Anda di halaman 1dari 14

Tata krama, sopan sntun, dan Rasa malu

A. Tata krama
1. Perngertian Tata Krama
Tata krama terdiri dari kata "tata" dan "krama". Tata berarti aturan, adat, norma,
atau peraturan. Krama berarti sopan santun, perilaku santun, tingkah laku yang santun,
bahasa yang santun. Jadi, tata krama artinya aturan tingkah laku berdasarkan nilai-
nilai kesopanan yang islami.
2. Contoh Perilaku Tata Krama dalam Kehidupan
Contoh perilaku yang mencerminkan tata krama dalam kehidupan sehari-
hari bisa dilihat dalam berbagai aktivitas seperti berbuat baik kepada ibu bapak,
kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-
kata yang baik kepada manusia.
a. Tata krama dalam kehidupan
Sebagai umat islam hendaknya selalu berkata krama dalam kehidupan sehari-
hari dengan baik, baik dalam kehidupan berkeluarga, orang lain,
maupun dalam lingkungan.
b. Tata krama dalam pergaulan
Bergaul yang baik adalah pergaulan dari hati dengan
penuh keikhlasan.hal ini juga berlaku bagi kita,
jika kita dianggap merugikan maka sejak awal pun orang akan menghindari diri kit
a.
Dasar-dasar tata krama antara lain:
1. Beraikapa sopan dan ramah kepada siapa saja.
2. Memberi perhatian kepada orang lain.
3. Berusaha selalu menjaga perasaan orang lain
4. Bersikap ingin membantu.
5. Memiliki rasa toleransi yang tinggi.
6. Dapat menguasai diri dan mengendalikan emosi dalam situasi apa pun.
c. Tata krama dalam berpakaian dan berhias
Pakaian merupakan cermin pribadi seseorang, dari cara berpakaiam
akan diketahui sisi pribadi seseorang, apakah rapi, bersih, atau sebaliknya.
Pakaian jasmani adalah pakaian yang berfungsi menutup aurat,
sebagai pelindung dari sengatan panas dan sebagai pelindung dari udara
dingin.sementara itu pakaian rohani adalah ketakwaan kepada allah s.w.t.. Pakaian rohani
memiliki fungsi untuk melindungi diri dari perbuatan maksiat.
Aurat adalah bagian tubuh manusia yang tidak boleh dilihat atau
dipertontonkan.
Jadi, yang terpenting dalam berpakaian adalah aurat tertutup, rapi,
baik, sopan, dan bersih. Islam
sangat menganjurkan umatnya berpenampilan rapi.
Penampilan yang menarik adalah penampilan yang enak dipandang,
sopan, bersih, dan rapi.
d. Tata krama dalam perjalanan
Perjalanan itu adalah suatu aktivitas manusia tidak dapat dihindari karena
bumi Allah sangat luas. Akan tetapi,

1
tidak semua perjalanan tersebut memiliki nilai ibadah.
Perjalanan yang tidak memiliki nilai ibadah perjalan yang tidak diridai Allah.
Tata krama dalam perjalanan yang baik,
menurut islam adalah dengan memperhatikan hal-hala sebagai berikut.
1. Menentukan tujuan yang baik.
2. Diawali dengan doa.
3. Membawa peebekalan yang cukup.
4. Tidak meninghalkan kewajiban syariat.
5. Bersikap sopan santun.
6. Patuh terhadap peraturan setempat.
e. Tata krama dalam menerima
Rasullah saw.telah mewajibkan dan mencontohkan untuk menghormati dan
memuliakan siapa pun tamu yang berkunjung ke rumah kita.
Adapun tata krama dalam menerima tamu menurut islam adalah
sebagai berikut.
a. Ketika kita menerima tamu,
kita harus menyambutnya dengan sambutan yang ramah, sopan, dan riang.
b. Berikan jamuan yang paling utama.
c. Berikan kenyamanan untuknya.
d. Tunaikan hajat/keperluan tamu yang datang tersebut dengan baik.
e. Ketika tamu hendak pulang, antarkan hingga depan.
B. Sopan Santun
1. Pengertian sopan santun
Sopan
santun meruapakan dua kata yang bisa disatukan ataupun dipisah dengan arti
asing-masing. Sopan adalah tertib, menurut aturan, hormat, takzim, dan beradab.
Adapun santun adalah sangat sopan, lemah lembut, berbudi bahasa,
penuh belas kasihan, suka menolong, dan berakhlak mulia.
Jadi sopan santun adalah pengetahuan yang berkaitan dengan penghormatan si
kap, perbuatan, tingkah laku, budi pekerti yang baik,
sesuai dengan tata krama, peradaban, dan kesusilaan.
Salah satu arti dari sopan adlah beradab.
2. Contoh perilaku sopan santun dalam kehidupan
Adalah contoh perilaku sopan santun dalam kehidupan antara lain:
a. Sopan santun terhadap diri sendiri.
b. Sopan santun terhadap keluarga.
c. Sopan santun dalam pergaulan.
d. Sopan santun dalam lingkungan.
e. Sopan santun terhadap orang lain.

