sedangkan segi

kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Mayer

Grene mendefinisikan pendidikan dengan usaha manusia untuk menyaiapkan

dirinya untuk suatu kehidupan bermakna. Di dalam definisi ini aspek

pembinaan pendidikan lebih luas. 2

Menurut Marimba, dalam buku Metodologi Pengajaran Agama Islam

mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani si terdidik menuju

terbentuknya kepribadian yang utama 3

Soegarda Poerbakawatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan”

menguraikan pengertian pendidikan sebagai “semua perbuatan dan usaha dari

generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamanya,

kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha

1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :
Balai Pustaka, 1994, hal. 232.
2
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya,
1995, hal. 5-6
3
Ahmad Tasfir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2008), h. 6

22
menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah

maupun rohaniah” 4

Dengan kata lain, pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk

mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur

hidup. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh

pendidikan Indonesia; beliau mengatakan bahwa “Pendidikan adalah upaya

untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan

jasmani anak didik.”

Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara

singkat pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia

sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi

dengan alam dan lingkungan masyarakatnya. Pendidikan merupakan sistem

dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan

manusia. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia

yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan

peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang

[primitif]. 5

Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan

anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Jadi, pendidikan

yang dilakukan suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan

4
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h.120
5
Ahmad Syafii Maarif, menyatakan apabila dilihat dari segi sejarah, pendidikan
merupakan suatu gerakan yang telah berumur sangat tua. Dalam bentuk sederhana dapat
dipahami, pendidikan telah dijalankan sejak dimulainya manusia di muka bumi ini. Penguasaan
alam semesta, memberi contoh pendidikan kepada manusia dan dilanjutkan dengan mendidik
keluarga. Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal
Pendidikan Islam (JPI), (No.2 Th. Fakultas Tarbiyah UII, 1 Oktober 1996), hlm. 6.

23
dengan rekayasa bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi

manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah

satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat

tersebut. 6

Adapun karakter secara etimologis berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan,

akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau

watak 7 . Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian,

budi pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik

dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik

atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan

yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga

bawaan sejak lahir. 8

karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”,

dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani character,

dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus

Poerwadaminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan,

akhlak dan budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain.

Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai watak,

tabiat, pembawaan, kebiasaan. 9

6
M. Natsir, Kapita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 77.
7
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta:
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682
8
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta, Grasindo. Cet. I. 2007, Hal. 80.
9
10Pius A Partanto, dkk , Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : AROKALA, 2001), h.24

24
Secara terminologi Sedangkan secara terminologi, istilah karakter

diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai

banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah

sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau

sekelompok orang. Definisi dari “The stamp of individually or group

impressed by nature, education or habit. Karakter merupakan nilai-nilai

perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri

sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam

pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma

agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Menurut Simon Philips dalam buku Refleksi Karakter Bangsa, karakter

adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi

pemikiran, sikap dan prilaku yang ditampilkan. Sementara itu, Koesoema A,

mengatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian 10 . Kepribadian disini

dianggap beliau sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri

seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari

lingkungan.

Sedangkan Imam Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat

dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang

telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu

dipikirkan lagi. Hermawan Kertajaya, mendefinisikan karakter sebagai “ciri

khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.13 Ciri khas tersebut adalah
10
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
( Jakarta : Bumi Aksara. 2011), h. 70

25
asli, dalam artian tabiat atau watak asli yang mengakar pada kepribadian benda

atau individu tersebut, dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang

bertindak, bersikap, berujar, serta merespon sesuatu. 11

Sedangkan Makna karakter juga pernah dikemukakan oleh Thomas

Lickona. Menurutnya karakter adalah “A reliable inner disposition to respond

to situations in a morally good way.” Selanjutnya ia menambahkan,

“Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral


12
feeling, and moral behavior”. Jadi, karakter mulia (good character) meliputi

pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap

kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain,

karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap

(attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan

keterampilan (skills).

Dari beberapa penjelasan diatas dapat difahami, bahwasanya

pendidikan karakter ialah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru

untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Dan individu yang

berkarakter baik ialah individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik

terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta

dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi

(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya

(perasaannya), serta memiliki nilai-nilai seperti amanah, beriman, bertaqwa,

11
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, (Bandung :
ALFABETA, 2012), h.2
12
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991, hal. 51

26
bekerja keras, disiplin, jujur, toleransi, cermat, cerdik, dinamis, gigih, hemat,

empati, bijaksana, lugas, tegas, berfikir jauh ke depan, berfikir matang,

bertanggung jawab, berkemauan keras, baik sangka, pemaaf, pemurah, adil,

menghargai, pengabdian, pengendalian diri, komitment, mandiri, mawas diri,

ikhlas, sabar, rasa malu, rajin, ramah, rela berkorban, rendah hati, sportif,

hormat, tertib, produktif, susila, tekun, tegar, tepat janji, ulet 13

Selanjutnya pendidikan karakter telah menjadi sebuah pergerakan

pendidikan yang mendukung pengembangan social, pengembangan emosional,

dan pengembangan etika para peserta didik. Merupakan suatu upaya proaktif

yang dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah untuk membantu siswa

mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etik dan nilai-nilai kinerja, seperti

kepedulian, kejujuran, kerajinan, fairness, keuletan dan ketabahan (fortitude),

tanggung jawab, menghargai diri sendiri dan orang lain.

Seperti apa yang diungkapkan oleh Scerenko bahwa, pendidikan

karakter dapat difahami atau dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh

dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan

diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan

pemikir besar), serta praktik emulsi (usaha maksimal untuk mewujudkan

hikmah dari apa-apa yang diamati dan yang dipelajari). 14

Seperti yang telah diungkapkan oleh Koesoema A dan Imam Ghazali

diatas, bahwa istilah karakter dapat diartikan dengan akhlak dan budi pekerti,

13
Abdul Majid & Dian Andayani ,Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung : PT
REMAJA ROSDAKARYA. 2011) h. 45
14
Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, h.45

27
sebab keduanya mengandung makna yang sama. Baik budi pekerti, akhlak

maupun karakter sama-sama mengandung makna yang ideal, tergantung pada

pelaksanaan atau penerapannya. Menurut Ibnu Miskawaih dan dikutip oleh

Abudin Nata, beliau mengemukakan bahwa, pendidikan akhlak merupakan

upaya ke arah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan

lahirnya perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang 15. Sedangkan

sebagian ulama, mendefinisikan Akhlak sebagai suatu keadaan yang melekat

pada jiwa manusia yang melahirkan perbuatan baik ataupun buruk. 16

Jadi dari beberapa statement diatas dapat disimpulkan bahwa,

pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik

untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir,

raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai

pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan budi pekerti, pendidikan watak

yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk dapat

memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan

mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Dalam kaitannya dengan hal ini, maka sikap/karakter atau budi

pekerti telah mengandung lima rumusan atau jangkauan atau integritas sebagai

berikut: a) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan, b) sikap dan

perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri, c) sikap dan perilaku dalam

hubungannya dengan keluarga, d) sikap dan perilaku dalam hubungannya

15
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.10
16
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1998), h.345

28
dengan masyarakat dan bangsa, dan e) sikap dan perilaku dalam hubungannya

dengan alam sekitar. 17

Adapun karakteristik sosok pribadi yang berakhlak mulia atau berbudi

pekerti luhur itu dapat direfleksikan atau aktualisasikan dalam sikap dan

prilaku sebagai berikut:20 a) berpenampilan bersih dan sehat, b) bertutur kata

yang sopan, c) bersikap respek, menghormati orang tua dan orang lain tanpa

melihat perbedaan kedudukan, harta kekayaan atau suku, d) memberikan

kontribusi terhadap peningkatan kesejahtraan dan kemajuan masyarakat atau

bangsa, baik melalui ilmu pengetahuan, kekayaan (zakat, infaq atau shodaqoh),

atau jabatan (otoritas), e) menjalin ukhuwah islamiyah dan ukhuwah

basyariyah atau insaniyah, f) bersikap amanah, bertanggung jawab atau tidak

khianat pada saat diberi kepercayaan, g) bersikap jujur dan tidak suka

berbohong (berdusta), h) memelihara ketertiban, keamanan, keindahan dan

kebersihan lingkungan.

B. Prinsip Dasar Pendidikan Karakter

Menurut Foerster, pencetus pendidikan karakter dan pedagog Jerman,

menyebutkan ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter, antara lain: 18

a. Keteraturan interior, dimana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai.

Nilai menjadi pedoman normative setiap tindakan.

17
Muchlas Samani, & Hariyant, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.2012), h.46-47
18
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.37

29
b. Koherensi, yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada

prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut

resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya diri

satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas

seseorang.

c. Otonomi, di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai

menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas

keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan orang lain.

d. Keteguhan dan kesetiaan, keteguhan merupakan daya tahan seseorang

guna menginginkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan

dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Sedang dalam praktiknya, Lickona dkk, menemukan sebelas prinsip

agar pendidikan karakter dapat berjalan efektif. Kesebelas prinsip tersebut

sebagai berikut: 1) Kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja

pendukungnya sebagai pondasi karakter yang baik. 2) Definisikan „karakter‟

secara komprehensif yang mencakup pikiran, perasaan dan perilaku. 3)

Gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam

pengembangan karakter. 4) Ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian.

5) Beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral. 6) Buat kurikulum

akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta

didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untu berhasil. 7)

Usahakan mendorong motivasi diri siswa. 8) Libatkan staf sekolah sebagai

30
komunitas pembelajaran dan moral yang berbagai tanggung jawab dalam

pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang

membimbing pendidikan siswa. 9) Tumbuhkan kebersamaan dalam

kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan

karakter. 10) Libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam

upaya pembangunan karakter. 11) Evaluasi karakter sekolah, fungsi staf

sekolah sebagai pendidik karakter dan sejauh mana siswa memanifestasikan

karakter yang baik.22

Menurut Rusworth Kidder dalam How Good People Make Tough

Choices (1995), beliau menyampaikan tujuh kualitas yang diperlukan dalam

pendidikan karakter, yaitu seven E’s antara lain sebagai berikut: Pemberdayaan

(Empowered), efektif (Effective), komunitas harus membantu dan mendukung

sekolah dalam menanamkan nilai-nilai (Extended into the community),

integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh raingkaian proses

pembelajaran (Embedded), melibatkan komunitas dan menampilkan topik-

topik yang cukup esensial (Engaged), harus ada koherensi antara cara berfikir

makna etik dengan upaya yang dilakukan untuk membantu siswa

menerapkannya secara benar (Epistemological), evaluasi (Evaluative). 19

C. Tujuan Pendidikan Karakter

Setiap model pendidikan tentu memiliki tujuan. Demikian pula dengan

pendidikan Karakter. Pendidikan karakter menjadi penting untuk

19
Abdul Majid & Dian Andayani ,Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.37

31
diimplementasikan dan dikembangkan dan diinternalisasikan, baik dalam dunia

pendidikan formal maupun dalam pendidikan non formal tentu saja memiliki

alasan dan memiliki tujuan.

Alasan utamanya tentu saja adanya fenomena kemerosotan moral,

sehingga lembaga pendidikan perlu segera untuk mencari cara bagaimana

lembaga pendidikan kembali mampu menyumbangkan perannya bagi

perbaikan kultur. Hal inilah yang mendasari pentingnya penerapan pendidikan

karakter di sekolah.

Secara regulasi, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20

tahun 2003 secara jelas menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan dan membentuk watak sserta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab 20

Menurut Novan Ardy Wiyani, pendidikan karakter disekolah secara

operasional bertujuan antara lain :

1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap

penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian kepemilikan peserta didik

yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. Tujuannya adalah

memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilanilai tertentu sehingga

20
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3

32
terwujud dalam perilaku anak, baik pada saat masih sekolah maupun setelah

lulus.

2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai

yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki makna bahwa tujuan

pendidikan karakter memiliki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku

negatif anak menjadi positif.

3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam

memerankan tanggung jawab karakter bersama. Tujuan ini bermakna bahwa

karakter di sekolah harus dihubungkan dengan proses pendidikan di

keluarga. 21

Secara lebih konkrit bahwa tujuan pendidikan karakter adalah

membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,

bermoral,bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,

berorientasi ilmu pengetahuan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan

takwa kepada tuhan yang maha esa berdasarkan pancasila. 22 dan Tujuan akhir

dari pembentukan karakter adalah menghendaki adanya perubahan tingkah

laku, sikap dan kepribadian pada subjek didik.

