Peneliti :
2015
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT karena
Muhammad SAW serta para sahabat dan pewaris risalahnya. Hanya dengan
pencerahan seperti ini bisa kami pertahankan dan gunakan dalam pengembangan
keilmuan Islam
terselesaikannya karya penelitian ini berkat perhatian dan bantuan beberapa pihak.
Untuk itu, kami haturkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya. Hanya karena
merekalah, kami bisa menyelesaikan tugas keilmuan ini dengan baik. Mereka
adalah:
Kepala Sekolah SMP Plus Melati (Bapak Saparun Bakar, S.pd.I, MM), dan
3. Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Samarinda
Samarinda.
6. Segenap orang-orang terdekat dan para sahabat kami, atas bantuan diskusi dan
penelitian ini, untuk itu, penulisa berharap atas saran konstruktif pembaca,
khususnya civitas akademika STAIN Samarinda demi perbaikan penelitian ini dan
penelitian-penelitian lain di masa yang akan datang. Penulis juga berharap, hasil
pendidikan Karakter dan bermanfaat khususnya bagi prodi PAI dan MPI IAIN
Samarinda Samarinda.
2. Nama Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar : Ahmad Muthohar, M.SI
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Pangkat/Golongan/NIP : Lektor/IIIc/197901202003121005
d. Jabatan Fungsional : Dosen
e. Fakultas/Jurusan/Prodi : FTIK/PAI
f. PTAI : IAIN Samarinda
g. Bidang Ilmu yang diteliti : Pendidikan
Mengetahui;
Wakil Rektor 1
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 7
D. Signifikansi & Kegunaan Penelitian ...................................... 7
E. Definisi Operasional ............................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka .................................................................... 10
G. Kerangka Teori ........................................................................ 13
H. Metode Penelitian ................................................................... 16
I. Sistematika Penulisan ............................................................. 20
BAB V: PENUTUP :
A. Kesimpulan ........................................................................... 91
B. Saran/Rekomendasi ............................................................... 93
C. Penutup .................................................................................. 93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi tentang pendidikan karakter sampai saat ini masih menjadi topik
formula yang ideal. Bukan saja, karena pendidikan karakter telah menjadi
pemikiran bahwa sebagai sebuah bangsa yang besar, Indonesia masih mengalami
bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang maju, unggul, berdaya saing, dan
berkarakter.
2011, Indonesia adalah negara terkorup dari 16 negara di kawasan Asia Pasifik
1
Baca hasil Penelitian Suryadi MA, Model pendidikan Karakter, Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga, 2012
(Kompas, 9/3/2012). Selain itu juga berdasarkan data Corruption Perception
rentan (high corrupt) pada ranking 100 dari 182 negara dengan skor 3.0 dan
negara paling bersih dari korupsi adalah New Zealand dengan skor 9.5.
Development Index) Indonesia menduduki ranking 124 dari 182 negara, nomor
memberi dampak positif bagi keleluasaan daerah dalam mengelola pendapatan dan
berujung pada konflik berbau SARA. Meningkatnya Konflik dan kekerasan serta
bahkan makin merosot dalam menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing
2
besar tergantung pada sistem pendidikan, situasi, dan hukum suatu Negara,
mengerti nilai karakter yang kita harapkan, dan pelan-pelan membantu mereka
untuk melatih dan menjadikan nilai itu sebagai sikap hidup mereka. Dengan
dipercayakan oleh orang tua kepada sekolah untuk dididik dan dibantu
selanjutnya.
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
2
Ryan, K. & Lickona, T. (1992). Character Development in Schools and Beyond.
Washington, D.C.: The Council for Research in Values and Philosophy, 1992.
3
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3
dengan aturan di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun
Cinta damai, Gemar membaca Peduli social, Peduli lingkungan dan Tanggung
jawab.
demokratis, bersahabat, cinta damai, peduli sosial); (3) sikap terhadap diri
sendiri (jujur, disiplin, kerjakeras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai
lingkungan); dan (5) sikap terhadap Negara (cinta tanah air, semangat
kebangsaan).
kultur sekolah berkarakter yang merupakan tujuan akhir dari suatu proses
proses pendidikan. Budaya atau kultur yang ada di lembaga, baik sekolah,
4
generasi bangsa. Karena itu, lembaga pendidikan memiliki tugas dan tanggung
memang dapat dilakukan lewat berbagai kegiatan, namun akan lebih efektif
pembangunan karakter bangsa Indonesia yang begitu luas akan lebih cepat
Indonesia. Setiap anak didik umur sekolah dapat terkenai program pendidikan
karakter tersebut. Kedua, prosesnya dapat lebih cepat. Oleh karena hampir di
seluruh Indoensia ada sekolah formal, maka bila program pendidikan karakter
itu sudah direncanakan secara baik, dapat dengan cepat dieksekusi. Cara ini
mempunyai guru yang relatif lebih kompeten untuk membantu peserta didik
5
Demikian juga, sekolah memiliki sumber daya pendidik yang mengerti
Suasana sekolah formal, dimana peserta didik yang sebaya banyak; akan
karakter saling penghar-gaan satu dengan yang lain. Bila hanya di rumah,
Kota Samarinda) ”
B. Rumusan Masalah
Samarinda?
Samarinda?
6
C. Tujuan Penelitian
Samarinda?
Samarinda?
informasi dan data tentang pendidikan karakter. Informasi dan data ini
karakter di sekolah.
7
Sedangkan dari sisi kegunaan, penelitian ini diharapkan dapat
berguna sebagai :
E. Definisi Operasional
merupakan suatu hal yang penting. Hal ini dimaksudkan, agar suatu penelitian
dapat berjalan sesuai dengan alur maksud dan tujuannya. Disamping itu, dalam
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. 8 Namun secara luas dapat
8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka, 1994, hal. 232.
10
Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal
Pendidikan Islam (JPI), (No.2 Th. Fakultas Tarbiyah UII, 1 Oktober 1996), hlm. 6.
8
juga dapat dimaknai sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan
yang dilakukan suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan
dengan rekayasa bangsa. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau
budi pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik
atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga
so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and
11
M. Natsir, Kapita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 77.
4
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682
5
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta, Grasindo. Cet. I. 2007, Hal. 80.
