E-book ini berisi uraian dasar perancangan utilitas untuk suatu kompleks bangunan beserta
lingkunganya, baik untuk bangunan bertingkat rendah maupun bangunan bertingkat tinggi.
E-book ini merupakan bacaan on-line untuk membantu mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan jurusan Teknik Arsitektur dalam menyelesaikan pendidikanya pada semester 4,5
dan 6 khususnya pada mata kuliah Utilitas.
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar i
Daftar isi ii
ii
3.1. Kebutuhan berdasarkan jumlah penghuni 64
3.2. Kebutuhan berdasarkan jenis dan jumlah alat plambing 65
3.3. Kebutuhan berdasarkan beban unit alat plambing 66
4. Sistem penyediaan air panas 67
4.1. Sistem pemanasan dengan instalasi lokal 67
4.2. Pemanasan dengan instalasi sentral 68
5. Beberapa hal penting dalam sistim 76
5.1. Kemiringan pipa 76
5.2 Perbandingan pipa sirkulasi gravitasi tunggal dan ganda 76
5.3 Perbedaan Sirkulasi Gravitasi dengan sirkulasi
pompa76
5.4 Reverse return untuk keseragaman temperature 77
5.5 Pipa dan tangki ekspansi 77
6 Konstruksi tangki pemanas sentral80
iii
3.8.3.2. Bidang resapan 128
iv
BAB 6. TRANSPORTASI VERTIKAL DALAM BANGUNAN
1 Elevator 185
1.1. Kinerja elevator 186
1.2. Peralatan elevator 187
1.3. Kabin (car) dan rel. 187
1.4. Mesin elevator 190
1.5. Penyusunan roda penggerak, kabel dan mesin elevator 193
1.6. Kabel penggantung 194
1.7. Alat-alat pengaman elevator 195
1.8. Pintu.elevator 196
1.9. Sistim. kontrol elevator 199
1.10. Menghitung jumlah kebutuhan elevator 200
1.10.1. Interval dan Waiting time 200
1.10.2. Handling capacity 201
1.10.3. Travel time / average trip 202
1.10.4. Round trip time 203
1.10.5. Kecepatan elevator 204
1.10.6. Populasi gedung 206
1.10.7. Contoh penghitungan jumlah devator 207
1. 11. Lokasi dan ukuran ruang 208
1.11.1. Hall. elevator 208
1. 11.2. Shaft 209
1. 11.3. Ruang mesin 210
2. Eskalator 222
2.1 Kapasitas angkut 222
2.2. Kebutuhan ruang 223
2.3. Keamanan 223
2.4. Konfigurasi crisscross dan paralel. 224
2.5. Desain eskalator 225
2.6. Komponen dan ukuran eskalator 228
2.6.1. Ukuran panjang eskalator 228
2.6.2. Ukuran lebar eskalator 229
2.6.3. Truss 229
2.6.4. Motor penggerak dan kontrol 2230
2.6.5. Handrail. 231
2.6.6 Tangga 232
Daftar Pustaka
v
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 0
1. Penyediaan air bersih
1.1. Air
Air merupakan kombinasi dua elemen dasar; hidrogen dan oksigen;yang
dapat dijumpai sebagai:
a. cairan 830 kali berat dari udara
b. bentuk padat es
c. uap 133 kali lebih ringan dari udara
Merupakan kebutuhan pokok manusia.
Dengan adanya air yang cukup dan sehat membantu terlaksananya
penyehatan masyarakat.
Untuk mencukupi kebutuhan air bersih, diambil dari alam; sumur, sungai,
mata air, air hujan dan sebagainya.
Penyediaan air bersih, terutama di kota, pada prinsipnya disediakan oleh pemerintah
(PDAM).Namun bila tidak mencukupi atau tidak terjangkau distribusinya, maka
diusahakan sendiri (privat) dengan pembuatan sumur-sumur terbuka maupun sumur
bor.
Beberapa problema yang biasa dijumpai dan cara mengatasinya adalah sebagai
berikut :
Keterangan gambar :
Pompa ini sangat populer sebagai pompa domestik dan lebih dikenal dengan nama
trade – marknya (Sanyo,Hitachi, Shimitzu, Dab dsb).Secara teoritis pompa ini dapt
mengangkat air sampai 10 m ; tetapi secara praktis terbatas sampai tinggi 7,5 m.
Oleh sebab mempunyai daya dorong yang besar, pompa sentrifugal ini biasanya
digunakan untuk memindahkan air dari tangki bawah ke tangki atas yang terletak jauh
diatasnya (lebih dari 10 m).
Komponen utama pompa adalah impeler dan rumah pompa yang berbentuk `keong’.
Bila impelernya hanya satu maka disebut pompa single-stage; beberapa impeller
dipasang pada satu poros. Air dialirkan dari impeler pertama ke impeler kedua dan
seterusnya(dapat mencapai 10 buah) secara berurutan. Dengan cara ini didapat pompa
yang sangat kuat; berguna untuk pompa sirkulasi pendorong dari tangki bawah ke
tangki atas/atap pada bangunan yang sangat tinggi. Atau digunakan pada tangki tekan
serta instalasi mesin AC.
Dalam merancang penyediaan air untuk suatu fungsi bangunan apapun, ada dua hal
pokok yang harus dikerjakan di awal sekali,yaitu :
Setelah sumber penyediaan didapat maka dirancang sistem penyediaannya yang pada
dasarnya dapat di kelompokkan mejadi 3 bagian :
a. Sistem sambungan langsung tangki (dari pipa dinas PDAM).
b. Sistem tangki penampungan.
c. Sistem tangki tekan.
Sistem yang pertama ; Sistem sambungan langsung tanpa tangki; meskipun lazim
digunakan dinegara maju (Eropa, Amerika, Jepang), dilarang digunakan di Indonesia,
sebab memungkinkan pemasangan pompa – pompa langsung ke saluran distribusi
PDAM.
Pada sistem ini, pipa distribusi dari dalam gedung disambungkan melalui meter air ke
pipa dinas PDAM yang terletak didalam tanah diluar pagar rumah. Laju aliran suplai
air dibatasi oleh ukuran (diameter) pipa cabang serta tekanan air dari pipa cabang dan
Oleh sebab sistem sambungan langsung seringkali tidak memuaskan dan tidak dapat
mengakomodasi bangunan bertingkat, maka sebagai gantinya digunakan sistem tangki
atap atau menara air. Pada prinsipnya air dari sumber PDAM maupun sumur privat,
harus ditampung terlebih dahulu di tangki penampungan bawah, kemudian di
pompakan ke tangki atas yang dapat diletakkan diatap atau menara air, baru
didistribuskan keseluruh bangunan.Konsekunsi dari sistem ini adalah :
a. Volume tangki atap tergantung pada kebutuhan bangunan, pada jam
pemakaian puncak dan laju aliran dalam pipa penghubung antara tangki
atap (tidak harus satu pipa / pompa).
b. Volume tangki bawah tergantung pada besarnya laju aliran kebutuhan
sehari yang diambil oleh tangki atap plus distribusi dan juga oleh besarnya
laju aliran suplai air dari pipa PDAM ; sumur privat atau kombinasi.
Pada dasarnya sistem tangki tekan ini dibuat karena tidak dimungkinkan atau tidak
dikehendaki adanya tangki atap/menara air. Dengan demikian, untuk menaikkan air
dari tangki penampung bawah langsung keperalatan plambing diatasnya digunakan
tekanan buatan (melalui tangki tekan dan kompresor) yang jelas lebih mahal dari
tangki atap yang menggunakan sistem gravitasi alamiah. Sistem kerja tangki tekan
adalah sebagai berikut : Air yang telah ditampung ditangki bawah dipompakan
kedalam suatu tangki tertutup yang tahan tekanan, selain itu udara didalam tangki
juga dikompresi dengan alat kompresor untuk mengatur besarnya tekanan yang
diinginkan. Air dalam tangki tersebut kemudian didistribusikan (up-feed) dalam
bangunan. Pada saat air digunakan oleh alat plumbing maka tekanan dalam pipa
maupun tangki tekan akan turun. Bila pemakaian air berlanjut maka tekanan akan
Syarat tata letak dan hubungan antara kedua tangki tersebut adalah sebagai
berikut:
i. Setiap tangki harus dilengkapi dengan pipa peluap (overflow) yang tidak boleh
disambungkan langsung ke pipa pembuangan, mempunyai celah udara ≥ 2 kali
diameter pipa.
j. Pada setiap tangki perlu dipasang pipa ven / ventilasi yang diberi saringan anti
serangga. Tujuannya adalah memasukkan atau mengeluarkan udara ketika
volume air dalam tangki berkurang, atau bertambah.
Pada contoh gambar 1.16 diatas bahwa untuk tangki bawah tidak ditanam langsung
kedalam tanah, dibuatkan ruang khusus dibawah tanah. Dengan demikian syarat
pertama (a) dari tangki air bersih dipenuhi. Selainitu perhatikan bahwa syarat jarak (a
≥ 5 m) dipenuhi dengan ukuran terhadap dinding ruang untuk tangki, bukan dari
dinding tangkinya sendiri
Disamping masalah konstruksi dari tangkinya sendiri, masalah lain yang timbul
adalah masalah dalam kaitannya dengan struktur bangunan dan estetika tampak
bangunan. Untuk fungsi bangunan yang membutuhkan banyak air (apartemen, rumah
sakit dsb) maka diperlukan tangki atap yang besar pula, dan karena lokasinya di atap,
maka memberi beban yang berat terhadap struktur bangunan , selain membebani
secara vertikal, struktur bangunan juga akan rentan terhadap gaya lateral. Dari segi
estetika, ukuran yang besar dari tangki atap bila lokasi dan bentuknya tidak dirancang
dengan baik akan memberi dampak negatif pada tampak bangunan. Oleh sebab itu
tata letak serta bentuk dari tangki atap atau menara air sebaiknya telah
dipertimbangkan sejak awal desain.
Gambar 1. 25. Konstruksi pipa keluar pompa yang dilengkapi peredam getaran
dan rongga udara untuk menmgatasi “pukulan air”
Dari kedua sistim aliran kebawah dan keatas, perbedaanya hanya terletak pada aliran
suplai ke alat plambing saja, karena itu sukar dikatakan sistim mana yang lebih baik
diantara keduanya. Kedua sistim tersebut disebut sebagai kelompok sistim pipa ganda
karena memisahkan antara pipa naik dari tangki bawah keatas dengan pipa distribusi
Untuk mengatasinya, ada dua cara untuk pencegahan terjadinya aliran balik. Pertama,
dengan membuat ‘celah udara’ dan yang kedua dengan memasang ‘alat’ pencegah
aliran balik.
Celah udara :
Merupakan penyediaan ruang bebas antara bagian terendah atau keran tempat air
keluar dengan muka air peluapan dari suatu peralatan plambing. Secara umum, celah
minimum yang harus disediakan adalah dua kali diameter lubang pipa / keran tempat
air dikeluarkan. Untuk wastafel minimum 1”, sink dapur 1 ½ “, dan bathub 2” (inch).
Pemecah vakum digolongkan menjadi dua jenis, yaitu ‘pemecah vakum atmosferik’
dan ‘pemecah vakum tekanan positif’.
Dari kedua jenis pemecah vakum tersebut, pemecah vakum atmosferik ternyata lebih
banyak digunakan, merupakan alat yang tak terpisahkan pada penjualan alat saniter
(shower, keran bathub, bidet, urinal) dari pabrik merek tertentu (Toto, American
Standart,dst).
(g) Pelepas vakum jenis (h) Pelepas vakum jenis (i) Pelepas vakum jenis bertekanan
bertekanan bertekanan
misalnya penyiram rumput dan tanaman
Pukulan air, terjadi tidak hanya pada pipa penyambung antara tangki penampung
bawah dan atas saja ( lihat sub bab 2.2.5 ), tetapi terjadi pada semua pipa distribusi.
Pukulan air ini terjadi karena adanya ‘ Gelombang Tekanan ‘ yang merambat dalam
pipa dan menjadi penyebab kerusakan pada peralatan plambing, getaran dan patahnya
pipa, kebocoran dan suara berisik.
Dalam table 1.2 (hal 38 ), dapat dilihat tekanan minimum dari tiap jenis peralatan
plambing agar tiap peralatan tersebut dapat berfungsi dengan baik. Konsekuensi
adanya tekanan minimum ini adalah terutama pada letak ketinggian muka air dalam
tangki atap. Sebagai contoh; dalam tabel 1.2; terlihat bahwa katup gelontor, keran
otomatik dan unit water-heater, menuntut tekanan kerja yang tinggi. Bila disediakan
tekanan air standar 1,0 kg/cm 2, maka tinggi muka air terendah dalam tangki atap
minimum berjarak 10 m1 diatas alat plambing yang tertinggi letaknya. Bahkan jarak
tersebut lebih besar lagi bila kerugian gesek dalam pipa diperhitungan.
