Anda di halaman 1dari 246

KATA PENGANTAR

E-book ini berisi uraian dasar perancangan utilitas untuk suatu kompleks bangunan beserta
lingkunganya, baik untuk bangunan bertingkat rendah maupun bangunan bertingkat tinggi.

E-book ini merupakan bacaan on-line untuk membantu mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan jurusan Teknik Arsitektur dalam menyelesaikan pendidikanya pada semester 4,5
dan 6 khususnya pada mata kuliah Utilitas.

Mata kuliah Utilitas bertujuan memberikan uraian tentang kenyamanan, kelengkapan,


fasilitas dalam bangunan dan mengkoordinasikan dengan bidang-bidang mata kuliah yang
lain. Karena itu buku ini menguraikan masalah-masalah teknis dalam bangunan secara rinci.

Mudah-mudahan dengan uraian ini, mahasiswa dapat menyelesaikan perancangan berbagai


bangunan dengan sempurna. Kritik, saran dan usulan dari pembaca maupun simpatisan akan
kami hargai demi kesempurnaan buku ini.

Jakarta, September 2013

Agung Wahyudi, ST., MT

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar i
Daftar isi ii

BAB 1. PENYEDIAAN AIR BERSIH DALAM BANGUNAN


1. Penyediaan air bersih 1
1.1. Air 1
1.2. Kualitas air 1
1.3. Problem pada kualitas air 3
1.4. Pompa-pompa penyedia air bersih 5
1.4.1. Pompa sumur dangkal 5
1.4.2. Pompa jet 6
1.4.3. Pompa submersible 6
1.4.4. Pompa sentrifugal 7
2. Perancangan air bersih 8
2.1. Sistem penyediaan air 8
2.1.1. Sistim sambungan langsung 9
2.1.2. Sistim tangki atap 10
2.1.3. Sistim tangki tekan 11
2.2. Pemasangan tangki air 12
2.2.1. Syarat-syarat tangki air bersih 12
2.2.2. Pemasangan tangki di luar bangunan15
2.2.3. Pemasangan tangki di dalam bangunan 16
2.2.4. Konstruksi tangki air 19
2.2.5. Hubungan tangki bawah dengan tangki atas 22
2.3. Sistim distribusi 24
2.4. Pengamanan sistim 25
2.4.1. Pencegahan pencemaran 26
2.4.2. Pencegahan pukulan air 29
2.4.3. Tekanan, kecepatan dan laju aliran air 32
3. Perhitungan kebutuhan air dan kapasitas alat 44
3.1. Penaksiran kebutuhan air 44
3.1.1. Penaksiran berdasarkan jumlah penghuni 45
3.1.2. Penaksiran berdasarkan luas dan kepadatan 46
3.1.3. Penaksiran berdasarkan unit beban alat plambing 47
3.2. Perhitungan kapasitas alat 48
3.2.1. Kapasitas tangki atap 48
3.2.2. Kapasitas tangki bawah 50

BAB 2. PENYEDIAAN AIR PANAS DALAM BANGUNAN


1. Air Panas 53
2. Standar temperatur air panas 54
3. Kebutuhan dan laju air panas 64

ii
3.1. Kebutuhan berdasarkan jumlah penghuni 64
3.2. Kebutuhan berdasarkan jenis dan jumlah alat plambing 65
3.3. Kebutuhan berdasarkan beban unit alat plambing 66
4. Sistem penyediaan air panas 67
4.1. Sistem pemanasan dengan instalasi lokal 67
4.2. Pemanasan dengan instalasi sentral 68
5. Beberapa hal penting dalam sistim 76
5.1. Kemiringan pipa 76
5.2 Perbandingan pipa sirkulasi gravitasi tunggal dan ganda 76
5.3 Perbedaan Sirkulasi Gravitasi dengan sirkulasi
pompa76
5.4 Reverse return untuk keseragaman temperature 77
5.5 Pipa dan tangki ekspansi 77
6 Konstruksi tangki pemanas sentral80

BAB 3. PEMBUANGAN AIR KOTOR DALAM BANGUNAN


1. Klasifikasi sistem pembuangan 83
2. Efek sifon dan peranan pipa ven pada sistem 86
3. Bagian – bagian sistem pembuangan 88
3.1. Alat plambing untuk pembuangan 88
3.2. Pipa-pipa pembuangan 88
3.2.1. Kemiringan pipa buangan dan kecepatan aliran 90
3.2.2. Syarat umum pipa pembuangan 90
3.2.3. Ukuran pipa pembuangan 95
3.3. Perangkap 101
3.3.1. Syarat – syarat perangkap 101
3.3.2. Jenis perangkap101
3.3.3. Perangkap yang di larang 103
3.3.4. Pengecualian pemasangan perangkap 103
3.4. Penangkap / interceptor 104
3.4.1. Persyaratan penangkap 104
3.4.2. Jenis penangkap 104
3.5. Sistem ven 107
3.5.1. Jenis sistem ven 107
3.5.2. Persyaratan pipa ven 110
3.5.3. Ukuran pipa ven 112
3.6. Lubang pembersih / clean out 116
3.6.1. Syarat lubang pembersih 116
3.6.2. Ukuran lubang pembersih 117
3.6.3. Pemasangan 117
3.7. Bak penampungan dan pompa air kotor 118
3.7.1. Syarat – syarat bak penampungan air kotor 119
3.7.2. Pompa pembuangan 120
3.8. Tangki septik dan rembesan 122
3.8.1. Syarat jarak 123
3.8.2. Tangki septic, syarat dan ukuran 124
3.8.3. Resapan 126
3.8.3.1. Sumur resapan 126

iii
3.8.3.2. Bidang resapan 128

BAB 4. PEMBUANGAN AIR HUJAN DALAM BANGUNAN


1. Air Hujan 135
2. Pengendalian Air Hujan di bangunan 136
2.1 Pembuangan Air Hujan dari Atap 137
2.2 Ukuran Pipa 138
2.2.1 Mencari Ukuran Pipa Berdasarkan Data
Curah Hujan 138
2.2.2 Mencari Ukuran Pipa Bila Curah Hujan Tidak
Diketahui 139
2.2.3 Contoh Penghitungan Ukuran Pipa 140
3. Drainase tapak 142
3.1 Drainase permukaan 142
3.1.1 Sheet flow dan alat perlengkapannya 142
3.1.2 Kemiringan elemen luar bangunan 148
3.1.3 Ukuran pipa pembuangan air hujan 149
3.2 Drainase bawah tanah 152
3.2.1 Drainase lingkungan 153
3.2.2 Foolting Drain 153
3.2.3 Drainase untuk bidang khusus 156
3.3 Contoh aplikasi drainase tapak 157

BAB 5. PENANGGULANGAN KEBAKARAN


1. Umum160
1.1. Masalah kebakaran di perkotaan. 160
1.2. Peraturan dan perundangan yang berlaku 161
1.3. Teori api 161
1.4. Metoda umum pemadaman api 162
1.5. Pola penyebaran api 163
1.6. Bahaya akibat produk kebakaran 165

2. Penataan lingkungan untuk proteksi kebakaran 166


3. Beberapa ketentuan proteksi kebakaran pada bangunan 170
4. Sistim dan alat proteksi kebakaran 172
4.1. Sistim isarat pencegahan dini 172
1. Detektor manual 172
2. Detektor panas 173
3. Detektor ion 173
4. Detektor asap 173
5. Detektor nyala api 174
4.2. Air untuk melawan kebakaran 174
1. Sistim instalasi air untuk kebakaran dalam gedung 174
2. Fire Hose 177
3. Sprinkler 178
4.3. Pengendalian asap kebakaran 183

iv
BAB 6. TRANSPORTASI VERTIKAL DALAM BANGUNAN
1 Elevator 185
1.1. Kinerja elevator 186
1.2. Peralatan elevator 187
1.3. Kabin (car) dan rel. 187
1.4. Mesin elevator 190
1.5. Penyusunan roda penggerak, kabel dan mesin elevator 193
1.6. Kabel penggantung 194
1.7. Alat-alat pengaman elevator 195
1.8. Pintu.elevator 196
1.9. Sistim. kontrol elevator 199
1.10. Menghitung jumlah kebutuhan elevator 200
1.10.1. Interval dan Waiting time 200
1.10.2. Handling capacity 201
1.10.3. Travel time / average trip 202
1.10.4. Round trip time 203
1.10.5. Kecepatan elevator 204
1.10.6. Populasi gedung 206
1.10.7. Contoh penghitungan jumlah devator 207
1. 11. Lokasi dan ukuran ruang 208
1.11.1. Hall. elevator 208
1. 11.2. Shaft 209
1. 11.3. Ruang mesin 210
2. Eskalator 222
2.1 Kapasitas angkut 222
2.2. Kebutuhan ruang 223
2.3. Keamanan 223
2.4. Konfigurasi crisscross dan paralel. 224
2.5. Desain eskalator 225
2.6. Komponen dan ukuran eskalator 228
2.6.1. Ukuran panjang eskalator 228
2.6.2. Ukuran lebar eskalator 229
2.6.3. Truss 229
2.6.4. Motor penggerak dan kontrol 2230
2.6.5. Handrail. 231
2.6.6 Tangga 232

Daftar Pustaka

v
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 0
1. Penyediaan air bersih

1.1. Air
 Air merupakan kombinasi dua elemen dasar; hidrogen dan oksigen;yang
dapat dijumpai sebagai:
a. cairan 830 kali berat dari udara
b. bentuk padat es
c. uap 133 kali lebih ringan dari udara
 Merupakan kebutuhan pokok manusia.
 Dengan adanya air yang cukup dan sehat membantu terlaksananya
penyehatan masyarakat.
 Untuk mencukupi kebutuhan air bersih, diambil dari alam; sumur, sungai,
mata air, air hujan dan sebagainya.

Jenis sumber air Keuntungan Kerugian


Air hujan Merupakan air lunak dan Membutuhkan
hanya baik untuk daerah yang penampungan yang
mempunyai curah hujan besar, sukar disimpan
tinggi. dalam jangka waktu
lama, menjadi tempat
telur nyamuk.
Air permukaan Mudah diambil dengan alat Berbahaya karena
sederhana. banyak terkontaminasi
bakteri, zat organik
dan non organik.
Air tanah dalam Tersedia dibanyak tempat; Mengandung zat
diambil dengan peralatan organik dan kimia
mekanis, sedikit dalam berbagai kadar
terkontaminasi dibanding air yang membutuhkan
tanah permukaan pengolahan tertentu;
sedimentasi, kimiawi,
filtrasi, aerasi

Penyediaan air bersih, terutama di kota, pada prinsipnya disediakan oleh pemerintah
(PDAM).Namun bila tidak mencukupi atau tidak terjangkau distribusinya, maka
diusahakan sendiri (privat) dengan pembuatan sumur-sumur terbuka maupun sumur
bor.

1.2. Kualitas air


Kualitas air harus memenuhi 3 syarat :
a. Syarat fisik
Tidak berwarna, tidak berbau.
b. Syarat kimia
Tidak mengandung zat kimia yang merugikan manusia (racun) dan tidak
mengurangi efektivitas distribusi pipa-pipa.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 1


c. Syarat bakteriologis
Tidak mengandung bakteri maupun organik lain yang dapat menyebabkan
penyakit :Tipus, Kolera, Disentri, Cacingan dan sebagainya.

Rincian dari syarat-syarat tersebut dimuat dalam : Peraturan Menteri


Kesehatan R.I 01/BIRHUKMAS/1/1975 sebagai berikut :

Tabel 1.1. Standar kualitas air minum Indonesia


Maks
Min yang Maks yang
No. Unsur Satuan yang
diperoleh diperbolehkan
dianjurkan
I. Fisika
1. Temperatur °C - - =udara
2. Warna Pt – C - 5 50
3. Bau - - - Tidak bau
4. Rasa - - - Netral
5. Kekeruhan Silika - 5 25
II. Kimia
1. Nitrogen sbg. amoniak mg/l - - 0
2. Nitrogen sbg. NO2 mg/l - - 0
3. Nitrogen sbg. NO3 mg/l - - 20
4. Ion Klorida mg/l - 200 600
5. Zat organik sbg KmnO4 mg/l - - 10
6. Ion Sianida mg/l - - 0,05
7. Air raksa mg/l - - 0,001
8. Fosfor Organik mg/l - - -
9. Tembaga mg/l - 0,05 1,5
10. Besi mg/l - 0,1 1
11. Mangan mg/l - 0,05 0,5
12. Seng mg/l - 1 15
13. Timah hitam mg/l - - 1,0
14. Kromioum valensi 6 mg/l - - 0,05
15. Arsenik mg/l - - 0,05
16. Florida mg/l 1 - 2
17. Zat padat sisa penguapan mg/l - 500 1500
Phenolik
18. Anionik aktif sbg CaCO3 mg/l - 0,001 0,002
Kadmium
19. Selenium mg/l - - -
Magnesium
20. Ion belerang sbg SO4 mg/l - - 0,01
21. Sulfida sbg H2S mg/l - - 0,01
22. Karbon agresif sbg CO2 mg/l - 30 150
23. Kalsium sbg Ca mg/l - 200 400
24. Oksigen larut mg/l - - 0
25. Berilium mg/l - - 0
Molibdenum
26. Poli-akrinolamida mg/l - 75 200
27. Strontium mg/l - - -
28. Alumunium (sisa) mg/l - - -
29. Asam heksa metafosforik mg/l - - -

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 2


30. Asam tri Polifosforik mg/l - - -
31. Minyak mineral mg/l - - -
32. Perak mg/l - - -
33. Balium mg/l - - -
Derajad keasaman
34. Kesadahan mg/l - - -
35. Kromatisitas mg/l - - -
36. mg/l - - -
37. mg/l - - -
38. Ph 6,5 - 9,2
39. derajat 5D - 10D
40. derajat - - -
III. Radioaktif
1. Sinar alfa Uc/ml - - 0,00000001
2. Sinar beta Uc/ml - - 0,0000001
3. Uranium alami & U-238 - - -
4. Radium 226 - - -
5. Strontium 90 - - -
6. Tritium - - -
IV. Mikrobiologi
1. Kuman parasitik /100ml - - 0
2. Kuman patogenik /100ml - - 0
3. Bakteri koli /100ml - - 0
4. Bakteri, umum /100ml - - -

1.3. Problem pada kualitas air


 Di perkotan Indonesia, Syarat laboratorium tertinggi dipenuhi oleh PDAM, tetapi
oleh karena pipa-pipa distribusi pada umumnya sudah tua, maka sering terjadi
kontaminasi pada saat pendistribusian.
 Pangadaan air privat, meskipun secara fisik mungkin terlihat baik (tak berwarna,
tak berbau dan tak berasa), seringkali masih mengandung berbagai zat organik dan
kimia dengan kadar berbeda sesuai dengan lokasinya.dengan demikian test
laboratorium diperlukan sebagai dasar treatment terhadap air tersebut, misalnya
dengan sedimentasi, proses kimiawi, filtrasi, aerasi atau kombinasinya.

Beberapa problema yang biasa dijumpai dan cara mengatasinya adalah sebagai
berikut :

Problema Penyebab Efek buruk Koreksi


Kesadahan tinggi Garam-garam Membuat pipa Penukaran ion
kalsium dan berkerak, merusak (diproses dengan
magnesium dari air boiler dan juga zeolit)
tanah merusak cucian dan
makanan
Korosi Derajat keasaman Perkaratan Peningkatan kadar
tinggi akibat pipa,lerusakan alkalin
naiknya oksigen terutama pada
dan CO2 (Ph berbahan kuningan

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 3


rendah)
Polusi Kontaminasi Timbulnya Klorinasi dengan
organik atau oleh penyakit sodium Hipoklorit
air limbah atau gas klorin
Warna Zat besi dan Merubah warna Dihujani melalaui
mangaan pakaian atau filter oksidasi
peralatan (manganese zeolit)
Rasa dan bau Zat organik Tidak enak Filtrasi denaga
(diminum) karbon aktif
(Proses
penjernihan)
Kekeruhan Lumpur atau koloid Tidak enak dilihat Filtrasi dengan
yang terbawa air pasir diatomea
permukaan

Gambar 1.1 Contoh-contoh filter

Keterangan gambar :

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 4


a. Filter untuk air sadah dengan sistem penukaran ion (zeolit); zat penyebab
kesadahan diendapkan. Zeolitnya dapat dicuci dengan sistem back-wash
secara berkala.
b. Zat besi dan sulfida dihilangkan dengan manganese zeolite setelah air
dihujankan terlebih dahulu. Asam dinetralisir dengan alkali;bau dan rasa
dihilangkan dengan karbon aktif.
c. Air yang terpolusi bakteri/kuman dimurnikan dengan gas klorin,atau pada
instalasi yang lebih kecil dengan hipoklorinator yang berbentuk serbuk atau
tablet (kaporit).

1.4 Pompa – pompa penyedia air bersih

1.4.1 Pompa sumur dangkal

Gambar 1. 2 Pompa untuk sumur dangkal

Pompa ini sangat populer sebagai pompa domestik dan lebih dikenal dengan nama
trade – marknya (Sanyo,Hitachi, Shimitzu, Dab dsb).Secara teoritis pompa ini dapt
mengangkat air sampai 10 m ; tetapi secara praktis terbatas sampai tinggi 7,5 m.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 5


1.4.2. Pompa jet
Pompa ini biasa digunakan untuk sumur dalam (semi deep-well) yang muka airnya
lebih dari 10 m dibawah muka tanah . Merupakan suatu sistem yang terdiri dari
sebuah pompa centrifugal yang dilengkapi dengan jet – ejector (venturi
system).Pompa yang diletakkan dimuka tanah memompa air dengan tekanan besar
(tetapi laju aliran kecil) melalui pipa ke nosel. Nosel tersebut dipasang dibawah muka
air sumur pada pipa yang lebih besar dan menghadap keatas (lihat gambar 1.3).
Akibat pancaran air ke nosel ,maka air sumur dibawah nosel akan ikut tersedot dan
terdorong keatas.Salah satu kelebihan dari pompa ini adalah : tidak adanya komponen
pompa yang bergerak dibagian dalam sumur.

Gambar 1.3 Pompa jet (jet-pump)

1.4.3. Pompa submersible


Pompa jenis ini terutama ditujukan untuk sumur sangat dalam. Motor listriknya
terpasang langsung pada rumah pompa ; menjadi konstruksi yang terpadu ; dan sesuai
dengan namanya ; pompa ’ditenggelamkan’ dibawah muka air sumur dalam pipa besi
 10 cm. Penyambung keatas hanya dengan pipa keluar (sekaligus penggantung
pompa) dan kabel pengantar listrik.
Kelebihan dan karakteristik pompa submersible ini adalah :

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 6


a. Tidak memerlukan bangunan pelindung pompa.
b. Tidak berisik, mudah dipasang dan relatif murah.
c. Konstruksinya sederhana, tidak ada poros penyambung dan bantalan perantara.
d. Pompa dapat bekerja dengan kecepatan putaran tinggi.

Gambar 1.4 Konstruksi pompa submersible

1.1.4. Pompa sentrifugal

Gambar 1.5 Pompa sentrifugal

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 7


Nomor Nama
001 Rumah pompa
012 Tutup bagian masuk
021 Impeler
031 Poros
039-1 Pasak
039-2 Pasak
048 Mur pengikat impeler
051 Rumah bantalan
053 Tutup bantalan
056 Bantalan peluru
091 Penahan sekat
093 Cincin pembuang air
107 Cincin penutup impeller
115 Cincin O
119 Sekat
135 Cincin mur
140 Kopeling
213 Klep pelepas udara

Gambar 1.6 Konstruksi pompa sentrifugal

Oleh sebab mempunyai daya dorong yang besar, pompa sentrifugal ini biasanya
digunakan untuk memindahkan air dari tangki bawah ke tangki atas yang terletak jauh
diatasnya (lebih dari 10 m).

Komponen utama pompa adalah impeler dan rumah pompa yang berbentuk `keong’.
Bila impelernya hanya satu maka disebut pompa single-stage; beberapa impeller
dipasang pada satu poros. Air dialirkan dari impeler pertama ke impeler kedua dan
seterusnya(dapat mencapai 10 buah) secara berurutan. Dengan cara ini didapat pompa
yang sangat kuat; berguna untuk pompa sirkulasi pendorong dari tangki bawah ke
tangki atas/atap pada bangunan yang sangat tinggi. Atau digunakan pada tangki tekan
serta instalasi mesin AC.

2. Perancangan Sistem air Bersih


2.1.Sistem penyediaan air

Dalam merancang penyediaan air untuk suatu fungsi bangunan apapun, ada dua hal
pokok yang harus dikerjakan di awal sekali,yaitu :

a. Menghitung kebutuhan air yang diperlukan.


b. Mencari / survai sumber air (PDAM, sumur dsb) beserta kapasitasnya untuk
pemenuhan kebutuhan tersebut.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 8


Makin besar kebutuhannya maka makin besar pula suplai yang diperlukan. Misalnya
untuk suatu rumah tinggal di kota, biasanya sumber utama yang dapat digunakan
adalah air dari pipa dinas PDAM dengan laju aliran  30 l / menit. Namun untuk
daerah tertentu dimana belum ada jaringan PDAM, maka dicari altenatif lain;misalnya
dengan membuat sumur bor (sumber privat), yang kapasitasnya tergantung pada jenis
sumur dan kekuatan pompanya (untuk sumur yang menggunakan pompa submersible,
laju aliran yang didapat berkisar 80 – 150 l / menit). Dengan demikian,maka tugas
awal perancangan adalah menyeimbangkan antara laju aliran kebutuhan dengan laju
suplai sumber air yang didapat. Untuk fungsi – fungsi dengan kebutuhan air yang
besar, maka selalu timbul kemungkinan penyediaan airnya merupakan kombinasi
antara dinas PDAM dengan beberapa buah sumur sekaligus.

Setelah sumber penyediaan didapat maka dirancang sistem penyediaannya yang pada
dasarnya dapat di kelompokkan mejadi 3 bagian :
a. Sistem sambungan langsung tangki (dari pipa dinas PDAM).
b. Sistem tangki penampungan.
c. Sistem tangki tekan.

Sistem yang pertama ; Sistem sambungan langsung tanpa tangki; meskipun lazim
digunakan dinegara maju (Eropa, Amerika, Jepang), dilarang digunakan di Indonesia,
sebab memungkinkan pemasangan pompa – pompa langsung ke saluran distribusi
PDAM.

2.1.1.Sistem sambungan langsung

Gambar 1.7 Sistem sambungan langsung ke pipa dinas PDAM

Pada sistem ini, pipa distribusi dari dalam gedung disambungkan melalui meter air ke
pipa dinas PDAM yang terletak didalam tanah diluar pagar rumah. Laju aliran suplai
air dibatasi oleh ukuran (diameter) pipa cabang serta tekanan air dari pipa cabang dan

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 9


pipa dinas yang disediakan dan ditentukan oleh PDAM Oleh sebab keterbatasan itu,
sistem sambungan langsung ini hanya diterapkan pada rumah atau gedung kecil tak
bertingkat.

2.1.2.Sistem tangki atap

Gambar 1.8 Sistem tangki atap yang dilengkapi tangki bawah

Oleh sebab sistem sambungan langsung seringkali tidak memuaskan dan tidak dapat
mengakomodasi bangunan bertingkat, maka sebagai gantinya digunakan sistem tangki
atap atau menara air. Pada prinsipnya air dari sumber PDAM maupun sumur privat,
harus ditampung terlebih dahulu di tangki penampungan bawah, kemudian di
pompakan ke tangki atas yang dapat diletakkan diatap atau menara air, baru
didistribuskan keseluruh bangunan.Konsekunsi dari sistem ini adalah :
a. Volume tangki atap tergantung pada kebutuhan bangunan, pada jam
pemakaian puncak dan laju aliran dalam pipa penghubung antara tangki
atap (tidak harus satu pipa / pompa).
b. Volume tangki bawah tergantung pada besarnya laju aliran kebutuhan
sehari yang diambil oleh tangki atap plus distribusi dan juga oleh besarnya
laju aliran suplai air dari pipa PDAM ; sumur privat atau kombinasi.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 10


Keunggulan dari sistem tangki atap ini adalah :
a. Tekanan air dalam pipa distribusi dalam bangunan serta pada alat
plambing hampir tidak berubah, hanya dipengaruhi oleh perubahan tinggi
muka air dalam tangki.
b. Pompa menaikkan air dari tangki bawah keatas dengan cara sederhana dan
otomatis sehingga kecil kemungkinan timbulnya kesulitan. Pompa
dijalankan atau dimatikan oleh alat pendeteksi muka air (water level
control) dalam tangki bawah dan tangki atas. Bila tangki bawah kosong
atau tangki atas penuh maka pompa akan mati. Sebaliknya bila tangki atas
kosong tetapi tangki bawah berisi maka pompa dijalankan.
c. Perawatan tangki atap lebih sederhana dibanding dengan tangki tekan.

2.1.3. Sistem tangki tekan

Gambar 1.9 Sistem tangki tekan dengan tangki penampungan

Pada dasarnya sistem tangki tekan ini dibuat karena tidak dimungkinkan atau tidak
dikehendaki adanya tangki atap/menara air. Dengan demikian, untuk menaikkan air
dari tangki penampung bawah langsung keperalatan plambing diatasnya digunakan
tekanan buatan (melalui tangki tekan dan kompresor) yang jelas lebih mahal dari
tangki atap yang menggunakan sistem gravitasi alamiah. Sistem kerja tangki tekan
adalah sebagai berikut : Air yang telah ditampung ditangki bawah dipompakan
kedalam suatu tangki tertutup yang tahan tekanan, selain itu udara didalam tangki
juga dikompresi dengan alat kompresor untuk mengatur besarnya tekanan yang
diinginkan. Air dalam tangki tersebut kemudian didistribusikan (up-feed) dalam
bangunan. Pada saat air digunakan oleh alat plumbing maka tekanan dalam pipa
maupun tangki tekan akan turun. Bila pemakaian air berlanjut maka tekanan akan

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 11


turun sampai suatu batas yang telah ditentukan dan akan menjalankan pompa secara
otomatis (diatur oleh detektor tekanan yang membuka/menutup saklar motor listrik
pompa). Pompa akan berhenti otomatis bila tekanan mencapai batas maksimum yang
telah ditetapkan; bekerja kembali bila telah mencapai batas minimum yang telah
ditetapkan pula. Daerah fluktuasi tekanan ini berkisar antara 1,0 sampai 1,5 kg/cm .
Selisih tekanan yang lebih besar akan memberi waktu berhenti pompa yang lebih
lama, tetapi seringkali memberi efek negatif pada alat plambing (misalnya pada alat
pemanas air dengan gas, dihasilkan temperatur air yang berubah – ubah ).
Perbandingan volume udara dengan air dalam tangki tekan adalah 30% berbanding
70% dan pada fluktuasi tekanan antara 1 – 1,5 kg/cm , volume air yang dipindahkan
hanyalah 10% dari volume tangki, menyebabkan pompa akan sering bekerja dan
saklar akan aus lebih cepat. Oleh sebab itu pula, tangki tekan ini selalu berukuran
besar dan membutuhkan ruang besar. Sistem tangki tekan tanpa tangki penampung
bawah dan pompa berfungsi ganda (mengambil dari sumur dan mengalirkan ke tangki
tekan) dapat digunakan pada sumur privat (air tanah) seperti contoh berikut:

Gambar 1.10 Sistem tangki tekan dengan sumber air sumur

2.2 Pemasangan Tangki Air

2.2.1 Syarat – syarat tangki air bersih


Pemasangan, dan kontruksi tangki air bersih harus memperhatikan beberapa syarat
sebagai berikut:
a. Tangki tidak boleh langsung di tanam ke tanah.
b. Badan tangki tidak diperbolehkan menyatu dengan struktur bangunan.
c. Terdapat ruang bebas sekeliling tangki untuk pemeriksaan dan perawatan,
demikian pula atas dan bawahnya.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 12


d. Tidak diperkenankan memasang peralatan pompa, boiler (pemanas air), mesin
refrigerasi atau mesin lainnya di tutup tangki.
e. Tangki harus mempunyai manhole untuk perawatan dari dalam, lubang
minimum berdiameter 45 cm; dianjurkan 60 cm.
f. Pipa pengambil atau penghisap dari pompa dilengkapi katup dan lubang
penghisap yang terletak minimum 20 cm diatas dasar tangki agar endapan
kotoran tidak ikut terhisap.
g. Dasar tangki dibuat bertekuk dan miring 1% kearah lubang pengurasan.

Gambar 1. 11 Contoh letak pipa hisap dan lekukan didasar tangki

h. tangki sebaiknya dapat dibersihkan tanpa memutuskan penyediaan air kedalam


pipa distribusi. Masalah ini biasanya dipecahkan dengan menggunakan tangki
ganda, untuk tangki bawah maupun atas. Dengan demikian bila tangki yang
satu sedang dibersihkan maka digunakan tangki kedua untuk mendistribusi ke
pemakai.

Syarat tata letak dan hubungan antara kedua tangki tersebut adalah sebagai
berikut:

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 13


Dua tangki tekan penampung
air PAM. Jarak “a” minimum
45 cm, dari bagian peling luar
tangki

Dua tangki atap. Sirkit


elektroda tangki yang sedang
dibersihkan harus dapat
diputuskan

Gambar 1.12 tangki ganda; distribusi tak terputus saat pembersihan.

i. Setiap tangki harus dilengkapi dengan pipa peluap (overflow) yang tidak boleh
disambungkan langsung ke pipa pembuangan, mempunyai celah udara ≥ 2 kali
diameter pipa.
j. Pada setiap tangki perlu dipasang pipa ven / ventilasi yang diberi saringan anti
serangga. Tujuannya adalah memasukkan atau mengeluarkan udara ketika
volume air dalam tangki berkurang, atau bertambah.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 14


Gambar 1.13 tangki dengan pipa ven dan celah udara

2.2.2 Pemasangan tangki diluar bangunan


Apabila tangki air akan dipasang diluar bangunan, baik tangki atas dengan menara
atau tangki bawah, perlu diperhatikan syarat jarak (a) terhadap gedung, pagar batas
persil, tangki septic, saluran – saluran pembuangan lainnya; yaitu a > 5 m. syarat ini
dimaksudkan agar tangki yang tertanam di bawah atau semua saluran air bersih
terhindar dari pencemaran

Gambar 1.14 Syarat letak tangki diluar bangunan

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 15


Gambar 1.15 Contoh menara air yang salah jarak

Gambar 1.16 tangki bawah diluar bangunan

Pada contoh gambar 1.16 diatas bahwa untuk tangki bawah tidak ditanam langsung
kedalam tanah, dibuatkan ruang khusus dibawah tanah. Dengan demikian syarat
pertama (a) dari tangki air bersih dipenuhi. Selainitu perhatikan bahwa syarat jarak (a
≥ 5 m) dipenuhi dengan ukuran terhadap dinding ruang untuk tangki, bukan dari
dinding tangkinya sendiri

2.2.3 Pemasangan tangki di dalam bangunan


Pemasangan tangki dibawah maupun atas dalam bangunan, tanpa kecuali harus
mengikuti persyaratan tangki air bersih yang telah dibahas sebelumnya. Dengan
demikian persyaratan pemasangan tangki dalam suatu ruang dalam bangunan dapat
digambarkan sebagai berikut:

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 16


Gambar 1.17 contoh penempatan tangki dalam ruang bangunan

Gambar 1.18 Contoh pembuatan tangki yang salah;


Tangki menyatu dengan struktur bangunan.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 17


Seringkali tangki penampungan bawah pada gedung – gedung besar diletakkan dalam
ruang di basement. Namun, seringkali pula kekurang cermatan desain terjadi pada
kasus perletakan tangki di basement ini. Karena itu pada halaman berikut ini
disertakan contoh – contoh perletakan yang salah dan yang benar dari kasus tersebut.

Gambar 1.19 Contoh tangki dalam gedung yang benar

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 18


2.2.4 Konstruksi Tangki Air
Konstruksi tangki air sangat tergantung pada bahan yang digunakan serta
kemudahan pemasangannya, terutama bila dipasangkan di dalam ruang tertutup.
Bahan yang digunakan secara umum adalah : baja ; beton bertulang dengan cat
khusus yang tak beracun ; baja stainless stell dan FRP (fiber reinforced plastic) yang
lebih populer dengan sebutan fiber glass. Sedangkan untuk kemudahan dimasukkan
kedalam ruang, maka digunakan sistem panel yang kemudian di rakit didalam ruang.

a. Tangki pelat baja


Tangki jenis ini banyak dibuat karena sederhana, bentuknya dapat disesuaikan
dengan kondisi tempat maupun estetika. Secara struktural, penguatan konstruksi
tidak sulit dilakukan, yang menjadi masalah pokok adalah terjadinya korosi.
Penyelesaian dengan pelapisan cat, sampai sekarang ini masih dianggap tidak
memuaskan karena cat yang beredar dipasar masih banyak mengandung unsur
timbal yang beracun.

Gambar 1. 20 Kontruksi tangki air dengan plat baja ( ± 6 m3 )


b. Tangki baja tahan karat (stainless stell).
Baja tahan karat, jelas lebih baik dari pelat baja biasa yang dicat. Disamping itu
permukaannya yang licin memudahkan untuk pembersihan, tetapi tidak berarti
tangki jenis ini tidak memerlukan perawatan. Perawatan diperlukan terutama

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 19


ditujukan pada bagian sambungan las yang kadang-kadang kurang sempurna
pengerjaannya sehingga tetap terjadi korosi/perkaratan. Selain itu kadar klorin
atau oksigen yang tinggi dalam air ternyata lebih mudah membentuk lapisan kerak
pada permukaan stainless steel dibanding bahan lainnya.

Gambar 1. 21 Konstruksi tangki stainless steel dengan struktur panel

c. Tangki FRP (fiber reinforced plastic)


Tangki FRP dengan struktur pelat tunggal sangat populer dipakai di perumahan,
sebab mudah didapat dalam bentuk jadi dalam berbagai volume, murah, ringan,
mudah di warnai, tahan karat dan kimia serta kurang merambatkan panas. Tetapi
tangki ini tetap mempunyai kelemahan, yaitu : rentan terhadap tumbuhan, sifat
bahannya yang tidak tahan sinar ultra violet sehingga terjadi pelapukan (fatique),
permukaannya yang tidak terlalu halus memudahkan terjadinya algae / lumut dan
kurang tahan terhadap alkali. Oleh sebab itu sebaiknya tangki jenis ini perlu
dilindungi agar tidak terkena sinar matahari langsung. Disamping struktur pelat
tunggal yang pada umumnya dibuat dengan volume kecil, untuk mendapatkan
tangki ukuran besar sampai 100m3, dapat dipesan tangki FRP berstruktur panel.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 20


Gambar 1.22 Konstruksi tangki FRP pelat tunggal (+10m3)

Disamping masalah konstruksi dari tangkinya sendiri, masalah lain yang timbul
adalah masalah dalam kaitannya dengan struktur bangunan dan estetika tampak
bangunan. Untuk fungsi bangunan yang membutuhkan banyak air (apartemen, rumah
sakit dsb) maka diperlukan tangki atap yang besar pula, dan karena lokasinya di atap,
maka memberi beban yang berat terhadap struktur bangunan , selain membebani
secara vertikal, struktur bangunan juga akan rentan terhadap gaya lateral. Dari segi
estetika, ukuran yang besar dari tangki atap bila lokasi dan bentuknya tidak dirancang
dengan baik akan memberi dampak negatif pada tampak bangunan. Oleh sebab itu
tata letak serta bentuk dari tangki atap atau menara air sebaiknya telah
dipertimbangkan sejak awal desain.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 21


Gambar 1. 23 Tangki FRP dengan struktur panel ( ± 50 m3 )

2.2.5 Hubungan tangki bawah dengan tangki atas


Dalam desain tangki bawah sebaiknya terletak tepat dibawah tangki atas untuk
menjamin terjadinya pipa terpendek dan hambatan aliran yang terkecil. Tetapi
kadang-kadang karena disebabkan masalah desain yang lain (misal karena organisasi
ruang) kondisi ideal tersebut tidak tercapai, sehingga terjadi belokan-belokan pipa
sejak keluar dari pompa. Kondisi pompa yang sering mati-hidup bergantian akan
menyebabkan terjadinya ‘fluktuasi gelombang tekanan’ yang merambat dalam pipa
dengan kecepatan tertentu dan kemudian dipantulkan kembali ketempat semula.
Peristiwa ini disebut ‘pukulan air’ yang dapat menggetarkan dan memecahkan pipa-
pipa. Makin tinggi jarak angkat air, maka makin besar pula pukulan air yang terjadi.
Penanganan ‘pukulan air’ yang paling murah dan sederhana, adalah dengan
menggunakan pipa rongga udara pada belokan pipa dan desain sistim yang
menghindari pipa (keluar pompa) mendatar panjang disebelah atas bangunan, lebih
baik disebelah bawah. Lihat gambar berikut :

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 22


Gambar 1.24. Pipa keluar pompa mendatar lebih baik diletakkan serendah
mungkin untuk mengurangi ‘pukulan air’

Gambar 1. 25. Konstruksi pipa keluar pompa yang dilengkapi peredam getaran
dan rongga udara untuk menmgatasi “pukulan air”

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 23


2.3 Sistim Distribusi
Hanya ada dua kelompok sistim distribusi, yaitu sistim pipa ganda yang terdiri dari
sistim pengaliran keatas (up-feed) dan pengaliran kebawah (down-feed). Kelompok
lainnya disebut sistim pipa tunggal.

Pada sistim pengaliran keatas, pipa utama


distribusi dipasang pada tangki atas
kebawah sampai ke langit-langit lantai
terendah gedung, kemudian pipa mendatar
dan bercabang tegak keatas untuk
melayani alat plambing diatasnya. Oleh
sebab setiap lantai/alat plambing disuplai
oleh aliran air dari bawah keatas, maka
disebut sistim up-feed

Gambar 1. 27 Sistem Up feed

Pada sistim aliran kebawah, pipa utama


dari tangki atas dipasang mendatar di
langit-langit tertinggi gedung kemudian
dibuat percabangan turun kebawah untuk
melayani lantai dan alat plambing
dibawahnya. Setiap lantai/alat plambing
akan mendapat suplai aliran dari atas
kebawah, karena itu disebut sistim down-
feed.

Gambar 1. 27 Sistem Down feed

Dari kedua sistim aliran kebawah dan keatas, perbedaanya hanya terletak pada aliran
suplai ke alat plambing saja, karena itu sukar dikatakan sistim mana yang lebih baik
diantara keduanya. Kedua sistim tersebut disebut sebagai kelompok sistim pipa ganda
karena memisahkan antara pipa naik dari tangki bawah keatas dengan pipa distribusi

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 24


utama (dari tangki atas ke lantai dan alat plambing dibawahnya). Apabila kedua pipa
tersebut disatukan maka disebut sebagai kelompok sistim pipa tunggal. Lihat gambar
berikut :

Dalam pipa ganda (upfeed-


downfeed), tekanan air dalam
pipa distribusi atau alat plambing
tidak banyak berubah, hanya
dipengaruhi perbedaan tinggi
muka air dalam tangki atas. Lain
halnya dengan sistim pipa
tunggal, tekanan air akan
bertambah ketika pompa sedang
mengisi air. Kelemahan dari
sistim ini terletak pada pompanya
yang mengalami tekanan
gravitasi terus-menerus dan harus
mempunyai kemampuan besar
untuk mengatasi tekanan
gravitasi tersebut saat pengisian.
Oleh sebab itu, sistim Ini kurang
populer pemakaiannya.