6
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991, hal. 51
9
mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan
Dengan dua definisi tersebut, maka fokus penelitian ini adalah studi
F. Tinjauan Pustaka
bukunya Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
keterampilan (skills).
10
universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka
menulis buku yang berjudul The Return of Character Education dan kemudian
kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih
sehingga siswa paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik.
Pendidikan karakter ini membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak
11
kecerdasan moral. Dia menulis sebuah buku dengan judul Building Moral
Intelligence: The Seven Essential Vitues That Kids to Do The Right Thing,
Tinggi).
kemampuan seseorang untuk memahami hal yang benar dan yang salah, yakni
yang dapat mengantarkan seseorang menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan
menjadi warga negara yang baik. Bagaimana cara menumbuhkan karakter yang
baik dalam diri anak-anak disimpulkannya menjadi tujuh cara yang harus
yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan
keadilan. 7
pada empat hal dalam rangka penanaman nilai yang bermuara pada
7
Borba, Michele. Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak
Bermoral Tinggi. Terj. oleh Lina Jusuf. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2008, Hal. 4
8
Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang
Manusiawi. Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2008, Hal. 46-50.
12
karakter perlu diikuti oleh adanya evaluasi nilai. Evaluasi harus dilakukan
secara akurat dengan pengamatan yang relatif lama dan secara terus-menerus. 9
jenjang, dan jenis pendidikan. Grand Design ini dapat dijadikan sebagai
pelaksanaan, dan penilaian pendidikan karakter pada setiap jalur, jenjang, dan
G. Kerangka Teori
nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,
kamil).
9
Ibid, Hal. 55
10
Depdiknas RI. Pengembangan Karakter Sekolah. Jakarta: Depdiknas RI. 2004.
13
Karakter seringkali dimaknai sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau watak. 11
pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan
sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan
sejak lahir. 12
Dari tinjauan diatas, maka setidaknya terdapat empat hal dalam rangka
11
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682
12
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta, 2007, Hal. 80.
Grasindo. Cet. I.
13
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991, hal. 51
14
keterampilan akademik dan sosial. 14 Selain itu, untuk ketercapaian program
pendidikan nilai atau pembinaan karakter perlu diikuti oleh adanya evaluasi
nilai. Evaluasi harus dilakukan secara akurat dengan pengamatan yang relatif
untuk disampaikan kepada peserta didik dalam pendidikan formal antara lain :
Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air,. Menghargai prestasi,
Grand Design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan. Grand Design ini dapat dijadikan sebagai rujukan konseptual dan
Indonesia. 16
14
Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang
Manusiawi. Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2008, Hal. 46-50.
15
Ibid, Hal. 55
16
Depdiknas RI. Pengembangan Karakter Sekolah. Jakarta: Depdiknas RI. 2004.
15
moralitas); 2) modeling values and morality (pemodelan nilai-nilai dan
Intervensi
Struktural
Intervensi
Kultural
H. Metodologi Penelitian
17
Howard Kirschenbaum, 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and Youth
Settings. Massachusetts: Allyn & Bacon, 1995.
16
Namun, karena fokus kajiannya sekolah yang bisa ditelusuri di tingkat
lapangan, maka jenis penelitian ini adalah field research 18 Penelitian ini
kualitatif.
objek ilmu tidak terbatas pada yang empirik (sensual), melainkan mencakup
Data yang digunakan penelitian ini terdiri dari dua jenis: Primer dan
lapangan dan tertulis. Sumber data primer merupakan sumber data utama yang
18
Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1995, Cet. II. Hal. 3
19
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi IV, Yogyakarta: Rake
Sarasin, 2000, Hal. 17
20
Ibid, Hal. 6
17
diperoleh dan berasal dan terkait langsung dengan pembahasan pendidikan
kepala sekolah, komite, guru, tenaga kependidikan dan siswa. dan data
dokumentasi.
lain meliputi: pendapat para nara sumber pendapat para pakar dan sebagainya.
dialog atau diskusi. Adapun sumber data tertulis sekunder seperti buku,
telaah pustaka.
18
3. Metode Analisa
analisis. Pertama, metode analitis kritis. Analitis kritis yaitu metode yang
langkah penelitian ini sebagai berikut : 1) memilih sampel atau keseluruhan isi
dan relasi antar pelaku pendidikan dan sebagainya; 3) memilih satuan analisis
isi diatas; 4) menyesuaikan isi dengan kerangka kategori. Dalam hal ini,
21
Suriasumantri, S. Jujun, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, t.pt: Pusjarlit dengan
penerbit Nuansa, t.th, hal. 45
22
McQuail, Dennis, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Edisi II, Jakarta:
Erlangga, 1991. Hal. 179
19
J. Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab satu
karakter pada sekolah di kota samarinda, Bab kelima adalah kesimpulan dan
rekomendasi.
20
21
BAB II
melakukan sebuah kajian sebagai basis teori yang akan diterapkan. Untuk itu,
Karakter dan teori tentang Model Pengembangan Pendidikan Karakter. Dalam bab
ini, penulis akan menguraikan tentang dua konsep tersebut sebagai basis teori
penelitian ini.
penting bagi banyak kalangan, khususnya bagi dunia pendidikan. untuk itu,
menghadirkan dua pengertian dari dua term istilah tersebut, yakni pengertian
banyak pihak yang merasa perlu untuk memberikan definisi dan pengertian.
anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata
21
dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pendidikan. Kesulitan itu antara lain disebabkan oleh banyaknya jenis kegiatan
serta aspek kepribadian yang dibina dalam kegiatan ini. JOE Park umpamanya
kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Mayer
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :
Balai Pustaka, 1994, hal. 232.
2
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya,
1995, hal. 5-6
3
Ahmad Tasfir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2008), h. 6
22
menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah
maupun rohaniah” 4
untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan
sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi
dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan
manusia. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia
[primitif]. 5
yang dilakukan suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan
4
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h.120
5
Ahmad Syafii Maarif, menyatakan apabila dilihat dari segi sejarah, pendidikan
merupakan suatu gerakan yang telah berumur sangat tua. Dalam bentuk sederhana dapat
dipahami, pendidikan telah dijalankan sejak dimulainya manusia di muka bumi ini. Penguasaan
alam semesta, memberi contoh pendidikan kepada manusia dan dilanjutkan dengan mendidik
keluarga. Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal
Pendidikan Islam (JPI), (No.2 Th. Fakultas Tarbiyah UII, 1 Oktober 1996), hlm. 6.