1 2 2
Untuk setiap m perbedaan tinggi muka air setara dengan 0,1 kg/cm ; maka untuk kg/cm
diperlukan perbedaan tinggi 10 m
Catatan :
1. Tekanan maksimum katup gelontor kloset dan urinal adalah 4 Kg/cm2.
Penggelontoran bertujuan untuk membawa kotoran padat dalam pipa buangan
sampai ke tangki septic atau saluran umum. Untuk itu menurut standar dibutuhkan
15 liter air yang dialirkan selama 10 detik pada tekanan normal 10 m kolom air ( 1
Kg/cm2).
2. Keran otomatik, bila tekanan minimumnya tidak tercapai maka tidak akan dapat
menutup rapat, air akan mengalir terus.
3. Tekanan minimum untuk water heater, tiap merek dapat berbeda sebaiknya
melihat brosurnya masing-masing, tetapi untuk yang bertekanan kurang dari 0,5
kg/cm2, debit/laju alirannya kecil sekali. Water heater instaneous untuk shower
kamar mandi pada umumnya bertekanan 0,5 kg/cm2.
2
Dalam contoh ini hanya diperkirakan hanya sekedar memberi gambaran saja; seharusnya
dihitung berdasarkan panjang pipa, jenis pipa, diameter pipa dan jumlah fitting yang
dipasangkan pada pipa itu.
Dua contoh diatas, menunjukkan bahwa tekanan minimum alat plambing akan sangat
mempengaruhi tinggi muka air terendah dari tangki atap. Tangki atap akan bertambah
tinggi lagi bila diperhitungkan adanya kehilangan tekanan / friksi dalam pipa.
Kehilangan tekanan dalam pipa tergantung pada : ukuran (panjang & diameter) pipa,
jenis bahan pipa (besi, PVC, tembaga), kecepatan dan laju aliran air dalam pipa serta
banyaknya katup dan alat penyambung (fitting) yang ada pada pipa tersebut.
Tabel 1.3 Ekivalensi panjang pipa terhadap kerugian gesek berbagai jenis fitting
Jumlah laju aliran atau kebutuhan suatu fungsi bangunan dapat dihitung
berdasarkan:
A..Jumlah pemakai dengan memakai standar yang tercantum dalam :
Tabel 1.4; “Pemakaian air rata rata perorang perhari” dan
Tabel 1.5; “Fasilitas minimal peralatan plambing”.
B. Unit beban alat plambimgdengan memakai:
Tabel 1.8; “Unit beban alat plambing” dan kurva aliran serentak yang
disebut juga sebagai “kurva hubungan antara jumlah unit beban alat
plambing dengan laju aliran air.
JmIh orang JmIh kloset JmIh org JmIh wastafel 1 shower utk setiap 15 org
1-9 1 1-100 1 per 10 org
10-24 2 100 lebih 1 per 15 org
25-49 3
4 Pabrik / workshop 50-74 4 idern
75-100 5
PrIa : 1 untuk setiap 10 org 1 per 12 org utk cucl tangan 1 untuk 8 org
Wanita : 1 utk setlap 8 org 1 per 50 utk sikat gigi khusus asrarna wanita
1 per 25 pria, bila lebIh dari 150 orang 1 wastafel utk setiap ditambah 1 per 30 wanita
5 Asrama
1 kloset untuk setlap penambahan 15 pria tambahkan 1 per 50 pria penambahan 20 pria / 15 Bila lebih dari 150 orang,
atau 20 wanita wanita tambah 1 per 20
6 Teater / audItoriurn Jumlah orang JumIah kloset Jumlah pria Jumlah urinal JrnIh org JmIh wastafel
PrIa Wanita
1-100 1 1 1-200 1 1-200 1
101-200 2 2 201-400 2 201400 2
201-400 3 3 401-600 3 401-750 3
1 kloset utk setiap penambahan 500 pria 1 urinal untuk setiap penarnbahan 300 pria 1 wastafel utk setiap
300 wanita penarnbahan 500 org
Penggu naan
air untuk Waktu
Penggunaan Laju aliran
Jenis alat plambing pemakaian pengisian
perjam (Itr/menit)
satu kali (detik)
(liter)
Kloset dengan katup
1 13,5 -16,5 6 -12 110-180 8,2-10
gelontor
Kloset dengan tangki
2 13 -15 6 -12 15 60
gelontor
Urinal dengan katup
3 5 12 - 20 30 10
gelontor
4 Cuci tangan / lavatory 10 6 -12 15 40
Kitchen sink dengan
5 25. 6 -12 15 60
keran 13 mm
Kitchen sink dengan
6 25 6 -12 25 60
keran 20 mm
7 Bathtub 125 3 30 250
8 Shower 24 - 60 3 12 120 -130
1. Standar pemakaian air untuk kloset dengan katup gelontor, untuk satu. kali penggunaan adalah 15 liter
selama 10 detik.
2. Pipa sambungan ke katup gelontor untuk kloset biasanya 25 mm (1"), tetapi untuk mengurangi kerugian
akibat gesekan dianjurkan memasang pipa ukuran 32 mm (1 ¼”)
3. Pipa sarnbungan ke katup gelontor untuk urinal biasanya 13 mm (1/2"), tetapi untuk mengurangi
kerugian akibat gesekan dianjurkan memasang pipa ukuran 20 mm (3/4")
Catatan :
1. Alat plambing untuk keperluan pribadi dimaksudkan untuk rumah tinggal atau
apartemen dimana pemakaiannya tidak terlalu banyak.
2. Alat plambing untuk keperluan urnum dimaksudkan untuk gedung kantor, sekolah,
pabrik dsb, untuk pemakaian umum.
3. Alat plambing yang tidak ada dalam daftar, digunakan perkiraan dengan
membandingkan alat yang hampir serupa.
4. Nilai beban unit untuk pencampur (mixer) air panas dan dingin; sudah diperhitungkan
sebagai nilai total; bila, dipisahkan (dingin atau panas saja) diambil nilai ¾ dari
daftar.
5. Alat plambing yang airnya mengalir kontinu, dihitung terpisah dan ditambahkan pada
jumlah alat plambing.
Diagram 1.4 Hubungan antara unit beban alat plambing dengan laju
aliran
Kurva (1) untuk system yang sebagian besar menggunakan katup gelontor
Kurva (2) untuk system yang sebagian besar menggunakan tangki gelontor
Dalam melakukan penafsiran perlu dicatat bahwa setiap cara penafsiran akan
menghasilkan nilai angka berbeda, meskipun penafsiran itu dilakukan pada
obyek yang sama, misal, penafsiran dengan beban unit akan menghasilkan nilai
yang lebih besar dibandingkan dengan penafsiran dengan jumlah penghuni..
Karena itu dianjurkan pada obyek yang sama dilakukan penafsiran dua kali
dengan dua cara yang berbeda untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang lebih
akurat.
Metoda dengan cara ini praktis digunakan pada tahap prarancangan arsitektur, karena
kebutuhan pemakaian air sudah dapat ditentukan meskipun desain dan jumlah
peralatan plambing yang digunakan belum dapat ditentukan.
Penaksiran dengan menggunakan cara ini dilakukan berdasarkan tabel 1.4. (hal. 46);
menggunakan ‘standar’ pemakaian air per orang per hari pada fungsi tertentu yang
dikaitkan dengan jumlah penghuni bangunan tersebut.
Catatan :
1. Bila tiap apartemen tersebut menggunakan kamar mandi dengan bathtub
maka standar pemakaian air per orang per hari adalah 350 l/hari.
Direncanakan suatu gedung perkantoran dengan luas 10.000 m2 ; untuk luas kerja
rata-rata per orang diambil 5 m2 /orang.
Luas efektif gedung berdasar tabel 1.4 adalah 60% - 70% .
Bila diambil 60% maka Lefektif = 0,6 x 10.000 = 6.000 m2.
Jumlah pemakai Gedung tersebut = 6.000/5 = 1.200 orang
Dari tabel 1.4 ; untuk bangunan perkantoran dibutuhkan pemakaian air 100 liter/
pegawai per hari ; dengan lama pemakaian T = 8 jam ; maka Qd = 1.200 x 100 =
120.000 l/hari = 120 m3/hari
Bila diandaikan diberi tambahan 20% untuk mengatasi kebocoran, penguapan
dikarenakan water-heater , penyiraman tanaman, cooling tower mesin AC dan
sebagainya4 ; maka kebutuhan air menjadi
Qd = 1,2 x 120 m3 = 144 m3/hari.
Karena T = 8 jam ; maka Qh = Qd /T = 144/8 = 18 m3/jam
Bila ditetapkan c1 = 2 dan c2 = 3 maka :
Qh-max = c1 x Qh = 2 x 18 = 36 m3/jam.
Qm-max = c2 x (Qh/60) = 3 x (18/60) = 0,9 m3/menit
3
Presentasi luas efektif dalam tabel ini hanya berlaku untuk penaksiran pemakaian air, tidak berlaku
untuk hal yang lainnya (mis. Ekonomi bagunan, studi kelayakan proyek)
4
Pengandaian 20% disini hanya untuk mengingatkan bahwa diluar kebutuhan pemakai masih terdapat
kebutuhan lain yang harus diperhitungkan secara terpisah.
Untuk penambahan karena pemakaian alat seperti AC dan Cooling Tower , sangat tergantung pada
kapasitas mesin AC nya sendiri, namun sebagai gambaran dapat dilihat rasio kebutuhan sebagai
berikut :
a. Mesin pendingin AC kompresi uap membutuhkan 13 l/menit ; jenis absorsi 16 l/menit untuk
setiap TR (Ton Refrigerasi).
b. Cooling Tower sebesar 0,26 – 0,39 l/menit untuk setiap TR, akibat penguapan 1% dan
pengkabutan 2 – 3%.
Suatu gedung perkantoran, memiliki lantai tingkat 4 dengan peralatan plambing pada
tiap tingkat terdiri dari : 3 kloset duduk (katup gelontor) ; 3 wastafel, 3 urinal dan bak
cuci pel 4 buah.
Jumlah total alat plambing untuk 4 lantai :
Kloset duduk katup gelontor 12 buah, wastafel 12 buah, urinal 12 buah dan bak
cuci pel 4 buah.
Berdasarkan tabel 1.7 (hal. 49), jumlah unit beban total adalah :
Jenis alat plambing Jumlah alat Unit beban alat Jumlah unit
plambing plambing beban
Kloset (katup gelontor 12 10 120
Wastafel 12 2 24
Urinal 12 5 60
Bak cuci pel 4 4 16
Jumlah unit beban total 220
Hasil penaksiran ini dapat digunakan untuk mencari jumlah pegawai maupun luas
lantai banguna yang dilayani oleh alat plambing yang disediakan :
Qd = 86,4 m3/hari, pemakaian per karyawan = 100 liter/hari (tabel 1.4) ; maka
jumlah karyawan yang dilayani : 86.400/100 = 864 orang.
Luas lantai kerja per karyawan 5 m2 ; Lefektif = 5 x 864 = 4320 m2.
Lefektif = 60% (tabel 1.4) maka luas total bangunan tersebut = 7200 m2..
Sebagai contoh diambil sebuah bangunan yang sama pada contoh 3. Kantor dengan
pegawai 864 orang dan untuk penafsiran digunakan tabel 1.5 (hal 47)
Jenis alat plambing Jumlah alat Unit beban alat Jumlah unit
plambing plambing beban
Kloset (katup gelontor) 16 10 160
Wastafel 16 2 32
Urinal 8 5 40
Bak cuci pel - - -
jumlah unit beban total 232
Dari kedua penaksiran tersebut, terlihat bahwa hasil dari keduanya tidak berbeda
banyak, namun terlihat bahwa desain awal atau perkiraan jumlah alat plambing yang
dibutuhkan tidak memenuhi syarat minimal. Berarti, meski kebutuhan air tetap namun
perlu dilakukan re-desain pada WC yang ada.
Dimana :
VE = kapasitas efektif tangki atas (liter)
QP = laju aliran penyediaan pada kebutuhan puncak (liter/menit)
Qmax = laju aliran pemakaian pada jam puncak (liter/menit)
Qpu = kapasitas pompa pengisi (liter/menit)
Tp = jangka waktu pemakaian puncak (menit)
Tpu = jangka waktu kerja pompa pengisi(menit)
Agar VE menjadi efektif, maka laju aliran pompa pengisi (Qpu) diusahakan sama
besarnya dengan laju aliran pemakaian pada jam puncak Qmax ; maka Qpu = Qmax dan
makin dekat nilai laju aliran pompa dengan laju aliran yang harus disediakan pada
jam puncak (Qp ), akan makin kecil volume tangki atas.