Gambar 1.28. Sistem pipa tunggal

Namun, sistim apapun yang dipilih, perlu diperhatikan beberapa hal :


a. Pemipaan dirancang sedemikian rupa sehingga udara atau air dapat dikeluarkan
dengan mudah dari pipa.
b. Pipa mendatar pada sistim up-feed dibuat agak miring keatas dan pada sistim
down-feed dibuat agak miring kebawah dengan kemiringan 1: 300 (setiap 3 m
turun atau naik 1 cm).
c. Hindarkan pipa datar yang membentuk lengkungan keatas, karena akan terjadi
akumulasi udara yang dapat menghambat aliran. Atau pada lengkungan
tersebut dipasang katup pelepas udara.
d. Dihindarkan pembalikan arah aliran (back-flow).

2.4 Pengamanan sistim


Pengamanan sistim meliputi : pencegahan pencemaran karena tercampur air minum
dengan air kualitas lain; terjadinya aliran balik (back flow); rusaknya pipa dan
peralatan plambing karena pukulan air atau tekanan air yang berlebihan.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 25


2.4.1 Pencegahan pencemaran
Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan :
1. Larangan hubungan pintas
Yang dimaksud adalah : tidak diperkenankan adanya hubungan fisik antara dua
sistim pipa yang kualitas airnya berbeda. Misalnya : antara sistim air minum
dengan sistim air kebakaran.
2. Mencegah terjadinya aliran balik
Yang dimaksud adalah : terjadinya aliran masuk air bekas, air tercemar dari
peralatan saniter atau tangki kedalam sistim pipa air akibat terjadinya tekanan
negatif (back sliphonage effect).

Contoh peristiwa terjadinya aliran


balik atau efek sifon balik adalah
sebagai berikut (lihat gambar) :
Misal, katup A sedang ditutup guna
pembersihan tangki atap, dan saat
itu ujung slang air yang dikaitkan
dengan keran B sedang terendam
dalam ember air bekas cucian.
Apabila keran C dibuka, tekanan
negatif akan timbul dalam sistim
pipa karena katup A tetap tertutup.
Tekanan negatif dalam pipa ini
menyebabkan air bekas dalam
ember terhisap masuk melalui
keran B dan keluar di keran C.

Gambar 1. 29 Aliran balik

Untuk mengatasinya, ada dua cara untuk pencegahan terjadinya aliran balik. Pertama,
dengan membuat ‘celah udara’ dan yang kedua dengan memasang ‘alat’ pencegah
aliran balik.

Celah udara :
Merupakan penyediaan ruang bebas antara bagian terendah atau keran tempat air
keluar dengan muka air peluapan dari suatu peralatan plambing. Secara umum, celah
minimum yang harus disediakan adalah dua kali diameter lubang pipa / keran tempat
air dikeluarkan. Untuk wastafel minimum 1”, sink dapur 1 ½ “, dan bathub 2” (inch).

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 26


Gambar 1. 30 Ukuran celah udara pada tangki

Alat pencegah aliran balik:


Oleh karena alasan penggunaan, konstruksi dan terkadang estetika, beberapa peralatan
plambing tidak dapat diberi celah udara. Maka dipasangkan alat pencegah aliran balik
yang biasa disebut ‘pemecah vakum’. Alat ini bekerja mencegah efek sifon balik
secara otomatis, memasukkan udara kedalam pipa pada saat terjadi tekanan negatif
dalam pipa.

Pemecah vakum digolongkan menjadi dua jenis, yaitu ‘pemecah vakum atmosferik’
dan ‘pemecah vakum tekanan positif’.
Dari kedua jenis pemecah vakum tersebut, pemecah vakum atmosferik ternyata lebih
banyak digunakan, merupakan alat yang tak terpisahkan pada penjualan alat saniter
(shower, keran bathub, bidet, urinal) dari pabrik merek tertentu (Toto, American
Standart,dst).

Beberapa contoh dari pemecah vakum :

Gambar 1.31 Pemecah vakum atmosferik pada katup gelontor


(flush valve)

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 27


Gambar 1.32 Pemecah vakum atmosverik pada shower

Gambar 1.33 Pemecah vakum bertekanan positip

Contoh peralatan saniter yang dipasang pemecah vakum :

a dan g pada tangki penampungan air


b dan c pada kloset dengan katup gelontor (flush –valve)
d,e dan h pada keran berpenyambung selang
f pada bak cuci /wastafel
i pada keran di luar bangunan (siram rumput, cuci mobil)

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 28


(a) Pelepas vakum jenis (b) Pelepas vakum jenis
atsmosferik atsmosferik (c) Pelepas vakum jenis atsmosferik

(d) Pelepas vakum jenis


atsmosferik (e) Pelepas vakum jenis (f) Pelepas vakum jenis bertekanan
atsmosferik

(g) Pelepas vakum jenis (h) Pelepas vakum jenis (i) Pelepas vakum jenis bertekanan
bertekanan bertekanan
misalnya penyiram rumput dan tanaman

Gambar 1. 34 Syarat dan pemasangan pemecah vakum

2.4.2 Pencegahan pukulan air ( Water-hammer)

Pukulan air, terjadi tidak hanya pada pipa penyambung antara tangki penampung
bawah dan atas saja ( lihat sub bab 2.2.5 ), tetapi terjadi pada semua pipa distribusi.
Pukulan air ini terjadi karena adanya ‘ Gelombang Tekanan ‘ yang merambat dalam
pipa dan menjadi penyebab kerusakan pada peralatan plambing, getaran dan patahnya
pipa, kebocoran dan suara berisik.

Pukulan air cenderung terjadi pada keadaan :


a. Penutup katup atau keran sehingga terjadi penghentian aliran secara tiba –
tiba.
b. Adanya aliran air dalam pipa karena dengan kecepatan dan tekanan tinggi.
c. Banyak pipa vertikal; aliran air keatas atau kebawah.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 29


d. Banyak belokan / perubahan arah pada aliran air.
e. Temperatur air yang tinggi.

Pencegahan pukulan air dilakukan dengan :


a. Menghindarkan tekanan kerja atau aliran kesepatan air yang terlalu tinggi
b. Bila tekanan dan aliran kecepatan standar tidak dapat dicapai (misalnya
pada kasus pipa keluar dari pompa; lihat gambar 1.25), maka dipasang alat
– alat peredam.

Alat peredam pukulan air dibagi menjadi dua jenis :


a. Peredam tekanan dengan komponen elastis karet atau pegas. Kelebihan
alat ini dibanding ‘ Rongga Udara ‘ adalah tidak diperlukan pengisian
udara secara berkala, tetapi kelemahannya pada system mekanis
didalamnya (karet, pegas) yang dapat rusak.
b. Peredam dengan ‘ Rongga Udara ‘ berupa pipa ekstensi yang berisi udara;
dapat dibuat sendiri dari sisa potongan pipa ( ekonomis ). Namun
kelemahannya adalah dalam jangka waktu lama, udara dalam pipa dapat
hilang ( terbawa atau larut dalam air ) sehingga perlu diisi kembali secara
berkala.

Contoh peredam pukulan air :

Gambar 1. 35 Peredam dengan komponen mekanis

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 30


Gambar 1.36 Pemasangan peredam rongga udara; garis putus-putus
menunjukkan letak bila dipasang satu saja

Gambar 1.37 Pemasangan rongga udara pada tangki penampungan air

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 31


Gambar 1.38 Syarat pemasangan peredam mekanis
Bila a ≤ 6m cukup dipasang satu buah
Bila a ≥ 6m harus dipasang dua buah

2.4.3 Tekanan, kecepatan dan laju aliran air

2.4.3.1 Tekanan air


Tekanan/ kecepatan air yang berlebihan dapat menyebabkan pukulan air; kebocoran
pada sambungan pipa, pecahnya pipa, kerusakan pada alat-alat plambing, dan juga
rasa sakit bila tekanan pancaran air.
Sebaliknya, tekanan atau kecepatan air yang kurang mencukupi akan menimbulkan
kesulitan dalam pemakaian air, bahkan menyebabkan tidak berfungsinya alat-alat
plambing.
Tekanan air yang dibutuhkan oleh tiap-tiap jenis alat plambing berbeda-beda, tetapi
secara umum besarnya tekanan standar adalah 1,0 kg/cm².
Sedangkan tekanan statik untuk perkantoran bekisar antara 4,0 – 5,0 kg; untuk
perumahan atau hotel 2,5 – 3,5 kg/cm2.

Dalam table 1.2 (hal 38 ), dapat dilihat tekanan minimum dari tiap jenis peralatan
plambing agar tiap peralatan tersebut dapat berfungsi dengan baik. Konsekuensi
adanya tekanan minimum ini adalah terutama pada letak ketinggian muka air dalam
tangki atap. Sebagai contoh; dalam tabel 1.2; terlihat bahwa katup gelontor, keran
otomatik dan unit water-heater, menuntut tekanan kerja yang tinggi. Bila disediakan
tekanan air standar 1,0 kg/cm 2, maka tinggi muka air terendah dalam tangki atap
minimum berjarak 10 m1 diatas alat plambing yang tertinggi letaknya. Bahkan jarak
tersebut lebih besar lagi bila kerugian gesek dalam pipa diperhitungan.
1 2 2
Untuk setiap m perbedaan tinggi muka air setara dengan 0,1 kg/cm ; maka untuk kg/cm
diperlukan perbedaan tinggi 10 m

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 32


Pada bangunan tinggi (apartemen misalnya), bila untuk lantai teratas tekanan air telah
memenuhi syarat 1,0 kg/cm2, terdapat konsekuensi lain, yaitu tekanan air dilantai
paling bawah seringkali melampaui 4 kg/cm2 (tekanan maksimum katup gelontor).
Akibatnya, semua katup gelontor yang terletak dilantai bawah akan rusak.
Pada pemecahan yang paling sedeharna adalah membagi tangki atas pada beberapa
lantai ketinggian, misalnya meletakkan satu tangki di lantai 6 untuk melayani lantai
4,3,2 dan 1; berikutnya meletakkan tangki kedua dilantai 10 untuk melayani lantai
8,7,6,dan 5 dan demikian seterusnya. Hal ini memberi konsekuensi desain yang nyata
yaitu harus menyediakan ruang tangki air yang cukup dan memenuhi persyaratan
yangki dilantai 6 dan 10, 14 dan seterusnya.

Tabel 1.2 Tekanan minimum yang dibutuhkan alat plambing


Jenis Alat Plambing Tekanan yang Tekanan
dibutuhkan Kg/cm2 standar Kg/cm2
Keran wastafel 0,50
Keran dapur (kitchen sink) 0,50
Katup gelontor (flush valve) kloset 0,70
Katup gelontor urinal 0,40
Keran otomatik (menutup sendiri) 0,80
Pancuran mandi (shower) dengan 0,70
pancuran tajam 1,0
Pancuran mandi biasa 0,35
Keran biasa 0,30
Unit water heater berbahan baker gas 0,25 – 0,70
Mesin cuci pakaian 0,50
Mesin cuci piring 0,50

Catatan :
1. Tekanan maksimum katup gelontor kloset dan urinal adalah 4 Kg/cm2.
Penggelontoran bertujuan untuk membawa kotoran padat dalam pipa buangan
sampai ke tangki septic atau saluran umum. Untuk itu menurut standar dibutuhkan
15 liter air yang dialirkan selama 10 detik pada tekanan normal 10 m kolom air ( 1
Kg/cm2).

2. Keran otomatik, bila tekanan minimumnya tidak tercapai maka tidak akan dapat
menutup rapat, air akan mengalir terus.

3. Tekanan minimum untuk water heater, tiap merek dapat berbeda sebaiknya
melihat brosurnya masing-masing, tetapi untuk yang bertekanan kurang dari 0,5
kg/cm2, debit/laju alirannya kecil sekali. Water heater instaneous untuk shower
kamar mandi pada umumnya bertekanan 0,5 kg/cm2.

4. Khusus untuk fire-hose (kebakaran) dibutuhkan tekanan minimum 2,0 kg/cm2.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 33


Berikut ini diberikan contoh perhitungan kasar untuk menetapkan tinggi tangki
penampung atas berdasarkan tekanan minimum alat plambing yang dibuthkan (table
1.2) dan pada tekanan kerja aliran standar (1,0 kg/cm2 = 10 m kolom air atau 1 m
kolom air = 0,1 kg/cm2; 1 m kolom air = 1 m tinggi)

Gambar 1.39 Contoh memperhitungkan tinggi tangki

Uraian Kebutuhan tekanan minimum


Kg/cm2 m kolom air
Tinggi shower dari muka tanah - 5,80
Tekanan minimum shower 0,35 3,50
Kerugian tekanan dalam pipa 2 0,15 1,50
Tekanan minimum water-heater 0,70 7,00
Jumlah 17,80
Kesimpulan :
Muka air terendah dalam tangki penampungan diukur dari permukaan tanah adalah H
= 17,80 m (minimum). Selisih tinggi antara muka air tangki terendah dengan shower
= 17,80 – 5,80 = 12,0. Selisih tinggi ini menunjukkan gejala umum bahwa tidak
mungkin meletakkan tangki atap langsung diatas atap lantai teratas bangunan bila
pada lantai teratas tersebut digunakan alat-alat plambing. (perhatikan contoh berikut)

2
Dalam contoh ini hanya diperkirakan hanya sekedar memberi gambaran saja; seharusnya
dihitung berdasarkan panjang pipa, jenis pipa, diameter pipa dan jumlah fitting yang
dipasangkan pada pipa itu.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 34


Pada contoh disamping, berdasarkan
table 1.2; shower dengan pancaran yang
membutuhkan tekanan minimum 0,7
kg/cm2 setara dengan tinggi 7,0 m. Bila
friksi / kehilangan tekanan diabaikan,
maka didapat persamaan
7,0 = 4,0 + x – 2,0
Berarti tangki atas minimal terletak 1,0
m diatas atap.

Dua contoh diatas, menunjukkan bahwa tekanan minimum alat plambing akan sangat
mempengaruhi tinggi muka air terendah dari tangki atap. Tangki atap akan bertambah
tinggi lagi bila diperhitungkan adanya kehilangan tekanan / friksi dalam pipa.
Kehilangan tekanan dalam pipa tergantung pada : ukuran (panjang & diameter) pipa,
jenis bahan pipa (besi, PVC, tembaga), kecepatan dan laju aliran air dalam pipa serta
banyaknya katup dan alat penyambung (fitting) yang ada pada pipa tersebut.

Tabel 1.3 Ekivalensi panjang pipa terhadap kerugian gesek berbagai jenis fitting

Ø fitting Elbow Elbow Tee Coupling Gate Globe Angle


90° 45° 90° valve valve valve
(inch) (mm) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
3
/8 10 0,30 0,18 0,45 0,09 0,06 2,40 1,20
½ 13 0,60 0,36 0,90 0,18 0,12 4,50 2,40
¾ 20 0,75 0,45 1,20 0,24 0,15 6,00 3,60
1 25 0,90 0,54 1,50 0,27 0,18 7,50 4,50
1¼ 30 1,20 0,72 1,80 0,36 0,24 10,50 5,40
1½ 40 1,50 0,60 2,10 0,45 0,30 13,50 6,60
2 50 2,10 1,20 3,00 0,60 0,39 16,50 8,40
2½ 65 2,40 1,50 3,60 0,75 0,48 19,50 10,20
3 75 3,00 1,80 4,50 0,90 0,60 24,00 12,00
3½ 90 3,60 2,10 5,40 1,08 0,72 30,00 15,00
4 100 4,20 2,40 6,30 1,20 0,81 37,50 16,50
5 125 5,10 3,00 7,50 1,50 0,99 42,00 21,00
6 150 6,00 3,60 9,00 1,80 1,20 49,50 24,00

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 35

Gate valve Globe valve


Diagram 1.1 Kerugian gesek dalam pipa baja karbon

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 36


Diagram 1.2 Kerugian gesek dalam pipa PVC

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 37


Diagram 1.3 Kerugian gesek dalam pipa Tembaga

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 38


2.4.3.2. Kecepatan aliran air
Kecepatan aliran air yang terlalu tinggi dapat menjadi penyebab pukulan
air,suara berisik bahkan kadang-kadang menyebabkan ausnya permukaan
pipa.sebaliknya kecepatan air yang terlalu rendah menyebabkan efek yang
kurang baik:terjadi korosi, pengendapan kotoran yang menurunkan kualitas air
dan mempercepat timbulnya lapisan kerak yang berarti juga memperkecil
diameter pipa.
Kecepatan standar aliran air berkisar antara 0,9-1,2 m/detik dan batas
maksimumnya antara 1,5-2,0 m/detik.

2.4.3.3. Laju aliran air (Flow-rate)


Laju aliran pemakaian air oleh suatu masyarakat seiring dengan kemajuan
masyarakat itu sendiri,sehingga laju aliran air oleh sekelompok masyarakat
dapat dipakai sebagai tolak ukur kemajuan masyarakatnya.
Istilah lain dari laju aliran air adalah debit air,mencerminkan kemampuan suplai
dari suatu sumber atau kebutuhan air dari suatu fungsi bangunan. Dengan
demikian dalam perancangan sistem penyediaan air untuk suatu fungsi
bangunan, kapasitas peralatan dan ukuran pipa-pipa yang dibutuhkan didasarkan
pada laju aliran air.

Jumlah laju aliran atau kebutuhan suatu fungsi bangunan dapat dihitung
berdasarkan:
A..Jumlah pemakai dengan memakai standar yang tercantum dalam :
Tabel 1.4; “Pemakaian air rata rata perorang perhari” dan
Tabel 1.5; “Fasilitas minimal peralatan plambing”.
B. Unit beban alat plambimgdengan memakai:
Tabel 1.8; “Unit beban alat plambing” dan kurva aliran serentak yang
disebut juga sebagai “kurva hubungan antara jumlah unit beban alat
plambing dengan laju aliran air.

Tabel 1.4 Pemakaian air rata-rata per orang per hari


Waktu Perbandi
Pemakaian air rata-
pemakaian ngan luas
No Jenis Gedung rata sehari
air rata-rata lantai
Keterangan
(liter)
sehari (jam) effektif (%)
1 Perumahan mewah 250 8-10 42-45 Setiap penghuni
2 Rumah biasa 160-250 8-10 50-53 Setiap penghuni
3 Apartemen 200-250 8-10 45-50 Mewah 250 liter
Menengah 180 liter
Bujangan 120 liter
4 Asrama 120 8 Bujangan
5 Rumah sakit Mewah>1000 8-10 45-48 Setiap t. tidur pasien
Menengah 500-1000 Pasien luar:8 liter
Umum 350-500 Staf/pegawai 120 liter

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 39


Keluarga pasien:160
liter.
6 Sekolah dasar 40 5 56-60 Guru :100 liter
7 SLTP 50 6 58-60 Guru :100 liter
8 SLTA & lebih tinggi 80 6 Guru/dosen:100 liter
9 Rumah - toko 100-200 8 Penghuni.160 liter
10 Perkantoran 100 8 60-70 Setiap pegawai
11 Toserba 3 7 55-60 Hanya kakus, belum
restorannya
12 Pabrik Industri Buruh pria:60 8 Per orang setiap shift
Wanita:100 (kalau kerja lebih 8
jam)
13 Stasiun / terminal 3 15 Setiap penurnpang, tiba
maupun berangkat
14 Restoran 30 5 Penghuni 160 liter
15 Restoran umum 15 7 Penghuni 160 liter
Pelayan 100 liter
70%.dr jumlah tamu
15 liter/orang
16 Gedung pertunjukan 30 5 53 - 55 Setiap orang untuk 1x
pertunjukan
17 Bioskop 10 3 Idem
18 Toko Pengecer 40 6 Pedagang besar 30 ltr
pertamu, 150 ltr/staf
atau 5 ltr /hari setiap m2
luas lantai
19 Hotel/Penginapan 250-300 10 Setiap tamu. staf 120-
150 ltr. penginapan 200
ltr
20 Gd. Peribadatan 10 2 Perjemaah per hari
21 Perpustakaan 25 6 Setiap pernbaca
22 Bar 30 6 Setiap tarnu
23 Perkumpulan sosial 30 Setiap tamu
24 Kelab malarn 120-350 Setiap tempat duduk
25 Gd. Perkurnpulan 150-200 Setiap tamu
26 Laboratorium 100-200 8 Setiap staf
Khusus untuk butir 1, 2 dan 3 bila. menggunakan bathtub, setiap orang ditambah 100 lt/hari. Jadi ,
misalnya untuk perumahan mewah dengan standar 250 lt/hari akan bertambah menjadi 350 lt/hari

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 40


Tabel 1.5. Fasilitas minimal peralatan plambing
Tipe gedung Kloset Urinal Wastafel Bathtub /shower
1 R. tinggal / apartemen 1 per rumah tinggal /apartemen 1 per r.tinggal / apartemen 1 per r. tinggal /aparternen
Sekolah : PrIa Wanita
2 Sekolah dasar 1 per 100 1 per 35
1 per 35 pria 1 per 60 orang
SLTP & lebih tinggi 1 per 100 1 per 45
1 per 30 pda 1 per 100 orang
JmIh orang JmIh kloset JmIh org JmIh westafel
1-15 1 145 1
16-35 2 16-35 2
36-55 3 Jumlah kIoset yang tersedia dapat dikurangi satu 36-60 3
56-80 4 dan digantl dengan urinal selama sisa kloset 61-90 4
3 Kantor atau gedung umum 81-110 5 yang tersedia tidak kurang dari 2/3 jumlah 91-125 5
111-150 6 standar minimum 1 wastafel untuk setlap
penarnbahan 45 orang
1 kloset untuk setiap penarnbahan 40.org

JmIh orang JmIh kloset JmIh org JmIh wastafel 1 shower utk setiap 15 org
1-9 1 1-100 1 per 10 org
10-24 2 100 lebih 1 per 15 org
25-49 3
4 Pabrik / workshop 50-74 4 idern
75-100 5

1 kloset utk sedap penarnbahan 30 karyawan

PrIa : 1 untuk setiap 10 org 1 per 12 org utk cucl tangan 1 untuk 8 org
Wanita : 1 utk setlap 8 org 1 per 50 utk sikat gigi khusus asrarna wanita
1 per 25 pria, bila lebIh dari 150 orang 1 wastafel utk setiap ditambah 1 per 30 wanita
5 Asrama
1 kloset untuk setlap penambahan 15 pria tambahkan 1 per 50 pria penambahan 20 pria / 15 Bila lebih dari 150 orang,
atau 20 wanita wanita tambah 1 per 20

6 Teater / audItoriurn Jumlah orang JumIah kloset Jumlah pria Jumlah urinal JrnIh org JmIh wastafel
PrIa Wanita
1-100 1 1 1-200 1 1-200 1
101-200 2 2 201-400 2 201400 2
201-400 3 3 401-600 3 401-750 3

1 kloset utk setiap penambahan 500 pria 1 urinal untuk setiap penarnbahan 300 pria 1 wastafel utk setiap
300 wanita penarnbahan 500 org

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 41


Tabel 1.6 Pemakaian air setiap alat plambing

Penggu naan
air untuk Waktu
Penggunaan Laju aliran
Jenis alat plambing pemakaian pengisian
perjam (Itr/menit)
satu kali (detik)
(liter)
Kloset dengan katup
1 13,5 -16,5 6 -12 110-180 8,2-10
gelontor
Kloset dengan tangki
2 13 -15 6 -12 15 60
gelontor
Urinal dengan katup
3 5 12 - 20 30 10
gelontor
4 Cuci tangan / lavatory 10 6 -12 15 40
Kitchen sink dengan
5 25. 6 -12 15 60
keran 13 mm
Kitchen sink dengan
6 25 6 -12 25 60
keran 20 mm
7 Bathtub 125 3 30 250
8 Shower 24 - 60 3 12 120 -130

1. Standar pemakaian air untuk kloset dengan katup gelontor, untuk satu. kali penggunaan adalah 15 liter
selama 10 detik.
2. Pipa sambungan ke katup gelontor untuk kloset biasanya 25 mm (1"), tetapi untuk mengurangi kerugian
akibat gesekan dianjurkan memasang pipa ukuran 32 mm (1 ¼”)
3. Pipa sarnbungan ke katup gelontor untuk urinal biasanya 13 mm (1/2"), tetapi untuk mengurangi
kerugian akibat gesekan dianjurkan memasang pipa ukuran 20 mm (3/4")

Tabel 1. 7 Tabel beban unit untuk alat plambing

Jenis Beban unit alat plambing


Jenis alat plambing Penyediaan air Untuk pribadi Untuk umum

Kloset Katup gelontor 6 10


Kloset Tangki gelontor 3 5
Urinal Katup gelontor - 5
Bak cuci kecil keran 0,5 1
Wastafel keran 1 2
Bak cuci tangan; kamar keran 3
operasi
Bathtub Keran pencampur 2 4
Shower Keran pencampur 2 4
Satuan kamar mandi : 1
Dengan kloset katup
Bathtub + 1 wastafel + 1 8 -
gelontor
Shower + 1 kloset
Satuan kamar mandi : 1 Dengan kloset tangki 6 -

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 42


Bathtub + 1 wastafel + 1 gelontor
Shower + 1 kloset
Bak cuci bersama Untuk setiap keran - 2
Bak cuci pel keran 3 4
Bak cuci dapur keran 2 4
Bak cuci piring keran - 5
Bak cuci pakaian keran 3 -
Drinking fountain Keran khusus - 2
Pemanas air Katup bola - 2

Catatan :

1. Alat plambing untuk keperluan pribadi dimaksudkan untuk rumah tinggal atau
apartemen dimana pemakaiannya tidak terlalu banyak.
2. Alat plambing untuk keperluan urnum dimaksudkan untuk gedung kantor, sekolah,
pabrik dsb, untuk pemakaian umum.
3. Alat plambing yang tidak ada dalam daftar, digunakan perkiraan dengan
membandingkan alat yang hampir serupa.
4. Nilai beban unit untuk pencampur (mixer) air panas dan dingin; sudah diperhitungkan
sebagai nilai total; bila, dipisahkan (dingin atau panas saja) diambil nilai ¾ dari
daftar.
5. Alat plambing yang airnya mengalir kontinu, dihitung terpisah dan ditambahkan pada
jumlah alat plambing.

(a) Untuk unit beban sampai 3000

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 43


(b) Untuk unit beban sampai 250 ( skala gambar diperbesar)

Diagram 1.4 Hubungan antara unit beban alat plambing dengan laju
aliran

Kurva (1) untuk system yang sebagian besar menggunakan katup gelontor
Kurva (2) untuk system yang sebagian besar menggunakan tangki gelontor

3. Penghitungan kebutuhan air dan Kapasitas alat.

3.1. Penafsiran kebutuhan air.

Penafsiran kebutuhan air sebenarnya merupakan langkah awal dari perhitungan


selanjutnya, yang berupa penentuan kapasitas tangki atas dan bawah. Kapasitas
pompa dan ukuran pompa.

Sasaran Utama penafsiran kebutuhan ini adalah untuk mendapatkan:


a. Pemakaian air atau kebutuhan sehari (Qd - m 3 / hari).
b. Pemakaian air rata-rata per jam (Qh - m 3 / jam).
c. Pemakaian air pada jam puncak (Qh-max - m3/ jam).
d. Pemakaian air pada menit puncak (Qm-max - m 3/ jam).

Dalam penafsiran kebutuhan tersebut, maka digunakan tiga rumus yang


menunjukkan hubungan antara keempat variabel tersebut, yaitu:
a. Qh= Qd / T
T = jangka waktu pemakaian sehari (jam).
b. Qh-max = c1 x Qh
c1= konstanta antara 1,5 - 2,0: tergantung lokasi dan sifat pengunaan
gedung (misal untuk apartemen mewah=2,0; rumah susun=1.5).
c. Qm-max = c2 x (Qh /60).
c2 = konstanta antara 3,0 - 4,0.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 44


Berikut ini akan diberikan 4 contoh cara penafsiran cara pemakaian air:
1. Berdasar jumlah penghuni.
2. Berdasar luas dan kepadatan.
3. Berdasar beban unit alat plambing.
4. Berdasar fasilitas minimal alat plambing.

Dalam melakukan penafsiran perlu dicatat bahwa setiap cara penafsiran akan
menghasilkan nilai angka berbeda, meskipun penafsiran itu dilakukan pada
obyek yang sama, misal, penafsiran dengan beban unit akan menghasilkan nilai
yang lebih besar dibandingkan dengan penafsiran dengan jumlah penghuni..
Karena itu dianjurkan pada obyek yang sama dilakukan penafsiran dua kali
dengan dua cara yang berbeda untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang lebih
akurat.

3.1.1 Penaksiran berdasarkan jumlah penghuni

Metoda dengan cara ini praktis digunakan pada tahap prarancangan arsitektur, karena
kebutuhan pemakaian air sudah dapat ditentukan meskipun desain dan jumlah
peralatan plambing yang digunakan belum dapat ditentukan.

Penaksiran dengan menggunakan cara ini dilakukan berdasarkan tabel 1.4. (hal. 46);
menggunakan ‘standar’ pemakaian air per orang per hari pada fungsi tertentu yang
dikaitkan dengan jumlah penghuni bangunan tersebut.

Contoh 1 : Penaksiran berdasarkan jumlah penghuni

Sebuah Gedung apartemen mewah, berisi 50 keluarga. Untuk 30 keluarga disediakan


satu kamar tidur dan 20 keluarga dengan dua kamar tidur (tiap kamar tidur berisikan 2
orang)
 Jumlah penghuni : (30 x 2) + (20 x 4) = 140 keluarga
 Dari tabel 1.4 (hal. 46 ), pemakaian air untuk apartemen mewah adalah 250
l/org per hari dengan lama waktu pemakaian T = 10 jam per hari.
 Qd = 250 x 140 = 35.000 l/hari = 35 m3/hari
 Qh = Qd/T = 35 / 10 = 3,5 m3/jam
 Pemakaian air pada jam puncak dengan konstanta c1 = 2,0
Qh-max = c1 x Qh = 2 x 3,5 = 7,0 m3/jam
 Pemakaian air pada menit puncak dengan konstenta c2 = 4,0
Qm-max = c2 x (Qh / 60) = 4 x (3,5 / 60) = 0,23 m3/menit.

Catatan :
1. Bila tiap apartemen tersebut menggunakan kamar mandi dengan bathtub
maka standar pemakaian air per orang per hari adalah 350 l/hari.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 45


2. Hasil penaksiran merupakan pemakaian penghuni ( cuci, makan, pel, dsb) ;
belum termasuk air yang diperlukan untuk pengelolaan bangunan, siram
rumput, membersihkan gedung, kolam, air untuk kebakaran, AC, menyiram
tanaman, dan sebagainya yang harus diperhitungkan secara terpisah

3.1.2 Penaksiran Berdasarkan Luas & Kepadatan

Bila jumlah penghuni belum dapat diketahui (sering terjadi bangunan-bangunan


umum), maka penaksiran dibuat berdasarkan kepadatan hunian (antara 5 m2 sampai
10 m2 per orang) dan luas efektif/netto bangunan3, yang tercantum pada tabel 1.4 ,
kolom 5 ; hal 46

Contoh 2 ; Penaksiran berdasar luas & kepadatan bangunan

Direncanakan suatu gedung perkantoran dengan luas 10.000 m2 ; untuk luas kerja
rata-rata per orang diambil 5 m2 /orang.
 Luas efektif gedung berdasar tabel 1.4 adalah 60% - 70% .
Bila diambil 60% maka Lefektif = 0,6 x 10.000 = 6.000 m2.
 Jumlah pemakai Gedung tersebut = 6.000/5 = 1.200 orang
 Dari tabel 1.4 ; untuk bangunan perkantoran dibutuhkan pemakaian air 100 liter/
pegawai per hari ; dengan lama pemakaian T = 8 jam ; maka Qd = 1.200 x 100 =
120.000 l/hari = 120 m3/hari
 Bila diandaikan diberi tambahan 20% untuk mengatasi kebocoran, penguapan
dikarenakan water-heater , penyiraman tanaman, cooling tower mesin AC dan
sebagainya4 ; maka kebutuhan air menjadi
Qd = 1,2 x 120 m3 = 144 m3/hari.
 Karena T = 8 jam ; maka Qh = Qd /T = 144/8 = 18 m3/jam
 Bila ditetapkan c1 = 2 dan c2 = 3 maka :
Qh-max = c1 x Qh = 2 x 18 = 36 m3/jam.
Qm-max = c2 x (Qh/60) = 3 x (18/60) = 0,9 m3/menit

3
Presentasi luas efektif dalam tabel ini hanya berlaku untuk penaksiran pemakaian air, tidak berlaku
untuk hal yang lainnya (mis. Ekonomi bagunan, studi kelayakan proyek)

4
Pengandaian 20% disini hanya untuk mengingatkan bahwa diluar kebutuhan pemakai masih terdapat
kebutuhan lain yang harus diperhitungkan secara terpisah.
Untuk penambahan karena pemakaian alat seperti AC dan Cooling Tower , sangat tergantung pada
kapasitas mesin AC nya sendiri, namun sebagai gambaran dapat dilihat rasio kebutuhan sebagai
berikut :
a. Mesin pendingin AC kompresi uap membutuhkan 13 l/menit ; jenis absorsi 16 l/menit untuk
setiap TR (Ton Refrigerasi).
b. Cooling Tower sebesar 0,26 – 0,39 l/menit untuk setiap TR, akibat penguapan 1% dan
pengkabutan 2 – 3%.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 46


3.1.3 Penaksiran berdasarkan unit beban alat plambing
Penaksiran dengan menggunakan cara seperti ini dilakukan bila jumlah peralatan
plambing telah diketahui jumlahnya atau telah dilakukan perhitungan kebutuhan
peralatan plambing minimal (tabel 1.5 : “fasilitas minimal peralatan plambing”).

Contoh 3. Penaksiran berdasarkan unit beban

Suatu gedung perkantoran, memiliki lantai tingkat 4 dengan peralatan plambing pada
tiap tingkat terdiri dari : 3 kloset duduk (katup gelontor) ; 3 wastafel, 3 urinal dan bak
cuci pel 4 buah.
 Jumlah total alat plambing untuk 4 lantai :
Kloset duduk katup gelontor 12 buah, wastafel 12 buah, urinal 12 buah dan bak
cuci pel 4 buah.
 Berdasarkan tabel 1.7 (hal. 49), jumlah unit beban total adalah :

Jenis alat plambing Jumlah alat Unit beban alat Jumlah unit
plambing plambing beban
Kloset (katup gelontor 12 10 120
Wastafel 12 2 24
Urinal 12 5 60
Bak cuci pel 4 4 16
Jumlah unit beban total 220

 Dengan menggunakan diagram 1.4 b-kurva 1 (hal. 50 ) ; karena katup gelontor


dominan, diperoleh pemakaian serentak yang ekivalen dengan Qh-max = 360
3
liter/menit = 21,6 m /jam.
 Bila ditetapkan c1 = 2 ; maka Qh = Qh-max /c1 = 10,8 m3/jam.
 Pemakaian dalam sehari Qd = T x Qh = 8 x 10,8 = 86,4 m3/hari (dari tabel 1.4,
pemakaian rata-rata sehari T = 8 jam)
 Bila ditetapkan c2 = 4, maka pemakaian pada menit puncak adalah Qm-max
= Qh x c2 = 10,8 x 4 = 43,2 m3/jam atau 0,72 m3/menit.

Hasil penaksiran ini dapat digunakan untuk mencari jumlah pegawai maupun luas
lantai banguna yang dilayani oleh alat plambing yang disediakan :
 Qd = 86,4 m3/hari, pemakaian per karyawan = 100 liter/hari (tabel 1.4) ; maka
jumlah karyawan yang dilayani : 86.400/100 = 864 orang.
 Luas lantai kerja per karyawan 5 m2 ; Lefektif = 5 x 864 = 4320 m2.
 Lefektif = 60% (tabel 1.4) maka luas total bangunan tersebut = 7200 m2..

Contoh 4 : Penaksiran berdasarkan fasilitas minimal peralatan plambing

Sebagai contoh diambil sebuah bangunan yang sama pada contoh 3. Kantor dengan
pegawai 864 orang dan untuk penafsiran digunakan tabel 1.5 (hal 47)

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 47


 Perhitungan awal jumlah kloset yang harus disediakan :
Sampai 150 orang disediakan 6 kloset.
Sisanya (864 – 150) disediakan 1 kloset setiap penambahan 40 orang = 714/40 =
17,85 atau dibulatkan menjadi 18 kloset.
Jumlah kloset = 6 + 18 = 24 kloset.
 Untuk perhitungan urinal ; jumlah minimum kloset = 2/3 x 24 = 16 kloset ;
sisanya diganti urinal = 24 – 16 = 8 urinal.
 Wastafel yang perlu disediakan :
Sampai 125 orang dibutuhkan 5 wastafel ; sisanya (864 – 125) disediakan 1
wastafel setiap penambahan 45 orang = 739/45 = 16,42 atau dibulatkan menjadi
16 buah wastafel
 Berdasar tabel 1.7 (hal. 49 ), jumlah unit beban total adalah :

Jenis alat plambing Jumlah alat Unit beban alat Jumlah unit
plambing plambing beban
Kloset (katup gelontor) 16 10 160
Wastafel 16 2 32
Urinal 8 5 40
Bak cuci pel - - -
jumlah unit beban total 232

 Dengan menggunakan diagram 1.4 b-kurva 1 (hal. 50 ) ; karena katup gelontor


dominan ; diperoleh pemakaian serentak yang ekivalen dengan Qh-max = 375
liter/menit = 22,5 m3/jam.
 Bila ditetapkan c1 = 2 ; maka Qh = Qh-max /c1 = 11,25 m3/jam.
 Pemakaian dalam sehari Qd = T x Qh = 8 x 11,25 = 94 m3/hari (dari tabel 1.4,
pemakaian rata-rata sehari T = 8 jam)
 Bila ditetapkan c2 = 4, maka pemakaian pada menit puncak adalah
Qm-max = Qh x c2 = 11,25 x 4 = 45 m3/jam atau 0,75 m3/menit.

Dari kedua penaksiran tersebut, terlihat bahwa hasil dari keduanya tidak berbeda
banyak, namun terlihat bahwa desain awal atau perkiraan jumlah alat plambing yang
dibutuhkan tidak memenuhi syarat minimal. Berarti, meski kebutuhan air tetap namun
perlu dilakukan re-desain pada WC yang ada.

