B. Hubungan Antara Tujuan laporan Keuangan, Prisnsip Akuntansi, Asumsi dan Konsep
Dasar, Metode dan Prosedur serta Laporan Keuangan
Didalam mencapai fungsi akuntansi maka disusun Prinsip Akuntansi. Penyusunan Prisnsip
Akuntansi didasarkan pada Asumsi-asumsi dan Konsep Dasar. Prinsip Akuntansi yang berlaku
diterapkan melalui berbagai metode dan Prosedur, sehingga menghasilkan laporan Keuangan
yang terdiri dari : Laporan Rugi Laba, Laporan Peubahan Modal, Neraca dan laporan Aliran Kas.
Prinsip Akuntansi
Laporan Keuangan
Lap Perubahan
Neraca Lap Rugi Laba Lap Laba tak Dibagi
Posisi Keu
Gambar 1.1 Hubungan Antara Tujuan laporan Keuangan, Prisnsip Akuntansi, Asumsi dan Konsep
Dasar, Metode dan Prosedur serta Laporan Keuangan
(Tahun 1998 : FASB no 95 berisi prinsip bahwa Laporan Perubahan Posisi
Keuangan diganti menjadi Laporan Aliran Kas)
Dalam Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI – IAI) tujuan Akuntansi Keuangan dan Laporan
Keuangan ada 2 :
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Kualitatif
Tujuan kualitatif berkedudukan sama pentingnya dengan tujuan umum laporan keuangan
dan bersifat saling melengkapi, dimana keduanya meupakan penjelmaan / manifestasi dari
hakekat serta tujuan akuntansi keuangan
2. Tujuan Kualitatif
Tujuan Kualitatif adalah : karakteristik / ciri khas dari informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan sebagai laporan yang bersifat umum, agar laporan keuangan
bermanfaat bagi pemakainya
2
Tujuan Kualitatif laporan keuangan adalah : mutu / kualitas yang terkandung dalam informasi,
terdiri dari ;
a) Relevan
b) Dapat dimengerti
c) Dapat diuji kebenarannya
d) Netral
e) Tepat waktu
f) Dapat diperbandingkan
g) Lengkap
a) Relevan
Relevansi suatu informasi harus dihubungkan dengan maksud penggunaannya agar berguna bagi
para pengambil keputusan yang memerlukan data akuntansi keuangan. Dalam mencapai tujuan
relevansi maka dipilih metode-metode pengukuran dan pelaporan akuntansi keuangan.
b) Dapat dimengerti
Informasi yang dihasilkan harus dapat dimengerti oleh pemakainya, dan dinyatakan dalam bentuk
dan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian para pemakai. Dalam hal ini pemakai juga
harus mempunyai pengetahuan mengenai aktivitas-aktivitas ekonomi perusahaan, proses
akuntansi keuangan dan istilah-istilah teknis yang digunakan dalam laporan keuangan.
d) Netral
Informasi yang disajikan tidak boleh menguntungkan beberapa pihak sehingga diarahkan pada
kebutuhan umum pemakai dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak-pihak
tertentu.
e) Tepat waktu
Informasi harus disajikan sedini mungkin sebagai dasar didalam membantu pengambilan-
pengambilan keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan
tersebut.
f) Daya banding
Informasi laporan keuangan lebih berguna jka dapat dibandingkan dengan lapran keuangan
periode sebelumnya dari perusahaan yang sama atau perusahaan-perusahaan lain pada periode
yang sama. Agar tercapai daya banding antar periode dalam perusahaan maka lebih baik
digunakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun (Prinsip Konsistensi), tetapi jika ada
perubahan metode yang digunakan maka sifat, pengaruh dan alas an perubahan harus
diungkapkan dalam laporan keuangan periode terjadinya perubahan.
g) Lengkap
Informasi akuntansi yang lengkap meliputi semua data akuntansi keuangan yang dapat memenuhi
enam tujuan diatas dan jika ada fakta / informasi tambahan yang dapat mempengaruhi perilaku
dalam pengambilan keputusan harus diungkapkan dengan jelas.
Untuk mencapai tujuannya dan tidak timbul berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan,
praktek akuntansi (keuangan) harus didasarkan pada konsep-konsep, prinsip (akuntansi) yang
lazim, metode dan prosedur-prosedur yang :
1) berorientasi pada penyediaan jasa, terutama untuk pihak ekstern dalam mengambil
keputusan-keputusan ekonomi perusahaan
2) dapat dipercaya, yaitu harus menyajikan fakta dan kegiatan-kegiatan ekonomi perusahaan
yang benar-benar terjadi
3) teliti, jujur dan obyektif (tidak memihak/netral). Laporan keuangan sebagai alat komunikasi
selalu dihadapkan pada kemungkinan timbulnya prasangka pribadi, seperti : interpretasi
(penganalisaan) dan ketidaktelitian.
Seandainya tidak ada prinsip-prinsip akuntansi yang dapat dipakai sebagai pedomam umum
dalam praktek akuntansi, maka berarti tiap-tiap perusahaan harus mengembangkan sendiri-sendiri
landasan dalam penyelenggaraan akuntansinya, akibatnya para pemakai laporan keuangan harus
memahami kebijaksanaan, praktek-praktek akuntansi dan penyajian laporan keuangan dari
3
masing-masing perusahaan. Hal itu berarti sifat / karakteristik informasi yang harus dimiliki oleh
laporan keuangan menjadi hilang.
Kerangka teori akuntansi merupakan suatu sistem pertalian yang erat (koheren) dari
tujuan-tujuan dan konsep-onsep dasar yang saling berubungan, yang dapat mengarahkan
terciptanya prinsip-prinsip yang konsisten serta menggambarkan sifat, fungsi dan keterbatasan
dari akuntansi beserta laporan keuangan yang dihasilkan.
Alasan diperlukannya kerangka teori akuntansi ada 4 (Keyso dan Weygandt 1983) :
1. Agar dapat diperoleh suatu perumusan Prinsip Akuntansi yang benar-benar bermanfaat
2. Agar mampu menanggapi dan mengikuti perkembangan praktek akuntansi yang rumit secepat
mungkin, dengan tetap mengacu pada kerangka teori / konsepsi yang telah dirumuskan
tersebut
3. Agar pengertian dan kepercayaan para pemakai terhadap laporan keuangan yang dihasilkan
semakin meningkat
4. Agar laporan keuangan yang dihasilkan memiliki daya banding / dapat diperbandingkan
Tingkatan Pertama :
Tujuan Pokok Akuntansi
Tujuan
Tingkatan Kedua :
Konsep Dasar Pelaporan Karakteristik Elemen
Mutu Laporan
Informasi Keuangan
Tingkatan Ketiga :
Pedoman Pelaksanaan Asumsi Prinsip Kendala
4
informasi yang diperoleh dari laporan keuangan yang dihasilkan, dimana masing-masing pemakai
mempunyai kebutuhan informasi yang berbeda yang relevan dengan kepentingannya masing-
masing. Tetapi agar dapat memuaskan kebutuhan para pemakai laporan keuangan maka
akuntansi (keuangan) tidak menyelenggarakan aktivitas-aktivitas untuk pihak-pihak tertentu,
Karena jika diselenggarakan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu berarti :
1. Akuntansi kehilangan fungsinya sebagai aktivitas penyedia jasa
Karena : adanya informasi (keuangan) yang berbeda-beda untuk masing-masing pihak
atas transaksi-transaksi yang sama berarti penyelenggaraan akuntansi telah
gagal dan tidak mampu menghasilkan informasi secara lengkap
2. Akuntansi gagal untuk memenuhi fungsinya sebagai suatu system informasi
Karena : tidak adanya keseragaman tentang cara, metode, prosedur, serta tidak adanya
saling hubungan antara informasi yang dihasilkan dan kesimpangsiuran dalam
melaksanakan pengukuran (penilaian) terhadap pengaruh transaksi-transaksi
yang terjadi sehingga data yang dihasilkan sulit dipercaya (tidak dapat dibuktikan
kebenarannya)
3. Akuntansi kehilangan maknanya sebagai suatu fungsi analisis
Karena : tidak adanya dasar landasan kuat dan obyektif yang dipakai dalam melaksanakan
fungsinya, menunjukkan tidak adanya ketelitian, kejujuran dan sikap netral, serta
data yang dihasilkan meragukan. Akibatnya dapat menimbulkan bermacam-
macam penafsiran serta tidak bermanfaat
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka sebaiknya akuntansi (keuangan) menggunakan
cara, metode, prosedur-prosedur tertentu untuk menghasilkan suatu informasi yang lengkap,
obyektif, relevan, jujur, dapat diperbandingkan, sehingga dapat memenuhi akan kebutuhan
informasi dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan.
Dapat Dipahami
Dapat
Relevan
Dipercaya
Menyajikan
Nilai Feedback Tepat Dapat
Netral yang
Prediksi Value Waktu Diperiksa
Seharusnya
Materiality
3. Pedoman Pelaksanaan
Pedoman pelaksanaan digunakan sebagai landasan dalam merumuskan dan aplikasi prinsip
akuntansi.
6
3a. Asumsi
Asumsi dasar adalah : merupakan aspek dari lingkungan dimana akuntansi dilaksanakan
Asumsi dasar yang mendasari struktur akuntansi :
1) Kesatuan Usaha Khusus (Separate Entity / Economic Entity)
2) Kontinuitas Usaha (Going Concern / Continuity)
3) Penggunaan unit moneter dalam pencatatan (Monetery Unit / Unit of Measure)
4) Periode Waktu (Time Period / Periodicity)
2) Kontinuitas Usaha
Dalam asumsi ini dianggap bahwa perusahaan akan hidup terus, dalam arti diharapkan tidak
akan terjadi likuidasi dimasa yang akan datang.
4) Periode Waktu
Laporan-laporan keuangan harus dibuat tepat pada waktunya, agar berguna bagi pihak intern
dan ekstern
Prinsip Akuntansi adalah : suatu pedoman umum yang dipakai dalam penyelenggaran akuntansi.
Sebagai pedoman, prinsip-prinsip akuntansi berisi ketentuan-ketentuan tentang bagaimana Aktiva,
Kewajiban dan Modal, serta Pendapatan dan Biaya harus diidentifikasikan, diukur, dicatat dan
disajikan dalam laporan keuangan.
7
3. Prinsip Mempertemukan
Adalah : mempertemukan antara biaya dengan pendapatan yang timbul karena biaya tersebut
Tujuannya : untuk menyajikan penghasilan bersih (Net Income) yang wajar pada setiap periode
akuntansi.
Prinsip ini menggunakan dasar akrual / dasar waktu dalam pembebanan biaya sehingga setiap
akhir periode diperlukan jurnal penyesuaian untuk mempertemukan antara biaya dengan
pendapatan.
4. Prinsip Konsistensi
Prinsip ini menghendaki setiap perusahaan untuk menerapkan teori, praktik dan metode akuntansi
yang konsisten dari waktu ke waktu, jika ada perubahan hendaknya perubahan-perubahan
tersebut dijelaskan dan dikualifikasi.
8
BAB II
Kas adalah : aktiva lancar yang mempunyai sifat paling likuid (=cair / mudah dipindah tangankan
untuk memenuhi kewajiban, membeli barang dan jasa, dan lain-lain) dan
merupakan alat pertukaran yang diakui oleh masyarakat dan umum, serta dipakai
sebagai ukuran terhadap semua kegiatn ekonomi dalam perusahan maupun ukuran
dalam akuntansi
Kriteria / kategori yang harus dipenui agar suatu alat pembayaran dapat diklasifikasikan sebagai
Kas :
1. dapat diterima oleh umum sebagai alat pembayaran / alat pembayaran kegiatan
perusahaan sehari-hari
2. dapat diterima sebagai setoran sebesar nilai nominalnya oleh Bank
Beberapa hal yang harus dipahami yang berhubungan dengan criteria terhadap kas ;
1. Kertas-kertas berharga yang diterima oleh masyarakat (bisnis) sebagai alat pembayaran
tetapi karena tidak sebesar nilai nominalnya, maka tidak boleh diklasifikasikan sebagai kas,
contoh :
a) Wesel tagih yang diserahkan ke Bank untuk ditagihkan
Wesel tagih tersebut tetap dicatat sebagai Piutang Wesel sampai dilunasi oleh yang
membuat wesel
b) Check mundur (Post Dated Check)
Check mundur tetap dicatat sebafai Piutang sampai tanggal dimana Check tersebut
diuangkan.
Di Indonesia sering terdapat Check mundur yang diterima dipakai untuk membayar
pada pihak lain, maka Check mundur tersebut harus dicatat pada rekening Check
muncur yang termasuk dalam kelompok Piutang
c) Surat-surat Berharga (seperti Saham dan Obligasi)
Saham dan obligasi mungkin dapat segera dijual dan menjadi uang tunai, tetapi
sebelum dijual Surat-surat Berharga tersebut tidak termasuk dalam kas, tetapi
dilaporkan sebagai Investasi jangka Pendek
2. Kertas-kertas berharga yang kadang-kadang diterima sebagai alat pertukaran / pembayaran
sebesar nilai nominalnya tetapi tidak diterima oleh masyarakat (bisnis) / oleh Bank, contoh :
- Perangko
Terkadang perangko dapat digunakan untuk pembayaran yang jumlahnya kecil tetapi
tidak akan diterima sebagai setoran oleh Bank, sehingga tidak termasuk sebagai Kas
(termasuk persediaan perangko sampai dengan dikonsumsi dan menjadi biaya).
3. Uang tunai / yang mendekati uang baik berada dalam perusahaan maupun disimpan di
bank tetapi tidak dapat digunakan untuk kegiatan sehari-hari (Uang Kas yang dibatasi
penggunaannya), maka tidak dikategorikan sebagai Kas, Contoh :
a) Uang yang disisihkan untuk tujuan tertentu : untuk dana pension, untuk pelunasan
hutang jangka panjang, untuk pelunasan usaha / ekspansi, dan lain-lain.
b) Uang yang disimpan di Bank dalam bentuk Giro yang diblokir untuk tujuan tertentu :
garansi, tender, pembukaan L/C-impor.
c) Uang yang disimpan di Bank yang dibatasi Jangka waktu pencairannya kembali :
Deposito Berjangka
9
Uang yang dibatasi penggunaannya dilaporkan terpisah sebagai dana :
- Jika dapat digunakan dalam 1 tahun termasuk dalam kelompok Aktiva Lancar
- Jka tidak dapat digunakan dalam waktu 1 tahun termasuk dalam kelompok Aktiva Tidak
Lancar / Aktiva Tetap
4. Simpanan di bank-bank Luar Negeri
Menimbulkan masalah karena mata uang yang berbeda, sehingga simpanan di Bank luar
negeri harus dikurskan dalam Rupiah. Terkadang simpanan di Bank Luar Negeri tidak dapat
diambil sewaktu-waktu, sehingga dalam Neraca simpanan tersebut dilaporkan terpisah.
5. kas Kecil dan Kas yang ada di cabang-cabang termasuk dalam Kas, karena memenuhi
kriteria diatas
6. Cek-cek yang sudah ditulis tetapi belum diserahkan kepada pihak yang dibayar tidak dapat
dicatat ada pengeluaran Kas.
Jika pada waktu menulis Check sudah dikreditkan ke rekening Kas, maka pada akhir
periode jika Checknya belum diserahkan ke pihak yang dibayar harus dibuat jurnal untuk
mendebit kembali rekening Kas
Pengawasan Kas
Dalam perusahaan kecil, pemilik perusahaan dapat melakukan pengawasan atas semua
operasi perusahaan melalui pengawasan dan terlibat langsung dalam operasi perusahaan. Contohnya
: pemilik akan menangani sendiri kegiatan seperti pembelian atas barang / jasa yang digunakan
perusahaan, mengangkat dan mengawasi karyawan, menangani kontrak, menandatangani cek,
(pemilik sekaligus merangkap sebagai manajer.