RASA MALU SOPAN SANTUN DAN SALING MENGHARGAI


I. RASA MALU
A. Pengertian rasa malu

2
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya salah satu perkara yang
telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu,
berbuatlah sesukamu.’”

Perintah tersebut mengandung arti peringatan dan ancaman Maksudnya, jika engkau tidak
punya rasa malu, maka berbuatlah apa saja sesukamu karena sesungguhnya engkau akan diberi
balasan yang setimpal dengan perbuatanmu itu, baik di dunia maupun di akhirat atau kedua-
duanya.

Perintah tersebut mengandung arti penjelasan. Maksudnya, barangsiapa tidak memiliki rasa
malu, maka ia berbuat apa saja yang ia inginkan, karena sesuatu yang menghalangi seseorang
untuk berbuat buruk adalah rasa malu. Jadi, orang yang tidak malu akan larut dalam perbuatan
keji dan mungkar, serta perbuatan-perbuatan yang dijauhi orang-orang yang mempunyai rasa
malu.
Jadi bisa kita simpulkan bahwa arti malu itu adalah satu perasaan negatif,tidak enak hati
dan rendah diri yang timbul dalam diri seseorang akibat daripada kesadaran diri mengenai
perlakuan tidak senonoh atau tidak sesuai dengan hati nurani yang dilakukan oleh dirinya sendiri.

Setiap orang yang normal mempunyai perasaan malu. Tetapi setiap masyarakat mempunyai
pandangan yang berbeda mengenai malu. Sehubungan itu, pendapat mengenai apa yang
dimaksudkan malu, apa yang mendatangkan malu serta tindakan yang harus untuk mengatasi
perasaan malu berbeda-beda dari satu masyarakat ke satu masyarakat yang lain. Ini adalah
karena dalam konsep malu dan segan ini sebenarnya terkandung satu sistem nilai dan
kepercayaan sebuah masyarakat itu sendiri.

Malu dalam masyarakat Melayu mempunyai 3 lapis pengertian, yaitu:


 Malu Sebagai Perasaan
 Malu Sebagai Tanda Harga Diri
 Malu Sebagai Fungsi Kawalan Sosial

 Malu dalam perasaan


Malu merupakan perasaan rendah diri ataupun berasa segan terhadap kekurangan yang ada
pada diri sendiri apabila dibandingkan dengan orang lain. Kekurangan ini boleh diartikan sebagai
kebodohan, kejahilan, tidak setimpal, tidak seperti, maupun tidak setaraf. Individu yang

3
mengalami perasaan begini selalunya menganggap dirinya lebih kecil dan hina daripada orang
lain yang dianggapnya mempunyai serba kelebihan pula.

 Malu sebagai tanda harga diri


Dari segi kehidupan bermasyarakat, perasaan malu itu berkaitan dengan maruah, harga diri
dan air mukanya seseorang. Orang yang mendapat malu beranggap bahwa maruah, harga diri
dan air mukanya telah tercemar. Dalam keadaan ini, kedudukan sosialnya telah terjejas dan
menjadi rendah. Ketercemaran ini berawal daripada perlakuannya sendiri dan juga oleh tekanan
sosial.
Malu dianggap sebagai tanda harga diri karena dikatakan seseorang itu dapat merasai
maruah dan harga dirinya apabila seseorang mempunyai perasaan malu. Sehubungan itu, malu
merupakan sesuatu yang baik bagi orang yang bermaruah kerana perasaan ini sebenarnya dapat
mendorong seseorang untuk menjaga maruah dan harga diri.

Bagi mereka yang tidak mempunyai perasaan malu, mereka lazimnya dianggap orang yang
tidak tahu harga diri. Pemerian untuk mereka ini ialah “Tidak tahu malu” dan “muka tebal”.
Orang yang tidak tahu malu biasanya merupakan celaan orang ramai dalam masyarakat Melayu.