23
dengan rekayasa bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi
tersebut. 6
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau
budi pekerti, atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik
atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga
dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus
akhlak dan budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain.
6
M. Natsir, Kapita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 77.
7
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta:
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008, hal. 682
8
Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.
Jakarta, Grasindo. Cet. I. 2007, Hal. 80.
9
10Pius A Partanto, dkk , Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : AROKALA, 2001), h.24
24
Secara terminologi Sedangkan secara terminologi, istilah karakter
banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi
dianggap beliau sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri
lingkungan.
dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang
telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu
khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.13 Ciri khas tersebut adalah
10
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
( Jakarta : Bumi Aksara. 2011), h. 70
25
asli, dalam artian tabiat atau watak asli yang mengakar pada kepribadian benda
keterampilan (skills).
pendidikan karakter ialah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru
berkarakter baik ialah individu yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik
terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta
11
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, (Bandung :
ALFABETA, 2012), h.2
12
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991, hal. 51
26
bekerja keras, disiplin, jujur, toleransi, cermat, cerdik, dinamis, gigih, hemat,
ikhlas, sabar, rasa malu, rajin, ramah, rela berkorban, rendah hati, sportif,
dan pengembangan etika para peserta didik. Merupakan suatu upaya proaktif
yang dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah untuk membantu siswa
mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etik dan nilai-nilai kinerja, seperti
diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan
diatas, bahwa istilah karakter dapat diartikan dengan akhlak dan budi pekerti,
13
Abdul Majid & Dian Andayani ,Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung : PT
REMAJA ROSDAKARYA. 2011) h. 45
14
Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, h.45
27
sebab keduanya mengandung makna yang sama. Baik budi pekerti, akhlak
upaya ke arah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan
untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir,
raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
pekerti telah mengandung lima rumusan atau jangkauan atau integritas sebagai
berikut: a) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan, b) sikap dan
perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri, c) sikap dan perilaku dalam
15
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.10
16
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1998), h.345
28
dengan masyarakat dan bangsa, dan e) sikap dan perilaku dalam hubungannya
pekerti luhur itu dapat direfleksikan atau aktualisasikan dalam sikap dan
yang sopan, c) bersikap respek, menghormati orang tua dan orang lain tanpa
bangsa, baik melalui ilmu pengetahuan, kekayaan (zakat, infaq atau shodaqoh),
khianat pada saat diberi kepercayaan, g) bersikap jujur dan tidak suka
kebersihan lingkungan.
menyebutkan ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter, antara lain: 18
17
Muchlas Samani, & Hariyant, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.2012), h.46-47
18
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.37
29
b. Koherensi, yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada
seseorang.
menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas
30
komunitas pembelajaran dan moral yang berbagai tanggung jawab dalam
pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang
karakter. 10) Libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
pendidikan karakter, yaitu seven E’s antara lain sebagai berikut: Pemberdayaan
topik yang cukup esensial (Engaged), harus ada koherensi antara cara berfikir
19
Abdul Majid & Dian Andayani ,Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.37
31
diimplementasikan dan dikembangkan dan diinternalisasikan, baik dalam dunia
pendidikan formal maupun dalam pendidikan non formal tentu saja memiliki
karakter di sekolah.
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab 20
20
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3
32
terwujud dalam perilaku anak, baik pada saat masih sekolah maupun setelah
lulus.
yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki makna bahwa tujuan
keluarga. 21
berorientasi ilmu pengetahuan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada tuhan yang maha esa berdasarkan pancasila. 22 dan Tujuan akhir
21
Novan Ardy Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter di SD; Konsep, Praktik dan
Strategi, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 70-72
22
Fakrur Rozi, Model Pendidikan Karakter dan Moralitas Siswa di Sekolah Islam
Modern; Studi pada SMP Pondok Pesantren Selamat Kendal, (Semarang, IAIN Walisongo, 2012),
hlm. 44
33
D. Nilai-Nilai Dalam Pendidikan Karakter
kepada peserta didik tentangmana yang baik dan mana yang buruk. Namun
sikap dan perilaku dalam hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat dan
(moral behaviour).
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
2. Jujur
23
Kemendiknas, Pendidikan Karakter bangsa, dalam perpustakaan.kemdiknas.go.id
34
3. Toleransi
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
5. Kerja Keras
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam
35
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan
13. Bersahabat/Komunikatif
36
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa
1) Faktor Intern
diantaranya adalah:
24
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, (Bandung :
ALFABETA, 2012), h.19
37
itu dan tidak didahului latihan perbuatan itu. 25 Setiap perbuatan manusia
lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri (Insting). Oleh
Salah satu fkctor penting dalam tingkah laku manusia adalah kebiasaan,
karena sikap dan perilaku yang menjadi akhlak (karakter) sangat erat
sentosa di dunia dan akhirat. Kedua orang tuanya dan semua pendidik,
jika anak itu sejak kecil sudah dibiasakan mengerjakan keburukan dan
yakni sebagaimana anak itupun akan celaka dan rusak binasa akhlaknya,
25
Ahmad Amin, ETIKA (Ilmu Akhlak). (Jakarta : Bulan Bintang, 1995), h.7
26
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, Op.cit, h.20
38
sedang dosanya yang utama tentulah dipikulkan kepada orang (orang tua,
pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat,
akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian dari
kepribadiannya. 27
niat yang baik dan buruk dan tanpa kemauan pula semua ide, keyakinan
27
Zainuddin dkk, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: BUMI AKSARA,
1991), h.106
39
kepercayaan pengetahuan menjadi pasif tak akan ada artinya bagi
kehidupan. 28
Suara hati atau hati nurani bukanlah sesuatu yang asing atau datang dari
luar diri seorang anak, sebagaimana yang dikatakan Freud. Hati nurani
bukan pula merupakan salah satu unsur akal sebagaimana yang dikatakan
oleh kelompok rasionalis. Namun, nurani adalah suatu benih yang telah
dalam diri manusia, ynag dapat menilai baik dan uruk suatu perbuatan.