Tetapi jika perusahaan berkembang menjadi perusahaan besar, maka hal-hal tersebut sulit
dilaksanakan seluruhnya oleh pemiliknya sendiri.Oleh karena itu untuk mengatasinya manajer harus
mendelegasikan wewenangnya dan untuk pengawasannya mengandalkan pada prosedur-prosedur
pengendalian intern.
10
Sistem pengendalian intern pada perusahaan satu dengan yang lain berbeda-beda,
tergantung pada beberapa faktor seperti : besar kecilnya perusahaan dan sifat operasi
perusahaan.Tetapi pada prinsipnya ada 7 pengendalian intern yang pokok, yaitu :
a) penetapan tanggung jawab secara jelas
b) penyelenggaraan pencatatan yang memadai
c) pengassuransian kekayaan dan karyawan perusahaan.
d)Perusahaan antara masing-masing fungsi operasi, pencatatan dan penyimpanan
e)pemisahan tanggung jawab atas transaksi – transaksi yang berkaitan
f) pemakaian peralatan mekanis (bila memungkinkan)
g) pelaksanaan pemeriksaan secara independen
Prosedur-prosedur pengendalian intern terhadap Kas antara lain terdiri dari:
a) Prosedur-prosedur dalam pengawasan penerimaan Kas :
– fungsi-fungsi yang terkait dalam penerimaan Kas harus ditujukkan dengan jelas, beserta
tanggung jawabnya
– Setiap penerimaan Kas harus segera dicatat dan disetorkan ke Bank
– harus dipisahkan antara fungsi operasi (penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran Kas)
dan juga fungsi pencatatan Kas
– pembuatan laporan Kas setiap hari dan pengawaswan secara ketat terhadap fungsi-fungsi
yang terkait dengan Kas
b) Prosedur-prosedur dalam pengawasan pengeluaran Kas :
– semua pengeluaran Kas dalam jumlah besar menggunakan Cek
– dibentuk kas kecil untuk pengeluaran-pengeluaran dalam jumlah kecil yang diawasi
dengan ketat
– penulisan Cek hanya dilakukan jika didukung bukti-bukti pengeluaran / dokumen-dokumen
yang lengkap (digunakan Sistem Voucher)
– dipisahkan antara pihak-pihak yang mengumpulkan bukti-bukti pengeluaran, yang menulis
Cek, menandatangani Cek dan yang mencatat pengeluaran Kas
– pemeriksaan Intern secara mendadak terhadap Kas oleh pemeriksa Independen
– Pembuatan laporan pengeluaran Kas harian
B. KAS KECIL
adalah : sejumlah uang / Kas yang disediakan didalam perusahaan untuk membayar pengeluaran-
pengeluaran dalam jumlah Kecil Kecil dan tidak efektif jika dilakukan melalui Cek. (dalam
perusahaan besar, Kas Kecil yang dibentuk kemungkinan tidak hanya satu macam).
Dana Kas Kecil diserahkan kepada Kasir Kas Kecil yang bertanggung jawab terhadap pengeluaran-
pengeluaran dari dana Kas Kecil dan terhadap jumlah dana Kas Kecil.
Pembentukan dana Kas Kecil dengan cara : menaksir jumlah Kas diperlukan untuk
pengeluaran-pengeluaran dalam jumlah kecil selama jangka waktu tertentu (contoh : seminggu,
sebulan) selanjutnya perusahaan mengeluarkan Cek dan menyerahkan kepada Kasir Kas Kecil untuk
diuangkan.
Jika jumlah uang Kas Kecil tinggal sedikit atau jumlahnya dirasa terlalu kecil maka Kasir Kas
Kecil meminta agar dananya ditambah, atau jika dirasa jumlah Kas Kecil terlalu besar maka jumlah
Kas Kecil dikurangi.
Metode pencatatan Dana Kas Kecil ada 2 :
1) Sistem Dana Tetap (Imprest Fund Method)
2) Sistem Dana Fluktuasi (Fluctuating Fund Method)
Contoh :
1) Pada tanggal 1 Desember 2005 PT XYZ membentuk dana Kas Kecil sebesar Rp. 500.000,-
2) Pada tanggal 15 Desember 2005 Kasir Kas Kecil membuat laporan pertanggungjawaban
pengeluaran-pengeluaran Kas Kecil untuk keperluan pengisian kembali Kas Kecil (untuk
pengeluaran tanggal 1 Des s/d 15 Des 2005)
3) Pada tanggal 31 Desember 2005 PT XYZ melakukan Tutup Buku, jika :
a) PT XYZ membuat pertanggungjawaban pengeluaran-pengeluaran Kas Kecil untuk
keperluan pengisian kembali (pengeluaran 16 Des s/d 31 Des 2005)
b1) PT XYZ tidak melakukan pengisian kembali dana Kas Kecil (untuk pengeluaran 16 Des
s/d 31 Des 2005)
b1.2) Tanggal 2 januari 2006 PT XYZ membuat jurnal pembalik
b1.3) Tanggal 3 Januari 2006 PT XYZ melakukan pengisian kembali dana Kas Kecil
4) Pada tanggal 5 Januari 2006, jika :
a) Dana Kas Kecil dianggap terlalu besar Rp. 100.000,- sehingga seharusnya hanya Rp.
400.000,-
b) Dana Kas Kecil dianggap terlalu kecil Rp. 150.000,- sehingga seharusnya Rp. 650.000,-
Soal : buatlah ayat-ayat jurnal untuk mencatat transaksi-transaksi yang berhubungan dengan dana
Kas Kecil menggunakan “Metode Imprest”!
Jawaban :
12
Biaya Rapat 37.300,-
Biaya Makan Minum karyawan 25.100,-
Biaya Supplies Kantor 190.350,-
Biaya Cetak 57.100,-
Selisih Kas Rp. 3.450,-
Kas 476.400,-
(Pengisian Kembali Dana Kas Kecil)
3a) Tanggal 31 Desember 2005 :tidak membuat Jurnal Penyesuaian karena dilakukan pengisian
kembali Dana Kas Kecil
Persediaan Supplies Kantor Rp. 12.000,-
Biaya Air, Listrik 84.000,-
Biaya Telepon 60.000,-
Surat Kabar 45.000,-
Biaya Rapat 42.300,-
Biaya Makan Minum karyawan 36.200,-
Biaya Supplies Kantor 153.400,-
Biaya Cetak 41.300,-
Selisih Kas 6.600,-
Kas 480.800,-
(Pengisian Kembali Dana Kas Kecil)
3b1) Tgl 31 Desember 2005 : membuat “Jurnal Penyesuaian” karena tidak ada pengisian Kas Kecil.
Persediaan Supplies Kantor Rp. 12.000,-
Biaya Air, Listrik 84.000,-
Biaya Telepon 60.000,-
Surat Kabar 45.000,-
Biaya Rapat 42.300,-
Biaya Makan Minum karyawan 36.200,-
Biaya Supplies Kantor 153.400,-
Biaya Cetak 41.300,-
Selisih Kas 6.600,-
Kas kecil 480.800,-
(Pengisian Kembali Dana Kas Kecil)
3b1.2) Tanggal 31 Desember 2005 : membuat “Jurnal Pembalik” atas penyesuaian sebelumnya
Kas kecil Rp. 480.800,-
Persediaan Supplies Kantor Rp. 12.000,-
Biaya Air, Listrik 84.000,-
Biaya Telepon 60.000,-
Surat Kabar 45.000,-
Biaya Rapat 42.300,-
Biaya Makan Minum karyawan 36.200,-
Biaya Supplies Kantor 153.400,-
Biaya Cetak 41.300,-
Selisih Kas 6.600,-
(Jurnal Pembalik / Jurnal Penyesuaian Kembali / Revershing Journal Entries)
4b) Tanggal 5 Januari 2006 : Kas kecil dianggap terlalu kecil, sehingga harus ditambah
Kas Kecil Rp. 150.000,-
Kas Rp. 150.000,-
(Pembentukan dana Kas Kecil)
Jawaban :
1) Jurnal transaksi-transaksi Kas Kecil :
Tgl Rekening Debet Kredit
1 Des'05 Kas Kecil Rp. 500.000,-
Kas Rp. 500.000,-
14
Tgl Rekening Debet Kredit
16 Des'05 Biaya Rapat 37.300
Kas Kecil 37.300
KAS KECIL
Tgl Uraian Ref Debet Kredit Saldo
Des 1 Pembentukan dana kas kecil 500.000 - 500.000
6 Air, listrik - 75.000 425.000
10 Telepon, pos - 50.000 375.000
14 Langganan Koran, Majalah - 45.000 330.000
16 Rapat - 37.300 292.700
23 Makan minum karyawan - 25.100 267.600
25 Supplies Kantor - 190.350 77.250
26 Pengisian kembali Kas Kecil 400.000 - 477.250
28 Telepon, pos - 18.000 459.250
2) Tanggal 31 Desember 2005 : karena Kas (termasuk Kas Kecil) dalam Neraca harus
disajikan sebesar jumlah (uang) yang benar-benar ada dan
berisi elemen-elemen yang layak diklasifikasikan sebagai
Kas, maka berdasarkan hasil Kas Opname perlu dibuat
Jurnal Penyesuaian.
Jika pada saat Kas Opname diketahui / terjadi Selisih Kas (baik selisih lebih / Saldo Kredit,
maupun Selisih Lebih / Saldo Debit), maka harus dicari unsur-unsur penyebab terjadinya selisih
antara saldo menurut catatan dengan uang Kas yang benar-benar ada.
Kemungkinan penyebab terjadinya Selisih Lebih Kas dibandingkan dengan Saldo menurut catatan,
antara lain :
1) Bukti-bukti pengeluaran dicatat lebih besar dari jumlah yang seharusnya / dicatat lebih
dari satu kali
15
2) Kesalahan menjumlahkan bukti-bukti pengeluaran yang dihitung lebih besar dari jumlah
yang seharusnya
3) Adanya penerimaan yang belum dicatat / dicatat lebih kecil dari jumlah yang
seharusnya
Kemungkinan penyebab terjadinya Selisih Kurang Kas dibandingkan dengan Saldo menurut
catatan, antara lain :
1) Adanya pengeluaran-pengeluaran yang belum dicatat / dicatat kurang dari jumlah yang
semestinya
2) Adanya penerimaan kas yang dicatat lebih besar dari jumlah yang seharusnya dicatat ,
atau dicatat dua kali
C. REKONSILIASI BANK
Jika setiap penerimaan uang disetor ke Bank sehingga perusahaan mempunyai Rekening Giro
di Bank dan setiap pengeluaran uang (kecuali jumlahnya relatif kecil) menggunakan Cek, maka
rekening Kas dalam perusahaan dapat dibandingkan dengan Laporan Bank.
Rekonsiliasi bank adalah : mencocokkan antara Saldo Kas catatan perusahaan dengan Saldo
Laporan Bang (rekening koran).
Perusahaan secara periodik (bulanan) akan mendapatkan laporan Bank yang disebut
“Rekening Koran Bank” (Bank Statement), yang akan direkonsiliasi dengan catatan Kas
perusahaan.Rekonsiliasi laporan Bank sebaiknya dibuat oleh pegawai yang tidak mempunyai
kepentingan terhadap Kas, tujuannya aagar penyusunan Rekonsiliasi Bank dapat dibuat tanpa
melihat kepentingan pihak-pihak tertentu sehingga dapat digunakan mengecek catatan Kas dengan
laporan Bank.
Rekonsiliasi antara catatan Kas perusahaan dengan laporan Bank adalah dengan
membandingkan :
Debit rekening Kas dengan Kredit catatan Bank (lihat laporan Bank kolom penerimaan
Kredit rekening Kas dengan Debit catatan Bank (lihat laporan bank kolom pengeluaran
Hal-hal yang menimbulkan perbedaan antara Saldo menurut catatan Kas dengan saldo
menurut laporan Bank :
1) Elemen-elemen yang sudah dicatat sebagai “penerimaan uang oleh perusahaan”, tetapi belum
dicatat oleh Bank.
Contoh :
a) Setoran yang dikirim ke Bank pada akhir bulan tetapi belum diterima oleh Bank sampai bulan
berikutnya (setoran dalam perjalanan.
b) Setoran yang diterima oleh Bank pada akhir bulan, tetapi dilaporkan sebagai setoran bulan
berikutnya, karena Bank sudah terlanjur membuat laporan.
c) Uang tunai yang tidak disetorkan ke Bank.
2) Elemen-elemen yang sudah dicatat sebagai “penerimaan uang oleh Bank”, tetapi perusahaan
belum mencatatnya.
Contoh :
a) Bunga simpanan yang diperhitungkan Bank, tetapi belum dicatat dalam buku perusahaan.
b) Penagihan Wesel oleh Bank, sudah dicatat sebagai penerimaan oleh Bank, tetapi perusahaan
belum mencatatnya.
3) Elemen-elemen yang sudah dicatat sebagai “pengeluaran oleh perusahaan”, tetapi bank
belum mencatatnya.
Contoh :
a) Cek-cek yang beredar (Outstanding Checks), yaitu Cek yang sudah dikeluarkan oleh
perusahaan dan sudah dicatat sebagai pengeluaran Kas, tetapi oleh yang menerima Cek
belum diuangkan / dicairkan ke Bank, sehingga bank belum mencatatnya sebagai
pengeluaran.
b) Cek yang sudah ditulis dan sudah dicatat dalam Jurnal Pengeluaran kas, tetapi Ceknya belum
diserahkan kepada pihak yang dibayar (sehingga Cek tersebut bukan merupakan
pengeluaran dan Jurnal Pengeluaran Kas harus dikoreksi pada akhir periode).
4) Elemen-elemen yang sudah dicatat sebagai “ pengeluaran oleh Bank”, tetapi perusahaan
belum mencatatnya.
Contoh :
a) Bunga yang diperhitungkan atas Overdraft (saldo Kredit Kas / Cek yang ditulis lebih besar dari
Saldo yang ada di Bank), tetapi perusahaan belum mencatatnya.
Jika perusahaan mempunyai beberapa rekening dalam satu Bank, maka Overdraft
dikompensasikan dengan rekening lain yang bersaldo positif. Tetapi jika rekening yang
16
dimiliki terdapat pada Bank yang berbeda (rekening yang saldonya positif terdapat dalam
Bank lain), maka Overdraft tetap dicatat dalam rekening Hutang Lancar, dan saldo Kas yang
positif dilaporkan dalam kelompok Aktiva Lancar.
b) Biaya jasa (administrasi, penagihan, transfer) yang belum dicatat perusahaan.
Selain hal-hal tersebut, perbedaan antar Saldo Kas Perusahaan dengan Saldo menurut Bank bisa
terjadi karena kesalahan-kesalahan yang timbul dari catatan perusahaan ataupun catatan Bank.
Jawaban :
a) Laporan Rekonsiliasi Saldo Bank dan Saldo Kas
untuk menunjukkan Saldo yang Benar
PT ABC
Rekonsiliasi Bank
31 Desember 2005
Saldo per Laporan Bank Rp. 12.396.750,25
Ditambah :
- Setoran dalam perjalanan ((16.453.900-(14.165.300-375.350)) = 2.663.950
- Uang Kas yang tidak disetor = 295.100
Jumlah 2.959.050,-
15.355.800,25
Dikurangi :
- Cek yang beredar ((15.081.600-(12.152.200-2.728.000)) = 5.657.400
Saldo Bank yang benar Rp. 9.698.400,25
Dari hasil rekonsiliasi tersebut terlihat tidak ada dari kedua versi catatan yang menunjukkan
“saldo yang benar” pada tanggal 31 Desember 2005. Sehingga proses merekonsiliasi Saldo Rekening
Giro di Bank masih dilanjutkan dengan membuat “Jurnal Koreksi” seperti dibawah ini (dicatat dan
dibukukan ke rekening-rekening yang bersangkutan dalam catatan perusaha rekening Bank).