21
Novan Ardy Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter di SD; Konsep, Praktik dan
Strategi, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 70-72
22
Fakrur Rozi, Model Pendidikan Karakter dan Moralitas Siswa di Sekolah Islam
Modern; Studi pada SMP Pondok Pesantren Selamat Kendal, (Semarang, IAIN Walisongo, 2012),
hlm. 44

33
D. Nilai-Nilai Dalam Pendidikan Karakter

Inti dari pendidikan karakter tidaklah sekadar mengajarkan pengetahuan

kepada peserta didik tentangmana yang baik dan mana yang buruk. Namun

lebih dari itu, pendidikan karakter merupakan proses menanamkan nilai-nilai

positif kepada peserta didik melalui berbagai cara yang tepat.

Secara umum, nilai-nilai karakter atau budi pekerti ini menggambarkan

sikap dan perilaku dalam hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat dan

alam sekitar. pendidikan karakter secara psikologis harus mencakup dimensi

penalaran berlandasan moral (moral reasoning), perasaan berlandasan moral

(moral behaviour).

Kementerian pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan 18 Nilai

karakter. 23 Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia

harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses

pendidikannya. ke 18 nilai karakter tersebut antara lain :

1. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang

dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun

dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang

yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan

23
Kemendiknas, Pendidikan Karakter bangsa, dalam perpustakaan.kemdiknas.go.id

34
3. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,

pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

6. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru

dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam

menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban

dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam

dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan

35
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan

bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan

bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

12. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu

yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati

keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/Komunikatif

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu

yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati

keberhasilan orang lain.

14. Cinta Damai

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu

yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati

keberhasilan orang lain.

15. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang

memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan

36
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk

memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan

masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,

yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan

(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa

E. Faktor Pembentukan Karakter

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya sebuah

karakter. Dari sekian banyak faktor tersebut, para ahli menggolongkannya

kedalam dua bagian, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. 24

1) Faktor Intern

Terdapat banyak hal yang mempengaruhi faktor internal ini,

diantaranya adalah:

a. Insting atau Naluri

Insting adalah suatu sifat yang dapat menumbuhkan perbuatan yang

menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan

24
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, (Bandung :
ALFABETA, 2012), h.19

37
itu dan tidak didahului latihan perbuatan itu. 25 Setiap perbuatan manusia

lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri (Insting). Oleh

karenanya pengaruh naluri pada diri seseorang sangat besar, tergantung

pada bagaimana seseorang tersebut menyalurkannya. Naluri dapat

menjerumuskan manusia kepada kehinaan (degradasi), sebaliknya naluri

juga dapat mengangkat derajat manusia, jika naluri tersebut disalurkan

kepada hal yang positif.

b. Adat atau Kebiasaan

Salah satu fkctor penting dalam tingkah laku manusia adalah kebiasaan,

karena sikap dan perilaku yang menjadi akhlak (karakter) sangat erat

sekali dengan kebiasaan, yang dimaksud dengan kebiasaan adalah

perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga mudah untuk dikerjakan.

Fkctor kebiasaan ini memegang peranan yang sangat penting dalam


26
membentuk dan membina akhlak (karakter). . Sebagaimana yang

diungkapkan Al-Ghazali: “Apabila anak itu dibiasakan untuk

mengamalkan apa-apa yang baik, di beri pendidikan ke arah itu, pastilah

ia akan tumbuh diatas kebaikan tadi akibat positifnya ia akan selamat

sentosa di dunia dan akhirat. Kedua orang tuanya dan semua pendidik,

pengajar serta pengasuhnya ikut serta memperoleh pahalanya. Sebaliknya

jika anak itu sejak kecil sudah dibiasakan mengerjakan keburukan dan

dibiarkan begitu saja tanpa dihiraukan pendidikan dan pengajarannya,

yakni sebagaimana anak itupun akan celaka dan rusak binasa akhlaknya,

25
Ahmad Amin, ETIKA (Ilmu Akhlak). (Jakarta : Bulan Bintang, 1995), h.7
26
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, Op.cit, h.20

38
sedang dosanya yang utama tentulah dipikulkan kepada orang (orang tua,

pendidik) yang bertanggung jawab untuk memelihara dan

mengasuhnya”. (Jamaluddin Al-Qosimi, 1983.534)

Dengan demikian Al-Ghazali sangat menganjurkan mendidik anak dan

membina akhlaknya dengan cara latihan-lathan dan pembiasaan yang

sesuai dengan perkembangan jiwanya walaupun seakan-akan dipaksakan,

agar anak dapat terhindar dari keterlanjuran yang menyesatkan. Oleh

karena pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu

pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat,

akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian dari

kepribadiannya. 27

c. Kehendak atau Kemauan

Kemauan ialah keinginan untuk melangsungkan segala ide dan segala

yang dimaksud, walau disertai dengan berbagai rintangan dan kesukaran,

namun sekali-kali tidak mau tunduk pada rintangan-rintanagn tersebut.

Salah satu kekuatan yang berlindung dibalik tingkah laku adalah

kehendak atau kemauan keras. Itulah yang menggerakkan dan merupakan

kekuatan yang mendorong manusia dengan sungguh-sungguh untuk

berprilaku baik (berakhlak), sebab dari kehendak itulah menjelma suatu

niat yang baik dan buruk dan tanpa kemauan pula semua ide, keyakinan

27
Zainuddin dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: BUMI AKSARA,
1991), h.106

39
kepercayaan pengetahuan menjadi pasif tak akan ada artinya bagi

kehidupan. 28

d. Suara Hati atau Hati Nurani

Suara hati atau hati nurani bukanlah sesuatu yang asing atau datang dari

luar diri seorang anak, sebagaimana yang dikatakan Freud. Hati nurani

bukan pula merupakan salah satu unsur akal sebagaimana yang dikatakan

oleh kelompok rasionalis. Namun, nurani adalah suatu benih yang telah

diciptakan oleh Allah dalam jiwa manusia. Nurani dapat tumbuh

berkembang serta berbunga karena pengaruh pendidikan, dia akan statis

bila tidak ditumbuh kembangkan. 29

Oleh karenanya, pendidikan karakter tidak akan mencapai sasarannya

tanpa disertai pemupukan hati nurani, yang merupakan kekuatan dari

dalam diri manusia, ynag dapat menilai baik dan uruk suatu perbuatan.

e. Hereditas atau Keturunan

Hereditas merupakan sifat-sifat atau ciri yang diperoleh oleh seorang

anak atas dasar keturunan atau pewarisan dari generasi ke generasi

melalui sebuah benih. Sedangkan dalam islam, sifat atau ciri-ciri bawaan

atau hereditas tersebut, biasa disebut dengan fitrah. Fitrah adalah potensi

atau kekuatan yang terpendam dalam diri manusia, yang ada dan tercipta

bersama dengan proses penciptaan manusia. Potensi tersebut baru akan

28
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, h. 20
29
Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak Dalam
Keluarga Muslim. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), h.93

40
aktul dan tumbuh serta berkembang setelah mendapatkan rangsangan-

ranfsangan dan pengaruh dari luar atau sebab factor eksten. 30

2) Faktor Ekstern

Selain faktor intern (yang bersifat dari dalam) yang dapat

mempengaruhi karakter, juga terdapat faktor ekstern (yang bersifat dari

luar) diantaranya adalah sebagai berikut: 31

a) Pendidikan

Pertumbuhan karakter tidak dapat dipisahkan dari proses

pendidikan secara keseluruhan. Sebagaimana yang telah diungkapkan

oleh Herbert Spencer, beliau mengungkapkan bahawa, “pendidikan

ialah menyiapkan manusia, supaya hidup dengan kehidupan yang

sempurna”. 32

Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam

pembentukan karakter seseorang, sehingga baik dan buruknya akhlak

seseorang sangat tergantung pada pendidikan. Hal tersebut sesuai

dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri, salah satu diantaranya ialah

menjadikan manusia sebagai insan kamil. Begitu pentingnya faktor

pendidikan itu, sehingga dengan pendidikan naluri yang terdapat pada

seseorang dapat dibangun dengan baik dan terarah. Oleh karena itu,

pendidikan agama perlu untuk dimanifestasikan melalui berbagai


30
Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, (Surabaya : Karya Abditama, 1994), h .27
31
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, h. 20
32
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, h. 20

41
media, baik dalam pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal

di lingkungan keluarga dan pendidikan non formal yang ada di

masyarakat.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang terpenting

sesudah keluarga, peran sekolah sebagai Communities of Character

dalam pendidikan karakter sangat penting. Sekolah mengembangkan

proses pendidikan karakter melalui proses pembelajaran, habituasi,

kegiatan ekstra-kurikuler dan bekerjasama dengan keluarga dan

masyarakat dalam pengembangannya, dan setiap sekolah pasti akan

memberikan kesempatan untuk melaksanakan karakter baik kapada

anak. Setiap faktor dalam sekolah telah memberikan kontribusi dalam

pembentukan karakter setiap murid. Jika sekolah adalah tempat untuk

mencapai efektivitas maksimum dalam pengembangan karakter, maka

kebijakan yang jelas harus diadopsi untuk tercapainya tujuan ini dan

menjadi prinsip koordinasi kerja.

Berikut ini adalah beberapa faktor yang memberikan kontribusi

pasti dalam pencapaian karakter yang layak: 33

1. Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah pemimpin sekolah yang bertanggung

jawab. Kepribadiannya mempengaruhi seluruh institusi dan

memainkan peranan besar dalam menentukan atmosfer moral dan


33
http://lppse-dikdas-2.blogspot.com/2012/01/pendidikan-karakter-bangsa-di-
sekolah.html#!/2012/01/pendidikan-karakter-bangsa-di-sekolah.html, (diakses pada 11
Desember 2012)

42
intelektual. Dengan cara yang tegas tapi ramah, kepala sekolah akan

mampu membangun kondisi sekolah yang kondusif.

Dengan kepemimpinan yang demokratis dan bijaksana,

kepala sekolah dapat memandu para staf dan guru dalam

merumuskan falsafah pendidikan yang terpadu sehingga berfungsi

dalam kehidupan sekolah. Dengan cara ini kepala sekolah akan

berperan dalam memaksimalkan sumber daya para guru dan stafnya

untuk kebaikan para murid. Perkembangan karakter terbaik pada

setiap murid akan menjadi tujuan penting setiap saat. Kepala sekolah

adalah kekuatan moral yang terdepan di sekolah.

2. Guru

Guru adalah seseorang figur yang mulia dan dimuliakan

banyak orang. Seorang guru mempunyai peran yang sangat penting

dalam proses internalisasi nilai-nilai keagamaan. Pengaruh guru

terhadap karakter peserta didiknya sangatlah dekat jangkauannya.

Hal ini diberikan tidak hanya melalui instruksi yang diberikan di

kelas dan hal-hal yang murid lakukan di bawah arahannya, tetapi

guru merupakan sosok baik yang dianggap teladan. Minat, hobi, dan

apresiasi guru dapat menjadi sarana dalam membangkitkan minat,

hobi dan apresiasi peserta didiknya.

Guru harus merupakan berpose untuk murid-muridnya

sebagai model, yaitu bahwa guru menerapkan karakter yang dia

harapkan akan diterapkan oleh para muridnya nanti. Selanjutnya,

43
guru harus memiliki pandangan sosial, sikap hormat terhadap

kepribadian anak, dan keinginan tulus untuk membentuk karakter

murid-muridnya dengan benar.

3. Organisasi dan Manajemen Kelas dan Sekolah

Pengelolaan sekolah memiliki pengaruh pada karakter peserta

didik. Sekolah yang dikelola dengan baik lebih mengedepankan pada

bagaimana mendidik para peserta didik untuk mencapai potensi

terbaik yang mereka miliki.

Jadwal kelas, tugas guru, dan peraturan sekolah harus

dikelola sedemikian rupa untuk menjamin adanya interaksi terbaik

antara guru dan peserta didik. Sekolah besar atau kecil harus mampu

mengembangkan sebuah program yang bervariasi, menarik, dan

memandu tindakan yang bertanggung jawab. Sekolah harus

memastikan bahwa guru memiliki kesempatan dan tanggung jawab

kepada peserta didik mereka baik di dalam ruang kelas dan di luar.

Sistem ujian dan nilai harus mendorong pencapaian terbaik dari

setiap peserta didik tanpa memberi penekanan pada aspek-aspek

yang tidak diinginkan seperti seakan-akan sekolah adalah tempat

berkompetisi.

Hal ini dapat dicapai dengan menafsirkan hasil kinerja

peserta didik tanpa membebani peserta didik dengan sistem standar

nilai dan peringkat. Organisasi dan manajemen sekolah dan kelas

44
harus membuat ketentuan dengan memberikan porsi pengelolaan

kepada peserta didik. Ini merupakan bentuk kepercayaan dengan

secara bertahap menyerahkan tanggung jawab kepada peserta didik

agar peserta didik dapat membuktikan bahwa mereka siap dan

mampu untuk memikul tanggung jawab. Tiap kelas memilih

pemimpinnya sendiri sehingga terbiasa dengan dasar-dasar prosedur

demokratis.