3.2 Penghitungan Kapasitas Alat


Bila penaksiran kebutuhan air pada suatu gedung telah dilakukan, berarti kebutuhan
rata-rata per jam, pemakaian air sehari dan pemakaian air pada jam dan menit puncak
telah diketahui. Maka selanjutnya kapasitas tangki atap (VE), kapasitas pompa
pengisinya (Qpu), kapasitas tangki bawah (VR) beserta ukuran-ukuran pipa
penghubungnya dapat dihitung :

3.2.1 Kapasitas tangki atap / atas


Tangki atas (VE) dimaksudkan untuk menampung kebutuhan puncak dan disediakan
dengan kapasitas cukup selama jangka waktu kebutuhan puncak terjadi. Dalam
banyak kasus, jangka waktu yang dianggap cukup adalah selama 30 menit (Tp). pada

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 48


keadaan tertentu, mulainya kebutuhan puncak justru pada saat muka air dalam tangki
pada posisi terendah (kosong, tetapi belum habis). Maka pada saat bersamaan
diperlukan pengisian tangki yang lebih cepat jangka waktunya dibanding jangka
waktu pemakaiannya. Karena itu waktu pengisian tangki ditetapkan selama 10 – 15
menit (Tpu) dan lebih banyak ditentukan oleh jumlah dan kapasitas pompa (Qpu) serta
ukuran pipa penghubung antara tangki bawah dengan atas. Dengan demikian maka
kapasitas efektif tangki atas dapat dirumuskan sebagai berikut :

VE = (Qp – Qmax)Tp + (Qpu x Tpu )

Dimana :
VE = kapasitas efektif tangki atas (liter)
QP = laju aliran penyediaan pada kebutuhan puncak (liter/menit)
Qmax = laju aliran pemakaian pada jam puncak (liter/menit)
Qpu = kapasitas pompa pengisi (liter/menit)
Tp = jangka waktu pemakaian puncak (menit)
Tpu = jangka waktu kerja pompa pengisi(menit)

Agar VE menjadi efektif, maka laju aliran pompa pengisi (Qpu) diusahakan sama
besarnya dengan laju aliran pemakaian pada jam puncak Qmax ; maka Qpu = Qmax dan
makin dekat nilai laju aliran pompa dengan laju aliran yang harus disediakan pada
jam puncak (Qp ), akan makin kecil volume tangki atas.
Karena itu, apabila dapat diusahakan Qp = Qpu = Qmax maka didapat ukuran tangki
atas minimum yang dapat melayani kebutuhan puncak, dan dapat dirumuskan sebagai
berikut :

VE = Qpu x Tpu

Contoh 5 : Penghitungan tangki atas

Untuk contoh, diambil penaksiran dari contoh 2 sebelumnya dimana telah didapat :
a. Qh-max = 36 m3/jam atau 600 liter/menit
b. Qm-max = 0,9 m3/menit atau 900 liter/menit.
Dalam kaitannya rumusan tangki atas :
Qp ekivalen dengan Qm-max = 900 liter/menit dan
Qmax ekivalen dengan Qh-max = 600 liter/menit

Karena Qpu = Qmax ; Tp = 30 menit dan Tpu = 10 menit, maka :


VE = (Qp – Qmax)Tp + (Qpu x Tpu) = (900 – 600)30 + (600 x 10) = 15.000 liter atau VE
= 15 m3.
Apabila dikehendaki ukuran tangki atas minimal, maka Qp = Qpu = Qmax dan
VE = Qpu x Tpu . dalam menggunakan rumus ini perlu diperhatikan bahwa Qpu
harus disesuaikan dengan Qp, bukan Qmax ; dengan demikian Qpu yang digunakan
adalah 900 liter/menit ; bukan 600 liter.menit. karena itu VE minimum =
900 x 10 = 9000 liter atau 9 m3.

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 49


Contoh 6 : Mencari ukuran pipa
1. ukuran pipa keluar dari tangki atas (distribusi) diperhitungkan laju alirannya
sebesar Qp , yaitu 900 liter/menit. Bila pipa yang digunakan adalah pipa PVC dan
pada aliran standar (1,5 – 2 m/detik), maka berdasarkan diagram 1.2 (hal. 43
),maka diperlukan pipa berdiameter antara 100 mm sampai 115 mm ; karena itu
dipakai pipa PVC berdiameter 125 mm (5”)
2. Ukuran minimum pipa dari tangki bawah ke tangki atas (melalui pompa)
diperhitungkan sesuai dengan laju aliran Qpu = Qmax = Qm-max , yaitu 600
liter/menit. Bila digunakan pipa PVC dengan kecepatan aliran standar 2 m/detik
maka berdasarkan diagram 2, diperlukan satu pipa berdiameter kurang lebih 80
mm, karena itu dipakai pipa berdiameter 100 mm. namun karena pipa keluaran
dari pompa tidak ada yang berukuran sebesar itu, maka perlu digunakan 2 pompa
dengan 2 pipa keluaran yang dapat memberi laju aliran 300 liter, yaitu pipa
berdiameter 65 mm.

3.2.2 Kapasitas tangki bawah


Tangki bawah (VR) berfungsi sebagai penyedia air bagi tangki atas yang kemudian
pada akhirnya didistribusikan kepada pemakai. Oleh sebab pemakaian air selama satu
hari (Qd) telah diketahui, maka tangki bawah paling sedikit harus menampung
kebutuhan satu hari pemakaian (T) tersebut. Namun selama pemakaian, tangki bawah
secara simultan akan mengalami pengisian dari PDAM, sumur (setelah difilter) atau
kombinasinya. Sumber-sumber air ini tentunya mempunyai laju aliran (QS) yang
berbeda-beda tergantung lokasi maupun jenis sumurnya. Karena itu perlu dilakukan
survei pada awal proyek untuk mengetahui kemampuan / laju aliran dari masing-
masing sumber yang dipilih guna mengetahui apakah sumber yang ada dapat
memenuhi kebutuhan atau tidak. Apabila laju aliran suplai tangki bawah (QS) tersebut
telah diketahui, maka volume tangji bawah tersebut dapat dihitung :

VR = Qd – (QS . TS)
Dimana :
VR = volume penyediaan air dalm tangki air bawah
Qd = laju aliran kebutuhan air sehari (m3/hari)
QS = laju aliran suplai / pengisian dari PDAM atau sumur (m3/jam)
TS = jangka waktu pengisian ; paling lama senilai T (jam)
T = jangka waktu pemakaian sehari (jam/hari)

Contoh 7. Penentuan kapasitas tangki bawah


Misalnya, diambil dari contoh 2 (hal.53 ), perkantoran ; kebutuhan sehari telah
diketahui Qd = 144 m/hari.
 Diadakan sumber diambil dari dalam (deep well) dengan kapasitas laju
aliran 100 liter/menit 6 m3/jam
 Dari tabel 4. jangka waktu pemakaian sehari T = 8 jam/hari dan nilai ini
dipergunakan untuk lamanya pengisian TS = 8 jam.
 Volume tangki bawah : VR = Qd – (QS.TS)
= 144 – (6 x 8) = 96 m3

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 50


 Bila digunakan 2 sumur maka kapasitas tangki akan mengecil menjadi
:144 – (12 – 8) = 48 m3.

Dengan demikian dapat ditarik suatu hubungan bahwa :


a. Makin besar laju aliran suplai (QS) mak mengecil kapasitas tangki bawah
( VR), demikian pula sebaliknya.
b. Makin pendek waktu pengisiannya (TS) maka makin besar pulalah
kapasitas tangki bawah (VR), demikian pula sebaliknya.

SOAL LATIHAN
1. Kualitas air harus memenuhi syarat, yaitu seperti dibawah ini kecuali :
a. Tidak mengandung bakteri c. Berbau
b. Tidak mengandung zat kimia d. Tidak mengandung organisme

2. Cara pengaliran air bersih dalam sistem pemipaannya agar sampai ke tempat yang
diperlukan adalah:
a. Up feed dan down feed c. Sistem pompa tekan
b. Sistem vertical dan horizontal d. Sistem pipa ganda

3.

Sistem distribusi air bersih apakah gambar tersebut:


a. Sistem up feed c. Sistem tangki tekan
b. Sistem down feed d. Sistem pipa ganda

4.

Sistem distribusi air bersih apakah gambar tersebut:


a. Sistem up feed c. Sistem tangki tekan
b. Sistem down feed d. Sistem pipa ganda

5. Berikut ini beberapa metoda yang digunakan untuk menentukan besarnya laju aliran air,
kecuali:
a. Berdasarkan jumlah pemakai
b. Berdasarkan jenis dan jumlah alat plambing
c. Berdasarkan unit beban alat plambing
d. Berdasarkan kapasitas tangki atas dan bawah

6. Mengapa dalam sistem pemipaan kenapa tidak diperbolehkan terjadi hubungan pintas

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 51


pipa yang memiliki kualitas air berbeda:
a. Pencemaran
b. Air dapat mangalir dari satu sistem ke sistem yang lain
c. Air akan tidak layak untuk digunakan
d. Air akan berbau dan berbakteri

7. Pemasangan peredam pukulan air yang paling baik di pasang di:


a. Di dekat alat plambing
b. Pipa masuk yang tegak dan dekat dengan alat plambing
c. Pipa keluar air dari tangki air dan dekat dengan tangki air
d. Dalam satu gedung dipasang satu peredam pukulan air di tangki air

8. Jenis-jenis pompa yang sering digunakan dalam penyediaan air, kecuali


a. Pompa jenis putar : pompa sentrifugal, pompa diffuser/turbin
b. Pompa jenis langkah positif: pompa torak, pompa tangan
c. Pompa khusus: pompa vortex, pompa gelembung udara, pompa jet, pompa bilah
d. Pompa tekan: pompa dengan satu tangki tekan dan dengan dua tangki tekan

9. Qh=Qd/T , rumus tersebut digunakan untuk menghitung kapasitas kebutuhan air


berdasarkan:
a. Jumlah penghuni
b. Jenis dan jumlah alat plambing
c. Unit beban alat plambing
d. Kapasaitas tangki atas atau bawah

10. Peralatan sistem penyediaan air dingin yang harus disediakan adalah
a. Pompa, perpipaan, tangki atas/bawah, alat plambing
b. Pompa, perpipaan, tangki
c. Pompa, perpipaan, bak mandi, tangki atas/bawah, kran
d. Kran, shower, bak mandi, peredam pukulan air

Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 52


Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 52
1. AIR PANAS

 Air, volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4° Celcius, dan akan
bertambah pada temperatur yang lebih rendah atau lebih tinggi.
Bila kerapatan ( density ) air pada temperatur 4°C dianggap sama dengan satu, maka
air yang dipanaskan antara 4° C – 100° C, volumenya akan bertambah sekitar 4,3 %.
Selanjutnya, bila air dipanaskan terus, pada suatu temperatur tertentu akan mendidih
tergantung pada tekanan airnya. Makin tinggi tekanan airnya, maka makin tinggi pula
titik didihnya.

 Kualitas air panas mempunyai hubungan dengan temperatur airnya. Ternyata


peningkatan temperatur pada air panas dapat mempercepat proses pengkaratan/
mengeraknya pipa.
Secara umum, dapat dikatakan; setiap peningkatan temperatur 10° C, proses
pengkaratan dipercepat 2 kalinya.
Bila temperatur air mencapai 60° C, akan terjadi pelepasan zat asam yang terlarut
dalam air, menimbulkan karbonat bebas dan proses pengkaratan elektrolit bertambah
cepat.
Dari berbagai penelitian pada pipa baja, pengkaratan mencapai maksimum pada suhu
70° C, karena itu dihindarkan pemanasan air lebih tinggi dari temperatur yang
diperlukan.

 Jelas, bahwa dalam perancangan maupun pemasangan instalasi air panas, aspek-aspek
tersebut diatas harus diperhatikan.

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 53


2. STANDAR TEMPERATUR AIR PANAS

Air panas digunakan untuk mandi, cuci muka/tangan, mencuci pakaian atau alat dapur
dan sebagainya. Temperatur yang digunakan untuk berbagai keperluan tersebut berbeda-
beda dan distandarkan sebagai berikut :

Tabel 2.1. Standar temperatur air panas

Jenis pemakaian Temperatur (°C)


1. Minum 50-55

2. Mandi : dewasa 42-55


anak-anak 40-42
3. Pancuran mandi/ shower 40-43
4. Cuci muka/ tangan 40-32
5. Cuci tangan utk pengobatan 43
6. Bercukur 46-52
7. Dapur :
- macam-macam keperluan 45
- untuk mesin cuci :
proses pencucian 45-60
proses pembilasan 70-80
8. Cuci pakaian
- macam-macam pakaian 60
- bahan sutra dan wol 33-49
- bahan linen dan katun 49-60
9. Kolam renang 21-27
10. Cuci mobil ( bengkel ) 24-30

Pada sistem instalasi air panas sentral, terdapat kehilangan panas pada pipa distribusi,
karen itu temperatur dalam tangki sentral haruslah lebih tinggi dari temperatur pemakaian;
yaitu sekitar 55-60°C. Untuk hotel, biasanya digunakan temperatur 65°C.

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 54


Tabel 2.2. Pemakaian air panas menurut jenis penggunaan gedung ( air panas pada temperatur 60°C )
Setiap orang Maksimum per Jangka waktu Kapasitas tangki kapasitas
tiap hari jam untuk pemakaian penyimpan untuk pemanasan
Jenis penggunaan gedung (l/org,hari) pemakaian sehari puncak pemakaian sehari untuk
(l/jam) (jam) (liter) pemakaian sehari
qd qh h v r
Rumah pribadi, rumah susun, hotel 7,5 - 150 1/7 4 1/5 1/7
Rumah sakit, per tempat tidur 130 1/10 4 1/10 1/10
Kantor 7,5 - 11,5 1/5 2 1/5 1/6
Pabrik 20 1/3 1 2/5 1/8
Restoran 1/10 1/10
Restoran; 3 x makan sehari 1/10 8 1/5 1/10
Restoran; 1 x makan sehari 1/5 2 2/5 1/6
Kamar mandi umum 30
1 x mandi per orang

catatan :
1. Untuk rumah pribadi atau rumah susun, bila ada mesin cuci piring ditambah 60l/ hari setiap unit dan mesin cuci pakaian 150l/ hari setiap
unit
2. Hotel, jumlah pemakaian airnya tergantung pada jenis dan kelas hotel itu. Pada hotel kelas tinggi ( bintang 5 ), pemakaian air puncak rendah
tetapi pemakaian air dalam sehari besar. Pada hotel komersial, pemakaian air puncaknya tinggi, tetapi pemakaian air sehari relatif kecil
3. Pada beberapa rumah sakit, ada yang menggunakan kolam untuk fisioterapi, untuk itu harus diadakan perhitungan terpisah

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 61


Tabel 2.3. Pemakaian air panas tiap alat plambing menurut jenis penggunaan gedung

Jumlah air panas (liter/jam) yang dialirkan ke tiap alat plambing, dengan temperatur 60°C
Rumah Rumah Penginapan
Jenis alat plambing susun Klub Olahraga Rumah sakit Hotel Pabrik Kantor Pribadi Sekolah Pemuda
Wastafel (pribadi) 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6
Wastafel (umum) 15 23 30 23 30 45 23 - 57 30
Bathtub 76 76 114 76 76 - - 76 - 114
190-
Mesin cuci piring 57 570 - 190-570 190-760 76-380 - 57 76-380 76-380
Bak rendam kaki 11,4 11,4 45 11,4 11,4 45 - 11,4 11,4 45
Kitchen sink 38 76 - 76 114 76 76 38 76 76
Pantry sink 19 38 - 38 38 38 19 38 38
Laundry sink 76 106 - 106 106 - - 76 - 106
Bak cuci pel 76 76 - 76 114 76 76 57 76 76
Shower 114 570 852 284 284 852 114 114 852 852
Untuk terapi / pengobatan
pancuran mandi 1500
bak rendam badan 2300
bak rendam kaki 380
bak rendam lengan 132
bak rendam duduk 114
bak rendam dengan air 625
mengalir
Faktor pemakaian 0,30 0,30 0,40 0,25 0,25 0,40 0,30 0,30 0,40 0,40
Koefisien kapasitas
penyimpanan 1,25 0,90 1,00 0,60 0,80 1,00 2,00 0,70 1,00 1,00
• yang dimaksud dengan koefisien kapasitas penyimpanan adalah perbandingan antara kapasitas tangki penyimpan dengan laju aliran maksimum
air panas dalam liter /jam

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 62


Tabel 2.4. Unit beban alat plambing air panas, menurut jenis alat dan guna bangunan
(temp. air panas 60°C)
Rumah Klub Olah Rumah Hotel & Pabrik Kantor Sekolah Penginapan
susun raga sakit asrama pemuda
Wastafel ( pribadi ) 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75
wastafel ( utk. Umum ) - 1 1 1 1 1 1 1 1
Bathtub 1,5 1,5 - 1,5 1,5 - - -
Mesin cuci piring 1,5 5 untuk setiap 250 tempat duduk ruang makan
Kitchen sink 0,75 1,5 - 3 1,5 3 - 0,75 3
Pantry sink - 2,5 - 2,5 2,5 - - 2,5 2,5
Bak cuci pel 1,5 2,5 - 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Shower 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 3 - 1,5 1,5
Untuk terapi dan
pengobatan
Bak rendam badan - - - 5 - - - - -
Bak cuci bulat - 2,5 2,5 2,5 - 4 - 2,5 2,5
Bak cuci setengah bulat - 1,5 1,5 1,5 - 3 - 1,5 1,5

 Kalau pemakaian utama air panas adalah untuk shower, misalnya pada klub atau pabrik, maka faktor pemakaian dianggap 1
 Untuk gedung kantor yang dilengkapi pantry, dapat menggunakan angka klub (2,5)

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 63


3. KEBUTUHAN DAN LAJU ALIRAN AIR PANAS

Kebutuhan dan laju aliran air panas, seperti juga pada air bersih, tergantung pada jenis
pemakaian gedung (fungsi), jumlah pemakai, banyaknya alat plambing.

3.1. Kebutuhan berdasarkan jumlah pemakai


Penghitungan dilakukan dengan menggunakan tabel 2.1 dan rumus :

Qd = (N) (qd)
Qn = (Qd) (qh)
V = (Qd) (ν)
H = (Qd) (γ) (th-tc)

Keterangan : Qd = jumlah air panas per hari (liter/hari)


Qhmax= laju aliran air panas maksimum (liter/jam)
V = Volume tangki penyimpanan (liter)
H = Kapasitas pemanas (kcal/ jam)
N = Jumlah orang pemakai air panas
th = temperatur air panas (°C)
tc = temperatur air dingin (°C)

Contoh 1. Perhitungan kebutuhan berdasarkan jumlah orang

Misal : Gedung apartemen yang berisi 50 unit.


30 unit apartemen dengan 1 kamar tidur; 2 penghuni
20 unit apartemen dengan 2 kamar tidur; 4 penghuni
setiap unit dilengkapi bathtub, shower, wastafel, sink dapur dan
bak cuci pakaian.
 Jumlah orang dalam gedung: (30x2) + (20x4) = 140 org (N)
 Qd=Nxqd , Qd = 140x150 ltr = 21.000 liter/ hari
 Qhmax = Qdxγ , Qhmax = 21.000x(1/7) = 3.000 liter/ jam
 V = Qdxv , V = 21.000x(1/5) = 4.200 liter
 Misalkan th = 60 dan tc = 5 ;
Maka H = 3.000x(60-5) = 16.5000 kcal/ jam

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 64


3.2. Kebutuhan berdasarkan jenis dan jumlah alat plambing

Dalam penghitungan dengan cara ini, beberapa hal perlu diperhatikan :


a. Penghitungan menggunakan tabel 2.3.
b. Nilai/ angka dari tabel diartikan sebagai volume efektif, karena itu dalam
menentukan volume tangki air penyimpanan air panas, perlu ditambah 25%
sampai 30% unutk mengkompensasi volume pipa-pipa pemanas dan turunnya
temperatur air pada waktu air dingin masuk tangki.
c. Dalam menghitung laju aliran air digunakan “Faktor pemakaian untuk alat
plambing” sebagai berikut :
 Rumah sakit, hotel = 25%
 Rumah pribadi, rumah susun, dan kantor = 30%
 Pabrik, sekolah = 40%
 Dst, ( lihat tabel 2.3.)

Contoh 2. Penghitungan berdasarkan alat plambing


Misal, diambil kasus seperti contoh 1, untuk gedung apartemen 50 unit, tiap unit
apartemen dilengkapi dengan bathtub, shower,wastafel, sink dapur, dan bak cuci
pakaian.

Berdasarkan tabel 2.3.


Bathtub 50x76 (liter/jam) = 3800
Shower 50x114(liter/jam) = 5700
Wastafel 50x7,5(liter/jam) = 375
Sink dapur 50x38 (liter/jam) = 1900
Bak cuci pakaian 50x76 (liter/jam) = 3800

Jumlah (Qh) = 15.575 liter/jam

 Laju aliran air panas maksimum ( Qh-max):


15.575 (ltr/jam)x0,3 = 4672,5 (ltr/jam) – (0,3=faktor pemakaian)
 Volume tangki penyimpanan air panas (ν):
4672,5x1,25 = 5840,6 liter – (1,25=koefisien kapasitas)
 Kapasitas pemanas (H) dengan th=60°C dan tc=5°C
4672,5x(60-5) = 256.987,5 kcal//jam

Komentar, perbandingan hasil penghitungan contoh 1 dengan 2.

 Pada perhitungan dengan alat plambing (contoh 2) terlibat dihasilkan angka +50%
lebih besar dibanding hasil contoh 1. Hal ini terjadi karena dalam contoh 2, nilai
bathtub dan shower dijumlahkan, dimana hampir tak pernah terjadi orang mengisi
bathtub (untuk berendam) sekaligus menggunakan shower.
 Bila shower dihilangkan, dianggap memakai bathtub saja, diperoleh Qh=9875 l/jam
dan Qhmax=9875x0,3= 2962,5 l/jam yang angkanya hampir sama dengan contoh
1.(3000l/jam)
 Sebaliknya bila shower saja yang diperhitungkan, diperoleh

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 65


Qh=11.775 l/jam dan Qhmax= 3.532,5 l/jam yang +15% lebih besar dari perhitungan
contoh 1.; artinya dituntut laju aliran air yang lebih besar/ banyak dibanding dengan
bathtub.

Dengan demikian dalam perancangan atau penghitungan kebutuhan, perlu dilakukan


dalam berbagai cara dan diperiksa dengan teliti anggapan-anggapan yang digunakan
dalam perhitungan tersebut, terutama yang menyangkut dengan kebiasaan-kebiasaan
orang menggunakan peralatan plambing.

3.3. Kebutuhan berdasarkan beban unit alat plambing

Seperti juga pada penghitungan air bersih, tujuan dari penentuan kebutuhan adalah
untuk mendapatkan laju aliran jam puncak. Pada penghitungan dengan cara ini, bila
telah didapat nilai Qh, yaitu kebutuhan rata-rata per jam. Laju aliran jam puncak Qhmax,
didapat dengan mengalikan Qh dengan suatu konstanta c1 yang bernilai antara 1,5
sampai 2. (lihat contoh-contoh pada penghitungan air bersih berdasarkan beban unit
alat plambing).

Pada teknik penghitungan berdasar beban unit alat plambing, juga digunakan tabel
pengkonversi alat plambing ke satuan unit beban (tabel 2.4) kemudian berdasar jumlah
alat plambing, diperkirakan laju aliran dengan bantuan diagram 1 (kurva pengaliran
serentak) hasil yang didapat adalah laju aliran pada jam puncak (Qhmax).

Unit alat plambing serentak


(a)

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 66


Unit alat plambing air panas
(b)

Diagram 2.1. Pengaliran serentak, berdasrkan unit alat plambing air panas

4. Sistim penyediaan air panas

Yang dimaksud dengan sistim penyediaan air panas adalah instalasi yang
menyediakan air panas dengan sumber air bersih, dipanaskan dengan berbagai
cara, dengan instalasi lokal maupun sentral

4.1 Sistim pemanasan dengan instalasi lokal

Pada instalasi ini, pemanas air dipasang setempat dan sedekat mungkin dengan
alat plambing yang membutuhkan air panas. Sumber kalor1 pemanas adalah
listrik atau gas.

Keuntungan instalasi lokal ini adalah; air panas lebih cepat diperoleh,
kehilangan kalor pada pipa kecil sekah , pemasangan dan perawatannya
sdderhana. --Oleh karena filstalasi jenis sangat populer digunakan untuk
rumah, bangunan kecil atau tempat yang kebutuhan air panasnya terbatas
(dapur, kamar mandi).

1
Banyaknya energi panas atau kalor yang diperlukan 1 kg air agar temperaturnya naik
0
sebesar 1 C pada kondisi atsmosfir standar, didefinisikan sebagai 1 kcal (kilokaloria) .
Banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk pemanasan adalah Q = W ( t2 – t1) ; dimana Q
0
banyak kalor (kcal); W = berat air yang dipanaskan (kg); t2 = temperatur awal ( C ) dan t1 =
0
teperatur akhir ( C)

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 67


Instalasi lokal ini dapat dibagi lagi menj adi 2 kelompok :

a. Pemanasan.sesaat (instantnequs)

Air dipanaskan dengan pipa-pipa yang di


pasang dalam alat pernanas; sumber
kalomya di.,dapat.dari gas atau - listrik Air
setelah dipanaskan langsung dialirkan ke
alat plambing.

Gambar 2.1. Pemanas instant, bahan bakar gas


b. Pemanasan simpan (storage)
Air dipanaskan dalam suatu tangki yang dapat menyimpan panas dalarn jumlah yang
tidak terlalu besar (tidak lebih dari 100 l). Sumber kalor juga dari listrik atau gas, dan
untuk memanaskan air dalam tangki tentunya diperlukan waktu beberapa menit.

(a) jenis berdiri b) jenis digantung

Gambar 2.2. Pemanas tipe tangki penyimpan, bahan bakar gas.

4.2 Pemanasan dengan instalasi sentral


Sesuai dengan namanya, maka air panas dibuat disuatu bagian gedung, kemudian
dengan pipa distribusi dialirkan keseluruh gedung yang rnemerlukannya. Bahan bakar
yang digunakan pada umumnya minyak (solar ) listrik jarang dipakai sebab.harganya
yang..mahal. Instalasi jenis ini biasa dipasang pada hoteL rumah. sakit . atau
apartemen sewa yang besar.

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 68


Instalasi sentral juga dapat dibagi menjadi 2 kelompok menurut sistim distribusi
pemipaannya :

a. Sistem langsung atau sistem terbuka

Pada sistim ini, pipa hanya mengalirkan air panas dari tangki ke peralatan plambing
saja. Kelemahannya adalah, meskipun pipa-pipa telah diisolasi setelah satu malam tak
terpakaL keran-keran yang jauh dan tangki akan menghasilkan air dengan temperatur
yang lebih rendah dari temperatur tangki, karena itu sistim ini jarang digunakan
untuk bangunan besar.
b. Sistim sirkulasi atau sistim tertutup

Pada sistim ini jaringan pipa merupakan jaringan tertutup. Meskipun tidak ada air
panas yang digunakan, air tetap disirkulasikan dikembalikan ke tangki dengan
bantuan pompa sirkulasi atau karena gaya gravitasi (alamiah). Dengan demikian
temperatur air disemua keran dan disetiap saat mendekati temperatur yang ada dalam
tangki. Karena itu, hampir semua pemasangan instalasi air panas masa sekarang
menggunakan sisitim ini. Hanya saja terdapat berbagai variasi dalarn pemasangannya
yaitu :

1. sistim distribusi aliran keatas (upfeed), air panas dialirkan melalui pipa utarna
yang bercabang dilantai bawah.
2. sistim distribusi aliran kebawah (downfeed), air panas dialirkan melalui pipa
utama yang bercabang di lantai atas.
3. sistim distribusi kombinasi aliran keatas dan kebawah
4. sistim sirkulasi dengan pipa tunggal
5. sistim sirkulasi dengan pipa ganda /dua pipa.
6. tangki pemanas yang diletakkan diatap
7. tangki atas yang diletakkan dibawah.

Berbagai variasi pemasangan tersebut dapat dilihat contohnya pada gambar 2.3.
sampai 2.10.

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 69


Gambar 2.3. Sistem pengaliran keatas; tangki bawah dan pipa ganda; sirkulasi pompa

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 70


(a) Pipa air balik pada setiap pipa tegak dan cabang (b) Pipa air balik hanya pada pipa tegak

Gambar 2.4. Sistem aliran keatas, tangki atas a. pipa ganda; b. pipa tunggal; sirkulasi pompa

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 71


Gambar 2.5. Sistem kombinasi aliran atas dan bawah; pipa tunggal; sirkulasi pompa

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 72


Gambar 2.6. Sistem aliran kebawah; tangki bawah; pipa ganda; sirkulasi pompa

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 73


Gambar 2.7. Sistem aliran kebawah; tangki atas; pipa ganda; sirkulasi
pompa

Gambar 2. 8. Sistem reverse return; tangki bawah, pipa ganda; sirkulasi


pompa

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 74


Gambar 2.9. Sistem reverse return; tangki bawah, pipa ganda; sirkulasi
gravitasi

Gambar 2.10. Sistem Sistem reverse return; tangki bawah, pipa tunggal;
sirkulasi gravitasi

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 75


5. Beberapa hal yang penting dalam sistem

5.1 Kemiringan pipa


Udara yang larut dalam air yang dipanaskan mempunyai kecendrungan untuk
melepaskan diri, dan karena sifatnya lebih ringan dari air, selalu berusaha mencari
tempat yang lebih tinggi. Bila ada bagian pipa yang melengkung keatas, udara akan
menggumpal pada puncak lengkungan tersebut dan menghambat aliran normal.
Agar hal tersebut tidak terjadi ,maka pipa horizontal dimiringkan searah dan seragam.
Dalam sistem aliran keatas, pipa mendatar dimiringkan keatas sedangkan pada sistem
aliran kebawah, pipa mendatar dimiringkan kebawah. Kemiringan dibuat securam
mungkin (bila tempat mengijinkan), sekurang-kurangnya antara 1 : 200 sampai 1 :
300 dan pada titik tertinggi pipa miring tersebut diberi katup pelepas udara yang
mudah dijangkau.

5.2 Perbandingan pipa sirkulasi tunggal dan ganda.


Pada sistem tunggal,pipa yang hanya mengantar air panas dari tangki pemanas tanpa
pipa balik. Kondisi ini serupa dengan sistem langsung /terbuka, dimana terjadi air
panas’diam’ didalam pipa saat peralatan plambing tidak digunakan. Air panas yang
‘diam’ itu akan mengalami penurunan temperatur. sering, sehingga air panas dalam
pipa tidak ‘diam’ lagi.
Pada sistem pipa ganda, karena adanya pipa hantar dan pipa balik,maka selalu terjadi
sirkulasi air panas meskipun tidak ada pemakaian alat plambing.karena mempunyai
pipa ganda, maka jelas harganya lebih mahal dibanding dengan sistem pipa tunggal.
Akibat sistem ini tidak cocok untuk rumah tinggal yang jarak antara tangki pemanas
dengan keran kurang dari 5 m ; dan juga tidak cocok untuk gedung umum yang jarak
keran dengan tangki pemanas tidak lebih dari 20 m.

5.3 Perbedaan sirkulasi gravitasi dengan sirkulasi pompa


Dalam sirkulasi gravitasi, aliran dalam pipa terjadi karena perbedaan tekanan yang
ditimbulkan adanya perbedaan temperatur. Air yang lebih panas cendrung naik
ketempat yang lebih tinggi,air dingin sebaliknya. Karena sifatnya yang alamiah, maka
laju aliran air panas dalam sistem ini akan lambat juga. Akibatnya, sistem ini hanya
cocok untuk gedung ukuran kecil saja.
Dalam sirkulasi pompa, laju aliran air dipercepat secara paksa dengan memasangkan
pompa pada pipa aliran balik. Dan karena pompa ini ditujukan hanya untuk mengatasi
kerugian panas dalam pipa saja, maka kekuatan pompa dibatasi hanya 3 sampai 5
kolom air saja (kurang lebih setengah atmosfir), dan agar hemat listrik perlu dipasang
thermostat untuk mengatur mati/hidupnya pompa. Bila suhu air dalam aliran balik
turun kebatas minimum yang direncanakan, thermostat mengirim perintah kemotor
listrik agar menjalankan pompa, demikian pula sebaliknya.

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 76


5.4 Reverse return untuk keseragaman temperatur
Dalam gedung besar, terutama yang mempunyai pipa utama horizontal cukup besar,
seringkali sukar diusahakan keseragaman temperatur dengan hanya merancang
perubahan diameter pipa saja. Agar temperatur tetap seragam, maka dibuatlah pipa
reverse return; yaitu pipa balik yang dibalik arahnya (lihat gambar 2.9 dan 2.10)

5.5 Pipa dan tangki ekspansi


Karena volume air berubah sesuai dengan
temperatur air tersebut, maka
diperlukan bagian peralatan yang mampu
menampung perubahan volume tersebut, yaitu
pipa ekspansi dan tangki ekspansi. Cara ini
efektif untuk melepaskan udara yang terpisah
dari arah air yang berada dalam tangki
pemanas. Pipa ekspansi ini harus dipasang
khusus dan terpisah dari pipa lainnya dan
tidak ada katup apapun yang terpasang pada
pipa itu.

Selain volume air yang membesar, pipa-pipa air panas juga mengalami
pengembangan dan perpanjangan; terutama pipa tembaga. Karena itu ketebalan
isolasi yang cukup disepanjang pipa menjadi perhatian untuk menampung
pengembangan pipa. Untuk menampung perpanjangan pipa, maka pada daerah
tertentu, pipa tersebut dibuat”loop”sebagaimana tercantum digambar berikut ini.

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 77


Gambar 2.11. Sistem lengkap air panas , dingin dan kebakaran

Untuk mengalihkan beban


ekstra volume

Gambar 2.12. Expansion loop

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 78


6. konstruksi tangki pemanas sentral

Gambar 2.13. Contoh konstruksi pemanas sentral tipe horizontal

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 80


Gambar 2.14. Contoh tangki pemanas tipe vertikal

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 81


SOAL LATIHAN
1. Bila kerapatan (density) air pada temperatur 4°C dianggap sama dengan satu, maka air
yang dipanaskan antara 4° C – 100° C, volumenya akan bertambah sekitar 4,3 .
permasalahan yang timbul pada air panas menggunakan pipa besi adalah
a. Pipa akan cepat karatan, kerak c. Air akan keruh
b. Air tidak dapat panas secara maksimal d. Air berbau

2. Alat pemanas untuk menyediakan air panas dalam bangunan yang sering digunakan
adalah, kecuali
a. Pemanas air dengan gas c. Pemanas air dengan energi surya
b. Pemanas air dengan listrik d. Pemanas air dengan pemanas simpan

3. Sistem penyediaan air panas dapat dibagi beberapa menurut sistem pipanya:
a. Sitem aliran ke atas (up feed) dan ke bawah (down feed)
b. Sistem pipa tunggal dan sirkulasi
c. Sirkulasi secara alam dan paksaan
d. Sirkulasi tertutup dan terbuka

4. Sistem distribusi air panas secara sentral dengan sistem langsung (terbuka) memiliki
kekurangan, yaitu
a. Air panas sampai ke alat plambing dengan temperature yang lebih rendah
b. Air panas sampai ke alat plambing dengan temperature sama
c. Cocok untuk bangunan yang besar
d. Boros dalam pemipaan

5. Sistem distribusi air panas secara sentral dengan sistem sirkulasi memiliki kekurangan,
yaitu
a. Air panas selalu di sirkulasikan
b. Air panas sampai ke alat plambing dengan temperature sama
c. Cocok untuk bangunan yang besar
d. Boros dalam pemipaan

Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 82


Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 82
1. KLASIFIKASI SISTEM PEMBUANGAN

Klasifikasi berdasarkan jenis air buangan:


a. Sistem pembuangan air kotor.
Adalah sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari kloset, urinal,
bidet, dan air buangan yang mengandung kotoran manusia dari alat plambing
lainnya ( black water ).
b. Sistem pembuangan air bekas.
Adalah sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari bathtub,
wastafel, sink dapur dan lainnya ( grey water ). Untuk suatu daerah yang tidak
tersedia riol umum yang dapat menampung air bekas, maka dapat di
gabungkan ke instalasi air kotor terlebih dahulu.
c. Sistem pembuangan air hujan.
Sistem pembuangan air hujan harus merupakan sistem terpisah dari sistem
pembuangan air kotor maupun air bekas, karena bila di campurkan sering
terjadi penyumbatan pada saluran dan air hujan akan mengalir balik masuk ke
alat plambing yang terendah.
d. Sistem air buangan khusus.
Sistem pembuangan air yang mengandung gas, racun, lemak, limbah pabrik,
limbah rumah sakit, pemotongan hewan dan lainnya yang bersifat khusus.
Klasifikasi berdasarkan cara pengaliran :
a. Sistem gravitasi.
Air buangan mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih
rendah secara gravitasi ke saluran umum yang letaknya lebih rendah (
gambar. 3.1 hal. 78 ).
b. Sistem bertekanan.
Sistem yang menggunakan alat ( pompa ) karena saluran umum letaknya lebih
tinggi dari letak alat plambing, sehingga air buangan di kumpulkan terlebih
dahulu dalam suatu bak penampungan, kemudian di pompakan keluar ke roil
umum. Sistem ini mahal, tetapi biasa di gunakan pada bangunan yang
mempunyai alat – alat plambing di basement pada bangunan tinggi /
bertingkat banyak. ( gambar 3.2. hal. 79 ).

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 83


Gambar 3.1. Skema umum sistem pembuangan gravitasi

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 84


Tangki penampung air kotor

Gambar 3.2. Skema umum sistem pembuangan bertekanan

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 85


2. EFEK SIFON DAN PERANAN PIPA VEN PADA
SISTEM PEMBUANGAN

(a) salah, tidak (b) salah, tidak (c) benar,


ada perangkap ada pipa ven udara masuk melalui
gas pembusukan air perangkap ven, menghilangkan
masuk ke ruang terhisap keluar efek siphon

Gambar 3.3. Fungsi dari perangkap dan fungsi ven

• Perangkap air / leher angsa, ( water trap ) pada setiap alat plambing
berfungsi sebagai penyekat ( seal ) agar gas atau bau dari saluran pembuangan
tidak dapat masuk ruang ( gambar. a ).
• Meskipun pada alat plambing telah di pasang perangkap, akibat efek
sifon, perangkap tak berfungsi karena air dalam perangkap terhisap keluar
( gambar. b ).
• Penanggulangan efek sifon pada kasus ( gambar.b ), dengan membuat pipa
ven untuk memasukkan udara antara perangkap dan air pada pipa tegak (
gambar. c ). Namun perlu di ingat bahwa efek sifon ini dapat terjadi tidak
hanya pada pipa tegak saja, tetapi juga pada pipa horizontal yang menjadi
pembuangan sederetan alat plambing.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 86


Gambar 3.4. Sirkuit pipa ven

• Gas akibat pembusukan terjadi dalam pipa pembuangan tegak maupun


horizontal. Pada suatu kondisi, mempunyai tekanan udara yang mampu
menembus perangkap air dan masuk ke dalam ruangan.
• Tekanan gas dalam pipa juga terjadi karena adanya tekanan air yang turun
pada pipa tegak, mengakibatkan adanya efek tiup ( blow out ).
• Pipa ven berfungsi tidak hanya untuk mengatasi efek sifon saja, tetapi juga
berfungsi sebagai pelepas gas / bau yang terjadi karena dua kasus di atas.

