Ulkus Kornea Perforasi
Ulkus Kornea Perforasi
Oleh :
Vivin Anggia Putri, S.Ked
NIM. 1508434424
Pembimbing :
dr. Bagus Sidharto, Sp.M
PENDAHULUAN
1. 1 Latar belakang
Ulkus kornea adalah keadaan patologi kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai diskontinuitas kornea, diskontinuitas jaringan kornea
dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya
trauma pada oleh benda asing, dan dengan penyakit yang menyebabkan masuknya
bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau
peradangan. Ulkus kornea yang luas dapat menyebabkan komplikasi berupa
descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan.1
Perforasi kornea merupakan hasil dari berbagai kelainan yang dapat
meninggalkan sekuel pada penglihatan. Descematokel dan perforasi merupakan
kasus darurat mata yang membutuhkan penanganan segera. Penatalaksanaan yang
harus diutamakan adalah pencegahan terhadap terjadinya perforasi kornea, karena
sekali terjadinya perforasi, seringkali gangguan penglihatan terjadi.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kornea adalah struktur vital pada mata yang bersifat sangat sensitif. Kornea
menerima suplai sensoris dari nervus trigeminal optalmikus. Rangsang taktil
menyebabkan reflex mata tertutup. Jika terdapat injuri atau cedera kornea (erosi,
penetrasi benda asing, atau keratokunjungtivitis ultraviolet) yang mencederai
bagian akhir nervus sensoris akan menyebabkan nyeri berkelanjutan dengan reflex
keluarnya air mata dan penutupan mata yang involunter.4
2
Gambar 2. Lapisan – lapisan kornea2
1. Epitel
Merupakan tipe sel skuamosa bertingkat yang berlanjut dengan
epithelium pada konjungtiva bulbar di limbus. Bagian ini terdiri dari 5-6
lapisan sel. Pada lapisan bagian terdalam (basal) membentuk sel kolumner,
kemudian 2-3 lapisan sel sayap atau sel payung dan 2 lapisan superfisial
merupakan sel datar.
2. Membran Bowman
Lapisan ini terdiri dari bagian aseluler yang memadatkan fibril
kolagen. Ketebalannya mencapai 12 mikrometer dan berikatan pada stroma
kornea anterior dengan membran basal epithelium. Lapisan ini bukan
membran elastis tapi secara singkat merupakan bagian superfisial stroma.
Bagian ini sangat resisten untuk menjadi infeksi. Tapi jika bagian ini rusak
maka tidak dapat bergenerasi kembali.
3. Stroma
Lapisan ini mempunyai ketebalan 0,5 mm dan merupakan bagian
penting kornea (90% dari total ketebalan) terdiri dari fibril kolagen (lamella)
dalam matrix hidrasi pada proteoglikan. Lamella disusun oleh banyak
lapisan, lapisan ini tidak hanya paralel diantara lapisan yang lain tapi juga
3
berlanjut dengan lamellae sklera pada limbus. Diantara lapisan lamella
terdapat keratosit, makrofag, histiosit dan sedikit leukosit.
4. Membran Descement
Lapisan homogen kuat yang berikatan dengan stroma posterior.
Membrane ini resisten terhadap bahan kimia, trauma dan proses patologik.
Bagaimanapun “descemetokel” dapat mempertahankan integritas bolamata
dalam waktu lama. Membran descement terdiri dari kolagen dan
glikoprotein. Tidak seperti membran bowman, membran descement dapat
bergenerasi.
5. Endotel
Terdiri dari lapisan selapis pada bagian datar sel polygonal (atau
hexagonal). Kepadatan sel endothelium sekitar 3000 sel/mm2 pada dewasa
muda, yang menurun seiring bertambahnya usia. Bagian ini sangat
fungsional sebagai cadangan untuk endotelium. Oleh karena itu,
dekompensasi kornea terjadi hanya setelah lebih dari 75% sel telah hilang.
Sel endotelial berisi mekanisme “pompa aktif”.