4. Kurikulum

Mata pelajaran pada kurikulum dapat mempengaruhi karakter

murid setidaknya dalam tiga cara:

a. Dengan berkontribusi langsung ke pengetahuan, sikap, dan

perilaku, seperti pada bidang kesehatan, kewarganegaraan, dan

apresiasi sastra dan seni.

b. Dengan membangkitkan minat baru yang mungkin berpengaruh

di kemudian hari.

c. Dengan menghasilkan kualitas seperti ketelitian, ketekunan dalam

menghadapi kesulitan, dan kepuasan ketika menguasai atau

berhasil.

Untuk mewujudkan cara ini, kurikulum secara bijaksana

harus memilih mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan

peradaban sekarang dan masa depan, karena pendidikan karakter

45
harus masuk dalam mata pelajaran yang diberikan kepada peserta

didik. 34

5. Metode Pengajaran

Metode mengajar terikat dengan bagaimana kelas dikelola.

Metode yang mengedepankan banyak inisiatif dari murid sebagai

respon dari arahan guru dan berlimpahnya aktivitas yang bervariasi

tidak hanya menghasilkan hasil belajar yang terbaik, tetapi juga

pembentukan karakter yang diinginkan. Metode seperti sosialisasi,

perencanaan dan penerapan diri, tugas projek kelas, harus

dipertimbangkan dengan cermat oleh guru dalam kaitannya dengan

efek moral pada murid baik secara kolektif dan individual.

b) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar kita, baik

berupa tumbuhan, keadaan tanah, udara, dan pergaulan manusia dengan

alam sekitar. Adapun lingkungan dapat di bagi menjadi dua bagian,

bersifat kebendaan dan bersifat kerohanian.

34
Ibid.

46
F. Strategi Pendidikan Karakter.

Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan

merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis

sekolah yang terimplementasikan dalam pengembangan, pelaksanaan, dan

evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan. Strategi tersebut diwujudkan

melalui pembelajaran aktif di sekolah.

Seperti yang diungkapkan oleh Brooks dan Goole dalam Elmmubarak,

untuk mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah terdapat tiga

elemen penting untuk diperhatikan, yaitu; prinsip, proses dan praktiknya.

Dalam menjalankan prinsip, nilai-nilai yang diajarkan harus termanifestasikan

dalam kurikulum sehingga semua siswa di suatu sekolah faham benar tentang

nilai-nilai tersebut dan mampu menerjemahkannya dalam praktik nyata. 35

Kemendiknas, menyebutkan bahwa strategi pelaksanaan pendidikan

karakter dikembangkan melalui tahapan pengetahuan (knowing), pelaksanaan

(acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja.

Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak

sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk

melakukan kebaikan tersebut. 36

Sebagai langkah menuju terbentuknya akhlak mulia dalam diri setiap

siswa, ada tiga tahapan strategi yang harus dilakukan. Hal ini diperlukan agar

peserta didik yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut dapat memahami,

35
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, Ibid, h.93
36
Ibid., h.93

47
merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebijakan

(moral), tiga tahapan atau komponen tersebut diantaranya: 37

a. Moral Knowing/ Learning to Know

Learning to Know merupakan langkah awal dalam pendidikan

karakter. Dalam tahapan ini tujuan diorientasikan pada penguasaan

pengetahuan tentang nilai-nilai. Disini siswa diharapkan mampu untuk

membedakan antara akhlak mulia dan akhlak tercela serta nilai-nilai

universal lainnya.

Brangkat dari hal tersebut di atas, maka dimensi-dimensi yang

termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif peserta

didik adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nlai-

nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspektif

taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap

(decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). 38

b. Moral Loving/ Moral Feeling

Dalam tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan

menguatkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia

(aspek emosi). Dalam tahapan ini, yang menjadi sasaran guru adalah

dimensi emosional siswa. Untuk mencapai tahap ini guru bisa memasukinya

dengan kisah-kisah yang menyentuh hati, modeling atau kontemplasi.

37
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.112
38
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, h.193

48
Melalui tahap ini, siswa diharapkan mampu menilai dirinya sendiri

(muhasabah), serta membiasakan bersikap baik, dan bersikap empati kepada

siapapun. 39

c. Moral Doing / Learning to do

Moral Doing merupakan perbuatan atau tindakan moral yang

merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Dan untuk

memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang biak,

maka harus diliat tiga aspek lain dari karakter yaitu; kompetensi, keinginan,

dan kebiasaan.

Di dalam Moral Doing inilah puncak dari keberhasilan dari

pendidikan karakter kepada siswa. Dimana siswa mampu mempraktikkan

nilai-nilai akhlak mulia itu dalam perilakunya sehari-hari. Siswa semakin

berprilaku ramah, sopan dan berbicara, hormat kepada guru dan orang tua,

penyayang, jujur dalam segala tindakan baik ucapan maupun perbuatan,

bersikap disiplin dalam belajar dan yang lainnya, cinta dan kasih sayang,

adil, murah hati, dan lain sebagainya. Maka dalam hal inilah contoh teladan

dari guru dan semua warga sekolah menjadi hal yang sangat penting. 40

Dari ketiga tahapan atau komponen yang dijelaskan diatas, jelas

bahwa, pentingnya sebuah keseimbangan antara komponen satu dengan

komponen lainnya, antara Moral Knowing, Moral Feeling dan Moral

Action. Hal ini dipertegas lagi melalui ungkapan Lickona, yang menekankan

39
ibid
40
Ibid., h.195

49
pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good

character), yaitu Moral Knowing atau pengetahuan tentang moral, Moral

Feeling atau perasaan tentang moral, dan Moral Action atau perbuatan

moral. Hal itu diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan dan

mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan 41.

Menurut Muchlas Samani, & Hariyanto dalam bukunya; Konsep dan

Model Pendidikan Karakter menjelaskan, dalam desain induk pendidikan

karakter antara lain diutarakan bahwa secara substantif karakter terdiri atas 3

nilai operatif (operative value), nilai-nilai dalam tindakan, atau tiga untuk

perilaku yang satu sama lain saling berkaitan dan terdiri atas pengetahuan

tentang moral (moral knowing, aspek pengetahuan), perasaan berlandaskan

moral (moral feeling, aspek afektif), dan perilaku berlandaskan moral

(moral behavior, aspek psikomotorik). Karakter yang baik terdiri atas

proses-proses yang meliputi, tahu mana yang baik (knowing the good),

keinginan melakukan yang baik (desiring the good), dan melakukan yang

baik (doing the good). Terlepas dari itu semua, karakter yang baik juga

harus ditunjang oleh kebiasaan piker (habit of the mind), kebiasaan kalbu

(habit of the heart), dan kebiasaan tindakan (habit of the action). 42

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa konfigurasi karakter dalam

konteks realita psikologis dan juga sosial-kultural tersebut dikata gorikan

menjadi: olah hati (spiritual and emosional development), olah piker

(intellectual development), olahraga dan kinestetik (physical and kinesthetic


41
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
h.133
42
Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter., h.49

50
development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity

development). 43

Menurut Agus Zaenul Fitri, Secara lebih opearional model

pengembangan pendidikan Kurikulum di sekolah atau juga sering disebut

dengan strategi pendidikan pendidikan karakter dapat dilakukan melalui 4 cara,

yaitu: 44

1) Integrasi dalam mata pelajaran

Pelaksanaan pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam

penyusunan silabus dan indikator yang merujuk pada standar kompetensi

dan kompetensi dasar yang terdapat dalam KTSP untuk dilaksanakan

melalui program pembelajaran.

2) Integrasi melalui pembelajaran tematis

Pembelajaran tematis adalah pendekatan dalam pembelajaran yang secara

sengaja mengaitkan atau memadukan beberapa kompetensi dasar dan

indikator dari beberapa mata pelajaran untuk dikemas dalam satu kesatuan.

3) Integrasi melalui pembiasaan

pengkondisian dan pembiasaan untuk mengembangkan karakter melalui

kegiatan rutin sehari-hari .

4) Intergrasi melalui kegiatan ekstra kurikuler

43
Ibid., h.50
44
Agus Zaenul Fitri,.. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter Berbasis
Nilai dan Etika di Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2012

51
Mendidikkan karakter dengan cara mengintegrasikan dengan program

pengembangan diri dan kegiatan-kegiatan terprogram di sekolah

G. Metode dan Pendekatan Pendidikan Karakter

Dalam proses pendidikan, diperlukan metode-metode pendidikan yang

mampu menanamkan nilai-nilai karakter baik pada siswa, sehingga siswa

bukan hanya tahu tentang moral (karakter) atau moral knowing, tetapi juga

diharapkan mereka mampu melaksanakan moral action yang menjadi tujuan

utama pendidikan karakter. Berkaitan dengan hal ini, berikut beberapa metode

yang ditawarkan An-Nahlawi tersebut adalah sebagai berikut: 45

1) Metode Hiwar atau Percakapan

Metode Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak

atu lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik, dan dengan sengaja

diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki. Pentingnya sebuah

komunikasi atau dialog antar pihak-pihak yang terkait dalam hal ini guru dan

murid. Sebab, dalam prosesnya pendidikan hiwar mempunyai dampak yang

sangat mendalam terhadap jiwa pendengar (mustami‟) atau pembaca yang

mengikuti topik percakapan dengan seksama dan penuh perhatian.

45
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi., h.88-96

52
2) Metode Qishah atau Cerita

Menurut kamus Ibn Manzur (1200 H), kisah berasal dari kata qashsha-

yaqushshu-qishshatan, mengandung arti potongan berita yang diikuti dan

pelacak jejak. Menurut al-Razzi, kisah merupakan penelusuran terhadap

kejadian masa lalu. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, kisah

sebagai metode pendukung pelaksanaan pendidikan karakter disekolah, kisah

sebagai metode pendukung pelaksanaan pendidikan memiliki peran yang

sangat penting, karena dalam kisah-kisah terdapat berbagai keteladanan,

edukasi dan mempunyai dampak psikologis bagi anak. 46

3) Metode Uswah atau Keteladanan

Dalam penanaman karakter kepada peserta didik di sekolah,

keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien. Karena peserta

didik (terutama siswa pada usia pendidikan dasar dan menengah) pada

umumnya cenderung meneladani (meniru) sosok guru atau pendidiknya. hal ini

memang disebabkan secara psikologis, pada fase-fase itu siswa memang

senang meniru, tidak saja yang baik, bahkan terkadang yang jeleknya pun

mereka tiru.

4) Metode Pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-

ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan (habituation)

46
Ibid.

53
sebenarnya berintikan pada pengalaman yang dilakukan secara berulang-

ulang. 47 Bagi anak usia dini, pembiasaan ini sangat penting. Karena dengan

pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan menjadi milik anak

dikemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia yang

berkepribadian baik pula sebaliknya pembiasaa yang buruk akan membentuk

sosok manusia yang berkepribadian yang buruk pula. Begitulah biasanya yang

terlihat dan yang terjadi pada diri seseorang.

Sedangkan menurut Doni Koesoema, metodologi pendidikan karakter

adalah sebagaimana berikut: 48

1) Pengajaran

Mengajarkan pendidikan karakter dalam rangka memperkenalkan

pengetahuan teoretis tentang konsep-konsep nilai. Pemahaman konsep ini

mesti menjadi bagian dari pemahaman pendidikan karakter itu sendiri. Sebab,

anak-anak akan banyak belajar dari pemahaman dan pengertian tentang nilai-

nilai yang difahami oleh para guru dan pendidik dalam setiap perjumpaan

mereka.