Karena itu, apabila dapat diusahakan Qp = Qpu = Qmax maka didapat ukuran tangki
atas minimum yang dapat melayani kebutuhan puncak, dan dapat dirumuskan sebagai
berikut :
VE = Qpu x Tpu
Untuk contoh, diambil penaksiran dari contoh 2 sebelumnya dimana telah didapat :
a. Qh-max = 36 m3/jam atau 600 liter/menit
b. Qm-max = 0,9 m3/menit atau 900 liter/menit.
Dalam kaitannya rumusan tangki atas :
Qp ekivalen dengan Qm-max = 900 liter/menit dan
Qmax ekivalen dengan Qh-max = 600 liter/menit
VR = Qd – (QS . TS)
Dimana :
VR = volume penyediaan air dalm tangki air bawah
Qd = laju aliran kebutuhan air sehari (m3/hari)
QS = laju aliran suplai / pengisian dari PDAM atau sumur (m3/jam)
TS = jangka waktu pengisian ; paling lama senilai T (jam)
T = jangka waktu pemakaian sehari (jam/hari)
SOAL LATIHAN
1. Kualitas air harus memenuhi syarat, yaitu seperti dibawah ini kecuali :
a. Tidak mengandung bakteri c. Berbau
b. Tidak mengandung zat kimia d. Tidak mengandung organisme
2. Cara pengaliran air bersih dalam sistem pemipaannya agar sampai ke tempat yang
diperlukan adalah:
a. Up feed dan down feed c. Sistem pompa tekan
b. Sistem vertical dan horizontal d. Sistem pipa ganda
3.
4.
5. Berikut ini beberapa metoda yang digunakan untuk menentukan besarnya laju aliran air,
kecuali:
a. Berdasarkan jumlah pemakai
b. Berdasarkan jenis dan jumlah alat plambing
c. Berdasarkan unit beban alat plambing
d. Berdasarkan kapasitas tangki atas dan bawah
6. Mengapa dalam sistem pemipaan kenapa tidak diperbolehkan terjadi hubungan pintas
10. Peralatan sistem penyediaan air dingin yang harus disediakan adalah
a. Pompa, perpipaan, tangki atas/bawah, alat plambing
b. Pompa, perpipaan, tangki
c. Pompa, perpipaan, bak mandi, tangki atas/bawah, kran
d. Kran, shower, bak mandi, peredam pukulan air
Air, volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4° Celcius, dan akan
bertambah pada temperatur yang lebih rendah atau lebih tinggi.
Bila kerapatan ( density ) air pada temperatur 4°C dianggap sama dengan satu, maka
air yang dipanaskan antara 4° C – 100° C, volumenya akan bertambah sekitar 4,3 %.
Selanjutnya, bila air dipanaskan terus, pada suatu temperatur tertentu akan mendidih
tergantung pada tekanan airnya. Makin tinggi tekanan airnya, maka makin tinggi pula
titik didihnya.
Jelas, bahwa dalam perancangan maupun pemasangan instalasi air panas, aspek-aspek
tersebut diatas harus diperhatikan.
Air panas digunakan untuk mandi, cuci muka/tangan, mencuci pakaian atau alat dapur
dan sebagainya. Temperatur yang digunakan untuk berbagai keperluan tersebut berbeda-
beda dan distandarkan sebagai berikut :
Pada sistem instalasi air panas sentral, terdapat kehilangan panas pada pipa distribusi,
karen itu temperatur dalam tangki sentral haruslah lebih tinggi dari temperatur pemakaian;
yaitu sekitar 55-60°C. Untuk hotel, biasanya digunakan temperatur 65°C.
catatan :
1. Untuk rumah pribadi atau rumah susun, bila ada mesin cuci piring ditambah 60l/ hari setiap unit dan mesin cuci pakaian 150l/ hari setiap
unit
2. Hotel, jumlah pemakaian airnya tergantung pada jenis dan kelas hotel itu. Pada hotel kelas tinggi ( bintang 5 ), pemakaian air puncak rendah
tetapi pemakaian air dalam sehari besar. Pada hotel komersial, pemakaian air puncaknya tinggi, tetapi pemakaian air sehari relatif kecil
3. Pada beberapa rumah sakit, ada yang menggunakan kolam untuk fisioterapi, untuk itu harus diadakan perhitungan terpisah
Jumlah air panas (liter/jam) yang dialirkan ke tiap alat plambing, dengan temperatur 60°C
Rumah Rumah Penginapan
Jenis alat plambing susun Klub Olahraga Rumah sakit Hotel Pabrik Kantor Pribadi Sekolah Pemuda
Wastafel (pribadi) 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6
Wastafel (umum) 15 23 30 23 30 45 23 - 57 30
Bathtub 76 76 114 76 76 - - 76 - 114
190-
Mesin cuci piring 57 570 - 190-570 190-760 76-380 - 57 76-380 76-380
Bak rendam kaki 11,4 11,4 45 11,4 11,4 45 - 11,4 11,4 45
Kitchen sink 38 76 - 76 114 76 76 38 76 76
Pantry sink 19 38 - 38 38 38 19 38 38
Laundry sink 76 106 - 106 106 - - 76 - 106
Bak cuci pel 76 76 - 76 114 76 76 57 76 76
Shower 114 570 852 284 284 852 114 114 852 852
Untuk terapi / pengobatan
pancuran mandi 1500
bak rendam badan 2300
bak rendam kaki 380
bak rendam lengan 132
bak rendam duduk 114
bak rendam dengan air 625
mengalir
Faktor pemakaian 0,30 0,30 0,40 0,25 0,25 0,40 0,30 0,30 0,40 0,40
Koefisien kapasitas
penyimpanan 1,25 0,90 1,00 0,60 0,80 1,00 2,00 0,70 1,00 1,00
• yang dimaksud dengan koefisien kapasitas penyimpanan adalah perbandingan antara kapasitas tangki penyimpan dengan laju aliran maksimum
air panas dalam liter /jam
Kalau pemakaian utama air panas adalah untuk shower, misalnya pada klub atau pabrik, maka faktor pemakaian dianggap 1
Untuk gedung kantor yang dilengkapi pantry, dapat menggunakan angka klub (2,5)
Kebutuhan dan laju aliran air panas, seperti juga pada air bersih, tergantung pada jenis
pemakaian gedung (fungsi), jumlah pemakai, banyaknya alat plambing.
Qd = (N) (qd)
Qn = (Qd) (qh)
V = (Qd) (ν)
H = (Qd) (γ) (th-tc)
Pada perhitungan dengan alat plambing (contoh 2) terlibat dihasilkan angka +50%
lebih besar dibanding hasil contoh 1. Hal ini terjadi karena dalam contoh 2, nilai
bathtub dan shower dijumlahkan, dimana hampir tak pernah terjadi orang mengisi
bathtub (untuk berendam) sekaligus menggunakan shower.
Bila shower dihilangkan, dianggap memakai bathtub saja, diperoleh Qh=9875 l/jam
dan Qhmax=9875x0,3= 2962,5 l/jam yang angkanya hampir sama dengan contoh
1.(3000l/jam)
Sebaliknya bila shower saja yang diperhitungkan, diperoleh
Seperti juga pada penghitungan air bersih, tujuan dari penentuan kebutuhan adalah
untuk mendapatkan laju aliran jam puncak. Pada penghitungan dengan cara ini, bila
telah didapat nilai Qh, yaitu kebutuhan rata-rata per jam. Laju aliran jam puncak Qhmax,
didapat dengan mengalikan Qh dengan suatu konstanta c1 yang bernilai antara 1,5
sampai 2. (lihat contoh-contoh pada penghitungan air bersih berdasarkan beban unit
alat plambing).
Pada teknik penghitungan berdasar beban unit alat plambing, juga digunakan tabel
pengkonversi alat plambing ke satuan unit beban (tabel 2.4) kemudian berdasar jumlah
alat plambing, diperkirakan laju aliran dengan bantuan diagram 1 (kurva pengaliran
serentak) hasil yang didapat adalah laju aliran pada jam puncak (Qhmax).
Diagram 2.1. Pengaliran serentak, berdasrkan unit alat plambing air panas
Yang dimaksud dengan sistim penyediaan air panas adalah instalasi yang
menyediakan air panas dengan sumber air bersih, dipanaskan dengan berbagai
cara, dengan instalasi lokal maupun sentral
Pada instalasi ini, pemanas air dipasang setempat dan sedekat mungkin dengan
alat plambing yang membutuhkan air panas. Sumber kalor1 pemanas adalah
listrik atau gas.
Keuntungan instalasi lokal ini adalah; air panas lebih cepat diperoleh,
kehilangan kalor pada pipa kecil sekah , pemasangan dan perawatannya
sdderhana. --Oleh karena filstalasi jenis sangat populer digunakan untuk
rumah, bangunan kecil atau tempat yang kebutuhan air panasnya terbatas
(dapur, kamar mandi).
1
Banyaknya energi panas atau kalor yang diperlukan 1 kg air agar temperaturnya naik
0
sebesar 1 C pada kondisi atsmosfir standar, didefinisikan sebagai 1 kcal (kilokaloria) .
Banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk pemanasan adalah Q = W ( t2 – t1) ; dimana Q
0
banyak kalor (kcal); W = berat air yang dipanaskan (kg); t2 = temperatur awal ( C ) dan t1 =
0
teperatur akhir ( C)
a. Pemanasan.sesaat (instantnequs)
Pada sistim ini, pipa hanya mengalirkan air panas dari tangki ke peralatan plambing
saja. Kelemahannya adalah, meskipun pipa-pipa telah diisolasi setelah satu malam tak
terpakaL keran-keran yang jauh dan tangki akan menghasilkan air dengan temperatur
yang lebih rendah dari temperatur tangki, karena itu sistim ini jarang digunakan
untuk bangunan besar.
b. Sistim sirkulasi atau sistim tertutup
Pada sistim ini jaringan pipa merupakan jaringan tertutup. Meskipun tidak ada air
panas yang digunakan, air tetap disirkulasikan dikembalikan ke tangki dengan
bantuan pompa sirkulasi atau karena gaya gravitasi (alamiah). Dengan demikian
temperatur air disemua keran dan disetiap saat mendekati temperatur yang ada dalam
tangki. Karena itu, hampir semua pemasangan instalasi air panas masa sekarang
menggunakan sisitim ini. Hanya saja terdapat berbagai variasi dalarn pemasangannya
yaitu :
1. sistim distribusi aliran keatas (upfeed), air panas dialirkan melalui pipa utarna
yang bercabang dilantai bawah.
2. sistim distribusi aliran kebawah (downfeed), air panas dialirkan melalui pipa
utama yang bercabang di lantai atas.
3. sistim distribusi kombinasi aliran keatas dan kebawah
4. sistim sirkulasi dengan pipa tunggal
5. sistim sirkulasi dengan pipa ganda /dua pipa.
6. tangki pemanas yang diletakkan diatap
7. tangki atas yang diletakkan dibawah.
Berbagai variasi pemasangan tersebut dapat dilihat contohnya pada gambar 2.3.
sampai 2.10.
Gambar 2.4. Sistem aliran keatas, tangki atas a. pipa ganda; b. pipa tunggal; sirkulasi pompa
Gambar 2.10. Sistem Sistem reverse return; tangki bawah, pipa tunggal;
sirkulasi gravitasi
Selain volume air yang membesar, pipa-pipa air panas juga mengalami
pengembangan dan perpanjangan; terutama pipa tembaga. Karena itu ketebalan
isolasi yang cukup disepanjang pipa menjadi perhatian untuk menampung
pengembangan pipa. Untuk menampung perpanjangan pipa, maka pada daerah
tertentu, pipa tersebut dibuat”loop”sebagaimana tercantum digambar berikut ini.
