Laporan Pendahulan
Laporan Pendahulan
1. Pengertian Fraktur
Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur yang tidak
ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga menghasilkan keadaan
keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang lebih buruk dan bahkan kecacatan
(Apley & Solomon, 2013). Neglected fraktur adalah yang penanganannya lebih dari 72
jam. Sering terjadi akibat penanganan fraktur pada extremitas yang salah oleh bone
setter. Umumnya terjadi pada orang-orang yang berpendidikan dan berstatus
sosioekonomi yang rendah.
1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Nama, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, alamat, agama, pekerjaan, tanggal MRS
2) Riwayat penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan
banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner & suddarth,
2002)
b. Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses
perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat
keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan
post operasi
3) Pola Kebiasan
a. Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi dapat
menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi
b. Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti
konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi
c. Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan
yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat
terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak
hospitali
d. Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur sehingga
aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang
sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri, (Doenges, 2000)
e. Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun
harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat
tidur.
f. Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain itu dapat
juga terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis ini dapat muncul pada
pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit.
g. Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak
mengalami gangguan yang berarti
h. Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien
dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna
i. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat
kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara
berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
4) Pemeriksaan fisik
a. TTV
TD : 100/80 – 120/80 mmHg
HR : 60 – 100 kali/menit
RR : 16 – 24 kali/menit
Suhu : 36oC – 37.5oC
Tanda-tanda vital akan meningkat apabila disertai dengan nyeri yang hebat
dan pasien terpapar infeksi
b. Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi, kemerahan
mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
c. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita adalah
nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat
nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
d. Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
e. Auskultasi : Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui
struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada
pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner &
Suddarth, 2002).
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
2) Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus)
3) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
4) Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
5) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
6) Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
7) Ansietas b/d tindakan operatif yang akan dijalani
8) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
3. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
a. Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan
tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individual
b. Intervensi
Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat
dan atau traksi
Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif
Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
posisi)
Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi
visual, aktivitas dipersional)
Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
2) Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus)
a. Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral
hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif
b. Intervensi keperawatan
Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi
distal cedera.
Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
adanya sindroma kompartemen.
Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.
Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit
distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.
3) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
a. Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria
klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
b. Intervensi keperawatan