Anda di halaman 1dari 15

Refarat

SEGMENTAL ALVEOLAR SURGERY IN THE PARTIALLY

EDENTULOUS PATIENT

Oleh :

Husnul Basyar
NIM. J045 18 2009
Pembimbing: Drg. M. Gazali Malik, Sp.BM (K)., MARS

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

BEDAH MULUT dan MAKSILOFASIAL

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2019
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI …………………………………………………… 2

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………. 5

II.1 Bedah Preprostetik ……………………………….. 5

II.2 Alveoloplasti ………………………………………. 5

II.3 Segmental Osteotomy ……………………………. 11

BAB III KESIMPULAN……………………………………….. 14

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….. 15


3

BAB I

PENDAHULUAN

Bedah preprostetik adalah suatu tindakan pembedahan yang dilakukan

sebelum pembuatan gigi tiruan. Tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki

keadaan tulang alveoler rahang agar dapat menjadi lebih baik untuk penempatan

suatu gigi tiruan. Tempat gigi tiruan di rongga mulut disebut dengan denture

bearing. Tindakan bedah untuk memperbaiki denture bearing dapat dilakukan

pada jaringan lunak (gingiva) dan tulang alveoler rahang atau secara bersamaan

pada keduanya. Tujuan bedah preprostetik selain untuk memperbaiki keadaan

tulang alveoler rahang dapat pula dimaksudkan untuk memperdalam sulkus

gingiva sehingga tulang alveoler rahang akan memiliki bentuk lebih menonjol

atau prominent atau lebih tinggi sehingga gigi tiruan (terutama gigi tiruan lengkap

atau fulldenture) dapat terletak lebih stabil di rongga mulut.1

Bedah preprostetik ini dapat untuk melakukan modifikasi atau

memperbaiki keadaan tulang alveolar rahang sehingga setelah perbaikan pada

pasien dapat dilakukan pemasangan gigi tiruan dengan lebih baik karena

gigi tiruan dapat terletak stabil, tidak sakit sehingga pasien akan lebih merasa

nyaman pada pemakaian gigi tiruannya. Tindakan bedah preprostetik dapat

dilakukan baik di rahang atas maupun di rahang bawah.1

Bedah preprostetik bertujuan untuk membentuk jaringan keras dan jaringan

lunak yang seoptimal mungkin sebagai dasar dari suatu protesa. Bedah
4

preprostetik ini lebih ditujukan untuk modifikasi tulang alveolar dan jaringan

sekitarnya untuk memudahkan pembuatan protesa yang baik, nyaman dan estetis.1
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Bedah Preprostetik

Bedah preprostetik bertujuan untuk membuang lesi atau abnormalitas

jaringan pada jaringan keras dan jaringan lunak dari rahang sehingga penempatan

protesa dapat dilakukan dengan sukses. Abnormalitas pada jaringan keras dapat

diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :2

1. Abnormalitas jaringan yang dapat dihaluskan dengan alveoloplasty segera

setelah ekstraksi gigi (contoh : tepi tulang yang tajam) atau abnormalitas

tulang alveolar yang terdeteksi pada rahang tidak bergigi yang dapat

direkonturing.