KESIMPULAN : Peran penting dari pipa ven menyebabkan system pipa


ven menjadi satu kesatuan sistem dengan pipa
pembuangan.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 87


3. BAGIAN – BAGIAN SISTEM PEMBUANGAN

a. Alat – alat plambing yang di gunakan untuk pembuangan seperti bathtub,


wastafel, bak – bak cuci piring, cuci pakaian, kloset, urinal, bidet, dsb.
b. Pipa – pipa pembuangan.
c. Pipa ven.
d. Perangkap dan penangkap ( interceptor ).
e. Bak penampung dan tangki septic.
f. Pompa pembuangan.
Bagan dari system pembuangan dan pipa ven yang mencakup seluruh komponen di
atas dapat di lihat di gambar. 3.5, hal. 83

3.1 Alat plambing untuk pembuangan.


Alat plambing yang di gunakan dalam suatu gedung tergantung pada fungsi gedung
itu sendiri. Jumlah kebutuhan alat plambing minimal untuk suatu fungsi gedung telah
di bicarakan pada bahasan “ Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan “, ( lihat bab. 1;
tabel 1.5 ; hal 47 )

3.2 Pipa – pipa pembuangan.


Adalah pipa pembuangan yang menghubungkan perangkap alat plambing dengan pipa
pembuangan lainnya.
Ukuran pipa ini harus
sama atau lebih besar
Tergantung merk dengan ukuran lubang
yang dipakai
keluar perangkap alat
plambing dan untuk
mencegah efek sifon
pada air yang ada dalam
perangkap, jarak tegak
dari ambang puncak
perangkap sampai pipa
mendatar di bawahnya
tidak lebih dari 60 cm
( lihat gambar sebelah ).
Pipa pembuangan meliputi semua pipa tegak, pipa miring dan pipa horizontal
berbagai ukuran yang menghubungkan mulai dari alat plambing sampai ke bak
penampungan atau riol umum / kota.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 88


Gambar 3.5. Bagan lengkap komponen sistem pembuangan dan pipa ven

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 89


3.2.1. Kemiringan pipa buangan dan kecepatan aliran
• Sistem pembuangan harus mampu mengalirkan dengan cepat, air buangan
yang mengandung bagian – bagian padat. Karena itu pipa pembuangan
harus mempunyai kemiringan yang cukup, sesuai dengan jenis air buangan
yang harus di alirkan.
• Biasanya pipa pembuangan horizontal di anggap tidak penuh berisi air
buangan, melainkan hanya 2/3 dari penampang pipa, sisanya ‘kosong’ berisi
udara.
• Sebagai pedoman umum, kemiringan pipa horizontal dapat di buat sama atau
lebih dari satu per diameter pipanya ( dalam mm ) dan standar penggunaan
umum adalah sbb :

Tabel 3.1. Kemiringan pipa horizontal

Diameter pipa ( mm ) Kemiringan minimum

75 atau kurang 1/50 ( 20% )


100 atau kurang 1/100 ( 1% )

• Kecepatan dalam pipa horizontal, berkisar antara 0,6 sampi 1,2 m/det.
Kemiringan pipa dapat di buat lebih landai dari tabel 1.1 asalkan
kecepatannya tidak kurang dari 0,6 m/det. Kalau kurang kotoran air
buangan mengendap, sebaliknya kalau terlalu cepat akan menimbulkan
turbulensi aliran, gejolak tekanan dalam pipa yang dapat merusak fungsi air
penyekat dalam perangkap alat plambing. Di samping itu, kemiringan lebih
curam dari 1/50 cenderung menimbulkan efek sifon yang akan menyedot air
penyekat dalam perangkap alat plambing.
• Pipa yang berdiameter kecil akan mudah tersumbat oleh endapan atau kerak
meskipun di pasang dengan kemiringan yang cukup. Karena itu, untuk jalur
yang panjang, ukuran diameter pipa tidak kurang dari 50mm.

3.2.2. Syarat umum pipa pembuangan


a. Pipa cabang mendatar harus mempunyai ukuran sekurang – kurangnya sama
dengan diameter terbesar dari perangkap alat plambing yang di layaninya.
Diameter perangkap dan pipa pembuang alat plambing dapat di lihat pada tabel
3.2, hal. 86 – 87.

b. Pipa tegak harus mempunyai ukuran sekurang – kurangnya sama dengan diameter
terbesar cabang mendatar yang di sambungkan ke pipa tegak tersebut.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 90


c. Pipa tegak maupun pipa cabang mendatar tidak boleh di perkecil diameternya
dalam arah aliran buangan. Pengecualian hanya pada kloset, pada lubang
keluarnya yang berdiameter 100mm boleh di pasang pengecualian pipa ( reducer )
100 x 75 mm. Cabang mendatar yang melayani satu kloset harus mempunyai
diameter sekurang – kurangnya 75 mm, dan untuk dua kloset atau lebih sekurang
– kurangnya 100 mm.

d. Pipa pembuangan yang tertanam di tanah harus mempunyai ukuran sekurang –


kurangnya 50 mm.

e. Jarak antar interval cabang minimum 2,5 m. Yang di maksud dengan interval
cabang adalah jarak pada pipa tegak antara dua titik di mana cabang mendatar di
sambungkan pada pipa tegak (Lihat gambar 3.6, hal. 88).
Air buangan dari pipa cabang mendatar masuk ke dalam pipa tegak dengan aliran
tak teratur dan baru jatuh sepanjang kira – kira 2,5 m dalam pipa tegak baru
alirnnya menjadi teratur. Jarak ini ditetapkan agar perubahan tekanan dalam pipa
tegak masih dalam batas yang diijinkan walaupun ada air buangan yang masuk ke
dalam pipa tegak dari cabang mendatar berikutnya.

f. Pipa ofset adalah pipa tegak yang berubah arah, biasanya di sebabkan karena
kesulitan desain organisasi ruang. Apabila pipa ofset tak dapat di hindarkan,
maka haruslah memenuhi persyaratan khusus ( lihat gambar. 3.7, hal. 89).

Tabel 3.2. Diameter min. perangkap dan pipa buang alat plambing
Dimeter Diameter pipa
Alat plambing perangkap min. buangan alat Catatan
( mm ) plambing min. (mm)
1 Kloset 75 75
2 Urinal
- tipe menempel di dinding 40 40
- tipe gantung di dinding 40-50 40-50 1
- tipe dengan kaki,sifon jet 75 75 2
- untuk umum
 untuk 2 orang 50 50
 untuk 3-4 orang 65 65
 untuk 5-6 orang 75 75
3 Bak cuci tangan ( lavatory ) 32 32-40 3

4 Wastafel ( wash basin ) :


- ukuran biasa 32 32
- ukuran kecil 25 23 4

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 91


5 Bak cuci, praktek dokter gigi, salon dan 32 32-40 3
tempat cukur
6 Drinking fountain 32 32
7 Bak mandi ;
- bathub 40-50 40-50 5
- untuk umum 50-75 40-50 6
8 Shower 50 50
9 Bidet 32 32 7
10 Bak cuci pel biasa 65 65
- ukuran besar 75-100 75-100 8
11 Bak cuci pakaian 40 40
12 Kombinasi bak cuci pakaian dengan 50 50
bak cuci biasa
13 Kombinasi bak cuci tangan, untuk 2-4 40-50 40-50
orang
14 Bak cuci tangan r. sakit 40 40-50 3
15 Bak cuci lab. Kimia 40-50 40-50 9
16 Buangan lantai 40-75 40-75 11
17 Macam-macam bak cuci
- dapur, untuk rumah 40-50 40-50 10
- hotel, komersial 50 50
- bar 32 32
- dapur kecil, cuci piring 40-50 40-50 10
- dapur, cuci sayuran 50 50
- pengancur kotoran (disposer), 40 40
untuk rumah
- disposer besar, untuk restoran
50 50

Catatan tabel 3.2. :


1. Ada dua macam perangkap dan pipa buangan, sesuai dengan tipe urinal-nya.
2. Tidak selalu tersedia di toko.
3. Pipa buangan 32 mm boleh di gunakan, tetapi karena pipa ven mudah rusak, lebih disukai pipa
ven dengan lup. Di anjurkan menggunakan pipa buangan 40 mm untuk menjamin ventilasi dan
mengatasi kemungkinan mengendapnya sabun atau bahan lainnya pada dinding pipa.
4. Bak cuci tangan kecil ini biasanya tanpa lubang peluap, dan digunakan dalam kakus atau kamar
mandi rumah atau apartemen. Pipa buangan alat plambing harus berukuran 32 mm.
5. Pipa harus dipasang kalau ukuran pipa buangan 40 mm. Kalau ada keraguan tentang ukuran
pipa ven, hendaknya dipasang ukuran pipa buangan 50 mm.
6. Ukuran pipa buangan harus disesuaikan dengan kapasitas bak.
7. Di beberapa negara bagian Amerika Serikat, jenis ini dilarang, karena letak lubang air keluar
rendah sehingga ada kekhawatiran pencemaran oleh air kotor dari alat plambing lainnya.
8. Ada dua macam dengan ukuran pipa buangan 75 mm dan 100 mm.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 92


9. Ada dua macam perangkap dan pipa buangan, sesuai dengan bak cucinya.
10. Pipa buangan 40 mm untuk perngkap “p”, dan 50 mm untuk perangkap lemak.
11. Untuk kamar mandi “barat” sebenarnya tidak dipasang buangan lantai. Kalau memang
diperlukan, seperti pada kamar mandi di Indonesia, ukuran harus disesuaikan dengan banyknya
air yang dibuang.

• Tabel ini tidak boleh digunakan untuk alat plambing dengan perangkap yang
menyatu didalam, dan pipa buangan alat plambing tidak boleh lebih kecil dari
pada lubang keluar alat plambing tersebut. Untuk kloset, pipa buangan boleh
diperkecil sampai 75 mm.

Catatan :
Masing-masing a, b, e
lebih besar dari 2,5 m
Masing-masing c, d
kurang dari 2, 5 m

Jarak antar pipa cabang

(a) Jumlah interval


cabang 0

(b) Jumlah interval


cabang 1

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 93


Menghitung jumlah interval cabang

Gambar 3.6. Interval cabang

Ofset 450 atau


lebih kecil dari
garis vertical dapat
dianggap sebagai Tidak ada peralatan atau pipa
pipa tegak yang buang horizontal boleh
lurus dalam disambung ke pipa tegak
menentukan dalam daerah 600 mm di atas
ukuran atau dibawah ofset

Ven pelepas akan diperlukan


apabila peralatan buang atau
pipa buang horizontal
bersambung pada A atau B

Gambar 3.7. Pipa offset dan persyaratannya

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 94


• Pipa offset yang bersudut 45° atau kurang terhadap garis tegak ditentukan
ukurannya seperti pipa pembuangan tegak.
• Pipa offset yang bersudut lebih dari 45°, ditentukan ukurannya seperti pipa
pembuangan gedung. Pipa tegak diatas offset ditentukan seperti ukuran pipa
tegak biasa. Sedangkan pipa tegak dibawah offset sekurang-kurangnya sama
dengan ukuran pipa offset itu sendiri.

3.2.3. Ukuran pipa pembuangan

Menentukan ukuran pipa pembuangan didasarkan pada 3 tabel utama yaitu:


1. Tabel 3.3; ”Beban unit alat plambing untuk air kotor” (hal. 91-93); yang
diambil dari pedoman plambing Indonesia (1979,hal 118-119). Tabel ini
mengkonversi jenis alat plambing menjadi “satuan beban unit”.
2. Tabel 3.4; “maximum beban unit alat plambing yang diijinkan untuk pipa
horizontal dan pipa tegak buangan” (hal. 94); yang diambil dari pedoman
plambing Indonesia (1979, hal.121).
Tabel ini digunakan untuk mencari ukuran diameter pipa cabang horizontal
dan pipa tegak yang merupakan pengumpul air kotor dari berbagai alat
plambing.
3. Tabel 3.5; “Maximum beban unit alat plambing yang diijinkan untuk pipa
pembuangan gedung “(hal. 94). Tabel ini digunakan untuk menghitung
diameter pipa pembuangan mendatar terakhir yang mengumpulkan air kotor
dari beberapa pipa tegak, dan membuang ke riol umum.

Contoh – contoh mencari ukuran pipa buangan diberikan dihalaman 96,97

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 95


Table 3.3. Beban unit alat plambing untuk air kotor
Diameter Beban unit
Alat plambing perangkap alat Catatan
min (mm) plambing
1 Kloset : tangki gelontor 75 4
katup gelontor 8

2 Urinal
- tipe menempel di dinding 40 4
- tipe gantung di dinding 40 – 50 4
- untuk umum, model palung setiap 2
60 cm
3 Bak cuci tangan (lavatory) 32 1 3
4 Bak cuci tangan (wash basin)
- ukuran biasa 32 1 4
- ukuran kecil 25 0,5
5 Bak cuci, praktek dokter gigi 32 32
- alat perawatan gigi 32 32
6 Bak cuci, salon, tempat cukur 32 2
7 Drinking fountain 32 32
8 Bak mandi : - bathtub 40 – 50 3 5
- untuk umum 50 - 75 4-6
9 Shower
- untuk rumah 50 2
- untuk umum, tiap 3
pancuran
10 Bidet 32 3
11 Bak cuci pel 75 – 100 8 6
12 Bak cuci pakaian 40 2 6
13 Kombinasi bak cuci biasa dan bak 50 3 6
cuci pakaian
14 Kombinasi bak cuci dapur dengan 40 4
penghancur kotoran
15 Bak cuci tangan, kamar bedah
- ukuran besar 2
- ukuran kecill 1,5

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 96


Diameter Beban unit
Alat plambing perangkap alat Catatan
(lanjutan ) min (mm) plambing

16 Bak cuci, lab. Kimia 40 – 50 1,5

17 Bak cuci, macam – macam


- dapur, untuk rumah 40 – 50 2–4 6
- dapur dengan penghancur 40 – 50 3
makanan untuk rumah
- hotel, komersial
50 4
- bar 32 1,5
- dapur kecil, cuci piring 40 - 50 2–4

18 - Mesi cuci, untuk rumah 40 2


- Pararel, di hitung setiap - 0,5
orang
19 Floor drain, buangan lantai 40 0,5 7
50 1
75 2
Kelompok alat plambing dalam
km.mandi, terdiri : 1 kloset, 1
wastafel, 1 bathtub atau 1 showe
dengan : - kloset tangki gelontor 6
- kloset tangki gelontor 8
21 Pompa penguras ( sump pump ) untuk 2 8
setiap 3,8 liter/menit
Catatan :
1. Periksa juga ukuran perangkap pada tabel 3.2.
2. Tidak selalu tersedia di took.
3. Untuk bak cuci tangan, perangkap 2 mm dan 40 mm mempunyai beban air
buangan sama.
4. Hanya bak cuci tangan tanpa lubang peluap yang biasa dipasang di rumah atau
apartemen.
5. Shower yang di pasang di atas bak mandi/bathub tidak menambah beban unit
alat plambing.
6. Alat plambing ini tidak harus masuk perhitungan beban keseluruhan pipa
pembuangan utama, karena wajarnya tidak sedang di gunakan pada waktu
beban air buangan mencapai puncaknya. Tetapi alat plambing ini harus

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 97


diperhitungkan bebannya untuk menentukan pipa cabang dimana alat - alat
tersebut dipasang.
7. Ukuran buangan lantai disesuaikan dengan luas lantai yang harus di
keringkan.
8. Tidak pompa penguras, juga untuk mesin lainnya yang menghasilkan air
seperti penyejuk udara ( AC ).
9. Misalkan, ada pompa penguras dari penampung yang mempunyai laju aliran
380 l/menit, maka nilai bebanunit alat plambingnya adalah ( 380 liter/3,8 ) x 2
= 200 UAP.
Beban unit alat plambing yang tidak tercantum pada tabel diatas, dapat
menggunakan beban unit ekuivalen, sbb :
Diameter pipa buangan alat plambing
Beban unit alat plambing
atau perangkapnya ( mm )
32 mm atau kurang 1
40 2
50 3
65 4
75 5
100 6

Tabel 3.4. Maksimum beban unit alat plambing yang diijinkan, untuk
cabang horizontal dan pipa tegak buangan
Beban maksimum unit alat plambing yang boleh disambungkan kepada :
Diameter pipa (mm)
Cabang mendatar Satu pipa tegak Pipa tegak dengan tinggi lebih dari 3
setinggi 3 interval interval
Jumlah untuk satu Jumlah untuk
pipa tegak cabang satu interval

32 1 2 2 1
40 3 4 8 2
50 5 9 24 6
65 10 18 42 9
75 14 27 60 14
100 96 192 500 72
125 216 432 1100 160
150 372 768 1900 280
200 840 1760 3600 480
250 1500 2660 5600 700
300 2340 4200 8400 1050
375 3500 - - -

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 98


Tabel 3.5. Maksimum beban unit alat plambing yang di ijinkan, untuk
cabang horizontal dan pipa tegak buangan
Maksimum beban unit alat plambing yang disambung pada pipa pembuangan gedung
Diameter pipa (mm)

Kemiringan pipa

1/192 (0,5%) 1/96 (1%) 1/48 (2%) 1/24 (4%)

50 21 26
65 22 28
75 18 23 29
100 104 130 150
125 234 288 345
150 420 504 600
200 840 960 1152 1380
250 1500 1740 2100 2520
300 2340 2760 3360 4020
375 3500 4150 5000 6000

Contoh 1.

Mencari ukuran pipa pembuangan dari sekelompok peralatan plambing sebagaimana


tercantum di gambar.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 99


Beban unit Ukuran
Alat Beban unit
No. alat Seksi alat plambing pipa
plambing alat plambing
tiap seksi (mm)
1 2 3 4 5 6
A Kloset 8 a–b 8 65
B Kloset 8 b–c 16 100
C Bak cuci pel 8 c-i 24 100
D Urinal 4 d-e 4 50
E Urinal 4 e–f 8 65
F Urinal 4 f–g 12 75
G Wastafel 1 g–h 13 75
H Wastafel 1 h- i 14 75
Diameter pipa akhir i-j 24 + 14 = 38 100
• nilai kolom 3 ; di dapat dari tabel 3.3 ; berdasarkan jenis alat plambing
• kolom 5, merupakan jumlah akumulasi dari beban unit per cabang menurut urutan
saluran pembuangan (akumulasi dari kolom 3)
• kolom 6, diameter pipa di dapat dari tabel 3.4, berdasarkan nilai dari kolom 5
• diameter pipa akhir, karena menampung seksi (a – i) dan (d – j); maka merupakan
penjumlahan dari kedua pipa tersebut, dan pipa tegak mempunyai ukuran minimal
sama dengan pipa akhir ini (lihat syarat umum pipa)
Contoh 2.

Peringatan : Angka ukuran sistem pipa buang dari gedung menunjukkan harga “unit alat
plambing” (UAP) . Angka dalam (mm) menyatakan diameter dari pipa

Pipa vertikal1,2,3,4,5 merupakan pipa tegak pembuangan sekelompok alat plambing


diatasnya dengan besaran beban unit alat plambing telah diketahui /dihitung (UAP)
seperti pada contoh 1. Pipa – pipa tegak tersebut disambungkan pada pipa
pembuangan gedung a s/d f dan diteruskan ke pembuangan umum (riol).
Yang akan di tentukan adalah diameter pipa pembuangan gedung yang direncanakan
mempunyai kemiringan ± 1/96 (1%).

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 100


Beban unit Beban unit
Diameter pipa
No. pipa tegak dari pipa Seksi alat plambing
(mm)
tegak tiap seksi
1 2 3 4 5
1 100 a-b 100 100
2 80 b-c 180 125
3 80 c-d 260 150
4 100 d-e 360 150
5 150 e-f 510 200
Diameter pipa akhir sampai ke riol 200
• kolom 4, merupakan akumulasi beban unit dari kolom 2
• kolom 5, adalah ukuran diameter pipa berdasarkan kolom 4 dengan
menggunakan tabel 3.5.
3.3. Perangkap
Tujuan utama dari sistem pembuangan adalah mengalirkan air buangan dari dalam
gedung keluar, ke riol umum tanpa menimbulkan pencemaran pada gedungnya
sendiri. Tetapi, karena peralatan plambing tidak selalu digunakan terus – menerus,
maka ada suatu saat pipa tak terisi air kotor, dapat terjadi pembusukan, timbul gas
atau masuknya serangga ke dalam pipa. Untuk mencegah hal ini, maka perlu di
pasang perangkap yang berbentuk huruf “ U “, berisi air yang berfungsi sebagai
penyekat.
3.3.1. Syarat – syarat perangkap
 Kedalaman air penyekat berkisar antara 50 – 100 mm.
 Konstruksi perangkap harus sedemikian rupa sehingga tak terjadi
pengendapan atau tertahannya kotoran dalam perangkap.
 Konstruksi perangkap harus sederhana sehingga mudah di perbaiki bila ada
kerusakan dan dari bahan tak berkarat.
 Tidak ada bagian bergerak atau bersudut dalam perangkap yang dapat
menghambat aliran air.
3.3.2. Jenis perangkap
Jenis perangkap dapat di kelompokkan menjadi :
a. Perangkap yang di pasang pada alat plambing dan pipa pembuangan.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 101


Sekat perangkap Sekat perangkap

a. Perangkap P b. Perangkap S

c. Perangkap U d. Perangkap
drum

e-1. Perangkap buang a. Perangkap


e-2. Untuk bakPcuci di
lantai dapur

e. Perangkap jenis genta

b. Perangkap yang menjadi satu dengan alat plambing.

(a) Contoh dari mangkuk (b) Contoh bak peturasan


kloset jenis sifon bagi pria (digantung di
orang barat dinding)

c. Perangkap yang di pasang di luar gedung.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 102


(a) (b)
3.3.3. Perangkap yang di larang
a. Perangkap yang di buat dari bahan plastik lunak, berupa pipa fleksibel yang
dibentuk seperti “spiral”. Sebab meskipun terdapat sejumlah air yang dapat
berfungsi sebagai penyekat, namun tidak stabil bentuknya, tak dapat
diperkirakan tinggi air sekat yang ada.
b. Larangan pemasangan perangkap ganda. Yang dimaksud adalah pemasangan
dua perangkap dalam satu aliran air buangan. Pemasangan yang sedemikian
menyebabkan adanya udara terperangkap diantara dua perangkap tersebut.
Selain udara ini menghambat aliran, pada saat terjadi aliran pada perangkap
yang hilir, udara yang terperangkap tadi mendorong sekat air pada perangkap
yang hulu.

3.3.4. Pengecualian pemasangan perangkap


Tiap alat plambing tidak selalu diharuskan mempunyai perangkapnya masing –
masing, terutama untuk alat plambing yang digunakan untuk mencuci barang yang
tidak menimbulkan bau, atau seperti deretan bak cuci pada laboratorium, cuci tangan
atau cuci pakaian. Contoh dengan syarat pemasangannya.

Pipa buangan Pipa buangan


bersambung bersambung
Pipa buangan untuk 3 bak, 3
bersambung bak cuci
dengan satu pakaian, atau 3
perangakap bak cuci tangan

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 103


3.4. Penangkap (interceptor)
Penangkap (interceptor) bertujuan untuk mencegah/menangkap kandungan air
kotor yang berupa bahan – bahan yang berbahaya, bahan yang dapat menyumbat
atau mempersempit penampang pipa, yang dapat mempengaruhi kemampuan
sistem pembuangan atau untuk menampung air buangan dari proses yang mungkin
masih mengandung bahan yang berharga (missal, logam mulia), sehingga masih
mungkin untuk diambil kembali.

Bahan – bahan yang dapat menimbulkan kesulitan pada pipa pembuangan antara
lain :
 minyak, bahan bakar atau lemak dalam jumlah besar dari dapur restoran atau
bengkel kendaraan
 tanah dan pasir
 potongan rambut di barber atau salon
 kertas tissue, penyapu muka atau bahan rias lainnya
 bahan buangan dari kamar operasi rumah sakit
 benang atau serat dalam jumlah besar pada binatu.

3.4.1. Persyaratan penangkap


a. Penangkap yang sesuai harus dipasang sedekat mungkin dengan alat plambing
yang di layaninya, dengan maksud agar pipa pembuangan yang mungkin
mengalami gangguan sependek mungkin.
b. Konstruksinya harus mudah dibersihkan, dilengkapi dengan tutup yang mudah
dibuka dan letak dari penangkap dalam ruang sedemikian rupa sehingga sampah
dari penangkap mudah dibuang keluar ruang.
c. Konstruksi penangkap harus mampu secara efektif memisahkan minyak, lemak
dan sebagainya dari air buangan.Konstruksi penangkap umumnya juga
merupakan ‘perangkap’, karena itu bila telah dipasang penangkap dilarang
memasang perangkap, sebab dapat terjadi ‘perangkap ganda’.

3.4.2. Jenis penangkap


a. Penangkap lemak.
Berfungsi memisahkan lemak atau minyak yang ada dalam air buangan mesin
cuci piring, bak cuci dapur, saluran pembersih dapur restoran. Penangkap jenis
ini banyak dibuat dari beton dan baja tahan karat, didalamnya disekat dengan
beberapa dinding untuk memperlambat aliran air buangan; untuk memberi
waktu agar lemak mempunyai kesempatan ‘membeku’ dan mengapung dalam
air. Karena itu mulut pipa pembuangan dari penangkap ini terletak ± 10 cm di
bawah muka air.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 104


b. Penangkap bahan bakar dan minyak pada bengkel.
Pada dasarnya serupa dengan penangkap lemak untuk dapur. Hanya saja tutupnya
harus rapat dan disediakan pipa ven khusus, agar gas – gas yang timbul dan mudah
terbakar dapat disalurkan keluar dengan aman.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 105


c. Penangkap pasir.
Digunakan pada tempat cuci kaki di kolam renang atau tempat mandi di pantai,
dimana air buangannya mengandung tanah atau pasir. Penangkap pasir atau tanah ini
juga dipasang pada saluran terbuka air hujan di luar gedung. Prinsip kerjanya adalah
mengendapkan tanah atau pasir, karena itu mulut dari pipa pembuangan dari
penangkap terletak di muka air dalam penangkap seperti konstruksi ‘over – flow’.
d. Perangkap plastik, rambut dll.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 106


3.5. Sistem ven.
Tujuan dari system ven, sebagaimana telah dijelaskan dimuka (lihat 3.2,”Efek sifon
dan peranan pipa ven pada system pembuangan”, hal. 80), terutama untuk
menghilangkan efek sifon dan efek tiupan (blow out), yang dapat menghilang fungsi
dari perangkap air.

3.5.1. Jenis sistem ven

a. Sistem ven tunggal


Pada system ini, pada setiap alat plambing dipasang sebuah pipa ven yang
dihubungkan dengan pipa ven lainnya atau langsung dibuang keluar. Sistem ini
merupakan yang terbaik, tetapi paling banyak menggunakan pipa.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 107


b. Sistem ven lup
Pada system ini, pipa ven melayani
dua atau lebih alat plambing
(paling banyak 8), dipasang pada
cabang mendatar pipa buangan dan
disambungkan ke pipa ven tegak.
Pipa ven lup ini dipasangkan di
depan alat plambing yang paling
jauh dari pipa tegak buangan.

c. Sistem ven pipa tegak


Dalam system ini, hanya ada pipa ven tegak saja, tidak dipasang pipaven jenis
lainnya. Semua pipa pembuangan dari alat plambing disambungkan langsung ke
pipa tegak pembuangan. System ini juga disebut sebagai system pipa tegak
tunggal atau system pembuangan tunggal dan diterapkan pada gedung dimana
pipa tegak pembuangan dapat dipasang didekat pada alat plambing, seperti
apartemendan hotel. Pipa ven tegak (ven stack) ini merupakan perpanjangan dari
pipa tegak air buangan, di atas cabang mendatar pipa buangan tertinggi.

d. Sistem ven bersama

Adalah sistem ven


dimana pipa ven
dipasang untuk
melayani dua alat
plambing yang bertolak
belakang atau sejajar.
Sistem ini banyak di
terapkan pada rumah
susun,hotel.

e. Sistem ven basah


Pada sistem ini pipa pembuangan juga berfungsi sebagai pipa ven. Oleh karena
itu, beban air buangan sebaiknya hanya setengah dibanding dengan pipa
pembuangan sejenis dari ukuran yang sama.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 108


Pipa pembuangan daerah A
sampai B, berfungsi juga sebagai
pipa ven

f. Sistem ven balik

Sistem ini diterapkan bila pipa ven tunggal tidak dapat disambung ke pipa ven
lainnya yang lebih tinggi atau langsung ke udara luar hinga harus di belokkan ke
bawah terlebih dahulu.

g. Sistem ven yoke


Pipa tegak air pembuangan yang melayani lebih dari 10 interval cabang harus
dilengkapi dengan pipa ven yoke untuk setiap 10 interval cabang dihitung dari
cabang lantai paling atas.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 109


Pipa ven yoke ini merupakan ven
pelepas yang menghubungkan
pipategak air buangan ke pipa
tegak ven untuk mencegah
perubahan tekanan dalam pipa
tegak air buangan yang
bersangkutan.

3.5.2. Persyaratan pipa ven


a. Kemiringan pipa ven
Pipa ven harus dibuat dengan kemiringan cukup agar titik air yang terbentuk atau
air yang terbawa masuk ke dalamnya dapat mengalir kembali ke pipa pembuangan
secara gravitasi.

b. Cabang pada pipa ven


Pada waktu membuat cabang pipa ven, di usahakan agar udara tidak akan
terhalang oleh masuknya air kotor. Sambungan yang baik dan salah adalah sbb :

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 110


c. Tinggi pipa ven horisontal
Bagian mendatar dari ven lup, harus diletakkan paling sedikit 15 cm diatas
muka air peluapan alat plambing tertinggi (wastafel misalnya, lihat gambar. ven
lup, hal. 103;105). Di larang membuat pipa ven mendatar dibawah lantai seperti
contoh di bawah ini :

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 111


d. Ujung pipa ven
Ujung pipa ven terakhir
harus terbuka ke udara
luar dan agar sehat
maka perlu di tutup
dengan kawat anti
serangga dan mengikuti
syarat – syarat seperti
gambar.

3.5.3. Ukuran pipa ven


Dalam “ Pedoman plambing Indonesia 1979 “, tercantum ketentuan tentang ukuran
sbb :
1. Ukuran pipa ven lup dan sirkuit minimum adalah 32 mm dan tidak boleh
kurang dari setengah kali diameter cabang horizontal pipa buangan atau
pipa tegak ven yang disambungkannya.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 112


2. Ukuran pipa ven pelepas minimum 32 mm dan tidak boleh kurang dari
setengah dari diameter cabang mendatar pipa buangan yang dilayaninya.
3. Ukuran pipa ven tegak tidak boleh kurang dari ukuran pipa pembuangan
yang dilayaninya dan selanjutnya tidak boleh diperkecil sampai ke ujung
terbuka.
4. Ukuran pipa pelepas untuk offset pipa pembuangan harus sama atau lebih
besar dari diameter pipa ven tegak atau pipa tegak air buangan (diambil
yang terkecil diantaranya).
5. Ukuran pipa yoke harus sama atau lebih besar dari diameter pipa ven tegak
atau pipa tegak buangan (diambil yang terkecil diantaranya).
6. Ukuran pipa ven untuk bak penampung air buangan minimum harus 50
mm.
Untuk menentukan ukuran pipa ven, didasarkan pada ‘ beban unit alat plambing ‘
dengan dua tabel yaitu :
1. Tabel 3.6, hal. 108, ukuran pipa cabang horizontal ven dengan lup.
2. Tabel 3.7, hal. 109, ukuran dan panjang pipa ven.
Tabel 3.6. Ukuran pipa cabang horizontal ven dengan lup
Diameter ven lup (mm)
Ukuran pipa air Unit alat
kotor/buangan plambing (angka 40 50 65 75 100 125
(mm) maksimum)
Panjang horizontal maksimum (m)
40 10 6 - - - - -
50 12 4,5 12 - - - -
50 20 3 9 - - - -
75 10 - 6 12 30 - -
75 30 - - 12 30 - -
75 60 - - 48 24 - -
100 100 - 2,1 6 15,6 60 -
100 100 - 1,8 5,4 15 54 -
100 500 - - 4,2 10,8 42 -
125 700 - - - 4,8 21 60
125 1100 - - - 3 12 42

Tabel 3.7. Ukuran dan panjang pipa ven

Diameter pipa ven yang diperlukan (mm)


Beban unit alat
Ukuran pipa tegak
plambing yang
air buangan (mm)
disambung kan 32 40 50 65 75 100 125 150 200

Panjang maks. pipa ven (m)


32 2 9
40 8 15 45
40 10 9 30
50 12 9 22,5 60
50 20 7,8 15 45

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 113


65 42 9 30 90
75 10 9 30 60 180
75 30 18 60 150
75 60 15 24 120
100 100 10,5 30 78 300
100 200 9 27 75 270
100 500 6 21 54 210
125 200 10,5 24 105 300
125 500 9 21 90 270
125 1100 6 15 60 210
150 350 7,5 15 60 120 390
150 620 4,5 9 37,5 90 330
150 960 7,2 30 75 300
150 1900 6 21 60 210
200 600 15 45 150 390
200 1400 12 30 120 360
200 2200 9 24 105 330
200 3600 7,5 18 75 240
250 1000 22,5 37,5 300
250 2500 15 30 150
250 3800 9 24 105
250 5600 7,5 18 75

Contoh perhitungan ven :


Tentukan ukuran pipa ven dari contoh 1, pipa air kotor hal. 85, dengan ketentuan
tambahan sbb :
 pipa ven horizontal di atas plafon tidak ada yang lebih panjang dari 6 m

 diandaikan wc dalam contoh terletak dalam bangunan 5 lt dengan jarak 3,5 m,


dan tiap lantai mempunyai wc yang sama, tersusun dalam satu garis vertical
dan menggunakan pipa tegak pembuangan yang sama, tersusun dalam satu
garis vertical dan menggunakan pipa tegak pembuangan yang sama

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 114


WC : Kloset dengan katup gelontor 2 bh
U : Urinal menempel di dinding 3 bh
L : Bak cuci tangan , lavatory 2 bh
SK : Bak cuci pel 1 bh

 telah dihitung beban unit alat plambing sbb untuk peralatan A, B, C, sejumlah
24 UAP dengan pipa pembuangan air kotor diameter 100 mm, dilayani oleh
satu pipa ven tegak ke pipa ven horizontal (diatas plafond) seksi 1. Dari tabel
3.6, untuk pipa air kotor 100 mm, unit plambing maksimumnya 100 (lebih dari
24) dan dibawah diameter pipa ven 65 mm, panjang pipa ven maksimum 6 m
(telah ditetapkan tidak ada panjang pipa ven horizontal yang lebih dari 6 m).
Jadi, pipa ven horizontal seksi 1 aman bila menggunakan diameter 65 mm
 untuk beban unit alat plambing D, E, F, G,H sejumlah 14 UAP dengan pipa air
kotor diameter 75 mm, dilayani oleh 1 pipa ven tegak ke pipa ven horizontal
seksi 2. Dengan cara yang sama dengan diatas didapat pipa ven horizontal
seksi 2 juga berdiameter 65 mm
 pipa ven horizontal 3 menampung penggabungan seksi 1 dan seksi 2,
menghubungkannya dengan pipa ven tegak utama bangunan, dengan demikian
mempunyai beban sebesar 24 + 14 = 38 UAP ekivalen dengan pipa kotor
(tabel 3.4) = 100 mm. Dari tabel 3.6 dan cara yang sama dengan sebelumnya,
didapat diameter pipa ven horizontal seksi 3 juga 65 mm.

 Tinggi bangungan 5 X 3,5 = 17,5 m, berarti pipa ven tegak minimal


mempunyai panjang 17,5 m.

 Beban unit alat plambing untuk 5 lantai adalah 5 X 38 = 190 UAP. Dari tabel
3.7, pada kolom ukuran pipa buangan 10 mm, dapat melayani 200 UAP dan
dibawah kolom diameter pipa ven 65 mm, jauh melampaui kebutuhan yang
hanya 17,5 m. Jadi untuk pipa ven tegak digunakan pipa diameter 65 mm.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 115


Rekapitulasi perhitungan :
Beban unit Ukuran pipa Panjang Diameter
Seksi alat pembangunan kebutuhan pipa ven
plambing (mm) pipa ven (m) (m)
1 24 100 Kurang dr. 6 65
2 14 75 Kurang dr. 6 65
3 24+12=38 100 Kurang dr. 6 65
Pipa tegak 5 X 8 = 190 100 17,5 65

3.6 Lubang pembersih (clean out)


Kotoran dan kerak akan mengendap dan melekat pada dinding pipa pembuangan
setelah jangka waktu lama. Disamping itu kadang-kadang benda kecil atau benda
lainnya disengaja atau tidak masuk kedalam pipa. Karena itu lubang pembersih pipa
diperlukan, baik untuk pipa didalam maupun diluar gedung.

3.6.1 Syarat lubang pembersih

1. Harus dipasang ditempat yang mudah dicapai dan mempunyai ruang


sekelilingnya yang cukup luas untuk orang bergerak membersihkan pipa. Untuk
pipa ukuran 65 mm, jarak bebas sekeliling lubang paling sedikit 30 cm dan untuk
pipa berdiameter 75 mm dan lebih besar, jarak bebas minimalnya adalah 45 cm.
2. Lubang pembersih harus dipasang pada :
a. Awal pipa cabang horizontal atau pipa pembuangan gedung.
b. Pipa mendatar yang panjang.
c. Belokan pipa baik vertikal maupun horizontal.
d. Ujung pipa bawah tegak dan disepanjang pipa tegak pada setiap jarak 2
atau 3 lantai.
e. Sambungan antara piap pembuangan gedung dengan roil.
f. Disetiap jarak tertentu disepanjang jarak pipa yang tertanam.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 116


3. Jarak antar lubang pembersih disepanjang pipa pembuangan untuk pipa
berdiameter sampai 100 mm, tidak boleh lebih dari 15 m. Untuk pipa yang lebih
besar, tidak boleh lebih dari 30 m.

