Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini fenomena Korean Wave sedang menguasai dunua. Korean Wave tidak hanga diminati
oleh remaja saja tetapi anak-anak dan bahkan orang dewasa dengan usia diatas 40 tahun pun turut
terkena dampak dari Korean Wave.

Korean Wave merupakan istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya Korea secara global di
berbagai negara di dunia sejak tahun 1990-an. Pada awalnya Korean Wave hanya memengaruhi
remaja, sekarang pengaruhnya kepada berbagai kalangan terhadap Korean Wave jauh lebih besar dari
pada pengaruh pada awal berkembang. Rasa ingin tahu yang besar turut mendorong meluasnya Korean
Wave ke dalam berbagai kalangan.

Korean Wave juga berpengaruh terhadap perulaku dan gaya hidup seseorang. Dalam konteks inu
seseorang akan meniru gaya berpakaian, gaya hidup sampai cara berbicara orang Korea yang mereka
lihat akibat Korean Wave. Contohnya, ketika seorang remaha merasa tertarik akan cara berpakaian
seorang idol Korea maka Ia akan mencoba untuk mengikuti gaya berpakaiannya.

Korean Wave juga berpengaruh tergadap perkembangan-perkembangan yang terjadi di Korea.


Perkembangan-perkembangan ini mencakup perkembangan di bidang budaya, infrastruktur, teknologi,
industri maupun di bidang hiburan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Korean Wave?

2. Apa faktor-faktor yang mendorong terjadi dan berkembangnya Korean Wave?

3. Apa perbedaan Korean Wave dengan kultur negara lain?

4. Bagaimana cara mengatasi anti Korean Wave?

5. Bagaimana perkembangan Korean Wave hingga saat ini?

1
1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Korean Wave.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mendorong terjadi dan berkembangnya Korean Wave.

3. Mengetahui perbedaan Korean Wave dengan kultur negara lain

4. Mengetahui cara mengatasi anti Korean Wave.

5. Mengetahui perkembangan Korean Wave hingga saat ini.

2
BAB II

ISI
2.1 Introduksi

Hallyu (한류) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Korean Wave adalah istilah yang
diberikan untuk tersebarnya budaya pop korea secara global di berbagai negara di dunia. Umumnya
Korean Wave ini memicu banyak orang di negara-negara untuk mempelajari bahasa dan kebudayaan
Korea. Korean Wave disebarkan melalui Korean Pop Culture ke seluruh penjuru dunia lewat media
massa dan yang media massa yang berpengaruh besar ialah televisi dan jaringan internet. Istilah Hallyu
ini diciptakan di China pada 1999 oleh jurnalis Beijing yang terkejut akan popularitas dunia hiburan
Korea. Korean Wave juga membuat sebuah budaya menjadi sebuah brand image di Korea Selatan.
Sebuah Korean Wave dapat menjadi kampanye yang menarik ketika dapat memperkenalkan negara
Korea Selatan. Supaya Korean Wave dapat selalu hidup dan tidak berhenti atas popularitasnya,
diperlukan pembuatan beragam konten dan metode yang harus selalu dikembangkan setiap saat.

Secara umum, ada tiga hal dasar agar memahami tentang Korean Wave, yaitu industrialisme,
antropologi budaya, dan imperialisme budaya. Industrialisme merupakan pendekatan yang dilakukan
untuk menganalisis daya saing budaya atas kepopuleran Korea, dampak ekonomi untuk Korea Selatan,
dan cara untuk memaksimalkan keuntungan. Dalam Industrialisme ini, biasa yang dilakukan, ialah
membuat produksi yang baik supaya diterima di masyarakat, membuat proses distribusi produk yang
lebih efisien, serta menciptakan konten-konten budaya yang populer. Intinya tujuan dari hal-hal yang
dilakukan tersebut, ialah atas dasar perekonomian supaya perekonomian Korea Selatan dapat naik.
Untuk mencapai hal itu, pastinya diperlukan tenaga ahli untuk merealisasikan hal tersebut. Salah satu
ahli yang pernah menangani hal ini, yaitu Jung YJ (2005), ia pernah memberi arahan kepada suatu
perusahaan untuk memproduksi konten yang berkualitas dan ia menggunakan strategi Jepang karena
pada saat itu, strategi Jepang merupakan strategi yang sedang berkembang. Ia juga menyarankan
spesialisasi dan diversifikasi ekspor konten yang akan dipublish.