2. Abnormalitas kongenital, misalnya torus palatinus dan torus mandibula.

II.2 Alveoloplasti

II.2.1 Definisi

Menurut Archer, alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk

membuang prosesus alveolaris, baik sebagian maupun seluruhnya. Adapun

pembuangan seluruh prosesus alveolaris diindikasikan pada rahang yang diradiasi

sehubungan dengan perawatan neoplasma yang ganas.Oleh karena itu penggunaan

istilah alveolektomi yang biasa digunakan kurang tepat tetapi karena sering

digunakan maka istilah tersebut masih dapat diterima.3


6

Akhir-akhir ini banyak ahli bedah mulut yang menggunakan istilah

alveoloplasty dan alveoplasty untuk menyatakan tindakan pembentukan kembali

prosesus alveolaris dibandingkan pembuangannya. Alveoloplasty adalah suatu

tindakan bedah untuk membentuk prosesus alveolaris sehingga dapat memberikan

dukungan yang baik bagi gigi tiruan immediate maupun gigi tiruan yang akan

dipasang beberapa minggu setelah operasi dilakukan.3

Setiap tindakan ekstraksi gigi selalu diikuti dengan resorbsi tulang alveolar

sehingga dalam melakukan tindakan alveolektomi seorang dokter gigi harus

melindungi tulang sebanyak mungkin sehingga dapat membentuk suatu jaringan

pendukung gigi tiruan yang baik.3

II.2.2 Etiologi

Indikasi untuk prosedur ini jarang dilakukan tetapi mungkin dilakukan saat

proyeksi gigi anterior yang eksesif dari ridge pada area premaksilaris menjadi

masalah untuk estetik dan kestabilan gigi tiruan pada masa yang

mendatang.Maloklusi klass II divisi I adalah tipe yang sangat memungkinkan

untuk dilakukan prosedur ini (Wray, 2003).Prosedur ini juga diindikasikan pada

morfologi tulang yang abnormal akibat resorpsi pasca ekstraksi, pertumbuhan

lokal yang eksesif, dan kelainan kongenital.3


7

II.2.3 Indikasi

Indikasi dilakukannya tindakan alveoloplasty adalah :4

1. Pada rahang dimana dijumpai neoplasma yang ganas dan untuk

penanggulangannya akan dilakukan terapi radiasi

2. Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut, cortical

plate yang tajam, puncak ridge yang tidak teratur, tuberositas tulang,

dan elongasi sehingga mengganggu dalam proses pembuatan dan

adaptasi gigi tiruan

3. Jika terdapat gigi yang impkasi atau sisa akar yang terbenam dalam

tulang, alveoloplasty dapat mempermudah pengeluarannya.

4. Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya kista atau tumor

5. Pada saat akan melakukan tindakan apikoektomi

6. Jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol

sehingga dapat menyebabkan facial neuralgia maupun rasa sakit

setempat.

7. Pada kasus prognatisme maksila dapat dilakukan alveoloplasty yang

bertujuan untuk memperbaiki hubungan anteroposterior antara

maksila dan mandibula

8. Setelah tindakan pencabutan satu atau beberapa gigi sehingga dapat

segera dilakukan pencetakan yang baik untuk pembuatan gigi tiruan

9. Adanya torus palatinus maupun torus mandibula yang besar

10. Untuk memperbaiki overbite dan overjet


8

II.2.4 Kontraindikasi

Adapun kontraindikasi dilakukannya tindakan alveoloplasty adalah :4

1. Pada pasien yang masih muda karena sifat tulangnya masih elastis

sehingga proses resorpsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan

pasien tua

2. Pada pasien wanita atau pria yang jarang melepaskan gigi tiruannya

karena rasa malu sehingga jaringan pendukung gigi tiruan menjadi

kurang sehat akibat selalu dalam keadaan tertekan dan jarang

dibersihkan. Hal ini mengakibatkan proses resorpsi tulang dan

terhambatnya proliferasi jaringan

3. Jika bentuk prosesus alveolaris tidak rata tapi tidak menganggu

adaptasi gigi tiruan baik dalam hal pemasangan, retensi, maupun

stabilitas.

II.2.5 Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan dalam Melakukan

Alveoloplasty

Dalam melakukan tindakan alveoloplasty terdapat beberapa faktor yang

harus dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi, yaitu :5

a. Bentuk Prosesus Alveolaris

Pada pembuatan gigi tiruan dibutuhkan bentuk prosesus alveolaris yang

dapat memberikan kontak serta dukungan yang maksimal. Karena itu selain

menghilangkan undercut yang dapat mengganggu pemasangan gigi tiruan, maka


9

dalam melakukan alveoloplasty harus diperhatikan juga bentuk prosesus

alveolaris yang baik yaitu bentuk U yang seluas mungkin sehingga dapat

menyebarkan tekanan mastikasi pada permukaan yang cukup luas.