Perasaan malu sebagaimana yang dikaitkan dengan maruah, dan harga diri amat penting
dipupuk kepada anggota-anggota masyarakat. Dengan memberi kesadaran mengenai perasaan
malu yang ada pada diri seseorang itu boleh menjadi penghalang atau benteng yang penting bagi
anggota masyarakat agar tidak melakukan sesuatu yang dianggap menyeleweng. Daripada itu
malu boleh dikaitkan dengan fungsi kawalan social.

 Malu Sebagai Fungsi Kawalan Sosial.


Malu merupakan satu perasaan negatif yang timbul daripada kesadaran diri seseorang
mengenai perlakuan yang tidak senonoh. Daripada itu, seseorang akan menjauhkan diri daripada
perlakuan yang buruk daripada terkena. Dari segi ini, malu sememangnya boleh mengawal
tingkah laku seseorang dan dengan itu memainkan fungsi kawalan sosial.

Masyarakat Melayu yang hidup secara berkeluarga juga menguatkan lagi fungsi malu
sebagai kawalan sosial. Dalam masyarakat Melayu seseorang itu bukan saja akan menanggung

4
malu daripada perbuatannya sendiri malah akan menanggung malu daripada perbuatan ahli
keluarganya. Ini adalah karena keluarga Melayu yang mempunyai perasaan erat terhadap
keluarganya sendiri dan juga karena masyarakat Melayu menganggap bahwa seseorang itu
terikat kepada keluarganya. Misalnya, seorang anak akan menyebabkan ibu bapa mereka malu
sekiranya ia telah melakukan sesuatu yang jahat seperti mencuri. Dalam peribahasa Melayu,
tindakan anak ini diperikan sebagai “menconteng arang di muka ibu bapa”.

Bagi mengelakkan diri mereka menanggung malu seseorang itu akan cuba mengawal ahli
keluarga mereka supaya tidak melakukan perbuatan yang buruk. Di sini, sekali lagi kita boleh
lihat bahwa malu telah memainkan satu fungsi kawalan sosial

B. Malu sebagian dari iman


Dalam ajaran agama disebutkan “malu adalah sebagian dari iman “.ini berarti bahwa malu
merupakan salah satu nilai budi pekerti yang harus di miliki oleh manusia.Dan juga Rasulullah
SAW bersabda, “Memiliki rasa malu itu merupakan manifistasi dari iman” (HR. Bukhari).

Pengertian malu menurut bahasa ialah perubahan dan peralihan sikap manusia karena takut
atau khawatir terhadap sesuatu perbuatan yang menyebabkan dirinya dicela orang lain. Menurut
syara’ yang dsebut dengan malu adalah peringai yang membangkitkan seseorang untuk menjauhi
perbuatan-perbuatan buruk dan mencegah dirinya dari kelengahan terhadap hak yang menjadi
milik orang lain. Malu ini termasuk ke dalam golongan kesempurnaan ahlak dan kegemaran
kepada sebutan baik. Orang yang tidak mempunyai rasa malu pasti rendah ahlaknya dan tak
mampu mengendalikan hawa nafsunya.
Nabi Muhammad Saw adalah seorang yang tinggi perangainya, dalam sebuah riwayat
dikisahkan bahwa Rasulullah Saw adalah seorang yang sangat pemalu, lebih pemalu dari seorang
gadis yang dipingit. “Adalah Rasulullah Saw, lebih pemalu dari gadis dalam pingitan. Dan bila
terjadi sesuatu yang tidak disukainya, kami dapat mengenal dari wajahnya”. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Dalam kajian aqidah akhlak Sifat malu terbagi menjadi tiga.
1. Malu kepada diri sendiri.
Orang yang mempunyai malu terhadap dirinya sendiri, saat melihat dirinya sangat sedikit sekali
amal ibadah dan ketaatannya kepada Allah SWT serta kebaikannya kepada masyarakat di
lingkungannya, maka rasa malunya akan mendorongnya untuk meningkatkan amal ibadah dan
ketaatan kepada Allah SWT. Orang yang mempunyai rasa malu terhadap dirinya sendiri, saat

5
melihat orang lain lebih berprestasi darinya, dia akan malu, dan dia akan mendorong dirinya
untuk menjadi orang yang berpresetasi.