2. Alat pemanas untuk menyediakan air panas dalam bangunan yang sering digunakan
adalah, kecuali
a. Pemanas air dengan gas c. Pemanas air dengan energi surya
b. Pemanas air dengan listrik d. Pemanas air dengan pemanas simpan
3. Sistem penyediaan air panas dapat dibagi beberapa menurut sistem pipanya:
a. Sitem aliran ke atas (up feed) dan ke bawah (down feed)
b. Sistem pipa tunggal dan sirkulasi
c. Sirkulasi secara alam dan paksaan
d. Sirkulasi tertutup dan terbuka
4. Sistem distribusi air panas secara sentral dengan sistem langsung (terbuka) memiliki
kekurangan, yaitu
a. Air panas sampai ke alat plambing dengan temperature yang lebih rendah
b. Air panas sampai ke alat plambing dengan temperature sama
c. Cocok untuk bangunan yang besar
d. Boros dalam pemipaan
5. Sistem distribusi air panas secara sentral dengan sistem sirkulasi memiliki kekurangan,
yaitu
a. Air panas selalu di sirkulasikan
b. Air panas sampai ke alat plambing dengan temperature sama
c. Cocok untuk bangunan yang besar
d. Boros dalam pemipaan
• Perangkap air / leher angsa, ( water trap ) pada setiap alat plambing
berfungsi sebagai penyekat ( seal ) agar gas atau bau dari saluran pembuangan
tidak dapat masuk ruang ( gambar. a ).
• Meskipun pada alat plambing telah di pasang perangkap, akibat efek
sifon, perangkap tak berfungsi karena air dalam perangkap terhisap keluar
( gambar. b ).
• Penanggulangan efek sifon pada kasus ( gambar.b ), dengan membuat pipa
ven untuk memasukkan udara antara perangkap dan air pada pipa tegak (
gambar. c ). Namun perlu di ingat bahwa efek sifon ini dapat terjadi tidak
hanya pada pipa tegak saja, tetapi juga pada pipa horizontal yang menjadi
pembuangan sederetan alat plambing.
• Kecepatan dalam pipa horizontal, berkisar antara 0,6 sampi 1,2 m/det.
Kemiringan pipa dapat di buat lebih landai dari tabel 1.1 asalkan
kecepatannya tidak kurang dari 0,6 m/det. Kalau kurang kotoran air
buangan mengendap, sebaliknya kalau terlalu cepat akan menimbulkan
turbulensi aliran, gejolak tekanan dalam pipa yang dapat merusak fungsi air
penyekat dalam perangkap alat plambing. Di samping itu, kemiringan lebih
curam dari 1/50 cenderung menimbulkan efek sifon yang akan menyedot air
penyekat dalam perangkap alat plambing.
• Pipa yang berdiameter kecil akan mudah tersumbat oleh endapan atau kerak
meskipun di pasang dengan kemiringan yang cukup. Karena itu, untuk jalur
yang panjang, ukuran diameter pipa tidak kurang dari 50mm.
b. Pipa tegak harus mempunyai ukuran sekurang – kurangnya sama dengan diameter
terbesar cabang mendatar yang di sambungkan ke pipa tegak tersebut.
e. Jarak antar interval cabang minimum 2,5 m. Yang di maksud dengan interval
cabang adalah jarak pada pipa tegak antara dua titik di mana cabang mendatar di
sambungkan pada pipa tegak (Lihat gambar 3.6, hal. 88).
Air buangan dari pipa cabang mendatar masuk ke dalam pipa tegak dengan aliran
tak teratur dan baru jatuh sepanjang kira – kira 2,5 m dalam pipa tegak baru
alirnnya menjadi teratur. Jarak ini ditetapkan agar perubahan tekanan dalam pipa
tegak masih dalam batas yang diijinkan walaupun ada air buangan yang masuk ke
dalam pipa tegak dari cabang mendatar berikutnya.
f. Pipa ofset adalah pipa tegak yang berubah arah, biasanya di sebabkan karena
kesulitan desain organisasi ruang. Apabila pipa ofset tak dapat di hindarkan,
maka haruslah memenuhi persyaratan khusus ( lihat gambar. 3.7, hal. 89).
Tabel 3.2. Diameter min. perangkap dan pipa buang alat plambing
Dimeter Diameter pipa
Alat plambing perangkap min. buangan alat Catatan
( mm ) plambing min. (mm)
1 Kloset 75 75
2 Urinal
- tipe menempel di dinding 40 40
- tipe gantung di dinding 40-50 40-50 1
- tipe dengan kaki,sifon jet 75 75 2
- untuk umum
untuk 2 orang 50 50
untuk 3-4 orang 65 65
untuk 5-6 orang 75 75
3 Bak cuci tangan ( lavatory ) 32 32-40 3
• Tabel ini tidak boleh digunakan untuk alat plambing dengan perangkap yang
menyatu didalam, dan pipa buangan alat plambing tidak boleh lebih kecil dari
pada lubang keluar alat plambing tersebut. Untuk kloset, pipa buangan boleh
diperkecil sampai 75 mm.
Catatan :
Masing-masing a, b, e
lebih besar dari 2,5 m
Masing-masing c, d
kurang dari 2, 5 m
2 Urinal
- tipe menempel di dinding 40 4
- tipe gantung di dinding 40 – 50 4
- untuk umum, model palung setiap 2
60 cm
3 Bak cuci tangan (lavatory) 32 1 3
4 Bak cuci tangan (wash basin)
- ukuran biasa 32 1 4
- ukuran kecil 25 0,5
5 Bak cuci, praktek dokter gigi 32 32
- alat perawatan gigi 32 32
6 Bak cuci, salon, tempat cukur 32 2
7 Drinking fountain 32 32
8 Bak mandi : - bathtub 40 – 50 3 5
- untuk umum 50 - 75 4-6
9 Shower
- untuk rumah 50 2
- untuk umum, tiap 3
pancuran
10 Bidet 32 3
11 Bak cuci pel 75 – 100 8 6
12 Bak cuci pakaian 40 2 6
13 Kombinasi bak cuci biasa dan bak 50 3 6
cuci pakaian
14 Kombinasi bak cuci dapur dengan 40 4
penghancur kotoran
15 Bak cuci tangan, kamar bedah
- ukuran besar 2
- ukuran kecill 1,5
Tabel 3.4. Maksimum beban unit alat plambing yang diijinkan, untuk
cabang horizontal dan pipa tegak buangan
Beban maksimum unit alat plambing yang boleh disambungkan kepada :
Diameter pipa (mm)
Cabang mendatar Satu pipa tegak Pipa tegak dengan tinggi lebih dari 3
setinggi 3 interval interval
Jumlah untuk satu Jumlah untuk
pipa tegak cabang satu interval
32 1 2 2 1
40 3 4 8 2
50 5 9 24 6
65 10 18 42 9
75 14 27 60 14
100 96 192 500 72
125 216 432 1100 160
150 372 768 1900 280
200 840 1760 3600 480
250 1500 2660 5600 700
300 2340 4200 8400 1050
375 3500 - - -
Kemiringan pipa
50 21 26
65 22 28
75 18 23 29
100 104 130 150
125 234 288 345
150 420 504 600
200 840 960 1152 1380
250 1500 1740 2100 2520
300 2340 2760 3360 4020
375 3500 4150 5000 6000
Contoh 1.
Peringatan : Angka ukuran sistem pipa buang dari gedung menunjukkan harga “unit alat
plambing” (UAP) . Angka dalam (mm) menyatakan diameter dari pipa
a. Perangkap P b. Perangkap S
c. Perangkap U d. Perangkap
drum
Bahan – bahan yang dapat menimbulkan kesulitan pada pipa pembuangan antara
lain :
minyak, bahan bakar atau lemak dalam jumlah besar dari dapur restoran atau
bengkel kendaraan
tanah dan pasir
potongan rambut di barber atau salon
kertas tissue, penyapu muka atau bahan rias lainnya
bahan buangan dari kamar operasi rumah sakit
benang atau serat dalam jumlah besar pada binatu.
Sistem ini diterapkan bila pipa ven tunggal tidak dapat disambung ke pipa ven
lainnya yang lebih tinggi atau langsung ke udara luar hinga harus di belokkan ke
bawah terlebih dahulu.
telah dihitung beban unit alat plambing sbb untuk peralatan A, B, C, sejumlah
24 UAP dengan pipa pembuangan air kotor diameter 100 mm, dilayani oleh
satu pipa ven tegak ke pipa ven horizontal (diatas plafond) seksi 1. Dari tabel
3.6, untuk pipa air kotor 100 mm, unit plambing maksimumnya 100 (lebih dari
24) dan dibawah diameter pipa ven 65 mm, panjang pipa ven maksimum 6 m
(telah ditetapkan tidak ada panjang pipa ven horizontal yang lebih dari 6 m).
Jadi, pipa ven horizontal seksi 1 aman bila menggunakan diameter 65 mm
untuk beban unit alat plambing D, E, F, G,H sejumlah 14 UAP dengan pipa air
kotor diameter 75 mm, dilayani oleh 1 pipa ven tegak ke pipa ven horizontal
seksi 2. Dengan cara yang sama dengan diatas didapat pipa ven horizontal
seksi 2 juga berdiameter 65 mm
pipa ven horizontal 3 menampung penggabungan seksi 1 dan seksi 2,
menghubungkannya dengan pipa ven tegak utama bangunan, dengan demikian
mempunyai beban sebesar 24 + 14 = 38 UAP ekivalen dengan pipa kotor
(tabel 3.4) = 100 mm. Dari tabel 3.6 dan cara yang sama dengan sebelumnya,
didapat diameter pipa ven horizontal seksi 3 juga 65 mm.
Beban unit alat plambing untuk 5 lantai adalah 5 X 38 = 190 UAP. Dari tabel
3.7, pada kolom ukuran pipa buangan 10 mm, dapat melayani 200 UAP dan
dibawah kolom diameter pipa ven 65 mm, jauh melampaui kebutuhan yang
hanya 17,5 m. Jadi untuk pipa ven tegak digunakan pipa diameter 65 mm.
3.6.3 Pemasangan
a. Setiap lubang pembersih harus dipasang pada arah berlawanan dari arah aliran
b. Tutup lubang pembersih mudah dibuka dan dibuat rata dengan dinding atau lantai,
tidak boleh diplester atau ditutup bahan lantai (keramik, ubin,dsb)
c. Lubang pembersih pada bagian bawah pipa tegak dapat dipasang pada lantai atau
dinding terdekat
d. Contoh pemasangan pada dinding dan lantai bangunan dapat dilihat pada gambar
di hal.114.
3. Dinding bak penampung tidak boleh menyatu dengan bak penampung air
bersih
4. Harus dilengkapi dengan lubang pemeriksa (manhole), paling sedikit
berdiameter 60 cm, agar orang dapat masuk kedalam untuk melakukan
pemeriksaaan dan perawatan perlengkapan yang ada dalam bak. Lubang
pemeriksaaan ini dibuat ditempat yang mudah dicapai dan sekeliling lubang
mempunyai ruang yang cukup luas untuk bekerja. Tutup lubang pemeriksa
dikonstruksikan agar tidak memungkinkan gas atau bau bocor keluar
Tangki septic
dengan bidang
resapan
Kotak distribusi
Pipa resapan
Karena tangki septic serupa dengan bak penampung air kotor, maka persyaratan bak
penampung air kotor berlaku untuk tangki septic (lihat 3.7.1 hal. 115), terutama
tentang perlunya kedap air, pipa ven, kemiringan lantai bak serta manhole. Demikian
pula syarat ukuran pipa air kotor berlaku untuk pipa masuk dan keluar tangki septic
(lihat 3.2.2 hal.85).
1
Rekomendasi menurut Salvan, George S. Arhitectural Utilities vol 1 ; 1986; hal 108
3.8.3. Resapan
Bila desain tangki septic tergantung pada jumlah orang yang dilayaninya, maka
resapan sangat tergantung pada permeabilitas ( daya serap ) tanah, tinggi permukaan
air tanah ( water table ) serta luas dan kemiringan tanah setempat. Dan sebagaimana
telah disinggung sebelumnya terdapat 2 cara meresapkan air kotor :
a. Peresapan melalui sumur resapan
b. Peresapan melalui bidang resapan
Untuk volume air buangan yang besar, dapat digunakan beberapa sumur resapan
dengan konfigurasi sbb :
Berdasarkan tabel 3.10 diatas, desain tangki septic dan sumur resapan dapat dibuat.
Contoh 2 :
Desain ukuran tangki septic dan sumur resapan untuk rumah tinggal yang mempunyai
4 k.tidur, berpenghunu 8 orang ( tiap kamar 2 orang ), kondisi tanah adalah tanah liat
berpasir ( sandy loam ) dan muka air tanah berada 3,6 m di bawah muka tanah.
Dari tabel 3.9, direkomendasikan ruang untuk tangki septic berukuran untuk
volume air kotor sebanyak 1,8 x 0,9 x 0,9 = 1,46 m³.