Lima lapisan kornea memiliki sedikit sel dan tidak terstruktur serta
avaskular. Seperti lensa, sklera dan badan vitreus, kornea adalah struktur jaringan
lunak braditropik. Sumber nutrisi kornea melalui metabolism nutrisi (asam amino
dan glukosa) dari 3 sumber yaitu difusi dari tepi kapiler kornea, difusi dari
humour aquos dan difusi dari tear film.4
2.2 Definisi3,5
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Perforasi adalah kondisi dimana terdapat defek pada seluruh
lapisan kornea dan adanya hubungan antara anterior chamber dan permukaan
bola mata. Perforasi kornea merupakan hasil dari berbagai kelainan yang dapat
meninggalkan sekuel pada penglihatan.
4
2.3 Etiologi
Penyebab ulkus kornea sering diakibatkan oleh infeksi virus herpes
simpleks, infeksi bakteri, jamur atau trauma.6 Penyebab bakteri yang paling sering
adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus
epidermidis. Bakteri yang juga dapat menyebabkan ulkus kornea adalah
Mycobacterium leprae.7 Sedangkan jamur biasanya disebabkan oleh Candida
albicans. Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya
inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry
eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan
penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik.8
Penyebab tersering terjadinya perforasi kornea adalah infeksi, baik
infeksi bakteri, jamur, atau virus. Dari semua kejadian perforasi kornea 24 – 55 %
penyebab yang tersering adalah infeksi bakteri. Penyebab utamanya antara lain,
infeksi (bakteri, jamur, virus seperti herpes simplex dan herpes zoster), inflamasi
(penyakit vaskular-kolagen, rosacea, penyakit atopik, Wepener’s granulomatosa,
ulkus Mooren) dan trauma (zat kimia, panas, dan penetrasi). Disamping itu,
penyebab lainnya seperti akibat paparan matahari dan keratopati neuropati,
xerosis (idiopatik, Shogren’s syndrome, SSJ, defisiensi vitamin A), penggunaan
kortikosteroid topical dan OAINS dapat mengeksaserbasi dan mengawali
terjadinya penipisan stroma dan perforasi spontan, degenerasi kornea
(keratokonus, keratoglobus) dan pembedahan (ekstraksi katarak, LASIK, eksisi
pterygium dengan mitomycin-C, operasi glaukoma) juga dapat menyebabkan
ulkus dan perforasi.9
2.4 Patogenesis
Ketika terjadi kerusakan pada epitel kornea yang terjadi oleh karena
adanya suatu agent dari luar yang menyebabkan terjadinya perubahan menjadi
patologi dimana proses terjadinya perforasi kornea dibagi dalam empat fase,
yaitu: infiltrasi, ulserasi aktif, regresi dan pembentukan sikatrik. Kornea
mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh
sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan.
Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba
5
film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi
serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.3
Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan
lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang
bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. 3,8
Ketika patogen telah menginvasi jaringan melalui lesi kornea superfisial,
beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu:6,9
Lesi pada kornea
Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea
Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen
Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi
patogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi
kornea
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang
akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)
Patogen akan menginvasi seluruh kornea
Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membaran
descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematokel yang
dimana hanya membran descement yang intak. Di sekitar sisa jaringan
stroma bersifat abnormal dan opak yang menyebabkan terbentuknya cincin
putih (white ring) di perifer defek
Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membran descement
terjadi dan humour aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea
perforasi dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien
akan menunjukkan gejala penurunan visus progresif dan bola mata akan
menjadi lunak.
6
A B C
Gambar 3. Stadium pembentukan descematokel yang diawali oleh ulkus kornea. (A)
Stadium infiltrasi progresif, (B) Stadium ulserasi aktif, (C) Stadium regresi, (D) Stadium
Sikatrik, (E) Ulkus kornea telah mengerosi stroma sepenuhnya sehingga hanya membran
descemet tersisa. Bahkan walaupun tekanan intraokular yang normal akan menyebabkan
membran descemet melekuk ke depan, membentuk sebuah descemetokel5
Gambar 4.Desmatokel2
7
2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan klinis dengan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Dari
anamnesis, nyeri merupakan keluhan yang paling sering pada penyakit kornea.