Dikurangi :
1) Pengeluaran yang belum dicatat oleh Bank :
- Cek yang beredar ((15.081.600-(12.152.200-2.728.000)) = 5.657.400
2) Penerimaan yang belum dicatat oleh Perusahaan :
-Pelunasan Debitur via Bank ((7.968.700-(5576.400-1.311.200)) = 3.703.500
-Jasa Giro bulan Desember = 619.837,11
Jumlah 9.980.737,1
Saldo Kas 10.355.563,28
Soal : Selesaikan data diatas dengan cara “Rekonsiliasi Saldo awal, Penerimaan, Pengeluaran dan
Saldo Akhir” dalam 2 bentuk !
Jawaban :
a) Laporan rekonsiliasi saldo Bank kepada saldo Kas (4 kolom)
19
Keterangan Saldo 31 Penerima Pengeluar Saldo 31
Des'05 an Jan'05 an Jan'06 Jan'06
Per laporan Bank 544.200 1.963.500 1.162.300 1.345.400
* Jasa Giro:
- 31 Desember 2005 (14.500) 14.500 - -
- 31 Januari 2006 - (20.000) - (20.000)
* Biaya Bank:
- 31 Desember 2005 3.000 - 3.000 -
- 31 Januari 2006 - - (5.000) 5.000
* Cek Kosong:
- 31 Desember 2005 239.000 - 239.000 -
- 31 Januari 2006 - 95.500 - 95.500
* Koreksi penerimaan:
- 31 Desember 2005 (26.000) - - (26.000)
Saldo Kas 516.200 1.963.500 1.162.300 1.317.400
# Data 31 Des'05:
- Setoran dalam
perjalanan 275.500 - (275.500) - - - - -
- Cek yang beredar (505.000) - - - (505.000) - - -
- Jasa Giro - 14.500 - (14.500) - - - -
- Biaya Bank - (3.000) - - - (3.000) - -
- Cek Kosong - (239.000) - - - (239.000) - -
- Koreksi -
penerimaan - 26.000 - . - - - 26.000
# Data 31 Jan'06:
- Setoran dalam
perjalanan - - 111.000 - - - 111.000 -
- Cek yang beredar - - - - 268.000 - (268.000) -
- Jasa Giro - - - 20.000 - - - 20.000
- Biaya Bank - - - - - 5.000 - (5.000)
- Kas yang tidak
disetor - - 74.500 - - - 74.500 -
- Cek Kosong - - - (95.500) - - - (95.500)
Saldo yang benar 314.700 314.700 1.873.500 1.873.500 925.300 925.300 1.262.900 1.262.900
Kelebihan uang Kas dalam perusahaan tidak bisa menghasilkan tambahan Pendapatan,
sehingga sebaiknya diinvestasikan dalam Investasi jangka pendek (jika jangka waktu tidak
20
terpakainya Kas relatif pendek).
Bentuk Investasi Jangka Pendek antara lain : Deposito, Sertifikat Bank, Surat-surat Berharga
(Saham dan Obligasi).Investasi Jangka Pendek termasuk dalam kelompok Aktiva Lancar dalam
Neraca.
Syarat-syarat Surat-surat Berharga yang dibeli untuk tujuan Investasi jangka Pendek :
1. Surat-surat Berharga harus dapat segera dijual kembali dengan harga yang berlaku pada
tanggal penjualannya (yang memenuhi syarat ini adalah Surat-surat Berharga yang terdaftar
dalam Bursa Saham)
2. Penjualannya kembali ditujukan untuk memenuhi kebutuhan uang.
Jika syarat-syarat tersebut tidak dapat dipenuhi, maka Surat Berharga tersebut dikelompokkan
sebagai Investasi Jangka Panjang.
Pembahasan Dalam Investasi jangka Pendek meliputi :
1. Pencatatan Surat-surat Berharga
2. Penilaian Surat-surat Berharga
# OBLIGASI #
Contoh : Pada tanggal 1 Juni 2004 dibeli 10 lembar obligasi PT Angkasa dengan nilai nominal
perlembar sebesar Rp. 10.000,- kurs 102. Obligasi berbunga 12% per tahun yang
dibayarkan tiap tanggal 1 Februari dan 1 Agustus. Pada saat pembelian dibayar materai
sebesar Rp. 6.000,-.
Tanggal 1 Desember 2004 seluruh Obligasi PT Angkasa dijual dengan Kurs 103, biaya
penjualan Rp. 5.000,-
Buatlah :
1) Jurnal untuk mencatat pembelian Obligasi (dengan 2 cara pencatatan bunga
berjalan) dan perhitungannya
2) Jurnal untuk mencatat penerimaan bunga (dengan 2 cara)dan perhitungannya
3) Jurnal untuk mencatat penjualan Obligasi dan perhitungannya!
Jawaban :
1. Jurnal untuk mencatat pembelian Obligasi :
Kedua cara tersebut memberi hasil yang sama : Pendapatan Bunga Rp. 2.000,-.
3. Jurnal untuk mencatat penjualan Obligasi
Perhitungan:
- Harga jual Obligasi :
Harga Kurs : 103/100 X Rp. 100.000,- = Rp. 103.000,-
Provisi dan materai = 5.000,-
108.000,-
- Bunga berjalan :
Tgl pembayaran bunga terakhir : 1 Agustus
Tgl penjualan : 1 Desember
Periode bunga berjalan : 1 Agst – 1 Des = 4 bulan
Bunga berjalan = 4/12 X 12% X Rp. 100.000,-
= Rp. 4.000,-
Periode perhitungan bunga didasarkan pada hari yang sebenarnya dan periode satu tahun
sama dengan 360 hari.
Contoh : Obligasi dengan tanggal bunga 1 Februari dan 1 Agustus dibeli pada tanggal 8 Juni 2004.
Februari : 27 hari (tanggal 1 tidak diperhitungkan)
Maret : 31 hari
April : 8 hari (tanggal 8 diperhitungkan)
Jumlah : 66 hari
# SAHAM #
Contoh : Pada tanggal 1 Mei 2001 dibeli 100 saham preferen (prioritas) 15% dari PT.Reka, nominal
22
Rp. 10.000,- per lembar dengan kurs 103. Provisi dan materai Rp. 7.000,-. Dividen
dibayarkan setiap akhir tahun.
Pada tanggal 4 Maret 2002 saham-saham tersebut dijual kembali dengan kurs 106 dan
biaya penjualan Rp. 5.000,-
Buatlah :
1) Jurnal untuk mencatat pembelian Saham dan perhitungannya
2) Jurnal untuk mencatat penerimaan Dividen dan perhitungannya
3) Jurnal untuk mencatat penjualan Saham dan perhitungannya!
Jawaban :
Perhitungan:
Dividen : 15% X 100 lbr X Rp. 10.000,- = Rp. 150.000,-
Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) menyatakan penilaian Surat Berharga dalam Neraca dapat
dilakukan dengan 2 cara :
1. sebesar “Harga Perolehan” (Cost)
2. sebesar “Harga Terendah Antara Harga Perolehan dengan Harga Pasar”
1. Harga Perolehan
Digunakan :
Jika perubahan harga Surat-surat Berharga hanya sementara dan jumlahnya tidak terlalu
besar.
Tidak ada pengakuan terhadap kerugian yang berasal dari turunnya harga Surat-surat
Berharga tersebut sebelum Surat-surat tersebut dijual (hanya diberi penjelasan dengan bentuk
keterangan sebagai catatan kaki / foote note).
Dalam laporan Rugi Laba, Rugi penurunan nilai Surat Berharga termasuk dalam kelompok
“Rugi Diluar Usaha”. Sedangkan dalam Neraca, Cadangan penurunan nilai Surat Berharga
mengurangi rekening “Surat Berharga”.
Terdapat 2 cara penilaian Surat-surat Berharga jika menggunakan “yang lebih rendah antara
harga perolehan dengan harga pasar” :
a. Diterapkan kepada jumlah keseluruhan Surat-surat Berharga
b. Diterapkan kepada masing-masing elemen Surat Berharga
Jawaban:
Jika Saldo rekening “Cadangan Kerugian Piutang” lebih besar dari “penuruan nilai
sesungguhnya”, maka jurnalnya :
24
Cadangan penurunan nilai Surat Berharga 40.000,-
Surat Berharga-Obligasi PT Reka Rp. 1.020.000,-
Surat Berharga-Saham PT A 1.530.000,-
Surat Berharga-Saham PT Jaya 750.000,-
Laba penjualan Surat Berharga 42.000,-
* Perhitungan:
Harga jual Rp. 3.302.000,-
Harga perolehan Rp. 3.300.000,-
Cadangan penurunan nilai 40.000,-
Jumlah 3.260.000,-
Laba penjualan Rp. 42.000,-
Perhitungan:
Harga Kurs : 106/100 X 100 lbr X Rp.100.000,- = Rp. 780.000,-
Biaya penjualan = 8.000,-
Harga jual Saham Rp. 772.000,-
Harga Perolehan Saham 750.000,-
Laba penjualan surat berharga Rp. 22.000,-
25
BAB III
TAGIHAN (PIUTANG)
A. Tagihan
Hal-hal yang menimbulkan adanya tagihan, bisa dari beberapa sumber :
1. penjualan barang-barang dan jasa-jasa secara kredit
(sehingga untuk jangka waktu sejak penyerahan barang/jasa sampai dengan diterimanya
uang, penjual memiliki tagihan kepada pembeli)
2. pinjaman kepada karyawan
3. Uang muka pada anak perusahaan
4. penjualan Aktiva Tetap yang tidak digunakan lagi oelh perusahaan
Sumber yang terbesaar ada pada nomor satu.
Tagihan adalah : klaim perusahaan atas barang-barang / jasa-jasa terhadap pihak lain (dalam
Akuntansi menunjukkan klaim yang akan dilunasi dengan uang)
Tagihan dalam perusahaan dibagi menjadi dua kelompok :
1. Tagihan-tagihan yang tidak didukung dengan janji tertulis (disebut Piutang)
2. Tagihan-tagihan yang didukung dengan janji tertulis (disebut Piutang Wesel)
B. PIUTANG
adalah : Hak untuk menagih sejumlah uang dari si penjual kepada si pembeli yang timbul karena
adanya suatu transaksi.
Piutang diklasifikasikan menjadi beberapa judul :
1. Piutang Dagang (Usaha)
adalah : piutang yang timbul karena perusahaan menjual barang-barang / jasa-jasa yang
dihasilkan secara kredit, umumnya berjangka waktu kurang dari satu tahun
(termasuk dalam kelompok Aktiva Lancar)
- Untuk barang Konsinyasi (barang titipan) : tidak dicatat sebagai piutang sampai barang-barang
tersebut sudah laku terjual.
- Untuk penjualan angsuran : dipisah menjadi Aktiva Lancar dan Aktiva Tidak Lancar, tergantung
jangka waktu angsuran (jika kuraang dari satu tahun termasuk Aktiva Lancar dan jika lebih
dari satu tahun termasuk dalam Aktiva lain-lain.
2. Piutang Bukan Dagang
Jika kurang dari satu tahun termasuk Aktiva Lancar
Contoh :
a. Persekot dalam kontrak pembelian
b. Klaim terhadap perusahaan Assuransi atas kerugian-kerugian yang dipertanggungkan
c. Klaim terhadap perusahaan pengangkutan untuk barang-barang yang rusak / hilang
d. Klaim terhadap pegawai perusahaan
e. Klaim terhadap restitusi pajak
f. Tagihan terhadap langganan untuk pengembalian tempat barang (botol, drum, dll)
g. Uang muka pda anak perusahaan
h. Piutang pada pegawai perusahaan
i. Piutang Dividen
j. Piutang pesanan pembelian Saham
3. Piutang Penghasilan
- Penggunaan dasar waktu (Accrual Basis) mengakibatkan adanya pengakuan terhadap
penghasilan-penghasilan yang masih harus diterima, sehingga pada akhir periode
26
dihitung berapa jumlah yang sudah menjadi pendapatan (dicatat sebagai Piutang
Penghasilan).
- Piutang Penghasilan termasuk dalam kelompok Aktiva Lancaar (kare na uang akan
diterima kurang dari satu tahun)
Contoh : Piutang pendapatan bunga, Piutang pendapatan sewa
C. PIUTANG DAGANG
Pembahasan mengenai Piutang Dagang meliputi :
1. Pengakuan Piutang
2. Penilaian Piutang
3. Penghapusan Piutang
1. Pengakuan Piutang
Contoh :
Des 05 1 : Perusahaan menjual barang dagangan seharga Rp. 1.000.000,- kepada Tn Ali
dengan termin 3/15, n/30
4 : Tn Ali mengembalikan barang dagangan ke perusahaan sebesar Rp. 25.000,- karena
rusak
16 : Tn Ali melunasi ke perusahaan atas pembelian tanggal 1
Buatlah :
a. Jurnal untuk mencatat penjualan pada tanggal 1 Des'05
b. Jurnal untuk mencatat pengembalian penjualan barang dagangan pada tanggal 4 Des'05
c. jurnal untuk mencatat penerimaan pelunasan dari penjualan pada tanggal 16 Des'05 dan
perhitungannya !
* Perhitungan :
1. Piutang Dagang Rp. 1.000.000,-
4. Retur dan Potongan Penjualan 25.000,-
Sisa Piutang Dagang Rp. 975.000,-
16. Potongan tunai 3% X Rp. 975.000,- 29.250,-
Kas 945.750,-
2. Penilaian Piutang
Dalam Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) :
“Piutang dinyatakan sebesar jumlah Bruto tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak
dapat diterima”
Piutang dilaporkan dan dicatat sebesar jumlah yang direalisasikan, yaitu jumlah yang diharapkan akan
ditagih (jumlah Piutang yang diperkirakan tidak dapat ditagih dikurangkan pada Piutangnya).
Metode untuk mencatat Piutang ada 2 :
a. Metode Cadangan Kerugian piutang
b. Metode Penghapusan Langsung
27
a. Metode Cadangan Kerugian piutang
dalam metode ini : setiap akhir periode dilakukan penaksiran terhadap jumlah kerugian piutang yang
akan dibebankan ke periode yang bersangkutan
Dasar yang digunakan untuk menentukan jumlah Kerugian Piutang ada 2 :
1) Jumlah Penjualan
2) Saldo Piutang
1) Jumlah Penjualan
Jumlah penjualan (Pendapatan – Biaya) digunakan sebagai dasar perhitungan Kerugian
Piutang, jika kerugian tersebut dihubungkan dengan proses pengukuran laba.
Kerugian piutang =
Penjualan X % tertentu dari kerugian piutang
Kerugian Piutang timbul karena adanya penjualan kredit yang tidak tertagih, tetapi untuk
memisahkan antara penjualan tunai dan kredit menimbulkan tambahan pekerjaan sehingga
prosentase kerugian piutang didasarkan pada jumlah periode yang bersangkutan.
Taksiran kerugian piutang dibebankan ke rekening “kerugian piutang” dan kreditnya rekening
“cadangan kerugian piutang”.
Kerugian Piutang Rp. xxx,-
CKP Rp. xxx,-
2) Saldo Piutang
Saldo piutang digunakan sebagai dasar kerugian piutang jika arahnya untuk menilai aktiva
dengan teliti (pendekatan Aktiva-Hutang).
