Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“PENANGANAN ATONIA UTERI PADA NY. N USIA 28 TAHUN P4A0 DENGAN


ATONIA UTERI DI RUANG IGD PONEK
RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN II (PKK II)
AKADEMI KEBIDANAN WIRA BUANA
PERIODE 01 JANUARI -16 JANUARI 2020 ”

DISUSUN OLEH:
Tri Rezeki Amelia

17241033

YAYASAN PENDIDIKAN SAPTA BUANA


AKADEMI KEBIDANAN WIRA BUANA
TAHUN 2020
PEMBAHASAN

1. perdarahan post partum


a. pengertian
perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi
lahir, perdarahan yang masif berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan
jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab
kematian ibu disamping karena perdarahan karena hamil etopik dan abortus
(prawirohardjo, 2010).
b. Klasifikasi
Menurut prawirohardjo (2010) perdarahan post partum dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Perdarahan post partum primer (early post partum haemorrhagi) adalah
perdarahan yang terjadi antara 24 jam setelah melahirkan.
2) Perdarahan post partum sekunder (late post partum haemorrhagi) adalah
perdarahan yang terjadi antara 24 jam setelah melahirkan bayi dan 6
minggu masa post partum.
c. Etiologi
Menurut marmi (2012), etiologi perdarahan dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Penyebab perdarahan
Postpartum primer, meliputi :
a) Uterus atonia, yang dapat terjadi karena plasenta atau selaput ketuban
tertahan.
b) Trauma genital, yang meliputi penyebab spontan dan trauma akibat
penatalaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan
peralatan termasuk sectio caesaria dan episiotomi.
c) Koagulasi intravaskuler diseminata.
d) Inversi uteri
2) Penyebab perdarahan post partum sekunder meliputi :
a) Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan.
b) Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet ( dapat terjadi di
serviks, kandung kemih, dan rektum).
c) Terbukanya luka pada uterus ( setelah sectio caesaria, ruptur uterus).

2
d) Faktor pencetus yang meningkatkan risiko perdarahan post partum
menurut marmi dkk (2011), adalah :
1) Riwayat perdarahan pasca partum atau retensi plasenta.
2) Paritas tinggi yang menyebabkan terbentuknya eskar pada pada uterus.
3) Adanya fibroid
4) Anemia maternal.
5) Ketoasidosi
2. Atonia uteri
a. Pengertian
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post
partum yang paling penting dan biasa terjadi setelah bayi lahir hingga 4 jam
setelah persalinan ( Taufan, 2010).
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat
berkontraksi dan jika ini terjadi maka darah yang akan keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (JNPK – KR, 2016).
b. Etiologi
Penyebab tersering kejadian perdarahan pada ibu dengan atoni uteri menurut
rukiyah (2010), antara lain :
1) Overdistension seperti : gemeli, mikrosomnia, polihidramnion. Atau
paritas tinggi.
2) Umur yang terlalu muda dan terlalu tua, multipara dengan jarak kelahiran
pendek.
3) Partus lama/ partus terlantar
4) Malnutrisi
5) Salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan
sebenarnya belum terlepas dari uterus.
6) Grandemultipara.
7) Uterus terlalu renggang
(hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB >4000gr)).
8) Kelainan uterus ; uterus bikornis, mioma uteri, bekas operasi).

3
9) Partus lama (exahauted mother).
10) Partus presipitatus
11) Hipertensi dalam kehamilan (gestosis).
12) Infeksi uterus.
13) Anemia berat.
14) Penggunaan oksitosi yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus).
15) Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta
manual.
16) Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit atau mendorong-
dorong uterus sebelum plasenta terlepas.
17) IUFD sudah lama.
18) Penyakit hati,emboli air ketuban (koagulopati).
19) Tindakan operatif dengan anestasi umum terlalu dalam.

c. Tanda dan gejala atonia uteri

Tanda dan gejala atonia uteri menurut Anggraini (2010), adalah:

1) Perdarahan pervaginam segera setelah anak lahir


2) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
3) Terdapat tanda-tanda syok :
a. Pasien tampak gelisah, ketakutan, kesadaran menurun sampai tidak sadar.
b. Ekstremitas dingin.
c. Muka pucat.
d. Pernafasan cepat > 30x/menit.
e. Nadi cepat > 110x/ menit.
f. Tekanan darah turun, sistolik < 90mmHg.
g. Mual
4) Fundus uteri naik (kalau pengaliran darah keluar terhalang oleh bekuan darah atau
selaput janin).
d. Diagnosis Atonia Uteri

Diagnosis atonia uteri biasanya tidak sulit, apabila timbul perdarahan segera
setelah bayi lahir. Pada perdarahan karena atonia uteri, plasenta telah lahir, uterus
tidak berkontraksi dan lembek (saifuddin, 2012).