2. Malu kepada manusia.


Orang yang merasa malu terhadap manusia akan malu berbuat kejahatan dan maksiat. Dia tidak
akan menganiaya dan mengambil hak orang lain. Walaupun malu yang seperti ini bukan didasari
karena Allah SWT melainkan karena dorongan rasa malu terhadap orang lain, tapi insyaAllah
orang tersebut mendapat ganjaran dari Allah SWT dari sisi yang lain. Tapi perlu dicatat, orang
yang merasa malu karena dorongan adanya orang lain yang memperhatikan, sementara ketika
sendiri dia tidak malu, maka sama artinya orang itu merendahkan dan tidak menghargai dirinya.
3. Malu kepada Allah SWT.
Malu seperti ini akan menimbulkan kesan yang baik. Orang yang memiliki rasa malu terhadap
Allah SWT akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya, karena ia yakin bahwa Allah SWT
senantiasa melihatnya
Bila kita kembali kepada hadits Rasulullah yang mengatakan rasa malu adalah manifestasi
dari iman, maka hanya orang-orang yang imannya menancap kuat dan tumbuh yang memiliki
tingkat sensitivitas rasa malu yang sangat tinggi.

Perkembangan jaman yang demikian itu merupakan fakta yang tidak bias di bantah.Namun
kita manusia yang memiliki hati nurani dan etika orang timur hendaknya kita bangkit dan
berjuang membangun kembali rasa malu diri dan masyarakat kita dari berbuat hal-hal yang
bertentangan dengan hati nurani dan rasa etika.

C. Malu berbuat salah


Malu adalah sifat alami manusia,tak terbayangkan jika manusia sudah tidak mempunyai rasa
malu dan berbuat semauanya, mengangap sesuatu yang tabu/tak pantas di masyarakat menjadi
pantas!!namun malu yang di maksud di sini adalah malu berbuat salah yang tidak sesuai dengan
suara hati nurani dan norma masyarakat serta norma agama.

Rasa malu yang dianjurkan pada kita masyarakat yang bermoral dan beretika beberapa
contohnya yaitu malu jika tidak menghormati orang lain,malu jika membuang sampah
sembarangan dan malu jika kita menipu.

Contoh kecil saja rasa malu yang dianjurkan dimiliki oleh kita sebagai mahasiswa yaitu
malu jika kita menyontek waktu ada ulangan.Dan juga malu jika berpenampilah lusuh dan tidak
rapi.

6
Tetapi persoalannya,pada masyarakat sekarang rasa malu itu sudah jarang bahkan contoh kecil
diatas saja malah sepertinya sudah menjadi kebiasaan oleh kita dan masyarakat. Allah Azza wa
Jalla saja Maha Pemalu dan menyukai sifat malu serta mencintai hamba-hamba-Nya yang
pemalu,jadi oleh sebab itu kita mulai dari sekarang untuk menanamkan rasa malu dalam
kehidupan kita supaya sifat malu kita dapat mendorong kita untuk meninggalkan perbuatan-
perbuatan yang buruk.dan kita tidak malu untuk melakukan perbuatan yang terpuji.

D. Menumbuhkan rasa malu


Menumbuhkan rasa malu dalam kehidupan itu ada banyak cara diantaranya yaitu dengan
mulai dari yang kecil dari diri kita sendiri yaitu dengan membiasakan berkata jujur dan
berperilaku yang benar,pada saat kita bertingkah laku sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan
maka jika kita memang dari awalnya sudah biasa melakukan kebaikan maka sikap dan perilaku
kita akan baik tetapi jika kita terbiasa berbuat salah maka perilaku kita juga akan selalu salah.
Karena dalam kehidupan manusia yang selalu berbuat salah jika mereka berbuat benar
malah mereka merasa malu karena mereka sudah terbiasa berbuat salah dan jika manusia itu
terbiasa berbuat benar maka jika mereka salah mereka juga akan malu berbuat salah karena
mereka terbiasa berbuat benar maka dari itu mulai dari sekarang kita harus membiasakan berkata
dan berperilaku yang benar karena itu adalah awal supaya kita sebagai mahkluk yang berbudaya
dapat menumbuhkan lagi rasa malu dalam diri kita.
Dan cara lainnya menumbuhkan rasa malu yaitu dengan mempertegas hukuman bagi
pelanggar kejahatan karena tanpa adanya tindakan yang tegas bagi mereka yang melanggar maka
rasa malu pada masyarakat akan semakin kecil bahkan semakin tidak ada,sebaliknya jika
hukuman bagi palanggar hokum di pertegas maka maka rasa malupun akan tumbuh.dan cara
lainnya yaitu dengan mempertebal penanaman moralitas agama karena moralitas agama adalah
jalur cukup kuat dalam menanamkan rasa malu seseorang