Perhitungan kerugian piutang atas dasar saldo piutang ada 3 cara :
a) Jumlah cadangan dinaikkan sampai % tertentu dari Saldo piutang
b) Cadangan ditambah % tertentu dari saldo piutang
c) Jumlah cadangan dinaikkan sampai suatu jumlah yang dihitung dengan menganalisa umur piutang
Jawaban :
Kerugian Piutang Rp. 45.000,-
CKP Rp.45.000,-
* Perhitungan :
Prosentase kerugian = 1% X Rp. 5.000.000,- = Rp. 50.000,-
Saldo kredit rekening CKP = 5.000,-
Jumlah yang ditambahkan ke rekening Cadangan Rp. 45.000,-
Sesudah dijurnal,saldo rekening cadangan kerugian piutang Rp. 50.000,. Metode ini
menghubungkan CKP dengan saldo piutang yang ada, sehingga dapat menunjukkan jumlah piutang
yang diharapkan dapat ditagih, yaitu : Rp. 5.000.000,- - Rp. 50.000 = Rp. 4.950.000,-.
Dilihat dari pandangan laporan Rugi laba, metode ini tidak dapat menunjukkan berapa kerugian
yang sebenarnya untuk peiode tersebut, karena didalam perhitungannya dipengaruhi oleh
perhitungan CKP periode sebelumnya.
* Perhitungan :
Kerugian Piutang = 1% X Rp. 5.000.000,- = Rp. 50.000,-
Cadangan Kerugian Piutang
31 Des'05 5.000
Kerugian Piutang 50.000
55.000
Untuk menunjukkan hubungan antara kerugian Piutang dengan saldo piutang tanpa
dipengaruhi dengan CKP tahun sebelumnya.
Kelemahan :
- tidak dapat menunjukkan jumlah piutang yang diharapkan dapat ditagih
- mengakibatkan pembebanan kerugian piutang 2 kali jika pada akhir periode yang bersangkutan
masih ada piutang-piutang tahun lalu yang sudah dihitung jumlah kerugian piutangnya.
Untuk menghilangkan kelemahan ini, maka kerugian Piutang dapat dicari dengan rumus =
% Kerugian Piutang X saldo piutang yang timbul pada periode tersebut
Contoh : Diketahui saldo Kredit rekening Cadangan Rekening Piutang Rp. 528,- dan dibawah
ini tabel analisa umur piutang PT Y :
Nama Jumlah Belum jatuh Jangka Waktu Tunggakan
Pelanggan Saldo Tempo 1-30 31-60 61-90 >90
Piutang
Tn A 600 - 300 - 200 100
Tn B 300 300 - - - -
Tn C 450 - 200 250 - -
Tn D 700 500 - - 200 -
Tn E 600 - - 300 - 300
Tn F 36.950 26.200 5.200 2.450 1.600 1.500
Jumlah 39.600 27.000 5.700 3.000 2.000 1.900
Taksiran % - 2% 4% 10% 20% 40%
Tak Tertagih
Total 2.228 540 228 300 400 760
Taksiran Tak
Tertagih
- Total taksiran tak tertagih sebesar Rp. 2.228,- merupakan saldo yang harus tampak dalam
rekening Cadangan Kerugian Piutang.
- Jumlah Kerugian Piutang (dibuat dalam jurnal penyesuaian) =
Jumlah saldo yang harus tampak dlm CKP – Saldo Rekening CKP
* Jurnal Penyesuaian :
= Rp. 2.228,- - Rp. 528,- = Rp. 1.700,-
29
Kerugian Piutang 1.700,-
Cadangan Kerugian Piutang 1.700,-
Kerugian Piutang
31 Des 1.700
Jurnal :
* Jika Piutang diketahui tidak dapat ditagih :
Kerugian piutang Rp. Xxx,-
Piutang Rp. Xxx,-
BAB IV
PERSEDIAAN BARANG
Didalam Akuntansi yang dimaksud persediaan adalah meliputi semua barang yang dimiliki
perusahaan pada saat tertentu, dengan tujuan dijual / dikonsumsikan untuk memperoleh pendapatan
dalam siklus operasi normal perusahaan.
Istilah untuk menunjukkan barang-barang yang dimiliki suatu perusahaan tergantung pada
jenis perusahaan :
1. Usaha Dagang, dinamakan “Persediaan barang Dagangan”, yaitu barang-barang yang dibeli
untuk dijual kembali.
2. Usaha manufaktur, jenis persediaannya dinamakan :
a) Bahan Baku dan Penolong
Bahan Baku adalah : barang-barang yang akan menjadi bagian dari produk jadi yang
dengan mudah dapat diikuti biayanya.
Bahan Penolong adalah ; barng-barang yang akan menjadi bagian dari produk jadi yang
dengan mudah dapat diikuti biayanya.
Contoh : Perusahahaan Meubel, bahan baku terdiri dari kayu, besi, rotan, sedangkan
bahan penolongnya antara lain paku, cat, lem, kayu, dan amplas
b) Supplies pabrik adalah : barang-barang yang mempunyai fungsi melancarkan proses
produksi, seperti ; oli mesin, bahan pembersih mesin
c) Barang dalam proses adalah : barang-barang yang sedang dikerjakan (diproses) tetapi
pada tanggal Neraca barang-barang tersebut belum selesai
dikerjakan, jadi untuk dijual masih diperlukan pengerjan lebih lanjut
d) Produk selesai adalah : barang-barang yang sudah selesai proses prouksinya dan
menunggu saat penjualannya
Persediaan untuk perusahaan dagang / manufaktur jumlahnya akan mempengaruhi Neraca
dan Laporan Rugi Laba, sehingga persediaan yang dimiliki selama satu periode harus dapat
dipisahkan mana yang sudah dapat dibebankan sebagai biaya (harga pokok penjualannya) yang akan
dilaporkan dalam laporan Rugi laba dan mana yang masih belum terjual yang akan menjadi
persediaan dalam Neraca.
Jumlah persediaan yang dimiliki antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain
berbeda-beda. Tetapi didalam Neraca, jumlah persediaan terkadang merupakan bagian terbesar dari
seluruh Aktiva lancar yang dimiliki. Sehingga pengelolaan serta penentuan jumlah persediaan dalam
suatu periode sangat penting. Jika jumlah persediaan yang dimiliki terlalu besar maka perusahaan
akan menanggung sejumlah biaya penyimpanan, dan jika persediaan terlalu kecil maka perusahaan
akan menanggunng biaya pemesanan karena harus sering melakukan pemesan serta konsumen
akan beralih pada perusahaan lain karena kurangnya persediaan yang dimiliki.
Didalam Laporan Rugi Laba, persediaan berperan sangat penting untuk menentukan hasil
operasi perusahaan dalam suatu periode. Didalam menentukan Laba Kotor maka harus diketahui
Harga Pokok Penjualan (Penjualan – HPP), dimana komponen HPP meliputi Persediaan Awal,
Pembelian dan Persediaan Akhir.
Dasar pencatatan apakah suatu barang sudah dapat dicatat sebagai persediaan adalah
31
berdasarkan “Hak Pemilikan” . Keadaan-keadaan yang menyebabkan kesulitan dalam menentukan
perpindahan hak atas barang adalah :
C. Potongan Pembelian
Potongan pembelian adalah potongan yang diterima karena transaksi pelunasan pembelian
secara kredit masih dalam jangka waktu potongan, dan potongan pembelian merupakan pengurang
terhadap Harga pokok Pembelian.
Beberapa cara pencatatan potongan pembelian :
1. Pembelian dicatat dengan Harga Bruto
2. Pembelian dicatat dengan Harga Netto, ada 2 cara pencatatan yaitu dengan jumlah :
a. Netto
b. Bruto
Contoh : pada tanggal 1 Desember 2004 dibeli barang dengan harga faktur Rp. 1.000.000,- syarat
pembayaran 2/10, n/30. Pembayaran utang dilakukan pada tanggal 10 Desember 2004
(sehingga mendapat potongan 2%).
Soal : Buatlah jurnal untuk mencatat transaksi pembelian dan pelunasannya dengan menggunakan :
a. Harga Bruto
b. Harga Netto !
Jika pembayaran / pelunasan dilakukan setelah tanggal 10 Desember 2004 maka tidak ada
potongan pembelian, jurnalnya :
Utang Rp. 1.000.000,-
Kas Rp. 1.000.000,-
34
Pembelian Bersih Xxx,- (+)
Cara-cara untuk menghitung Harga pokok penjualan dan harga Pokok persediaan Akhir :
1. Identifikasi khusus
2. Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) / First In First Out (FIFO)
3. Rata-rata Tertimbang
4. Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) / Last In First Out (LIFO)
5. Persediaan Besi / Minimum
6. Biaya Standar
7. Biaya Rata-rata Sederhana
8. Harga Beli Terakhir
9. Metode Nilai Penjualan Relatif
10. Metode Variabel
1. Identifikasi Khusus
2. MPKP / FIFO
Harga Pokok yang dibebankan untuk penjualan / pemakaian barang adalah harga pokok yang
paling terdahulu, kemudian baru yang masuk berikutnya .
Pembahasan dari contoh menggunakan metode pencatatan secara Fisik maupun Buku,
dengan mtode penentuan harga pokok FIFO :
# Metode Fisik
Berdasarkan jumlah persediaan akhir maka harga pokok penjualan = Rp. 112.000,- - Rp. 35.800,-
= Rp. 76.200,-
# Metode Buku (tanpa retur)
Setiap persediaan dibuatkan kartu persediaan untuk mencatat mutasi persediaan :
Barang A (MPKP)
DITERIMA DIKELUARKAN SALDO
Tanggal Qty P/kg Jumlah Qty P/kg Jumlah Qty P/kg (Rp) Jumlah
(Rp) (Rp)
2001
1 200,- 100,- 20.000,-
Feb
9 300 110,- 33.000,- 200,- 100,- 20.000,-
300,- 110,- 33.000,-
10 200 100,- 20.000,-
200 110,- 22.000,- 100,- 110,- 11.000,-
15 400 116 46.400 100,- 110,- 11.000,-
400,- 116,- 46.400,-
18 100 110,- 11.000,-
200 116,- 23.200,- 200,- 116,- 23.200,-
24 100 126,- 12.600,- 200,- 116,- 23.200,-
100,- 126,- 12.600,-
Berdasarkan kartu persediaan Barang A, maka jumlah persediaan tanggal 28 Februari adalah sebesar
300 kg dengan Harga pokok Rp. 35.800,- (hasil sama dengan metode fisik).
# Metode Buku (dengan retur)
Setiap persediaan dibuatkan kartu persediaan untuk mencatat mutasi persediaan :
Barang A (MPKP)
DITERIMA DIKELUARKAN SALDO
Tanggal Qty P/kg Jumlah Qty P/kg (Rp) Jumlah Qty P/kg Jumlah
(Rp) (Rp)
2001
1 200 100,- 20.000,-
Feb
9 300 110,- 33.000,- 200 100,- 20.000,-
300 110,- 33.000,-
10 200 100,- 20.000,-
200 110,- 22.000,- 100 110,- 11.000,-
12 (50) (100,-) (5.000,-) 50 100,- 5.000,-
100 110,- 11.000,-
15 400 116,- 46.400, 50 100,- 5.000,-
100 110,- 11.000,-
400 116,- 46.400,-
17 (50) 100,- 5.000,- 50 110,- 5.500,-
(50) 110,- 5.500,- 400 116,- 46.400,-
Akibat penggunaan Harga Pokok atas dasar MPKP terlihat ketika ada retur pembelian
tanggal 17 Februari :
retur pembelian 100 kg dibeli dengan harga @ Rp. 116,-, seharusnya hutang akan
berkurang Rp. 11.600,- tetapi berkurangnya persediaan hanya Rp. 10.500,- sehingga
terdapat selisih Rp. 1.100,- dan dicatat dengan jurnal :
Utang Rp. 11.600,-
Persediaan Barang Rp. 10.500,-
Selisih Persediaan 1.100,-
36
3. Rata-rata Tertimbang
Barang-barang yang dipakai untuk produksi / dijual dibebani Harga Pokok Rata-
rata, yaitu :
Harga Perolehan
Kuantitas
# Metode Fisik
- Perhitungan persediaan akhir
Feb 1 Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000,-
9 Pembelian 300 110,- = 33.000,-
15 Pembelian 400 116,- = 46.400,-
24 Pembelian 100 126,- = 112.000,-
1.000 kg 112.000,-
Rp. 112.000,-
- Harga Pokok Rata-rata Tertimbang =, = Rp. 112/kg
1.000
- Persediaan barang pada tanggal 28 Februari’01 = 300 kg @ Rp. 112,- = Rp. 33.600,-
- Harga pokok rata-rata/kg yang baru, dihitung setiap kali ada pembelian dan pengeluaran barang
berikutnya.
Contoh : pada tanggal 9 harga pokok rata-rata = Rp. 53.000,- : 500kg = Rp. 106,-. Harga pokok
rata-rata ini dipakai untuk menghitung harga pokok pengeluaran barang tanggal 10 dan
seterusnya.
- Retur Penjualan : jika diterima sebelum ada pembelian baru tidak masalah, tetapi jika sudah ada
pembelian baru maka Harga pokok Rata-ratanya berbeda sehingga perlu dihitung
Harga Pokok Rata-rata yang baru.
- Retur Pembelian : jika Harga Pokok Rata-rata tidak sama dengan Harga Beli maka selisihnya
dibebankan pada Rekening Selisih Persediaan
Contoh :
Febr’0 12 Diterima kembali barang yang dijual pada tanggal 10 Februari sebanyak 50 kg
1 16 Diterima kembali barang yang dijual pada tanggal 10 Februari sebanyak 75 kg
25 Dikembalikan barang yang dibeli pada tanggal 24 Februari sebanyak 25 kg
37
Barang A (METODE RATA RATA TERTIMBANG DENGAN RETUR)
DITERIMA DIKELUARKAN SALDO
Tanggal Qty P/kg Jumlah Qty P/kg Jumlah Qty P/kg Jumlah
(Rp) (Rp) (Rp)
2001
1 200 100,- 20.000,-
Feb
9 300 110,- 33.000,- 500 106,- 53.000,-
4. MTKP / LIFO
Barang-barang yang dikeluarkan dari gudang dibebani Harga Pokok Pembelian yang terakhir, untuk
selanjutnya yang masuk sebelumnya. Persediaan akhir dihargai dengan Harga pokok pembelian yang
pertama dan berikutnya.
# Metode Fisik
Feb 1 Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000,-
9 Pembelian 100 110,- = 11.000,-
300 kg 31.000,-
Harga Pokok Penjualan = Rp. 112.000,- - Rp. 31.000,- = Rp. 81.000,-
# Metode Buku
38
Barang-barang yang dikeluarkan dapat dikreditkan dalam rekening persediaan dengan harga
pokoknya pada waktu :
a. Akhir periode
Setiap ada pengeluaran barang, yang dicatat dalam kolom pengeluaran hanya kuantitasnya
saja sedangkan harga pokoknya baru dicatat pada akhir periode sekaligus.