melalui sebuah benih. Sedangkan dalam islam, sifat atau ciri-ciri bawaan
atau hereditas tersebut, biasa disebut dengan fitrah. Fitrah adalah potensi
atau kekuatan yang terpendam dalam diri manusia, yang ada dan tercipta
28
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, h. 20
29
Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak Dalam
Keluarga Muslim. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), h.93
40
aktul dan tumbuh serta berkembang setelah mendapatkan rangsangan-
2) Faktor Ekstern
a) Pendidikan
sempurna”. 32
dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri, salah satu diantaranya ialah
seseorang dapat dibangun dengan baik dan terarah. Oleh karena itu,
41
media, baik dalam pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal
masyarakat.
kebijakan yang jelas harus diadopsi untuk tercapainya tujuan ini dan
1. Kepala Sekolah
42
intelektual. Dengan cara yang tegas tapi ramah, kepala sekolah akan
setiap murid akan menjadi tujuan penting setiap saat. Kepala sekolah
2. Guru
guru merupakan sosok baik yang dianggap teladan. Minat, hobi, dan
43
guru harus memiliki pandangan sosial, sikap hormat terhadap
antara guru dan peserta didik. Sekolah besar atau kecil harus mampu
kepada peserta didik mereka baik di dalam ruang kelas dan di luar.
berkompetisi.
44
harus membuat ketentuan dengan memberikan porsi pengelolaan
demokratis.
4. Kurikulum
di kemudian hari.
berhasil.
45
harus masuk dalam mata pelajaran yang diberikan kepada peserta
didik. 34
5. Metode Pengajaran
b) Lingkungan
34
Ibid.
46
F. Strategi Pendidikan Karakter.
dalam kurikulum sehingga semua siswa di suatu sekolah faham benar tentang
(acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja.
siswa, ada tiga tahapan strategi yang harus dilakukan. Hal ini diperlukan agar
peserta didik yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut dapat memahami,
35
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, Ibid, h.93
36
Ibid., h.93
47
merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebijakan
universal lainnya.
termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif peserta
menguatkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia
(aspek emosi). Dalam tahapan ini, yang menjadi sasaran guru adalah
dimensi emosional siswa. Untuk mencapai tahap ini guru bisa memasukinya
37
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h.112
38
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi, h.193
48
Melalui tahap ini, siswa diharapkan mampu menilai dirinya sendiri
siapapun. 39
merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Dan untuk
maka harus diliat tiga aspek lain dari karakter yaitu; kompetensi, keinginan,
dan kebiasaan.
berprilaku ramah, sopan dan berbicara, hormat kepada guru dan orang tua,
bersikap disiplin dalam belajar dan yang lainnya, cinta dan kasih sayang,
adil, murah hati, dan lain sebagainya. Maka dalam hal inilah contoh teladan
dari guru dan semua warga sekolah menjadi hal yang sangat penting. 40
Action. Hal ini dipertegas lagi melalui ungkapan Lickona, yang menekankan
39
ibid
40
Ibid., h.195
49
pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good
Feeling atau perasaan tentang moral, dan Moral Action atau perbuatan
moral. Hal itu diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan dan
karakter antara lain diutarakan bahwa secara substantif karakter terdiri atas 3
nilai operatif (operative value), nilai-nilai dalam tindakan, atau tiga untuk
perilaku yang satu sama lain saling berkaitan dan terdiri atas pengetahuan
proses-proses yang meliputi, tahu mana yang baik (knowing the good),
keinginan melakukan yang baik (desiring the good), dan melakukan yang
baik (doing the good). Terlepas dari itu semua, karakter yang baik juga
harus ditunjang oleh kebiasaan piker (habit of the mind), kebiasaan kalbu
50
development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity
development). 43
yaitu: 44
indikator dari beberapa mata pelajaran untuk dikemas dalam satu kesatuan.
43
Ibid., h.50
44
Agus Zaenul Fitri,.. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter Berbasis
Nilai dan Etika di Sekolah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2012
51
Mendidikkan karakter dengan cara mengintegrasikan dengan program
bukan hanya tahu tentang moral (karakter) atau moral knowing, tetapi juga
utama pendidikan karakter. Berkaitan dengan hal ini, berikut beberapa metode
Metode Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak
atu lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik, dan dengan sengaja
komunikasi atau dialog antar pihak-pihak yang terkait dalam hal ini guru dan
45
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi., h.88-96
52
2) Metode Qishah atau Cerita
Menurut kamus Ibn Manzur (1200 H), kisah berasal dari kata qashsha-
keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien. Karena peserta
didik (terutama siswa pada usia pendidikan dasar dan menengah) pada
umumnya cenderung meneladani (meniru) sosok guru atau pendidiknya. hal ini
senang meniru, tidak saja yang baik, bahkan terkadang yang jeleknya pun
mereka tiru.
4) Metode Pembiasaan
46
Ibid.
53
sebenarnya berintikan pada pengalaman yang dilakukan secara berulang-
ulang. 47 Bagi anak usia dini, pembiasaan ini sangat penting. Karena dengan
dikemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia yang
sosok manusia yang berkepribadian yang buruk pula. Begitulah biasanya yang
1) Pengajaran
mesti menjadi bagian dari pemahaman pendidikan karakter itu sendiri. Sebab,
anak-anak akan banyak belajar dari pemahaman dan pengertian tentang nilai-
nilai yang difahami oleh para guru dan pendidik dalam setiap perjumpaan
mereka.
2) Keteladanan
47
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung : PT Rosdakarya.
2007), h. 144
48
Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah.