Antropologi budaya merupakan suatu pendekatan yang memprioritaskan konsumen, dimana


para peneliti menolak gagasan bahwa Korean Wave adalah dominasi budaya dan ekonomi. Maka dari
itu, para peneliti lebih memilih untuk menjelaskan bahwa Korean Wavemerupakan suatu kegiatan
pertukaran budaya. Hal ini merupakan cara yang cerdas untuk memperkenalkan budaya Korea.

Imperialisme budaya merupakan budaya Korea yang menjadi pengaruh yang besar bagi
negara-negara lain bahkan ada argumen yang mengatakan bahwa Korean Wave telah menggantikan
pengaruh budaya Barat. The Financial Times mewartakan “Now, South Korean creative industries
are staging their own version of cultural imperialism by expanding into neighboring Asian markets”
(Feb.8, 2002). Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa budaya Korea saat ini sudah berekspansi ke
negara-negara Asia dengan imperialisme budaya mereka sendiri.

2.2 Kondisi Korean Wave saat ini


3
Kondisi Korean Wave saat ini sudah menarik perhatian banyak orang terutama anak-anak
muda di wilayah Asia. TV drama, musik pop, Korean popular star, artis/aktor, produk korea,
kebudayaan korea, orang Korea, dan hal-hal yang berbau tentang Korea, semuanya menjadi perhatian
bagi orang-orang non korea. Dimulai dengan kecintaan terhadap budaya Korea, Korean Wave
mendapatkan kekuatan dari negara tetangga. Tayangan TV Korea “Dae Jang Geum”, merupakan
tayangan yang menaikkan popularitas Korea di Hongkong dan Taiwan pada tahun 2005. BoA dan
Se7en merupakan penyanyi Pop yang terkenal di kalangan anak muda di Jepang. Tentu saja hal
tersebut juga membuat Korean Tourism Statistic mengalami kenaikkan drastis dan menjadi
keuntungan Korea Selatan itu sendiri. Korea Selatan menjadi negara yang difavoritkan oleh banyak
orang. Maka dari itu, produk-produk Korea (kosmetik, pakaian, elektronik, dan makanan Korea) laris
di berbagai negara. Produk Korea kosmetik, pakaian, dan elektronik diekspor ke China dan Vietnam
sedangkan barang-barang karakter dn makanan Korea di Jepang, Taiwan, dan Hongkong. DI negara
lain, yaitu Meksiko, Mesir, dan Rusia, baru berada di fase awal dimana kebudayaan pop Korea baru
diperkenalkan dan juga memperoleh popularitas.

Dikatakan juga bahwa Korean Wave dimulai diri tahun 1990-an dengan kepopuleran tayangan
TV Korea yang diperlihatkan di China. Pada tahun 1997, “Sa-rang-yi Muo-gil-lae” (What is Love?)
menjadi pertunjukkan yang sukses karena hal utama yang diperjualkan ialah pertunjukkan tentang
cinta dan keluarga-nilai Asia yang sangat berbeda dibandingkan pertunjukkan dari budaya Hongkong
dan Western karena mereka mengutamakan tentang uang dan gangster. Mengikuti program TV
tersebut, Korean Wave melanjutkan pengembangan dengan tayangan “Byeoleun Nae Ga-seum-e”
(Star in My Heart), “Tomato”, dan “Gaeul Donghwa: (Autumn in My Heart/ Endless Love). Sejalan
Penayangan TV, penyanyi pop Korea juga mempengaruhi Korean Wave dan memunculkan sebuah
kesuksesan, yaitu “Dae Jang Geum”.

Kepopuleran budaya Korea yang merajalela di negara China membuat pemerintahan China
melarang konten-konten yang berasal dari Korea. Walaupun demikian, Korean Wave tetap populer
dimana-mana.dengan demikian, pemerintah akhirnya bersemanngan untuk membuka pasarnya ke
industri hiburan Korea untuk mengimbangi masuknya populer dari Hongkong dan Taiwan, tetapi baru-
baru ini pejabat pemerintah telah mencoba untuk membatasi waktu tayang program TV buatan luar
negeri, karena takut akan pengaruh asing.

