Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fenol

Fenol (C6H6OH) merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus

hidroksil yang terikat pada cincin benzena. Senyawa fenol memiliki beberapa

nama lain seperti asam karbolik, fenat monohidroksibenzena, asam fenat, asam

fenilat, fenil hidroksida, oksibenzena, benzenol, monofenol, fenil hidrat, fenilat

alkohol, dan fenol alkohol (Nair et al, 2008). Fenol memiliki rumus struktur

sebagai berikut (Poerwono, 2012).

Fenol adalah zat kristal yang tidak berwarna dan memiliki bau yang khas.

Senyawa fenol dapat mengalami oksidasi sehingga dapat berperan sebagai

reduktor (Hoffman et al., 1997). Fenol bersifat lebih asam bila dibandingkan

dengan alkohol, tetapi lebih basa daripada asam karbonat karena fenol dapat

melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Lepasnya ion H+ menjadikan anion

fenoksida C6H5O- dapat melarut dalam air. Fenol mempunyai titik leleh 41oC dan

titik didih 181oC. Fenol memiliki kelarutan yang terbatas dalam air yaitu 8,3

gram/100 mL (Fessenden dan Fessenden, 1992).

Fenol merupakan senyawa yang bersifat toksik dan korosif terhadap kulit

(iritasi) dan pada konsentrasi tertentu dapat menyebabkan gangguan kesehatan

manusia hingga kematian pada organisme. Tingkat toksisitas fenol beragam

5
6

tergantung dari jumlah atom atau molekul yang melekat pada rantai benzenanya

(Qadeer and Rehan, 1998).

2.2 ZnO

Seng oksida merupakan senyawa anorganik logam golongan transisi yang

mempunyai rumus umum ZnO. Terdapat 3 bentuk struktur kristal ZnO yang

terdapat di kerak bumi, yaitu: hexagonal wurtzite, cubic zincblende, dan cubic

rocksalt. ZnO memiliki massa molar 81,38 g/mol, dengan persentase Zn = 80,34%

dan O = 19,66%. Semikonduktor ZnO memiliki energi celah pita 3,2 eV

(Sing, 2009). ZnO merupakan kristal berwarna putih dan memiliki struktur

berbentuk heksagonal. ZnO terbentuk dari pembakaran logam seng di udara.

Pemanasan ZnO membuat kristal yang berwarna putih berubah warna menjadi

warna kuning (Cotton and Wilkinson, 1989). Pemanasan ZnO dengan karbon

mengubah seng menjadi :

2.3 Fotokatalis

Fotokatalis merupakan material yang digunakan sebagai katalis dalam

proses reaksi kimia yang melibatkan cahaya untuk mempercepat terjadinya

transformasi kimia. Transformasi tersebut terjadi pada permukaan fotokatalis.

Fotokatalis menghasilkan permukaan yang bersifat sebagai pengoksidasi yang

kuat sehingga dapat digunakan untuk mengurangi zat-zat yang berbahaya seperti

senyawa organik atau bakteri ketika dikenai cahaya matahari atau lampu yang

berpijar. Beberapa semikonduktor yang sering digunakan sebagai fotokatalis

antara lain seng oksida (ZnO), titanium oksida (TiO2), seng sulfida (ZnS),

tungsten oksida (WO3), stronsium titanat (SrTiO3), dan hematite (α-Fe2O3).


7

Fotokatalis semikonduktor dapat menghasilkan radikal hidroksil bebas (•OH)

yang dapat memineralisasi zat-zat berbahaya (Xiao Qi dan Yao Chi, 2010 ).

Radikal hidroksil (•OH) merupakan oksidator kuat karena memiliki potensial

oksidasi relatif paling tinggi, yaitu 2,8 V (Parekh, 2007).

Material fotokatalis sering digunakan untuk mendegradasi polutan cair

menjadi senyawa yang lebih ramah lingkungan. Semikonduktor titanium dioksida

(TiO2), seng oksida (ZnO) atau kadmium sulfida (CdS) merupakan fotokatalis

yang tergolong sebagai fotokatalis heterogen. Secara umum fotokatalis dibagi

menjadi dua macam :

a. Fotokatalis homogen

Fotokatalis homogen merupakan suatu material dimana katalis, medium

dan reaktan berada dalam fase yang sama dalam proses fotokatalisis. Dalam

proses ini interaksi antara foton dengan spesi pengabsorpsi (senyawa koordinasi

dari logam transisi zat warna organik), substrat (kontaminan) dan cahaya akan

menyebabkan terjadinya modifikasi (perubahan) substrat. Proses fotokatalisis ini

terjadi dengan bantuan zat pengoksidasi seperti ozon dan hidrogen peroksida.

b. Fotokatalis Heterogen

Pada proses fotokatalisis heterogen, katalis tidak berada pada satu fasa

dengan medium dan reaktan. Konsep degradasi fotokatalisis heterogen ini cukup

sederhana, yaitu irradiasi padatan semikonduktor yang stabil untuk menstimulasi

reaktan antar fasa permukaan padat atau larutan. Sesuai dengan definisi ini maka

zat padatnya tidak berubah dan dapat diambil lagi setelah beberapa kali siklus

reaksi redoks (Vora, 2009).