II. SOPAN SANTUN


A. Pengertian sopan santun
Sopan santun merupakan istilah bahasa jawa yang dapat diartikan sebagai perilaku
seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong dan
berakhlak mulia. Pengejawantahan atau perwujudan dari sikap sopan santun ini adalah perilaku
yang menghormati orang lain melalui komunikasi menggunakan bahasa yang tidak meremehkan
atau merendahkan orang lain. Dalam budaya jawa sikap sopan salah satu nya ditandai dengan
perilaku menghormati kepada orang yang lebih tua, menggunakan bahasa yang sopan, tidak

7
memiliki sifat yang sombong. Pengertian dari sopan-santun dalam Wikipedia dijelaskan bahwa
sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok itu. Norma
kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di
berbagai tempat, lingkungan, atau waktu. Contoh-contoh norma kesopanan ialah:

1. Menghormati orang yang lebih tua.


2. Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.
3. Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong.
4. Tidak meludah di sembarang tempat.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sopan_santun)

Sikap sopan santun ini tidak sekedar hanya dipelajari di sekolah, namun sekolah perlu
merancang mekanisme penerapan budaya sopan santun dalam kehidupan di sekolah.Disamping
itu sekolah berkerjasama dengan keluarga untuk berperan membiasakan sikap sopan santun bagi
anak mereka ketika di rumah dan di lingkungan sekitar. Peran orang tua di rumah dalam
membiasakan sikap sopan santun bagi anaknya sangat penting mengingat sebagaian besar waktu
anak lebih banyak di rumah. Di sekolah mungkin lebih pada penguatan mengenai pentingnya dan
makna dari berperilaku sopan santun. Dengan demikian kerja sama yang baik antara sekolah dan
orang tua anak dalam mendidik anak tidak lagi hanya sebatas pada pembagian tugas atau orang
tua menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah namun perlu ada kerja sama dalam pelaksanaan
proses pendidikan itu sendiri.

B. Strategi Pembudayaan Sopan santun


Pembudayaan merupakan suatu proses pembiasaan. Pembudayaan sopan santun dapat
dimaksudkan sebagai upaya pembisaan sikap sopan santun agar menjadi bagian dari pola hidup
seseorang yang dapat dicerminkan melalui sikap dan perilaku keseharian. Sopan santun sebagai
perilaku dapat dicapai oleh anak melalui berbagai cara. Salah satu yang di bahas dalam makalah
ini adalah melalui proses pembudayaan. Proses ini dapat dilakuakn di rumah dan disekolah.
Pembudayaan sopan santun di rumah dapat dilakukan melalui peran orang tua dalam mendidik
anaknya. Orang tua dapat melakukan hala-hal sebagai berikut:

1. Orang tua memberikan contoh-contoh penerapan perilaku sopan santun di depan anak.
Contoh merupakan alat pendidikan yang sekaligus dapat memberikan pengetahuan pada
anak tentang makna dan implementasi dari sikap sopan santun itu sendiri. Menurut pendapat
Dyah Kusuma (2009) seperti yang dimuat dalam http://indteacher.wordpress.com/2009/05/06/

“pembentukan perilaku sopan santun sangat dipengaruhi lingkungan. Anak pasti menyontoh
perilaku orang tua sehari-hari. Tak salahlah kalau ada yang menyebutkan bahwa ayah/ibu

8
merupakan model yang tepat bagi anak. Di sisi lain, anak dianggap sebagai sosok peniru yang
ulung. Lantaran itu, orang tua sebaiknya selalu menunjukkan sikap sopan santun. Dengan begitu,
anak pun secara otomatis akan mengadopsi tata- krama tersebut.”

2. Menanamkan sikap sopan santun melalui pembiasaan. Anak dibiasakan


bersikap sopan dalam kehidupan sehari hari baik dalam bergaul dalam satu keluarga
maupun dengan lingkungan. Seperti yang diungkapkan oleh Dyah Kusuma (2009) dalam
http://indteacher.wordpress.com/2009/05/06/ yaitu:

“Kelak, anak yang dibiasakan dari kecil untuk bersikap sopan santun akan lebih mudah
bersosialisasi. Dia akan mudah memahami aturan-aturan yang ada di masyarakat dan mau
mematuhi aturan umum tersebut. Anak pun relatif mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
baru, supel, selalu menghargai orang lain, penuh percaya diri, dan memiliki kehidupan sosial
yang baik. Pen-dek kata, dia tumbuh menjadi sosok yang beradab.”