4
e. Pencegahan Atonia Uteri

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi perdarahan post
partum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Menejemen aktif kala II dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anamia,
dan kebutuhan transfusi darah (Rukiyah, 2010). Kegunaan utama oksitosin sebagai
pencegan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabakan kenaikan
tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling
bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada menejemen aktif kala III harus di berikan
oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus
atau 10-20 per liter drip. 100-150 cc/jam (Rukiyah, 2010).

f. Menejemen atonia uteri

Menejemen atonia uteri menurut JNPK-KR (2016), adalah:

1) Masase fundus uteri segera setelah lahirnya placenta (maksimal 15 detik). Masase
merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan masase sekaligus dapat dilakukan
penilaian kontrasi uterus.
2) Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks.
Bekuan darah dalam kavum uteri dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik.
3) Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh lakukan katerisasi menggunakan
tehnik aseptik. Kandung kemih yang penuh akan mengganggu penilaian nyeri dan
prosedur per vaginam
4) Lakukan kompresi bimanual interna selama 5 menit Kompresi bimanual interna
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga
merangsang miometrium untuk berkontraksi, jika kompresi bimanual tidak berhasil
setelah lima menit, diperlukan tindakan lain. Langkah-langkah melakukan Kompresi
Bimanual Interna menurut Rukiyah (2010), adalah:
a) Pakai sarung tangan desinfektan tinggkat tinggi atau steril, dengan lembut masukan
secara obstetrik (menyatukan ke lima ujung jari) melalui introitus dan ke dalam
vagina kemudian periksa vagina dan servik. Jika ada selaput ketuban atau bekuan

5
darah pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tidak dapat
berkontraksi secara penuh.
b) Setelah seluruh tangan telah masuk, kepalkan tangan dalam dam tempatkan pada
vornik anterior, tekan dinding anterior uterus, ke arah tangan luar yang mendorong
dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus di tekan dari arah depan
dan belakang.
c) Tekan kuat uterus di antara kedua tangan, kompresi uterusini memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di
dinding uterus dan juga merangsang myometrium untuk berkontraksi.
d) Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada vornik anterior, tekan dinding
anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding
posterior uterus kearah dapan sehingga uterus di tekan dari arah depan dan
belakang.
e) Tekan kuat uterus di antara ke dua tangan. Kompresi uterus ini memberikan
tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta)
di dinding uterus dan juga merangasang myometrium untuk berkontraksi.
5) Anjurkan keluarga untuk membantu melakukan kompresi bimanual eksterna.
Keluarga dapat meneruskan kompresi bimanual secara eksterna selama penolong
melakukan langkah-langkah selanjutnya. Langkah-langkah melakukan kompresi
bimanual eksterna menurut Rukiyah (2010), adalah:
a) Letakan satu tangan pada tangan pada dinding abdomen dan dinding depan
korpus uteri dan di ataas simpisis pubis.
b) Letakan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang corpus uteri
sejajar dinding depan korpus uteri, usahakan untuk mencangkup atau memegang
bagian uterus seluas mungkin.
c) Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan
belakang agar pembuluh darah dalam anyaman myometium dapat dijepit secara
manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus
untuk berkontraksi.
6) Keluarkan tangan secara perlahan.
7) Berikan uterotonika yaitu ergometrin 0,2 mg IM (kontra indikasi hipertensi) atau
misoprostol 600-1000 mcg. Macam-macam uterotonika menurut Rukiyah (2010),
antara lain:

6
a) Oksitosin merupakan hormon sintetik yang di produksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring
dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbul reseptor oksitosin. Pada dosis
rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan menguatkan frekuensi, pada dosis tinggi,
menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV untuk perdarahan
aktif diberikan melalui infus dengan reagen laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi
kolabs dapat di berikan oksitosin 10 IU intra miometrikal (IMM) efek samping
pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nause dan vornitus, efek
samping yang lain yaitu intoksikasi cairan jarang di temukan.
b) Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloit yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian secara IM. Dapat di berikan
secara IM 0,25 mg, dapat di ulangi setelah 5 menit sampai dosis maksimum 1,25
mg, dapat juga di berikan secara langsung apabila di perlukan (IMM) atau IV bolus
0,125 mg. Obat ini di kenal dapat menyebabkan vasopasme periver dan hipertensi,
dapat juga menyebabkan nausea dan vornitus, obat ini tidak boleh di berikan pada
pasien dengan hipertensi.
c) Uterotonika prostagladin merupakan sintetik analog 15 metil prostagladin dapat di
berikan secara intrameometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous,
intramuscular, dan rektal, pemberian secara IM atau intra miometrikal (IMM) 0,25
mg, yang dapat di ulang 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberrian
secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan post partum ( 5 tablet
200μg = 1 g). Prostagladin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostagladin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit
kepala, hipertensi, dan bronkos spasmeyang di sebabkan kontraksi otot
halus,bekereja juga pada sistem termogulasi sentral, sehingga kadang-kadang
menyebabkan muka kemerahan, keringat, dan gilisah yang di sebabkan
peningkatan basal temperatur hal ini menyababkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh di berikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskuler,
pulmonal dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang di
temukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus
penggunaan prostagladin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang di
sebabkan atonia uteri dengan angka kesuksessan 84%-96%. Perdarahan post
partum dini sebagian besar di sebabkan oleh atonia uteri maka perlu di