(Jogjakarta: DIVA press,2011)., h.68
54
melalui sesuatu yang dikatakan melalui pembelajaran di kelas, melainkan nilai
itu juga tampil dalam diri sang guru, dalam kehidupannya yang nyata di luar
sikap yang konsisten serta kontinyu baik dalam perbuatan ataupun budi pekerti
yang luhur. Karena sekali memberikan contoh yang buruk akan mencoreng
3) Menentukan Prioritas
banyak kumpulan nilai yang dianggap penting bagi pelaksanaan dan realisasi
atas visi lembaga pendidikan. Oleh karena itu lembaga pendidikan pasti
memiliki standar atas karakter yang akan ditawarkan kepada peserta didik
4) Praktis Prioritas
Unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah bukti
tuntutan lembaga pendidikan atas prioritas nilai yang menjadi visi kinerja
49
Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak Dalam
Keluarga Muslim. (Yogyakarta: Mitra Pustaka,1998), h.85
50
amal M‟mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Op.cit, h. 68
55
pendidikannya, lembaga pendidikan mesti mampu membuat verifikasi sejauh
5) Refleksi
yang tidak layak dihayati.‟ Tanpa ada usaha untuk melihat kembali sejauh
mana proses pendidikan karakter ini direfleksikan dan dievaluasi, tidak akan
meningkatkan kualitas hidupnya dengan lebih baik. Jadi, setelah tindakan dan
dan refleksi untuk melihat sejauh mana lembaga pendidikan telah berhasil atau
penting bagi semua pihak, khususnya guru sebagai pendidik yang berinteraksi
langsung kepada anak didik. Meskipun lima hal yang dijelaskan diatas bukan lah
51
Jamal M‟mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
h.69
56
satu-satunya metode yang dapat digunakan, sehingga masing-masing tertantang
metodologi pendidikan karakter yang sangat dibutuhkan bangsa ini dimasa yang
akan datang.
57
BAB III
Pemilihan ketiga SMP tersebut didasari pertimbangan bahwa ketiga sekolah ini
alat potret untuk melihat model pengembangan Pendidikan karakter pada tingkat
menganggap bahwa sekolah ini dikenal sebagai SMP dengan status Negeri favorit
Sekolah ini masih dalam taraf berkembang ditandai dengan masih terbatasnya
58
sarana dan prasarana sekolah, keterbatasan di bidang sumber daya pendidik dan
ini merupakan sekolah dengan status swasta namun dinilai favorit oleh kalangan
masyarakat samarinda. Sekolah ini menurut hemat penulis telah memiliki desain
pengembangan pendidikan karakter yang apik dan dengan begitu bisa menjadi
sekolah ini dikenal luas oleh masyarakat kota Samarinda sebagai salah-satu
yakni Ibu Hj Iswardati Hudzaifah M.Pd dengan ketua komite Prof. Dr. Ir. H.
sekolah/madrasah (BAP SM). Label favorit tersemat pada sekolah ini sebab
59
nilai rata-rata untuk dapat masuk ke SMP ini adalah bernilai 26,00 dengan
rentang terendah 23,75 dan rentang tertinggi nilai 29,30. Saat ini, siswa SMP N
1 samarinda terdiri kelas VII sebanyak 337 siswa, Kelas VIII sebanyak 350
siswa dan kelas IX sebanyak 348 sehingga total sebanyak 1.035 siswa.
Hasyim Komplek Perum Kehutanan Kel. Air Hitam Kec. Samarinda Ulu Kota
ruangan kelas, 1 ruang kepala sekolah, 3 ruang wakil Kepala, 1 ruang staff
administrasi, ruang guru, 1 ruang BP, 1 ruang lab IPA, 2 ruang Lab Bahasa, 3
ruang Lab komputer, 1 ruang perpustakaan, 10 ruang toilet, 1 ruang OSIS dan
Sekolah ini didukung oleh 75 orang guru (termasuk kepala sekolah dan
15 GTT) dan 13 rang tenaga non-teaching staff. Sebagai SMP tertua, sekolah
ini telah memainkan peran penting dalam pembangunan propinsi Kaltim pada
propinsi ini (dan khususnya di kota Samarinda), yang diluluskan sekolah ini.
Berdasarkan penialaian dari Pusat sekolah ini dipandang layak dan mampu
untuk menuju ke jenjang yang labih baik, oleh karena itu pada Tahun pelajaran
60
sukses melaksanakan Sekolah Koalisi Nasional (SKN) sekolah ini menuju
Internasional (RSBI) dan pada tahun pelajaran 2009/2010 di sekolah ini telah
PASIAD Indonesia, Indo British College, Prima Gama, Ganesha Operation dan
berdasarkan iman dan taqwa.”. Adapun untuk mencapai visi tersebut, sekolah
61
5. Meningkatkan pemerataan dalam pelayanan pendidikan yang berkualitas
agama yang dianut sebagai landasan moral dalam kehidupan sehari – hari
sekolah.
arah kebijakan dan strategi implementasi yang variatif meski akan ditemui juga
didasari oleh Visi dan Misi yang telah di tetapkan oleh SMP N 1 samarinda
62
Dengan demikian,kebijakan umumnya, setiap program dan implementasinya
lebih menitik beratkan pada karakter yang terkait dengan dua hal tersebut.
Karakter berfikir logis, kritis, inovatif, kreatif dan kerja keras menjadi
lebih banyak terlihat sebagai karakter yang dipilih dan menjadi rumusan
63
karakter yang ada dokumen pembelajaran seperti silabus dan RPP, sehingga
kemitraan dengan berbagai lembaga bahasa baik dalam maupun luar negeri.
mengetahui makna belajar dan tertanamkannya maksud karakter dari apa yang
nasionalisme saat ini juga menjadi perhatian serius dan menjadi kebijakan
itu sejak sekarang karakter ini menjadi prioritas untuk di tanamkan. Saat ini,
64
Karakter religius juga tidak lepas dari perhatian SMPN1 samarinda.
karakter ini dibangun melalui strategi program mengaji selama 15 menit dan
sholat dhula. Disamping itu, juga melalui program ekstra kurikuler berbasis
agama yakni Habsy. dalam Prakteknya, strategi yang diterapkan untuk program
dilakukan secara bergiliran antar kelas. Dengan pola ini diharapkan tertanam
sehari-hari.
photografi.
kompetitif.