b. Sifat Tulang yang Diambil

Untuk mendapatkan suatu hasil terbaik maka suatu gigi tiruan harus

terletak pada tulang kompakta, bukan tulang spongiosa.Karena itu pada waktu

melakukan alveoloplasty dengan pembuangan tulang yang banyak harus

diusahakan untuk mempertahankan korteks tulang pada saat membuang tulang

medular yang lunak.Hal ini disebabkan karena tulang spongiosa lebih cepat dan

lebih banyak mengalami resorbsi dibandingkan dengan tulang kompakta.

c. Usia Pasien

Usia pasien juga harus dipertimbangkan dalam melakukan alveoloplasty

karena semakin muda pasien maka jangka waktu pemakaian gigi tiruan semakin

lama. Tulang pada pasien muda lebih plastis dan lebih cenderung mengalami

resorbsi dibandingkan atrofi, serta pemakaian tulang alveolar lebih lama daripada

pasien tua.Jadi pembuangan tulang pada pasien muda dianjurkan lebih sedikit dan

mungkin tidak perlu dilakukan trimming tulang.

d. Penambahan Free Graft

Jika pada waktu pencabutan gigi atau alveoloplasty dilakukan ada tulang

yang secara tidak sengaja terbuang atau terlalu banyak diambil, maka harus
10

diusahakan untuk mengembalikan pecahan tulang ini ke daerah operasi.Pecahan

tulang ini disebut free graft.Replantasi free graft ini dapat mempercepat proses

pembentukan tulang baru serta mengurangi resorbsi tulang. Boyne menyatakan

bahwa penggunaan autogenous bone graft lebih baik daripada homogenous dan

heterogenousbone graft untuk pencangkokan, dan semakin banyak sumsum

tulang dan selsel endosteal pada tulang semakin baik.

e. Proses Resorbsi Tulang

Pada periodontitis tingkat lanjut yang ditandai dengan resorbsi tulang

interradikular, maka alveoloplasty harus ditunda sampai soket terisi oleh tulang

baru. Penundaan selama 4-8 minggu ini dapat menghasilkan bentuk sisa ridge

yang lebih baik. Selain itu harus diingat juga bahwa pada setiap pembedahan

selalu terjadi resorbsi tulang, maka harus dihindari terjadinya kerusakan tulang

yang berlebih akibat suatu tindakan bedah, karena keadaan ini dapat

mempengaruhi hasil perawatan.

II.2.5 Komplikasi

Dalam melakukan suatu tindakan bedah tidak terlepas dari kemungkinan

terjadinya komplikasi, demikan pula halnya dengan alveolektomi. Dimana

komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi antara lain: rasa sakit, hematoma,

pembengkakan yang berlebihan, timbulnya rasa tidak enak pasca operasi

(ketidaknyamanan), proses penyembuhan yang lambat, resorbsi tulang berlebihan


11

serta osteomyelitis. Tetapi semua hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan

prosedur operasi serta tindakan-tindakan pra dan pasca operasi yang baik.

II.3. Segmental Osteotomy

II.3.1 Definisi

Segmental osteotomy adalah prosedur bedah intraoral di mana segmen

tulang alveolar yang mengandung gigi dibelah diantara sampai ke apikal untuk

mereposisi alveolus dan gigi; mungkin maksila atau mandibula , dan dapat

dikombinasikan dengan ostectomy.6

Ekstraksi gigi tanpa digantikan oleh prosthesis dapat mengakibatkan

ekstrusi gigi lawan . Setelah ini terjadi menjadi sangat sulit untuk merencanakan