7
pertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang
terjadi.
8) Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 1000 cc ringer laktat
pada satu alur IV dan +20 unit oksitosin gtt xxv-xxx melalui alur IV yang lainnya.
Berikan 1000 cc pada 15 menit pertama. Jarum besar memungkinkan pemberian cairan
secara cepat atau untuk transfusi darah. Ringer laktat akan membantu restorasi cairan
yang hilang selama perdarahan. Oksitosin dapat membantu uterus uterus berkontraksi.
9) Ulangi KBI. KBI yang di gunakan bersamaan dengan suntikan ergometrin dan
oksitosin atau misoprostol akan membuat uterus berkontraksi
10) Apabila setelah dilakukan tindakan di atas uterus tetap tidak berkonraksi maka segera
lakukan kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan. Menurut Rukiyah (2010),
tindakan yang dilakukan apabila uterus tidak berkontraksi apabila sudah di lakukan
tindakan seperti di atas adalah:
a) Operatif (di lakukan oleh dokter spesialis kandungan) Beberapa penelitian tentang
ligasi uteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada tekhnik ini
dilakukan ligasi uteri uterina yang berjalan di samping uterus setinggi batas atas
segmen bawah rahim. Jika di lakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan
segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini di perlukan jarum autramatik yang
besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dangan
melewatkan jarum 2-3 cm medial vena uterina. Masuk kemetrium keluar dibagian
avaskular ligamentum latum lateralvasauterina, saat melakukan ligasi hindari
rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri
miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2- 3 cm miometrum. Jahitan
kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan
pada segmen bawaah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria. Ligasi ke dua
dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah 3-4 cm di bawah ligasi vasa
uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uteritina pada
segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan
cabang ateri uteritina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus
berlangsung perlu di lakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
b) Ligasi ateri iliaka interna (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan) Identifikasi
bifurkasio ateri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukanya harus
dilakukan insisi 5-6 cm pada peritonium lateral pararel dengan garis ureter.
Setelah peritonium di buka, ureter ditarik ke medial kemudian melakukandi ligasi

8
uteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem di lewatkan di
belakang arteridan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua
ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm, hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi
denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus di lakukan sebelum dan sesudah
ligasi Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat
menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
c) Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering di lakukan jika terjadi
perdarahan post partum masif yang membutuhkan tindakan operatif, insiden
mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan
abdominal dibanding persalinan pervaginal ( Rukiyah, 2010).

9
Tinjauan Kasus Untuk Ny. N Usia 28 Tahun P4A0 dengan Atonia Uteri di Ruang IGD
Ponek Rumah Sakit Abdoel Moeloek

Tanggal : 05 januari 2020


Pukul : 01.30 wib -sampai dengan selesai
Pengkaji Oleh : Tri Rezeki Amelia

IDENTITAS PASIEN

Nama Istri : Ny. N Nama Suami : Tn. M

Umur : 28 tahun Umur : 38 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Suku/Bangsa : jawa Suku/Bangsa : jawa

Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA

Pekerjaan :IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun yogya, Desa Sukamaju punduh pedada, Pesawaran

MR :00.61.93.70

SUBJEKTIF
Ny N mengatakan badannya masih terasa lemas
Ny N mengatakan memiliki riwayat perdarahan sebelumnya
Ny N mengatakan perutnya masih terasa sakit dan kram
Ny N mengatakan keluar darah banyak dari kemaluannya

OBJEKTIF

10
1. Keadaan umum : Lemah
2. Kesadaran : composmetis
3. Tanda vital
a. TD : 90/70 mmhg
b. Nadi : 99x/menit
c. Respirasi : 28x/menit
d. Suhu : 36,8 C
e. Tinggi badan : 152 cm
f. Lila : 25 cm
g. BB saat ini :55 kg
4. Pemeriksaan Fisik
a. kepala dan wajah :Rambut bersih, tidak terdapat ketombe, tidak rontok, tidak
mudah patah, wajah Simetris tidak odema, tidak ada kelainan
b. Mata : Simetris kanan dan kiri, Konjungtiva pucat, Seklera Putih bersih
c. Hidung : simetris kanan dan kiri, tidak terdapat kotoran yang berlebih, terdapat
pernapassan cuping hidung
d. Telinga : simetris kanan dan kiri, tidak terdapat kotoran yang berlebih
e. Mulut dan Gigi : Lidah dan Geraham Bersih, Gigi Bersih, terdapat gigi
berlubang, terdapat karies
f. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening
g. Payudara :
1) Bentuk : simetris kanan dan kiri
2) Areola Mamae : terdapat hiperpigmentasi
3) Puting susu : Menonjol
4) Colostrum : belum keluar
h. Abdomen
1) Bentuk : Simetris kanan dan kiri
2) Bekas luka : tidak ada bekas luka oprasi
3) Striae Gravida : terdapat Striae Gravida
4) Linea Alba : tidak terdapat linea alba
5) Kontraksi uterus :tidak teraba kontrasi uterus
6) TFU : tidak teraba
7) Pedarahan pervaginam :± 500cc