2/3 bagian dari ruang tangki septic digunakan untuk ruang air kotor baku dan
sisanya untuk ruang lumpur. Dengan demikian, ruang air kotor air baku
= ( p x l x d ) = 1,2 x 0,9 x 1,2 m dan ruang lumpur ( p x l x d) = 0,6 x 0,9 x 1,2
m.
Dari tabel 3.10, untuk satu sumur resapan dengan tanah liat berpasir yang
melayani 2 orang diperlukan luas daerah resapan 4,50 m² atau lubang galian
4,50 x 4
berdiameter = = ± 2,3 m dengan keliling lingkaran x d = 3,14 x 2,3
3,14
= 7,2 m.
8
Untuk melayani 8 orang, dibutuhkan bidang resapan x 4,50 m² = 18 m²,
2
18
atau lubang galian berdiameter 2,4 m dengan kedalaman = ± 2,5 m.
7,2
Contoh gambar. pipa resapan lihat gambar 3.19 dan untuk syarat konstruksi
pemasangan pipa resapan lihat tabel 3.11, sedangkan tabel 3.12 dan tabel 3.13
merupakan alat menghitung panjang dan lebar alat parit resapan yang dibutuhkan
sesuai dengan volume air kotor yang akan diresapkan.
Tabel 3.12. Bidang absorpsi untuk pipa resapan, hasil test perkolasi
Waktu yang dibutuhkan air untuk turun satu Luas efektif bidang absorpsi alas parit
2,5 cm ( 1" )( menit ) resapan yang dibutuhkan ( m² per 2 orang )
Sampai dengan 2 4,50
3 5,40
4 6,30
5 7,20
10 9,00
15 11,70
30 16,20
60 21,60
Lebih dari 60 Di desain khusus
Catatan ;
a. Standar asli dalam bedroom ( tiap kamar 2 orang ) dan dalam ft. b.Setiap hunian / rumah tinggal harus menyediakan minimum 13,5 m².
Contoh 3.
Rencanakan bidang dan pipa resapan yang diperlukan untuk air kotor hasil
pengolahan tangki septic seperti pada soal 2. Tetapi sekarang telah diketahui ( dari
hasil tes perkolasi ) bahwa waktu yang diperlukan air untuk turun permukaannya
sebanyak 2,5 cm, adalah 10 menit.
Dari tabel 3.12, bila waktu perkolasi untuk 2,5 cm adalah 10 menit maka
dibutuhkan luas alas parit 9 m² per 2 orang.
Untuk 8 orang dibutuhkan luas parit 8/2 x 9 = 36 m².
Jika lebar alas parit yang digunakan adalah 60 cm ( seperti pada gambar. 20 ),
maka berdasar tabel 3.13, luas bidang resep efektif tiap 30 cm panjang parit
adalah 0,18 m². Jadi, total panjang parit / pipa yang dibutuhkan adalah (
36/0,18 ) x 0,3 m = 60 m.
Tetapi pada tabel 3.11, untuk pipa tunggal panjang maks. hanya diperbolehkan
30 cm.
SOAL LATIHAN
1. Klasifikasi jenis air buangan adalah
a. Jenis air kotor, air bekas, air hujan, air khusus, air dari dapur
b. Jenis air kotor, air hujan, air khusus
c. Jenis air campuran, air bekas dan kotor
d. Jenis air hujan, air lemak, air bekas mandi, air kotor
b. d.
8. Sistem pembuangan air kotor dengan tangki septik dapat diresapakan dengan:
a. Tangki septik dengan sumur resapan dan bidang resapan
b. Tangki septik dengan saluran ke roil kota
c. Tangki septik dengan sumur resapan dan roil kota
d. Tangki septic dengan perangkap lemak, perangkap pasir
10. Dalam perencanaan bangunan tinggi sistem pembuangan black water dan grey water
Air hujan yang turun ke bangunan, bila tidak di kumpulkan dan dialirkan dengan baik,
akan mengalir dari atap, meresap dan merusakan dinding dan jendela, bocor ke dalam
bangunan, membasahi orang di pintu masuk bangunan, mengerosi tanah di sekitar
pondasi, meresap ke dinding basement bahkan dapat mengubah topografi lansekap
suatu daerah.
Dengan demikian, masalah utama dari air hujan adalah :
a. Mengalirkan air hujan yang tidak di inginkan yaitu air hujan di atap, air
permukaan dan air dalam tanah agar menjauh dari bangunan.
b. Mengalirkan air permukaan dan air dalam tanah keluar dair tapak, ke
pembuangan umum agar tidak terjadi genangan atau banjir.
c. Mengendalikan aliran air hujan agar tidak terjadi erosi atau perubahan
permukaan tanah.
Floor drain
Pada atap miring biasanya di perlukan talang horisontal (gutter) kemudian di alirkan
ke talang vertikal kebawah ke saluran pembuangan atau di resapkan ke dalam tanah.
Metode meresapkan air hujan dari atap umunya di lakukan hanya pada bangunan
kecil, atau pada bangunan yang umum (riol). Untuk bangunan yang lebih besar,
umumnya di buatkan kolam penampungan pada tapak yang jauh dari bangunan.
Bila kapasitas air hujan yang di resapkan kecil, upaya yang di lakukan untuk
menjauhkan dan meresapkan air hujan adalah :
a. Dengan membuat rabat di sekeliling bangunan air hujan mengalir menjauh
dari bangunan. Namun cara ini harus di dukung dengan pengolahan
kemiringan tanah di sekitar bangunan (grading) agar tidak terjadi genangan di
sekitar rabat.
b. Membuat sumur resapan langsung di bawaqh talang tegak. Cara ini hanya
berhasil bila kemampuan resap tanah (faktor perkolasi) tinggi.
c. Membuang air hujan melaui pipa-pipa ke sumur resapan.
2. Pipa talang horisontal maupun vertikal harus cukup besar agar dapat menyalurkan
dan sesuai kapasitas air dan luas dari atap dengan cepat. Penggunaan gutter untuk
atap miring, di samping harus cukup kapasitasnya, sebab makin besar sudut
atapnya maka makin cepat pula alairan airnya.
4. Pipa air hujan horisontal di dalam bagunan harus mudah di bersihkan, karena itu
di pasangkan clean out
5. Aliran dalam pipa pembuangan tidak boleh terhambat, karena itu di hindari
sebanyak mungkin pembelokan pipa, bahkan penggunaan sambungan pipa dengan
knee yang bersudut 900 tidak di anjurkan, kecuali di pasangakan kotak
penampung/kontrol dalam belokan itu.
7. Nilai unit beban alat plamping untuk sump pump dengan kemampuan
mengalirkan air 3,8 liter / menit adalah 2, sedangkan floor drain berdiameter 40
mm – 0,5; 50mm – 1 dan 75 – 2.
A ( ft 2 )
Q ( gpm ) R (inch / hour )
96
Berdasarkan rumus tersebut, sekali curah huja rata-rata suatu daerah di keathui, maka
di cari nilai Q. Kemudian, dengan bantuan tabel 4.1 dan tebel 4.2, nilai Q di konversi
ke ukuran talang tegak (leader) atau talang tegak (leader) atau talang tepi atap miring
(gutter).
1 inch = 25.4 mm
Pada atap pelana atas, akan di buat 4 talang tuurn, sebab dengan panjang 20 m
bila hanya di buat satu buah jaraknya terlalu jauh, konsekuensinya guttyer
kwmiringan.
Tiap satu talang turun, melayani 10x10 = 100 m2. berdasar tabel 3, ukuran tiap
talang turun adalah 2 ½” dengan luas penampang 31m2
Gutter untuk tiap talang turun melayani 100m2. berdsasar tabel 4.5, di
butuhkan diameter guttersemu sirkuler sebesar 7” ( dengan kemiringan 0,5%)
atau gutter berpenampung 120m2
Bila gutter dan leader tersebut di desain tidak menggunakan pipa bundar,
maka hasilnya adalah sebagai berikut;
Pada prinsipnya, ada dua tipe sistim drainase, yaitu drainase permukaan dan drainase
bawah tanah. Namun pada prakteknya, kedua sistim drainase tersebut sering
digunakan/dikombinasikan secara bersama-sama.
3. 1 Drainase permukaan
Drainase permukaan meliputi sheet flow,pembuatan saluran-saluran terbuka untuk
jalan dan tempat parkir; pembuatan alur/lekuk tanah dan bukit kecil yang merupakan
bagian rancangan lanskap tapak.
Bentuk bidang miring (sloping plane) merupakan bentuk yang paling sering
digunakan karena mempunyai varian kemungkinan yang tak terbatas, disamping itu
bidang miring yang dibuat dapat merupakan bidang convex atau concaf .
Richard Untermann, Grade Easy, Washington D.C; Landscape Architecture Foundation, 1973, pp.52-
53
Berkaitan dengan sheet flow, maka dikenal 3 bentuk alat pengumpul air hujan
( lihat gambar di halaman 146) :
a. Area drain, yang berfungsi seperti corong, menangkap air dari suatu daerah
berukuran tertentu dan sekedar mengarahkan air dari permukaan langsung
kedalam pipa. Kelemahannya, adalah dalam jangka waktu yang panjang sering
kali pipa tersumbat oleh kotoran atau tanah yang terbawa oleh aliran air hujan.
Kelemahan lainnya adalah bahwa elevasi dari area drain tidak fleksibel, harus
merupakan titik terendah dari semua bidang miring aliran.
b. Bak pengumpul; fungsinya serupa dengan area drain, menangkap air
permukaan suatu daerah tertentu. Tetapi, dikembangkan lebih lanjut dengan
fungsi tambahan, yaitu fungsi penangkap tanah dan kotoran. Karena adanya
fungsi ganda inilah, maka bak pengumpul ini menjadi sangat disukai dan
digunakan.
Area drain
Bak pengumpul
Pipa pengumpul
Gambar 4.7. Alat pengumpul air hujan
Alat perlengkapan penting selain alat pengumpul air hujan adalah bak perneriksa atau
bak kontrol.
rancangan system air hujan pada lahan yang luas didasarkan pada jumlah curah hujan
yang harus disalurkan keluar tapak dalam waktu tertentu.
2 3
1 cu.ft = 0.0283 m
2
1 acre = 4047 m
Catatan : karena diagram manning mengguunakan satuan dengan feet, inches dst
maka dalam contoh ini juga digunakan satuan yang serupa.
a. Mengumpulkan dan membuang air hujan yang jatuh di atap, jalan, ruang terbuka
kedalam pipa bawah tanah yang berfungsi sebagai drainase utama lingkungan.
Untuk suatu lingkungan atau kompleks bangunan yang luas, bila tidak tersedia saluran
umum, maka saluran utama pembuangan lingkungan dibuang ke sungai terdekat atau
danau/kolam buatan di dalam atau diluar tapak
Penampungan air tanah dengan pipa menimbulkan masalah lain, yaitu kecepatan
aliran dalam pipa lebih tinggi dibandingkan kecepatan air tanah normal, terlebih lagi
pada musim penghujan dimana air hujan yang meresap dalam tanah mengalami
peningkatan dan muka air tanah cenderung lebih tinggi. Akibatnya, di tempat ujung
keluar pipa pembuangan akan rentan terhadap erosi dan sedimentasi.
Masalah ini diatasi dengan pembuatan konstruksi khusus yang disebut head will, yang
mempunyai dinding dan landasan krikil untuk pencegah erosi.
Prinsip memindahkan aliran air tanah kepipa dengan maksud mengurangi tekanan air
serta menurunkan tinggi muka air seperti diatas, juga diterapkan pada konstruksi
dinding- dinding penahan tanah (retaining wall seperti contoh berikut :
Pada situasi khusus misalnya pembuatan lapangan sepak bola atau lapangan tennis,
lapangan golf (saluran air ingin tidak terlihat), metoda sheet flow tidak dapat
diterapkan. Solosinya adalah membuat pipa-pia resap dibawah tanah Drainase bawah
tanah dapat dicapai dengan membuat saluran horizontal di dalam lapisan tanah;
menggunakan pipa tanah yang berlubang-lubang setengan dibagian atas atau pipa
dengan sambungan terbuka. Agar tanah atau pasir tidak dapat masuk kedalam pipa,
maka bagian pipa yang terbuka /berlunag dilapisi ijuk,
kemudian kerikil yang berfungsi sebagai
penyaring. (lihat Contoh a). Kemudian
air dialirkan ketempat lain kedalam
kolam buatan, sungai dan sebagainya.
Namun bila kondisi tanah didaerah
pembuangan memungkinkan
(mempunyai daya resap cukup) sering
dibuat pipa resap dengan lubang
perforasi dibawah (lihat gambar b).