Penyanyi pop Korea, Cho Yong Pil, Kye Eun Sook, dan Kim Yeon Ja memasuki pasar Jepang
pada tahun 1980-an, sebelum Korean Wave terlihat.Kemudian Film Korea (Shiri and Friends) dan
penyanyi BoA juga populer di pasar Jepang. “Kyeol Sonata” (Winter Sonata) juga sukses di Jepang.
Bae Yong Joon, pemeran utama “Winter Sonata” menjadi eponim karena dampak Korean Wave,
sehingga mendapat sebutan “Yon-sama Syndrome”. Seiring berkembangnya Korean Wave,
ketertarikan Jepang akan kebudayaan Korea meningkat, dapat dilihat dari populernya pembelajaran
bahasa Korea di Jepang.

Di Taiwan juga terkena dampak Korean Wave karena pertunjukan “Dae Jang Geum”. Penyanyi
pop seperti Clone, H.O.T, dan S.E.S. sebelumnya telah membuat kebudayaan Korea populer, tetepai
setelah jeda, “Dae Jang Geum” menghidupkan kecintaan orang-orang terhadap kebudayaan Korea.
4
Popularitas tersebut berdampak pada pakaian, makanan, dan pariwisata. “Dae Jang Geum” juga sukses
di Hongkong pada tahun 2005. Negara-negara luar yang terkena dampak kebudayaan Korea juga, ialah
Meksiko, Malaysia, Rusia, Uzbekitan, dan Mongolia.

Pada saat Korean Wavemendapatkan popularitas di negara Asia, beberapa oposisi muncul.
Subuah buku komik Jepang berjudul “Hate the Korean Wave” masuk ke dalam daftar buku terlaris
teratas di Jepang. Taiwan telah menunjukkan ketidaksenangan dengan meningkatnya arus masuk acara
TV Korea dan tingginya harga. China bahkan melangkah lebih jauh. Melarang siaran beberapa
program Korea. Secara umum, Korean Wave nampaknya ditahan untuk saat itu karena keberhasilan
“Dae Jang Geum” terutama karena tidak ada lagi acara TV Populer yang mengikuti dan jumlah turis
Asia Timur juga berkurang. Tetapi efek Korean Wave masih terlihat dalam budaya populer Asia Timur
dan tidak berhenti memecahkan pantai negara asing bahkan sampa sekarang tahun 2019, Korean Wave
masih merajalela di berbagai negara bahkan sampai negara di belahan dunia lain.

2.3 Kemampuan Bersaing dari Industri Konten Korea

Perkembangan Korean Wave dapat dilihat dalam berbagai bentuk, seperti popularitas artis,
beserta barang-barang yang berkaitan dengannya, atau konten kultural yang menjadi pusat
perhatian dari Korean Wave. Korea telah menyerap kebudayaan Barat dan menyesuaikannya
dengan lingkungan Asia, sehingga menghasilkan suatu konten baru yang sangat berbeda dengan
yang sebelumnya telah ada di pasar Asia. Melalui konten baru ini, tercipta persaingan serta usaha
meningkatkan kualitas industri musik dan perfilman dengan keunikan dari para artis dan penyanyi
sebagai inti dari Korean Wave.
Berikut adalah analisis kemampuan bersaing dari industri konten Korea berdasarkan model
‘Competitive Advantage’ oleh Michael Porter. Porter menyebutkan beberapa faktor yang
menentukan tingkat daya saing dari suatu industri atau negara, yaitu: firm strategy, factor
conditions, demand conditions, dan related and supporting industries. Model ini tidak hanya
digunakan untuk menganalisa faktor dari dalam, namun juga terhadap faktor yang mempengaruhi
dari luar.