8

2.4 Fotokatalis ZnO

ZnO merupakan semikonduktor yang berfungsi sebagai katalis.

Semikonduktor ZnO memiliki energi celah pita (bandgap energy) yang cukup

tinggi yaitu 3,2 eV (Wang, 2004). Dengan besarnya nilai band gap yang dimiliki

ZnO maka besar pula kemampuan untuk menyerap foton dari sinar matahari dan

semakin besar pula rentang cahaya yang dapat diserap oleh material

semikonduktor untuk fotokatalisis. Panjang gelombang cahaya yang dibutuhkan

oleh band gap ZnO dengan energi 3,2 eV ialah 390 nm. Hanya dengan energi

bandgap yang cukup tinggi dan panjang gelombang cahaya yang relatif rendah

dapat menghasilkan elektron dan hole (Gunlazuardi, 2009).

2.5 Fotodegradasi

Degradasi adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian suatu

senyawa atau molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih sederhana secara

bertahap. Misalnya, pengurangan panjang polimer makromolekul atau perubahan

gula menjadi glukosa dan akhirnya membentuk alkohol. Terdapat beberapa

macam proses degradasi yaitu fotodegradasi dan biodegradasi. Biodegradasi

merupakan proses penguraian suatu senyawa menjadi lebih sederhana dengan

bantuan senyawa biologis sedangkan fotodegradasi merupakan proses penguraian

suatu senyawa menjadi lebih sederhana dengan bantuan cahaya (Akmal, 2009).

Fotodegradasi yang dipercepat prosesnya dengan bantuan suatu bahan

fotokatalis sering disebut sebagai degradasi fotokatalitik. Fotodegradasi

merupakan reaksi pemecahan senyawa oleh cahaya. Proses fotodegradasi

membutuhkan suatu fotokatalis yang umumnya merupakan bahan semikonduktor.

Pada reaksi fotodegradasi terjadi loncatan elektron dari pita valensi menuju pita
9

konduksi pada logam semikonduktor jika dikenai suatu energi foton. Loncatan

elektron ini menimbulkan adanya hole (lubang elektron) yang dapat berinteraksi

dengan pelarut (air) membentuk radikal hidroksi (•OH). Radikal ini dapat

menguraikan senyawa organik target. Proses fotodegradasi ini membentuk radikal

dari adanya oksidasi ion OH- dari H2O setelah suatu semikonduktor menyerap

cahaya membentuk hole (Vora, 2009).

Penyinaran sinar UV dengan panjang gelombang tertentu maka permukaan

material oksida seperti TiO2 dan ZnO dapat mengionisasi reaksi kimiawi. Dalam

media air, senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air

sehingga air dapat dibersihkan dari pencemar organik dan anorganik. Senyawa

yang terdapat dalam air tersebut berubah dari senyawa yang beracun menjadi

senyawa yang relatif tidak beracun. Reaksi tersebut melibatkan pasangan

elektron-hole (e- dan h+) (Vora, 2009).

Proses awal reaksi fotokatalisis pada semikonduktor ialah pembentukan

pasangan elektron-hole dalam partikel semikonduktor. Semikonduktor akan

menyerap energi yang sebanding atau lebih besar dari energi celah sehingga

elektron (e) pada pita valensi (valence band, vb) akan tereksitasi menuju pita

konduksi (conductor band, cb) dengan meninggalkan lubang positif (hole, h+vb).

Reaksi kimia yang terjadi pada fotokatalisis ZnO adalah sebagai berikut

(Vora, 2009).

Lubang pita valensi memiliki kemampuan untuk mengoksidasi substrat

sedangkan elektron pita konduksi memiliki kemampuan untuk mereduksi substrat.

Larutan yang mengandung spesi akan berinteraksi dan mengalami reaksi reduksi-
10

oksidasi. Reaksi berikut merupakan pembentukan anion radikal superoksida •O2-

dan OH radikal (Vora, 2009)

‘ads’ merupakan spesi yang teradsorpsi pada permukaan semikonduktor. Radikal

hidroksi sangat reaktif menyerang senyawa-senyawa organik yang menghasilkan

CO2, H2O dan ion-ion halida yang terkandung pada senyawa organik (Vora,2009).