65
Integrasi antara pembelajaran dengan program sekolah juga menjadi
temuan menarik sebagai salah satu strategi yang perlu diterapkan. pada SMPN
persidangan ini, ada siswa yang bertindak sebagai Hakim, Jaksa penuntut
Umum, Saksi, Petugas sumpah dan tersangka serta disaksikan oleh banyak
Model atau strategi seperti ini dapat melatih siswa untuk mencintai
tanggung jawab, jujur dan taat terhadap norma dan peraturan yang ada. pola ini
dengan strategi memberikan layanan program yang adil sesuai dengan agama
Besar Islam misalnya, maka siswa yang kebetulan beragama non muslim pada
pendidikan antara siswa beda agama ini, pada SMPN 1 diterapkan kebijakan
66
sebanyak 4 kelas. Sekilas memang pola ini terlihat diskriminatif karena
berdasarkan masukan orang tua siswa, pola ini justru menjadi solusi bagi
siswa non muslim untuk tidak menjadi ‘orang lain’ (others) karena menjadi
bagian minoritas ketika harus keluar kelas untuk mengikuti pelajaran agama
misalnya.
uang dan barang tercecer, pasti kembali”. Mekanisme yang dimaksud adalah
ada pengawas dari siswa di masing-masing kelas yang diorganisir oleh guru
atau semacam ‘intel’ untuk mengawasi teman yang melanggar tata tertib
sekolah. selain itu, ada mekanisme pelaporan kepada guru bagi siapa saja yang
SMP Plus Melati merupakan sekolah swasta yang dikenal luas sangat
67
SMP ini berada di bawah naungan Yayasan Melati Samarinda. sejak 24
kelas sebanya 10 lokal kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang
lainnya.
schools sehingga waktu belajar nya full day. untuk pembelajaran, sekolah ini
menerapkan jam berlajar pagi mulai jam 7.15-11.45 dan waktu belajar siang
sistem boarding schools ini tentu memiliki sejumlah keunggulan dalam hal
memberikan muatan lokal. Sekolah ini memiliki beberapa jenis muatan lokal
antara lain : Bahasa Jepang, Bahasa Jerman, Bahasa Arab, TOEFL dan
PMR, Seni terdiri : Teater, Band, Paduan suara ( Vokal Group ) dan Olah Raga
pembentukan karakter siswa baik yang dilakukan secara rutin maupun yang
68
bersifat spontan. Program pembentukan karakter yang dilaksanakan secara
rutin antara lain Upacara bendera, Senam, dan sejumlah Ibadah Khusus (
SMP yang saat ini dipimpin oleh bapak Saparun Bakar, S.Pd.I, MM ini
69
bentuk fasilitasi SMP Plus Melati dan yayasan Melati dalam mengembangkan
karakter lulusan agar sesuai dengan visi yang dicita-citakan yakni ”SPESIAL”
dalam satu lingkungan maka akan tumbuh suasana spriritual dengan berbagai
menumbuhkan suasana emosional dan sosial antar siswa karena merasa satu
di sekolah ini memiliki keunggulan dalam hal waktu belajar. dimana belajar
Full day yang sekaligus dikemas dengan proses belajar yang menyenangkan.
kompetensi akademik dilakukan setiap hari mulai pukul 08.00 sampai 11.45 wita
kemudian dilanjutkan sholat dluhur berjamaah dan makan siang bersama. belajar
dimulai kembali pada jam 13.30 sampai jam 16.00 wita, setelah itu siswa kembali
ke asrama untuk istirahat dan bersih diri, kemudian dilanjutkan kegiatan diasrama.
Hal ini terlihat dalam wawancara terhadap kepala sekolah SMP Plus
70
“ kita memiliki prinsip....Belajar itu mesti menyenangkan, belajar itu tidak
harus di kelas, dengan sistem boarding school, suasana belajar di SMP Plus
Melati Samarinda sangat mendukung hal itu. kegiatan pagi jam 07.00 sampai
jam 08.00 diawali dengan kegiatan Ibadah di Masjid yaitu sholat dluha
berjamaah, membaca Al Qur'an dan tausyiyah agama oleh ustadz-ustadzah.
ditempat terpisah siswa yang beragama lain juga melakukan hal yang sama”
“sistem asrama di SMP Plus Melati juga sebagai upaya menyelamatkan anak
dari dari pengaruh lingkungan yang kurang baik, narkoba, minum minuman
keras pergaulan bebas dikalangan remaja khususnya tingkat SMP. apalah
artinya prestasi akademik jika siswa sudah terpengaruh pada lingkungan dan
hal-hal negatif, hal ini tentunya sudah disadari oleh semua orang dalam
mendidik putra putri sekaligus memilih sekolah sebagai bagian investasi
jangka panjang..”.
pendidikan karakter pada SMP Plus Melati lebih menitik beratkan pada
karakter religius, emosional dan sosial baru menuju ke karakter intelektual. dari
71
Menjadikan sistem asrama menjadi pilihan penting bagi SMP Plus
Melati Samarinda memang terlihat sebagai sebuah strategi utama dan bersama
bagi sekolah ini dalam pembinaan karakter siswanya. Adapun karakter yang
siswa SMP Plus Melati Samarinda untuk tinggal di asrama hal ini adalah salah
ini. Ketika sholat dhulur misalnya, peneliti melihat siswa-siswi sekolah ini
72
pengawalan dari guru. terasa bahwa sholat berjamaah ini telah merasuk
Kemudian, setiap tamu yang masuk ke kompleks SMP Plus Melati akan
langsung disambut dengan ucapan salam dan uluran tangan salaman dari siswa
yang ada, meski mereka tidak mengenalnya. Menurut hemat penulis, hal ini
Selain itu, karakter hidup bersih juga ditunjukkan oleh siswa-siswi SMP
Plus Melati. Misalnya, hampir tidak ditemui siswa sekolah ini yang membuang
sampah tidak pada tempatnya dan mereka dengan kesadarannya tidak akan
menginjak rumput yang tidak menjadi jalur jalan bagi mereka di sekolah ini.
Meskipun terasa lapang, mereka tidak akan lewat rumput meski itu bisa di
lewati. Makanya, wajar jika lingkungan SMP Plus terasa asri dan bersih.
