Anda di halaman 1dari 3

Madura Akulah Darahku (D ZAWAWI IMRON) Aku Ingin (SAPARDI DJOKO DAMONO)

Di atasmu, bongkahan batu yang bisu aku ingin mencintaimu dengan sederhana
tidur merangkum nyala dan tumbuh berbunga doa dengan kata yang tak sempat diucapkan
biar berguling diatas duri hati tak kan luka kayu kepada api yang menjadikannya debu
meski mengeram di dalam nyeri cinta tak kan layu
dari aku aku ingin mencintaimu dengan sederhana
anak sulung yang sekaligus anak bungsumu dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
kini kembali ke dalam rahimmu, dan tahulah awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
bahwa aku sapi karapan
yang lahir dari senyum dan airmatamu

seusap debu hinggaplah, setetes embun hinggaplah, SAJAK MATAHARI (W.S RENDRA)
sebasah madu hinggaplah
menanggung biru langit moyangku, menanggung karat Matahari bangkit dari sanubariku.
emas semesta, menanggung parau sekarat tujuh benua Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
di sini menjadi pelangi di cakrawala.
perkenankan aku berseru:
-madura, engkaulah tangisku Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
bila musim labuh hujan tak turun kakimu terbenam di dalam lumpur.
kubasahi kau dengan denyutku Kamu harapkan beras seperempat gantang,
bila dadamu kerontang dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
kubajak kau dengan tanduk logamku
di atas bukit garam Satu juta lelaki gundul
kunyalakan otakku keluar dari hutan belantara,
lantaran aku adalah sapi karapan tubuh mereka terbalut lumpur
yang menetas dari senyum dan airmatamu dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
aku lari mengejar ombak aku terbang memeluk bulan Mata mereka menyala
dan memetik bintang-gemintang tubuh mereka menjadi bara
di ranting-ranting roh nenekmoyangku dan mereka membakar dunia.
di ubun langit kuucapkan sumpah
-madura, akulah darahmu. Matahri adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
[D. Zawawi Imrom] Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !
IBU (D ZAWAWI IMRON) bila aku berlayar lalu datang angin sakal

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala

hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir sesekali datang padaku

bila aku merantau menyuruhku menulis langit biru

sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku dengan sajakku.

di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan DOA (CHAIRIL ANWAR)

lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar Tuhanku…


Dalam termangu
ibu adalah gua pertapaanku Aku masih menyebut namamu…

dan ibulah yang meletakkan aku di sini Biar susah sungguh…


Mengingat Kau penuh seluruh…
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
CahyaMu panas suci…
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi…
ibu menunjuk ke langit, kemundian ke bumi
Tuhanku…
aku mengangguk meskipun kurang mengerti Aku hilang bentuk,,remuk
bila kasihmu ibarat samudera Tuhanku…
Aku mengembara di negeri asing
sempit lautan teduh
Tuhanku…
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling…
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh

lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku

kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan

namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu

lantaran aku tahu

engkau ibu dan aku anakmu

Anda mungkin juga menyukai