2) Keteladanan

Keteladanan menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah

tujuan pendidikan karakter. Tumpuan pendidikan karakter ada pada pundak

guru. Konsistensi dalam mengajarkan pendidikan karakter tidak sekadar

47
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung : PT Rosdakarya.
2007), h. 144
48
Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah.
(Jogjakarta: DIVA press,2011)., h.68

54
melalui sesuatu yang dikatakan melalui pembelajaran di kelas, melainkan nilai

itu juga tampil dalam diri sang guru, dalam kehidupannya yang nyata di luar

kelas. Karakter guru menentukan warna kepribadian anak didik (meskipun

tidak selalu). Keteladanan sebagaimana yang telah dibicarakan merupakan

metode terbaik dalam pendidikan moral. Keteladanan selalu menuntut adanya

sikap yang konsisten serta kontinyu baik dalam perbuatan ataupun budi pekerti

yang luhur. Karena sekali memberikan contoh yang buruk akan mencoreng

seluruh budi pekerti luhur yang telah dibangun. 49

3) Menentukan Prioritas

Lembaga pendidikan memiliki prioritas dan tuntutan dasar atas karakter

yang ingin diterapkan di lingkungan mereka. Pendidikan karakter menghimpun

banyak kumpulan nilai yang dianggap penting bagi pelaksanaan dan realisasi

atas visi lembaga pendidikan. Oleh karena itu lembaga pendidikan pasti

memiliki standar atas karakter yang akan ditawarkan kepada peserta didik

sebagai bagian dari kierja kelembagaan mereka. 50

4) Praktis Prioritas

Unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah bukti

dilaksanakannya prioritas nilai pendidikan karakter tersebut. Berkaitan dengan

tuntutan lembaga pendidikan atas prioritas nilai yang menjadi visi kinerja

49
Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak Dalam
Keluarga Muslim. (Yogyakarta: Mitra Pustaka,1998), h.85
50
amal M‟mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Op.cit, h. 68

55
pendidikannya, lembaga pendidikan mesti mampu membuat verifikasi sejauh

mana visi sekolah telah dapat direalisasikan dalam lingkup pendidikan

skolastik melalui berbagai macam unsur yang ada di dalam lembaga

pendidikan itu sendiri.

5) Refleksi

Karakter yang ingin di bentuk oleh lembaga pendidikan melalui

berbagai macam program dan kebijakan senantiasa perlu dievaluasi dan

direfleksikan secara berkesinambungan dan kritis. Sebab, sebagaimana yang

diungkapkan oleh Socrates, „Hidup yang tidak direfleksikan merupakan hidup

yang tidak layak dihayati.‟ Tanpa ada usaha untuk melihat kembali sejauh

mana proses pendidikan karakter ini direfleksikan dan dievaluasi, tidak akan

pernah terdapat kemajuan. Refleksi merupakan kemampuan sadar manusia.

Dengan kemampuan sadar ini, manusia mampu mengatasi diri dan

meningkatkan kualitas hidupnya dengan lebih baik. Jadi, setelah tindakan dan

praksis pendidikan karakter itu terjadi, perlulah diadakan semacam pendalaman

dan refleksi untuk melihat sejauh mana lembaga pendidikan telah berhasil atau

gagal dalam melaksanakan pendidikan karakter. 51

Dari beberapa metodologi pendidikan karakter tersebut menjadi catatan

penting bagi semua pihak, khususnya guru sebagai pendidik yang berinteraksi

langsung kepada anak didik. Meskipun lima hal yang dijelaskan diatas bukan lah

51
Jamal M‟mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
h.69

56
satu-satunya metode yang dapat digunakan, sehingga masing-masing tertantang

untuk menyuguhkan alternative pemikiran dan gagasan baru untuk memperkaya

metodologi pendidikan karakter yang sangat dibutuhkan bangsa ini dimasa yang

akan datang.

57
BAB III

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER


PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI SAMARINDA

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap 3 (tiga) Sekolah Menengah Pertama

(SMP) di Kota samarinda. Ketiga sekolah tersebut adalah SMP Negeri 1

Samarinda, SMP Negeri 27 Samarinda dan SMP Plus Melati Samarinda.

Pemilihan ketiga SMP tersebut didasari pertimbangan bahwa ketiga sekolah ini

memiliki karakteristik yang berbeda. Dengan begitu di harapkan dapat menjadi

alat potret untuk melihat model pengembangan Pendidikan karakter pada tingkat

SMP di Kota Samarinda. Meskipun penulis yakin bahwa di setiap satuan

pendidikan memiliki kekhususan karakter masing-masing.

Dipilihnya SMP N 1 Samarinda sebagai sampel penelitian, karena penulis

menganggap bahwa sekolah ini dikenal sebagai SMP dengan status Negeri favorit

di Kota Samarinda. status Favorit tersebut berkonsekuensi bahwa model

implementasi program, termasuk pendidikan Karakter akan menjadi acuan bagi

sekolah-sekolah lain di kota samarinda.

SMP N 27 dipilih sebagai salah satu sampel penelitian ini dengan

pertimbangan dapat menjadi representasi dari sekolah lain yang sedang

berkembang. sekolah ini memiliki karakter terletak di ‘pinggiran’ kota Samarinda.

Sekolah ini masih dalam taraf berkembang ditandai dengan masih terbatasnya

58
sarana dan prasarana sekolah, keterbatasan di bidang sumber daya pendidik dan

tenaga kependidikan dan manajemen pendidikan.

Sedangkan SMP Plus Melati di pilih dengan pertimbangan bahwa sekolah

ini merupakan sekolah dengan status swasta namun dinilai favorit oleh kalangan

masyarakat samarinda. Sekolah ini menurut hemat penulis telah memiliki desain

pengembangan pendidikan karakter yang apik dan dengan begitu bisa menjadi

representasi untuk melihat model implementasi pendidikan karakter di level

sekolah menengah pertama (SMP) di Kota samarinda.

B. Implementasi Pendidikan Karakter Pada SMP N 1 Samarinda

1. Profil SMP N 1 Samarinda

SMP Negeri (SMPN) 1 Samarinda, adalah salah satu Sekolah

Menengah Pertama Negeri yang ada di kota Samarinda Provinsi Kalimantan

Timur, Indonesia. Sekolah ini didirikan 2 tahun setelah Indonesia merdeka di

kota Samarinda, yakni tepatnya tahun 1947. Lamanya pendirian membuat

sekolah ini dikenal luas oleh masyarakat kota Samarinda sebagai salah-satu

SMP negeri favorit.

Saat ini, SMP N 1 samarinda dipimpin oleh kepala sekolah perempuan,

yakni Ibu Hj Iswardati Hudzaifah M.Pd dengan ketua komite Prof. Dr. Ir. H.

M. Aswinm M.M. SMP N 1 Samarinda berstatus akreditasi A sejak 6

November 2012 berdasarkan ketetapan Badan akreditasi propinsi untuk

sekolah/madrasah (BAP SM). Label favorit tersemat pada sekolah ini sebab

59
nilai rata-rata untuk dapat masuk ke SMP ini adalah bernilai 26,00 dengan

rentang terendah 23,75 dan rentang tertinggi nilai 29,30. Saat ini, siswa SMP N

1 samarinda terdiri kelas VII sebanyak 337 siswa, Kelas VIII sebanyak 350

siswa dan kelas IX sebanyak 348 sehingga total sebanyak 1.035 siswa.

SMP N 1 Samarinda menempati areal 7.494 m2, di JL. Drs. H. Anang

Hasyim Komplek Perum Kehutanan Kel. Air Hitam Kec. Samarinda Ulu Kota

Samarinda. Fasilitas Infrastruktur yang dimiliki sekolah ini antara lain 32

ruangan kelas, 1 ruang kepala sekolah, 3 ruang wakil Kepala, 1 ruang staff

administrasi, ruang guru, 1 ruang BP, 1 ruang lab IPA, 2 ruang Lab Bahasa, 3

ruang Lab komputer, 1 ruang perpustakaan, 10 ruang toilet, 1 ruang OSIS dan

beberapa ruang gudang serta bangunan lainnya.

Sekolah ini didukung oleh 75 orang guru (termasuk kepala sekolah dan

15 GTT) dan 13 rang tenaga non-teaching staff. Sebagai SMP tertua, sekolah

ini telah memainkan peran penting dalam pembangunan propinsi Kaltim pada

umumnya dan Kota Samarinda pada khususnya. Banyak di antara para

pimpinan organisasi baik pada instansi pemerintahan maupun swasta di

propinsi ini (dan khususnya di kota Samarinda), yang diluluskan sekolah ini.

Pada Tahun Pelajaran 2003/2004 sampai dengan 2006/2007 SMP

Negeri 1 Samarinda menyelanggarakan Sekolah Standar Nasional (SSN).

Berdasarkan penialaian dari Pusat sekolah ini dipandang layak dan mampu

untuk menuju ke jenjang yang labih baik, oleh karena itu pada Tahun pelajaran

2004/2005 sampai dengan 2006/2007 sekolah ini meningkat menjadi Sekolah

Koalisi Nasional dan menjadi satu-satunya di Kalimantan Timur), setelah

60
sukses melaksanakan Sekolah Koalisi Nasional (SKN) sekolah ini menuju

ketingkat yang labih baik lagi. Berdasarkan SK Mendiknas No.

543/C3/KEP/2007 Sekolah ini menjadi sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf

Internasional (RSBI) dan pada tahun pelajaran 2009/2010 di sekolah ini telah

melaksanakan program Reguler, R-SBI, dan Akselerasi R-SBI (Percepatan,

waktu sekolah hanya 2 Tahun) sekarang.

Guna memperkuat mutu pendidikannya, SMP N 1 Samarinda telah

menjalin kemitraan dengan beberapa lembaga yang memiliki concern dalam

penguatan sumber daya manusia antara lain Britisch Council, Yayasan

PASIAD Indonesia, Indo British College, Prima Gama, Ganesha Operation dan

beberapa lembaga lainnya.

SMP Negeri 1 Samarinda memiliki Visi adalah “Menghasilkan lulusan

yang berprestasi unggul dalam penguasaan IPTEK dan berwawasan global

berdasarkan iman dan taqwa.”. Adapun untuk mencapai visi tersebut, sekolah

ini menetapkan 9 misi antara lain:

1. Melaksanakan pembelajaran IPTEK dan IMTAQ yang efektif dan efisien.

2. Melaksanakan pembelajaran MIPA yang terintegrasi dengan bahasa Inggris

dan ICT (Information Communication Technology) dan aplikasinya

3. Memberikan kesempatan kepada guru untuk berkembang, berkreasi, dan

berinovasi sehingga dapat meningkatkan kompetensi dan profesionalisme.

4. Mendorong dan membantu siswa mengembangkan potensi dirinya dalam

bidang akademik dan non akademik

61
5. Meningkatkan pemerataan dalam pelayanan pendidikan yang berkualitas

bagi seluruh siswa.

6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang sesuai dengan

potensi yang dimiliki setiap siswa.

7. Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan terhadap nilai – nilai ajaran

agama yang dianut sebagai landasan moral dalam kehidupan sehari – hari

serta dalam mempelajari IPTEK.

8. Menggali dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan

sekolah.

9. Mewujudkan kemampuan komunikasi dalam bahasa Inggris pada guru,

siswa dan warga sekolah

2. karakter dan Strategi Implementasinya pada SMP N 1 Samarinda

Setiap sekolah memiliki kebijakan dan skala prioritas yang berbeda

dalam mengimplementasikan program yang dicanangkan, termasuk dalam

implementasi pendidikan Karakter. Setiap satuan pendidikan akan memiliki

arah kebijakan dan strategi implementasi yang variatif meski akan ditemui juga

hal yang sama.

Pada SMP N 1 Samarinda, kebijakan tentang pendidikan Karakter

didasari oleh Visi dan Misi yang telah di tetapkan oleh SMP N 1 samarinda

yakni “Menghasilkan lulusan yang berprestasi unggul dalam penguasaan

IPTEK dan berwawasan global berdasarkan iman dan taqwa.” selanjutkan

diatur secara teknik pedoman implementasinya melalui peraturan sekolah.

62
Dengan demikian,kebijakan umumnya, setiap program dan implementasinya

harus mengacu Visi dan Misi serta peraturan sekolah.

Secara Umum, implementasi pendidikan Karakter pada SMP N 1

samarinda dilakukan melalui program kurikuler, program ko kurikuler, ekstra

Kurikuler serta rutinitas keseharian. Namun pihak SMP N 1 samarinda

memastikan bahwa program-program yang dijalankan harus secara nyata

terukur mekanismenya sehingga lebih berbasis ‘praktek’ dan mampu

menghasilkan best practices dari program yang di jalankan.

Sebagaimana khalayak masyarakat samarinda ketahui bahwa SMP N 1

Samarinda dikenal sebagai salah satu sekolah Favorit di Kota Samarinda.

Sekolah ini dikenal sebagai sekolah yang mengedepankan visi keunggulan

Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan memiliki keunggulan dalam

penguasaan teknologi informasi dan bahasa. Dengan gambaran visi yang

seperti ini, maka kecenderungan pendidikan karakter yang dikembangkan juga

lebih menitik beratkan pada karakter yang terkait dengan dua hal tersebut.

Meski tidak menafikan karakter-karakter penting lainnya.

Karakter berfikir logis, kritis, inovatif, kreatif dan kerja keras menjadi

kebijakan utama SMP N 1 samarinda yang dilakukan melalui program

kurikuler utamanya. Hal ini terlihat dari program-program kurikuler yang

dikembangkan baik melalui program pembelajaran, program kegiatan, program

kemitraan yang dibangun.