lebih lanjut penanganan dari gigi antagonis. Ruang antar rahang yang tidak

mencukupi semakin menyulitkan perawatan atau manajemen awal dari gigi yang

supra erupsi. Perawatan endodontic dan coronoplasty gigi yang supraerupsi adalah

pilihan perawatan yang dapat dilakukan jika ruang antar rahang memadai. Ketika

terjadi supraerupsi yang sangat parah, reahibilitasi menjadi tidak memungkinkan


12

dan oleh karena itu seringkali perawatannya adalah ekstraksi gigi yang

supraerupsi. Melalui segmental osteotomy, dapat dilakukan pendekatan yang lebih

konservativ pada gigi supraerupsi dengan keadaan yang menyulitkan.6

II.3.2 Penatalaksanaan

Prosedur segmental osteotomy ini dilakukan dibawah anestesi umum

menggunakan intubasi asotracheal dibawah GA, pada ruang operasi yang sudah

disiapkan.6

Insisi vestibular dibuat pada vestibulum atas kiri dan meluas dari sisi

distal molar kedua sampai ke sisi distal premolar pertama. Flap mukoperiosteal

diangkat untuk memperlihatkan segmen dentoalveolar yang supraerupsi. Dengan

cara ini lapangan pandang yang baik dapat dicapai.6

Pemotongan osteotomy horizontal diletakkan sekitar 5 mm diatas apeks

dari gigi yang supraerupsi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan bur fissure

tapered. Potongan ini dilakukan sedalam mungkin agar dapat mencapai aspek

palatal dari maksila.6


13

Potongan lateral diletakkan kembali dengan menggunakan thin bur.

Potongan anterior terlihat mudah dicapai dan dilihat, dan diletakkan sekitar 2 mm

sebelah anterior dari premolar kedua. Potongan distal diletakkan sebelah posterior

dari molar kedua tanpa memisahkan lempeng pterygoidnya. Fragmen tulang

kemudian dihancurkan menggunakan tekanan digital dan dilepaskan dari

maksila.6

Pinggir tulang kemudian dibulatkan untuk mencapai bentuk yang seragam

pasca reduksi tulang. Linggir alveolar terlihat sudah berkurang kearah superior.

Besarnya ruang rahang dipandu oleh splint akrilik yang sudah disiapkan pada

model kerja. Kemudian fragmen rahang distabilisasi dengan menggunakan mini

plates dan sekrup.6

Satu bulan setelah operasi, evaluasi dilakukan dan terlihat segmen rahang

yang dikurangi telah stabil yang ditandai dengan adanya ruang antar rahang yang

cukup untuk mereposisi kembali gigi rahang bawah.6


14

BAB III

KESIMPULAN

Keberhasilan dari persiapan bedah prostetik bergantung pada evaluasi dan

rencana perawatan yang telaten. Secara umum, kelainan tulang harus ditangani

lebih dulu. Perbaikan jaringan lunak seringkali ditunda hingga augmentasi tulang

dan contouring selesai dilakukan.

Augmentasi tulang secara simultan dilakukan ketika augmentasi tulang

ditujukan untuk meningkatkan kontur dibandingkan dengan membuat augmentasi

signifikan dalam tinggi atau lebar alveolar.

Desain dan tujuan akhir dari prosthesis final yaitu fungsi jangka panjang,

kualitas estetik, dan pertahanan jaringan harus dipertimbangkan dalam semua fase

perawatan.
15

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditya, G. 1999. Alveoloplasti sebagai tindakan bedah preprostodontik.

Jurnal Kedokteran Trisakti, Januari-April 1999 Vol 18.

2. Fragiskos, FD. 2007. Oral Surgery. Berlin: Springer

3. Ghali, G.E., Larsen, E. Peter, Waite, Peter D. 2004. Peterson’s Principles of

Oral and Maxillofacial Surgery. Ontario : BC Deker Inc

4. Hupp, JR. 2008. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgergy. Missouri:

Mosby Elsevier

5. Wray, D., Stenhouse, D., Lee, D., and Clark, AJE. 2003. Textbook for General

and Oral Surgery. Philadelphia: Churchill Livingstone

6. Ismail Akkas1, Orcun Toptas2, Yusuf Ziya Akpınar3, Fatih Ozan . 2015.

Segmental Alveolar Osteotomy by Palatal Approach to Correct Excessive

Angulated Dental Implants in Anterior and Posterior Maxilla. Journal of

Clinical and Diagnostic Research. 2015 Apr, Vol-9(4): ZD03-ZD05

Anda mungkin juga menyukai