Aliran air kedalam saluran drainase bawah tanah, dipengaruhi oleh daya rembes
tanah, kedalam saluran dibawah permukaan, ukuran dan banyaknya lubang pada pipa,
jarak antar saluran serta diameter saluran.
Banyak drainase bawah tanah khusus seperti diatas, menurut bentuknya dapat
dikelompokan dalam beberapa tipe sebagai berikut :
Kesimpulan :
Setiap gedung harus bersifat mandiri dalam mengupayakan pengamanan terhádap
bahaya kebakaran. Artinya, peranan, tanggung jawab dan perhatian para arsitek pada
penanggulangan kebakaran gedung menjadi penting.
Terjadinya api memerlukan tiga (3) unsur pembentuk api yaitu bahan bakar,
panas mula dan oksigen.
1. Bahan bakar, adalah materi / zat yang seluruhnya atau sebagian mengalami
perubahan kimia dan fisika bila terbakar. Dapat berbentuk padat, cair atau
gas.
1. Pendinginan
Panas ditiadakan dengan pendinginan. Diperlukan suatu cara peniadaan panas
yang lebih cepat dan pada panas yang ditimbulkan oleh api tersebut. Proses ini
mengabsorbsi kalor sehingga evolusi panas terganggu sehingga temperatur
penyulutan tak tercapai; menghentikan timbulnya uap dan gas yang mudah
terbakar. Bahan pendingin yang umum adalah air.
3. Pembatasan oksigen
a. Pemindahan/pemisahan oksigen dilakukan dengan cara menghalangi
kontak dengan oksigen, misal dengan busa, pasir.
b. Pengenceran reaktan sedemikian rupa sehingga konsentrasinya berada
dibawah titik nyala, misalnya dengan penyemprotan gas karbon dioksida
pada api.
4. Penghentian reaksi rantai
Dilakukan dengan cara mengganggu radikal bebas pada reaksi rantai dengan
menggunakan pemadam api jenis kimia kering (natrium bikarbonat, kalium
bikarbonat, amonium sulfat) atau dengan gas halon. Gas halon bila terkena api
Gambar 5.1 Api menjalar dengan cara, konduksi, konveksi dan radiasi
Gambar 5.3. Penyebaran api dengan cara, konduksi, konveksi dan radiasi
Dinding penahan
tanah
Ruang belok
Dinding penahan
Pagar
Pagar
Culdesac T
Baik
4. Penyediaan ruang yang cukup lebar untuk operasional mobil tangga kebakaran,
sebanding dengan tinggi bangunannya. Contoh, untuk tinggi bangunan 20 m,
diperlukan pelataran selebar 8 m agar tangga dengan sudut 700 dapat beroperasi.
5. Membuat jarak antar bangunan yang aman agar kebakaran tidak mudah menjalar
kebangunan disebelahnya, akibat konveksi atau radiasi.
6. Hidran sebagai fasilitas lingkungan dipasang dengan jarak satu dengan Iainnya
tidak lebih dan 100 m dan letak hidran dan tepi jalan tidak Iebih dari 3 m.
4. Jalur-jalur jalan /koridor yang menuju ke exit harus dapat bebas dari api dan asap
dan tidak diperkenankan adanya koridor buntu. Apabila terpaksa terbentuk koridor
buntu, maka panjangnya tidak boleh lebih dari 15 m dari mulut exit.
Gambar 5.9 Jalur-jalur jalan /koridor yang menuju ke exit harus dapat bebas
dari api
Tabel 5.4 Nilai kapasitas hunian dan kapasitas jumlah orang yang dapat lewat
per menit
6. Pintu - pintu kebakaran harus dapat menutup rapat (tak bercelah) dan dilengkapi
dengan pengunci; agar dapat menghalangi penyebaran api dan asap. Pintu ini
biasanya selalu dalam keadaan tertutup, dan dibuka secara manual dengan ‘batang
panik’.
7. Jalur-jalur harus tetap bebas, tidak diperkenankan benda yang dapat menghalang.
Jarak tempuh maksimum mencapai exit, telah distandardisasi dalam SNI (Standar
Nasional Indonesia) lihat tabel lampiran di halaman berikut.
1. Detektor manual
Sesungguhnya alat ini pasif dan sukar disebut sebagai detektor, karena yang
bertindak sebagai detektor adalah manusia. Alat ini merupakan kotak tertutup,
berisi saklar tarik atau tuas handel untuk membunyikan alarm, karena itu disebut
juga sebagai pull station. Manusia bila melihat kemungkinan terjadinya kebakaran
di satu ruang, diharapkan memecah atau menarik tutup alat ini dan menarik tuas di
dalammya
3. Detektor ion
Api membesar secara bertahap, pada awalnya, bila suatu benda terbakar ia
mengeluarkan ion-ion, kemudian terlihat asap dan baru terlihat nyala api. Karena
yang di deteksi adalah ion (asap dan api belum terlihat) maka alat ini sangat
sensitif, lebih peka dibanding detektor asap maupun api. Kepekaan ini menuntut
pemeliharaan yang rutin, sebab bila terkontaminasi alat ini dapat mengirim sinyal
palsu.
Gambar 5.12.
Detektor ion
4. Detektor asap
Asap merupakan tahap kedua dan pembakaran, sebelum nyala api terlihat. Asap
yang dapat dilihat ini dideteksi dengan detektor fotoelektrik. Detektor asap ini
ideal untuk ditempatkan di ruang-ruang yang menggunakan bahan, alat,
penyimpanan barang yang di curigai akan menimbulkan banyak asap bila
terbakar. Namun, sering mengirimkan sinyal palsu bila digunakan di dapur.
Pada halaman 183, dapat dilihat suatu sistim proteksi kebakaran yang
menggunakan tangki atas campuran dengan penyekat (perhatikan elevasi
pemisahan outlet air. untuk kebakaran dan pemakaian sehari - hari). Pompa
sentrifugal yang digunakan dua buah, dengan tujuan satu untuk back up pada saat
terjadi kebakaran. Sistim ini menunjukkan penggunaan fire hose dengan syarat -
syarat yang diperlukan.
3. Sprinkler
Sistim Sprinkler terdiri dan pipa horisontal dengan pola grid, dibawah balok
Gambar 5.17
Nozzle dinding
Untuk dua yang terakhir, tidak ada perbedaan yang berarti; tipe upright hanya dapat
digunakan untuk ruang tanpa langit-langit sedangkan tipe pendant dapat digunakan
untuk ruang yang memakai langit-langit. Keduanya mempunyai tabung kaca
quartzoid yang mudah pecah; berisi cairan kimia yang sensitif / memuai bila kena
panas pada suhu sekitar 58°C (136° F). Pada suhu tersebut tabung pecah dan nozzle
mulai memancarkan air.
• Daya lindung tiap nozzle bervariasi tergantung dan kiasifikasi tingkat bahaya
bangunannya, berkisar mulai dan 20 m2 untuk bangunan klasifikasi bahaya
ringan (light hazard) seperti rumah sakit atau rumah tinggal. Sekitar 9 atau 10
m2 untuk bangunan berklasifikasi sangat berbahaya (extra hazard) seperti
Berdasarkan prinsip diatas, maka bila suatu ruang atau lantai mengalami
kebakaran, maka pada ruang / lantai sekelilingnya dimasukkan udara berkecepatan
tinggi dengan bantuan kipas angin sentrifugal melalui ducting AC atau ventilasi
yang ada. Sedangkan ducting yang menuju ruang yang terbakar disekat, dengan
cara menutup damper nya. Dengan demikian maka terjadilah ruang yang
bertekanan tinggi diruang sekeliling (+) dan ruang yang terbakar bertekanan
rendah (-).
Pilihan perlengkapan transportasi vertikal ini merupakan suatu keputusan yang cukup
sulit bagi arsitek, paling tidak disebabkan ;
1. Penggunaannya yang telah meluas dimasyarakat modern sekarang ini, sudah bukan
sekedar kebutuhan saja, tetapi cenderung pada kenyamanan (khususnya elevator
penumpang) bahkan ‘prestige’ bangunan.
2. Kemajuan teknologi dan industri dibidang transportasi vertikal ini menimbulkan
banyaknya tipe produksi dan merek dagang yang masing-masing mempunyai harga,
spesifikasi teknis, keunggulan dan kekuranggannya masing-masing.
3. Tingginya harga peralatan transportasi vertikal ini, baik pada biaya awal maupun
biaya operasi dan pemeliharaannya menimbulkan tuntutan dari pihak pemberi tugas
agar arsitek memberi keputusan pilihan dengan kriteria ekonomis sebagai salah satu
kriteria utama1.
Disatu sisi, alat transportasi vertikal mekanis, melibatkan banyak disiplin ilmu ; ilmu
mekanika, listrik, digital, mesin dan lain sebagainya, yang pada hakekatnya arsitek
tidak mampu menguasai seluruhnya secara mendetail. Disisi lain, dari sudut pandang
arsitektural, lokasi, jumlah dan ukuran dari suatu alat transportasi vertikal menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari suatu desain bangunan, bahkan juga pada tahap
proposal desain.
Oleh karena itu dalam pembahasan berikut, meskipun banyak digunakan ungkapan dan
perhitungan teknis, tetapi lebih ditujukan pada pengetahuan untuk kepentingan desain
arsitektur. Demikian pula pada prakteknya, meski penetapan suatu alat transportasi
vertikal dilakukan dan dicerminkan dalam desain, perhitungan-perhitungan, spesifikasi
teknis dan detail drawing sebaiknya dikonfirmasi dan dibuat oleh ahlinya, jelas yang
pada umumnya diberikan oleh para produsennya.
1. ELEVATOR
Mekanisasi bangunan, terutama bangunan tinggi menjadi hal yang menonjol dengan
timbulnya kebutuhan akan gedung-gedung tinggi diseluruh dunia.
Bangunan-bangunan tinggi dalam Arsitektur tidaklah menjadi hasil karya para Arsitek
dan Insinyur struktur saja, tetapi menjadi paduan karya berbagai keahlian antara lain
1
Pada berbagai penelitian, biaya awal (initial cost) untuk bangunan kantor bertingkat 20 s/d 60
lantai membutuhkan biaya sebesar kurang lebih 10% s/d 12% dari biaya total bangunan
.(McGuines & Stein; 1971, p.911)
Salah satu masalah yang menjadi pemikiran pertama pada perencanaan bangunan
bertingkat banyak ialah masalah transportasi vertikal umumnya dan transportasi
manusia khususnya.
Alat untuk transportasi vertikal dalam bangunan bertingkat adalah lift atau elevator.
Alat transportasi vertikal dalam bangunan bertingkat tersebut akan memakan volume
gedung yang akan menentukan efisiensi gedung.
Instalasi lift yang ideal ialah yang menghasilkan waktu menunggu disetiap lantai yang
minimal, percepatan yang confortabel, angkutan vertikal yang cepat, pemuatan dan
penurunan yang cepat disetiap lantai.
Kriteria kualitas pelayanan elevator adalah :
1. Waktu menunggu (Interval, Waiting time)
2. Daya angkut (Handling capacity)
3. Waktu perjalanan bolak-balik lift (Round trip time)
Kinerja suatu elevator penumpang yang dianggap baik dan nyaman, adalah :
1. Mudah dicapai dan mudah dioperasikan.
2. Yang mempunyai waktu tunggal (waiting time, interval) minimum ditiap lantai.
3. Mempunyai kapasitas cukup dan dapat dengan cepat memindahkan penumpang
dari suatu lantai kelantai lain.
4. Serba otomatis, dan mempunyai interior yang menarik.
5. Bergerak lembut, tidak terguncang pada saat mulai bergerak atau akan berhenti dan
juga tidak berisik.
6. Aman dan mudah pada saat keluar masuk kabin.
Dari dua jenis elevator, elevator kabel (juga disebut sebagai elevator listrik atau traksi)
dan elevator hidraulik, elevator hidraulik lebih nyaman, karena halus gerakkannya,
tidak berisik, sedikit getaran dan lebih aman (tidak digantung dikabel). Tetapi elevator
hidraulik mempunyai kelemahan, yaitu :
Akibat kelemahannya tersebut, meskipun kinerja elevator hidraulik lebih baik, sangat
terbatas penggunaannya dan pada umumnya hanya digunakan untuk penggunaan
khusus seperti rumah sakit. Dengan demikian maka bahasan selanjutnya lebih
ditekankan pada elevator listrik yang paling sering digunakan secara umum dalam
desain arsitektur.
Kabin bergerak keatas dan kebawah digantung dengan kabel, mengikuti jalur rel
disamping kiri dan kanan yang lurus dan kuat dan bergerak secara vertikal murni. Rel
ini dipegang oleh struktur kerangka baja, atau suatu shaft struktur yang tidak
terpengaruhi oleh displacement gedung.