Melalui program pembelajaran misalnya, beberapa karakter tersebut

lebih banyak terlihat sebagai karakter yang dipilih dan menjadi rumusan

63
karakter yang ada dokumen pembelajaran seperti silabus dan RPP, sehingga

terlihat ada desain penguatan karakter pada proses pembelajaran. Guna

mendukung proses pembelajaran dengan karakter-karakter tersebut, SMP N 1

samarinda menerapkan program pembelajaran berbasis ICT dan penguatan

bahasa. SMP N 1 samarinda menfasilitasi dengan sejumlah sarana

pembelajaran berbasis teknologi antara lain laboratorium dan membangun

kemitraan dengan berbagai lembaga bahasa baik dalam maupun luar negeri.

selain itu, SMP N 1 samarinda dalam rangka memperkuat karakter tersebut

dengan terlibat dalam berbagai ajang kompetisi dibidang sain.

Hal terpenting dalam penanaman karakter melalui pembelajaran

menurut kepala sekolah adalah pentingnya memastikan bahwa siswa

mengetahui makna belajar dan tertanamkannya maksud karakter dari apa yang

dipelajari siswa. dengan pendekatan ini, penanaman nilai karakter bisa

dipahami, dihayati dan bisa dilakukan oleh siswa.

Selain karakter diatas, karakter cinta tanah air, kebangsaan dan

nasionalisme saat ini juga menjadi perhatian serius dan menjadi kebijakan

program di SMP N 1 samarinda. Hal ini sebagaimana diungkapan Ibu Kepala

sekolah bahwa terjadi kemerosotan karakter siswa tentang nasionalisme. Untuk

itu sejak sekarang karakter ini menjadi prioritas untuk di tanamkan. Saat ini,

strategi yang dilakukan oleh SMP N 1 dalam memupuk Karakter Nasionalisme

dilakukan melalui setiap apel pagi menyanyikan Indonesia Raya dan

menyanyikan lagu nasional di akhir pelajaran.

64
Karakter religius juga tidak lepas dari perhatian SMPN1 samarinda.

karakter ini dibangun melalui strategi program mengaji selama 15 menit dan

sholat dhula. Disamping itu, juga melalui program ekstra kurikuler berbasis

agama yakni Habsy. dalam Prakteknya, strategi yang diterapkan untuk program

Mengaji 15 Menit sebelum pembelajaran dimulai dilakukan melalui disetiap

kelas dipilih siswa-siswa yang mahir mengaji untuk memimpin teman-

temannya mengaji. Adapun pelaksanaan program Sholat dhuha masih sebatas

dilakukan secara bergiliran antar kelas. Dengan pola ini diharapkan tertanam

nilai-nilai religius dapat tertanam dan terpraktekkan dalam kehidupan siswa

sehari-hari.

Guna memperkuat karakter kedisiplinan, di SMPN 1 samarinda juga di

praktekkan melalui sejumlah program seperti Pramuka, Palang Merah Remaja

(PMR), paskibraka dan pelatihan baris Berbaris (LKBB). Sementara untuk

memupuk karakter kreativitas diselenggarkan melalui ekstra kurikuler

photografi.

Karakter leadership dan demokratis pada SMP N 1 samarinda

dijalankan melalui strategi penguatan organiasi siswa Intra Kampus (OSIS)

melalui model pemilihan langsung calon. Melalui program pemilihan langsung

pemilihan ketua OSIS, dimaksudkan untuk memberikan pembelajaran kepada

siswa untuk mampu memiliki jiwa kepemimpinan, mampu merumuskan visi

misi terbaik dan berani menyampaikan program-program terbaik secara

kompetitif.

65
Integrasi antara pembelajaran dengan program sekolah juga menjadi

temuan menarik sebagai salah satu strategi yang perlu diterapkan. pada SMPN

1 Samarinda misalnya, guna memberikan gambaran nyata tentang korelasi

antara pelajaran Pendidikan pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) dengan

praktek kehidupan kehidupan . di SMP ini misalnya ada pola untuk

mempraktekkan penegakan hukum ada program untuk menggelar “sidang

pengadilan” yang dilakukan oleh siswa melalui organisasi OSIS untuk

menyidangkan para siswa yang melanggar peraturan sekolah. Dalam

persidangan ini, ada siswa yang bertindak sebagai Hakim, Jaksa penuntut

Umum, Saksi, Petugas sumpah dan tersangka serta disaksikan oleh banyak

siswa secara umum.

Model atau strategi seperti ini dapat melatih siswa untuk mencintai

profesi tertentu, bisa mempraktekkan dan membangun karakter leadership,

tanggung jawab, jujur dan taat terhadap norma dan peraturan yang ada. pola ini

sekaligus memberikan pemahaman materi pelajaran di PPKN tentang alur

persidangan melalui pendidikan karakter.

Adapun karakter tolerasi dan menghormati keberagamaan dibangun

dengan strategi memberikan layanan program yang adil sesuai dengan agama

Siswa. Pada SMPN 1 Samarinda dipolakan ketika terdapat peringatan Hari

Besar Islam misalnya, maka siswa yang kebetulan beragama non muslim pada

saat yang sama juga melaksanakan ibadah. Guna mempermudah pengelolaan

pendidikan antara siswa beda agama ini, pada SMPN 1 diterapkan kebijakan

pengelompokan siswa dengan beragama non muslim ke dalam kelas ‘khusus’

66
sebanyak 4 kelas. Sekilas memang pola ini terlihat diskriminatif karena

mengelompokkan mereka ke dalam kelompok tertentu, namun selain

berdasarkan masukan orang tua siswa, pola ini justru menjadi solusi bagi

siswa non muslim untuk tidak menjadi ‘orang lain’ (others) karena menjadi

bagian minoritas ketika harus keluar kelas untuk mengikuti pelajaran agama

misalnya.

Karakter kejujuran pada SMPN 1 samarinda diimplementasikan melalui

program Kantin kejujuran dan sebuah mekanisme yang bisa menjamin

kejujuran terpraktekkan, sehingga ada istilah yang berlaku di sini ‘berapapun

uang dan barang tercecer, pasti kembali”. Mekanisme yang dimaksud adalah

ada pengawas dari siswa di masing-masing kelas yang diorganisir oleh guru

atau semacam ‘intel’ untuk mengawasi teman yang melanggar tata tertib

sekolah. selain itu, ada mekanisme pelaporan kepada guru bagi siapa saja yang

melihat pelanggaran yang terjadi. Dengan pola ini memiliki dampak

terbangunnya kejujuran lebih bisa terjamin.

C. Implementasi Pendidikan Karakter Pada SMP Plus Samarinda

1. Profil SMP Plus Melati Samarinda

SMP Plus Melati merupakan sekolah swasta yang dikenal luas sangat

favorit di Samarinda. Sekolah ini beralamat di Jl. H.A.M.M. Rifaddin Rt. 25

Kelurahan Harapan Baru Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda

No.Telepon (0541) 7074603.

67
SMP ini berada di bawah naungan Yayasan Melati Samarinda. sejak 24

November 2009, sekolah ini memiliki peringkat akreditasi A. SMP Plus

Melati menempati areal lahan seluas 15 Ha M2 yang terdiri bangunan ruang

kelas sebanya 10 lokal kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang

administrasi, masjid, lapangan olahraga dan beberapa infrastruktur pendukung

lainnya.

SMP Plus melati adalah sekolah yang menerapkan sistem Boarding

schools sehingga waktu belajar nya full day. untuk pembelajaran, sekolah ini

menerapkan jam berlajar pagi mulai jam 7.15-11.45 dan waktu belajar siang

mulai pukul 12.55 sampai dengan pukul 15.15.

Sekolah yang satu-satunya SMP di Kota Samarinda yang menerapkan

sistem boarding schools ini tentu memiliki sejumlah keunggulan dalam hal

memberikan muatan lokal. Sekolah ini memiliki beberapa jenis muatan lokal

antara lain : Bahasa Jepang, Bahasa Jerman, Bahasa Arab, TOEFL dan

TOEIC (kelas VIII dan IX), Olimpiade : Matematika, SAINS, Komputer.

SMP ini juga kaya akan program kegiatan pengembangan

diri/ekstrakurikuler yakni Pelayanan konseling, Ekstra kurikuler terdiri KIR,

PMR, Seni terdiri : Teater, Band, Paduan suara ( Vokal Group ) dan Olah Raga

Pilihan teridir : Renang, Badminton, Basket Ball, Footsal, Volley

ball,swimming, Foot Ball. kegiatan-kegiatan ini merupakan kegiatan

pengembangan diri yang terprogram.

Secara khusus, SMP Plus Melati juga menetapkan program

pembentukan karakter siswa baik yang dilakukan secara rutin maupun yang

68
bersifat spontan. Program pembentukan karakter yang dilaksanakan secara

rutin antara lain Upacara bendera, Senam, dan sejumlah Ibadah Khusus (

Sholat Dhuha, Mengaji dan Kegiatan Keagamaan lainnya ), Pemeliharaan

kebersihan kelas, dan kesehatan diri. Adapun pengembangan karakter yang

bersifat Spontan yaitu Pembentukan perilaku memberi salam, membuang

sampah pada tempatnya, mengatasi Problem Solving; Keteladanan dalam

berpakaian rapi, berbahasa baik, rajin, on time (tepat waktu)

SMP yang saat ini dipimpin oleh bapak Saparun Bakar, S.Pd.I, MM ini

memiliki Visi yang sangat lugas, singkat dan komprehensif, yakni

”SPESIAL” terdiri: CERDAS : SPiritual, Emosional, soSIal, intelektuAL ).

Adapun misinya antara lain : 1) Melaksanakan kegiatan ibadah untuk

meningkatkan Iman dan Taqwa ( IMTAQ ); 2) Meningkatkan semangat juang

siswa untuk meraih prestasi; 3) Melaksanakan kegiatan sosial

kemasyarakatan; 4) Melaksanakan pembelajaran berbasis kompetensi, untuk

meraih prsetasi di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK ), prestasi

dalam Ujian Nasional dan dapat melanjutkan ke jenjang Sekolah Lanjutan

Tingkat Atas ( SLTA ) Unggulan / Plus dan Mewujudkan manusia Indonesia

bertaraf Internasioanl yang mampu bersaing dan berkolaborasi secara Global.

2. Karakter dan Strategi Implementasinya pada SMP Plus samarinda

SMP Plus Melati merupakan sekolah di samarinda dengan sistem

boarding school, yakni seluruh siswanya di asramakan di dalam kompleks

kampus Yayasan Melati samarinda. Sistem asrama merupakan kebijakan dan

69
bentuk fasilitasi SMP Plus Melati dan yayasan Melati dalam mengembangkan

karakter lulusan agar sesuai dengan visi yang dicita-citakan yakni ”SPESIAL”

terdiri: CERDAS : SPiritual, Emosional, soSIal, intelektuAL ).

Dalam penjelasannya di jelaskan bahwa dengan sistem boarding ini,

diharapkan lulusan SMP Plus melati akan memiliki kecerdasan yang

komprehensif yakni cerdas secara spiritual, emosional, sosial dan intelektual

sekaligus. Menurutnya, dalam suasana asrama, dimana seluruh siswa tinggal

dalam satu lingkungan maka akan tumbuh suasana spriritual dengan berbagai

program keagamaan yang diselenggarakan, disamping itu berpeluang untuk

menumbuhkan suasana emosional dan sosial antar siswa karena merasa satu

tujuan, senasib dan sepertanggung jawaban serta pembelajaran akan lebih

terasa fokus selama sekolah sehingga dimungkinkan akan memiliki kecerdasan

intelektual yang lebih unggul.

Sistem Asrama yang di terapkan oleh SMP Plus memungkinkan siswa

di sekolah ini memiliki keunggulan dalam hal waktu belajar. dimana belajar

Full day yang sekaligus dikemas dengan proses belajar yang menyenangkan.

kompetensi akademik dilakukan setiap hari mulai pukul 08.00 sampai 11.45 wita

kemudian dilanjutkan sholat dluhur berjamaah dan makan siang bersama. belajar

dimulai kembali pada jam 13.30 sampai jam 16.00 wita, setelah itu siswa kembali

ke asrama untuk istirahat dan bersih diri, kemudian dilanjutkan kegiatan diasrama.