5
Michael Porter’s ‘Competitive Advantage’ of Korean Contents Industry

6
2.3.1 Kondisi Permintaan

Seiring dengan berkurangnya dominasi Hong Kong dalam pasar perfilman Asia Timur,
permintaan terhadap konten baru semakin meningkat. Bersamaan dengan itu, harga jual dari
konten Jepang yang semakin mahal, membuat beralihnya permintaan ke konten alternatif yang
lebih murah, seperti mulai masuknya konten-konten Korea ke negara Taiwan. Tidak hanya itu, di
Jepang hampir seluruh program TV menargetkan penonton usia muda dengan konten-konten yang
baru dan unik, Mengabaikan penonton dewasa dan tua yang lebih memilih drama bergaya tua
sehingga kemunculan drama Korea sangat disukai oleh generasitersebut.
Pada negara China dan Vietnam yang sedang mengalami kapitalisme ekonomi, juga sedang
mengalami peningkatan permintaan akan kebudayaan Barat oleh kaum muda. Namun, hal itu tidak
dapat terwujud mengingat kebudayaan Barat telah dilarang pada era sosialis sehingga kebudayaan
Korea dianggap sebagai solusi yang tepat untuk menghadapi culture shock (gagap budaya). Di saat
yang bersamaan, mengikuti mulai diperkenalkannya multi-channel media (TV kabel, satelit, TV
internet) di Asia, penonton mengharapkan agar terdapat lebih banyak konten yang dapat dinikmati.
Pada akhirnya, dengan kuantitas yang tidak sesuai permintaan, negara-negara Asia Tenggara
memilih untuk beralih ke program-program Jepang dan Korea. Hingga kini, tercatat sebanyak 3,5
juta orang yang berlangganan TV berbayar di Korea. Sedangkan di Asia-Pasifik tercatat dalam
tabel berikut:

Jumlah dan prediksi pelanggan TV berbayar dan platform video online di Asia-Pasifik
(2012-2022)

Pada masyarakat Korea, minat dan permintaan terhadap konten-konten online di internet
berlangsung mudah dan dinamis. Banyaknya jumlah pengguna internet cafes, komunitas, dan blog
membuat terciptanya tren dan istilah-istilah, seperti yeopgi (selera yang aneh), eoljang (orang-
orang yang berwajah indah), pyein (pecinta program TV), dan pum (menyebarkan konten ke situs
lain). Masyarakat Korea juga sangat berperan dalam produksi konten dalam negeri. Hal ini dapat
dilihat dari kritik, pendapat, dan pujian penonton yang bahkan dapat mendorong para produser
untuk mengubah jalan cerita yang telah direncanakan.

7
Tidak hanya itu, tidak jarang jika banyak penulis berusaha membuat artikel yang sensasional
untuk menarik tanggapan dari pembaca.

2.3.2 Strategi yang Kuat

Kompetisi antar stasiun penyiaran nasional di Korea berlangsung sangat ketat,


untuk menciptakan drama TV yang terbaik. Kesuksesan suatu stasiun penyiaran sangat
bergantung pada rating dari drama-drama yang ditayangkan. Selain itu, perusahaan-
perusahaan Korea memahami bahwa pasar domestik bersifat terbatas sehingga
mengharuskan mereka untuk memasuki pasar internasional. Pencapaian pertama terjadi
ketika kesuksesan pada industri perfilman dengan film berjudul Shiri dan Yeopgijeog-in
Geunyeo (My Sassy Girl) di pasar Asia Timur. Di masa kini, kesuksesan juga terlihat jika
drama atau film buatan Korea telah terkenal hingga ke pasar internasional. Sebagai contoh
di Indonesia, yaitu film Train to Busan (2016) yang bahkan diketahui oleh orang yang tidak
mengikuti konten-konten Korea. Diikuti dengan, drama-drama Korea seperti Winter
Sonata, Boys over Flower, dan Goblin.
Pada industri musik, terdapat artis pop BoA yang berhasil merintis jalan ke pasar
internasional setelah melewati berbagai riset dan persiapan. SM Entertainment yang
menaungi BoA, menemukan melalui riset bahwa musik dance Jepang sangat popular di
kalangan remaja. Kemudian dilanjutkan dengan sistem pelatihan yang melatih BoA sejak
berusia sepuluh tahun, hingga ia dianggap telah siap untuk menggantikan penyanyi pop
Namie Amuro yang sudah tidak lagi muda. Korean Wave berhasil masuk ke pasar
internasional dan membuat sejarah dengan lagu-lagu, seperti ‘Gee’ oleh Girls’ Generation
dan ‘Gangnam Style’ oleh PSY. Saat ini, terdapat banyak agensi yang tidak terdata
jumlahnya, bersaing mendebutkan grup keunggulan mereka. Baik dari grup yang tidak
ternama, hingga grup yang telah mendunia dan terkenal hampir di seluruh kalangan, yaitu
BTS.