Dengan cara ini hasil perhitungan Persediaan Akhir dan HPP akan sama secara fisik.
b. Setiap kali ada barang yang dikeluarkan
Barang-barang yang dikeluarkan dicatat dalam kartu persediaan :
Barang A (MTKP)
DITERIMA DIKELUARKAN SALDO
Tanggal Qty P/kg Jumlah Qty P/kg Jumlah Qty P/kg Jumlah
(Rp) (Rp) (Rp)
2001
1 200 100,- 20.000,-
Feb
9 300 110,- 33.000,- 200 100,- 20.000,-
300 110,- 33.000,-
10 300 110,- 33.000,-
100 100,- 10.000,- 100 100,- 10.000,-
15 400 116,- 46.400 100 110,- 11.000,-
400 116,- 46.400,-
18 300 116,- 34.800,- 100 100,- 10.000,-
100 116,- 11.600,-
24 100 126,- 12.600,- 100 100,- 10.000,-
100 116,- 11.600,-
100 126,- 12.600,-
- Persediaan akhir =
100 kg @ 100,- = 10.000,-
100 116,- = 11.600,-
100 126,- = 12.600,-
300 kg 34.200,-
- Harga pokok penjualan dapat dilihat dalam rekening Harga Pokok Penjualan =
Rp. 33.000,- + Rp. 10.000,- + Rp. 34.800,- = Rp. 77.800,-
* Perbandingan Persediaan Akhir & HPP antara Metode Fisik & Buku menggunakan MTKP *
Hasil perhitungan persediaan akhir & HPP antara metode fisik dan buku tidak sama. Selish
Harga Pokok Persediaan adalah : Rp. 34.200,- - Rp. 31.000,- = Rp. 3.200,-
Sebab perbedaan adalah adanya perbedaan Harga Pokok per kg dari barang yang dikeluarkan
tanggal 10 dan 18 Februari.
- Cara Fisik :
Tgl 18 Feb :
100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 12.600,-
200 116,- = 23.200,-
Rp. 35.800,-
Tgl 10 Feb :
200 kg @ Rp. 116,- = Rp. 23.200,-
200 110,- = 22.000,-
45.200,-
Rp. 81.000,-
- Cara Buku
Tgl 18 Feb :
300 kg @ Rp. 116,- = Rp. 34.800,-
Tgl 10 Feb :
300 kg @ Rp. 110,- = Rp. 33.000,-
100 100,- = 10.000,-
43.000,-
Rp. 77.800,-
Rp. 3.200,-
Selisih
39
Dalam MTKP, jika terjadi Retur Penjualan / retur Pembelian maka barang-barang yang
dikembalikan dicatat dengan Harga Pokok Terakhir. Selisih antara Harga Retur dan harga Belinya
dicatat dalam “Rekening Selisih Persediaan”.
Untuk perusahaan yang memiliki persediaan dengan jenis yang banyak, maka penggunaan
MTKP untuk masing-masing jenis persediaan butuh waktu yang lama. Untuk mengatasi masalah
tersebut digunakan cara : “MTKP NILAI RUPIAH PERSEDIAAN” (untuk menghitung persediaan
akhir).
Metode MTKP dapat digunakan dengan metode nilai rupiah dari persediaan dimana yang
digunakan sebagai pengukur adalah “Rupiah”. Semua jenis persediaan barang yang sama
dimasukkan dalam satu kelompok dan kenaikan persediaan dengan indeks dihitung ats dasar
perubahan jumlah rupiahnya.
Pengelompokkan barang bisa dilakukan atas dasar kelompok-kelompok besar / bagian-bagian
(seksi-seksi) dalam perusahaan. Metode ini memerlukan data Indeks harga setiap periode karena
adanya perubahan nilai uang. Indeks tersebut diigunakan untuk membandingkan persediaan dalam
dua tanggal yang berbeda agar dapat diketahui apakah ada kenaikan / penurunan persediaan.
Contoh 1 :
Pada tanggal 31 Des’01 persediaan barang seharga Rp. 1.500.000,-
Pada tanggal 31 Des’02 persediaan barang seharga Rp. 1.650.000,-
Jika dalam tahun 2002 tidak ada perubahan tingkat harga maka bisa dikatakan persediaan
bertambah 10%
Contoh 2 :
Persediaan barang tanggal 31 Des’02 Rp. 2.100.000,- (dengan harga pada tanggal tersebut).
Diketahui selama tahun 2002 terjadi kenaikan hara barang-barang tersebut sebesar 10%.
Maka nilai persediaan tanggal 31 Des’02 dengan nilai rupiah 31 Des’01 adalah :
Rp. 2.100.000,- : 1,10 = Rp. 1.909.090,-
Jika diketahui persediaan barang tanggal 31 Des’01 sebesar Rp. 1.750.000,- maka kenaikan
persediaan adalah Rp. 1.909.090,- - Rp. 1.750.000,- = Rp. 159.090,-.
Untuk tujuan penentuan jumlah persediaan dengan cara MTKP maka kenaikan persediaan
dengan indeks ini harus dinyatakan dengan harga 31 Des’01, yaitu :
Rp. 159.090,- x 1,10 = Rp. 175.000,-
Persediaan barang pada tanggal tertentu ditentukan jumlahnya dengan mengadakan
perhitungan fisik kemudian diberi harga pada tanggal tersebut (nilai penggantinya). Jika terjadi
penurunan persediaan maka penurunan tadi dikurangkan pada kenaikan persediaan dengan
indeks terakhir, kemudian persediaan dengan indeks sebelumnya, dan seterusnya.
31 Desember 2000
Jumlah persediaan pada tanggal 31 Des 2000 = Rp. 1.200.000,-
Perhitungan jumlah persediaan dengan metode MTKP nilai rupiah :
Persediaan 31 Des’00 dengan harga dasar :
Rp. 1.200.000,- : 1,10 Rp. 1.090.909,-
Persediaan 31 Des’99 dengan harga dasar : 1.000.000,-
Kenaikan persediaan tahun 2000 dengan harga dasar Rp. 90.909,-
31 Desember 2002
Jumlah persediaan pada tanggal 31 Des 2002 (dengan ahrga 31 Des’02) = Rp. 1.300.000,-
Perhitungan jumlah persediaan dengan metode MTKP nilai rupiah :
Persediaan 31 Des’02 dengan harga dasar : Rp. 1.048.387,-
Rp. 1.300.000,- : 1,24
Persediaan 31 Des’01 dengan harga dasar : 1.260.870,-
Penurunan persediaan tahun 2002 dengan harga
dasar Rp. 212.483,-
Penurunan persediaan dengan indeks 2001 :
Rp. 169.961,- x 1,15 = Rp. 195.455,-
Penurunan persediaan dengan indeks 2000 :
Rp. 42.522,-x 1,10 = 46.774,-
* (212.483,- - 169.961,- = 42.522,-)
Rp. 242.229,-
Nilai persediaan tanggal 31 Desember 2002 dengan MTKP nilai rupiah :
Rp. 1.295.455,14+ Rp. 242.229,- = Rp. 1.537.684,14
Untuk menentukan MTKP Nilai Rupiah, maka dihitung dahulu perbedaan persediaan dengan harga
dasar. Perbedaan tersebut dikalikan dengan indeksnya, kemudian ditambahkan / dikurangkan pada
persediaan awal periode yang bersangkutan.
5. PERSEDIAAN BESI
Metode ini beranggapan : perusahaan memerlukan suatu jumlah persediaan minimum (besi)
untuk menjaga kontinuitas usahanya.
Persediaan minimum (besi) dianggap sebagai elemen yang ahrus selalu tetap, sehingga dinilai
dengan : “Harga Pokok yang Tetap” (biasanya diambil dari pengalaman yang lalu dimana harga pokok
itu nilainya rendah.
Pada akhir periode jumlah barang digudang dihitung, jumlah persediaan besi dinilai dengan
harga pokok yang tetap. Selisih antara jumlah barang yang ada dengan jumlah persediaan besi dinilai
dengan : harga pada saat tersebut (dengan metode MTKP, Rata-rata Tertimbang / metode lain-lain.
Contoh :
PT ABC menetapkan persediaan besi sebesar 1.000 unit dengan harga pokok Rp. 250,-/unit.
Pada tanggal 31 Desember 2002 perhitungan fisik menunjukkan jumlah persediaan sebanyak
1.300 unit. Harga Pokok barang-barang tersebut pada tanggal 31 Desember 2002 adalah
Rp. 400,-/unit.
41
Kadang-kadang persediaan tanggal 31 Desember 2002 tidak dicantumkan sebesar
Rp. 170.000,- tetapi tetap dicantumkan sebesar Rp. 250.000,- dikurangi cadangan penurunan
persediaan sebesar Rp. 80.000,-
Jurnal untuk membentuk “Cadangan penurunan persediaan” :
HPP 80.000,-
Cadangan penurunan persediaan 80.000,-
Pembelian barang pada awal periode berikutnya sampai sejumlah Rp. 80.000,- dibebankan ke
rekening Cadangan penurunan persediaan, dengan jurnal :
Cadangan penurunan persediaan 80.000,-
Utang / Kas 80.000,-
Hasil perhitungan dengan Metode Besi hampir sama dengan hasil perhitungan MTKP karena
jumlah persediaan minimum selalu tetap sehingga HPP terdiri dari pembelian-pembelian baru.
6. BIAYA STANDAR
Dalam perusahaan manufaktur yang menggunakan system biaya standar, akan menilai
persediaan dengan menggunakan “Biaya Standar”.
Yang dimaksud dengan Biaya Standar adalah biaya-biaya yang seharusnya terjadi.
Sedangkan “Biaya Standar Ditentukan Dimuka” adalah sebelum proses produksi dimulai, untuk Bahan
Baku, Biaya tenaga Kerja Langsung dan biaya Produksi Tidak Langsung.
Jika diantara biaya-biaya yang sesungguhnya terjadi dengan biaya standar terdapat
perbedaan, maka dicatat sebagai selisih. Untuk HPP (tidak termasuk kerugian-kerugian yang timbul
karena pemborosan-pemborosan dan hal-hal yang tidak biasa), jika tidak ada perubahan harga
maupun metode produksi maka biaya standar terus digunakan.
Harga Pokok persediaan ditentukan dengan menghitung rata-ratanya tanpa melihat jumlah
barangnya. Contoh :
Feb 1 Persediaan Awal 100 unit @ Rp. 100,-
9 Pembelian 300 unit 110,-
15 Pembelian 400 unit 116,-
24 Pembelian 100 unit 126,-
Persediaan barang pada akhir periode dinilai dengan Harga Pokok Pembelian terakhir tanpa
mempertimbangkan apakah jumlah persediaan yang ada melebihi jumlah yang dibeli terakhir.
Contoh : Pembelian terakhir terjadi pada tanggal 24 Februari sebanyak 100 unit dengan harga
Rp. 126,-/unit. Persediaan barang pada tanggal 31 Desember 2001 sebanyak 300 unit.
Jadi Nilai persediaan pada tanggal 28 Februaari adalah : 300 x Rp. 126,- = Rp. 37.800,-.
Metode ini dipakai untuk mengalokasikan biaya bersama (Joint Cost) kepada masing-masing
produk yang dihasilkan / dibeli.
Masalah alokasi dapat timbul dalam :
a. Perusahaan Dagang
Jika dibeli beberapa barang yang harganya jadi satu, maka timbul masalah berapakah
harga pokok masing-masing barang tersebut.
Pembagian biaya bersama dilakukan berdasarkan nilai penjualan relative dari masing-
masing barang tersebut.
Contoh : Perusahaan Real Estate membeli tanah seharga Rp. 90.000.000,-. Biaya perataan
tanah, pembuatan saluran air, dan lain-lain Rp. 10.000.000,-. Tanah tersebut dibagi
menjadi 4 kelas, yaitu A,B,C,D. Tiap kelas dibagi lagi menjadi kapling-kapling dan
akan dijual dengan harga :
Kelas A = 6 kapling harga jual = @ Rp. 6.000.000,-
Kelas B = 5 kapling harga jual = 5.000.000,-
Kelas C = 3 kapling harga jual = 3.000.000,-
42
Kelas D = 2 kapling harga jual = 2.000.000,-
-
b. Perusahaan manufaktur
Dalam beberapa perusahaan manufaktur, suatu proses produksi akan menghasilkan
beberapa produk sekaligus (disebut produk bersama). Biaya-biaya produksi untuk
menghasilkan produk bersama disebut Biaya Berasama (Joint Us) dan daapt dialokasikan
kepada masing-masing produk dengan menggunakan Metode Penjualan Relatif.
Contoh : PT ABC menghasilkan 2 macam produk dari proses produksinya yaitu : Produk A dan
B. Data yang berhubungan dengan produksi dan penjualan untuk bulan Agustus
2002 adalah sebagai berikut :
Biaya Jumlah
Bahan Baku Rp. 3.800.000,-
Upah Langsung 2.900.000,-
Biaya Produksi Tidak langsung 2.300.000,-
Jumlah Rp. 9.000.000,-
Setelah Harga Pokok / unit diketahui maka Persediaan Akhir dan HPP dapat
diketahui :
Persediaan Akhir :
Produk A (1.000 - 900) x Rp. 5.400,- = Rp. 540.000,-
Produk B ( 500 - 250) x 7.200,- = 1.800.000,-
Jumlah Rp. 2.340.000,-
Harga Pokok Penjualan :
Produk A 900 x Rp. 5.400,- = Rp. 4.860.000,-
Produk B 250 x 7.200,- = 1.800.000,-
Jumlah Rp. 6.660.000,-
Harga Pokok produksi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan hanya dibebani Biaya
Produksi variable, yaitu Bahan baku, Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung, Variabel. Biaya produksi
tidak langsung yang tetap akan dibebankan sebagai biaya dalam periode yang bersangkutan dan
tidak ditunda dalam persediaan.
Metode ini berguna bagi pimpinan dalam merencanakan dan mengawasi biaya-biayanya.
Biaya-biaya dalam metode ini harus dipisahkan antara biaya variable dan tetap, karena yang
dinasukkan dalam perhitungan harga pokok produksi hanya biaya-biaya variable maka metode ini
tidak diterima sebagai prinsip akuntansi yang lazim. Sehingga apabila menggunakan metode ini maka
pada akhir periode diadakan penyesuaian terhadap persediaan dan harga pokok Penjualan.
BAB V
PERSEDIAAN BARANG (LANJUTAN)
Penilaian persediaan barang adalah : menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam
Neraca (jumlahnya tergantung pada MEtode penilaian yang digunakan).
Metode Penilaian persediaan ada 3 :
1. Metode Harga Pokok
2. Metode Harga Pokok atau harga Pasar yang Lebih Rendah
3. Metode Harga Jual
Harga Pokok persediaan barang ditentukan dengan cara : FIFO, Weighted Average, LIFO, dan
lain-lain, yang hasilnya akan dicantumkan dalam Neraca tanpa ada perubahan. (Harga Pokok
Persediaan dan Nilai persediaan dalam Neraca sama).
a. Cara penerapannya :
bisa diterapkan pada masing-masing jenis persediaan, kelompok persediaan, atau kepada
jumlah keseluruhan persediaan.