Hal ini terlihat dalam wawancara terhadap kepala sekolah SMP Plus

Melati, bapak Saparun, S.Pd.I, MM sebagai berikut :

70
“ kita memiliki prinsip....Belajar itu mesti menyenangkan, belajar itu tidak
harus di kelas, dengan sistem boarding school, suasana belajar di SMP Plus
Melati Samarinda sangat mendukung hal itu. kegiatan pagi jam 07.00 sampai
jam 08.00 diawali dengan kegiatan Ibadah di Masjid yaitu sholat dluha
berjamaah, membaca Al Qur'an dan tausyiyah agama oleh ustadz-ustadzah.
ditempat terpisah siswa yang beragama lain juga melakukan hal yang sama”

“ dengan sistem asrama..nuansa akademis dan nuansa religius dalam kampus


SMP Plus melati samarinda menjadikan hal yang sangat khusus bagi siswa
siswi dalam meraih prestasi dalam belajar "tiada hari tanpa belajar dan tiada
hari tanpa ibadah". lingkungan yang kondusif dan didukung oleh sarana dan
prasarana yang lengkap menjadi pilihan orang tua untuk menyekolahkan
anaknya di SMP Plus Melati Samarinda”.

“sistem asrama di SMP Plus Melati juga sebagai upaya menyelamatkan anak
dari dari pengaruh lingkungan yang kurang baik, narkoba, minum minuman
keras pergaulan bebas dikalangan remaja khususnya tingkat SMP. apalah
artinya prestasi akademik jika siswa sudah terpengaruh pada lingkungan dan
hal-hal negatif, hal ini tentunya sudah disadari oleh semua orang dalam
mendidik putra putri sekaligus memilih sekolah sebagai bagian investasi
jangka panjang..”.

Dari penjelasan kepala sekolah ini, dapat diketahui bahwa implementasi

pendidikan karakter pada SMP Plus Melati lebih menitik beratkan pada

karakter religius, emosional dan sosial baru menuju ke karakter intelektual. dari

visinya terlihat bahwa karakter yang terkait dengan intelektualitas terletak di

akhir setelah religiusitas, emosional dan sosial.

71
Menjadikan sistem asrama menjadi pilihan penting bagi SMP Plus

Melati Samarinda memang terlihat sebagai sebuah strategi utama dan bersama

bagi sekolah ini dalam pembinaan karakter siswanya. Adapun karakter yang

dipilih oleh SMP Plus Melati lebih mementingkan karakter religiusitas,

emosional dan sosial baru menuju ke karakter intelektual.

Menurut Ahmad Muadzin, S.Pd.I Koord. Keagamaan dan Asrama SMP

Plus Melati Samarinda, Tahun Pelajaran 2008/2009 menjadi tahun pertama

siswa SMP Plus Melati Samarinda untuk tinggal di asrama hal ini adalah salah

satu persiapan SMP Plus menuju Sekolah Berstandar Internasional (SBI).

“...Dengan tinggal di asrama maka pembinaan akan semakin mudah, salasatu


tujuan siswa di asrama adalah membangun karakter serta kultur
pengembangan diri yang mandiri secara optimal. Ini bisa dilakukan dengan
rutinitas yang dilakukan siswa baik di asrama maupun di sekolah contohnya
dengan kegiatan ibadah rutin, kedisiplinan, eskul, membiasakan kepribadian
yang positif dan kegiatan yang mendukung pengembangan diri lainnya..”.

“ Dengan di tinggal di asrama kegiatan siswa akan lebih terprogram dan


terencana, hal ini menunjukan bahwa pendidikan tidak hanya menampilkan
aspek pengetahuan semata namun juga prestasi siswa“

Sepengetahuan peneliti, suasana religius memang sangat terlihat telah

menjelma menjadi karakter perilaku siswa-siswi SMP Plus Melati Samarinda

ini. Ketika sholat dhulur misalnya, peneliti melihat siswa-siswi sekolah ini

segera berbondong-bondong ke Masjid untuk sholat berjamaah tanpa

72
pengawalan dari guru. terasa bahwa sholat berjamaah ini telah merasuk

menjadi kesadaran individual dari sisi religiusitas.

Kemudian, setiap tamu yang masuk ke kompleks SMP Plus Melati akan

langsung disambut dengan ucapan salam dan uluran tangan salaman dari siswa

yang ada, meski mereka tidak mengenalnya. Menurut hemat penulis, hal ini

merupakan indikasi bahwa karakter sosial terbentuk dalam perilaku keseharian

siswa-siswi SMP Plus Melati.

Selain itu, karakter hidup bersih juga ditunjukkan oleh siswa-siswi SMP

Plus Melati. Misalnya, hampir tidak ditemui siswa sekolah ini yang membuang

sampah tidak pada tempatnya dan mereka dengan kesadarannya tidak akan

menginjak rumput yang tidak menjadi jalur jalan bagi mereka di sekolah ini.

Meskipun terasa lapang, mereka tidak akan lewat rumput meski itu bisa di

lewati. Makanya, wajar jika lingkungan SMP Plus terasa asri dan bersih.

Strategi yang efektif dipraktekkan pada SMP Plus melati adalah model

“Kakak Asuh” yang memiliki peran terhadap penanaman nilai karakter kepada

siswa angkatan dibawahnya hingga mematikan bahwa karakter yang ditentukan

tersebut terimplementasi dalam praktek keseharian.

Selain melalui model implementasi melalui jalur kebijakan yang

terprogram melalui asrama dan pembiasaan tersebut, SMP Plus Melati juga

mengimplementasikan pendidikan karakter melalui jalur pembelajaran di kelas.

Pengintegrasian pendidikan karakter di kelas telah tampak dari kegiatan

kurikuler mulai dari perencanaan pendidikan, pelaksanaan pembelajaran,

metode pembelajaran hingga evaluasi pembelajaran.

73
Dalam perencanaan pembelajaran misalnya, telah tampak perumusan

nilai-nilai karakter apa yang ingin di tanamkan dalam setiap silabus dan RPP

setiap mata pelajaran. Dalam dokumen silabus dan RPP yang penulis telusuri

misalnya, terdapat 12 nilai-nilai karakter yang ingin ditanamkan kepada siswa-

siswi SMP Malati antara lain :

1. dapat dipercaya (trustworthines),

2. rasa hormat dan perhatian (respect),

3.tekun (diligence),

4. tanggung jawab (responsibility),

5. Berani (courage),

6. Kecintaan (lovely).

7. ketulusan (honesty),

8. integritas (integrity)

9. Peduli (caring)

10. jujur (fairnes)

11. Kewarganegaraan (citizenship)

12. kemanusiaan (humanity)

Dalam pelaksanaan pembelajaran, dalam mengimplementasikan nilai-

nilai karakter yang di terapkan tersebut, model pembelajarannya di desain

dengan model pembelajaran yang menyenangkan dengan prinsip-prinsip

74
pembelajaran yang harus dimengerti oleh semua guru dan tenaga pendidikan

lainnya. Untuk itu berlaku prinsip belajar di SMP Plus melati, antara lain :

1. Belajar itu menyenangkan. Sekolah harus dapat menjadi surga dan tempat

rekreasi anak-anak, gurunya harus murah senyum dan siap memberikan

bantuaan apa saja kepada anak-anak.

2. Dalam pelayanan pembelajaran secara maksimal, guru harus mampu

memberi makna belajar. Makna belajar di SMP Plus Melati Samarinda.

3. bahwa Belajar dan proses belajar merupakan suasana untuk mencapai hasil

belajar. Proses belajar adalah proses yang dialami secara langsung dan

aktif oleh siswa. Kegiatan belajar di sekolah merupakan kegiatan yang

direncanakan dan disajikan. Oleh karena itu rumusan belajar harus

didesain agar mencapai tujuannya sesuai visi-misi sekolah

4. Situasi belajar bervariasi dan menyenangkan. Untuk meningkatkan

motivasi belajar dibutuhka Keteladanan dan Target belajar

5. Pelayanan belajar dan sistemnya adalah cara siswa berkomunikasi dengan

obyek belajar atau bahan pelajaran.

6. Belajar itu proses menuju perubahan untuk mencapai prestasi sesuai visi-

misi sekolah.

7. Belajar itu, tidak harus di kelas. Belajar itu, di mana saja, kapan saja dan

belajar tidak hanya di sekolah.

8. Belajar itu, tidak harus ada target tertentu.

75
9. Untuk menjadi hebat, belajar itu juga perlu perjuangan, perlu strategi

khusus, aktualisasi dan keberanian dalam mengambil keputusan

10. Penilaian tidak harus menjadi target tertentu, yang penting semangat

belajar tumbuh-kembang dari kegiatan yang mereka lakukan sendiri

Dengan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran tersebut, maka wajar

jika SMP Plus Samarinda menetapkan motto : SMP Plus Melati SIIP...LAH

(Senang, Inovatif, Interaktif,Profesional, Lucuilmiah/Scientific, Aktual, Hebat).

Motto yang berisi nilai-nilai karakter ini sekaligus menunjukkan karakter yang

diinginkan oleh SMP Plus Samarinda.

Guna mendukung pencapaian karakter-karakter tersebut, SMP Plus

Melati juga memperkuat dengan pengintegrasian melalui sejumlah kegiatan

pengembangan diri dan ekstra kurikuler antara lain : Pelayanan konseling,

Ekstra kurikuler terdiri KIR, PMR, Seni terdiri : Teater, Band, Paduan suara (

Vokal Group ) dan Olah Raga Pilihan terdiri: Renang, Badminton, Basket Ball,

Footsal, Volley ball,swimming, Foot Ball. kegiatan-kegiatan ini merupakan

kegiatan pengembangan diri yang terprogram.

Adapun program pembentukan karakter siswa baik yang dilakukan

secara rutin maupun yang bersifat spontan dilakukan melalui program Upacara

bendera, Senam, dan sejumlah Ibadah Khusus ( Sholat Dhuha, Mengaji dan

Kegiatan Keagamaan lainnya ), Pemeliharaan kebersihan kelas, dan kesehatan

diri. Adapun pengembangan karakter yang bersifat Spontan yaitu

Pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya,

76
mengatasi Problem Solving; Keteladanan dalam berpakaian rapi, berbahasa

baik, rajin, on time (tepat waktu)

Karakter leadership juga ditanamkan oleh SMP Plus Melati melalui

program pemilihan langsung ketua OSIS. melalui model program ini, siswa-

siswi pada SMP Plus akan memiliki pengetahuan dan praktek pengalaman

berdemokrasi, mengetahui alur pemilihan pemimpin serta memiliki

kepercayaan diri berkompetisi dalam merumuskan program-program

kepemimpinan.

D. Implementasi Pendidikan karakter Pada SMP N 27 Samarinda

1. Profil SMP N 27 Samarinda

SMP Negeri 27 Samarinda adalah sekolah SMP yang terletak di Jl.

Batu Cermin RT 4 No 79 Sempaja Kec, Samarinda Utara Kota Samarinda

Provinsi Kalimantan Timur. Daerah sempaja sendiri, merupakan daerah yang

bisa tergolong pinggir kota bagian utara dari samarinda, meski di daerah ini

berkembang banyak perumahan, termasuk kantor pengembangan bahasa, SMK

6 dan kampus politeknik negeri Maritim.

Sekolah ini telah berdiri sejak 1994 dengan nomor statistik sekolah

(NSS) 201066001042 dan saat ini telah memiliki beberapa unit bangunan

antara lain ruang kelas 15 lokal, musholla 1 unit, kantor kepala sekolah terdiri

ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang bimbingan dan Konseling, ruang

77
tunggu tamu, ruang Unit kesehatan sekolah (UKS) dan ruang tata usaha

masing-masing 1 unit ruang.

Daerah sempaja dan sekitarnya banyak dihuni oleh penduduk dari

berbagai etnis antara lain jawa, banjar, bugis, dayak, dan buton. Makanya

wajar, jika SMPN yang memiliki jumlah siswa sebanyak 586 ini, siswanya

berasal dari berbagai etnis tersebut. Dari sisi agama, siswa di sekolah ini

beragama Islam (540 siswa), protestan (30 siswa), katolik (14 siswa), hindu (1

siswa) dan budha (1 siswa). SMPN 27 Samarinda dengan total siswa 586

orang tersebut terbagi ke dalam 19 rombongan belajar. kelas VII sebanyak 7

kelas, kelas 8 sebanyak 6 kelas dan kelas IX sebanyak 6 kelas. Dari sisi jumlah,

siswa SMPN 27 Samarinda terdiri kelas VII 221 siswa, kelas VIII 190 siswa

dan kelas IX sebanyak 175 siswa.

Saat ini, SMP N 27 samarinda di pimpin oleh bapak Moh. Rizal, S.Pd.

M.Psi sebagai kepala sekolah. adapun jumlah guru di sekolah ini sebanyak 38

guru terdiri guru dengan status PNS sebanyak 29 guru dan guru Non PNS/GTT

sebanyak 9 orang. Sedangkan untuk tenega kependidikan, SMP ini memiliki

tenaga sebanyak 8 orang terdiri 2 dengan status PNS dan 6 berstatus Non PNS.