3.6.2 Ukuran lubang pembersih


a. Untuk pipa berdiameter sampai dengan 100 mm, ukuran lubang pembersih harus
sama dengan ukuran pipa. Sedangkan untuk pipa yang berukuran lebih dari 100
mm dapat dibuat lubang dengan ukuran 100 mm.
b. Untuk pipa yang ditanam dalam tanah, diperlukan bak kontrol yang lebih besar
dari lubang pembersih. Penutup bak kontrol harus rapat agar gas atau bau tidak
bocor keluar. Pipa tertanam yang berukuran kurang dari 200 mm masih
diperkenankan memakai lubang pembersih, bukan bak kontrol.
c. Bak kontrol sebagai pengganti lubang pembersih pada pipa bawah tanah
dipasangkan ditempat pipa tersebut membelok tajam, berubah diameternya,
bercabang atau pada lokasi seperti pada lubang pembersih. Ukuran bak kontrol
harus sesuai dengan ukuran pipanya dan cukup besar untuk memudahkan
pembersihan. (lihat gambar perangkap diluar gedung, hal 88)

3.6.3 Pemasangan

a. Setiap lubang pembersih harus dipasang pada arah berlawanan dari arah aliran
b. Tutup lubang pembersih mudah dibuka dan dibuat rata dengan dinding atau lantai,
tidak boleh diplester atau ditutup bahan lantai (keramik, ubin,dsb)
c. Lubang pembersih pada bagian bawah pipa tegak dapat dipasang pada lantai atau
dinding terdekat

d. Contoh pemasangan pada dinding dan lantai bangunan dapat dilihat pada gambar
di hal.114.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 117


Gambar 3.8. Contoh pemasangan clean out pada gedung
3.7 Bak penampungan dan pompa air kotor
Untuk suatu keadaan dimana riol umum terletak diatas pipa pembuangan utama
gedung, maka diperlukan adanya bak penampungan air kotor untuk menampung

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 118


semua air kotor dari gedung, kemudian dipompakan keluar ke riol umum (lihat
gambar 3.2, hal.79). Bak penampungan, meskipun dapat dibuat satu saja (bak
penampungan campuran) untuk menampung semua air kotor buangan gedung
(kecuali air hujan), sebaiknya dipisah-pisahkan menurut kualitas air kotornya,
misalnya bak untuk menampung air bekas cuci dan mandi, rembesan air lantai
basement yang terpisah dengan air kotor dapur besar restoran, hotel, rumah sakit, dsb.

Gambar 3.9. Contoh bak penampung air rembesan pada basement


Bak penampung beton, dengan alasan efisiensi menjadi bagian dari pondasi
pelat ganda ( double slab) dari bangunan tinggi. Namun karena jarak antara
pelat tidak cukup dalam maka bak penampung dibuat lebih dalam lagi dari
pondasi

3.7.1 Syarat-syarat bak penampung air kotor


a. Bak penampung harus kedap air, tidak membocorkan gas atau bau dan
dilengkapi dengan pipa ven, pompa, saklar otomatik pengatur operasi pompa dan
alarm yang menyatakan muka air tertinggi dan terendah.
Pipa ven disini berfungsi sebagai :
1. membuang gas keluar ketempat yang tidak mengganggu
2. memasukan udara kedalam bak pada saat pompa beroperasi, karena itu
ukuran minimum pipa ven adalah 50 mm.

3. Dinding bak penampung tidak boleh menyatu dengan bak penampung air
bersih
4. Harus dilengkapi dengan lubang pemeriksa (manhole), paling sedikit
berdiameter 60 cm, agar orang dapat masuk kedalam untuk melakukan
pemeriksaaan dan perawatan perlengkapan yang ada dalam bak. Lubang
pemeriksaaan ini dibuat ditempat yang mudah dicapai dan sekeliling lubang
mempunyai ruang yang cukup luas untuk bekerja. Tutup lubang pemeriksa
dikonstruksikan agar tidak memungkinkan gas atau bau bocor keluar

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 119


5. Dasar bak penampungan harus dibuat miring antara 1/15 sampai 1/10m, dan
bagian paling rendah dibuat lekukan isapan pompa dengan syarat sbb

3.7.2 Pompa pembuangan


Pompa pembuagan, berdasarkan penggunaannya (banyak sedikitnya benda padat
yang dikandungnya) dibagi menjadi pompa air kotor, pompa drainase dan pompa
penguras. Berdasarkan pemasangannya pada bak penampung dibagi menjadi pompa
bak basah dan pompa bak kering.
1. Pompa air kotor
Pada prinsipnya, karena air kotor mengandung berbagai benda padat dengan
berbagai tingkat campuran, maka pompa harus tidak mudah tersumbat. Karena
itu, pompa air kotor mempunyai desain khusus. Impeller pompanya didesain
lebih lebar dari pompa biasa agar kotoran dapat lewat dengan mudah, biasanya
didesain dengan hanya menggunakan 1 atau 2 sudut saja atau bahkan tanpa sudut
dengan bentuk khusus.
2. Pompa drainase
Pompa ini juga disebut sebagai pompa air bekas karena digunakan untuk
memompa air kotor yang sedikit mengandung kotoran padat, seperti misalnya air
cuci, air mandi,dsb.
3. Pompa penguras (bilge pump)
pompa yang digunakan untuk memompa atau menguras air buangan yang tidak
mengandung kotoran padat seperti misalnya air rembesan pada ruang bawah
tanah, air buangan mesin pendingin, air hasil pembersihan tangki air bersih dsb.
Pompa untuk air jenis ini biasanya digunakan pompa sentrifugal biasa.
4. Pompa bak basah
Yang dimaksud dengan pompa bak basah adalah pompa yang dipasangkan dalam
bak penampungan langsung, terendam (submersible) dalam air kotor. Dengan
demikian tidak diperlukan ruang pompa khusus dalam bak penampungan.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 120


Gambar 3.11. Pemasangan pompa pada bak basah

Gambar 3.12. Pompa bak basah terendam

5. Pompa bak kering


Pada jenis ini, pompa dipasang dalam ruang pompa terpisah dari bak
penampungan, karena itu dibutuhkan 2 manhole, 1 untuk bak penampungan dan 1
lagi untuk pompa

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 121


Gambar 3.13. Pemasangan pompa pada bak basah

3.8 Tangki septik dan rembesan


Tangki septik sebenarnya serupa saja dengan bak penampungan air kotor, tetapi lebih
ditujukan penggunannya untuk menampung air kotor buangan dari bangunan ditempat
yang tidak terjangkau oleh riol umum/kota. Prinsip kerja dari tangki septik adalah
mengolah dan memisahkan antara air dengan kotoran dengan cara pengendapan.
Pengolahan dilakukan oleh bakteri anaerobic yang merubah kotoran baku menjadi
Lumpur. Air hasil pemisahan (70% lebih bersih) dialirkan keluar secara gravitasi dan
diresapkan ketanah, sedangkan hasil endapan (Lumpur) harus dibuang secara berkala
dengan bantuan layanan mobil tangki air kotor pemerintah setempat. Dengan
demikian tangki septic biasanya terletak diluar bangungan (mudah dicapai mobil
tangki) dan tidak ada peralatan pompa yang dipasangkan.
Sistem pembuangan air kotor dengan tangki septic terdiri tangki septiknya sendiri,
sumur resapan atau bidang resapan yang berisi pipa-pipa resapan.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 122


Tangki septic
dengan sumur
resapan

Tangki septic
dengan bidang
resapan

Kotak distribusi

Pipa resapan

Gambar 3.14. Sistem pembuangan dengan tangki septik

Kotak pendistribusian Sumur resapan dari beton


dari besi untuk 4 atau 5 Tangki septic dari beton (atas) frefabricated
cabang pipa dan besi ( bawah), bentuk dan
ukuran yang biasa di jumpai

Gambar 3.15. Komponen sistem pembuangan

3.8.1 Syarat jarak


Oleh sebab kemungkinan pencemaran yang besar maka standar Amerika NPC
(National Plambing Code) menentukan peryaratan sbb :

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 123


Tabel 3.8. Jarak komponen menurut NPC
Jarak minimun terhadap : (m¹)
Jenis komponen Sumur Bangunan/ Batas Bidang Sumur
terbuka/bor rumah pagar resapan resapan
Tangki septik 15 1,5 - - -
Kotak distribusi 15 - - - -
Bidang resapan 30/15² 3 3 - -
Sumur resapan 30 6 3 6 6
Catatan :
1) Satuan asli dalam feet, sudah dikonversi menjadi m (meter)
2) Jarak sumur dengan bidang resapan dapat dikurangi menjadi
setengahnya (15 m) bila dinding sumur terbuka, atau casing sumur
bor dibuat kedap air sedalam 15 m atau lebih dari muka tanah.

Garis pagar/ property line

Gambar 3.16. Syarat jarak komponen sistem tangki septik

3.8.2 Tangki septic, syarat dan ukuran

Karena tangki septic serupa dengan bak penampung air kotor, maka persyaratan bak
penampung air kotor berlaku untuk tangki septic (lihat 3.7.1 hal. 115), terutama
tentang perlunya kedap air, pipa ven, kemiringan lantai bak serta manhole. Demikian
pula syarat ukuran pipa air kotor berlaku untuk pipa masuk dan keluar tangki septic
(lihat 3.2.2 hal.85).

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 124


Syarat ukuran tangki septic :
a. Tangki septic harus mempunyai ruang udara diatas permukaan air kotor min
setinggi 30 cm.
b. Ukuran ruang penampung tangki septic min adalah lebar min = 0,9 m, panjang
min = 1,5 m, kedalaman min = 1,2 m (sudah termasuk ruang udara 0,3 m).
c. Untuk bangunan yang digunakan untuk rumah tinggal/hunian, vol air kotor yang
ditampung dapat diperhitungkan berdasarkan vol 0,14 – 0,17 m³ air kotor
perorang, selama ukuran tangki septic yang terjadi tidak lebih kecil dari ukuran
min yang tercantum di (b).
d. Untuk bangunan umum volume air kotor yang ditampung dapat diperhitungkan
berdasarkan 0,057 – 0,086 m³ air kotor/orang
e. NPC, menganjurkan ruang tangki septic dibagi menjadi 2 bagian, 2/3 untuk ruang
air kotor baku dan 1/3 bagian untuk ruang lumpur.

Tabel 3.9. Rekomendasi ukuran tangki septic untuk rumah tinggal1


Ukuran dalam tangki septic, sudah termasuk ruang
Jumlah orang udara 30 cm
Panjang ( m ) Lebar ( m ) Dalam tinggi ( m )
10 1,80 0,90 1,20
15 2,20 1,10 1,20
20 2,50 1,25 1,20
25 2,80 1,40 1,20
30 3,00 1,50 1,30
35 3,20 1,60 1,30
40 3,30 1,65 1,40
45 3,50 1,75 1,40
50 3,60 1,80 1,50
60 3,90 1,95 1,50
70 4,00 2,00 1,50
80 4,40 2,20 1,60
90 4,60 2,30 1,80
100 5,00 2,50 1,80

1
Rekomendasi menurut Salvan, George S. Arhitectural Utilities vol 1 ; 1986; hal 108

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 125


Contoh 1 :
Berapa ukuran minimum dalam tangki septic pada bangunan umum yang melayani
200 orang ?
- volume air kotor : 200 x 0,057 m³ = 11,4 m³
- bila kedalaman air di ambil 1,5 m, lebar 2,0 m maka panjang = 3,8 m
- ukuran ruang min. tangki septic ; ( d x l x p ) = 1,8 x 2,0 x 3,8 m

3.8.3. Resapan
Bila desain tangki septic tergantung pada jumlah orang yang dilayaninya, maka
resapan sangat tergantung pada permeabilitas ( daya serap ) tanah, tinggi permukaan
air tanah ( water table ) serta luas dan kemiringan tanah setempat. Dan sebagaimana
telah disinggung sebelumnya terdapat 2 cara meresapkan air kotor :
a. Peresapan melalui sumur resapan
b. Peresapan melalui bidang resapan

3.8.3.1 Sumur resapan


Sistem sumur resapan merupakan sistem yang kompak, membutuhkan lahan yang
lebih kecil dibanding dengan bidang resapan yang menggunakan pipa. Namun sumur
resapan tidak boleh digunakan bila muka air tanah tinggi. Muka air tanah paling
sedikit harus 60 cm di bawah dasar sumur resapan. Bila muka air tanah lebih tinggi
dari ketentuan tersebut, maka air kotor dari sumur resapan langsung mencemari air
tanah.

Untuk volume air buangan yang besar, dapat digunakan beberapa sumur resapan
dengan konfigurasi sbb :

Gambar 3.17 Konfigurasi sumur resapan

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 126


Air kotor yang di keluarkan oleh sumur resapan, di tampung oleh lubang galian
dari sumur resapannya sendiri, terutama oleh luas bidang keliling dari lubang
galian. Kemampuan resap dinding lubang galian sumur resapan tergantung pada
struktur tanahnya dan telah diteliti dan di tabelkan McGuiness ( 1971, hal. 125)
sbb :

Tabel 3.10. Bidang absorbsi untuk sumur resapan


Luas efektif absorbsi yang
Struktur tanah dibutuhkan sumur resapan per 2
orang ( m² )
Pasir kasar campur kerikil 1,80
Pasir halus 2,70
Lempung campur pasir 4,50
Lempung bercampur banyak pasir dan kerikil 7,20
Lempung bercampur sedikit pasir dan kerikil 14,40
Catatan, Standar asli di hitung per bedroom; dengan tiap bedroom 2 orang.

Berdasarkan tabel 3.10 diatas, desain tangki septic dan sumur resapan dapat dibuat.

Contoh 2 :
Desain ukuran tangki septic dan sumur resapan untuk rumah tinggal yang mempunyai
4 k.tidur, berpenghunu 8 orang ( tiap kamar 2 orang ), kondisi tanah adalah tanah liat
berpasir ( sandy loam ) dan muka air tanah berada 3,6 m di bawah muka tanah.
 Dari tabel 3.9, direkomendasikan ruang untuk tangki septic berukuran untuk
volume air kotor sebanyak 1,8 x 0,9 x 0,9 = 1,46 m³.
 2/3 bagian dari ruang tangki septic digunakan untuk ruang air kotor baku dan
sisanya untuk ruang lumpur. Dengan demikian, ruang air kotor air baku
= ( p x l x d ) = 1,2 x 0,9 x 1,2 m dan ruang lumpur ( p x l x d) = 0,6 x 0,9 x 1,2
m.
 Dari tabel 3.10, untuk satu sumur resapan dengan tanah liat berpasir yang
melayani 2 orang diperlukan luas daerah resapan 4,50 m² atau lubang galian
4,50 x 4
berdiameter = = ± 2,3 m dengan keliling lingkaran x d = 3,14 x 2,3
3,14
= 7,2 m.
8
 Untuk melayani 8 orang, dibutuhkan bidang resapan x 4,50 m² = 18 m²,
2
18
atau lubang galian berdiameter 2,4 m dengan kedalaman = ± 2,5 m.
7,2

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 127


 d2 4L 4L
Catatan = Luas daerah resapan =  d2 = d=
4  

Gambar 3.18. Tangki septic dan sumur resapan berdasar soal no 2

3.8.3.2 Bidang resapan


Pada suatu daerah yang mempunyai muka air tanah tinggi, maka alternatif sistem
resapan yang dapat digunakan adalah bidang resapan, yaitu penggunaan pipa – pipa
resapan yang diletakkan dalam suatu parit galian dengan lebar dasar parit tertentu.
Pipa yang terbaik adalah pipa tanah liat berlubang – lubang berdiameter 10 cm yang
diletakkan diatas lapisan kerikil. Pipa tersebut tidak disambungkan bahkan diberi
celah sekitar 0,5 cm. Diatas pipa diletakkan kertas aspal atau plastik lembaran dengan
maksud agar tidak terjadi rembesan air kotor ke atas atau sebaliknya air hujan tidak
masuk ke dalam pipa resapan.

Contoh gambar. pipa resapan lihat gambar 3.19 dan untuk syarat konstruksi
pemasangan pipa resapan lihat tabel 3.11, sedangkan tabel 3.12 dan tabel 3.13
merupakan alat menghitung panjang dan lebar alat parit resapan yang dibutuhkan
sesuai dengan volume air kotor yang akan diresapkan.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 128


Gambar 3. 19. Konstruksi pipa resapan

Tabel 3.11. Syarat konstruksi pipa dan bidang resapan


Konstruksi bidang resapan Standar
Jumlah min. cabang pipa / bidang resapan 2 buah
Maks. panjang cabang pipa tunggal 30 m
Lebar min. galian bawah pipa 45 cm 45 cm
Diameter min. pipa resapan 10 cm
Kemiringan maks. bidang resapan 1 / 200
Jarak antar pipa resapan 1,80 m
Min. luas bidang absorpsi Lihat tabel 3.12

Tabel 3.12. Bidang absorpsi untuk pipa resapan, hasil test perkolasi
Waktu yang dibutuhkan air untuk turun satu Luas efektif bidang absorpsi alas parit
2,5 cm ( 1" )( menit ) resapan yang dibutuhkan ( m² per 2 orang )
Sampai dengan 2 4,50
3 5,40
4 6,30
5 7,20
10 9,00
15 11,70
30 16,20
60 21,60
Lebih dari 60 Di desain khusus
Catatan ;

a. Standar asli dalam bedroom ( tiap kamar 2 orang ) dan dalam ft. b.Setiap hunian / rumah tinggal harus menyediakan minimum 13,5 m².

Catatan tentang test perkolasi pada tabel 3.12 :

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 129


Tes perkolasi dimaksudkan untuk mengetahui daya serap tanah ( meski tanah dalam
keadaan basah ), bila struktur tanahnya belum/tidak diketahui. Pada tabel 3.12 karena
standar aslinya menggunakan inch, maka penurunan air permukaan pada test tersebut
berskala 2,5 cm.
Test perkolasi dilaksanakan sbb :
 Buat lubang ditanah yang diuji berukuran 30 x 30 cm dengan kedalaman
antara 70 sampai 100 cm.
 Lubang diisi oleh air sampai penuh dan dibiarkan sampai habis.
 Lubang diisi air lagi setinggi h ≥ 15 cm, dan dengan bantuan stopwatch,
diamati dan dicatat berapa lama permukaan air tersebut turun setiap 2,5 cm.
Harga penurunan ini berubah – ubah, biasnya diawal cepat kemudian
melambat.
 Dihitung nilai rata – rata penurunannya per 2,5 cm ( dalam menit ).

Tabel 3.13. Ukuran bidang resapan dan jarak pipa


Lebar alas parit Rekomendasi Jarak antar cabang Luas efektif bidang
kedalaman parit pipa resapan absorpsi per 30 cm
panjang parit
cm cm m m²
45 45 – 75 1,80 0,135
60 45 – 75 1.80 0,180
75 45 – 90 2,30 0,225
90 60 – 90 2,70 0,270
Catatan : bila lahan memungkinkan jarak antar cabang pipa lebih baik diperjauh.

Contoh 3.
Rencanakan bidang dan pipa resapan yang diperlukan untuk air kotor hasil
pengolahan tangki septic seperti pada soal 2. Tetapi sekarang telah diketahui ( dari
hasil tes perkolasi ) bahwa waktu yang diperlukan air untuk turun permukaannya
sebanyak 2,5 cm, adalah 10 menit.
 Dari tabel 3.12, bila waktu perkolasi untuk 2,5 cm adalah 10 menit maka
dibutuhkan luas alas parit 9 m² per 2 orang.
 Untuk 8 orang dibutuhkan luas parit 8/2 x 9 = 36 m².
 Jika lebar alas parit yang digunakan adalah 60 cm ( seperti pada gambar. 20 ),
maka berdasar tabel 3.13, luas bidang resep efektif tiap 30 cm panjang parit
adalah 0,18 m². Jadi, total panjang parit / pipa yang dibutuhkan adalah (
36/0,18 ) x 0,3 m = 60 m.
 Tetapi pada tabel 3.11, untuk pipa tunggal panjang maks. hanya diperbolehkan
30 cm.

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 130


 Bila pipa dijadikan 4 cabang, maka panjang tiap pipa adalah 60/4 m = dan
jarak antar pipa ( as ke as ) adalah 1,8 m, kedalaman parit 45 – 75 cm (
tabel 3.13 ).
 Desai tata letak tangki septic dan bidang resapan yang sesuai dengan soal dan
persyaratan di tabel 3.8, sbb :

SOAL LATIHAN
1. Klasifikasi jenis air buangan adalah
a. Jenis air kotor, air bekas, air hujan, air khusus, air dari dapur
b. Jenis air kotor, air hujan, air khusus
c. Jenis air campuran, air bekas dan kotor
d. Jenis air hujan, air lemak, air bekas mandi, air kotor

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 131


2. Apa yang dimaksud dengan sistem pembuangan black water
a. sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari kloset, urinal, bidet, dan
air buangan yang mengandung kotoran manusia dari alat plambing lainnya ( black
water ).
b. Sistem pembuangan dari alat plambing yang mengandung kotoran manusia dan
bekas air mandi
c. sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari bathtub, wastafel, sink
dapur
d. Sitem pembuangan air kotor dan bekas

3. Apa yang dimaksud dengan sistem pembuangan grey water


a. sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari kloset, urinal, bidet, dan
air buangan yang mengandung kotoran manusia dari alat plambing lainnya ( black
water ).
b. Sistem pembuangan dari alat plambing yang mengandung kotoran manusia dan
bekas air mandi
c. sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari bathtub, wastafel, sink
dapur
d. Sistem pembuangan air kotor dan bekas

4. Standar Kemiringan pipa pembuangan horizontal yang diijinkan adalah


a. Ø 75mm atau kurang kemiringan minimum 1/50, sedangkan Ø 100mm atau kurang
kemiringan minimum 1/100
b. Ø 75mm atau kurang kemiringan minimum 1/25, sedangkan Ø 100mm atau kurang
kemiringan minimum 1/50
c. Ø 75mm atau kurang kemiringan minimum 1/100, sedangkan Ø 100mm atau
kurang kemiringan minimum 1/150
d. Ø 75mm atau kurang kemiringan minimum 1/75, sedangkan Ø 100mm atau kurang
kemiringan minimum 1/125

5. Klasifikasi cara pengaliran air buangan adalah


a. Sistem pembuangan air campuran, terpisah, tak langsung
b. Sistem gravitasi dan bertekan
c. Sistem pembuangan gedung, di luar gedung/roil kota
d. Sistem pembuangan campuran, terpisah, tak langsung dan grafitasi

6. Gambar manakah yang paling benar

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 132


a. c.

b. d.

7. Apa yang di maksud dengan alat-alat plambing pembuangan:


a. Pipa-pipa pembuangan, pipa ven
b. Bak control, bak penangkap lemak, bak perangkap
c. bathtub, wastafel, bak-bak cuci piring, cuci pakaian, kloset, urinal, bidet
d. Bak penampungan dan tangki septic

8. Sistem pembuangan air kotor dengan tangki septik dapat diresapakan dengan:
a. Tangki septik dengan sumur resapan dan bidang resapan
b. Tangki septik dengan saluran ke roil kota
c. Tangki septik dengan sumur resapan dan roil kota
d. Tangki septic dengan perangkap lemak, perangkap pasir

9. Syarat penangkap (interceptor) yang baik adalah sebagai berikut, kecuali:


a. Penangkap yang sesuai harus dipasang sedekat mungkin dengan alat plambing
yang dilayaninya, dengan maksud agar pipa pembuangan yang mungkin
mengalami gangguan sependek mungkin.
b. Konstruksinya harus mudah dibersihkan, dilengkapi dengan tutup yang mudah
dibuka dan letak dari penangkap dalam ruang sedemikian rupa sehingga sampah
dari penangkap mudah dibuang keluar ruang.
c. Konstruksi penangkap harus mampu secara efektif memisahkan minyak, lemak dan
sebagainya dari air buangan.Konstruksi penangkap umumnya juga merupakan
‘perangkap’, karena itu bila telah dipasang penangkap dilarang memasang
perangkap, sebab dapat terjadi ‘perangkap ganda’.
d. Penangkap lemak maksimal jaraknya adalah 3 meter dan harus sesering mungkin
untuk pemeriksaan agar jika terjadi penyumbatan dan banyak kotoran dapat mudah
untuk dibersihkan.

10. Dalam perencanaan bangunan tinggi sistem pembuangan black water dan grey water

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 133


yang paling sesuai adalah
a. Di tampung di tangki septik kemudian di alirkan ke roil kota
b. Di tampung di tangki septik kemudian di resapkan
c. Diolah di STP
d. Ditampung di tangki septik kemudian di alirkan ke STP

Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 134


1.

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 131


1. Air Hujan
Hujan adalah peristiwa alam dan merupakan siklus hidrologi yang merupakan bagian
dari system ekologi. Hujan turun ke lingkungan binaan manusia yang di penuhi oleh
gedung, jalan, tempat parkir, taman dan mencari jalan ketujuannya secara alami,
sebagian lagi mengalir di permukaan mencari daerah yang lebih rendah, ke sungai,
danau, ke laut atau menggenangi daerah dataran rendah.

Gambar 4.1. Siklus hidrologi

Air hujan yang turun ke bangunan, bila tidak di kumpulkan dan dialirkan dengan baik,
akan mengalir dari atap, meresap dan merusakan dinding dan jendela, bocor ke dalam
bangunan, membasahi orang di pintu masuk bangunan, mengerosi tanah di sekitar
pondasi, meresap ke dinding basement bahkan dapat mengubah topografi lansekap
suatu daerah.
Dengan demikian, masalah utama dari air hujan adalah :
a. Mengalirkan air hujan yang tidak di inginkan yaitu air hujan di atap, air
permukaan dan air dalam tanah agar menjauh dari bangunan.
b. Mengalirkan air permukaan dan air dalam tanah keluar dair tapak, ke
pembuangan umum agar tidak terjadi genangan atau banjir.
c. Mengendalikan aliran air hujan agar tidak terjadi erosi atau perubahan
permukaan tanah.

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 135


2. Pengendalian Air Hujan di bangunan
Air hujan datang ke bangunan pada atap, balkon atau ruang terbuka lainnya. Pada atap
datar air di kumpulkan ke beberapa titik pembuangan dengan membuat kemiringan
atap paling tidak 1%. Pada titik pembuangan / turun di pasangkan saringan (roof
drain) agar kotoran tidak masuk ke talang vertikal (leader) yang dapat di letakaan di
luar atau di dalam bangunan. Air hujan yang masuk ke balkon juga di saring (floor
drain) terlebih dahulu dan di alirkan ke pipa pembuangan utama atau bak penampung
air hujan di bawah lantai, kemudian di buang ke saluran air hujan umum.

Roof drain / tutup talang

Floor drain

Gambar 4.2. Roof & floor drain

Pada atap miring biasanya di perlukan talang horisontal (gutter) kemudian di alirkan
ke talang vertikal kebawah ke saluran pembuangan atau di resapkan ke dalam tanah.
Metode meresapkan air hujan dari atap umunya di lakukan hanya pada bangunan
kecil, atau pada bangunan yang umum (riol). Untuk bangunan yang lebih besar,
umumnya di buatkan kolam penampungan pada tapak yang jauh dari bangunan.
Bila kapasitas air hujan yang di resapkan kecil, upaya yang di lakukan untuk
menjauhkan dan meresapkan air hujan adalah :
a. Dengan membuat rabat di sekeliling bangunan air hujan mengalir menjauh
dari bangunan. Namun cara ini harus di dukung dengan pengolahan
kemiringan tanah di sekitar bangunan (grading) agar tidak terjadi genangan di
sekitar rabat.
b. Membuat sumur resapan langsung di bawaqh talang tegak. Cara ini hanya
berhasil bila kemampuan resap tanah (faktor perkolasi) tinggi.
c. Membuang air hujan melaui pipa-pipa ke sumur resapan.

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 136


Gambar 4.3. Komponen untuk meresapkan dan menjauhkan aliran
air hujan dari bangunan.

2.1 Pembuangan Air Hujan dari Atap


Pembuangan air hujan dari atap perlu memenuhi syarat-ayarat sebagai berikut :
1. Membuang air hujan dari atap secepat mungkin ke saluran pembuangan kota atau
ke tanah (bila daya resap tanah memungkinkan)

2. Pipa talang horisontal maupun vertikal harus cukup besar agar dapat menyalurkan
dan sesuai kapasitas air dan luas dari atap dengan cepat. Penggunaan gutter untuk
atap miring, di samping harus cukup kapasitasnya, sebab makin besar sudut
atapnya maka makin cepat pula alairan airnya.

3. Pipa-pipa pembuangan tidak mudah tersumbat. Untuk itu perlu di pasangakan


saringan-saringan (roff drain, floor drain) agar kotoran ltidak masuk ke dalam
pipa.

4. Pipa air hujan horisontal di dalam bagunan harus mudah di bersihkan, karena itu
di pasangkan clean out
5. Aliran dalam pipa pembuangan tidak boleh terhambat, karena itu di hindari
sebanyak mungkin pembelokan pipa, bahkan penggunaan sambungan pipa dengan
knee yang bersudut 900 tidak di anjurkan, kecuali di pasangakan kotak
penampung/kontrol dalam belokan itu.

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 137


6. Bila di rencanakan air hujan akan di tampung terlebih dahulu di lantai basement,
baru di buang, maka perlu di sediakan bak penampung air hujan yang terpisah dari
air kotor yang lain dan di lenka;pi pompa penguras sentrifugal. Untuk itu
diberlakukan persyaratan bak penampung dan pompa penguras ( lihat bab.3; Air
Kotor; 3.7.1 dan 3.7.2.) pada proyek yang mempunyai banyak basement, agar
ekonomis bak penampungan semacam ini sering di satukan dengan penampungan
air rembesan (air tanah yang merembes melalui dinding basement), air buangan
AC, atau mesin lain yang menghasilkan air, air pengurasan tangki iar bersi, dan di
sebut sebagai sump pit ; pompanya di sebut sump pump.

7. Nilai unit beban alat plamping untuk sump pump dengan kemampuan
mengalirkan air 3,8 liter / menit adalah 2, sedangkan floor drain berdiameter 40
mm – 0,5; 50mm – 1 dan 75 – 2.

2.2 Ukuran Pipa


Ukuran pipa air hujan dari atap tergantung pada jumlah dan kecepatan air yang di
alirkan dari atap. Jumlah air dari atap tergantung pada luas atap dan curah hujan rata-
rata setempat.

2.2.1 Mencari Ukuran Pipa Berdasarkan Data Curah Hujan


Hubungan antara luas atap (A), curah hujan (R) dan banyaknya air hujan yang di
pindahkan (Q), di nyatakan dengan rumus1 berikut :

A ( ft 2 )
Q ( gpm )   R (inch / hour )
96

Berdasarkan rumus tersebut, sekali curah huja rata-rata suatu daerah di keathui, maka
di cari nilai Q. Kemudian, dengan bantuan tabel 4.1 dan tebel 4.2, nilai Q di konversi
ke ukuran talang tegak (leader) atau talang tegak (leader) atau talang tepi atap miring
(gutter).

Tabel, 4.1 Konversi Q ke diameter talang tepi (gutter)

Diameter gutter Q maksimum


(inches) (gpm)
3 7
4 15
5 26
6 40
7 57
8 83
10 150
1
Konversi factor unit imperial kemetrik untuk rumus ini adalah
1 gallon = 3,785 liter
1 ft2 = 0.0929 m
2

1 inch = 25.4 mm

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 138


Tabel, 4.2 Konversi Q ke diameter talang tegakl (leader)

Diameter gutter Q maksimum


(inches) (gpm)
3 23
2 4½ 41
3 67
4 144
5 261
6 424
8 913

2.2.2 Mencari Ukuran Pipa Bila Curah Hujan Tidak Diketahui


Bila curah hujan rata-rata setem[pat tidak di ketahui, maka nilai curah hujan tersebut
di asumsikan 100mm /jam dan di gunakan 3 tabel langsung menghubungkan antara
luas atap dengan ukuran-ukuran pipa leader,atorm drain dan gutter yang di perlukan.

Tabel 4.3. Ukuran talang vertikal air hujan (leader, conduktor)


Diameter talang tegak Luas Luas atap maksimum
/ vertikal Penampung Yang di layani
Inches mm cm2 m2
2 50 20 65
2½ 62,5 31 117
3 75 44 198
4 100 79 415
5 125 123 780
6 150 177 1215
8 200 314 2610
Catatan: bila talang tidak terbentuk pipa lingkaran, di gunakan luas penampung.

Tabel 4.4. Ukuran pipa pembungan horisontal utama (strom drain)

Diameter pipa Luas atap yang di layani pada berbagai


kemiringan talang horisontal (gutter) (m2)
Inches mm 1/100 (1%) 1/50 (2%) 1/25 (4%)
3 75 74 105 148
4 100 170 240 340
5 125 300 425 600
6 150 480 680 965
8 200 1035 1470 2000
10 250 1863 2670 3725
12 300 3000 4230 6000
15 375 5355 7560 10710

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 139


Tabel 4.5. Ukuran talang tepi horisontal semu sirkuler (gutter)

Luas atap maksimum yang dapat


Luas penampung
Diameter gutter dilayani pada berbagai kemiringan
gutter
talang orisontal (gutter) (m2)
1/200 1/50 1/25
Inches mm Cm2
(0,5%) (1%) (4%)
3 75 22 15 31 43
4 100 39 32 65 92
5 125 61 56 113 160
6 150 88 86 173 250
7 175 120 124 248 350
8 200 157 180 358 504
10 250 24 324 648 900
Catatan : bila gutter tidak terbentuk semi sirkuler, maka digunakan luas penampang

2.2.3 Contoh Penghitungan Ukuran Pipa


Contoh 1. Menghitung leader dan strorm drain

Dari tabel 4.3 :


 Untuk atap yang tertinggi, dengan luas atap 540 m2 di gunakan leader ukuran 5”
sedangkan untuk atap yang lebih rendah masing-masing 5” juga untuk luas 7202
 Bila di perhatikan, sebenarnya, untuk roof drain dengan luas 360 m2 dan 720m2,
cukup digunakan diameter 4. namun demi definisi dan kemudaan kerja maka pipa
4” tersebut di ganti menjadi 5”.

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 140


 Dengan cara yang sama di temukan ukuran pipa 2” untuk 3 bh balkon, yang
masing-masing mempunyai floor drain untuk 12 m2

Dari tabel 4.4 :


 Berurut sesuai dengan arah aliran, mulai dari courtyrard (360 m2) di temukan pipa
5” untuk kemiringan pipa 2%.
 Kapasitas pipa sesudah memulai pertemuan dengan pipa turun dari balkon harus
dapat melayani 360 + 36 = 396 m2, masih cukup di layani dengan pipa 5”.
 Dengan cara yang serupa di hitung kekiri dan di termukan pipa strom drain
tereakhir harus berukuran 10” 250 mm).

Contoh 2 : Menghitung gutter dan leader

 Pada atap pelana atas, akan di buat 4 talang tuurn, sebab dengan panjang 20 m
bila hanya di buat satu buah jaraknya terlalu jauh, konsekuensinya guttyer
kwmiringan.
 Tiap satu talang turun, melayani 10x10 = 100 m2. berdasar tabel 3, ukuran tiap
talang turun adalah 2 ½” dengan luas penampang 31m2
 Gutter untuk tiap talang turun melayani 100m2. berdsasar tabel 4.5, di
butuhkan diameter guttersemu sirkuler sebesar 7” ( dengan kemiringan 0,5%)
atau gutter berpenampung 120m2
 Bila gutter dan leader tersebut di desain tidak menggunakan pipa bundar,
maka hasilnya adalah sebagai berikut;

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 141


3. Drainase tapak
Setiap pembangunan di tapak biasanya mengubah pola drainase asal yang ada dan
menambah jumlah aliran air hujan akibat tertutupnya tanah oleh bangunan atau
perkerasan. Dalam perancangan tapak, arsitek harus memperhatikan pola drainase
ekisting yang ada di tapak dan memperhitungkan bertambahnya jumlah aliran air
hujan (run off) yang tak dapat meresap dalam tanah dan menciptakan drainase
positip; yaitu mengarahkan aliran air hujan menjauhi bangunan atau daerah-daerah
kegiatan (parkir, jalan) agar tidak terjadi banjir , erosi atau genangan air.

Pada prinsipnya, ada dua tipe sistim drainase, yaitu drainase permukaan dan drainase
bawah tanah. Namun pada prakteknya, kedua sistim drainase tersebut sering
digunakan/dikombinasikan secara bersama-sama.

3. 1 Drainase permukaan
Drainase permukaan meliputi sheet flow,pembuatan saluran-saluran terbuka untuk
jalan dan tempat parkir; pembuatan alur/lekuk tanah dan bukit kecil yang merupakan
bagian rancangan lanskap tapak.

3.1.1 Sheet flow dan alat perlengkapannya


Sheet flow, dimaksudkan sebagai drainase yang terjadi karena adanya kemiringan
permukaan tanah, perkerasan atau taman. Aliran air semacam ini biasanya diarahkan
dan ditampung oleh saluran terbuka atau bak penampung; kemudian diteruskan ke
saluran air hujan lingkungan atau tempat pembuangan lainnya (sungai, danau, kolam
buatan dsb).

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 142


Richard Untermann , mengemukakan bahwa terdapat 3 bentuk dasar pengolahan
topografi (grading) sehubungan dengan pengaliran bentuk sheet flow ini yaitu; bidang
miring (sloping plane), lembah (valley) dan bentuk corong (funnel).

Bentuk bidang miring (sloping plane) merupakan bentuk yang paling sering
digunakan karena mempunyai varian kemungkinan yang tak terbatas, disamping itu
bidang miring yang dibuat dapat merupakan bidang convex atau concaf .

Bila hanya sistim sloping


plane ini saja yang
diterapkan dalam suatu
tapak, maka perlu disadari
bahwa air hujan dan perlu
dialirkan keluar melalui
saluran terbuka. Kalau
tidak, maka air hujan akan
mengalir ke tapak tetangga
dan menimbulkan masalah.

Gambar 4.4. Sloping Plane

Gambar 4.5. Valley


Richard Untermann, Grade Easy, Washington D.C; Landscape Architecture Foundation, 1973, pp.52-
53

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 143


Pada kasus dimana dikehendaki air hujan tetap mengumpul didalam tapak,
maka salah satu teknik yang digunakan adalah memakai bentuk lembah ( valley)
untuk mengontrol aliran air hujan. Dasar dari lembah ini dapat dibentuk dari hanya
sekedar lekukan tanah berumput (swales) berkemiringan 1% sampai pembuatan
saluran/selokan dengan atau tanpa perkerasan atau dengan sengaja dibuat suatu aliran
sungai kecil (creek) sebagai elemen lanskap.

Gambar 4.6. Funnel

Bentuk corong (funnel), sebenarnya merupakanpenggabungan dari dua bentuk


sebelumnya. Namun bentuk ini mempunyai satu karakteristik yang tidak dipunyai
oleh sloping plane ataupun valley, yaitu diperlukan adanya corong pengumpul (area
drain) serta jaringan pipa bawah tanah untuk mengalirkan air hujan keluar tapak.

Berkaitan dengan sheet flow, maka dikenal 3 bentuk alat pengumpul air hujan
( lihat gambar di halaman 146) :

a. Area drain, yang berfungsi seperti corong, menangkap air dari suatu daerah
berukuran tertentu dan sekedar mengarahkan air dari permukaan langsung
kedalam pipa. Kelemahannya, adalah dalam jangka waktu yang panjang sering
kali pipa tersumbat oleh kotoran atau tanah yang terbawa oleh aliran air hujan.
Kelemahan lainnya adalah bahwa elevasi dari area drain tidak fleksibel, harus
merupakan titik terendah dari semua bidang miring aliran.
b. Bak pengumpul; fungsinya serupa dengan area drain, menangkap air
permukaan suatu daerah tertentu. Tetapi, dikembangkan lebih lanjut dengan
fungsi tambahan, yaitu fungsi penangkap tanah dan kotoran. Karena adanya
fungsi ganda inilah, maka bak pengumpul ini menjadi sangat disukai dan
digunakan.