Contoh : UD ABC memiliki persediaan barang dagangan pada tanggal 31 Desember 2005 sebagai
berikut :
44
Harga Pokok / Harga Pasar yang Lebih Rendah
Jenis Harga Harga Maing– Kelompok- Keseluruhan
Barang Pokok Pasar masing Jenis kelompok Persediaan
Persediaan Persediaan
Kelompok 1:
Barang X 20.000 24.000 20.000
Barang Z 35.000 32.000 32.000
55.000 56.000 55.000
Kelompok 2:
Barang W 95.000 88.000 88.000
Barang Z 125.000 129.000 125.000
220.000 217.000 217.000
Jumlah 275.000 273.000 273.000
Nilai Persed. 265.000 272.000 273.000
Nilai persediaan yang dicantumkan dalam Neraca jika Metode-metode Haraga Pokok atau
harga pasar yang Lebih rendah diterapkan pada :
- Masing-masing persediaan barang = Rp. 265.000,-
- Kelompok-kelompok Persediaan = 272.000,-
- Keseluruhan Persediaan = 273.000,-
Penerapan untuk masing-masing kelompok / keseluruhan persediaan barang akan menghasilkan nilai
yang mendekati keadaan, akrena penurunan harga salah satu jenis barang akan diimbangi dengan
kenaikan harga barang lain.
b. Pencatatannya
Jika persediaan dicatat dibawah Harga pokok (contoh ; harga pasar lebih rendah), maka ada 2
hal yang diperhatikan :
- HPP / Harga Pokok barang-barang yang dipakai
- Kerugian karena turunnya harga persediaan
Prosedur-prosedur untuk mencatat aturan “Harga pokok tau harga pasar yang lebih rendah” ada 3 :
1) Metode pengurangan persediaan langsung, dimana kerugian penurunan harga persediaan
tidak dilaporkan tersendiri
2) Metode pengurangan persediaan langsung, dimana hanya kerugian penurunan harga
persediaan akhir yang dilaporkan tersendiri
3) Metode Cadangan persediaan, dimana kerugian penurunan harga persediaan awal dan
akhir dilaporkan tersendiri
Contoh :
Tanggal Harga Pokok H. pokok / H. Pasar Selisih
yang Lebih Rendah Kerugian
- Metode Fisik
Tahun 2004
HPP 100.000
Persediaan Barang 100.000
(menutup persediaan awal)
- Metode Buku :
Jika dipakai metode Buku, maka harus dibuat penyesuaian terhadap buku pembantu persediaan
barang
Tahun 2004
Rugi penurunan harga persediaan 25.000
Persediaan Barang 25.000
(mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah Harga Pokok / Harga pasar yang
lebih rendah)
Tahun 2005
Rugi penurunan harga persediaan 15.000
Persediaan Barang 15.000
46
(mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah Harga Pokok / Harga pasar yang
lebih rendah)
- Rekening HPP dan Persediaan Awal serta Akhir dicatat sebesar Harga Pokok
- Jika Harga Pasar lebih rendah maka kerugian penurunan persediaan awal periode dicatat
tersendiri dan dikreditkan ke rekening cadangan.
- Rekening cadangan setiap periode disesuaikan dengan jumlah kerugian penurunan harga pada
saat itu :
jikakerugian penurunan harga persediaan akhir lebih besar dari kerugian penurunan harga
persediaan awal periode, maka rekening cadangan ditambah ddan dibebankan sebagai
kerugian
dan jika sebaliknya maka rekening cadangan dikurangi dan dicatat sebagai laba.
- Metode Fisik
Tahun 2004
HPP 100.000
Persediaan Barang 100.000
(menutup persediaan awal)
Persediaan Barang 120.000
Rugi Penurunan harga persediaan 25.000
HPP 120.000
Cadangan penurunan harga persediaan 25.000
(Mencatat persed.akhir dengan jumlah harga pokok dan mengakui kerugian)
Tahun 2005
HPP 120.000
Persediaan Barang 120.000
(menutup persediaan awal)
- Metode Buku :
Jika dipakai metode Buku, maka harus tidak perlu dibuat penyesuaian terhadap buku pembantu
persediaan barang
Tahun 2004
Rugi penurunan harga persediaan 25.000
Cadangan penurunan harga persediaan 25.000
(mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah Harga Pokok / Harga pasar yang
lebih rendah)
Tahun 2005
Cadangan penurunan harga persediaan 10.000
Laba dr pengurangan Cad. Penurunan hrg persd. 10.000
(menyesuaikan perkiraan cadangan agar sesuai dengan rugi turunnya harga
persediaan akhir).
47
LAPORAN RUGI LABA
3) Metode cadangan persediaan – rugi penurunan harga persediaan awal dan akhir
disendirikan
PERIODE’04 PERIODE’05
Penjualan 500.000 590.000
HPP :
Persediaan Awal 100.000 120.000
Pembelian 180.000 215.000
Tersedia untuk dijual 280.000 335.000
Persediaan Akhir 120.000 80.000
160.000 255.000
Laba Bruto 340.000 335.000
Biaya Usaha 70.000 90.000
270.000 245.000
Rugi penurunan harga persediaan 25.000 0
Laba dari pengurangan cadangan rugi 0 10.000
Penurunan harga persediaan 0 0
Penghasilan Bersih 245.000 255.000
Untuk kontrak pembelian yang dapat diubah, jika terjadi perubahan harga, maka penurunan
tersebut pada tanggal 31 Desember 2004 tidak dibuatkan jurnal, tetapi dalam Neraca dijelaskan
adanya penurunan harga dalam catatan kaki.
Penyimpangan dari prinsip harga pokok persediaan dalam menilai persediaan adalah :
persediaan dicantumkan sebesar Harga Jual Bersihnya.
Hal tersebut dapat diterima dengan syarat :
1. ada kepastian barang-barang tersebut dapat segera dijual dengan ahrga yang telah ditetapkan
2. merupakan produk standar, yang pasarnya mampu menampung serta sulit untuk menentukan
harga pokoknya.
Contoh : - produk dari tambang logam mulia : emas, perak
- hasil-hasil pertanian, peternakan
Didalam Neraca harus dijelaskan jika persediaan yang dicantumkan sebesar harga jualnya.
Pad akhir periode, dalam pekerjaan pembangunan jangka panjang (lebih dari satu periode
akuntansi) akan timbul masalah mengenai penilaian persediaan dan penentuan lab/rugi untuk periode
tersebut.
Metode penilaian persediaan dalam kontrak jangka panjang ada 2, yaitu :
1. Metode Kontak Selesai (Completed Contract Method)
2. Metode Prosentase Penyelesaian (Percentage of Completion Method)
Contohnya pada penilaian persediaan pada perusahaan-perusahaan (kontraktor) yang melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan berdasarkan kontrak untuk membuat gedung, perumahan, jembatan, jalan,
bendungan/dam, dan lain-lain yang memerlukan jangka waktu penyelesaian lebih dari satu periode
akuntansi.
Soal : PT ABC menerima kontrak pembangunan saluran irigasi. Pelaksanaan kontrak dimulai tanggal
1 April 2004 dan diperkirakan selesai pada pertengahan tahun 2006, dengan harga kontrak
49
Rp. 60.000.000,-. Datat lain yang diketahui :
Awal
Keterangan 2004 2005 2006
Proyek
- Taksiran biaya penyelesaian
(akhir tahun) 48.000.000 48.000.000 51.000.000 -
- Biaya sesungguhnya terjadi - 12.000.000 23.280.000 14.520.000
- Bagian-bagian harga kontrak
yang difakturkan,
berdasarkan % penyelesaian (25% selesai) (44% selesai) (31% selesai)
pekerjaan - = 15.000.000 = 26.400.000 = 18.600.000
- Pembayaran yang diterima
dari bagian-bagian harga
kontrak yang telah
difakturkan - 12.000.000 24.960.000 23.040.000
Perhitungan prosentase penyelesaian berdasarkan biaay penyelesaian :
a) tahun 2004 :
Biaya yang telah terjadi 12.000.000
x 100% = X 100% = 25%
Taksiran Biaya 48.000.000
b) tahun 2005 :
(12.000.000 + 23.280.000)
- Prosentase penyelesaian = x 100% = 69%
51.000.000
- Difakturkan th 2004 = = 25%
- Difakturkan th 2005 = = 44%
c) tahun 2006 :
- Prosentase Penyelesaian = 100%
- Difakturkan tahun-tahun sebelumnya (25%+44%) = 69%
- Difakturkan th 2006 = 31%
50
Buku Besar :
52
BAB VI
Suatu kewajiban akan dikelompokkan sebagai utang jangka pendek jika pelunasannya akan
dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber Aktiva Lancar / dengan menimbulkan utang jangka
pendek baru.
2. Utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam periode saat itu
- Utang obligasi dan utang jangka panjang lain yang akan dilunasi kurang dari satu
tahun dilaporkan sebagai utang jangka pendek
- Jika yang jatuh tempo hanya sebagian, maka bagian yang jatuh tempo dalam tahun
tersebut dilaporkan sebagai utang utang jangka pendek dan yang belum jatuh
tempo tetap dilaporkan sebagai utang jangka panjang.
- Jika utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam periode tersebut akan dilunasi
dengan dana-dana pelunasan atau dari uang hasil penjualan obligasi baru / ditukar
dengan saham, maka utang jangka panjang tersebut tetap dilaporkan sebagai
utang jangka panjang.
3. Utang Dividen
Timbul pada saat pengumuman pembagian dividen oleh direksi dan terutang sampai dengan
tanggal pembayaran
. Pencatatan dividen yang belum dibayar (dalam bentuk aktiva/uang):
Laba tidak dibagi Rp. xxx
Utang dividen Rp. xxx
Pembagian dividen dalam bentuk saham (dividen saham) dicatat:
Laba tidak dibagi Rp. xxx
Dividen saham yang akan dibagi Rp. Xxx
7. UTANG BONUS
Dasar penghitungannya ada 2, dasar penjualan / laba.
Bonus yang dihitung atas laba, dapat dihitung dengan 3 cara :
Contoh : PT. XYZ memberi bonus untuk kepala bagian penjualan 12% dari laba. Laba tahun 2004
Rp. 10.000.000,- PPh 10% dari laba bersih jika B=Bonus T=Pajak
a. Bonus dihitung dari laba sebelum dikurangi PPh,sebelum dikurangi bonus :
B = 0,12 x 10.000.000 = Rp. 1.200.000,-
PPh = 10% x (10.000.000 – 1.200.000) = Rp. 880.000,-
b. Bonus dihitung dari laba sesudah dikurangi PPh, sebelum dikurangi bonus :
B = 0,12 (10.000.000 - T)
T = 0,10 (10.000.000 – B)
B = 0,12 { (10.000.000 – 0,10 (10.000.000 – B))
B = 0,12 (10.000.000 – 1.000.000 + 0,1 B)
B= 1.200.000 – 120.000 + 0,012 B
B – 0,012 B = 1.080.000 > 0,988 B = 1.080.000 > B=Rp. 1.893.117,-
PPh :
T = 0,10 (10.000.000 - B )
= 0,10 (10.000.000 – 1.093.117 ) = 0,10 (8.906.883) = Rp. 890.688,3
c. Bonus dihitung dari laba sesudah dikurangi bonus dan PPh :
B = 0,12 (10,000.000 – B – T )
T = 0,1 (10.000.000 – B )
B = 0,12 { (10.000.000 – B – 0,1 (10.000.000 – B ) )
= 0,12 (10.000.000 – B – 1.000.000 + 0,1 B)
= 1.200.000 – 0,12 B – 120.000 + 0,012 B
B + 0,12 B – 0,012 B = 1. 200.000 – 120.000
1,108 B = 1.080.000
B = 974.729
T = 0,1 (10.000.000 – B )
= 0,1 (10.000.000 – 974.729 ) = 902. 527,1
B. TAKSIRAN UTANG
Adalah utang – utang yang sampai dengan tanggal neraca masih belum pasti apakah
akanmenjadi kewajiban atau tidak.
Yang termasuk utang – utang bersyarat :
1. Piutang wesel didiskontokan dan piutang dijaminkan.
2. Endorsemen bersyarat atas wesel – wesel
3. Sengketa hokum
4. Tambahan pajak yang kepastiannya belum jelas
5. Jaminan terhadap utang anak perusahaan
6. Garansi terhadap penurunan harga barang –barang yang dijual
Dalam Neraca ditunjukkan dengan catatan kaki (fote note), atau dilaporkan dengan judul sendiri tetapi
tidak ikut dijumlahkan dengan utang-utang lain.
55
BAB VII
Didalam perusahaan terkadang ada sejumlah Kas yang pada suatu periode tidak digunakan
untuk kegiatan operasional perusahaan, sehingga agar uang tersebut dapat menghasilkan
pendapatan maka perusahaan dapat menanamkan uangnya kepada perusahaan lain dengan cara
membeli Surat-surat Berharga seperti : surat utang, (contoh : Obligasi, Wesel) atau Saham / Sertifikat
Saham (Saham Biasa, Saham Prioritas).
Apabila Surat-surat Berharga yang dibeli dengan tujuan untuk menginvestasikan uang yang
menganggur / penjualannnya untuk memenuhi kebutuhan uang, maka Surat Berharga tersebut akan
dicatat sebagai Investasi Jangka Pendek yang diklasifikasikan sebagai Aktiva Lancar serta disajikan
dalam Neraca pada Kelompok Surat-surat Berharga (Marketable Securities).
Investasi kedalam Surat-surat Berharga yang tidak mempunyai tujuan seperti diatas maka
tidak diklasifikasikan sebagai Aktiva tidak lancer, serta disajikan dalam Neraca pada kelompok
Investasi Jangka panjang. Tujuan-tujuan dari investasi jangka Panjang adalah :
1. untuk memperoleh pendapatan yang tetap setiap periode
2. untuk membentuk penyisihan dana khusus
3. untuk mengawasi, mengendalikan usaha maupun manajemen dari perusahaan lain
4. untuk mendapatkan pasar dari produk yang dihasilkan dan menjamin kontinuitas suplai bahan
baku
5. untuk menjaga hubungan antar perusahaan dan mengurangi persaingan
Untuk mencapai 3 tujuan terakhir, maka dapat terwujud hanya jika perusahaan menanamkan
modalnya dalam Saham. Penanaman modal dalam Saham ada 2 bentuk, yaitu : dalam bentuk
Saham Biasa atau dalam bentuk Saham Prioritas., tergantung pada tujuan yang diharapkan dari
investasi yang dilakukan.
Jika tujuan dari Investasi untuk memperoleh pendapatan tetap maka akan lebih baik membeli
Saham Prioritas, tetapi jika tujuannya untuk mengawasi perusahaan lain maka lebih baik membeli
Saham Biasa karena Saham biasa memiliki hak suara.
Perusahaan yang memiliki sebagian besar Saham perusahaan lain disebut “Perusahaan
Induk” dan perusahaan yang diawasi disebut “Perusahaan Anak”.
APB Opinion no 181 menyatakan : “ metode-metode yang digunakan dalam mencatat penanaman
modal dalam Saham tergantung pada prosentase pemilikan
Saham “.
Prosentase pemilikan Saham adalah : Jumlah lembar Saham yang dimiliki oleh seorang Investor
dibandingkan dengan jumlah lembar Saham yang beredar.
Rumus :
% Lembar Saham Seorang
% Pemilikan Saham = Investor
% Saham yang Beredar
Dalam situasi khusus ketentuan penggunaan metode pencatatan tersebut bisa berubah, contoh :
Perusahaan A memiliki Saham Perusahaan B besarnya kurang dari 20%, tetapi Perusahaan A bisa
mempengaruhi Perusahaan. Maka menurut FASB, Perusahaan A harus menggunakan Metode Equity
dalam mencatat Invesatasi Sahamnya.
Perusahaan yang memiliki Saham perusahaan lain lebih dari 50% disebut “Perusahaan Induk”
(Parent Company, dan perusahaan yang sahamnya dimiliki disebut “Perusahan Anak” (Subsidiary
Company). Laporan Keuangan yang dihasilkan oleh kedua perusahaan ini disusun menjadi satu
dalam “laporan keuangan yang Dikonsolidasikan”.
56
C. Metode Harga Pokok
Dalam metode ini, penanaman modal dalam Saham akan dicantumkan dalam Neraca
sebesar Harga Pokoknya, dan perubahan-perubahan Harga Pasar tidak dicatat serta Laba atau rugi
baru diakui pada saat saham-saham tersebut dijual.
Dalam FASB No 12 dinyatakan bahwa bila penanaman modal tersebut dilakukan pada saham-
saham yang memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai Marketable Securities, maka perusahaan
dapat menggunakan metode “Harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah” yang diterapkan pada
jumlah keseluruhan saham-saham tersebut, seperti dalam hal investasi jangka pendek.
Perbedaannya dengan Investasi jangka Pendek adalah pada perlakuan terhadap rekening rugi
penurunan nilai surat berharga, dimana untuk investasi jangka pendek rekening rugi diperhitungkan
dalam dalam laporan Rugi/Laba sedangkan dalam investasi jangka panjang dikelompokkan dalam
kelompok Modal.