2.3.3 Faktor Kondisi

1. Sumber Daya Manusia

Cara mudah memprediksi perkembangan industri tertentu adalah melalui popularitasnya


sebagai departemen akademik di universitas. Ilmu yang secara historis populer adalah teknik
tekstil, teknik kelautan, teknik mesin, dan teknik listrik. Dapat diprediksi, industri Korea yang
sedang booming, dalam urutan pengembangan, adalah tekstil, pembuatan kapal, baja dan
elektronik. Jelas, ilmu yang populer di perguruan tinggi menyediakan sumber daya manusia
yang cukup untuk industri dan siswa, pada gilirannya, dapat mempersiapkan diri untuk
kemungkinan pekerjaan yang berkembang paling cepat dan paling menguntungkan

Popularitas sekolah seni saat ini dan studi terkait budaya lainnya di korea menunjukkan
peningkatan pengembangan industri konten budaya. Sekitar 120.000 siswa terdaftar dalam
studi terkait seni dan budaya di perguruan tinggi dan universitas Korea (dibandingkan dengan
70.000 di Jepang). Dengan meningkatnya minat masyarakat umum terhadap konten budaya,

8
perusahaan produksi konten menjadi populer di kalangan pencari kerja Korea. Dengan
demikian, industri konten budaya tampaknya menawarkan potensi yang pasti di Korea dengan
sumber daya manusia yang penuh dan kepentingan publik.

2. Budaya Tradisional

Sepanjang sejarah, Korea telah mengembangkan berbagai aset budaya yang berbeda.
Beberapa arketipe budaya adalah sebagai berikut: tradisi pakaian dinasti Chosun dan Koryo;
masakan termasuk Kimchi dan berbagai minuman tradisional; dan desain arsitektur dari strata
sosial yang berbeda. Tradisi dan cerita rakyat seperti itu ditemukan dalam desain kontemporer
Korea, konten media, dan permainan, legenda dan dongeng rakyat, belum lagi kisah-kisah kuno
para pendiri dinasti seperti Dan-gun dan Ju-mong, juga berlimpah dalam budaya Korea dan
digunakan sebagai dasar kreatif bagi seniman kontemporer.

Di luar tradisi naratif seperti itu, ada banyak tradisi visual termasuk motif desain tradisional,
warna, lukisan genre, lukisan lanskap dan arsitektur yang dapat dipahami dan dihargai secara
global. Masing-masing dinasti dalam sejarah panjang Korea memiliki tradisi intelektual
tersendiri dan membuat banyak seniman dan karya mereka.

Seni tradisional Korea telah berinteraksi dengan mengadaptasi budaya Cina, sehingga
menciptakan budaya khasnya sendiri. Menerima dan mengadaptasi budaya asing telah menjadi
sikap budaya lama di Korea yang lagi-lagi digunakan dalam industri konten budaya saat ini.
Itu tidak hanya terbatas pada motif desain tertentu tetapi meluas ke berbagai aspek lain dari
kreativitas Korea.

2.3.4 Industri Terkait

Korea terkenal dengan infrastruktur telekomunikasi mutakhirnya. Jaringan internet


berkecepatan tinggi mencakup hampir setiap inci negara dan kafe internet dapat ditemukan di
setiap sudut jalan. unduhan digital musik dan film merajalela di sini, dan berdasarkan
lingkungan kabel ini, industri game online Korea memiliki keunggulan paling kompetitif di
dunia. Dilengkapi dengan jaringan komunikasi nirkabel, industri game mobile Korea
memimpin dunia dalam menyediakan konten seluler. Karena infrastruktur komunikasi yang
luar biasa ini, Korea mampu meraih keunggulan dalam industri konten.