( )

2.6 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur

absorbans suatu sampel yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet

dekat (190 nm – 380 nm) dan sinar tampak (380 nm – 780 nm). Pada spektra

UV-Vis, suatu molekul yang sederhana apabila dikenakan radiasi elektromagnetik

akan mengabsopsi radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi

tersebut akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan

eksitasi. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi

elektronik pada satu macam gugus, maka akan terjadi satu absorpsi yang

merupakan garis spektrum (Mulja dan Suharman, 1995).

Spektrofotometer komersial beroperasi dari panjang gelombang sekitar

200 nm – 1000 nm. Sampel yang digunakan pada spektrofotometer UV-Vis dapat

berbentuk cairan, gas, dan padatan. Namun kebanyakan sampel yang dianalisis

adalah berupa cairan (larutan). Sampel yang dianalisis diletakkan pada kuvet yang
11

berbentuk sel transparan. Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan pada

larutan berwarna, maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap

secara selektif dan radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi) (Skoog et al., 1994)

Spektrofotometer UV-Vis membandingkan intensitas cahaya yang

melewati sampel (I) dengan intensitas cahaya sebelum melewati sampel (Io).

Ratio I/Io disebut transmitan yang dinyatakan dalam persentase. Hasil yang

didapatkan dari pengukuran sampel dengan spektrofotometer UV-Vis berupa

absorbansi larutan. Absorbansi suatu larutan merupakan logaritma dari 1/T

dengan T adalah transmitan yaitu perbandingan intensitas sinar datang (Io) dan

intensitas sinar yang diteruskan (I). Pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis

akan menghasilkan spektrum sehingga dapat diketahui absorbansinya (serapan)

dari sampel (Skoog, et al, 1994).

Persamaan hukum Lambert-Beer digunakan untuk menentukan hubungan

antara absorbansi dengan konsentrasi

Keterangan :

A = absorbansi

b = tebal kuvet

ԑ = absorptivitas Molar (M-cm-)

C = konsentrasi larutan (M)

2.7 Difraksi Sinar X

Difraksi sinar-x merupakan analisis yang digunakan untuk menganalisis

padatan kristal, yang meliputi: keramik, logam, bahan elektronik, bahan geologi,

organik dan polimer. Bahan-bahan ini dapat berupa serbuk, kristal tunggal, film
12

tipis multilayer, lembar, serat atau bentuk tidak teratur tergantung pada

pengukuran yang diinginkan. Difraktometer sinar-x paling sering digunakan untuk

menentukan struktur molekul bahan baru (Settle, 1997). Persamaan hukum

Scherrer pada difraksi sinar-x adalah sebagai berikut.

Dimana D adalah ukuran diameter kristalit, k adalah konstanta

proporsionalitas, adalah panjang gelombang, β adalah lebar keseluruhan dari

setengah kali puncak difraksi maksimum (Full Widht at Half Maximum, FWHM),

adalah sudut Bragg.

Sampel dalam bentuk serbuk ditempatkan dalam sebuah plat kaca. Pada

sampel ditembakkan sinar-X yang dihasilkan dari penumbukan target oleh

elektron berenergi tinggi yang berasal dari pemanasan filamen dalam keadaan

vakum pada tekanan tinggi dan kecepatan yang tinggi. Sampel kemudian akan

difraksikan sinar ke segala arah yang kemudian akan direkam sebagai data analog

dan digital. Pola difraktogram yang dihasilkan berupa puncak-puncak difraksi

dengan intensitas bervariasi dengan nilai sepanjang 2Ɵ

(Pratapa dan Suminar, 2004).

2.8 Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope merupakan suatu analisis untuk

mengetahui morfologi kristal menggunakan berkas elektron untuk

menggambarkan profil permukaan benda. Prinsip kerja SEM adalah

menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi.

permukaan benda yang dikenai berkas akan akan memantulkan kembali berkas

tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Tetapi ada satu arah
13

dimana berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor di dalam SEM

mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang

dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut memberikan informasi

profil permukaan benda seperti seberapa landai dan kemana arah kemiringan.

Pada saat dilakukan pengamatan, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan

berkas elektron di-scan ke seluruh area daerah pengamatan. Lokasi pengamatan

dapat dibatasi dengan melakukan zoom-in atau zoom-out (Abdullah dan

Khairurrijah, 2008).

Anda mungkin juga menyukai