Di atasmu, bongkahan batu yang bisu aku ingin mencintaimu dengan sederhana
tidur merangkum nyala dan tumbuh berbunga doa dengan kata yang tak sempat diucapkan
biar berguling diatas duri hati tak kan luka kayu kepada api yang menjadikannya debu
meski mengeram di dalam nyeri cinta tak kan layu
dari aku aku ingin mencintaimu dengan sederhana
anak sulung yang sekaligus anak bungsumu dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
kini kembali ke dalam rahimmu, dan tahulah awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
bahwa aku sapi karapan
yang lahir dari senyum dan airmatamu
seusap debu hinggaplah, setetes embun hinggaplah, SAJAK MATAHARI (W.S RENDRA)
sebasah madu hinggaplah
menanggung biru langit moyangku, menanggung karat Matahari bangkit dari sanubariku.
emas semesta, menanggung parau sekarat tujuh benua Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
di sini menjadi pelangi di cakrawala.
perkenankan aku berseru:
-madura, engkaulah tangisku Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
bila musim labuh hujan tak turun kakimu terbenam di dalam lumpur.
kubasahi kau dengan denyutku Kamu harapkan beras seperempat gantang,
bila dadamu kerontang dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
kubajak kau dengan tanduk logamku
di atas bukit garam Satu juta lelaki gundul
kunyalakan otakku keluar dari hutan belantara,
lantaran aku adalah sapi karapan tubuh mereka terbalut lumpur
yang menetas dari senyum dan airmatamu dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
aku lari mengejar ombak aku terbang memeluk bulan Mata mereka menyala
dan memetik bintang-gemintang tubuh mereka menjadi bara
di ranting-ranting roh nenekmoyangku dan mereka membakar dunia.
di ubun langit kuucapkan sumpah
-madura, akulah darahmu. Matahri adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
[D. Zawawi Imrom] Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !
IBU (D ZAWAWI IMRON) bila aku berlayar lalu datang angin sakal
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir sesekali datang padaku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan DOA (CHAIRIL ANWAR)