Keluhan ini diakibatkan inervasi sensori yang diakibatkan oleh ulkus. Kornea
memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea baik superfisial maupun
dalam, akan menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Fotofobia pada ulkus kornea
adalah akibat adanya kontraksi iris yang meradang. Keluhan yang lainnya adalah
penurunan tajam penglihatan. Adanya riwayat trauma, benda asing, penggunaan
kontak lensa, adanya riwayat penyakit pada kornea sebelumnya, riwayat
pemakaian obat topikal oleh pasien, riwayat penyakit sistemik seperti diabetes,
AIDS dan keganasan harus diperhatikan untuk membantu menentukan etiologi
perforasi.1,2,9
Dari pemeriksaan fisik, dapat ditemukan air mata yang berlebih akibat
refleks lakrimasi atau sekret yang mukopurulen pada ulkus akibat bakteri.
Fluoroscens harus dilakukan atau ulkus mungkin tidak terdeteksi. Gangguan visus
tergantung pada lokasi dan luasnya ulkus dan visus yang normal bukan berarti
tidak terjadi ulkus.9
Untuk memilih terapi yang tepat untuk penyakit kornea, terutama ulkus
supuratif, sangat memerlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan kerokan
kornea yang dipulas dengan pewarnaan Gram dan KOH dapat mengidentifikasi
organisme, khususnya bakteri dan jamur. Polymerase Chain Reaction (PCR)
memungkinkan dilakukannya identifikasi virus-virus herpes, acanthamoeba dan
jamur dengan cepat.1
2.6 Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
Ulkus kornea perforasi adalah keadaan darurat yang harus segera di
tangani agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut pada kornea. Terapi pada
ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, antivirus, anti jamur, siklopegik dan mengurangi
8
reaksi peradangan. Namun terapi tidak boleh ditunda hanya karena organisme
tidak teridentifikasi pada pemeriksaan mikroskopis kerokan kornea.1
9
Sulfas atropin sebagai salep atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru.
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain atau
tetrakain tetapi tidak boleh digunakan jangka panjang.
B. Pembedahan7,8,10
1. Flap Konjungtiva
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan
konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus.
Tujuan tindakan ini memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Jika sudah sembuh flap konjungtiva dapat
dilepaskan kembali.
2. Transplantasi Membran Amnion
a. Indikasi
Transplantasi membran amnion digunakan pada defek epitel
persisten yang tidak respon terhadap pengobatan medikamentosa dan
sebagai alternatif lain dari tindakan flap konjungtiva dan tarsorafi.
Transplantasi membran amnion merupakan metode efektif untuk
penatalaksanaan perforasi kornea nontraumatik dan descemetokel.
Metoda ini juga bermanfaat sebagai terapi permanen atau sebagai
tindakan sementara sampai inflamasi berkurang dan prosedur
rekonstruksi tetap dapat dilakukan. Disamping itu, teknik ini juga
10
bermanfaat pada negara-negara yang persediaan jaringan korneanya
terbatas.
b. Kontra indikasi
Kontra indikasi transplantasi membran amnion meliputi dry eye
berat dengan lagoftalmus, atau nekrosis hebat yang mengiringi
iskemik.
3. Keratoplasti
Transplantasi kornea (keratoplasti) diindikasikan bagi banyak kornea
yang serius, misalnya jaringan parut, edema, penipisan dan distorsi.
Istilah keratoplasti penetrans berarti penggantikan kornea seutuhnya dan
keratoplasti lamelar berarti penggantian sebagian dari ketebalan kornea.
Donor yang lebih muda lebih disukai untuk keratoplasti penetrans
dan terdapat hubungan langsung antara umur dengan kesehatan dan
jumlah sel endotel. Karena sel endotel sangat cepat mati, mata hendaknya
segera diambil segera setelah donor meninggal dan segera dibekukan.
Mata utuh harus dimanfaatkan dalam 48 jam, dan sebaiknya dalam 48
jam. Untuk keratoplasti lamelar, kornea tersebut dapat dibekukan,
didehidrasi, atau disimpan dalam lemari es selama beberapa minggu, sel
endotel tidak penting untuk prosedur ini.