D. Metode Pemilikan
Equity Method adalah suatu metode untuk mencatat penanaman modal dalam saham, dengan
mencatat sebesar Harga Pokoknya. Pada setiap akhir periode, harga pokok tersebut diubah sesuai
dengan bagian laba atau rugi yang diperoleh perusahaan yang sahamnya dimiliki. Dividen dari
saham-saham dicatat mengurangi rekening penanaman modal dalam saham. Oleh Investor bagian
laba atau rugi dicatat sebagai laba atau rugi untuk tahun buku yang bersangkutan.
Apabila Investor memiliki saham perusahaan lain lebih dari 50% dari jumlah yang beredar
maka harus membuat mengkonsolidasikan antara laproan keuangan perusahaan induk dengan
perusahaan anak. (Dibahas dalam Akuntansi Keuangan Lanjut / Advanced Accounting).
F. Pembelian Saham
Cara untuk memperoleh saham bisa dilakukan dengan dibeli tunai atau ditukar dengan aktiva,
dimana masing-masing cara akan menimbulkan masalah dalam menentukan harga pokok dari saham
yang dibeli.
Jika saham dengan tunai maka harga pokoknya adalah jumlah semua unag yang dibayarkan
dalam pembelian saham tersebut, meliputi harga kurs, biaya-biaya komisi, materai, dan biaya lain-lain
yang timbul pada saat pembelian saham. Jumlah harga pokok didebit dalam rekening “Penanaman
modal dalam saham”.
Jika saham diperoleh dengan menukarkan aktiva, maka harga pokok saham dicatat sebesar
harga pasar aktiva yang digunakan untuk menukarkan. Jika harga pasar aktiva tidak dapat ditentukan,
maka harga pokok saham akan dicatat sebesar harga pasar saham tersebut.
Pembelian saham prioritas tidak pada tanggal pembayran Dividen maka secara legal tidak
akan menimbulkan masalah Dividen Terutang (Accrued Dividend), tetapi karena Dividen saham
prioritas jumlahnya sudah pasti maka biasanya dalam transaksi jual beli saham prioritas akan
diperhitungkan Dividen yang terutang sampai tanggal pembelian.
Contoh : Pada tanggal 1 juni Tn Ahmad membeli 10 lembar saham prioritas PT DEF, dividen 5%
dibayarkan tiap tanggal 31 Desember, nominal Rp. 100,-/lembar dengan kurs 102. Biaya
pembelian saham Rp. 25,-
Ada 2 cara untuk mencatat Dividen terutang :
a) Dicatat dengan mendebit Dividen Terutang dalam rekening “Pendapatan Dividen” :
1 Juni Penanaman modal dalam saham prioritas Rp. 1.045,-
Pendapatan Dividen 20,8
Kas Rp. 1.065,8
Perhitungan :
Harga beli saham : 10 x Rp. 100 x 102/100 = Rp. 1.020,-
Biaya pembelian = 25,-
Harga beli saham Rp. 1.045,-
Dividen yang terutang 1 Jan – 1 Jun : 5/12 x 5% x 10 x Rp. 100,- = 20,8
Jumlah uang yang dibaayrkan Rp. 1.065,8
Dividen yang terutang sebesar Rp. 20,8 didebit dalam rekening Pendapatan Dividen, sehingga
mengakibatkan seluruh dividen yang diterima pada tanggal 31 Desember akan dikredit ke
rekening Pendapatan Dividen.
57
31 Des Kas Rp. 50,-
Pendapatan Dividen Rp. 50,-
Perhitungan :
Pendapatan Dividen : 5% x 10 x Rp. 100,- = Rp. 50,-
b) Dicatat dengan mendebit rekening Dividen terutang dalam rekening “Piutang Pendapatan
Dividen”
Cara yang kedua akan mengakibatkan Dividen yang diterima pada tanggal 31 Desember akan
dikreditkan dalam dua rekening yaitu rekening “piutang Pendapatan Dividen” Rp. 20,8 dan
rekening “Pendapatan Dividen” Rp. 29,2
31 Des Kas Rp. 50,-
Piutang Pendapatan Dividen Rp. 20,8
Pendapatan Dividen Rp. 29,2
G. LUMPSUM
Lumpsum (bersama) adalah pembelian dua macam atau lebih saham secara sekaligus
dengan jumlah satu harga. Sehingga akan timbul masalah mengenai alokasi harga beli masing-
masing jenis saham.
Alokasi harga beli dapat delakukan dengan dasar :
1. Jika harga pasar masing-masing saham yang dibeli diketahui, alokasi didasarkan pada
perbandingan jumlah relative masing-masing saham
2. Jika yang diketahui harga pasarnya hanya satu jenis saham, maka harga pasar saham yang
diketahui, diperlakukan sebagai harga pokok saham tersebut dan sisanya merupakan harga pokok
saham jenis yang lain
3. Jika harga pasar masing-masing saham yang dibeli tidak diketahui, maka alokasi harga pokoknya
ditangguhkan sampai salah satu saham dapat diketahui harga pasarnya.
Contoh :
Ny Nisa membeli 60 blok saham dengan harga Rp. 10.000,- per blok. Tiap blok terdiri dari 2
lembar saham prioritas dan 3 lembar saham biasa. Alokasi harga pokok saham kepada masing-
masing jenis adalah ;
a. Harga pasar masing-masing jenis saham diketahui
Misalnya harga pasar saham prioritas Rp. 2.500,-/lembar dan harga pasar saham biasa
Rp. 1.800,-/lembar
Perhitungan :
Nilai saham prioritas = 60 x 2 x Rp. 2.500,- = Rp. 300.000,-
Nilai Saham biasa = 60 x 3 x Rp. 1.800,- = 324.000,-
Rp. 624.000,-
Jurnal :
58
c. Harga pasar masing-masing saham tidak diketahui
Jika tidak ada harga pasar saham yang diketahui maka tidak ada dasar yang dapat
digunakan untuk mengalokasikan harga beli saham-saham tersebut. Alokasi harga beli saham
ditangguhkan sampai diperoleh dasar yang kuat.
Jurnal :
Penanaman modal dalam saham biasa dan saham prioritas Rp. 600.000,-
Kas Rp.
600.000,-
H. Dividen
Dividen adalah pembagian laba perusahaan kepada para pemegang saham. Besanya Dividen
yang diterima oleh pemegang saham jumlahnya tergantung pada jumlah lembar saham yang dimiliki.
Dividen yang dibagikan dapat berbentuk ;
1. uang tunai
2. aktiva (selain kas dan saham)
3. saham baru
59
Mrt’04 Penanaman modal dalam saham biasa Rp. 5.000,-
Kas Rp. 5.000,-
Des’04
Memo : diterima 4 lembar saham biasa sebagai Dividen, jumlah saham dan harga pokoknya
menjadi = 10 lembar + 4 lembar = 14 lembar
Harga pokok per lembar Rp. 5.000 : 14 = Rp. 357,1
Jika Dividen Saham yang diterima berupa saham berbeda dengan saham yang dimiliki, maka
harga pokok saham yang dimiliki dibagikan kepada tiap macam saham dengan dasar nilai relatifnya.
Contoh : Tn Andi memiliki 50 lembar saham biasa PT XYZ, nominal Rp. 10.000,-/lembar, dibeli
dengan harga Rp. 750.000,-. Pada bulan Desember 2002 diterima dividen saham prioritas
sebanyak 25 lembar dengan nilai nominal Rp. 5.000,-/lembar. Pada saat penerimaan
dividen harga pasar saham biasa Rp. 14.000,-/lembar dan saham prioritas
Rp. 4.000,/lembar
Pembagian harga pokok saham dan pencatatan penerimaan Dividen :
Nilai saham biasa = Rp. 14.000,- x 50 = Rp. 700.000,-
Nilai saham prioritas = Rp. 4.000,- x 25 = 100.000,-
Rp. 800.000,-
700.000
Harga pokok saham biasa = x Rp. 750.000,- = Rp. 656.250,-
800.000
100.000
Harga pokok saham prioritas = x Rp. 750.000,- = Rp. 93.750,-
800.000
Jurnal :
Penanaman modal dalam saham prioritas Rp. 93.750,-
Penanaman modal dalam saham biasa Rp. 93.750,-
Dividen saham yang diterima jika merupakan pengganti dividen tunai dicatat sebagai
penghasilan dividen. Jadi harga pokok saham yang dimiliki tidak berkurang dan harga pokok per
lembar juga tidak berubah. Rekening penghasilan dividen dikredit dengan harga pasar saham yang
diterima.
Contoh : rekening penghasilan dividen dikredit dengan harga pasar saham yang diterima. Contohnya
25 lembar saham prioritas, nominal Rp. 5.000,- per lembar, harga pasar Rp. 4.000,- per
lembar, sebagai pengganti dari dividen uang.
Jurnal :
Penanaman modal dalam saham prioritas Rp. 100.000,-
Penghasilan dividen Rp. 100.000
]
Jika saham yang dimiliki terdiri dari beberapa kali pembelian dengan harga yang berbeda-
beda, maka penerimaan dividen saham harus dihubungkan dengan masing-masing pembelian
tersebut. Dengan cara ini harga pokok baru untuk saham ynag dimiliki dapat ditentukan
Contoh : Saham PT DEF yang dimiliki Nn Lia adalah sebagai berikut :
Ket Lembar Harga Pokok / Lembar Jumlah Harga Pokok
Pembelian I 70 Rp. 12.000,- Rp. 840.000,-
Pembelian II 40 13.000,- 520.000,-
Pembelian III 50 13.500,- 675.000,-
Rp. 2.035.000,-
PT DEF mengumumkan dividen saham sebesar satu lembar saham untuk tiap-tiap 5 lembar
saham yang dimiliki. Memo yang dibuat oleh Nn Lia untuk menunjukkan perubahan jumlah
lembar dan harga pokok perlembar adalah :
60
Ket Lembar Harga Pokok / Lembar Jumlah Harga Pokok
Pembelian I 84 (70+14) Rp. 10.000,- Rp. 840.000,-
Pembelian II 48 (40+8) 10.833,33,- 520.000,-
Pembelian III 60 (50+10) 11.250,- 675.000,-
Rp. 2.035.000,-
Harga pokok saham per lembar untuk amsing-masing pembelian perlu dihitung akrena akan
menentukan laba atau rugi pada waktu sahamnya dijual. Contohnya dijual 60 lembar saham
dari pembelian ke III , maka harga pokok yang diperhitungkan adalah Rp. 675.000,-.
Pembebanan harga pokok saham pada waktu saham-saham dijual dapat menggunakan
cara MPKP, Rata-rata tertimbang atau MTKP.
Suatu perusahaan dapat memperbanyak sahamnya yang ebredar dengan cara mengurangi
nilai nominal sahamnya. Pengurangan nilai nominal atau nilai yang dinyatakan ini dapat menambah
jumlah lembar tanpa adanya penyetoran atau kapitalisasi dari laba tidak dibagi. Bagi pemegang
saham, pengurangan nilai nominal ini tidak mengubah nilai buku investasisahamnya, satu-satunya
perubahan yanga da hanyalah pertambahan jumlah lembar. Keadaan ini tidak memerlukan jurnal
tetapi cukup dengan catatan memo.
Contoh PT FVW mengumumkan pemecahan saham dimana tiap satu lembar dipecah menjadi 2
lembar. Dengan adanya pemecahan saham ini, para pemegang saham akan menerima dua
lembar saham untuk menukar tiap-tiap lembar yang dimiliki. Jumlah harga pokok saham
tidak mengalami perubahan, tetapi akrena jumlah lembarnya bertambah dua kali lipat maka
harga pokok per lembar saham tutun menjadi setengah dari harga pokok mula-mula. Dalam
hal pemecahan saham tidaka ada pendapatan yang diakui oleh pemegang saham.
Kebalikan dari pemecahan saham adalah keadaan dimana perusahaan mengurangi jumlah lembar
sahamnya dengan cara memperbesar nilai nominal atau nilai yang dinyatakan. Akibat dari
pengurangan jumlah lembar ini hanya dicatat dengan memo untuk menunjukkan perubahan jumlah
lembar dan harga pokok saham.
61
BAB VIII
A. Pengertian Obligasi
Surat Obligasi adalah merupakan pengakuan utang pihak yang mengeluarkan obligasi pada
pihak yang membeli / Investor (merupakan suatu janji tertulis untuk membayar uang sejumlah
tertentu, pada tanggal tertentu dimasa yang akan datang dan juga bunga setiap tanggal tertentu).
Surat obligasi menunjukkan jumlah nominal, bunga dan tanggal pembayarannya sera
perjanjian-perjanjian lain. Pembeli surat obligasi dapat menjual kembali obligasi yang dimilikinya
sewaktu-waktu, dalam waktu yang relative pendek atau lama, sehingga obligasi yang dibeli dapat
dicatat sebagai investasi jangka pendek atau jangka panjang. Penanaman modal dalam obligasi akan
memeberikan pendapatan bunga yang tetap setiap periode.
B. Macam-macam Obligasi
Harga jual (beli) obligasi tidak selalu sebesar niali nominalnya. Besarnya harga ditentukan oleh
tingkat bunga obligasi. Semakin besar bunganya maka harga obligasi semakin tinggi, dan semakin
kecil bunganya maka harganya semakin rendah.
Bunga Obligasi cukup besar atau kurang dapat diketahui dengan membandingkan anatar
prosentase bunga obligasi dengan tingkat bunga dipasar. Jika prosentase bunga obligasi melebihi
tingkat bunga dipasar, maka harga jual obligasi akan diats nilai nominal (dengan Agio), tetapi jika tariff
bunga obligasi lebih rendah dari tingkat bunga dipasar maka harganya dibawah nilai nominal (dengan
Disagio).
Agio atau Disagio obligasi merupakan perbedaan antara tariff bunga obligasi dengan tingkat
bunga dipasar untuk seluruh bunga obligasi yang dibayarkan. Sedangkan “Tarif Efektif” adalah bunga
62
obligasi ditambah atau dikurangi dengan agio atau disagio yang timbul pada saat pembelian
(menunukkan hasil sesungguhnya dari obligasi).
Cara untuk menentukan harga obligasi adalah sebagai berikut :
Menghitung niali tunai dari :
1. Jumlah jatuh tempo , ditambah
2. bilai tunai bunga yang akan diterima
Contoh : Pada tanggal 1 januari 2001 Tn Dimas membeli obligasi dari PT harmoni dengan nilai
nominal Rp. 10.000.000,-, bunga 7% per tahun dibayarkan setiap tanggal 31 Desember,
jatuh tempo tanggal 31 Desember 2005, dengan tujuan untuk menbdapatkan hasil
sesungguhnya (tariff efektif) sebesar 8%.
* Nilai tunai jautuh tempo = Rp. 10.000.000,- x A n7p
= Rp. 10.000.000,- x A 578
= Rp. 10.000.000,- x 0,68058
= Rp. 6.805.800,-
Jadi harga beli obligasi diatas agar menghasilkan tariff efektif 8% adalah sebesar Rp. 6.805.800,- +
Rp 2.794.897,- = Rp. 9.600.697,- atau dengan kata lain :
Ada Disagio obligasi sebesar Rp. 10.000.000,- – Rp. 9.600.697,- = Rp. 399.303,-
Jika dalam contoh tersebut hasil sesungguhnya (tariff efektif) yang diharapkan sebesar 5% maka
harga obligasi adalah :
Harga belinya sebesar = Rp. 7.835.300,- + Rp. .030.636,- = Rp. 10.865.936,- atau ada Agio obligasi
sebesar Rp. 10.000.000,- – Rp. 10.865.936,- = Rp. 865.936,-
Agio atau Disagio adalah selisih harga beli obligasi dengan nilai nominal. Jika dilihat dari
contoh pertama diatas, nilai nominal obligasi Rp. 10.000.000,- dibeli dengan harga Rp. 9.600.697,-
berarti disagionya Rp. 399.303,-. Dengan contoh kedua ada Agio obligasi sebesar Rp. 865.963,-.