11
i. Ekstremitas atas dan bawah: tidak ada odema dan varises, pada kuku jari nampak
pucat serta kulit terasa dingin dan pucat.
4. ASSESMENT

Ny. N usia 28 tahun P4A0 dengan atonia uteri


5. PENATALAKSANAAN
1. Memposisikan ibu dengan posisi semi fowler yang bertujuan agar aliran
oksigen dapat berjalan dengan lancar.
Evaluasi : ibu sudah dibantu untuk memposisikan dengan posisi semi fowler
2. Memberikan O2 sebanyak 3 liter per menit pada ibu agar terhindar dari syok
Evaluasi : telah diberikan oksigen kepada ibu
3. Memasang infus RL 500 cc per jam dan dilanjutkan dengan pemberian RL
1000 cc per 3 jam jika tekanan darah <90 mmHg
Evaluasi : telah dilakukan pemasangan infus dan sudah diguyur
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan perdarahan atonia
uteri.
Evaluasi : bidan dan dokter telah berkolaborasi untuk melakukan
penataklaksanaan perdarahan atonia uteri.
5. Memantau kontraksi uterus untuk memastikan baik atau tidaknya kontraksi
Evaluasi : telak dilakukan pemantauan kontraksi uterus hasil yang ditemukan
kontraksi uterus masih belum teraba
6. Memantau kondisi ibu untuk memastikan ibu tidak mengalami syok akibat
perdarahan.
Evaluasi: telah dilakukan pemantauan ibu masih dalam kondisi lemah,
terdapat tanda syok namun tidak terlalu signifikan.
7. Memberikan drip oxytosin 20 IU (10 IU secara IV/bolus dan 10 IU diberikan
per drip dengan tetesan 30 tetes/menit ).
Evaluasi : telah dimasukkan oxytosin 20 IU (10 IU secara IV/bolus dan 10 IU
diberikan per drip dengan tetesan 30 tetes/menit ).
8. Melakukan tindakan KBI selama 2 menit sampai uterus mulai berkontraksi
Evaluasi: telah dilakukan tindakan KBI
9. Memantau intake dan output untuk memastikan kesesuaian antara cairan yang
masuk dan keluar serta memastikan ibu tidak mengalami dehidrasi akibat
kekurangan cairan.

12
Evaluasi: cairan yang diberikan pada ibu ±4000 cc dan hasil pengeluaran urin
±1000 cc
10. Melakukan cek lab pada ibu untuk melihat keaadaan ibu saat ini.
Evaluasi: telah dilakukan pengambilan darah dan urin untuk dilakukan
pengecekan (hasil lab terlampir)
11. Menilai kembali kontraksi uterus ibu untuk melihat kontraksi sudah teraba
keras atau masih dalam kondisi lembek atau tidak teraba.
Evaluasi: dari hasil pemeriksaan didapatkan kontraksi uterus baik , bagian
fundus uteri teraba keras .
12. Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital ibu setelah dilakukan
penatalaksanaan perdarahan atonia uteri .
a. Keadaan : Lemah
b. Kesadaran : Composmetis
c. TD : 110/60 mmhg
d. Nadi : 86x/menit
e. Respirasi : 23x/menit
f. Suhu : 37,2oC
g. Kontraksi uterus : baik
h. Fundus uteri : teraba keras
i. TFU : 2 jari dibawah pusat
j. Jumlah perdarahan : ±50 cc
Evaluasi : Ibu sudah mengerti dan paham tentang hasil pemeriksaan yang
disampaikan.

13
Lampiran

Pemeriksaan Result Satuan Nilai referensi

Hemoglobin 7,0 g/dL 11,7-15,5

Leukosit 23.100 /µL 3.600-11.000

Eritrosit 2,3 Juta/ µL 3.8-5,2

Hematokrit 22 % 35-47

Trombosit 202.000 / µL 150.000-440.000

MCV 97 Fl 80-100

MCH 31 Pg 26-34

MCHC 32 g/dL 32-36

Basofil 0 % 0-1

Eosinofil 0 % 2-4

14

Anda mungkin juga menyukai