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 144


c. Pipa pengumpul, atau pengumpul berbentuk linier. Bentuk ini mempunyai
kelebihan, yaitu elevasinya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti berbagai
ketinggian tanah, jalan, atau tempat parkir.

Area drain

Bak pengumpul

Pipa pengumpul
Gambar 4.7. Alat pengumpul air hujan

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 145


Bak pengumpul air hujan berukuran besar ( gambar 4.7), sangat diperlukan pada
lanskap yang memakai perkerasan dalam ukuran yang luas ( mis. plaza). Sebab
permukaan perkerasan yang luas disamping memerlukan pengeringan yang cepat,
juga mempunyai koefisien aliran air yang tinggi sehingga seringkali bak kontrol biasa
atau saluran-saluran terbuka kurang mampu menampungnya.Pada contoh aplikasi
pada suatu perkerasan berukuran 100 ft x 200 ft, dengan menerapkan satu, dua dan
empat buah bak penampung untuk luas yang sama, terlihat korelasi bahwa makin
banyak bak penampung yang disediakan maka makin datar permukaan perkerasan
tersebut. (gambar 4.9). Sebab perbedaan elevasi untuk satu bak penampung mencapai
1,1 ft.; untuk dua bak 0,75 ft dan untuk 4 bak dibutuhkan hanya 0,55 ft.

Gambar 4.8. Bak penampung air hujan

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 146


Gambar 4.9. Korelasi jumlah bak penampung dengan kedataran permukaan
perkerasan

Alat perlengkapan penting selain alat pengumpul air hujan adalah bak perneriksa atau
bak kontrol.

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 147


Bak kontrol air hujan yang digunakan sebagai alat pemeriksaan serta pernbersihan
saluran drainase perlu ditempatkan pada :
a. perubahan saluran pipa
b. perubahan ukuran pipa saluran
c. perubahan kerniringan pipa saluran
d. pertemuan dua atau lebih pipa saluran
e. jarak /interval antar bak kontrol berkisar antara 100 sampai 150 m

Gambar disebelah, merupakan


contoh konstruksi dari bak
kontrol. yang umurn dipakai.
Pada kedua contoh tersebut
terlihat bahwa bak kontrol tetap
ditanam sekitar 30 cm dibawah
muka tanah, sebab bila tidak
ditanam, bak kontrol dalarn
jumlah yang banyak akan
mengganggu penataan lanskap.
Konsekwensinya, di permukaan
tanah diatas tiap bak kontrol
perlu dipasang suatu penanda.
Contoh yang atas, adalah bak
kontrol untuk percabangan pipa
atau perbedaan elevasi pipa,
tidak mernpunyai fungsi pe-
ngendapan tanah atau kotoran.
Contoh yang bawah adalah bak
control yang mempunyai fungsi
pengendapan kotoran.

Gambar 4.10. Contoh Bak Kontrol

3.1.2 Kemiringan elemen luar bangunan


Agar air hujan dapat mengalir, maka dibutuhkan kemiringan-kemiringan tertentu pada
elemen luar bangunan. Bila kemiringan terlalu curam, maka terjadi erosi, tetapi
sebaliknya bila kemiringannya kurang maka terjadi genangan bahkan banjir dalam

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 148


berbagai skala kapasitas. Daftar kemiringan elemen luar bangunan yang dapat
dijadikan dasar perencanaan adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Kemiringan elemen luar bangunan

Jenis elemen luar bangunan maksimum minimum


Jalan kendaraan 8% 0,5%
Tempat parkir 5% 0,5%
Daerah service 5% 0,5%
Jalan setapak utama menuju bangunan 4% 1,0%
Teras/hall masuk bangunan 2% 1,0%
Jalan setapak kolektor 8% 1,0%
Ramp 10% 1,0%
Teras yang digunakan untuk duduk-duduk 2% 1,0%
Lapangan rumput untuk rekreasi 3% 2,0%
Alur air hujan 10% 2,0%
Lereng dengan rumput yang dipotong slope 3:1
lereng dengan rumput yang tidak dipotong slope 2:1

3.1.3 ukuran pipa pembuangan air hujan

rancangan system air hujan pada lahan yang luas didasarkan pada jumlah curah hujan
yang harus disalurkan keluar tapak dalam waktu tertentu.

Aliran air hujan dipengaruhi oleh dua factor :

1. intensitas hujan (tingkat kederasan), jumlah hujan (misalnya perbulan), dan


lamanya hujan (berapa jam rata rata perhari) data data hujan ini dapat
diminta dari direktorat meteorology dan geofisika.
2. karakteristik daerah yang dilalui air hujan ; porositas tanah, kemiringan
lereng dan tanaman penutup tanah.

 aliran air hujan dipermukaan tanah dapat ditentukan dengan menghitung


volume air yang tersalur dari suatu daerah aliran air yang diukur dalam liter
atau m3 per detik2. untuk menghitung jumlah aliran air hujan digunakan rumus
:

2 3
1 cu.ft = 0.0283 m
2
1 acre = 4047 m

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 149


Q = C.I.A
Q = jumlah aliran air hujan pada suatu daerah (cu.ft/detik)
C = koofisien aliran air hujan (presentase aliran air yang mengalir)
I = intensitas curah hujan untuk suatu wilayah (cu.ft/hour)
A = luas daerah (acre)

 nilai koofisien C yang digunakan dalam rumus, untuk berbagai jenis


karakteristik permukaan adalah sebagai berikut :

Table 4.7. Koofisien C untuk berbagai jenis permukaan

Jenis permukaan minimum optimum Maksimum


Atap 0,90 0,95 1,00
perkerasan beton/aspal 0,90 0,95 1,00
jalan macadam 0,70 0,80 0,90
jalan tanpa perkerasan 0,30 0,60 0,75
keriki 0,30 0,70 0,70
tanah pertanian 0,30 0,60 0,82
halaman/derah berumput 0,10 0,35 0,60
hutan/daerah berpohon lebat 0,10 0,16 0,60

 besaran Q yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan besarnya pipa


pipa pembuangan air hujan ditapak dengan bantuan manning formula chart
yang dilampirkan berikut ini :

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 150


Gambar 4.11 Diagram Manning, untuk menghitung besarnya pipa pembuangan
air hujan di tapak

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 151


Contoh perhitungan dengan formula manning :

Catatan : karena diagram manning mengguunakan satuan dengan feet, inches dst
maka dalam contoh ini juga digunakan satuan yang serupa.

Dalam soal ini, anggapan yang digunakan adalah :


1. lahan tertutup rumput, dengan koofisien C optimum = 0,35
2. pipa yang digunakan mempunyai kemiringan ),1%
3. intensitas air hujan periode 10 tahunan untuk wilayah ini = 2,4 cu.ft/hour

 luas daerah A = 2 acres : dialirkan ketirik a


Q =C.I.A = 0,35 x 2,4 x 2 -4 Q = 1,68 cu.ft/det
dengan kemiringan 0,1 % dalarn diagram ditemukan pipa diameter 14" untuk jalur I
seksi a-b
 Luas daerah B = 2 acres, dialirkan ke titik b; Q = 1,68 cu.ft/det
Q pada titik b melayani luas A + B  Q = 1,68 + 1,68 = 3,36 cu.ft/det
dengan kemiringan 0,1 % dalam diagram.ditemukan pipa d iameter 18" untuk
jalur 2 ; seksi b-d.
 Luas daerah C = 2 acres; dialirkan ke titik d; Q pada titik d melayani luas A + B + C
= 5,04. cu.ft/det Tetapi juga menampung luas D dan E (harus dihitung dulu)
 Luas daerah E = 1 acre; dialirkan ke titik c;
Q=CLA = 0,35 x 2,4 x 1  Q = 0,84 cu.ft/det
dengan kemiringan 0, 1 %, ditemukan pipa diameter 12" untuk jalur 3 seksi c-d
 Luas daerah D = 2 acres  Q = 1,68 cu.ft/det dialirkan ke titik d. ; Q pada titik d
melayani luas D + E = 1,68 + 0,84 = 2,52 cu.ft/det
Q totat pada titik d = 5,04 + 2,52 = 7,56 cu.ft/det
dengan kemiringan 0, 1 %, ditemukan pipa. diameter 24", untuk jalur 4 seksi d-e
 Luas daerah F = 1 acre; dialirikan ke titik e; Q = 0,84 cu.ft/det Q pada. titik e 7,56 +
0,84 = 8,4; cu.ft/det diameter pipa. 26" , untuk jalur 5 yang
merupakan jalur terakhir seksi e-f

3.2 Drainase bawah tanah


Drainase bawah tanah, merupakan kebalikan dari pipa resapan air kotor. Bila pipa
resapan mengalirkan air dan mengeluarkan air untuk diresapkan kedalam tanah, pipa

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 152


drainase bawah tanah justru mengambil air hujan yang meresap/mengalir ditanah
untuk dialirkan ketempat lain.

Tujuan drainase bawah tanah adalah :

a. Mengumpulkan dan membuang air hujan yang jatuh di atap, jalan, ruang terbuka
kedalam pipa bawah tanah yang berfungsi sebagai drainase utama lingkungan.

b. Melindungi tanah di 'kaki' bangunan dengan pengadaan footing drain ,


menurunkan permukaan air tanah dan mengurangi tekanan hidrostatik pa0a
dinding-dinding dibawah.tanah (basement- kolam. renang dsb.)

c. Pembuangan aliran air permukaan yang dengan sengaja tidak dialirkan di


permukaan ( mis. lapangan golf, sepak bola, tenis dsb) dengan pipa resapan.

3.2.1 Drainase lingkungan

Untuk suatu lingkungan atau kompleks bangunan yang luas, bila tidak tersedia saluran
umum, maka saluran utama pembuangan lingkungan dibuang ke sungai terdekat atau
danau/kolam buatan di dalam atau diluar tapak

Gambar 4.12. Sistim pembuangan air bujan dari lingkungan


Keterangan :
a) saluran tepi jalan
b) saluran dari rumah-rumah
c) saluran dari perkerasan lingkungan
d) pembuangan ke sungai/danau buatan
e) pagar pengaman (terhadap anak-anak, pembuangan sampah).

3.2.2 Foolting Drain


Air hujan yang jatuh di tapak, meresap dan menyatu dengan air tanah. Aliran air tanah
dapat meng-erosi tanah ‘kaki’ bangunan, menjadi penyabab berkurangnya
kemampuan daya dukung tanah sehingga timbul resiko terjadinya perbedaan
penurunan bangunan (settlement). Disamping itu, tekanan hidrostatik air tanah pada
dinding basement dapat menjadi penyabab terjadinya kebocoran.

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 153


Sebagai pencegah hal tersebut diatas dan juga untuk menurunkan tinggi permukaan
air tanah disekeliling pondasi atau basement, dibuat pipa perforasi untuk mengalirkan
air tanah (flooting drain) ketempat lain.

Penampungan air tanah dengan pipa menimbulkan masalah lain, yaitu kecepatan
aliran dalam pipa lebih tinggi dibandingkan kecepatan air tanah normal, terlebih lagi
pada musim penghujan dimana air hujan yang meresap dalam tanah mengalami
peningkatan dan muka air tanah cenderung lebih tinggi. Akibatnya, di tempat ujung
keluar pipa pembuangan akan rentan terhadap erosi dan sedimentasi.
Masalah ini diatasi dengan pembuatan konstruksi khusus yang disebut head will, yang
mempunyai dinding dan landasan krikil untuk pencegah erosi.

Gambar 4.13. Pencegahan erosi pada pondasi (footing drain)


Keterangan :
a) posisi bangunan
b)talang turun dari atap
c) pipa pencegah erosi footing drain
d) pipa pembuangan
e) peresapan melalui saringan kerikil dan head wall.

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 154


Gambar 4.14. Axonometri dari footing drain.

Prinsip memindahkan aliran air tanah kepipa dengan maksud mengurangi tekanan air
serta menurunkan tinggi muka air seperti diatas, juga diterapkan pada konstruksi
dinding- dinding penahan tanah (retaining wall seperti contoh berikut :

Gambar 4.15. Drainase untuk dinding penahan tanah.

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 155


3.2.3 Drainase untuk bidang khusus.

Pada situasi khusus misalnya pembuatan lapangan sepak bola atau lapangan tennis,
lapangan golf (saluran air ingin tidak terlihat), metoda sheet flow tidak dapat
diterapkan. Solosinya adalah membuat pipa-pia resap dibawah tanah Drainase bawah
tanah dapat dicapai dengan membuat saluran horizontal di dalam lapisan tanah;
menggunakan pipa tanah yang berlubang-lubang setengan dibagian atas atau pipa
dengan sambungan terbuka. Agar tanah atau pasir tidak dapat masuk kedalam pipa,
maka bagian pipa yang terbuka /berlunag dilapisi ijuk,
kemudian kerikil yang berfungsi sebagai
penyaring. (lihat Contoh a). Kemudian
air dialirkan ketempat lain kedalam
kolam buatan, sungai dan sebagainya.
Namun bila kondisi tanah didaerah
pembuangan memungkinkan
(mempunyai daya resap cukup) sering
dibuat pipa resap dengan lubang
perforasi dibawah (lihat gambar b).

Aliran air kedalam saluran drainase bawah tanah, dipengaruhi oleh daya rembes
tanah, kedalam saluran dibawah permukaan, ukuran dan banyaknya lubang pada pipa,
jarak antar saluran serta diameter saluran.

Banyak drainase bawah tanah khusus seperti diatas, menurut bentuknya dapat
dikelompokan dalam beberapa tipe sebagai berikut :

a. Alamiah ; digunakan bila


kapasitas air hujan yang akan
dialirkan hanya sedikit, dan
ditempat-tempat tertentu saja

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 156


b. Duri ikan (herring bone);
digunakan untuk daerah lahan
berbentuk cekung dengan lereng
dikedua sisinya; atau pada bidang
datar dengan pengaturan
kemiringan pipa di dalam
tanahnya. Pada sistim ini tidak
diperbolehkan adanya sudut lebih
dari 450
c. Pararel ; dimana aliran air masuk
pada pipa-pipa cabang yang
pararel kemudian diteruskan pada
pipa induk yang berpotongan
pada sudut kurang dari 90O

3.3 Contoh aplikasi drainase tapak

Gambar 4.16. Drainase permukaan

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 157


Gambar 4.17. Drainase bawah tanah

Gambar 4.18. Drainase bawah tanah dengan kolam tampung

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 158


Gambar 4.19. Drainase kombinasi permukaan dan bawah tanah

Gambar 4.20. Perspektif drainase kombinasi

Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 159


Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 159
1. Umum

1.1 Masalah kebakaran di perkotaan

1. Makin sedikitnya ruang terbuka yang dapat berfungsi sebagai barrier /


penghalang menjalarnya kebakaran ataupun sebagai tempat operasi pemadaman
kebakaran
2. Makin sulitnya di jumpai sumber-sumber air untuk keperluan pemadaman
3. Jumlah dan sebaran hidran kota yang masih belum memadai
4. Kondisi dan peralatan aparat pemadam kebakaran yang belum lengkap, terutama
untuk menghadapi kebakaran bangunan tinggi /bertingkat banyak
5. Makin sulit mendekati lokasi kebakaran, oleh sebab kepadatan kompleksitas
bagunan, serta kemacetan lalu lintas
6. Perubahan yang cepat pada fungsi bangunan /ruang, yang tidak di imbangi dengan
penyesuaian sarana penanggulangan kebakaran; resiko terjadinya kebakaran
meningkat.
7. Banyak gedung yang tidak memiliki sarana pengaman kebakaran yang lengkap
(deteksi, alarm, sprinkler, hidran)
8. Banyak gedung yang kurang memperhatikan pentingnya sarana jalan keluar yang
aman. Bila ada, sebagian besar sering kurang terpelihara atau telah berubah
fungsi.
9. Aspek pemeliharaan dan pemeriksaan keandalan, misalnya terhadap instalasi
listrik, genset, tabung pemadam api dll, yang berusia lebih dan 5 tahun, masih
kurang diperhatikan
10. Latihan kebakaran sebagai kegiatan rutin masih jarang, bahkan sering tidak
dilakukan.

Kesimpulan :
Setiap gedung harus bersifat mandiri dalam mengupayakan pengamanan terhádap
bahaya kebakaran. Artinya, peranan, tanggung jawab dan perhatian para arsitek pada
penanggulangan kebakaran gedung menjadi penting.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 160


1.2 Peraturan dan perundangan yang berlaku
1. Kep. Menteri P.U no.02/KPTS/ 1985;
Mengenai Ketentuan-ketentuan Teknis Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran pada Bangunan Gedung.
2. Khusus untuk DKI, terdapat perda no.3/1975
Mengenal Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di Wilayah DKI
Jakarta. Saat ini Perda tersebut sedang direvisi meskipun tetap berlaku.
3. Ketentuan—ketentuan lain.
Sejak 1987, telah terbit standar-standar mengenal Proteksi Kebakaran untuk
Bangunan (11 buku). Disamping itu terdapat ketentuan/standar dan NFPA,
ASTM SFPE, JIS, DIN, BS dan AS, yang dapat dipakal sebagai acuan untuk
hal-hal yang belum diatur/ distandarkan dalam peraturan yang ada di
Indonesia, dengan syarat ketentuan-ketentuan tersebut dicantumkan dalam
dokumen ‘Persyaratan Pelaksanaan dan Uraian Pekerjaan’ sebagai bagian dan
dokumen kontrak pelaksanaan.

1.3 Teori api


 Api adalah reaksi kimia eksotermik yang disertai timbulnya panas/kalor,
cahaya (nyala), asap dan gas dan bahan yang terbakar. Proses ini dinamakan
reaksi pembakaran.
 Reaksi pembakaran di klasifikasi sebagai:
1. Reaksi pembakaran kimia, termasuk senyawa organik (senyawa yang
mengandung gugus karbon).
Senyawa karbon + 02 ↔ CO2 + H2O + panas + cahaya.

2. Reaksi sederhana /sempurna; misalnya antara gas methan (CH4)


dengan oksigen, menghasilkan air dan karbon dioksida. Reaksi ini
disebut sempurna karena satu molekul methan memerlukan 2 molekul
oksigen (tercukupi)
CH4 + 02 ↔ CO2 + 2H2O + panas + cahaya.

3. Reaksi pembakaran tidak sempurna karena oksigen tidak tercukupi;


Senyawa karbon + 02 ↔ CO2 +CO + C + H2O + panas + cahaya.

 Terjadinya api memerlukan tiga (3) unsur pembentuk api yaitu bahan bakar,
panas mula dan oksigen.
1. Bahan bakar, adalah materi / zat yang seluruhnya atau sebagian mengalami
perubahan kimia dan fisika bila terbakar. Dapat berbentuk padat, cair atau
gas.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 161


2. Panas mula, merupakan tingkatan energi bahan untuk terbakar pada suhu
bakamya, yakni suhu terendah saat bahan mulai terbakar. Disebut juga
sebagai temperatur penyulutan (ignition temperature).
3. Oksigen, adalah unsur kimia pembakar (± 20% di udara).
 Reaksi rantai pembakaran
Reaksi rantai menunjukkan suatu proses pembakaran yang berkesinambungan.
Api yang timbul pada satu bagian bahan bakar akan memanaskan dan
menaikkan suhu bakar pada bahan lainnya, sehingga menyebabkan seluruh
bahan terbakar, atau mengakibatkan benda - benda disekitarnya turut terbakar.

1.4 Metoda umum pemadaman api

1. Pendinginan
Panas ditiadakan dengan pendinginan. Diperlukan suatu cara peniadaan panas
yang lebih cepat dan pada panas yang ditimbulkan oleh api tersebut. Proses ini
mengabsorbsi kalor sehingga evolusi panas terganggu sehingga temperatur
penyulutan tak tercapai; menghentikan timbulnya uap dan gas yang mudah
terbakar. Bahan pendingin yang umum adalah air.

2. Pemindahan bahan bakar


Memindahkan bahan bakar dan api bukan saja sulit tetapi berbahaya, lebih
mudah mengatasinya dalam desain sistimnya.
a. Tangki bahan bakar yang mudah menyala di letakkan terisolir dan
dilindungi, bila sukar diisolasi, isi bahan bakar dapat dipompakan ke
tangki kosong lain yang jauh dan terisolasi.
b. Penyediaan katup-katup penghenti aliran gas pada pipa - pipa gas yang
mudah menyala.
c. Mencampur gas/uap bahan bakar dengan udara (pengenceran) sehingga
konsentrasinya berada dibawah titik konsentrasi bakar minimum.

3. Pembatasan oksigen
a. Pemindahan/pemisahan oksigen dilakukan dengan cara menghalangi
kontak dengan oksigen, misal dengan busa, pasir.
b. Pengenceran reaktan sedemikian rupa sehingga konsentrasinya berada
dibawah titik nyala, misalnya dengan penyemprotan gas karbon dioksida
pada api.
4. Penghentian reaksi rantai
Dilakukan dengan cara mengganggu radikal bebas pada reaksi rantai dengan
menggunakan pemadam api jenis kimia kering (natrium bikarbonat, kalium
bikarbonat, amonium sulfat) atau dengan gas halon. Gas halon bila terkena api

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 162


menghasilkan radikal bebas gas halon (chlor, brom atau fluor), yang mengikat
atom - atom bebas sehingga reaksi rantai terganggu.

1.5 Pola penyebaran api.


 Peningkatan kebakaran dalam ruang mulai dan api kecil sampai keadaan
menyala serentak (pada suhu ± 500 - 600°C) disebut sebagai tahapan
flashover.
 Kebakaran menjalar dengan cara konduksi, konveksi dan radiasi.
(lihat gambar di halaman 165,166 dan 167)

Gambar 5.1 Api menjalar dengan cara, konduksi, konveksi dan radiasi

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 163


Asap & gas panas berkumpul
disekitar langit-langit

Api makin mémbesar, gas dan


benda Iainnya mendekati suhu
bakar.

Gas dan benda-benda yang


dapat terbakar mencapal suhu
bakar ; terbakar serentak
sebagai flashover.

Gambar 5.2 . Tahapan terjadinya kebakaran

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 164


penyebaran api secara
konduksi melalui dinding

penyebaran api secara


konveksi melalui ruang
terbuka

ppenyebaran api secara radiasi


kke bangunan yang berdekatan.

Gambar 5.3. Penyebaran api dengan cara, konduksi, konveksi dan radiasi

1.6 Bahaya akibat produk kebakaran


1. Temperatur /suhu
Manusia tidak dapat bertahan terhadap panas tinggi meskipun hanya beberapa
menit. Sebagai contoh; udara pada jarak 3 m dan nyala api dapat mencapai suhu
150°C atau 300°F; suhu yang tidak dapat di tahan manusia lebih dan 5 menit.
2. Asap kebakaran

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 165


 Asap adalah produk pembakaran yang tidak sempurna dan suatu bahan; terdiri
atas partikel - partikel gas dan uap serta unsur - unsur terurai yang dilepas oleh
suatu bahan yang terbakar.
 Semua bahan yang bersifat combustible, bila terbakar melepas karbon mono
oksida (CO) dan karbon dioksida (C02) dalam jumlah besar. Selain itu, juga
terlepas gas - gas beracun yang tergantung dan jenis bahan yang terbakar.
 Karbon mono oksida bersifat racun, menjadi penyebab utama kematian pada
peristiwa kebakaran. Bila CO terhirup pemafasan, dalam tubuh akan mengikat
hemoglobin dan membentuk carboxyhemoglobin, akibatnya oksigen dalam
darah berkurang. Kadar carboxyhemoglobin sebesar 65% menyebabkan
kematian karena terhentinya pusat syaraf di otak yang mengatur fungsi jantung
dan pemafasan. Jika manusia berada di lingkungan udara yang mengandung
CO dengan konsentrasi 1 %, maka dalam waktu 5 menit akan pingsan, dan
dalam waktu singkat berlanjut ke kematian.
 Gas beracun produk pembakaran

Tabel 5.1 Gas beracun produk pembakaran


Bahan Gas/ uap racun yang timbul
Semua bahan combustible yang mengandung Karbon dioksida (C02) dan karbon mono
karbon oksida (CO)
Seluloid, polyurethane Nitrogen oksida (NO)
Wool, sutera, kulit, plastik yang mengandung Hydrogen Cyanida
nitrogen, plastik selulosa, rayon
Kayu, kertas Acrolein (CO3H4O)
Karet, thiokol Sulphur dioksida (SO2)
Polyvinyl chlorida, plastik retardant, plastik Asam-asam Halogen (HCl, HBr, HF)
yang mengandung fluor

Melamine, nilon, resin, urea formaldehyde Amonia (NH3)


Polystyrene Benzena (C6H6)
Phenol formaldehyde, kayu, polyester resin Aldehida
Busa polyurethane Isocyanat

 Perlu diingat bahwa bahan-bahan interior bangunan modern, umumnya terbuat


dan bahan sintetik, maka dapat dipastikan, akan cukup banyak asap/gas
beracun dalam bangunan bila terjadi kebakaran . Disamping itu, banyaknya
asap akan mengganggu penglihatan dan menimbulkan kepanikan.

2. Penataan Iingkungan untuk proteksi kebakaran


Dalam menata lingkungan agar aman terhadap bahaya kebakaran, perlu diperhatikan
hal-hal berikut:

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 166


1. Setiap bangunan harus memiliki atau menyediakan jalan-jalan lingkungan dengan
lebar & luas yang cukup untuk operasional kendaraan pemadam kebakaran.
Halaman dan ruang parkir harus cukup untuk kendaraan pemadam (panjang 10 -
15m) atau kendaraan mobil tangga (panjang 7 - 13 m) untuk berputar dan
bergerak.
2. Kendaraan pemadam kebakaran harus dengan mudah berbelok; untuk itu perlu
diperhatikan hubungan antara lebar jalan dengan radius belokan jalan.

Dinding penahan
tanah

Ruang belok

Dinding penahan

Pagar

Pagar

Gambar 5.4. Penataan Iingkungan untuk proteksi kebakaran

Tabel 5.2 Harga “d” ( dalam m)


Lebar jalan (W) 
Panjang kendaraan (L) St  3,0 m 3,6 m 4,2 m 4,5 m
10,5 m 10,8 9,3 7,5 5,7
12,0 m 11,4 10,6 8,4 7,5
13,5 m 14,1 11,1 10,2 9

3. Model jalan lingkungan yang memudahkan operasional kendaraan pemadam


kebakaran

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 167


Buruk

Culdesac T

Baik

Gambar 5.5 Model jalan lingkungan

4. Penyediaan ruang yang cukup lebar untuk operasional mobil tangga kebakaran,
sebanding dengan tinggi bangunannya. Contoh, untuk tinggi bangunan 20 m,
diperlukan pelataran selebar 8 m agar tangga dengan sudut 700 dapat beroperasi.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 168


Gambar 5.6 Penyediaan ruang jalan untuk mobil pemadam

5. Membuat jarak antar bangunan yang aman agar kebakaran tidak mudah menjalar
kebangunan disebelahnya, akibat konveksi atau radiasi.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 169


Gambar 5.7 Jarak antar bangunan yang aman

6. Hidran sebagai fasilitas lingkungan dipasang dengan jarak satu dengan Iainnya
tidak lebih dan 100 m dan letak hidran dan tepi jalan tidak Iebih dari 3 m.

3. Beberapa ketentuan proteksi kebakaran pada bangunan.


1. Tersedia ‘jalan keluar’ (exit) khusus kebakaran yang terlindung dan aman dengan
struktur tahan api.
2. Jumlah exit harus sesuai dengan jumlah penghuni ruang sebagai berikut

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 170


Tabel 5.3 Jumlah “exit” minimum sesuai penghuni
Jumlah orang dalam ruang Jumlah exit minimum
50 orang 2
50 org atau lebih 2
500 org atau Iebih 3
1.000 orang atau lebih 4
setiap Iantai bangunan 2
setiap lantai basement 2

3. Lokasi exit bangunan ditempatkan pada arah yang berlawanan

Gambar 5.8 Lokasi exit bangunan

4. Jalur-jalur jalan /koridor yang menuju ke exit harus dapat bebas dari api dan asap
dan tidak diperkenankan adanya koridor buntu. Apabila terpaksa terbentuk koridor
buntu, maka panjangnya tidak boleh lebih dari 15 m dari mulut exit.

Gambar 5.9 Jalur-jalur jalan /koridor yang menuju ke exit harus dapat bebas
dari api

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 171


5. Lebar minimum jalur horisontal atau tangga kebakaran diperhitungkan sebagai
berikut:
W = A / d.c
W = nilai unit lebar exit, minimum 80 cm.
A = luas lantai
d = kapasitas hunian, m2/orang
c = kapasitas jumlah orang yang dapat lewat per menit, untuk tiap unit lebar exit.

Tabel 5.4 Nilai kapasitas hunian dan kapasitas jumlah orang yang dapat lewat
per menit

Jenis Kapasitas hunian Kapasitas ( c)


2
Bangunan (m / org) Exit horisontal Exit tangga
Rumah tinggal 20 60 45
Pendidikan 2-5 100 60
Kelembagaan 12 – 24 30 22
Perkantoran 10 100 60
Perdagangan 10 100 60
Tempat usaha 3-6 100 60
Bang. Industri 10 100 60
Gudang 30 60 45
Gedung pertemuan
Kursi tetap
Kursi tdk tetap 1,5 100 75
Tanpa kursi 0,7 100 75
0,3 100 75
Tempat berbahaya 10 60 45

6. Pintu - pintu kebakaran harus dapat menutup rapat (tak bercelah) dan dilengkapi
dengan pengunci; agar dapat menghalangi penyebaran api dan asap. Pintu ini
biasanya selalu dalam keadaan tertutup, dan dibuka secara manual dengan ‘batang
panik’.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 172


Gambar 5.9 Pintu kebakaran

7. Jalur-jalur harus tetap bebas, tidak diperkenankan benda yang dapat menghalang.
Jarak tempuh maksimum mencapai exit, telah distandardisasi dalam SNI (Standar
Nasional Indonesia) lihat tabel lampiran di halaman berikut.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 173


Tabel 5.5 Jarak tempuh makslmum dan lebar bukaan untuk desain proteksi
kebakaran berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI)
Kapasitas/jumlah pemakai per unit lebar Panjang
Jarak pencapaian Lebar minimum
bukaan (x) maksimum
maksimum (m)
(m)
Jenis penggunaan
Bukaan pintu
Ruang Ruang Koridor,
tanpa dengan Halaman Pintu
Tangga ramp, Koridor
spiingkler sprinkler luar keluar Tangga Koridor
kebakaran jalan Buntu (m)
bangunan Koridor
terusan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bahaya tinggi 20 35 50 40 30 50 1 1 13
Industri & gudang 30 45 100 80 60 100 1,2 1,2 15
Komersial dan
45 60 100 80 60 100 1 1 15
perkantoran
Pertemuan /
pertunjukan 45 60 100 80 60 100 1,2 1,2 13
umum
Pendidikan/sekolah 45 60 100 80 60 100 1 1,5 13
Kesehatan /r. sakit .30 45 30 30 15 30 1 2 13
Hotel / Motel
30 45 50 40 30 50 1 1 15
/Hostel
Flat / rumah susun 30 50 50 40 30 50 1 1 13
R. tinggal /
TD TD TD TD TD TD 1 1 TD
Gandeng
Catatan: • Yang dimaksud dengan jarak pencapaian maksimum pada kolom (2) dan (3) adalah pencapaian dalam bangunan dengan
pencapaian sedikitnya 2 (dua) jalan keluar menuju bukaan penyelamatan. Apabila dalam bangunan hanya terdapat 1
(satu) jalan keluar, maka jarak pencapaian maksimum 13 m untuk ruangan tanpa Sprinkler dan 19 m ruangan dengan
Sprinkler.
• Koridor ruang kelas /sekolah minimum = 1,00 meter
• Koridor ruang pasien / rumah sakit minimum 1,00 meter
• Koridor ruang pertunjukkan umurn minimum = 1,20 meter
• TD = tidak ditentukan

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 174


8. Untuk ruang-ruang yang harus bebas asap seperti tabung tangga, maka perlu
disediakan peralatan mekanis pada sistim penekanan udara dan pengeluaran asap.

Gambar 5.10. Peralatan mekanis pada sistim penekanan udara dan


pengeluaran asap.

9. Peraturan kebakaran di Indonesia melarang penggunaan elevator/lift dan eskalator


sebágai sarana penyelamatan diri pada saat terjadi kebakaran. Elevator, pada saat
kebakaran hanya boleh digunakan oleh petugas pemadam kebakaran.
10. Menurut SNI, bangunan dengan ketinggian lebih dari 8 Iantai, perlu memiliki
landasan helikopter, terutama untuk bangunan perkantoran, rumah sakit, hotel,
perdagangan dan pertokoan.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 171


4. Sistem Dan Alat Proteksi Kebakaran

4.1 Sistim isarat pencegahan dini


Sistem ini dimaksudkan sebagai pendeteksi awal kebakaran dengan memberikan
alarm bila disekitar alat deteksi ditemukan kelebihan temperatur/panas, ion ,asap atau
nyala api.

1. Detektor manual

Gambar 5.10. Detektor manual

Sesungguhnya alat ini pasif dan sukar disebut sebagai detektor, karena yang
bertindak sebagai detektor adalah manusia. Alat ini merupakan kotak tertutup,
berisi saklar tarik atau tuas handel untuk membunyikan alarm, karena itu disebut
juga sebagai pull station. Manusia bila melihat kemungkinan terjadinya kebakaran
di satu ruang, diharapkan memecah atau menarik tutup alat ini dan menarik tuas di
dalammya

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 172


2. Detektor panas
Bentuk detektor yang paling
tua, sederhana, harga tidak
mahal dan karena itu paling
banyak digunakan. Oleh
sebab yang dideteksi hanya
panas, maka detektor ini
paling sedikit mengirim si
nyal palsu. Namun, karena
kesederhanaannya, detektor
Gambar 5.11. Detektor panas
ini juga paling lambat res
ponnya. Sebelum mengirim alarm ia. memerlukan waktu pemanasan. yang cukup
sehingga pada saat alarm diberikan, seringkali api sudah dalam kondisi sukar
dikontrol lagi.

3. Detektor ion
Api membesar secara bertahap, pada awalnya, bila suatu benda terbakar ia
mengeluarkan ion-ion, kemudian terlihat asap dan baru terlihat nyala api. Karena
yang di deteksi adalah ion (asap dan api belum terlihat) maka alat ini sangat
sensitif, lebih peka dibanding detektor asap maupun api. Kepekaan ini menuntut
pemeliharaan yang rutin, sebab bila terkontaminasi alat ini dapat mengirim sinyal
palsu.

Gambar 5.12.
Detektor ion

4. Detektor asap
Asap merupakan tahap kedua dan pembakaran, sebelum nyala api terlihat. Asap
yang dapat dilihat ini dideteksi dengan detektor fotoelektrik. Detektor asap ini
ideal untuk ditempatkan di ruang-ruang yang menggunakan bahan, alat,
penyimpanan barang yang di curigai akan menimbulkan banyak asap bila
terbakar. Namun, sering mengirimkan sinyal palsu bila digunakan di dapur.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 173


5. Detektor nyala api
(flame detector),
Merupakan detektor khusus.
Pada kasus kebakaran bahan-
bahan tertentu seperti bensin
atau bahan bakar lainnya,
nyala api terlihat dahulu
sebelum asap, bahkan
seringkali asap yang terjadi
sangat sedikit. Pada kasus semacam inilah digunakan detektor nyala api. Detektor
yang bekerja dengan prinsip merespon radiasi infrared dan /atau ultraviolet yang
merupakan karakteristik dan nyala api.

4.2 Air untuk melawan kebakaran.


Air sejak dahulu telah digunakan untuk melawan api, dan masih digunakan sampai
sekarang sebagai bahan utama untuk memadamkan kebakaran.

1. Sistim instalasi air untuk kebakaran dalam gedung


Instalasi air kebakaran, merupakan sistem yang terpisah dan sistem air bersih.
Segala sesuatu, mulai dan sumber air, tangki penampung atas dan bawah, pompa
sirkulasi (termasuk sumber daya listrik), instalasi pipa dan lain sebagainya
sebaiknya dibuat dan merupakan sistim yang berdiri sendiri. Tetapi agar

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 174


ekonomis, bila sumber air yang ada sudah terjamin debitnya, maka dapat dibuat
tangki gabungan antara air bersih dan air untuk kebakaran dengan syarat air untuk
kebakaran tidak boleh digunakan untuk pemakaian kebutuhan sehari-hari.
Di Indonesia, sistim yang biasa dijumpai (terutama di bangunan bertingkat
banyak) adalah sistim ‘down feed’, menggunakan tàngki penampung atas/atap
yang mendistribusikan air kebawah dengan gaya gravitasi ke fire house’;
‘Sprinkler dan konektor ‘siamese’ . Tiap tiap jenis peralatan membutuhkan
tekanan air yang berbeda-beda, karena itu letak tinggi tangki terhadap peralatan,
ukuran pipa menjadi penting. (cara menghitungnya serupa dengan sistim air
bersih).
Pada kasus letak tinggi tangki tidak memenuhi syarat tekanan air, perlu disediakan
pompa sirkulasi khusus yang bekerja otomatis pada saat pompa tersebut menerima
sinyal alarm kebakaran. Sedangkan pada bangunan yang sangat tinggi, untuk
mencegah timbulnya tekanan dalam pipa melampaui batas maksimum kekuatan
pipa, terutama pada lantai - lantai bagian bawah, maka perlu di pertimbangkan
sistim multizone, yaitu pengadaan tangki air pada beberapa lantai dengan nilai
selang tertentu (meskipun sistim ini kurang ekonomis).

Pada halaman 183, dapat dilihat suatu sistim proteksi kebakaran yang
menggunakan tangki atas campuran dengan penyekat (perhatikan elevasi
pemisahan outlet air. untuk kebakaran dan pemakaian sehari - hari). Pompa
sentrifugal yang digunakan dua buah, dengan tujuan satu untuk back up pada saat
terjadi kebakaran. Sistim ini menunjukkan penggunaan fire hose dengan syarat -
syarat yang diperlukan.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 175


Gambar 5.13. Sistim proteksi kebakaran yang menggunakan tangki atas
campuran dengan penyekat

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 176


2. Fire Hose
• Fire hose, mempunyai panjang
pipa antara15-33m (lebih
menguntungkan bila diambil
jangkauan yang terbesar).
Dengan demikian jarak linier
maksimun antar unit fire hose
adalah sekitar 30 m.
• Daya pacar air fire hose adalah
sejauh 3 m dengan nozzle 1 1/8”
dan tekanan air minimum 0,8
kg/cm2 (12 psi); optimum 1,7
kg/cm2 (25 psi) dan tekanan
maksimumnya 5,5 kg/cm2 (80
psi)

• Diameter ‘hose’ adalah 2 ½ “, dihubungkan langsung dengan pipa induk dan


tangki atap yang berdiameter minimum 6”.
• Jarak tinggi minimum antara pipa keluar tangki atap dengan fire hose pertama
dibawahnya adalah antara 7,5 - 17 m (agar dicapai tekanan air minimum).
• Tiap unit Fire hose memancarkan air sejumlah 760 liter per menit. Untuk 2 unit
fire hose yang memancar selama 25 menit, dibutuhkan kapasitas tangki atap
38.000 liter.(±5000 gal.). Kapasitas tangki inilah yang dijadikan standar
minimum tangki atap untuk kebakaran, atau dihitung 25% dan jumlah unit fire
hose dan digunakan selama 25 menit.
• Kelemahan utama dan sistim fire hose, adalah tidak praktis menyediakan air di
tangki atap untuk seluruh unit fire hose (menjadi sangat besar dan berat).
Pemecahannya adalah dengan menyediakan tangki bawah yang besar yang
dilengkapi dengan pompa khusus.
• Apabila sistem ini dapat digunakan juga oleh pemadam kebakaran kota, maka di
lantai dasar dibuat cabang distribusi ke konektor siamnese. Namun perlu diingat
bahwa mesin/mobil pemadam kebakaran mempunyai kemampuan
memindahkan air 3.800 l/menit.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 177


Gambar 5. 14 Standar desain untuk hose rack

Gambar 5.15 Contoh konektor “siamnese”

3. Sprinkler
Sistim Sprinkler terdiri dan pipa horisontal dengan pola grid, dibawah balok

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 178


struktur dan pada pipa tersebut; dengan jarak tertentu dipasangkan Sprinkler head.