Agio atau disagio obligasi akan diamortisaasi atau diakumulasikan selama umur obligasi. Cara
untuk Amortisasi Agio atau Akumulsi Disagio obligasi ada 2, yaitu :
1. Metode Garis Lurus (Straigt Line Method)
2. Metode bunga Efektif (Effective Intrest Method)
Contoh:
Ny Ria membeli obligasi dari PT HIJ, nilai nominal Rp. 10.000.000,- bunga 7% per tahun
dibayarkan setiap tanggal 31 Desember. Obligasi jatuh tempo pada tanggal 31 Desember 2005.
Harga beli obligasi adalah rp. 9.600.697,- dan pembeliannnya pada tanggal 1 Janiari 2001.
63
1. Tabel akumulasi disagio dengan metode garis lurus :
TABEL AKUMULASI DISAGIO OBLIGASI
METODE GARIS LURUS
JUMLAH
BUNGA AKUMULASI
TAHUN PENDAPATAN
OBLIGASI DISAGIO
BUNGA
2001 Rp. 700.000,- 1) Rp. 79.860,- 2) Rp. 779.860,- 3)
2002 700.000,- 79.860,- 779.860,-
2003 700.000,- 79.860,- 779.860,-
2004 700.000,- 79.860,- 779.860,-
2005 700.000,- 79.860,- 779.860,-
Rp. 3.500.000,- Rp. 339.303,- Rp. 3.839.303,-
1) Rp. 10.000.000,- x 7% = Rp. 700.000,-
2) Rp. 10.000.000,- - Rp. 9.600.697,- = Rp. 339.303,- : 5 = Rp. 79.860,-
3) Rp. 700.000,- + Rp. 79.860,- = Rp. 779.860,-
Jika digunakan Metode bunga efektif, dengan tariff efektif yang diharapkan 8%, maka
akumulasi disagio :
2. Tabel akumulasi disagio dengan metode tariff efektif:
TABEL AKUMULASI DISAGIO OBLIGASI
METODE BUNGA EFEKTIF DENGAN TARIF EFEKTIF 8%
JUMLAH
BUNGA AKUMULASI NILAI BUKU
TAHUN PENDAPATAN
OBLIGASI DISAGIO OBLIGASI
BUNGA
1 Jan’01 Rp. 9.600.697,-
31 Des’01 Rp. 700.000,- 1) Rp. 768.056,- 2) Rp. 68.056,- 3) 9.668.753,- 4)
31 Des’02 700.000,- 773.500,- 73.500,- 9.742.253,-
31 Des’03 700.000,- 779.380,- 79.380,- 9.821.633,-
31 Des’04 700.000,- 785.730,- 85.730,- 9.907.363,-
31 Des’05 700.000,- 792.590,- 92.590,- 10.000.000,-
1) Rp. 10.000.000,- x 7% = Rp. 700.000,-
2) Rp. 9.600.697,- x 8% = Rp. 768.056,- (pembulatan)
3) Rp. 768.056,- - Rp. 700.000,- = Rp. 68.056,-
4) Rp. 9.600.697,- + Rp. 68.056,- = Rp. 9.668.753,- (pembulatan)
Tujuan pembelian obligasi adalah untuk penanaman modal jangka panjang. Obligasi dicatat
sebesar harga perolehan, yaitu harga beli ditambah semua biaya pembelian seperti komisi, biaya
materai, provisi dan lain-lain. Obligasi yang dimiliki dengan cara ditukar dengan aktiva, maka harga
perolehannya dihitung sebesar harga pasar aktiva tersebut.
Jika harga beli berbeda dengan nilai nominal obligasi, maka selisihnya disebut agio atau
disagio obligasi.
Agio obligasi adalah selisih harga beli obligasi diatas nilai nominal. Sedangkan Disagio obligasi
adalah selisih harga beli obligasi dibawah nilai nominal.
Jika obligasi dibeli diantara tanggal pembayarn bunga, maka pembeli membayar harga beli
ditambah denga “Bunga Berjalan”. Bunga berjalan yaitu bunga sejak tanggal pembayaran bunga
terakhir sampai tanggal pembelian obligasi. Pembayaran bunga berjalan bukan merupakan harga
perolehan obligasi. Pencatatan bunga berjalan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan
mendebitkan pada rekening pendapatan bunga obligasi atau pada rekening piutang bunga obligasi,
dimana kedua cara tersebut akan membedakan pencatatan jurnal pada saat tanggal pembayaran
bunga.
Contoh : Ny Via membeli obligasi PT RST pada tanggal 1 Mei 2001, nominal Rp. 1.000.000,-, bunga
12% dengan harga beli sebesar Rp. 1.000.000,-. Biaya pembelian, yaitu komisi dan
materai Rp. 25.000,-. Bunga obligasi dibayarkan setiap tanggal 1 Maret dan 1 September.
Perhitungan :
Harga beli obligasi Rp. 1.000.000,-
Komisi dan Materai 25.000,-
Rp. 1.025.000,-
Bunga berjalan (1 Mrt – 1 Mei)
2/12 x 12% x Rp. 1.000.000,- 20.000,-
Jumlah yang dibayarkan Rp. 1.045.000,-
64
1) Bunga berjalan dicatat dengan mendebitkan ke rekening pendapatan bunga obligasi
Perhitungan amortisasi agio dan akumulasi disagio dengan metode garis lurus :
Contoh 1) : Obligasi yang dibeli pada tanggal 1 Maret 2001, nominal Rp. 1.000.000,- bunga 12%,
jatuh tempo tanggal 31 Desember 2003 dengan harga Rp. 966.000,- termasuk komisi
dan materai. Bunga obligasi dibayarkan setiap tanggal 1 Januari dan 1 Juli tiap-tiap
tahun. Pada tanggal 31 desember 2003 obligasi dilunasi oleh perusahaan yang
mengeluarkan.
Perhitungan :
Harga beli Rp. 966.000,-
Bunga berjalan: 2/12 x 12% x Rp. 1.000.000,- Rp. 20.000,-
Jumlah uang yang dibayarkan Rp. 986.000,-
Disagio oblgasi = rp. 1.000.000,- - rp. 966.000,- = Rp. 34.000,- akan diakumulasikan selama
umur obligasi yaitu 34 bulan (1 Maret 2001 – 31 Desember 2003).
Akumulasi disagio setiap bulan sebesar Rp. 34.000,- : 34,- = Rp. 1.000,-
Jurnal untuk mencatat transaksi-transaksi tersbut :
Transaksi Jurnal
1 Mrt’01
Pembelian obligasi Penanaman modal dlm obligasi 966.000
Pendapatan bunga obligasi 20.000
Kas 986.000
1 jul’01
Penerimaan Bunga
6/12 x 12% x Rp. 1.000.000,- = Kas 60.000
Rp. 60.000,- Pendapatan bunga obligasi 60.000
31 Des’91
Penyesuaian
b) akumulasi disagio
10 bulan x Rp. 1.000,- = Penanaman modal dalam obligasi 10.000
Rp. 10.000,- Pendapatan bunga obligasi 10.000
1 Jan’02
a) Penyesuaian kembali Pendapatan bunga obligasi 60.000
Piutang bunga 60.000
65
1 Jul’02 Kas 60.000
Penerimaan bunga Pendapatan bunga obligasi 60.000
6/12 x 12% x Rp. 1.000.000,- =
Rp. 60.000,-
b) Akumulasi Disagio
12 bulan x Rp. 1.000 = Penanaman modal dalam obligasi 10.000
Rp. 12.000,- Pendapatan bunga obligasi 10.000
Tahun 2003
Dalam tahun 2003 dibuat jurnal separti pada tahun 2002. Ketika obligasi dillunasi pada tanggal
31 Desember 2003 dibuat jurnal :
Kas Rp. 1.000.000,-
Penanaman modal dalam obligasi Rp. 1.000.000,-
Contoh 2) : Pada tanggal 1 April 2001 dibeli obligai dengan nilai nominal Rp. 1.000.000,- bunga 12 %,
jatuh tempo tanggal 31 Desember 2003, dengan harga Rp. 1.066.000,- (termasuk komidi
dan biaya pembelian lain). Bunga dibayarkan tiap tanggal 1 Maret dan 1 September.
Pada tanggal jatuh tempo, obligasi dilunasi.
Perhitungan :
Harga beli obligasi Rp. 1.066.000,-
Bunga berjalan: 1/12 x 12% x Rp. 1.000.000,- 10.000,-
Jumlah yang dibayarkan Rp. 1.076.000,-
Agio Obligasi sebesar Rp. 66.000,- (Rp. 1.066.000,- - Rp. 1.000.000,-) akan diamortisasi
selama pemilikan obligasi (1Apr’01 – 31 Des’03) = 33 bulan.
Amortisasi agio tiap bulan = Rp. 66.000,- / 33 = Rp. 2.000,-
Jurnal untuk mencatat transaksi-transaksi tersbut :
Transaksi Jurnal
1 Apr’01
Pembelian obligasi Penanaman modal dlm obligasi 1. 066.000
Pendapatan bunga obligasi 10.000
Kas 1.066.000
1 Sept’01
Penerimaan Bunga
6/12 x 12% x Rp. 1.000.000,- = Kas 60.000
Rp. 60.000,- Pendapatan bunga obligasi 60.000
31 Des’91
Penyesuaian
1 Jan’02
Penyesuaian kembali Pendapatan bunga obligasi 40.000
Piutang bunga 40.000
66
1 Sept’02 Kas 60.000
Penerimaan bunga 6 bulan Pendapatan bunga obligasi 60.000
6/12 x 12% x Rp. 1.000.000,- =
Rp. 60.000,-
31 Des’02
Penyesuaian
a) Mencatat pendapatan bunga
4/12 x 12% x Rp. 1.000.000,- = Piutang Bunga 40.000
Rp. 40.000,- Pendapatan bunga obligasi 40.000
b) Amortisasi Agio
12 bulan x Rp. 2.000 = Penanaman modal dalam obligasi 24.000
Rp. 24.000,- Pendapatan bunga obligasi 24.000
Tahun 2003 :
Dibuat jurnal yang sama dengna tahun 2003, sehingga pada tanggal 31 Desember 2003
rekening Penanaman modal dalam obligasi akan menunjukkkan saldo Rp. 1.000.000,-.
Pada saat pelunasan obligasi tanggal 31 Desember 2003 dibuat jurnal :
Kas Rp. 1.000.000,-
Penanaman modal dalam obligasi Rp. 1.000.000,-
# Pencatatan Amortisasi Agio dan Akumulasi Disagio dapat juga dilakukan pada setiap tanggal
penerimaan bunga bersama dengan jurnal penerimaan bunga
Jika obligasi yang dimiliki dengan tujuan untuk penanaman modal jangka panjang, kemudian
dijual sebelum tanggal jatuh temponya maka perhitungan laba/rugi penjualan didasarkan pada jumlah
uang yang diterima dengan nilai buku obligasi. Nilai buku obligasi dihitung dengan cara : harga
perolehan obligasi ditambah dengan akumulasi disagio sampai tanggal penjualan atau harga
perolehan obligasi dikurangi amortisasi agio sampai tanggal penjualan.
Contoh : (lihat contoh no 2), pada tanggal 1 April 2003 obligasi dijual dengan harga Rp. 10.030.000,-
(sesudah dikurangi komisi dan lain-lain).
Perhitungan laba/rugi :
Harga perolehan obligasi Rp. 1.066.000,-
Amortisasi Agio :
2001 = 9 x Rp. 2.000,- = Rp. 18.000,-
2002 = 12 x 2.000,- = 24.000,-
2003 = 3 x 2.000,- = 6.000,-
Rp. 48.000,-
Nilai buku obligasi Rp. 1.018.000,-
Harga jual obligasi 1.030.000,-
Laba penjualan Rp. 12.000,-
Bunga berjalan : 1/12 x 12% x Rp. 1.000.000,- Rp. 10.000,-
Uang yang diterima = Rp. 1.030.000,- + Rp. 10.000,- Rp. 1.040.000,-
Jurnal untuk mencatat penjualan obligasi tanggal 1 April 2003 ;
Mencatat Amortisasi Pendapatan bunga obligasi 60.000
selama 3 bulan Penanaman modal dlm obligasi 60.000
Mencatat penjualan Kas 1.040.000
dan penerimaan bunga Penanaman modal dlm obl 1.018.000
Pendapatn bunga obl 10.000
Laba penjualan obligasi 12.000
Obligasi yang dapat dilunasi kembali sebelum tanggal jatuh tempo biasanya dilakukan dengan
memberi Agio pada pemegang obligasi pada waktu pelunasan tersebut terjadi. Akumulasi disagio atau
amortisasi agio dalam buku Investor tidak lagi dengan cara garis lurus tetapi menggunakan cara
67
“Amortisasi yang Dapat Dipercepat”.
Contoh : Obligasi dikeluarkan tanggal 1 Januari 1988 dan jatuh tempo tanggal 1 Januari 2006. Daftar
tanggal pelunasan dengan junlah pelunasan adalah :
Dilunasi pada tanggal 1 januari 1985 sampai 31 Desember 1989 = 1.050.000
Dilunasi pada tanggal 1 januari 1990 sampai 31 Desember 1994 = 1.030.000
Dilunasi pada tanggal 1 januari 1994 sampai 31 Desember 2005 = 1.010.000
Jika obligasi ini dibeli oleh investor diata niali nominal maka perhitungan amortisasi agionya harus
dibuat sedemikian rupa agar nilai buku obligasi tidak melebihi nilai jatuh tempo tiap-tiap jangka waktu.
Rp. 1.100.000,- - Rp. 1.050.000,- : 3 tahun (1988-1990) = Rp. 16.667,-/tahun
Rp. 1.050.000,- - Rp. 1.030.000,- : 5 tahun (1991-1995) = Rp. 4.000,-/tahun
Rp. 1.030.000,- - Rp. 1.010.000,- : 5 tahun (1996-2000) = Rp. 4.000,-/tahun
Rp. 1.010.000,- - Rp. 1.000.000,- : 5 tahun (2001-2005) = Rp. 2.000,-/tahun
Dengan amortisasi yang dipercepat, nilai buku penanaman modala dalam obligasi sama
dengan jumlah pelunasan pada akhir suatu jangka waktu. Obligasi yang agio atau disagionya tidak
lebih besar dari nilai jatuh tempo setiap periode, tidak menimbulkan masalah. Pelunasan obligasi
seperti ini dicatat dalam buku Investor dengan debit kas, Kredit penanaman modal dalam obligasi,
sedangkan laba ruginya merupakan selisihnya. Penerimaan bunga obligasi tetap dikreditkan ke
rekening pendapatan bunga obligasi.
H. Pertukaran Obligasi
Jika obligasi yang dimiliki ditukarkan dengan surat berharga lain, maka rekening penanaman
modal dalam obligasi ditutup dan dibuka rekening penanaman modal yang baru. Surat berharga yang
diterima dicatat sebesar harganya di bursa, selisihnya dengan nilai buku obligasi dicatat sebagai laba
atau rugi.
Contohnya : obligasi yang dimiliki nilai nominal Rp. 100.000,-, bunga 12%, dibayarkan tiap tanggal 1
maret dan 1 September. Pada tanggal 1 April 2001 nilai bukunya sebesar Rp. 102.400,-
dan ditukarkan dengan 10 lembar saham biasa, nominal Rp. 10.000,- per lembar. Pada
atnggal tersebut harga pasar saham biasa tercatat sebesar Rp. 12.000,- per lembar.
Jurnal yang dibuat untuk mencatat transaksi tersebut :
68