Dari sisi jenjang pendidikan, guru dan tenaga kependidikan di SMPN 27 terdiri

dari S2 2 oarang, S1 39 orang, dan masih ada guru D3 1 orang dan tenaga

kependidikan dengan lulusan SMA sebanyak 2 orang.

78
2. Karakter dan Strategi Implementasinya pada SMP N 27 Samarinda

Setiap sekolah diyakini akan berupaya menginternalisasikan nilai-nilai

karakter pada warganya. Meski demikian, setiap sekolah akan ditemui

perbedaan-perbedaan dalam prakteknya dalam mengimplementasikan nilai-

nilai pendidikan karakter. Demikian halnya yang terjadi pada SMP N 27

Samarinda.

Berbeda dengan SMP Plus Samarinda, SMPN 27 Samarinda

merupakan sekolah yang tidak mengguakan sistem Boarding School. dengan

begitu implementasi pendidikan karakter pada sekolah ini bertumpu pada

pengintegrasian nilai-nilai karakter melalui kegiatan kurikuler, ekstra kuriluler

dan kegiatan-kegiatan pengembangan diri lainnya.

Diakui oleh kepala sekolah, Bapak Rizal, M.Psi, bahwa impelementasi

pendidikan karakter pada SMP N 27 Samarinda dilakukan melalui 4 cara,

yakni melalui pembelajaran mata pelajaran, melalui kegiatan ekstra kurikuler,

melalui kegiatan yang di programkan sekolah dan melalui pembiasaan rutin

harian.

Implementasi pendidikan karakter melalui mata pelajaran diserahkan

tanggung jawabnya kepada masing-masing guru mata pelajaran sesuai dengan

standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang bersangkutan.

Karakter rasa ingin tahu, berfikir logis, kritis dan inovatif, cinta ilmu, percaya

diri misalnya, diharapkan dapat ditanamkan oleh para guru melalui

79
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas sesuai dengan mata pelajarannya

masing-masing.

Namun berdasarkan observasi peneliti, pada SMP ini belum tampak

desain pendidikan karakter pada dokumen perencanaan pendidikannya baik di

silabus maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Meski begitu, implementasi pendidikan karakter pada SMP N 27 sangat

tampak dalam desain melalui kegiatan ekstra kurikuler yang diterapkan,

melalui program-program kegiatan sekolah maupun melalui desain rutinitas

keseharian.

Karakter disiplin misalnya, terlihat dalam penerapan jam masuk dan

pulang belajar. Dalam mengimplementasikan hal ini, pihak sekolah

menerapkan sistem absensi di depan pintu masuk sekolah. Hal ini diakui oleh

beberapa guru bahwa siswa-siswi SMPN 27 jarang terlambat sebab sekolah ini

hanya dapat diakses melalui satu pintu, sehingga apabila ada yang terlambat

mudah dilihat.

Karakter kedisiplinan, tanggung jawab dan kepatuhan terhadap norma

hukum dan sosial juga diimplementasikan oleh SMP N 27 melalui kegiatan dan

program seperti ekstra kurikuler Pramuka, LKBB dan PMR. Pihak SMP N 27

juga secara periodik menyelenggarakan tes dan penyulihan narkoba dengan

menghadirkan pihak kepolisisn yang diselenggarakan setiap semester.

Karakter religius ditanamkan pihak sekolah dengan cara

menyelenggarakan kegiatan ceramah keagamaan yang menghadirkan kyai atau

ustadz setiap 1 bulan sekali, pelatihan Qurban Idul Adha, dan sholat dhuhur

80
berjamaah. Namun, khusus program sholat dhuhur berjamaah ini, dilakukan

secara bergiliran untuk kelas-kelas tertentu. Pihak sekolah beralasan hal ini

disebabkan sarana musholla yang kecil dengan kapasitas yang terbatas.

Menurut hemat peneliti, tentu hal ini masih relatif kurang efektif.

Selain itu, karakter religius juga tampak dari kebijakan sekolah yang

mewajibkan siswa muslim untuk memakai Jilbab dan memberikan pelajaran

pendidikan agama sesuai dengan agama siswa. Hal ini menarik, sebab dalam

banyak kasus, masih banyak ditemui siswa minoritas seringkali kurang

mendapat pendidikan agama yang seimbang. Dalam pelaksanaannya, ketika

mata pelajaran agama, maka siswa dengan agama kristen misalnya akan

dipisah tersendiri dan dikelompokkan menurut agamanya masing-masing.

SMP N 27 juga telah menerapkan penanaman karakter religius dan

hormat guru dengan menerapkan tradisi salaman kepada para guru datang dan

pulang sekolah serta menerapkan doa sebelum dan sesudah pelajaran

berlangsung. menurut Ibu leni guru PAI SMP ini misalnya, Siswa akan di ajak

berdoa dengan membaca surat al fatihah dan doa ‘rodlitu billahi rabba dan

seterusnya ketika mengawali pembelajaran dan membaca surat al ‘Asr ketika

hendak pulang sekolah. Menurutnya hal ini akan sebuah upaya membiasakan

siswa dalam berdoa dalam menjalankan segala aktivitas kesehariannya.

Program lain dalam menanamkan nilai religiusitas juga dengan program

tarawih bersama pada setiap bulan ramadlan di sekolah. Dalam

pelaksanaannya, setiap hari siswa akan digilir untuk melakukan shalat tarawih

berjamaah di sekolah pada bulan Ramadhan.

81
Dalam hal menanamkan karakter menghargai keberagaman, SMP N 27

memiliki cara unik, yakni ketika menyelenggarakan peringatan Hari besar

Islam (PHBI), maka siswa yang beragama non Muslim dalam hari yang sama

dan waktu yang sama juga diselenggarakan kegiatan bagi yang beragama non

muslim.

Satu hal yang menutur hemat peneliti, penanaman karakter yang masih

kurang yakni karakter kebersiha. menurut hemat peneliti belum mendapat

perhatian serius dari sekolah ini. Hal ini tampak bahwa meskipun terdapat

pamlet2 yang berisi tentang himbauan kebersihan di kelas-kelas dan memberi

tugas piket kepada siswa membuang sampah, di sekolah ini masih terlihat

kurang rapi dan bersih. Hal ini misalnya tampak dari penataan ruang guru dan

TU dalam mengarsip dan menata ruangan, halaman dan lantai yang masih

terlihat kurang bersih, belum ada terlihat penataan taman, wastafel dan green

house yang lebih efektif.

Dari beberapa uraian di atas, tampak bahwa SMPN 27 samarinda telah

mengimplementasikan sejumlah nilai-nilai karakter antara lain religiusitas,

kedisplinan, menghormati keberagamaan, kepatuhan terhadap norma hukum

dan sosial dan tanggung jawab. Strategi implementasinya lebih banyak melalui

kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler dan program rutin sekolah serta rutinitas

keseharian. Adapun strategi penanaman karakter melalui mata pelajaran belum

tampak efektif sebab secara perencanaan pembejaran belum terlihat.

Disamping itu, desain pendidikan karakter juga belum tampak menjadi desain

kurikulum yang terumuskan secara sistematis.

82
BAB IV

MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER


PADA SMP DI SAMARINDA

Sebagaimana uraian hasil penelitian pada bab III diatas, maka dalam bab

ini akan diuraikan analisis tentang Model Pengembangan Pendidikan karakter

pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Samarinda. Guna mendapatkan

gambaran yang utuh tentang model pengembangan terhadap Implementasi

Pendidikan Karakter, maka dalam bab ini akan diuraikan sub bab yang terdiri dari

telaah umum terhadap implementasi pendidikan Karakter, Nilai-Nilai Karakter

yang dikembangkan, Model pengembangan Pendidikan Karakter dan Strategi

Pengembangan Pendidikan Karakter.

A. Telaah Model pengembangan Pendidikan karakter

Sebagaimana diuraikan dalam bab III yang berisi tentang hasil-hasil

praktek implementasi pendidikan karakter pada tiga sekolah Menengah Pertama

(SMP) di Kota samarinda, yakni SMP N 1 Samarinda, SMP Plus melati

Samarinda dan SMP N 27 Samarinda, maka secara umum dapat di mengerti

bahwa pendidikan karakter telah diimplementasikan di sekolah menengah

pertama di Kota samarinda.

Seluruh sekolah yang menjadi objek penelitian ini menyadari arti penting

dari pendidikan karakter untuk diimplementasikan di sekolah. pendidikan karakter

dipahami urgensinya sebagai upaya menyiapkan lulusannya agar memiliki daya

saing bangsa yang unggul, menyiapkan dan atau menciptakan sumber daya

83
manusia berkualitas serta dalam rangka mengantisipasi faktor-faktor negatif

akibat lajunya perkembangan zaman di tengah globalisasi.

Manajemen sekolah juga mununjukkan kesadaran bahwa pendidikan

karakter sebagai upaya memperbaiki kualitas mutu pendidikan secara terus

menerus untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal. Pendidikan Karakter juga

dipahami sebagai salah satu instrumen untuk memperbaiki desain-desain

pendidikan baik bersifat kurikuler, ko kurikuler, ekstra kurikuler maupun tata nilai

aktivitas sehari-hari di lingkungan sekolah yang harus dipraktekkan oleh setiap

warga sekolah.

Temuan-temuan praktek implementasi pendidikan karakter di tiga sekolah

tersebut juga menunjukkan bahwa SMP di Kota samarinda mengimplementasikan

pendidikan karakter melalui 4 strategi model, yakni 1) mengintegrasikan

pendidikan karakter melalui program pembelajaran kurikuler, 2)

mengintegrasikan pendidikan karakter melalui kegiatan ko kurikuler, 3)

mengintegrasikan pendidikan karakter melalui program pengembangan diri/ekstra

kurikuler dan 4) pengintegrasian pendidikan karakter melalui pola pembiasaan

rutin. Namun dari sini diketahui pula terdapat pola implementasi pendidikan

karakter melalui integrasi antara program kurikuler dan ko kurikuler secara

tematik.

Meskipun setidaknya ada 5 model strategi pengembangan pendidikan

karakter tersebut, namun setiap sekolah memiliki kualitas, skala prioritas dan

strategi implementasi yang berbeda-beda antar satu sekolah dengan sekolah

lainnya.

84
Pada SMP Plus Melati misalnya, implementasi pendidikan karakter telah

memiliki kualitas dan desain pengembangan yang sangat baik. Dimana telah ada

desain implementasi yang sistematis, arah capaian yang jelas dan strategi yang

terintegrasi antar program di sekolah baik program kurikuler, ko kurikuler, ekstra

kurikuler maupun pembiasaan rutin.

Internalisasi nilai-nilai karakter yang ada dan ditetapkan di topang dengan

pola fasilitasi program boarding schools. dengan pola ini, maka pencapaian

karakter yang diharapkan bisa terbentuk secara lebih mudah sesuai dengan visi-

misi sekolah. Pada SMP Plus Melati juga terlihat jelas bahwa nilai-nilai karakter

yang ingin di didikkan direncanakan secara jelas dalam rencana-rencana

pembelajaran seperti silabus dan RPP setiap Mata pelajaran, dilaksanakan melalui

setiap program sekolah sehingga terlihat bahwa pelaksanaan dan gagasan tentang

sebuah program sekolah muncul dari nilai-nilai karakter yang diharapkan, bukan

sebaliknya.

Dari sisi skala prioritas, nilai karakter di yang dikembangkan oleh SMP

Plus Melati lebih menitikberatkan pada nilai-nilai religius, disusul nilai-nilai

emosional, sosial dan yang terakhir baru intelektual. karena desain inilah maka

model pembelajaran pada SMP Plus Melati diarahkan pada pembelajaran yang

menyenangkan dan tidak mesti di ruang kelas.

Adapun di SMP N 1 Samarinda lebih menitik beratkan pada nilai-nilai

karakter tentang tentang karakter berfikir logis, kritis, inovatif dan kreatif dan

nasionalisme baru menyusul nilai-nilai karakter lain seperti leadership, tanggung

jawab, kerja keras, kejujuran hingga religiusitas.

85
Menurut hemat penulis, hal ini merupakan sebuah konsekuensi logis dari

visi dan misi sekolah ini, dimana memiliki prioritas keunggulan dalam bidang

Ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada SMP N 1 ini pula di dapatkan pola

implementasi interkoneksi antara materi pembelajaran dengan program ko

kurikuler dengan pendekatan pendidikan Karakter. Hal ini tampak misalnya,

bahwa di sekolah ini terdapat program implementasi matari mata pelajaran PPKN

tentang penegakan hukum di praktekkan melalui program ”Pengadilan Sekolah”

untuk menjatuhkan sanksi kepada para siswa yang melangar tata tertib sekolah.