Pada pertemuan antara kabin dan rel ini dipasangkan sepatu rem. Sedangkan pada jarak
tertentu pada rel (tergantung pada jarak lantai pada gedung) dipasangkan saklar-saklar
pengirim sinyal ke alat pengendali mesin penggerak untuk mengatur putaran roda
penggerak (mempercepat, memperlambat, atau berhenti).
Mesin elevator traksi merupakan mesin motor listrik untuk menggerakkan memutar
roda penggerak (sheaves). Unsur penting dalam menggerakkan roda ini adalah
pengaturan kecepatan putar (rpm) dan harus mampu berputar kearah sebaliknya.
Untuk mengatur kecepatan putar berlaku rumusan :
120 x f
Ns = rpm
p
Dimana : Ns = putaran sinkron; f = frekuensi tegangan stator motor dan p =
jumlah kutub motor.
Dengan demikian dengan jumlah kutub motor yang tetap, dengan mengubah-ubah
frekuensi tegangan motor, maka dapat dicapai kecepatan putaran yang berubah-ubah
pula. Sedangkan untuk membalik arah putaran, digunakan teknik pembalikan /
pertukaran dari 2 buah fasanya.
Masukkan daya listrik yang berupa listrik arus bolak-balik (abb) dengan tegangan
konstan 380V dan frekuensi konstan 50Hz (CVCF = constant voltage constant
frequency) disearahkan --- (as = arus searah) – terlebih dahulu untuk kemudian diubah
menjadi abb kembali, tetapi dengan tegangan dan frekuensi yang telah berubah bagi
keperluan pengaturan putaran motor. Pada sistem satu daya mesin elevator yang baru,
metode pengaturan ini dikenal sebagai VVVF = variable voltage variable frequency.
Pengubah listrik abb ke as dan dari as ke abb, digunakan konverter.
Pada mesin elevator lama, digunakan konverter mesin berputar (M-G set, motor
generator) disebut sistem Ward-Leonard yang sudah tidak banyak digunakan lagi
karena dipandang efisiensi maupun kecepatannya belum memadai, disamping masalah
Secara garis besar, mesin elevator traksi dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu :
a. Mesin traksi dengan roda non gigi – Gearless traction machines.
b. Mesin traksi dengan roda gigi – Geared traction machines.
Merupakan mesin arus searah atau d-c penggerak (sheave) beserta rem-nya langsung
merupakan bagian dari mesin ini. Dengan tidak adanya bagian roda yang bergigi,
berarti kecepatan putar motor harus sama dengan roda penggerak. Akibatnya, karena
mesin d-c tidak praktis untuk putaran rendah maka mesin ini ditujukan untuk elevator
Antara kecepatan 400 sampai 700 fpm (2-3,5 m/detik), susunan perbandingan kabel 2 :
1 biasa digunakan dengan maksud agar lebih ekonomis, mengurangi ukuran motor dan
menambah kecepatan putar roda penggerak. Diatas 600 fpm (3 m/detik) oleh sebab
kecepatan motor sudah tinggi, maka perbandingan kabel 1 : 1 masih dapat digunakan
dengan ekonomis.
Mesin-mesin traksi ‘gearless’ ini, dianggap lebih unggul dibandingkan mesin ‘geared’,
karena dipandang lebih efisien tidak berisik, perawatan rendah dan lebih awet.
Umumnya mesin ‘gearless’ dipilih untuk mendapatkan elevator berkecepatan halus dan
tinggi angkat lebih dari 150 ft (45m)4
Mesin ini menggunakan ulir dan roda gigi untuk memudahkan putaran motor dengan
roda penggerak. Karena itu motornya lebih kecil meski kecepatannya tetap tinggi, 600
sampai 1800 rpm, tergantung pada kecepatan elevator yang diinginkan dan
perbandingan ratio gigi rodanya. Salah satu dari listrik a-c atau d-c dapat digunakan
untuk motor ini, jadi tidak seperti mesin ‘gearless’ yang harus menggunakan d-c.
2
1 ft. per minute = 0,00508 m per detik
3
1 pound = 0,4536 kg
4
1 foot = 0,305 m
Gambar 6.8. Varian susunan roda, beban pemberat dan mesin elevator
Gambar a), adalah susunan paling sederhana dan paling banyak digunakan terutama
untuk elevator penumpang berkecepatan tinggi. Kabel diikatkan dipuncak kabin, naik
melewati roda penggerak (T) dan turun melewati roda kedua (S) kebeban penyeimbang.
Dengan sedikit tenaga untuk memutar roda penggerak, maka kabin naik dan turun
berlawanan dengan beban penyeimbang. Karena roda T dan S hanya dilewati satu kali
oleh kabel, maka sistem ini disebut sebagai ‘single wrap’.
Agak lain dengan gambar b), kabel digantungkan 1 kali pada roda S dan T berarti
kedua roda tersebut dilewati kabel 2 kali karena itu disebut sebagai sistem ‘double
wrap’, maksud dari cara ini adalah untuk mendapatkan gaya traksi lebih besar
dibandingkan dengan yang menggunakan sistem ‘single wrap’ dan bisa digunakan
untuk elevator yang berkecepatan tinggi dan otomatis.
Prinsip ini dimaksudkan agar didapat nilai lebih ekonomis pada motor berkecepatan
tinggi, dibanding yang mempunyai perbandingan 1 : 1. Karenanya cara ini dipakai pada
elevator yang mempunyai beban sangat berat, elevator penumpang jarak pendek atau
elevator barang. Disamping itu biasanya penggunaannya terbatas pada elevator yang
berkecepatan kurang dari 500 fpm (2,5 m/detik) atau elevator barang berbeban berat
dengan kecepatan kurang dari 500 fpm.
Tipe a), b) dan c) menggunakan mesin traksi yang diletakkan diatas dipuncak tabung
elevator, sedangkan untuk tipe d) dan e) mesin traksi diletakkan dibawah dibasement.
Akibatnya pengkabelannyapun sangat berbeda, membutuhkan kabel yang lebih panjang
dan konsekuensinya biaya pemeliharaannya lebih tinggi. Karena itu susunan semacam
ini jarang digunakan dan hanya diperuntukkan untuk kepentingan khusus saja.
Untuk tipe e) digunakan untuk elevator berkecepatan rendah, rumah susun atau
perkantoran low-rise yang tingginya tidak lebih dari 50 ft (15 m) dan kecepatan elevator
tidak lebih dari 100 fpm (0,5 m/detik). Contoh aktual penggunaan elevator jenis ini
(underslung elevator) adalah digedung parlemen Australia, di Camberra.
Dengan demikian maka kabel menjadi sangat penting karena seluruh beban ditanggung
olehnya, dan karena itu faktor keamanan (safety factor) kabel untuk elevator
penumpang ditetapkan antara 7,6 sampai 12 dan untuk elevator barang antara 6 sampai
11.
Disamping itu harus sering diadakan inspeksi dan perawatan pada kabel pada masa
operasi sebab sebagai ‘multicable’ yang mengalami beban tarik, maka kabel tersebut
mempunyai kemungkinan ‘mulur’ dan mengalami puntiran (mlintir).
Alat pengaman elevator yang pertama adalah rem, pada mesin elevator ‘gearless’ rem
ini dipasang langsung pada mesinnya. Cara kerjanya seperti rem mobil mempunyai
sepatu rem berpegas yang menekan pada silinder rem (drum brake), pengontrolan
tekanan rem dilakukan melalui pegas dengan elektromagnit arus d-c. Pada mesin
elevator d-c penurunan kecepatan elevator dilakukan oleh mesin motornya sendiri
dahulu baru kemudian remnya yang bekerja menghentikan dan mengunci kabin pada
lantai tertentu.
Selanjutnya didasar pit disediakan pengaman yang disebut buffer tipe pegas (Gambar
6.10.b) atau tipe hidraulis (oil type - Gambar 6.10.c), tujuan adanya buffer disini
bukanlah sebagai pelindung kabin bila jatuh tetapi cenderung sebagai penyangga agar
kabin tidak turun berlebihan (agar lantai kabin tetap sama tinggi dengan lantai
basement)
Alat pengaman yang lain adalah saklar pembatas atas dan bawah (final limit switch),
alat ini dipasang dengan tujuan agar kabin tidak melampaui batas tempuh atas maupun
bawah. Bila kabin mencapi batas atas / bawah maka saklar ini tersentuh dan bekerja
menghentikan daya motor traksi serta mengaktifkan rem utama.
5
1 ft. lb = 1,365 joule
Gambar 6.13.b. dan c terlihat serupa berukuran lebar bukaan 42” (105 cm), pintu
dengan bukaan tengah ini dianggap sebagai tipe standart yang biasa digunakan untuk
bangunan komersial khususnya perkantoran. Tipe yang berukuran lebih lebar 48”- 60”
(120-150 cm) lazim digunakan untuk rumah sakit dan service elevator. Perbedaan
antara b dan c terletak hanya pada kecepatan membuka / menutup pintu. Pada b
kecepatan seragam / sama cepat yang c kecepatan berbeda antara satu daun dengan
yang lainnya sedangkan gambar d menunjukkan pintu elevator yang sudah diperindah
guna meningkatkan prestige bangunan.
Namun untuk elevator ‘kelas tinggi’ ditambahkan pula pengaman ganda yang berupa
sensor optik atau mata elektronis yang berfungsi serupa dengan ‘pengaman tepi’ tadi.
Cara bekerjanya ialah bila sinar antara dua mata elektronis (pengirim dan penerima)
terhalang maka secara otomatis gerak menutup pintu dirubah menjadi gerak membuka.
Dengan demikian kontrol elevator ini berfungsi mengolah sinyal panggilan, mendeteksi
posisi semua elevator, merespon, menggerakkan kabin naik atau turun, memberi
perintah berhenti, mengubah modus operasi gerak motor, dan lain-lain.
Dengan demikian bila nilai interval masih didalam selang waktu yang tercantum di
table dapat diharapkan penumpang tidak merasa adanya kelambatan / waktu tunggu
yang terlalu lama yang menjengkelkan.
Pada table diatas terlihat dua angka yaitu kapasitas minimum dan kapasitas maksimum
penumpang. Kapasitas minimum adalah 80% dari kapasitas maksimum dan angka
normal inilah yang digunakan untuk penghitungan jumlah elevator maskipun dalam
kondisi ‘pear hour’.
300 p
HC = Konstanta 300 didapat dari konversi 5 menit menjadi detik.
I
p = jumlah penumpang yang dapat diangkut satu elevator.
I = interval (detik).
Dengan demikian terlihat korelasi antara interval dengan HC bila interval = 30 detik
maka HC = 10 p
Untuk bangunan komersial, average trip time dibawah 1 menit dinilai “sangat
diharapkan”, selama 75 detik “masih bisa diterima”. 90 detik “kurang diinginkan” dan
120 detik (dua menit) merupakan “batas toleransi”. Hasil penelitian inilah yang menjadi
dasar mengapa suatu bangunan yang sangat tinggi perlu dibuat beberapa zone elevator.
(biasanya dijadikan 3 zone bawah, tenggah dan atas).
Untuk zone atas, elevator didesain agar tidak berhenti dizone tengah atau bawah
(kecuali lobby), dan kecepatan pada saat melewati zone bawah dan tengah digunakan
kecepatan express. Alasan yang sama diluar alasan struktur menyebabkan desain
bangunan tinggi dibuat makin keatas makin kecil luas lantai, sebab diasumsikan orang
sedang mendatangi lantai paling atas pada bangunan komersial yang sangat tinggi.
Tetapi faktanya sukar sekali mengetahui secara pasti berapa kali kabin akan berhenti
dalam satu kali round-trip, karena itu dalam menghitung round-trip dilakukan
pendekatan secara statistik / probabilitas atau pendekatan sebagai berikut:
1. Besaran-besaran yang digunakan dimisalkan kapasitas 1 elevator yang digunakan
adalah p orang, jumlah lantai = n story, kecepatan elevator = s detik dan jarak lantai
= h meter.
2. Asumsi yang digunakan menurut Guiness (1971) mengkalkulasi Round-trip time
(RT) didasarkan pada satu elevator saja, artinya “nilai interval sama dengan round-
trip time”. RT. Merupakan penjumlahan rangkaian peristiwa penumpang masuk /
keluar elevator (dalam keadaan terbuka) dilobby / lantai dasar, pintu elevator
membuka dan menutup ditiap lantai sambil memasukkan / mengeluarkan
penumpang demikian seterusnya sampai ke lantai atas kemudian elevator dianggap
meluncur turun tanpa berhenti lagi sampai ke lobby / lantai dasar lagi dan kemudian
membuka pintu.