3. Menanamkan sikap sopan santun sejak anak masih kecil,


Anak yang sejak kecil dibiasakan bersikap sopan akan berkembang menjadi anak yang
berperilaku sopan santun dalam bergaul dengan siapa saja dan selalu dapat menempatkan dirinya
dalam suasana apapun. Sehingga sikap ini dapat diajadikan bekal awal dalam membina
Pembudayaan sikap sopan santun di sekolah dapat dilakukan melalui program yang dibuat oleh
sekolah untuk mendesain skenario pembiasaan sikap sopan santun. Sekolah dapat melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Peran sekolah dalam membiasakan sikap sopan santun dapat dilakukan dengan memberikan
contoh sikap sopan dan santun yang ditunjukkan oleh guru. Siswa sebagai pembelajar dapat
menggunakan guru sebagai model. Dengan contoh atau model dari guru ini siswa dengan mudah
dapat meniru sehingga guru dapat dengan mudah menananmkan sikap sopan santun.
2. Guru dapat sekalu mengitegrasikan perilakuk sopan santun ini dlam setiap mata pelajaran,
sehingga tanggungjawab perkembanagn anak didik tidak hanya menjadi beban guru agama,
pendidikan moral pancasila, dan guru BP.
3. Guru agama, guru pendidikan moral pancasila dan guru BP dapat melakukan pembiasaan yang
dikaitkan dalam penillain secara afektif. Penilaian pencapain kompetensi dalam 3 matapelajaran
ini hendaknya difokuskan pada pencapain kompetensi afektif. Kompetensi kognitif hanya
sebagai pendukung mengusaan secara afektif.

“Dari sudut substansi, guru pembimbing mempunyai dasar keilmuan yang relevan sebagai
jembatan menuju prilaku yang berbudi pekerti luhur. Mungkin yang perlu diperkaya dan
dikembangkan adalah pemahaman tentang berbagai nilai dan norma serta aturan yang berlaku
dalam masyarakat. Demikian pula halnya dengan metodologi, semua metode dan pendekatan

9
yang bisa digunakan dalam bimbingan dan konseling berpeluang besar untuk membentuk dan
memantapkan budi pekerti peserta didik.” (http://www.analisadaily.com)

III. SALING MENGHARGAI


Salah satu kecenderungan bahkan kebiasaan orang beriman adalah selalu ingin berbuat
baik kepada orang lain, baik memiliki hubungan kekerabatan atau tidak, yang dikenal maupun
tidak dikenal. Orang beriman selalu ingin berbuat baik, karena itu merupakan salah satu cara
dalam bersyukur kepada Allah Swt atas kebaikan-kebaikan yang diberikan kepadanya (QS Al-
Qasas/28 : 77).
Kata menghargai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti bermacam-
macam, di antaranya memberi, menentukan, menilai, membubuhi harga, menaksir harga,
memandang penting (bermanfaat, berguna), menghormati. Karya orang lain adalah hasil
perbuatan manusia berupa ‘suatu karya’ yang baik (positif) yaitu hasil dari ide, gagasan manusia
seperti seni, karya budaya, cipta lagu, mesin, atau sesuatu produk yang bermanfaat atau berguna
untuk orang lain.
Menghargai hasil karya orang lain merupakan salah satu upaya membina keserasian dan
kerukunan hidup antarmanusia agar terwujud suatu kehidupan masyaraakat yang saling
menghormati dan menghargai sesuai dengan harkat dan derajat seseorang sebagai manusia.
Menumbuhkan sikap menghargai hasil karya orang lain merupakan sikap yang terpuji karena
hasil karya tersebut merupakan pencerminan pribadi penciptanya sebagai manusia yang ingin
dihargai.
Kecenderungan manusia secara alamiah adalah keinginan untuk mendapat tanggapan
atau penghargaan atas apa yang dilakukannya. Kebutuhan untuk menuangkan ekspresi diri secara
positif telah mendorong setiap orang untuk terus menghasilkan karya terbaik demi kebaikan
dirinya dan orang lain. Oleh karena itu, upaya dan hasil karya kreatif yang berguna bagi
kemaslahatan orang banyak sudah selayaknya memperoleh penghargaan yang positif pula.
Menghormati dan menghargai hasil karya orang lain harus dilakukan tanpa memandang
derajat, status, warna kulit, atau pekerjaan orang tersebut karena hasil karay merupakan
pencerminan dari pribadi seseorang. Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan sesuatu
sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan berarti bagi semua
orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa, atau hal yang lainnya.
Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap
menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat
menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih lebih
dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh,
ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi
dan menerima saran, pendapat, atau nasihat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa

10
sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mampu menekan ego
pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melalui pendidikan akhlak.
Selanjutnya, ia akan selalu terdorong untuk berbuat yang baik kepada orang lain.