Dalam praktek ini, lengkap dengan miniatur instrumen-isntrumen pengadilan

seperti Hakim, Jaksa penuntut Umum, Saksi, sumpah, penuntutan, vonis dan

sebagainya

Dari sisi desain pengembangan pendidikan karakter di SMP N1 samarinda

telah terintegrasi melalui program kurikuler, ko kurikuler, pembiasaan dan ekstra

kurikuler dengen dukungan fasilitas yang terintegrasi satu sama lain dengan

perencanaan yang jelas tentang karakter apa yang ingin di capai dalam setiap

program yang dijalankan

Sementara pada SMP N 27 samarinda model implementasi pendidikan

karakter belum terlihat sebuah desain perencanaan yang matang ke dalam

pengintegrasian program-program yang ada di sekolah. Hal ini misalnya, belum

tampak ada rumusan karakter dalam dokumen silabus dan RPP. Juga, pencapaian

karakter dalam program kurikuler pembelajaran diserahkan kepada guru mata ajar

masing-masing. Meski begitu, SMP ini memiliki fokus untuk

mengimplementasikan pendidikan karakter melalui 2 jalur yakni ekstra kurikuler

86
dan pembiasaan. Nilai-nilai karakter yang ingin dikembangkan diprioritaskan

pada kedisiplinan dan religius.

B. Nilai-Nilai Karakter yang dikembangkan

Nilai-nilai Karakter yang dikembangkan pada SMP Samarinda

berdasarkan penelitian terhadap 3 SMP diatas menggambarkan skala prioritas

karakter yang berbeda-beda satu sama lain. Namun jika dikumpulkan nilai-nilai

karakter yang dikembangkan antara lain : religius, berfikir logis, kritis dan

inovatif, kedisiplinan, kejujuran, demokratis, kepemimpinan, tanggung jawab,

menghormati keberagaman/toleran, kerja keras, tekun, kebersamaan dan

kemandirian.

Prioritas capaian nilai-nilai karakter berbeda satu sama lain. SMP N 1

samarinda lebih memprioritaskan karakter yang terkait penguasaan Ilmu

pengetahuan dan teknologi seperti berfikir logis, kritis dan inovatif. SMP Plus

Melati lebih menitikberatkan pada karakter religius, emosional dan sosial

sementara SMP N 27 Samarinda lebih memprioritaskan aspek kedisiplinan. Meski

begitu, daftar nilai-nilai karakter diatas merupakan deretan nilai-nilai karakter

yang dikembangkan oleh sekolah-sekolah tersebut.

C. Strategi pengembangan Pendidikan Karakter

Dari paparan pada bab III dijelaskan banyak praktek-praktek yang cukup

variatif dari ketiga sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter

masing-masing. dari praktek-praktek implementasi tersebut maka dapat diketahui

87
strategi-strategi yang bisa diterapkan dalam pengembangan pendidikan karakter di

sekolah antara lain :

1. terdapat setidaknya lima model umum yang bisa diterapkan dalam

mengimplementasikan pendidikan karakter yakni 1) model mengintegrasikan

pendidikan karakter melalui program pembelajaran kurikuler, 2) model

mengintegrasikan pendidikan karakter melalui kegiatan ko kurikuler, 3)

model mengintegrasikan pendidikan karakter melalui program

pengembangan diri/ekstra kurikuler 4) pengintegrasian pendidikan karakter

melalui pola pembiasaan rutin. dan 5) model interkoneksi antara program

kurikuler dengan program ko kurikuler dengan pendekatan karakter.

2. Diperlukan perumusan nilai-nilai karakter yang dipilih dan yang sesuai

dengan visi-misi sekolah untuk memberi arah capaian pendidikan karakter.

Sekolah yang memiliki desain pendidikan karakter secara jelas relatif lebih

berhasil dalam mengimplementasikan pendidikan Karakter.

3. Model boarding schools atau asrama sangat efektif untuk

mengimplementasikan karakter religius. selain itu, sistem asrama juga sangat

efektif untuk membangun karakter kerjasama, menghormati, dan

kemandirian.

4. karakter religius juga dapat diimplementasikan melalui program ko kurikuler

sekolah seperti peringatan Hari besar agama, ibadah di sekolah seperti

berdoa, salam dan salaman kepada setiap orang, terlebih yang lebih tua,

88
kebijakan memakai jilbab, sholat dhuha, sholat dhuhur berjamaah, belajar

berkurban dan sebagainya

5. Karakter kedisiplinan dapat dilakukan dengan dengen implementasi program

ekstra kurikuler seperti pramuka, Paskibraka, LKBB, PMR dan sebagainya

6. karakter leadership, kerjasama dapat diimplementasikan melalui kegiatan

organiasi kesiswaan seperti OSIS dan lembaga kepemimpinan kesiswaan

lainnya.

7. karakter jujur, kedisiplinan dan tanggung jawab dapat diimplementasikan

melalui kantin kejujuran, pola pengawasan antar teman dan mini lembaga

pengadilan sekolah

8. guna mengektifkan pendidikan karakter di sekolah hendaknya dilakukan

dengan mengintegrasikan semua karakter baik melalui kegiatan kurikuler, ko

kurikuler, ekstra kurikuler dan pembiasaan rutin oleh semua warga sekolah

9. keteladanan dan ketegasan peraturan sekolah dapat memperkuat capaian

karakter yang diprioritaskan

10. diperlukan fasilititasi pihak sekolah yang lebih riil baik berupa kebijakan,

sarana dan program untuk dapat mengefektifkan pendidikan karakter di

sekolah.

11. diperlukan perumusan perencaan yang tegas dan praktek pembelajaran agar

siswa secara langsung mengalami pengalaman karakter yang diharapkan.

12. diperlukan pemodelan dalam pengembangan pendidikan karakter seperti yang

dilakukan SMP Plus melalui strategi Kakak Asuh untuk menjadi media tiru

89
siswa dibawahnya atau strategi praktek pengadilan pelanggran peraturan

sekolah sebagaimana di praktekkan oleh SMP N 1 Samarinda

13. faktor kepemimpinan, kurikulum, SDM dan manajemen menajdi faktor yang

paling menentukan dalam keberhasilan dalam implementasi pendidikan

karakter di sekolah.

90
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan pada bab I-IV, maka peneliti dapat

menyimpulkan hasil penelitian ”Model pengembangan Pendidikan karakter;

studi pada Sekolah Menengah pertama (SMP) di Kota Samarinda” ini sebagai

berikut :

1. SMP di Kota Samarinda telah menyadari arti penting dari pendidikan

karakter untuk diimplementasikan di sekolah. Manajemen sekolah juga

mununjukkan kesadaran bahwa pendidikan karakter sebagai upaya

memperbaiki kualitas mutu pendidikan secara terus menerus untuk

mencapai tujuan pendidikan yang ideal.

2. Berdasarkan hasil penelitian, setidaknya 5 strategi model pengembangan

pendidikan karakter yang telah terpraktekksan, yakni 1)

mengintegrasikan pendidikan karakter melalui program pembelajaran

kurikuler, 2) mengintegrasikan pendidikan karakter melalui kegiatan ko

kurikuler, 3) mengintegrasikan pendidikan karakter melalui program

pengembangan diri/ekstra kurikuler dan 4) pengintegrasian pendidikan

karakter melalui pola pembiasaan rutin dan 5) integrasi antara program

kurikuler dan ko kurikuler secara tematik.

91
3. Masih terdapat perbedaan setiap sekolah dalam mengimplementasikan

pendidikan karakter antar sekolah baik dari sisi mutu implementasi, ,

skala prioritas dan strategi implementasi yang berbeda-beda antar satu

sekolah dengan sekolah lainnya.

4. Nilai-nilai Karakter yang dikembangkan pada SMP di Samarinda

meliputi antara lain : religius, berfikir logis, kritis dan inovatif,

kedisiplinan, kejujuran, demokratis, kepemimpinan, tanggung jawab,

menghormati keberagaman/toleran, kerja keras, tekun, kebersamaan dan

kemandirian.

5. terdapat banyak prakteks strategi implementasi yang dapat direplikasi

maupun didesiminasi dalam pembinaan karakter antara lain : strategi

melalui boarding schools/Asrama, melalui kegiatan keagamaan dan

Ibadah, melalui kegiatan ekstra kurikuler, melalui praktek mata pelajaran,

6. diperlukan perencaan pengimplementasisn pendidikan karakter,

modeling dan fasilititasi pihak sekolah dan dukungan manajemen untuk

memperkuat pendidikan karakter.

7. faktor kepemimpinan, kurikulum, SDM dan manajemen menajdi faktor

yang paling menentukan dalam keberhasilan dalam implementasi

pendidikan karakter di sekolah.

92
B. Saran dan Rekomendasi

Dari beberapa telaah yang telah dilakukan, maka menurut hemat

penulis, terdapat beberapa saran konstruktif bagi usaha desain pengembangan

pengembangan pendidikan karakter di Kota samarinda, antara lain :

1. diperlukan desain konprehensif dalam pengembangan pendidikan

karakter di Kota samarinda sehingga menghasilkan capaian yang merasa.

2. Perlu langkah2 desiminasi terhadap praktek-praktek baik di sekolah

sekolah yang telah mengimplementasikan pendidikan Karakter dan

berdampak postif dan efektif

3. Diperlukan evaluasi terus menerus dalam rangka terus mengembangkan

pendidikan karakter di sekolah di Kota Samarinda.

C. Penutup

Alhamdulillah, ungkapan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT atas selesainya penulisan penelitian ini. Demikian pula, berbekal refleksi

dan kesadaran mendalam atas kekurangan banyak hal dalam penelitian ini, penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik konstruktif berbagai pihak demi

kesempurnaan dan kelengkapan penulisan selanjutnya. penulis sangat berharap

dapat memberikan konstruksi-konstruksi pemikiran terhadap usaha pelaksanaan

pendidikan yang lebih baik. Akhirnya, kepada Allah SWT lah penulis memohon

ampunan dan bimbingan dari segala kekhilafan penulis dalam menyelesaikan

karya ini. Amin.

93
94
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid & Dian Andayani ,Pendidikan Karakter Perspektif Islam,


(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011)

Agus Zaenul Fitri,.. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter


Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
2012)

Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”,


Jurnal Pendidikan Islam (JPI), (No.2 Th. Fakultas Tarbiyah UII, 1
Oktober 1996)

Ahmad Amin, ETIKA (Ilmu Akhlak). (Jakarta : Bulan Bintang, 1995)

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung : PT


Rosdakarya. 2007)

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 1995)

Borba, Michele. Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar


Anak Bermoral Tinggi. Terj. oleh Lina Jusuf. (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2008)

Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan


yang Manusiawi. (Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2008)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


(Jakarta : Balai Pustaka, 1994)

Depdiknas RI. Pengembangan Karakter Sekolah. (Jakarta: Depdiknas RI. 2004).

Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman


Global. (Jakarta, Grasindo. Cet. I.2007)

Fakrur Rozi, Model Pendidikan Karakter dan Moralitas Siswa di Sekolah Islam
Modern; Studi pada SMP Pondok Pesantren Selamat Kendal,
(Semarang, IAIN Walisongo, 2012)

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, (Bandung :


ALFABETA, 2012)
Howard Kirschenbaum, 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools
and Youth Settings.( Massachusetts: Allyn & Bacon, 1995).

http://lppse-dikdas-2.blogspot.com/2012/01/pendidikan-karakter-bangsa-di-
sekolah.html/2012/01/pendidikan-karakter-bangsa-di-sekolah.html,

Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di


Sekolah. (Jogjakarta: DIVA press,2011)

Kemendiknas, Pendidikan Karakter bangsa, dalam perpustakaan.kemdiknas.go.id

Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak
Dalam Keluarga Muslim. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998)

M. Natsir, Kapita Selecta, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973).

Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis


Multidimensional, ( Jakarta : Bumi Aksara. 2011)

McQuail, Dennis, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Edisi II, (Jakarta:
Erlangga, 1991)

Muchlas Samani, & Hariyant, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.2012)

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi IV, (Yogyakarta: Rake


Sarasin, 2000)

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada, 1998)

Novan Ardy Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter di SD; Konsep, Praktik


dan Strategi, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2013)

Pius A Partanto, dkk , Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : AROKALA, 2001)

Ryan, K. & Lickona, T. (1992). Character Development in Schools and Beyond.


(Washington, D.C.: The Council for Research in Values and
Philosophy, 1992).

Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1995, Cet. II)

Suriasumantri, S. Jujun, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, (t.pt: Pusjarlit


dengan penerbit Nuansa, t.th,)

Suryadi MA, Model pendidikan Karakter, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,


2012)
Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, (Surabaya : Karya Abditama, 1994)

Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect
and Responsibility. (New York, Toronto, London, Sydney, Aucland:
Bantam books, 1991 )

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
(Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008)

UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Zainuddin dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara,


1991)

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 1995)

Anda mungkin juga menyukai