11
4. Keratoprosthesis
Keratoprosthesis atau pemasangan kornea buatan bisa dilakukan pada
kerusakan kornea yang sangat berat, dikarenakan hasil dari flap konjungtiva
dan transplantasi membran amnion sangat buruk. Selain itu, tindakan dapat
dilakukan jika tidak adanya pendonor kornea atau dengan pasien yang tidak
menyetujui tindakan transplantasi kornea.
12
2.7 Komplikasi
Komplikasi ulkus kornea antara lain: 3,7
13
2.8 Prognosis
Prognosis ulkus kornea perforasi ini buruk. Seharusnya ulkus kornea
perforasi bisa dicegah sebelum terjadinya perforasi, misalnya pada keadaan
dimana kornea masih mengalami infeksi yang tidak terlalu luas seperti pada
keadaan terjadinya keratitis atau ulkus kornea. Ulkus kornea tergantung pada
tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis
mikroorganisme penyebabnya dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus
kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan
kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi
lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat
terjadi pada penggunaan antibiotik maka dapat menimbulkan resistensi.1,7
14
B A B III
LAPORAN KASUS
RAHASIA
IDENTITAS PASIEN
Keluhan Utama :
Mata kiri kabur sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Pengobatan
Riwayat pemakaian obat mata sebelum muncul gejala (-)
15
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Vital Sign : TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/i
Suhu : 36,4ºC
Status Opthalmologi
OD OS
Visus Tanpa
20/20 1/ ∞
Koreksi
Visus Dengan
Tidak di koreksi Tidak ada kemajuan
Koreksi
Posisi Bola Mata
Ortoforia
Gerakan Bola
Baik kesegala arah Baik kesegala arah
Mata
Tekanan Bola
12 mmHg Tidak diperiksa
Mata
Edema (-), hematom (-), spasme
Tenang Palpebra
(-), nyeritekan (-)
Tenang Konjungtiva Hiperemis (+)
Ulkus (+), kornea melting (+),
Jernih Kornea
hipopion (-)
Tenang Sklera Hiperemis (+)
Dalam COA Sulit dinilai
Bulat, sentral, reguler, Ø
3mm, Iris/Pupil Sulit dinilai
refleks cahaya(+/+)
Jernih Lensa Sulit dinilai
Fundus
+ Refleks
Jernih Media
Papilbulat, batastegas, CDR
Papil Sulit dinilai
0,3, AVR 2 : 3
Refleks (+), edema (-) Makula
Normal Retina
16
Gambar 3.1. Mata kanan Gambar 3.2. Mata kiri
Gambar
ULKUS KORNEA
PERFORASI
Kesimpulan/resume :
Tn. E S usia 50 tahun dating dengan keluhan mata kiri kabur sejak 1 bulanyang
lalu, keluhan disertai nyeri pada mata, mata merah dan sakit kepala. Riwayat
trauma (+). Pada pemeriksaan ophtalmologi mata kiri, didapatkan visus mata kiri
1/∞, konjungtiva hiperemis (+), sklera hiperemis (+) dan pada kornea melting (+).
Diagnosis kerja :
Ulkus kornea perforasi OS
Diagnosis banding :
Endoftalmitis OS
17
Terapi :
Ofloxasin ed 6x1 OS
Natamisin ed 6x1 OS
Ciprofloxasin tab 2x500 mg
Rencana eviserasi
Anjuran pemeriksaan:
Pemeriksaan gram, KOH, kultur dan sensitivitas dari swab ulkus kornea
USG mata
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam
18
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009.
Hal. 159-167
6. Ming ALS, Constable IJ. Conjunctiva, sclera and cornea. Color Atlas of
Ophtalmology. 3 ed: World Science. 2000. p. 38-50
9. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1,
Section 8. USA: American Academy of Ophtalmology. 2009. p. 179-192
10. Basic and Clinical Science Course. Surgery of the Ocular Surface, part 10,
Section 8. USA: American Academy of Ophtalmology. 2009. p.421-443
19