Artinya : Dari Abu Syaibah bahwa Nabi saw. bersabda “Setiap perbuatan yang baik adalah
sedekah”(HR Muslim)
Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah
dan santai, tetapi dengan perjuangan yang gigih, ulet, kerajinan, dan ketekunan serta dengan
resiko yang menyertainya. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan atas jerih payah
tersebut. Isyarat mengenai keharusan seseorang bersungguh-sungguh dalam berkarya dijelaskan
dalam Al-Qur’an sebagai berikut :

a. Sikap Menghormati dan Menghargai Kehidupan Keluarga


Dalam suatu keluarga biasanya terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya. Bahkan dalam
keluarga di masyarakat kita, tidak jaranf ada juga anggota keluarga lain yang tinggal bersama.
Misalnya saja anggota keluarga yang lain itu seperti kakek/nenek, adik/kakak dari pihak
ibu/bapak, saudara sepupu, dan semacamnya. Di antara anggota keluarga itu harus ada
sikap/perilaku saling menghormati serta saling menghargai. Perwujudan sikap/perilaku saling
menghormati dan menghargai itu antara lain melalui sikap, ucapan, dan perbuatan yang
menyenangkan dan bermanfaat.
Dalam interaksi antara suami dan istri misalnya suami dianggap menghormati dan
menghargai istri apabila ia memenuhi hak-hak istrinya dan menjalankan kewajibannya sebagai
istri dengan sebaik-baiknya pula.
Dalam interaksi antara anak dan orangtuanya misalnua setiap anak harus menyadari
bahwa kedua orangtuanya, merupakan irang-orang yang paling berjasa. Oleh karena itu, si anak
wajib menghormati dan menghargai kedua orang tuanya dengan cara berbakti kepada mereka.
Seorang anak dianggap berbakti kepada kedua orang tuanya, apabila sikap, tutur kata, dan
perbuatannya menyenangkan serta mendatangkan manfaat bagi mereka.

Artinya : “Keridhaan Allah tergantung pada keridhaan kedua orang tua dan kemurkaan
Allah tergantung pada kemurkaan kedua orang tuanya. “ (H.R. Turmidzi)
Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda :

Artinya : “Barangsiapa yang berbakti kepada kedua orang tua, maka berbahagialah ia
dan Allah akan menambahkan kebahagiaan dalam hidupnya.” (H.R. Abu Ya’la dan Tabrani)
Bila dalam suatu keluarga sikap saling hormat-menghormati dan harga menghargai ini
diterapkan, tentu keluarga tersebut akan menjadi keluarga yang damai dan bahagia.

11
b. Sikap Menghormati dan Menghargai Kehidupan Bertetangga
Tetangga ialah orang-orang yang tempat tinggalnya berdekatan dengan tempat tinggal
kita. Bersikap menghormati dan menghargai tetangga termasuk akhlak mulia serta meruakan
tanda dari tanda-tanda orang beriman. Rasulullah bersabda :

Artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia
menghormtai tetangganya” (H.R. Muslim)

Allah SWT berfirman, yang artinya :


“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-ana yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-
Nisa, 4 :36)

Seseorang dianggap menghormati dan menghargai tetangganya, apabila sikap, ucapan, dan
perbuatannya itu baik, diridhai Allah serta mendatangkan manfaat. Termasuk ke dalam
perbuatan yang baik, apabila seseorang melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap
tetangganya. Rasulullah SAB bersabda yang artinya : “Saya, (Mu’awiyan bin Jundup r.a, seorang
sahabat Nabi Muhammad SAW) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah kewajiban tetangga
terhadap tetangganya?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Jika sakit Anda jenguk, jika mati Anda
antarkan jenazahnya, jika meminjam uang Anda pinjami, jika kekurangan Anda tutupi, bila
mendapat kebaikan Anda beri selamat, bila mendapat kesusahan Anda hibur, jangan
meninggikan bangunanmu di atas bangunannya, sehingga menghalangi datangnya angin
kepadanya dan jangan diganggu dengan bau masakanmu, kecuali Anda memberi hadiah
kepadanya dari masakan itu.” (H.R. Tabrani)