Strategi yang efektif dipraktekkan pada SMP Plus melati adalah model
“Kakak Asuh” yang memiliki peran terhadap penanaman nilai karakter kepada
terprogram melalui asrama dan pembiasaan tersebut, SMP Plus Melati juga
73
Dalam perencanaan pembelajaran misalnya, telah tampak perumusan
nilai-nilai karakter apa yang ingin di tanamkan dalam setiap silabus dan RPP
setiap mata pelajaran. Dalam dokumen silabus dan RPP yang penulis telusuri
3.tekun (diligence),
5. Berani (courage),
6. Kecintaan (lovely).
7. ketulusan (honesty),
8. integritas (integrity)
9. Peduli (caring)
74
pembelajaran yang harus dimengerti oleh semua guru dan tenaga pendidikan
lainnya. Untuk itu berlaku prinsip belajar di SMP Plus melati, antara lain :
1. Belajar itu menyenangkan. Sekolah harus dapat menjadi surga dan tempat
3. bahwa Belajar dan proses belajar merupakan suasana untuk mencapai hasil
belajar. Proses belajar adalah proses yang dialami secara langsung dan
6. Belajar itu proses menuju perubahan untuk mencapai prestasi sesuai visi-
misi sekolah.
7. Belajar itu, tidak harus di kelas. Belajar itu, di mana saja, kapan saja dan
75
9. Untuk menjadi hebat, belajar itu juga perlu perjuangan, perlu strategi
10. Penilaian tidak harus menjadi target tertentu, yang penting semangat
jika SMP Plus Samarinda menetapkan motto : SMP Plus Melati SIIP...LAH
Motto yang berisi nilai-nilai karakter ini sekaligus menunjukkan karakter yang
Ekstra kurikuler terdiri KIR, PMR, Seni terdiri : Teater, Band, Paduan suara (
Vokal Group ) dan Olah Raga Pilihan terdiri: Renang, Badminton, Basket Ball,
secara rutin maupun yang bersifat spontan dilakukan melalui program Upacara
bendera, Senam, dan sejumlah Ibadah Khusus ( Sholat Dhuha, Mengaji dan
76
mengatasi Problem Solving; Keteladanan dalam berpakaian rapi, berbahasa
program pemilihan langsung ketua OSIS. melalui model program ini, siswa-
siswi pada SMP Plus akan memiliki pengetahuan dan praktek pengalaman
kepemimpinan.
bisa tergolong pinggir kota bagian utara dari samarinda, meski di daerah ini
Sekolah ini telah berdiri sejak 1994 dengan nomor statistik sekolah
(NSS) 201066001042 dan saat ini telah memiliki beberapa unit bangunan
antara lain ruang kelas 15 lokal, musholla 1 unit, kantor kepala sekolah terdiri
ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang bimbingan dan Konseling, ruang
77
tunggu tamu, ruang Unit kesehatan sekolah (UKS) dan ruang tata usaha
berbagai etnis antara lain jawa, banjar, bugis, dayak, dan buton. Makanya
wajar, jika SMPN yang memiliki jumlah siswa sebanyak 586 ini, siswanya
berasal dari berbagai etnis tersebut. Dari sisi agama, siswa di sekolah ini
beragama Islam (540 siswa), protestan (30 siswa), katolik (14 siswa), hindu (1
siswa) dan budha (1 siswa). SMPN 27 Samarinda dengan total siswa 586
kelas, kelas 8 sebanyak 6 kelas dan kelas IX sebanyak 6 kelas. Dari sisi jumlah,
siswa SMPN 27 Samarinda terdiri kelas VII 221 siswa, kelas VIII 190 siswa
Saat ini, SMP N 27 samarinda di pimpin oleh bapak Moh. Rizal, S.Pd.
M.Psi sebagai kepala sekolah. adapun jumlah guru di sekolah ini sebanyak 38
guru terdiri guru dengan status PNS sebanyak 29 guru dan guru Non PNS/GTT
tenaga sebanyak 8 orang terdiri 2 dengan status PNS dan 6 berstatus Non PNS.
Dari sisi jenjang pendidikan, guru dan tenaga kependidikan di SMPN 27 terdiri
dari S2 2 oarang, S1 39 orang, dan masih ada guru D3 1 orang dan tenaga
78
2. Karakter dan Strategi Implementasinya pada SMP N 27 Samarinda
Samarinda.
harian.
Karakter rasa ingin tahu, berfikir logis, kritis dan inovatif, cinta ilmu, percaya
79
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas sesuai dengan mata pelajarannya
masing-masing.
keseharian.
menerapkan sistem absensi di depan pintu masuk sekolah. Hal ini diakui oleh
beberapa guru bahwa siswa-siswi SMPN 27 jarang terlambat sebab sekolah ini
hanya dapat diakses melalui satu pintu, sehingga apabila ada yang terlambat
mudah dilihat.
hukum dan sosial juga diimplementasikan oleh SMP N 27 melalui kegiatan dan
program seperti ekstra kurikuler Pramuka, LKBB dan PMR. Pihak SMP N 27
ustadz setiap 1 bulan sekali, pelatihan Qurban Idul Adha, dan sholat dhuhur
80
berjamaah. Namun, khusus program sholat dhuhur berjamaah ini, dilakukan
secara bergiliran untuk kelas-kelas tertentu. Pihak sekolah beralasan hal ini
Menurut hemat peneliti, tentu hal ini masih relatif kurang efektif.
Selain itu, karakter religius juga tampak dari kebijakan sekolah yang
pendidikan agama sesuai dengan agama siswa. Hal ini menarik, sebab dalam
mata pelajaran agama, maka siswa dengan agama kristen misalnya akan
hormat guru dengan menerapkan tradisi salaman kepada para guru datang dan
berlangsung. menurut Ibu leni guru PAI SMP ini misalnya, Siswa akan di ajak
berdoa dengan membaca surat al fatihah dan doa ‘rodlitu billahi rabba dan
hendak pulang sekolah. Menurutnya hal ini akan sebuah upaya membiasakan
pelaksanaannya, setiap hari siswa akan digilir untuk melakukan shalat tarawih
81
Dalam hal menanamkan karakter menghargai keberagaman, SMP N 27
Islam (PHBI), maka siswa yang beragama non Muslim dalam hari yang sama
dan waktu yang sama juga diselenggarakan kegiatan bagi yang beragama non
muslim.