Gambar 5.15 Sistim Sprinkler

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 179


Section through ceiling and roof
at branch line and sprinkler head

Gambar 5.16 Contoh denah dan potongan


Sistim Sprinkler bangunan industri yang dihubungkan keluar dengan konektor
siamnese tipe dinding, agar petugas pemadam dapat mensuplai air dari luar
melalui konektor siamnese tersebut.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 180


 Ada dua sistim Sprinkler;
a. sistim pipa basah;
disebut demikian karena pipa-pipanya selalu terisi air. Sistim inilah yang paling
banyak digunakan.
b. sistim pipa kering;
karena pipa-pipanya kosong baru berisi air bila terjadi kebakaran. Pada sistim ini
perlu dipasangkan katup air otomatis
yang dihubungkan dengan detektor
yang sensitif; katup membuka bila
mendapat sinyal dan detektor.
Pada gambar disamping, terlihat
waterflow detector, yang dicangkokkan
pada pipa Sprinkler sehingga katup
terletak didalam pipa. Kotak diatasnya
adalah detektornya.
Pada sistim pipa kering, meskipun
secara teoritis dapat menghemat air,
mempunyai kelemahan, yaitu a)
responnya Iebih lambat dibanding
sistim pipa basah, sebab diperlukan
waktu untuk mengisi air dalam pipa
yang menuju ke Sprinkler head b) head
detector pada Sprinkler head kurang
berfungsi.
 Sprinkler head atau nozzle, digolongkan dalam 3 tipe yaitu,
a. nozzle dinding, menempel di dinding luar bangunan, di letakkan diatas bukaan
(jendela). Tujuannya adalah membentuk tirai air sebagai penghalang radiasi
dan bangunan tetangga yang sedang terbakar (lihat bahasan ‘jarak aman
bangunan’, hal. 167)

Gambar 5.17
Nozzle dinding

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 181


b. sprinkler tipe upright.

Gambar 5.17 Sprinkler tipe upright.

c. sprinkler tipe pendant.

Gambar 5.18 Sprinkler tipe pendant.

Untuk dua yang terakhir, tidak ada perbedaan yang berarti; tipe upright hanya dapat
digunakan untuk ruang tanpa langit-langit sedangkan tipe pendant dapat digunakan
untuk ruang yang memakai langit-langit. Keduanya mempunyai tabung kaca
quartzoid yang mudah pecah; berisi cairan kimia yang sensitif / memuai bila kena
panas pada suhu sekitar 58°C (136° F). Pada suhu tersebut tabung pecah dan nozzle
mulai memancarkan air.
• Daya lindung tiap nozzle bervariasi tergantung dan kiasifikasi tingkat bahaya
bangunannya, berkisar mulai dan 20 m2 untuk bangunan klasifikasi bahaya
ringan (light hazard) seperti rumah sakit atau rumah tinggal. Sekitar 9 atau 10
m2 untuk bangunan berklasifikasi sangat berbahaya (extra hazard) seperti

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 182


pabrik kimia, pekerjaan kayu atau hanggar pesawat terbang. Namun pada
desain letak nozzle, untuk memudahkan, sering dipakai bentuk segi empat
panjang atau bujur sangkar (nozzle menjadi titik berat segi empat tersebut)
dengan satu sisinya berukuran antara 2,4 - 3,6 m, dan sisi lainnya antara 3,0 -
4,2 m. Dengan perkataan lain unit segi empat yang terbesar adalah 3,6 x 4,2 m
dan yang terkecil 2,4 x 3 m.
• Pipa suplai utama sprinkler berukuran 6” dengan ujung keluaran pada pusat
ruang (lihat contoh gambar denah), pipa sekunder berukuran 5”, berangsur-
angsur mengecil pada titik terjauh sampai ke ukuran minimum 2 ½ “.
Sedangkan pipa percabangan dimulai dengan ukuran 2” pada pangkal dan
berangsur mengecil ke hingga pada ukuran 1”.

4.3 Pengendalian asap kebakaran.


Telah dibicarakan sebelunmya bahwa asap sebagai produk kebakaran berbahaya
karena mengandung gas yang berbahaya. Pengendalian asap yang paling mula adalah
dalam bentuk desain; pemilihan bahan bangunan dan bahan interior. Di usahakan
menggunakan bahan yang sedikit mengeluarkan asap atáu gas berbahaya. Sebagai
contoh, karpet sintetis yang biasa digunakan untuk pelapis lantai perkantoran, bila
terbakar akan mengeluarkan gas HCN (Hidrogen sianida) yang mematikan,
melumpuhkan syaraf sentral manusia.
Berdasarkan penelitian, sebelum nyala api terlihat, asap terjadi terlebih dahulu dan
menjalar dengan kecepatan 25 cm perdetik dan pada saat nyala api terlihat kecepatan
jalar asap mencapai 2 kali lipatnya (50 cm/detik). Disamping racun dan terhalangnya
penglihatan, asap juga memberi dampak psikologis yaitu membuat panik para
penghuni. Kepanikan ini sering menimbulkan kematian, karena saling dorong dan
terinjak, melompat dan lantai yang cukup tinggi dan sebagainya. OIeh sebab itu
latihan kebakaran menjadi penting, juga pengendalian asap agar terisolasi pada
ruang/lantai yang terbakar saja dan dikeluarkan melalui shaft asap.
Ada dua prinsip untuk mendorong/mengarahkan asap yaitu:
a. bahwa asap akan terdorong secara alami oleh pergerakan udara yang
berkecepatan tinggi dan asap mempunyai kecenderungan bergerak naik. Bila
pendorong asap berkecepatan rendah, asap justru akan berbalik arah.
b. asap bergerak dan udara yang bertekanan tinggi ke udara bertekanan rendah.

Berdasarkan prinsip diatas, maka bila suatu ruang atau lantai mengalami
kebakaran, maka pada ruang / lantai sekelilingnya dimasukkan udara berkecepatan
tinggi dengan bantuan kipas angin sentrifugal melalui ducting AC atau ventilasi
yang ada. Sedangkan ducting yang menuju ruang yang terbakar disekat, dengan
cara menutup damper nya. Dengan demikian maka terjadilah ruang yang
bertekanan tinggi diruang sekeliling (+) dan ruang yang terbakar bertekanan
rendah (-).

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 183


Gambar 5.18 Pengendalian asap kebakaran.

Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 184


Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 184
Dalam perencanaan bangunan bertingkat banyak , salah satu hal yang harus segera
diputuskan diawal desain oleh arsitek adalah, transportasi vertikal apakah yang akan
digunakan pada bangunan tersebut? Bila digunakan, yang bagaimana dan berapa
banyak yang dibutuhkan? Bagaimana sistem dan besaran ukuran teknisnya? Dimana
lokasinya dalam gedung?

Pilihan perlengkapan transportasi vertikal ini merupakan suatu keputusan yang cukup
sulit bagi arsitek, paling tidak disebabkan ;
1. Penggunaannya yang telah meluas dimasyarakat modern sekarang ini, sudah bukan
sekedar kebutuhan saja, tetapi cenderung pada kenyamanan (khususnya elevator
penumpang) bahkan ‘prestige’ bangunan.
2. Kemajuan teknologi dan industri dibidang transportasi vertikal ini menimbulkan
banyaknya tipe produksi dan merek dagang yang masing-masing mempunyai harga,
spesifikasi teknis, keunggulan dan kekuranggannya masing-masing.
3. Tingginya harga peralatan transportasi vertikal ini, baik pada biaya awal maupun
biaya operasi dan pemeliharaannya menimbulkan tuntutan dari pihak pemberi tugas
agar arsitek memberi keputusan pilihan dengan kriteria ekonomis sebagai salah satu
kriteria utama1.

Disatu sisi, alat transportasi vertikal mekanis, melibatkan banyak disiplin ilmu ; ilmu
mekanika, listrik, digital, mesin dan lain sebagainya, yang pada hakekatnya arsitek
tidak mampu menguasai seluruhnya secara mendetail. Disisi lain, dari sudut pandang
arsitektural, lokasi, jumlah dan ukuran dari suatu alat transportasi vertikal menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari suatu desain bangunan, bahkan juga pada tahap
proposal desain.

Oleh karena itu dalam pembahasan berikut, meskipun banyak digunakan ungkapan dan
perhitungan teknis, tetapi lebih ditujukan pada pengetahuan untuk kepentingan desain
arsitektur. Demikian pula pada prakteknya, meski penetapan suatu alat transportasi
vertikal dilakukan dan dicerminkan dalam desain, perhitungan-perhitungan, spesifikasi
teknis dan detail drawing sebaiknya dikonfirmasi dan dibuat oleh ahlinya, jelas yang
pada umumnya diberikan oleh para produsennya.

1. ELEVATOR
Mekanisasi bangunan, terutama bangunan tinggi menjadi hal yang menonjol dengan
timbulnya kebutuhan akan gedung-gedung tinggi diseluruh dunia.
Bangunan-bangunan tinggi dalam Arsitektur tidaklah menjadi hasil karya para Arsitek
dan Insinyur struktur saja, tetapi menjadi paduan karya berbagai keahlian antara lain

1
Pada berbagai penelitian, biaya awal (initial cost) untuk bangunan kantor bertingkat 20 s/d 60
lantai membutuhkan biaya sebesar kurang lebih 10% s/d 12% dari biaya total bangunan
.(McGuines & Stein; 1971, p.911)

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 185


juga Insinyur Mesin, Elektro dan Fisika Teknik, paduan antara karya Seni dan
Teknologi.

Dalam perencanan bangunan-bangunan tinggi terjadi pemikiran timbal balik antara


pertimbangan-pertimbangan fungsi, struktur, estetika dan persyaratan-persyaratan
mekanikal maupun elektrikal.

Salah satu masalah yang menjadi pemikiran pertama pada perencanaan bangunan
bertingkat banyak ialah masalah transportasi vertikal umumnya dan transportasi
manusia khususnya.

Alat untuk transportasi vertikal dalam bangunan bertingkat adalah lift atau elevator.
Alat transportasi vertikal dalam bangunan bertingkat tersebut akan memakan volume
gedung yang akan menentukan efisiensi gedung.

Pemilihan kapasitas-kapasitas lift akan menentukan jumlah lift yang mempengaruhi


pula kualitas pelayanan gedung, terutama proyek-proyek komersil.

Instalasi lift yang ideal ialah yang menghasilkan waktu menunggu disetiap lantai yang
minimal, percepatan yang confortabel, angkutan vertikal yang cepat, pemuatan dan
penurunan yang cepat disetiap lantai.
Kriteria kualitas pelayanan elevator adalah :
1. Waktu menunggu (Interval, Waiting time)
2. Daya angkut (Handling capacity)
3. Waktu perjalanan bolak-balik lift (Round trip time)

1.1. KINERJA ELEVATOR


Elevator, terutama elevator penumpang , (passenger elevator) telah digunakan secara
meluas pada bangunan umum atau komersial, pertokoan, perkantoran, lembaga
pendidikan dan rumah sakit,

Kinerja suatu elevator penumpang yang dianggap baik dan nyaman, adalah :
1. Mudah dicapai dan mudah dioperasikan.
2. Yang mempunyai waktu tunggal (waiting time, interval) minimum ditiap lantai.
3. Mempunyai kapasitas cukup dan dapat dengan cepat memindahkan penumpang
dari suatu lantai kelantai lain.
4. Serba otomatis, dan mempunyai interior yang menarik.
5. Bergerak lembut, tidak terguncang pada saat mulai bergerak atau akan berhenti dan
juga tidak berisik.
6. Aman dan mudah pada saat keluar masuk kabin.

Dari dua jenis elevator, elevator kabel (juga disebut sebagai elevator listrik atau traksi)
dan elevator hidraulik, elevator hidraulik lebih nyaman, karena halus gerakkannya,
tidak berisik, sedikit getaran dan lebih aman (tidak digantung dikabel). Tetapi elevator
hidraulik mempunyai kelemahan, yaitu :

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 186


1. Daya tempuhnya tidak lebih dari 7,5 ft. (25 m).
2. Kecepatan gerak elevator sangat lambat, tidak dapat lebih dari 200 fpm
(100cm/detik).
3. Karena tidak mempunyai counterweight, maka mesin dari energi yang dibutuhkan
untuk mengangkat kabin lebih besar (daya angkat yang dibutuhkan kurang lebih 2 x
elevator listrik) dan ruang mesin harus diletakkan di basement.

Akibat kelemahannya tersebut, meskipun kinerja elevator hidraulik lebih baik, sangat
terbatas penggunaannya dan pada umumnya hanya digunakan untuk penggunaan
khusus seperti rumah sakit. Dengan demikian maka bahasan selanjutnya lebih
ditekankan pada elevator listrik yang paling sering digunakan secara umum dalam
desain arsitektur.

1.2. PERALATAN ELEVATOR


Pada prinsipnya, peralatan elevator terdiri dari kabin elevator, rel, kabel penggantung,
counterweight, mesin penggerak beserta ruang mesin, shaft, sumur elevator (pit) dan
alat-alat pengendali yang secara umum dapat dilihat pada gambar 6.1 dibawah.

1.3. KABIN (CAR) DAN REL


Merupakan bagian yang paling dilihat oleh para pemakai, karenanya harus aman,
nyaman dan didesain sedemikian agar indah dan sesuai dengan ‘prestige’ bangunan,
tahan lama dan mudah dalam perawatannya . Bagian ini merupakan bagian yang paling
bebas didesain oleh arsitek.

Keamanan kabin, dicerminkan dengan adanya perlengkapan pintu otomatis, alarm


kebakaran dan kelebihan beban, interchome, bahan-bahan yang tahan api, dan lubang
escape.

Kenyamanan, dinyatakan dengan adanya pengkondisian udara, ventilasi, peralatan


pengendali otomatis, gerakan kabin yang halus, tidak terguncang pada saat akan
bergerak maupun berhenti, tidak berisik, indicator tingkat lantai, pencahayaan yang
lembut bahkan kadang-kadang dilengkapi dengan musik.

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 187


Gambar 6.1. Elevator Traksi (Tipikal).

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 188


Gambar 6.2. Denah dan potongan skematik shaft elevator

Kabin bergerak keatas dan kebawah digantung dengan kabel, mengikuti jalur rel
disamping kiri dan kanan yang lurus dan kuat dan bergerak secara vertikal murni. Rel
ini dipegang oleh struktur kerangka baja, atau suatu shaft struktur yang tidak
terpengaruhi oleh displacement gedung.

Pada pertemuan antara kabin dan rel ini dipasangkan sepatu rem. Sedangkan pada jarak
tertentu pada rel (tergantung pada jarak lantai pada gedung) dipasangkan saklar-saklar
pengirim sinyal ke alat pengendali mesin penggerak untuk mengatur putaran roda
penggerak (mempercepat, memperlambat, atau berhenti).

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 189


Gambar 6.3. (a) rel ; (b) roda – pada kabin

1.4. MESIN ELEVATOR


Mesin penggerak elevator, sebenarnya terdiri dari dua bagian besar, yaitu mesin motor
listrik untuk elevator traksi dan mesin hidraulik (terletak dibawah). Tetapi oleh sebab
jenis ini sukar didapat di Indonesia dan juga jangkauannya terbatas, maka meskipun
geraknya lebih halus dan nyaman, tatap tidak popular di Indonesia. Selanjutnya mesin
elevator yang dibahas adalah mesin untuk elevator traksi.

Mesin elevator traksi merupakan mesin motor listrik untuk menggerakkan memutar
roda penggerak (sheaves). Unsur penting dalam menggerakkan roda ini adalah
pengaturan kecepatan putar (rpm) dan harus mampu berputar kearah sebaliknya.
Untuk mengatur kecepatan putar berlaku rumusan :

120 x f
Ns = rpm
p
Dimana : Ns = putaran sinkron; f = frekuensi tegangan stator motor dan p =
jumlah kutub motor.

Dengan demikian dengan jumlah kutub motor yang tetap, dengan mengubah-ubah
frekuensi tegangan motor, maka dapat dicapai kecepatan putaran yang berubah-ubah
pula. Sedangkan untuk membalik arah putaran, digunakan teknik pembalikan /
pertukaran dari 2 buah fasanya.

Masukkan daya listrik yang berupa listrik arus bolak-balik (abb) dengan tegangan
konstan 380V dan frekuensi konstan 50Hz (CVCF = constant voltage constant
frequency) disearahkan --- (as = arus searah) – terlebih dahulu untuk kemudian diubah
menjadi abb kembali, tetapi dengan tegangan dan frekuensi yang telah berubah bagi
keperluan pengaturan putaran motor. Pada sistem satu daya mesin elevator yang baru,
metode pengaturan ini dikenal sebagai VVVF = variable voltage variable frequency.
Pengubah listrik abb ke as dan dari as ke abb, digunakan konverter.

Pada mesin elevator lama, digunakan konverter mesin berputar (M-G set, motor
generator) disebut sistem Ward-Leonard yang sudah tidak banyak digunakan lagi
karena dipandang efisiensi maupun kecepatannya belum memadai, disamping masalah

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 190


berat getaran lantai serta bising. Mesin elevator yang baru, menggunakan konverter
statis dengan komponen daya semi konduktor yang disebut “AC-DC converter”, yang
mempunyai karakteristik efisiensi dan kecepatan yang lebih tinggi, ringan, kecil dan
lebih tenang. Konverter ini menggunakan komponen thyristor dan mirip dengan
penyearah pengisi baterai.

Gambar 6.4. Motor VVVF Gambar 6.5. Contoh pemasangan


motor pada mesin traksi buatan Dover

Secara garis besar, mesin elevator traksi dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu :
a. Mesin traksi dengan roda non gigi – Gearless traction machines.
b. Mesin traksi dengan roda gigi – Geared traction machines.

Gearless Traction Machines

Gambar 6.6. Gearless traction machine

Merupakan mesin arus searah atau d-c penggerak (sheave) beserta rem-nya langsung
merupakan bagian dari mesin ini. Dengan tidak adanya bagian roda yang bergigi,
berarti kecepatan putar motor harus sama dengan roda penggerak. Akibatnya, karena
mesin d-c tidak praktis untuk putaran rendah maka mesin ini ditujukan untuk elevator

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 191


berkecepatan tinggi, yaitu kecepatan diatas 350 fpm (1,78 m per detik)2. Karenanya
mesin-mesin tipe ini biasa digunakan untuk elevator penumpang dengan kecepatan
minimum 400 fpm (2 m/detik), pada beban kapasitas normal 200 sampai 4000 lbs (90,7
sampai 1.814,4 kg)3.

Antara kecepatan 400 sampai 700 fpm (2-3,5 m/detik), susunan perbandingan kabel 2 :
1 biasa digunakan dengan maksud agar lebih ekonomis, mengurangi ukuran motor dan
menambah kecepatan putar roda penggerak. Diatas 600 fpm (3 m/detik) oleh sebab
kecepatan motor sudah tinggi, maka perbandingan kabel 1 : 1 masih dapat digunakan
dengan ekonomis.

Mesin-mesin traksi ‘gearless’ ini, dianggap lebih unggul dibandingkan mesin ‘geared’,
karena dipandang lebih efisien tidak berisik, perawatan rendah dan lebih awet.
Umumnya mesin ‘gearless’ dipilih untuk mendapatkan elevator berkecepatan halus dan
tinggi angkat lebih dari 150 ft (45m)4

Geared traction machines

Gambar 6.7. Geared traction machines

Mesin ini menggunakan ulir dan roda gigi untuk memudahkan putaran motor dengan
roda penggerak. Karena itu motornya lebih kecil meski kecepatannya tetap tinggi, 600
sampai 1800 rpm, tergantung pada kecepatan elevator yang diinginkan dan
perbandingan ratio gigi rodanya. Salah satu dari listrik a-c atau d-c dapat digunakan
untuk motor ini, jadi tidak seperti mesin ‘gearless’ yang harus menggunakan d-c.

2
1 ft. per minute = 0,00508 m per detik
3
1 pound = 0,4536 kg
4
1 foot = 0,305 m

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 192


Mesin dengan motor a-c biasa digunakan elevator kecepatan rendah antara 25 sampai
150 fpm (0,13-0,76 m /detik) dengan menggunakan 1 atau 2 motor a-c yang
dikendalikan dengan katrol rheostatis. Tidak seperti mesin d-c dengan multi voltase,
mesin traksi elevator dengan a-c, pemakaiannya terbatas. Perubahan kecepatannya
tidak dapat halus. Pada elevator berkecepatan mesin d-c, dipergunakan unit pengendali
multivoltase (UNV = unit multivoltage). Mesin ini hanya sedikit digunakan untuk
elevator penumpang, tetapi digunakan pada hampir semua elevator barang (freight
elevator) yang berkekuatan antara 3-100 Hp.

I.5. PENYUSUNAN RODA PENGGERAK, KABEL DAN MESIN


ELEVATOR
Untuk elevator dengan beban 4000 lb (1800 kg) paling tidak terdapat 5 macam cara
penyusunan sebagai berikut :

Gambar 6.8. Varian susunan roda, beban pemberat dan mesin elevator

Gambar a), adalah susunan paling sederhana dan paling banyak digunakan terutama
untuk elevator penumpang berkecepatan tinggi. Kabel diikatkan dipuncak kabin, naik
melewati roda penggerak (T) dan turun melewati roda kedua (S) kebeban penyeimbang.
Dengan sedikit tenaga untuk memutar roda penggerak, maka kabin naik dan turun
berlawanan dengan beban penyeimbang. Karena roda T dan S hanya dilewati satu kali
oleh kabel, maka sistem ini disebut sebagai ‘single wrap’.

Agak lain dengan gambar b), kabel digantungkan 1 kali pada roda S dan T berarti
kedua roda tersebut dilewati kabel 2 kali karena itu disebut sebagai sistem ‘double
wrap’, maksud dari cara ini adalah untuk mendapatkan gaya traksi lebih besar
dibandingkan dengan yang menggunakan sistem ‘single wrap’ dan bisa digunakan
untuk elevator yang berkecepatan tinggi dan otomatis.

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 193


Pada gambar a), b) dan d), panjang kabel dari roda kedua ke beban penyeimbang sama
panjangnya dengan jarak tempuh dari kabin maka disebut perbandingan kabel 1 : 1.
Berbeda dengan gambar c) dimana panjang kabel pada beban penyeimbang kurang dari
2 kali dibandingkan gambar a) dan b) karena itu disebut perbandingan kabel 2 : 1.

Prinsip ini dimaksudkan agar didapat nilai lebih ekonomis pada motor berkecepatan
tinggi, dibanding yang mempunyai perbandingan 1 : 1. Karenanya cara ini dipakai pada
elevator yang mempunyai beban sangat berat, elevator penumpang jarak pendek atau
elevator barang. Disamping itu biasanya penggunaannya terbatas pada elevator yang
berkecepatan kurang dari 500 fpm (2,5 m/detik) atau elevator barang berbeban berat
dengan kecepatan kurang dari 500 fpm.

Tipe a), b) dan c) menggunakan mesin traksi yang diletakkan diatas dipuncak tabung
elevator, sedangkan untuk tipe d) dan e) mesin traksi diletakkan dibawah dibasement.
Akibatnya pengkabelannyapun sangat berbeda, membutuhkan kabel yang lebih panjang
dan konsekuensinya biaya pemeliharaannya lebih tinggi. Karena itu susunan semacam
ini jarang digunakan dan hanya diperuntukkan untuk kepentingan khusus saja.

Untuk tipe e) digunakan untuk elevator berkecepatan rendah, rumah susun atau
perkantoran low-rise yang tingginya tidak lebih dari 50 ft (15 m) dan kecepatan elevator
tidak lebih dari 100 fpm (0,5 m/detik). Contoh aktual penggunaan elevator jenis ini
(underslung elevator) adalah digedung parlemen Australia, di Camberra.

1.6. KABEL PENGGANTUNG


Terdiri dari 4 sampai 8 baja kualitas tinggi yang dipasang sejajar / parallel, banyak
kabel lebih ditentukan oleh kapasitas muat elevator dan kecepatannya dengan demikian
beban dari kabin elevator dibagi merata diantara kabel-kabel tersebut. Kabel ini
diikatkan pada puncak kabin, melalui roda penggerak mesin traksi diruang mesin (di
puncak gedung / pent-house) turun kebawah ke beban penyeimbang (counter weight)
yang beratnya kurang lebih sama dengan beban mati kabin plus 40% beban hidup
(muatannya).

Dengan demikian maka kabel menjadi sangat penting karena seluruh beban ditanggung
olehnya, dan karena itu faktor keamanan (safety factor) kabel untuk elevator
penumpang ditetapkan antara 7,6 sampai 12 dan untuk elevator barang antara 6 sampai
11.

Disamping itu harus sering diadakan inspeksi dan perawatan pada kabel pada masa
operasi sebab sebagai ‘multicable’ yang mengalami beban tarik, maka kabel tersebut
mempunyai kemungkinan ‘mulur’ dan mengalami puntiran (mlintir).

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 194


Gambar 6.9. Kabel penggantung kabin elevator

1.7 Alat-alat pengaman elevator

Gambar 6.10. Alat-alat pengaman

Alat pengaman elevator yang pertama adalah rem, pada mesin elevator ‘gearless’ rem
ini dipasang langsung pada mesinnya. Cara kerjanya seperti rem mobil mempunyai
sepatu rem berpegas yang menekan pada silinder rem (drum brake), pengontrolan
tekanan rem dilakukan melalui pegas dengan elektromagnit arus d-c. Pada mesin
elevator d-c penurunan kecepatan elevator dilakukan oleh mesin motornya sendiri
dahulu baru kemudian remnya yang bekerja menghentikan dan mengunci kabin pada
lantai tertentu.

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 195


Pengamanan yang lain adalah alat yang digunakan untuk menjaga agar kecepatan gerak
elevator tidak berlebihan dari kecepatan yang telah ditetapkan, alat ini disebut sebagai
‘centrifugal fly ball’’ atau ‘fly weight governor’ yang merupakan alat terpisah dari
mesin elevatornya, pada kecepatan normal alat ini tidak mempunyai pengaruh sama
sekali tetapi bila terjadi kelebihan kecepatan ‘governor’ ini akan memutus arus daya
kemotor d-c, membuat rem bekerja dan menghentikan / memperlambat elevator, tetapi
mungkin saja kecepatan masih tetap tidak berkurang atau bertambah dan bila hal ini
terjadi maka ‘governor’ akan memerintahkan dua buah penjepit rel / ‘rail clamps’
(terletak dibawah kabin) untuk bekerja memperlambat gerak elevator. (Gambar 6.10.d)

Selanjutnya didasar pit disediakan pengaman yang disebut buffer tipe pegas (Gambar
6.10.b) atau tipe hidraulis (oil type - Gambar 6.10.c), tujuan adanya buffer disini
bukanlah sebagai pelindung kabin bila jatuh tetapi cenderung sebagai penyangga agar
kabin tidak turun berlebihan (agar lantai kabin tetap sama tinggi dengan lantai
basement)

Alat pengaman yang lain adalah saklar pembatas atas dan bawah (final limit switch),
alat ini dipasang dengan tujuan agar kabin tidak melampaui batas tempuh atas maupun
bawah. Bila kabin mencapi batas atas / bawah maka saklar ini tersentuh dan bekerja
menghentikan daya motor traksi serta mengaktifkan rem utama.

1.8. PINTU ELEVATOR


Pintu elevator berkaitan dengan handling capacity dari elevator, pintu elevator yang
sempit membuat waktu penumpang keluar / masuk menjadi lama berarti
memperpanjang waktu berhenti elevator disatu lantai serta menimbulkan ketidak
nyamanan. Dengan demikian untuk kelancaran keluar masuk penumpang khususnya
untuk elevator penumpang bangunan komersial yang berdaya muat besar, dianjurkan
menggunakan pintu elevator dengan bukaan 3ft. 6” (± 120 cm). Kurang dari ukuran
tersebut hanya digunakan untuk elevator bermuatan rendah seperti untuk rumah susun
atau bangunan lain yang mempunyai trafik rendah.

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 196


Gambar 6.12. Rekomendasi bukaan
pintu

Untuk keamanan maka pintu elevator


dimasa kini menggunakan pintu-pintu
otomatik elektris yang sinkron dengan
leveling control. Dengan demikian maka
secara otomatis pintu akan terbuka penuh
pada saat berhenti ditiap lantai, kecepatan
pintu membuka dan menutup tergantung
pada tipe pintu dan lebar bukaan pintu.
Namun apapun tipe pintunya semuanya
disyaratkan hanya boleh menggunakan daya
gerak maksimum 7 ft.lbs (9,5 joule)5.

Gambar 6.11. Kontrol logic pintu

Berbagai tipe pintu dan penggunaannya adalah sebagai berikut :

5
1 ft. lb = 1,365 joule

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 197


Gambar 6.13. Tipe Pintu Elevator.

Gambar pintu 7.13.a. menunjukkan tipe pintu elevator sorong-tunggal, mempunyai


lebar bukaan antara 24”-36” (60-90 cm). Pintu tipe ini sudah jarang dijumpai karena
penggunaannya yang sangat terbatas, yaitu untuk bangunan komersial kecil atau rumah
susun kecil dengan kapasitas muat elevator yang kecil pula.

Gambar 6.13.b. dan c terlihat serupa berukuran lebar bukaan 42” (105 cm), pintu
dengan bukaan tengah ini dianggap sebagai tipe standart yang biasa digunakan untuk
bangunan komersial khususnya perkantoran. Tipe yang berukuran lebih lebar 48”- 60”
(120-150 cm) lazim digunakan untuk rumah sakit dan service elevator. Perbedaan
antara b dan c terletak hanya pada kecepatan membuka / menutup pintu. Pada b
kecepatan seragam / sama cepat yang c kecepatan berbeda antara satu daun dengan
yang lainnya sedangkan gambar d menunjukkan pintu elevator yang sudah diperindah
guna meningkatkan prestige bangunan.

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 198


Gambar 6.13.c, merupakan pintu elevator yang biasa digunakan untuk departement
store dan freight elevator dengan lebar bukaan 60” (150 cm). Pada semua tipe pintu
oleh sebab dibuat otomatis, maka untuk keamanan disyaratkan oleh ANSI (American
National Standard Institute) untuk menggunakan ‘pengaman tepi’ (safety edge device).
Alat ini bila mendapat tekanan dengan kekuatan tertentu akan mengubah gerak
otomatis pintu dari posisi menutup menjadi terbuka, dengan demikian dapat dicegah
bahaya orang atau barang terjepit pintu.

Namun untuk elevator ‘kelas tinggi’ ditambahkan pula pengaman ganda yang berupa
sensor optik atau mata elektronis yang berfungsi serupa dengan ‘pengaman tepi’ tadi.
Cara bekerjanya ialah bila sinar antara dua mata elektronis (pengirim dan penerima)
terhalang maka secara otomatis gerak menutup pintu dirubah menjadi gerak membuka.

Gambar 6.14. Sensor Optik Pintu Elevator

1.9. SISTEM KONTROL ELEVATOR


Sistem operasi elevator adalah sistem otomat yang mengontrol semua gerak satu atau
lebih elevator agar efisien dan nyaman bagi pemakainya, misalnya bila ada sinyal
panggilan dari suatu lantai maka otak kontrol merespon, mendeteksi dan mencari
elevator yang terdekat untuk berhenti dilantai yang memanggil. Contoh lain ialah bila
suatu elevator bebas dari panggilan dari semua lantai yang dilayaninya, maka ia
otomatis akan ‘stand by’ di lobby dengan pintu selalu terbuka penuh.

Dengan demikian kontrol elevator ini berfungsi mengolah sinyal panggilan, mendeteksi
posisi semua elevator, merespon, menggerakkan kabin naik atau turun, memberi
perintah berhenti, mengubah modus operasi gerak motor, dan lain-lain.

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 199


Kerja berat tetapi cerdik ini dibebankan pada suatu rangkaian berbentuk logika-logika
CMOS – Mikro Kontroler Komputer yang diletakkan dalam suatu panel tersendiri
diruang mesin dan disebut sebagai panel kontrol.

Gambar 6.15. Panel control di ruang mesin

1.10. MENGHITUNG JUMLAH KEBUTUHAN ELEVATOR


Telah disebutkan bahwa elevator haruslah efisien dalam penggunannya, faktor
kenyamanan dari elevator selain faktor kenyamanan fisik yang telah dibicarakan
terdahulu mempunyai tiga factor lain untuk mencapai kenyamanan psikologis yaitu
Interval, Handling Capacity dan Travel time.

1.10.1. Interval dan Waiting time


Dari sudut pandang penumpang elevator kondisi ideal baginya adalah ketika
penumpang tersebut sampai di lobby (atau suatu lantai tertentu), elevator telah tersedia,
terbuka dan siap berangkat atau paling tidak diharapkan menunggu sebentar saja
elevator yang akan datang. Tetapi elevator berangkat menurut suatu selang waktu
tertentu (interval), sedangkan penumpang datang secara acak akibat timbul waktu
tunggu (waiting time) bagi penumpang. Secara rata-rata waktu tunggu ini diasumsikan
setengah dari interval.

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 200


Berdasarkan penelitian, interval 25 sampai 30 detik untuk bangunan komersial
dianggap ‘baik ’ dan interval 45 detik dinilai ‘masih dapat diterima’ untuk bangunan
kantor yang tidak terletak dipusat kota (kantor sibuk) – lihat table berikut :

Tabel 6.1. rekomendasi nilai / interval

Jenis Bangunan Interval (detik)


Bangunan Kantor
Kantor sibuk / pusat kota 25 – 30
Kantor sewa 10 – 45
Permukiman
Apartement mewah 50 – 70
Apartement menengah 60 – 80
Apartement sederhana 80 – 120
Asrama 60 – 80
Hotel kelas Saturday 40 – 60
Hotel kelas dua 50 - 70

Dengan demikian bila nilai interval masih didalam selang waktu yang tercantum di
table dapat diharapkan penumpang tidak merasa adanya kelambatan / waktu tunggu
yang terlalu lama yang menjengkelkan.

1.10.2. Handling Capacity


Handling Capacity tergantung pada frekuensi ketersediaan elevator atau interval dan
dua factor lainnya yaitu jumlah penumpang yang akan diangkut dari kabin elevatornya
sendiri.

Tabel 6.2. Kapasitas Kabin Elevator Penumpang


Kapasitas Kabin Kapasitas Maksimum Kapasitas Normal
(lbs) (kg) Penumpang (orang) Penumpang per trip
1.200 544,3 7 6
2.000 907,2 12 10
2.500 1.134,0 17 13
3.000 1.360,8 20 16
3.500 1.567,6 23 19
4.000 1.814,4 28 22

Pada table diatas terlihat dua angka yaitu kapasitas minimum dan kapasitas maksimum
penumpang. Kapasitas minimum adalah 80% dari kapasitas maksimum dan angka
normal inilah yang digunakan untuk penghitungan jumlah elevator maskipun dalam
kondisi ‘pear hour’.

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 201


Tabel 6.3. Handling Capacity (HC) minimum untuk N unit elevator

Jenis Bangunan Presentase Populasi Penumpang


Yang Diangkut dalam 5 menit
Bangunan Kantor
Kantor sibuk / pusat kota 13 – 15
Kantor sewa 12 – 14
Kantor single purpose 15 – 18
Permukiman
Apartement mewah, prestisius 5–7
Apartement menengah dll 6–8
Asrama 10 – 11
Hotel kelas 1 12 – 15
Hotel kelas 2 10 - 12

Dalam sistem elevator HC selalu di standartkan sebagai kapasitas angkut dalam 5


menit, didasarkan pada jumlah penumpang yang masih mampu diatasi oleh sistem
elevator pada periode sibuk. Kondisi ini dapat diekspresikan sebagai berikut :

300 p
HC = Konstanta 300 didapat dari konversi 5 menit menjadi detik.
I
p = jumlah penumpang yang dapat diangkut satu elevator.
I = interval (detik).

Dengan demikian terlihat korelasi antara interval dengan HC bila interval = 30 detik
maka HC = 10 p

1.10.3. Travel Time / Average Trip Time


Pengertian dari average travel time adalah lamanya waktu yang dibutuhkan seseorang
untuk sampai pada tujuannya, didefinisikan sebagai setengah dari interval (waktu
tunggu di lobby) ditambah waktu perjalanan (nilai rata-rata) sampai berhenti dilantai
tujuan.

Untuk bangunan komersial, average trip time dibawah 1 menit dinilai “sangat
diharapkan”, selama 75 detik “masih bisa diterima”. 90 detik “kurang diinginkan” dan
120 detik (dua menit) merupakan “batas toleransi”. Hasil penelitian inilah yang menjadi
dasar mengapa suatu bangunan yang sangat tinggi perlu dibuat beberapa zone elevator.
(biasanya dijadikan 3 zone bawah, tenggah dan atas).

Untuk zone atas, elevator didesain agar tidak berhenti dizone tengah atau bawah
(kecuali lobby), dan kecepatan pada saat melewati zone bawah dan tengah digunakan
kecepatan express. Alasan yang sama diluar alasan struktur menyebabkan desain
bangunan tinggi dibuat makin keatas makin kecil luas lantai, sebab diasumsikan orang
sedang mendatangi lantai paling atas pada bangunan komersial yang sangat tinggi.

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 202


1.10.4. Round-Trip Time
Round-trip time atau waktu perjalanan elevator ulang alik merupakan waktu yang
dibutuhkan oleh suatu kabin, mulai dari pintu membuka disuatu lantai (misalnya
lobby), berangkat, sampai kembali dan membuka pintu dilantai yang sama (di lobby
lagi).