Juga Rasulullah bersabda :


Artinya : “Wahai Abu Zar, jika Anda memasak hendaklah Anda perbanyak kuahnya dan
berilah hadiah kepada tetanggamu.” (H.R. At-Tirmidzi dan Annasa’i)
Jika berbuat baik kepada tetangga itu, merupakan suruhan Allah SWT, karena akan
mendatangkan manfaat, maka berbuat jahat kepada tetangganya termasuk ke dalam larangan-
Nya karena akan mendatangkan kerugian. Rasulullah bersabda :

12
Artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti
tetangganya, dan pesan memesan yang baiklah kamu kepada wanita.” (H.R. Bukhari).
Seseorang dianggap menyakiti tetangganya apabila ia bertutur kata keji, melakukan ghibah,
fitnah, dan mengadu domba (namimah). Sedangkan perbuatan yang dianggap menyakiti tetangga
seperti melakukan penganiayaan, melakukan pencurian, dan berzina dengan tetangga.
Seseorang yang berbuat jahat pada tetangganya dengan cara-cara seperti tersebut di atas
tentu akan memperoleh kerugian-kerugian. Dia tidak akan disenangi dalam pergaulan,
memperoleh kesulitan-kesulitan dan di alam akhirat kelak akan ditempatkan di neraka.
Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : “Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari
gangguannya.” (Al-hadist)

c. Sikap Menghormati dan Menghargai Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara

1. Guru dan Ulama


Guru dan ulama merupakan orang-orang yang berjasa. Sudah selayaknya setiap orang
menghormati dan menghargai guru dan ulama. Seseorang dianggap menghormati dan
menghargai guru dan ulama apabila ia bersikap dan bertutur kata sopan yang menyenangkan hati
serta menghindarkan diri dari sikap dan tutur kata jahat yang melukai hati. Demikian juga
seorang dianggap menghormati guru dan ulama apabila dapat mengambil manfaat dari apa yang
disampaikan oleh mereka.

2. Orang yang Lebih Tua dan Lebih Muda


Orang yang senantiasa menghormati orang yang lebih tua atau pun sudah lanjut kelak di
masa tuanya ia akan dihormati pula oleh orang yang lebih muda.

3. Teman Sejawat dan Teman Sebaya


Seseorang biasanya bergaul dengan orang-orang yang sejawat atau sebaya daripada
bergaul dengan orang-orang yang tidak sejawat dan tidak sebaya. Oleh karena itu, hubungan
dengan teman sejawat hendaknya saling menghormati dan menghargai. Apabila hubungan
antarteman sejawat sudah saling menghormati dan menghargai biasanya akan diikuti oleh
perilaku yang terpuji. Misalnya, saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan dan bekerja
sama untuk kebahagiaan dan kemajuan bersama.

4. Kaum Dhu’afa

13
Ada pun terhadap kaum dhu’afa dari kalangan kaum fakir miskin dan anak-anak terlantar,
yang tidak mampu berusaha, tetap harus dihargai dan dihormati dengan sikap dan tuur kata yang
baik serta dengan perbuatan yang bermanfaat.

5. Terhadap Lawan Jenis


Dalam pergaulan antara pria dan wanita hendaknya saling menghormati dan menghargai
baik dengan sikap dan tutur kata yang sopan maupun dengan perbuatan baik yang diridhai oleh
Allah. Salah satu bentuk dari saling menghargai antara pria dan wanita adalah hendaknya mereka
berusaha agar tidak terjadi fitnah.

6. Terhadap Orang yang Berlainan Agama


Dalam bergaul dengan umat beragama lain, umat Islam harus berpegang teguh dengan apa
yang telah dianutnya. Meskipun begitu, tetap harus menghormati dan menghargai orang yang
berlainan agama. Misalnya, tidak mengolok-olok ajaran agama lain, tidak mendiskriminasi orang
yang beragama lain.

7. Terhadap Ulul Amri

Ulul Amri bisa diartikan pemimpin, yang mengurus, mengatur, dan memerintah. Antara
pemimpin dan yang dipimpin hendaknya saling menhormti dan menghargai. Pemimpin
menghormati rakyatnya dengan menjalankan tugas dan kewajibannya dengan ikhlas karena
Allah. Yang dipimpin dianggap menghormati pemimpinnya apabila melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai yang dipimpin dengan niat ikhlas karena Allah.

14

Anda mungkin juga menyukai