Berdasarkan asumsi tersebut, RT dihitung sebagai berikut :
1. Bila kapasitas kabin adalah p orang dan tiap penumpang untuk masuk dan keluar
dari elevator membutuhkan waktu 1,5 detik, maka waktu penumpang keluar dan
masuk dilantai dasar / lobby adalah 1,5 p detik.
2. Bila waktu yang dibutuhkan pintu elevator menutup atau membuka adalah 2 detik,
maka waktu pintu menutup dilantai dasar adalah 2 detik.
3. Pintu elevator membuka dan menutup disetiap lantai tingkat (tidak termasuk -
lantai dasar) maka yang dibutuhkan : (n-1) x (2+2) detik = 4 (n-1) detik, n =
jumlah lantai termasuk lantai dasar.
4. Penumpang yang berangkat sejumlah p, keluar tiap lantai tingkat secara terbagi
rata pada tiap lantai dikeluarkan sejumlah p/(n-1) orang, maka waktu yang
dibutuhkan (n-1) x 1,5 x p/(n-1) detik = 1,5 p detik.
5. Karena jarak lantai h meter, maka setiap jarak lantai ditempuh selama h/s detik.
Jadi waktu yang dibutuhkan perjalanan elevator bolak balik adalah
2h ( n - 1 )
(n-1) x 2 x h/s detik = 2 (n-1) x h/s detik =
s
6. Pintu elevator membuka dilantai dasar = 2 detik
Dengan demikian penjumlahan factor 1 s/d 6 diatas adalah :
2h ( n - 1 )
RT = 1,5 p + 2 + 4 (n-1) + 1,5 p + +2
s
6
mesin “geared” digunakan sampai 350 fpm; “gearless untuk kecepatan tinggi
Kecepatan elevator yang dipilih tergantung pada tinggi bangunan, makin tinggi
bangunan , makin besar kecepatan lift yang diperlukan guna menghemat waktu bolak-
balik elevator yang kemudian mempengaruhi waktu tunggu elevator. Batas kecepatan
elevator adalah gerak jatuh bebas yang disebabkan oleh gravitasi ; yaitu 10 m per detik.
Jadi kecepatan elevator terendah adalah sekitar 1 m/detik dan yang tertinggi mendekati
angka 10 m/detik. Secara umum, kecepatan 100-600 fpm (0,5-3 m/det.) dikatakan
berkecepatan rendah dan 600-1200 fpm (3-6 m/det) berkecepatan tinggi.
Pengaruh kecepatan elevator terhadap biaya dan tinggi bangunan, dapat ditunjukkan
oleh penggunaan energi listriknya. Energi yang diperlukan elevator dengan kapasitas p
orang dan kecepatan s m/detik adalah sama dengan enerji potensial elevator berikut
muatannya. Tenaga listrik yang dibutuhkan hanya sebesar rnuatannya saja, sebab berat
kabin elevator sudah diimbangi oleh counterweight.
kerja 75.p.h
Daya(E) = = 75. p. s kgm / detik = p. s HP = 0,746 p.s. Kw8
waktu h/s
Dengan mudah dapat dilihat bahwa mengubah kecepatan menjadi 2 (2 kali lipat)
dengan kapasitas elevator yang sama menyebabkan energi yang dibutuhkan berubah 2
kali lipat pula. Dengan demikian , maka pemilihan kecepatan elevator dan waktu
tunggu yang wajar merupakan hal yang penting dalam desain
Sebagai catatan perlu diingat bahwa energi daya listrik yang dibutuhkan dari suatu
elevator haruslah dihitung berdasarkan spesifikasi dari pabrik pembuatnya
masing-masing. Perhitungan diatas hanyalah merupakan perhitungan kasar (rule of
thumb) guna keperluan perbandingan desain saja.
Jelas kiranya, bahwa untuk menentukan jumlah elevator dalam suatu gedung, sangat
tergantung pada, fungsi gedung, luas lantai dan tinggi gedung. Masalah utama, pada
7
Federal Housing Association , mensyaratkan penggunaan full variable control; minimum harus dua elevator; 120
tempat tidur per elevator, untuk bangunan apartemen yang lebih dari 7 lantai
8
1 Hp = 75 kgm/detik = 0,746 Kwatt
Tabel 7.5; adalah tentang efisiensi gedung perkantoran untuk mendapatkan net area
(luas lantai terpakai). Untuk gedung lain yang bukan perkantoran, perlu dicari dari
sumber-sumber standar arsitektur lainnya. Tabel 7.6, ditujukan untuk mengkonversi
luas lantai netto tersebut menjadi populasi pengguna elevator.
9
Kepadatan untuk tiap lantai dapat berbeda untuk daerah administrasi; populasinya dapat dihitung
2
berdasarkan 50 sq.ft per orang (4,6 m /orang)
10
Jika jam kunjungan. tidak dibatast populasi pengunjung menentukan jumlah elevator, bila dibatasi
pada jam tertentu saja, maka jumlah tenaga staff yang dijadikan penentu jumlah elevator. Bila
kegiatan rumah sakit diperkirakan akan sangat sibuk, maka perlu dipertimbangkan penggunaan
kombinasi elevator 'penumpang' dan elevator 'rumah sakit' (yang selalu Iebih besar) agar ekonomis.
300 p 3000.16
hc = = = 33,8 orang
RT 142
HC 182
N= = = 5,4 unit elevator.
hc 33,8
Karena angka 182 adalah angka minimum; berasal dari HCmin =13 % maka jumlah
elevator tidak boleh dibulatkan kebawah (menjadi 5) tetapi dibulatkan keatas
menjadi 6 unit elevator.
RT 142
8. Interval yang terjadi ; I= = = 23,7 detik; sedangkan interval maksimum
N 6
adalah 30 detik, jadi perhitungan diatas sudah memenuhi syarat.
Melihat pada angka N yang didapat = 5,4 unit elevator; kurang efisien, maka terdapat
alternatif lain, yaitu menaikkan kapasitas elevator sedemikian rupa sehingga, angka N
yang terjadi menjadi 5 atau lebih kecil sedikit dari 5.
Dengan demikian, meskipun dalam penghitungan diatas sudah didapat nilai N yang
memenuhi nilai interval, tidak berarti hasil tersebut efisien. Artinya, harus selalu
dipertimbangkan lagi berbagai kemungkinan dengan variabel kecepatan elevator dan
variabel. kapasitas elevator, agar dicapai pilihan elevator yang tepat dan ekonomis.
Konfigurasi shaft dengan hall minimum elevator, yang umum dijumpai dan dianggap
efisien adalah sebagi berikut :
Contoh gambar denah dan ukuran ruang mesin sesuai dengan konfigurasi 2, 4, 6
elevator dan sesuai dengan kapasitas serta kecepatan yang berbeda-beda .
Contoh denah Shaft / hoistway dan ruang mesin untuk 2 unit elevator penumpang type
traksi “ gearless 2 : 1 ; kapasitas 2000 lbs ; 500 fpm
Contoh denah shaft / hostway untuyk konfirgurasi 4 unit elevator penumpang, type
traksi “ gearless 1 : 1 “ ; kapasitas 3500 lbs ; kecepatan 800 fpm
Contoh denah shaft / hostway untuyk konfirgurasi 6 unit elevator penumpang, type
traksi “ gearless 1 : 1 “ ; kapasitas 3000 lbs ; kecepatan 1.200 fpm
Catatan :
Ruang mesin, terdiri dari 2 lantai ; lantai pertama seukuran dengan koridor berisi
motor genset elevator. Gambar di atas adalah gambar lantai kedua yang terletak di
atas lantai pertama
Pada umumnya eskalator mempunyai kedua kecepatan tersebut sekaligus. Pada situasi
normal, kecepatan yang digunakan 90 fpm, dan pada situasi padat (rush hour)
digunakan kecepatan 120 fpm.
Ada tiga model lebar standar eskalator, yaitu 32, 40, dan 48 inches (81,102 dan 122
cm). Model 32” (81cm) mempunyai lebar anak tangga 61 cm ; mampu menampung
satu orang dewasa dan satu anak kecil (1 ¼ orang) secara berdampingan per anak
tangga. Model 40” (102 cm), mempunyai lebar anak tangga 81 cm dan model 48”
(122 cm) mempunyai lebar anak tangga 102 cm, keduanya didesain untuk
menampung dua orang dewasa berdampingan per anak tangga.
Untuk keperluan peramcangan, kapasitas angkut tersebut diatas, dikurangi 25%, untuk
memperhitungkan hilangnya space, akibat adanya orang-orang yang membawa
barang belanjaan, tas kantor atau barang lainnya.
Besarnya ruang ini perlu mendapat perhatian serius pada bangunan yang mempunyani
trafik besar pada jam padat seperti misalnya; teater/bioskop, stadion olah raga, dan
sekolah, sebab kepadatan yang terlalu tinggi (berdesakan) dapat membahayakan
pengguna eskalator (menggunakan eskalator memerlukan keterampilan lebih tinggi
dibanding menggunakan tangga).
Karena itu, untuk bangunan khusus seperti itu, perlu dipertimbangkan adanya tangga
biasa disamping eskalator sebagai alat transportasi vertikal cadangan .
pada ruang untuk landing, baik atas maupun bawah, harus dihubungkan dengan ruang
terbuka, dimana para pemakai eskalator tersalurkan satu arah tanpa boleh mengubah
arah. Dengan perkataan lain ruang untuk landing turun tidak dianjurkan untuk
digunakan sebagai landing naik eskalator. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
konfigurasi tipe crisscross dan paralel pada eskalator (landing naik dan landing turun
pada arah berlawanan).
Sebagai patokan perancangan, jarak bebas minimum dimuka eskalator adalah 2,4 m
untuk berkecepatan 90 fpm; dan 3,5 m untuk yang berkecepatan 120 fpm.
2.3 KEAMANAN
Eskalator dianggap sangat aman. Semua permukaan balustrade dibuat halus; hand rail
didesain sedemikian rupa sehingga kecil kemungkinan kejadian jari terjepit. Anak
Motor/ mesin eskalator mempunyai rem yang dapat dioperasikan melalui tombol
tekan atau otomatis beroperasi pada saat eskalator kelebihan beban atau kelabihan
kecepatan. Rem darurat juga disediakan untuk kondisi khusus yaitu bila rantai utama
mesin putus. Bila salah satu saja dari rem itu berkerja, maka eskalator akan berhenti
total, dan eskalator berubah fungsi menjadi tangga biasa. Dan oleh karena itu ada
kemungkinan pemakai eskalator terjebak (seperti pada elevator) maka sumber daya
listrik darurat tidak diperlukan.
Kedua kofigurasi tersebut diatas dapat dirancang agar bagian naik terpisah jauh dari
bagian turun, sehingga didapat sirkulasi berkeliling, yang menguntungkan bagi
pertokoan. Biasanya didaerah ini diletakkan display barang-barang yang menarik
(impulse-buying merchandise). Kelemahannya adalah membuat capai pengunjung
terutama yang membawa barang belanjaan. Konfigurasi crisscross, dianggap paling
ekonomis karena membutuhkan ruang paling kecil. Konfigurasi paralel, kurang
efisien dan lebih mahal, tetapi mempunyai penampilan yang imprensif, menarik orang
untuk menggunakan.
Disamping itu, bila jarak lantai lebih dari 7,5 m, motor penggerak menjadi sedemikian
besar sehingga tidak mungkin lagi ditampung dalam truss (diperlukan ruang mesin
terpisah), perlu penambahan dimensi tabung dari trussnya sendiri dan balok
pendukung (L3, lihat gbr 7.32) ditengah bentangan eskalator. Dengan demikian
penggunaan eskalator dengan desain konvensional terbatas; maksimum sampai jarak
lantai 18,30 m.
lagi.
Gambar 6.34. Modular Escalator, model 48”
2.6.3 Truss
Truss adalah kerangka struktural dari baja siku yang berfungsi mendukung
semua komponen eskalator, termasuk mesinnya.
Panjang truss, tergantung pada tinggi / jarak lantai bangunan. Sudut kemiringan truss,
tentunya sesuai dengan sudut kemiringan eskalator yaitu 30 derajat.
Gerak dan kecepatan handrail harus sinkron dengan kecepatan tangga yaitu 90 atau
120 fpm
Karya Tulis ini merupakan bentuk sumbangsih ilmu arsitektur, yang diharapkan dapat
memberikan kontribusi
busi pada pemetaan arsitektur bangunan dan lingkungan di Indonesia