Tetapi faktanya sukar sekali mengetahui secara pasti berapa kali kabin akan berhenti
dalam satu kali round-trip, karena itu dalam menghitung round-trip dilakukan
pendekatan secara statistik / probabilitas atau pendekatan sebagai berikut:
1. Besaran-besaran yang digunakan dimisalkan kapasitas 1 elevator yang digunakan
adalah p orang, jumlah lantai = n story, kecepatan elevator = s detik dan jarak lantai
= h meter.
2. Asumsi yang digunakan menurut Guiness (1971) mengkalkulasi Round-trip time
(RT) didasarkan pada satu elevator saja, artinya “nilai interval sama dengan round-
trip time”. RT. Merupakan penjumlahan rangkaian peristiwa penumpang masuk /
keluar elevator (dalam keadaan terbuka) dilobby / lantai dasar, pintu elevator
membuka dan menutup ditiap lantai sambil memasukkan / mengeluarkan
penumpang demikian seterusnya sampai ke lantai atas kemudian elevator dianggap
meluncur turun tanpa berhenti lagi sampai ke lobby / lantai dasar lagi dan kemudian
membuka pintu.
Berdasarkan asumsi tersebut, RT dihitung sebagai berikut :
1. Bila kapasitas kabin adalah p orang dan tiap penumpang untuk masuk dan keluar
dari elevator membutuhkan waktu 1,5 detik, maka waktu penumpang keluar dan
masuk dilantai dasar / lobby adalah 1,5 p detik.
2. Bila waktu yang dibutuhkan pintu elevator menutup atau membuka adalah 2 detik,
maka waktu pintu menutup dilantai dasar adalah 2 detik.
3. Pintu elevator membuka dan menutup disetiap lantai tingkat (tidak termasuk -
lantai dasar) maka yang dibutuhkan : (n-1) x (2+2) detik = 4 (n-1) detik, n =
jumlah lantai termasuk lantai dasar.
4. Penumpang yang berangkat sejumlah p, keluar tiap lantai tingkat secara terbagi
rata pada tiap lantai dikeluarkan sejumlah p/(n-1) orang, maka waktu yang
dibutuhkan (n-1) x 1,5 x p/(n-1) detik = 1,5 p detik.
5. Karena jarak lantai h meter, maka setiap jarak lantai ditempuh selama h/s detik.
Jadi waktu yang dibutuhkan perjalanan elevator bolak balik adalah
2h ( n - 1 )
(n-1) x 2 x h/s detik = 2 (n-1) x h/s detik =
s
6. Pintu elevator membuka dilantai dasar = 2 detik
Dengan demikian penjumlahan factor 1 s/d 6 diatas adalah :
2h ( n - 1 )
RT = 1,5 p + 2 + 4 (n-1) + 1,5 p + +2
s

2h ( n - 1 ) 3.p.s  4.s  4(n - 1)s  2h(n - 1)


RT = 3 p + 4 + 4 (n-1) + =
s s
(3 p  4) s  (n - 1) (4s  2h)
RT = detik
s

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 203


Mengingat perhitungan RT adalah untuk satu elevator saja, dimana interval sama
dengan RT, maka pada sistem dengan N unit elevator, interval akan berkurang secara
RT
proporsional sesuai dengan jumlah elevatornya. Hal ini diekspresikan sebagai I =
N
detik
Selanjutnya bila hc adalah handling capacity selama 5 menit untuk satu elevator, maka
300 p
: hc = dan handling capacity untuk N elevator adalah HC = N x hc
RT
HC
atau N = unit
hc

1.10.5 Kecepatan Elevator


Memilih kecepatan elevator juga merupakan pekerjaan yang sulit, lebih bersifat try and
error, sebab setiap merek produk elevator biasanya menyediakan berbagai jenis
kecepatan dan kapasitas elevator untuk menentukan pilihan, perlu diperhitungkan
terlebih dahulu round Trip Time, baru kemudian dapat ditemukan intervalnya, apakah
melewati batas maksimum interval yang direkomendasikan atau tidak. Bila tidak
melewati, maka kecepatan elevator tersebut dapat digunakan, sebaliknya, berarti
kecepatan elevator terlalu lambat, perlu dibuat perhitungan ulang dengan kecepatan
elevator yang lebih tinggi. Tetapi, guna perhitungan awal, oleh sebab terdapat korelasi
antara minimum kecepatan elevator dengan tinggi bangunan, maka telah disediakan
tabel rekomendasi kecepatan elevator sebagai berikut:

Tabel 6.4. Rekomendasi kecepatan elevator


Fungsi Kapasitas kabin Kecepatan minimum6 Jarak tempuh kabin
bangunan elevator
pounds kg fpm m/detik feet m
Perkantoran
350 – 400 1,8 – 2 0 – 125 0 – 37,5
Kecil 500 – 600 2,5 – 3 126 – 225 37,8 – 67,5
Sedang 2.000 1.134 700 3,5 226 – 275 67,8 – 82,5
Besar 3.000 1.361 800 4 276 – 375 82,8 – 112,5
3.500 1.588 1000 5 diatas 375 > 112,5
Hotel 350 – 400 1,8 – 2 0 – 125 0 – 37,5
2.500 1.134 500 – 600 2,5 – 3 126 – 225 37,8 – 67,5
3.000 1.361 700 3,5 226 – 275 67,8 – 82,5
800 4 276 – 375 82,8 – 112,5
1000 5 diatas 375 > 112,5
Rumah Sakit 150 0,8 0 – 60 0 – 18
200 1 61 – 100 18,3 – 30
3.500 1.588 250 – 300 1,3 – 1,5 101 – 125 30,3 – 37,5
4.000 1.814 350 – 400 1,8 – 2 126 – 175 37,8 – 52,5
500 – 600 2,5 – 3 176 – 250 52,8 – 75
700 3,5 diatas 250 > 75

6
mesin “geared” digunakan sampai 350 fpm; “gearless untuk kecepatan tinggi

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 204


Apartemen7 100 0,5 1 – 75 0,3 – 22,5
2.000 907 200 1 76 – 125 22,8 – 37,5
2.500 1.134 250 – 300 1,3 – 1,5 126 – 200 37,8 – 67,5
350 – 400 1,8 – 2 diatas 200 > 67,5
Pertokoan ritel 200 1 0 – 100 0 – 30
3.500 1.588 250 – 300 1,3 – 1,5 101 – 150 30,3 – 45
4.000 1.814 350 – 400 1,8 – 2 151 – 200 45,3 – 60
5.000 2.268 500 2.5 diatas 200 > 60

Kecepatan elevator yang dipilih tergantung pada tinggi bangunan, makin tinggi
bangunan , makin besar kecepatan lift yang diperlukan guna menghemat waktu bolak-
balik elevator yang kemudian mempengaruhi waktu tunggu elevator. Batas kecepatan
elevator adalah gerak jatuh bebas yang disebabkan oleh gravitasi ; yaitu 10 m per detik.
Jadi kecepatan elevator terendah adalah sekitar 1 m/detik dan yang tertinggi mendekati
angka 10 m/detik. Secara umum, kecepatan 100-600 fpm (0,5-3 m/det.) dikatakan
berkecepatan rendah dan 600-1200 fpm (3-6 m/det) berkecepatan tinggi.

Pengaruh kecepatan elevator terhadap biaya dan tinggi bangunan, dapat ditunjukkan
oleh penggunaan energi listriknya. Energi yang diperlukan elevator dengan kapasitas p
orang dan kecepatan s m/detik adalah sama dengan enerji potensial elevator berikut
muatannya. Tenaga listrik yang dibutuhkan hanya sebesar rnuatannya saja, sebab berat
kabin elevator sudah diimbangi oleh counterweight.

kerja 75.p.h
Daya(E) = = 75. p. s kgm / detik = p. s HP = 0,746 p.s. Kw8
waktu h/s

Sebagai contoh; bila elevator berkapasitas p = 15 org, kecepatan s = 1 m/detik akan


menggunakan daya listrik :

E= 0,746 x 15 x 1 Kw = 11,2 Kw.

Dengan mudah dapat dilihat bahwa mengubah kecepatan menjadi 2 (2 kali lipat)
dengan kapasitas elevator yang sama menyebabkan energi yang dibutuhkan berubah 2
kali lipat pula. Dengan demikian , maka pemilihan kecepatan elevator dan waktu
tunggu yang wajar merupakan hal yang penting dalam desain

Sebagai catatan perlu diingat bahwa energi daya listrik yang dibutuhkan dari suatu
elevator haruslah dihitung berdasarkan spesifikasi dari pabrik pembuatnya
masing-masing. Perhitungan diatas hanyalah merupakan perhitungan kasar (rule of
thumb) guna keperluan perbandingan desain saja.

1.10.6 Populasi gedung

Jelas kiranya, bahwa untuk menentukan jumlah elevator dalam suatu gedung, sangat
tergantung pada, fungsi gedung, luas lantai dan tinggi gedung. Masalah utama, pada
7
Federal Housing Association , mensyaratkan penggunaan full variable control; minimum harus dua elevator; 120
tempat tidur per elevator, untuk bangunan apartemen yang lebih dari 7 lantai
8
1 Hp = 75 kgm/detik = 0,746 Kwatt

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 205


saat mengabstraksi /membuat konsep desain, arsitek sudah harus menentukan sistem
dan jumlah elevator yang digunakan. Tetapi jumlah populasi yang tepat dari suatu
gedung (tiap lantai kepadatannya dapat berbeda-beda) hanya dapat dibuat paling tidak
sesudah desain pra rencana selesai dibuat. Untuk memecahkan masalah tersebut, dibuat
semacam standarisasi populasi gedung berdasarkan tipe fungsinya, yang hanya boleh
digunakan untuk menghitung elevator saja, bukan digunakan sebagai standar arsitektur.

Tabel 7.5; adalah tentang efisiensi gedung perkantoran untuk mendapatkan net area
(luas lantai terpakai). Untuk gedung lain yang bukan perkantoran, perlu dicari dari
sumber-sumber standar arsitektur lainnya. Tabel 7.6, ditujukan untuk mengkonversi
luas lantai netto tersebut menjadi populasi pengguna elevator.

Tabel 6.5. Efisiensi bangunan perkantoran


Lantai Efisiensi bangunan perkantoran
0 - 10 lantai kurang lebih 85% dari luas bruto
0 - 20 lantai lantai 1-10 kurang lebih 80% dari luas bruto
11-20 kurang lebih 85% dari luas bruto
0 - 30 lantai lantai 1-10 kurang lebih 75% dari luas bruto.
11-20 kurang lebih. 75% dari luas bruto
21-30 kurang lebih 85% dari luas bruto
0 - 40 lantai lantai 1-10 kurang lebih 75% dari luas bruto
11-20 kurang lebih 80% dari luas bruto
21-30 kurang lebih 85% dari luas bruto
31-40 kurang lebih 90% dari luas bruto

Tabel 6.6. Populasi.antuk perldrsan penghitungan elevator


Jenis Bangunan Luas lantai netto,
Bangunan perkantoran sq.ft./person m2/orang
Kantor, campuran berbagai jenis usaha
Large lower floor 90-1009 8,4 - 9,3
Upper floor 110-130 10,2 - 12
Average use 120 11,1
Kantor dengan satu jenis usaha 90-110 8,4 - 102
Hotel orang per kamar tidur
hotel biasa, penggunaan normal 1,3
hotel untuk konvensi 1,7
Rumah sakit pengunjung per tempat tidur10
Rumah saldt umum swasta 1,5
Rumah saldt umum pemerintah 3-4
Apartemen orang per kamar tidur
apartemen rental, mewah. 1,5
apartemen rental, menengah 2,0
apartemen sederhana 2,5-3,0

9
Kepadatan untuk tiap lantai dapat berbeda untuk daerah administrasi; populasinya dapat dihitung
2
berdasarkan 50 sq.ft per orang (4,6 m /orang)
10
Jika jam kunjungan. tidak dibatast populasi pengunjung menentukan jumlah elevator, bila dibatasi
pada jam tertentu saja, maka jumlah tenaga staff yang dijadikan penentu jumlah elevator. Bila
kegiatan rumah sakit diperkirakan akan sangat sibuk, maka perlu dipertimbangkan penggunaan
kombinasi elevator 'penumpang' dan elevator 'rumah sakit' (yang selalu Iebih besar) agar ekonomis.

Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 206


1.10.7 Contoh penghitungan jumlah elevator

Sebuah gedung Perkantoran yang terletak di pusat kota, direncanakan untuk


disewakan untuk berbagai jenis usaha kantor (kantor campuran). Jumlah lantai
bangunan termasuk lobby (storey) adalah 15 lantai dan Yang disewakan hanyalah 14
lantai diatasnya. Tiap lantai mempunyaj luas lantai netto kurang lebih sama (average
use), seluas 12.000 sq.ft (1.114 m2) dan jarak lantai ditetapkan 12ft.(3,6 m).
Tentukan berapa jumlah elevator yang dibutuhkan gedung perkantoran tersebut.
Jawab:
1. Dari tabel 7.3, untuk kantor sibuk /dipusat kota ditentukan Handling Capacity
(HC) minimum 13 %
2. Dari tabel 7.1, Interval maksimum yang diperbolehkan adalah 30 detik
3. Dari tabel 6. Populasi kantor campuran dengan average use dihitung dengan
standar 11, 1 m2lorang. Dengan demikian maka populasi gedung adalah
2
14 lantai x 1.11 m
= = 1.400 orang
11.1
4. Dengan HC min = 13 %, maka HC= 0, 13 x 1400 = 182 orang
5. Jarak tempuh elevator adalah 14 x 3,6 m = 50,4 m
Dari tabel 7.4 Jarak tempuh tersebut terletak dalam. Selang elevator yang
berkecepatan 500 -600 jpm, dipilih elevator dengan kecepatan 500 fpm (2,5
m/delik) ; ingat yang lebih cepat lebih mahal biaya. instalasi maupun operasinya.
Dari label 7.4 yang sama dipilih elevator dengan kapasitas beban 3.000 lbs (1.361
kg); Yang berarti mempunyai kapasitas angkut normal 16 orang (lihat tabel 7.2)
6. Round-trip dihitung berdasarkan rumus yang telah didapat :

(3p  4)s  (n - 1)(4s  2h)


RT= detik
s

(3.16  4)2,5  (14 - 1)(4. 2,5  2. 3,6)


RT = detik
2.5
RT = 142 delik

7. Dalam. 5 menit ; satu elevator dapat mengangkut

300 p 3000.16
hc = = = 33,8 orang
RT 142

HC 182
N= = = 5,4 unit elevator.
hc 33,8
Karena angka 182 adalah angka minimum; berasal dari HCmin =13 % maka jumlah
elevator tidak boleh dibulatkan kebawah (menjadi 5) tetapi dibulatkan keatas
menjadi 6 unit elevator.
RT 142
8. Interval yang terjadi ; I= = = 23,7 detik; sedangkan interval maksimum
N 6
adalah 30 detik, jadi perhitungan diatas sudah memenuhi syarat.

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 207


Apabila interval yang terjadi lebih besar dari interval maksimum, berarti kecepatan
elevator yang dipilih terlalu lambat, perlu di buat penghitungan ulang dengan
mempercepat elevator , akibatnya RT menjadi lebih singkat, namun harga elevator
lebih mahal.

Melihat pada angka N yang didapat = 5,4 unit elevator; kurang efisien, maka terdapat
alternatif lain, yaitu menaikkan kapasitas elevator sedemikian rupa sehingga, angka N
yang terjadi menjadi 5 atau lebih kecil sedikit dari 5.

Dengan demikian, meskipun dalam penghitungan diatas sudah didapat nilai N yang
memenuhi nilai interval, tidak berarti hasil tersebut efisien. Artinya, harus selalu
dipertimbangkan lagi berbagai kemungkinan dengan variabel kecepatan elevator dan
variabel. kapasitas elevator, agar dicapai pilihan elevator yang tepat dan ekonomis.

Pada prakteknya, meskipun penghitungan ulang tersebut mungkin melelahkan , tetapi


dapat meningkatkan citra arsitek dimuka konsultan ME dan Pemberi tugas.

1.11 Lokasi dan ukuran ruang


Sebagai alat transprotasi vertikal gedung, elevator membutuhkan ruang yang
terintegrasi secara arsitektur pada bangunan. Ruang-ruang yang memerlukan
perhatian dalam hal ini adalah ; hall elevator, shaft dan ruang mesinnya.

1.11.1 Hall elevator

Lobby bangunan, biasanya merupakan tempat penerimaan pertama orang-orang yang


datang kebangunan; tempat para pengunjung berorientasi sebelum menuju bagian atau
lantai bangunan yang ditujunya. Oleh karena itu, hall elevator paling tidak harus
terlihat jelas dari arah lobby, bahkan bila memungkinkan dapat menjadi bagian
perluasan lobby itu sendiri. Disamping itu hall elevator, idealnya harus mudah dicapai
penghuni bangunan dari semua arah, karena itu untuk bangunan yang sangat luas atau
panjang, perlu dipertimbangkan pembagian bangunan dalam beberapa zone elevator
agar jarak capai penghuni ke elevator tidak terlalu jauh.

Hall elevator, disamping berfungsi sebagai ruang sirkulasi pencapaian ke elevator ,


terutama pada saat jam penggunaan puncak (peak hour). Kondisi ini menyebabkan :
a. sebaiknya hall elevator tidak menjadi lintasan sirkulasi lain
b. ukuran hall mampu menampung sejumlah orang yang menunggu datangnya
elevator pada jam puncak dengan standar 0,4 m2 per orang

Konfigurasi shaft dengan hall minimum elevator, yang umum dijumpai dan dianggap
efisien adalah sebagi berikut :

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 208


1.11.2. SHAFT
Shaft merupakan ruang utama yang harus terintegrasi dengan bangunan. Tabel berikut
merupakan dimensi shaft tipikal yang merupakan fungsi dari kapasitas dan tipe
elevator, dapat digunakan untuk perancangan awal bangunan. Namun rancangan final
harus menggunakan spesifikasi teknis yang dibuat oleh pabrik elevatornya (tiap merek
berbeda ukurannya). Elevator untuk rumah sakit biasanya lebih panjang atau dalam,
karena harus muat ukuran tempat tidur, kursi roda, kereta laundry dan barang-barang
lainnya.

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 209


Kapasitas penumpang normal Ukuran Shaft(cm)
Tipe elevator
(pounds) (orang) Lebar Kedalaman
Traksi /kabel 1.200 6 195 150
2.000 10 225 180
2.500 13 255 225
3.000 16 270 240
3.500 19 285 255
4.000 22 300 255
Hidraulik 1.500 8 195 135
2.000 10 225 150
2.500 13 255 165
3.000 16 255 180
3.500 19 255 210
4.000 22 270 210

1.11.3. RUANG MESIN


Elevator tipe traksi memerlukan ruang mesin yang berbeda di penthouse, tepat diatas
shaft tiap elevator. Lantai ruang mesin tingginya lebih satu setengah kali dari jarak
lantai bangunannya dan luasnya harus lebih dua kali ukuran shaft. Mesin traksi
‘gearless’ yang didesain untuk kecepatan lebih dari 1,8 m/detik, membutuhkan ruang
mesin yang lebih luas dari tipe traksi ‘geared’. Mesin untuk elevator hidraulik
berukuran kurang lebih 1x2 m dengan tinggi 1,7 m diletakkan basement, ruang
tambahan untuk perawat perlu ditambahkan disekeliling mesin tersebut.

Contoh gambar denah dan ukuran ruang mesin sesuai dengan konfigurasi 2, 4, 6
elevator dan sesuai dengan kapasitas serta kecepatan yang berbeda-beda .
Contoh denah Shaft / hoistway dan ruang mesin untuk 2 unit elevator penumpang type
traksi “ gearless 2 : 1 ; kapasitas 2000 lbs ; 500 fpm

Gambar 6.16 . Denah shaft, konfigurasi 2 elevator (satuan mm)

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 210


Gambar 6.17. Denah ruang mesin, konfigurasi 2 elevator ( satuan mm )

Contoh denah shaft / hostway untuyk konfirgurasi 4 unit elevator penumpang, type
traksi “ gearless 1 : 1 “ ; kapasitas 3500 lbs ; kecepatan 800 fpm

Gambar 6.18. Denah shaft, konfigurasi 4 unit elevator (satuan mm)

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 211


.
Gambar 6.19. Denah ruang mesin, konfigurasi 4 unit elevator (satuan mm)

Contoh denah shaft / hostway untuyk konfirgurasi 6 unit elevator penumpang, type
traksi “ gearless 1 : 1 “ ; kapasitas 3000 lbs ; kecepatan 1.200 fpm

Gambar 6.20. Denah shaft, konfigurasi 6 elevator (satuan mm)

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 212


Gambar 6. 21. Denah ruang mesin, konfigurasi 6 elevator (satuan mm)

Catatan :
Ruang mesin, terdiri dari 2 lantai ; lantai pertama seukuran dengan koridor berisi
motor genset elevator. Gambar di atas adalah gambar lantai kedua yang terletak di
atas lantai pertama

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 213


Gambar 6.22. Detail ukuran pintu elevator

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 214


Gambar 6.23. Elevator penumpang; traksi “ gearless” ; kapasitas 2500 – 4000
lbs, kecepatan 700 – 1200 fpm

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 215


Gambar 6.24. Elevator penumpang; traksi “ gearless” ; kapasitas 2500 – 4000
lbs, kecepatan 500 fpm

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 216


Gambar 6.25. Elevator penumpang; traksi “ geared ” ; kapasitas 2000 – 4000
lbs, kecepatan 200 - 3500 fpm

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 217


Gambar 6. 26. Elevator untuk rumah sakit ; traksi “ geared & gearless” ;
kapasitas 4000 – 5000 lbs, kecepatan 200 – 800 fpm

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 218


Gambar 6. 27. Elevator barang ( freight); traksi “ geared ” ; kapasitas 4000 –
10000 lbs, kecepatan 75 – 200 fpm

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 219


Gambar 6.28. Elevator penumpang ( 2000 – 4000 lbs ) dan rumah sakit ( 4000 –
5000 lbs ); hidraulik ; kecepatan 50 – 150 fpm

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 220


Gambar 6.29. Elevator barang ( freight ); hidraulik ; kapasitas 2000 – 10000
lbs, kecepatan 50 – 125 fpm

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 221


2. ESKALATOR
Eskalator yang disebut juga sebagai tangga bergerak atau tangga listrik, sangat
populer penggunaannya pada pertokoan, terminal-terminal darat, laut dan udara.
Eskalator merupakan alat transformasi vertikal yang efisien dan ekonomis, karena
daya angkutnya yang besar, belum tertandingi alat angkut vertikal yang lain.

Eskalotor mampu memindahkan 10.000 orang perjam. Bila elevator untuk


transformasi bangunan lebih dari 5 lantai, maka eskalator sangat efisien untuk
transformasi dua sampai lima lantai. Namun eskalator mempunyai kelemahan pula,
yaitu tidak didesain untuk mengangkut orang berkusi roda dan mengangkut barang-
barang.

Eskalator, sebagai bagian dari sirkulasi bangunan, maka ditempatkan dan


berhubungan langsung dengan sirkulasi tersebut tanpa terhambat pintu atau lain
sebagainya.

2.1 KAPASITAS ANGKUT


Standar kecepatan gerak eskalator yang umum dibuat adalah 90 dan 120 fpm. (27,40
dan 36,60 meter per menit).Kecepatan selain dari pada itu harus dipesan,dan
kecepatan maksimum yang diijinkan oleh peraturan bangunan adalah 125 fpm (38
m/menit).

Pada umumnya eskalator mempunyai kedua kecepatan tersebut sekaligus. Pada situasi
normal, kecepatan yang digunakan 90 fpm, dan pada situasi padat (rush hour)
digunakan kecepatan 120 fpm.

Ada tiga model lebar standar eskalator, yaitu 32, 40, dan 48 inches (81,102 dan 122
cm). Model 32” (81cm) mempunyai lebar anak tangga 61 cm ; mampu menampung
satu orang dewasa dan satu anak kecil (1 ¼ orang) secara berdampingan per anak
tangga. Model 40” (102 cm), mempunyai lebar anak tangga 81 cm dan model 48”
(122 cm) mempunyai lebar anak tangga 102 cm, keduanya didesain untuk
menampung dua orang dewasa berdampingan per anak tangga.

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 222


Ketiga model tersebut, mempunyai lebar injakan (i) 41 cm dan tanjakan (t) 20 cm.
Kapasitas angkut eskalator, merupakan fungsi dari kecepatan dan lebarnya (ukuran
dalam antar balustrade). Kapasitas maksimum eskalator didasarkan pada kepadatan
orang per anak tangga sebagai berikut :

LEBAR ANAK KECEPATAN KAPASITAS ANGKUT


TANGGA
Maksimum Aktual
32” (81m) 90 fpm 5.000 3.750 orang per jam
120 fpm 6.750 5.060 orang per jam
40” ( 102 cm ) atau 90 fpm 8.100 8.100 orang per jam
48” ( 122 cm ) 120fpm 10.800 8.100 orang per jam

Untuk keperluan peramcangan, kapasitas angkut tersebut diatas, dikurangi 25%, untuk
memperhitungkan hilangnya space, akibat adanya orang-orang yang membawa
barang belanjaan, tas kantor atau barang lainnya.

2.2 KEBUTUHAN RUANG


Eskalator, harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah terlihat dari entrance
bangunan, mudah dilihat kemana tujuannya dan mudah dicapai. Ruang kosong yang
cukup ( lobby), perlu disediakan diawal dan diakhir (landing) dari eskalator, guna
menampung orang yang akan / telah menggunakan eskalator.

Besarnya ruang ini perlu mendapat perhatian serius pada bangunan yang mempunyani
trafik besar pada jam padat seperti misalnya; teater/bioskop, stadion olah raga, dan
sekolah, sebab kepadatan yang terlalu tinggi (berdesakan) dapat membahayakan
pengguna eskalator (menggunakan eskalator memerlukan keterampilan lebih tinggi
dibanding menggunakan tangga).

Karena itu, untuk bangunan khusus seperti itu, perlu dipertimbangkan adanya tangga
biasa disamping eskalator sebagai alat transportasi vertikal cadangan .
pada ruang untuk landing, baik atas maupun bawah, harus dihubungkan dengan ruang
terbuka, dimana para pemakai eskalator tersalurkan satu arah tanpa boleh mengubah
arah. Dengan perkataan lain ruang untuk landing turun tidak dianjurkan untuk
digunakan sebagai landing naik eskalator. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
konfigurasi tipe crisscross dan paralel pada eskalator (landing naik dan landing turun
pada arah berlawanan).
Sebagai patokan perancangan, jarak bebas minimum dimuka eskalator adalah 2,4 m
untuk berkecepatan 90 fpm; dan 3,5 m untuk yang berkecepatan 120 fpm.

2.3 KEAMANAN
Eskalator dianggap sangat aman. Semua permukaan balustrade dibuat halus; hand rail
didesain sedemikian rupa sehingga kecil kemungkinan kejadian jari terjepit. Anak

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 223


tangga dan pelat besi dibagian landing (disebut comb plate) didesain anti terpeleset
dan tahan gangguan.

Motor/ mesin eskalator mempunyai rem yang dapat dioperasikan melalui tombol
tekan atau otomatis beroperasi pada saat eskalator kelebihan beban atau kelabihan
kecepatan. Rem darurat juga disediakan untuk kondisi khusus yaitu bila rantai utama
mesin putus. Bila salah satu saja dari rem itu berkerja, maka eskalator akan berhenti
total, dan eskalator berubah fungsi menjadi tangga biasa. Dan oleh karena itu ada
kemungkinan pemakai eskalator terjebak (seperti pada elevator) maka sumber daya
listrik darurat tidak diperlukan.

2.4 KONFIGURASI CRISSCROS DAN PARALEL


Konfigurasi eskalator yang umum digunakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

KONFIGURASI SUSUNAN / LETAK


Crisscross a. berdampingan
b. terpisah
Paralel c. berdampingan
d. terpisah

Kedua kofigurasi tersebut diatas dapat dirancang agar bagian naik terpisah jauh dari
bagian turun, sehingga didapat sirkulasi berkeliling, yang menguntungkan bagi
pertokoan. Biasanya didaerah ini diletakkan display barang-barang yang menarik
(impulse-buying merchandise). Kelemahannya adalah membuat capai pengunjung
terutama yang membawa barang belanjaan. Konfigurasi crisscross, dianggap paling
ekonomis karena membutuhkan ruang paling kecil. Konfigurasi paralel, kurang
efisien dan lebih mahal, tetapi mempunyai penampilan yang imprensif, menarik orang
untuk menggunakan.

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 224


Gambar 6.30 . konfigurasi parallel

Gambar 6.31 . konfigurasi parallel

2.5 DESAIN ESKALATOR


Desain produk eskalator dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok :

A. Eskalator dengan ‘desain konvensional’.

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 225


Yaitu eskalator dengan mesin / motor penggerak yang diletakan dibagian atas
eskalator. Motor tersebut dihubungkan/menggerakan tangga dibawahnya dengan
bantuan rantai (seperti rantai sepeda) dan roda gigi. Eskalator jenis ini cocok untuk
menghubungkan dua lantai yang berjarak lantai tidak lebih 7,5 m, lebih dari itu tidak
dianggap efisien karena beban yang harus ditanggung semua komponen penggerak,
termasuk rantainya melonjak secara drastis.

Disamping itu, bila jarak lantai lebih dari 7,5 m, motor penggerak menjadi sedemikian
besar sehingga tidak mungkin lagi ditampung dalam truss (diperlukan ruang mesin
terpisah), perlu penambahan dimensi tabung dari trussnya sendiri dan balok
pendukung (L3, lihat gbr 7.32) ditengah bentangan eskalator. Dengan demikian
penggunaan eskalator dengan desain konvensional terbatas; maksimum sampai jarak
lantai 18,30 m.

Gambar 6.32. Eskalator dengan “ Desain Konvensional “ ; untuk jarak lantai


antara 2,40 m – 18,30 m (maksimum)

B. Eskalator dengan ‘desain modular’.

Oleh sebab desain konvensional mempunyai keterbatasan, maka untuk mengatasinya,


Westinghouse, sejak tahun 1973 mengembangkan dan memperkenalkan ‘modular
eskalator’ untuk eskalator lebar 32”&48” yang dinyatakan ‘unlimited rise’. Kondisi
tak terbatas tersebut dikarenakan penerapan sistem desain baru, yaitu penggunaan
motor-motor tambahan disepanjang unit eskalator yang didistribusi secara modular.
Dengan cara menyebarkan motor-motor disepanjang eskalator, maka mesin dan ruang

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 226


mesin tunggal seperti pada sistem desain konvensional tidak diperlukan

lagi.
Gambar 6.34. Modular Escalator, model 48”

Gambar 6.35. Mekanisme operasional “modular escalator”

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 227


2.6 KOMPONEN UKURAN ESKALATOR
2.6.1 Ukuran panjang eskalator

Gambar 6.36 Ukuran panjang eskalator

Jarak lantai “A” Panjang total “B”


(finish to finish) - mm (Jarak balok struktur ) - mm
3.000 9.908
3.300 10.335
3.600 10.866
3.900 11.396
4.200 11.920
4.500 12.448
4.800 12.978
5.100 13.506
5.400 14.033
5.700 14.560
6.000 15.088

2.6.2 Ukuran lebar eskalator

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 228


Gambar 6. 37. Ukuran lebar eskalator (mm)

Model Unit tunggal Dua unit gandeng, paralel


32” 48” 32”&32” 48”&48” 32 “&48”
X 81 cm 122 cm - - -
Y 130 cm 170 cm 260 cm 340 cm 300 cm
Z 130 cm 170 cm 260 cm 340 cm 300 cm

2.6.3 Truss
Truss adalah kerangka struktural dari baja siku yang berfungsi mendukung
semua komponen eskalator, termasuk mesinnya.
Panjang truss, tergantung pada tinggi / jarak lantai bangunan. Sudut kemiringan truss,
tentunya sesuai dengan sudut kemiringan eskalator yaitu 30 derajat.

Gambar 6. 38. Truss, yang merupakan tabung rangka baja 3 muka


Ujung bawah atau truss, ditumpukan pada balok-balok struktur bangunan yang
mungkin dibuat dari beton atau baja dengan detail tumpuan.

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 229


Gambar 6.39. Detail tumpuan truss (mm)

2.6.4 Motor penggerak dan kontrol

Gambar 6. 40. Motor Gambar 6. 41. Panel


ontrol
Diletakkan sedekat mungkin dengan motor

Hubungan besar daya motor dengan model eskalator


MODEL KECEPATAN JARAK DAYA MOTOR
ESKALATOR (fpm) LANTAI (m) (hp)
32” 90 / 120 4,20 5,0
90 / 120 5,10 7,5
48” 90 5,10 7,5
90 6,30 10,0
90 / 120 7,50 15,0

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 230


2.6.5 Hand rail

Gambar 6. 42. detail potongan handrail dengan pelat penutup

Gambar 6. 43. Mekanisme gerak handrail

Gerak dan kecepatan handrail harus sinkron dengan kecepatan tangga yaitu 90 atau
120 fpm

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 231


2.6.6 Tangga

Gambar 6.44. Mekanisme gerak tangga

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 232


SOAL LATIHAN
1. Kriteria kualitas pelayanan elevator adalah, kecuali
a. Waktu menunggu (Interval, Waiting time)
b. Daya angkut (Handling capacity)
c. Waktu perjalanan bolak-balik lift (Round trip time)
d. Serba otomatis, dan mempunyai interior yang menarik

2. Alat pengaman elevator adalah


a. Rem, centrifugal fly ball, buffer tipe pegas/tipe hidraulis, final limit switch
b. Rem, centrifugal fly ball, buffer tipe pegas/tipe hidraulis, final limit switch, kabel
penggantung
c. Rem, centrifugal fly ball, buffer tipe pegas/tipe hidraulis, kabel penggantung
d. Rem, centrifugal fly ball, buffer tipe pegas/tipe hidraulis, Geared traction machines

3. Apa yang dimaksud dengan centrifugal fly ball


a. Alat penyangga agar kabin tidak turun berlebihan (agar lantai kabin tetap sama
tinggi dengan lantai basement)
b. alat yang digunakan untuk menjaga agar kecepatan gerak elevator tidak berlebihan
dari kecepatan yang telah ditetapkan
c. alat yang dipasang dengan tujuan agar kabin tidak melampaui batas tempuh atas
maupun bawah jika kabin mencapi batas atas / bawah maka saklar ini tersentuh dan
bekerja menghentikan daya motor traksi serta mengaktifkan rem utama.
d. Kabel penggantung sebagai media yang menanggung seluruh beban

4. Apa yang dimaksud dengan final limit switch


a. Alat penyangga agar kabin tidak turun berlebihan (agar lantai kabin tetap sama
tinggi dengan lantai basement)
b. alat yang digunakan untuk menjaga agar kecepatan gerak elevator tidak berlebihan
dari kecepatan yang telah ditetapkan
c. alat yang dipasang dengan tujuan agar kabin tidak melampaui batas tempuh atas
maupun bawah jika kabin mencapi batas atas / bawah maka saklar ini tersentuh dan
bekerja menghentikan daya motor traksi serta mengaktifkan rem utama.
d. Kabel penggantung sebagai media yang menanggung seluruh beban

5. Apa yang dimaksud dengan Sistem operasi elevator


a. Alat penyangga agar kabin tidak turun berlebihan (agar lantai kabin tetap sama
tinggi dengan lantai basement)
b. alat yang digunakan untuk menjaga agar kecepatan gerak elevator tidak berlebihan
dari kecepatan yang telah ditetapkan
c. alat yang dipasang dengan tujuan agar kabin tidak melampaui batas tempuh atas
maupun bawah jika kabin mencapi batas atas / bawah maka saklar ini tersentuh dan
bekerja menghentikan daya motor traksi serta mengaktifkan rem utama.
d. Sistem otomatis yang mengontrol semua gerak satu atau lebih elevator agar efisien
dan nyaman bagi pemakainya,

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 233


Kunci Jawaban
BAB I BAB II BAB III BAB VI
1. C 1. A 1. A 1. D
2. B 2. D 2. A 2. A
3. A 3. A 3. C 3. B
4. B 4. A 4. A 4. C
5. D 5. D 5. B 5. D
6. B 6. 6. C 6.
7. B 7. 7. C 7.
8. D 8. 8. A 8.
9. A 9. 9. D 9.
10. A 10. 10. C 10.

Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 234


DAFTAR PUSTAKA

Arismunandar, Wiranto, Heizo Saioto, Penyegaran Udara, Bandung: Pradnya


Paramita, 2001.
Agus Susanto, Paulus, Utilitas Bangunan, Universitas Parahyangan Bandung, 2005
Bradshaw, Vaughn, Building Control System, New York, John Wiley, 1993
Ching, Francis D.K. A Visual Dictionary of Architecture a Division of International,
New York: Thomson Publising Inc., 1995.
Departeman Pekerjaan Umum : Peraturan-peraturan mengenai Utilitas Bangunan,
2006
Dagostino R Frank Mechanical and Electrical Systems in Construction and
Architecture Third Edition,,Prentice Hall,Inc.,1995
Guinness , Mc., Stein, Renolds, Mechanical & Electrical Equipment for Building,
New York : John Wiley & Sons, Inc. 1986
Guide to Electrical Installation & Repair Book Two,Team,McGraw-Hill, Inc.,1998
Morimura, Takeo & Soufayan M. Noerbambang, Perancangan dan Pemeliharaan
Sistem Plambing; Pradnya Paramita, 1988
Poerba, Hartono, Utilitas Bangunan, Jakarta : Jambatan, 1992
Departemen PU, Petunjuk Perencanaan Struktur Bangunan Untuk Pencegahan dan
penanggulangan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung
SKBI2362-1987.
Patterson, James ,Simplified Design for Building Fire Safety, ,John Wiley & Sons,
Inc.,1993
Salvan,George S, Architectural Utilities 1, Plumbing & Sanitary, Quezon City; JMC
Press , 1986
Roestanto, Ir. Perencanaan Utilitas Pada Bangunan Tinggi, WD,,1988
Stein John, Benjamin, S. Reynolds, John, Mechanical and Electrical
Equipment For Buildings 8 th Edition, Wiley & Sons, Inc
Tanggono, Dwi, Utilitas Bangunan, Jakarta : UI Pers, 2000
Richard D Rush, The Building System Integration Handbook, , IAI,John Wiley &
Sons,Inc.,1986

DAFTAR PUSTAKA 235


TENTANG PENULIS

Agung Wahyudi Lulus S1 Teknik Arsitektur


Universitas Gunadarma pada tahun 2001 kemudian
mengambil master di Jurusan Magister Arsiterktur
Kota di Universitas Katolik Parahyangan Bandung
lulus pada tahun 2004. Saat ini sedang menempuh
Program Doktor di Program am Doktor Teknik
Arsitektur dan Perkotaan di Universitas Diponegoro
Semarang. Beberapa Penelitian yang dilakukan
kemudian di seminarkan antara lain Community
Participation In Situ Pengasinan Conservation Effort To Create A Green Living Place di UII
Yogyakarta, Juli 2013, Developing Green Open Space in Urban Maritime Residential Areas
Through Community Participation Approach di Unhas Maakasar, September 2013

Karya Tulis ini merupakan bentuk sumbangsih ilmu arsitektur, yang diharapkan dapat
memberikan kontribusi
busi pada pemetaan arsitektur bangunan dan lingkungan di Indonesia

Jakarta, September 2013

Agung Wahyudi, ST., MT

Utilitas Bangunan iii

Anda mungkin juga menyukai