Satu hal yang menutur hemat peneliti, penanaman karakter yang masih
perhatian serius dari sekolah ini. Hal ini tampak bahwa meskipun terdapat
tugas piket kepada siswa membuang sampah, di sekolah ini masih terlihat
kurang rapi dan bersih. Hal ini misalnya tampak dari penataan ruang guru dan
TU dalam mengarsip dan menata ruangan, halaman dan lantai yang masih
terlihat kurang bersih, belum ada terlihat penataan taman, wastafel dan green
dan sosial dan tanggung jawab. Strategi implementasinya lebih banyak melalui
Disamping itu, desain pendidikan karakter juga belum tampak menjadi desain
82
BAB IV
Sebagaimana uraian hasil penelitian pada bab III diatas, maka dalam bab
Pendidikan Karakter, maka dalam bab ini akan diuraikan sub bab yang terdiri dari
Seluruh sekolah yang menjadi objek penelitian ini menyadari arti penting
saing bangsa yang unggul, menyiapkan dan atau menciptakan sumber daya
83
manusia berkualitas serta dalam rangka mengantisipasi faktor-faktor negatif
menerus untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal. Pendidikan Karakter juga
pendidikan baik bersifat kurikuler, ko kurikuler, ekstra kurikuler maupun tata nilai
warga sekolah.
rutin. Namun dari sini diketahui pula terdapat pola implementasi pendidikan
tematik.
karakter tersebut, namun setiap sekolah memiliki kualitas, skala prioritas dan
lainnya.
84
Pada SMP Plus Melati misalnya, implementasi pendidikan karakter telah
memiliki kualitas dan desain pengembangan yang sangat baik. Dimana telah ada
desain implementasi yang sistematis, arah capaian yang jelas dan strategi yang
pola fasilitasi program boarding schools. dengan pola ini, maka pencapaian
karakter yang diharapkan bisa terbentuk secara lebih mudah sesuai dengan visi-
misi sekolah. Pada SMP Plus Melati juga terlihat jelas bahwa nilai-nilai karakter
pembelajaran seperti silabus dan RPP setiap Mata pelajaran, dilaksanakan melalui
setiap program sekolah sehingga terlihat bahwa pelaksanaan dan gagasan tentang
sebuah program sekolah muncul dari nilai-nilai karakter yang diharapkan, bukan
sebaliknya.
Dari sisi skala prioritas, nilai karakter di yang dikembangkan oleh SMP
emosional, sosial dan yang terakhir baru intelektual. karena desain inilah maka
model pembelajaran pada SMP Plus Melati diarahkan pada pembelajaran yang
karakter tentang tentang karakter berfikir logis, kritis, inovatif dan kreatif dan
85
Menurut hemat penulis, hal ini merupakan sebuah konsekuensi logis dari
visi dan misi sekolah ini, dimana memiliki prioritas keunggulan dalam bidang
Ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada SMP N 1 ini pula di dapatkan pola
bahwa di sekolah ini terdapat program implementasi matari mata pelajaran PPKN
untuk menjatuhkan sanksi kepada para siswa yang melangar tata tertib sekolah.
seperti Hakim, Jaksa penuntut Umum, Saksi, sumpah, penuntutan, vonis dan
sebagainya
kurikuler dengen dukungan fasilitas yang terintegrasi satu sama lain dengan
perencanaan yang jelas tentang karakter apa yang ingin di capai dalam setiap
tampak ada rumusan karakter dalam dokumen silabus dan RPP. Juga, pencapaian
karakter dalam program kurikuler pembelajaran diserahkan kepada guru mata ajar
86
dan pembiasaan. Nilai-nilai karakter yang ingin dikembangkan diprioritaskan
karakter yang berbeda-beda satu sama lain. Namun jika dikumpulkan nilai-nilai
karakter yang dikembangkan antara lain : religius, berfikir logis, kritis dan
kemandirian.
pengetahuan dan teknologi seperti berfikir logis, kritis dan inovatif. SMP Plus
Dari paparan pada bab III dijelaskan banyak praktek-praktek yang cukup
87
strategi-strategi yang bisa diterapkan dalam pengembangan pendidikan karakter di
Sekolah yang memiliki desain pendidikan karakter secara jelas relatif lebih
kemandirian.
berdoa, salam dan salaman kepada setiap orang, terlebih yang lebih tua,
88
kebijakan memakai jilbab, sholat dhuha, sholat dhuhur berjamaah, belajar
lainnya.
melalui kantin kejujuran, pola pengawasan antar teman dan mini lembaga
pengadilan sekolah
kurikuler, ekstra kurikuler dan pembiasaan rutin oleh semua warga sekolah
10. diperlukan fasilititasi pihak sekolah yang lebih riil baik berupa kebijakan,
sekolah.
11. diperlukan perumusan perencaan yang tegas dan praktek pembelajaran agar
dilakukan SMP Plus melalui strategi Kakak Asuh untuk menjadi media tiru
89
siswa dibawahnya atau strategi praktek pengadilan pelanggran peraturan
13. faktor kepemimpinan, kurikulum, SDM dan manajemen menajdi faktor yang
karakter di sekolah.
90
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
studi pada Sekolah Menengah pertama (SMP) di Kota Samarinda” ini sebagai
berikut :
91
3. Masih terdapat perbedaan setiap sekolah dalam mengimplementasikan
kemandirian.
92
B. Saran dan Rekomendasi
C. Penutup
SWT atas selesainya penulisan penelitian ini. Demikian pula, berbekal refleksi
dan kesadaran mendalam atas kekurangan banyak hal dalam penelitian ini, penulis
pendidikan yang lebih baik. Akhirnya, kepada Allah SWT lah penulis memohon
93
94
DAFTAR PUSTAKA
Fakrur Rozi, Model Pendidikan Karakter dan Moralitas Siswa di Sekolah Islam
Modern; Studi pada SMP Pondok Pesantren Selamat Kendal,
(Semarang, IAIN Walisongo, 2012)
http://lppse-dikdas-2.blogspot.com/2012/01/pendidikan-karakter-bangsa-di-
sekolah.html/2012/01/pendidikan-karakter-bangsa-di-sekolah.html,
Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak
Dalam Keluarga Muslim. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998)
McQuail, Dennis, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Edisi II, (Jakarta:
Erlangga, 1991)
Muchlas Samani, & Hariyant, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.2012)
Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1995, Cet. II)
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect
and Responsibility. (New York, Toronto, London, Sydney, Aucland:
Bantam books, 1991 )
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
(Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008)