Dengan teknologi komunikasi dan penyiaran generasi mendatang yang memantapkan


dirinya, industri ini sibuk membuat konten terkait. Fakta bahwa banyak teknologi mutakhir
baru termasuk DMB ( Digital Mobile Media ), WiBro ( Wireless Broadcasting or WiMax ),
IPTV ( Internet Protocol Television ) dan BCN ( Broadband Convergence Network ) sedang
diperkenalkan di Korea di depan negara-negara pesaing lainnya. Ini menunjukkan bahwa
Korea akan memimpin dunia dalam pengembangan konten terkait. Pada saat negara-negara
lain mulai menyediakan layanan seperti itu, Korea akan memiliki keunggulan kompetitif
dengan konten yang sudah dikembangkan.

9
Korea Selatan meluncurkan jaringan telekomunikasi selular 5G pertama di dunia, langkah
perubahan pertama yang membuat negara-negara adidaya berlomba untuk memegang kendali
untuk inovasi terhadap perubahan yang akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari miliaran
manusia. Sarana komunikasi dengan kecepatan tinggi yang disebut sebagai teknologi nirkabel
generasi ke lima pada akhirnya akan mampu mendukung berbagai peralatan dari pemanggang
roti hingga telepon, dari mobil listrik hingga jaringan distribusi tenaga listrik.

Meskipun Seoul telah memenangkan perlombaan sebagai yang pertama untuk


menyediakan pengalaman bagi pengguna, namun perlombaan ini hanya satu bagian dari
pertempuran yang membuat Amerika Serikat dan China berhadap-hadapan dan menarik
perusahaan-perusahaan raksasa seperti Huawei. Korea Selatan yang terhubung luas oleh
jaringan elektronik sejak lama memiliki reputasi keunggulan dalam bidang teknik, dan Seoul
membuat peluncuran teknologi komunikasi 5G sebagai sebuah prioritas karena negara itu
berusaha untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi yang tersendat-sendat.

Sistem ini akan membuat ponsel pintar dengan sistem sambungan yang hampir seketika –
20 kali lebih cepat dibandingkan dengan teknologi 4G yang ada saat ini – yang memungkinkan
para penggunanya untuk mengunduh film kurang dari satu detik. Kondisinya mirip saat
mencoba mengakses situs web pada perangkat bergerak pada teknologi 3G dan teknologi 4G
yang baru membuat semua aplikasi dapat berjalan lancar berkisar dari media sosial hingga
Uber, teknologi komunikasi 5G akan menawarkan tingkat konektivitas yang baru, yang
didukung oleh kecepatan.

Kemampuan ini krusial untuk perkembangan perangkat di masa yang akan datang yang
berkisar dari kendaraan swa-kemudi yang mengirimkan data antara satu sama lain dalam waktu
nyata hingga robot industri, pesawat nirawak, dan elemen-elemen lain dari Internet of
Things.Tingkat kecepatan yang ditawarkan ini akan bersifat vital bagi infrastruktur di masa
datang, dan standar 5G diharapkan dapat menghasilkan pemasukan sebesar $565 miliar dalam
manfaat ekonomi global menjelang tahun 2034, menurut sebuah aliansi industri Global System
for Mobile Communication yang berpusat di London.

2.4 Kasus-kasus yang Menyerupai Korean Wave

Korean Wave merupakan suatu fenomena dimana budaya suatu negara atau wilayah bisa
menyebar luas ke berbagai penjuru dunia. Fenomena tersebut tidak hanya terbatas pada budaya
Korea. Ada beberapa contoh dimana ada fenomena yang menyerupai Korean Wave.

2.4.1 Telenovela

Telenovela adalah drama televisi yang berasal dari Amerika Latin. Biasanya, di dalam
alur ceritanya terdapat pasangan laki-laki dan perempuan yang berbeda status sosialnya, dan
dari hal itu muncul konflik karena banyak yang menentang hubungan mereka. Telenovela itu
sendiri pada awalnya berasal dari drama radio yang populer pada tahun 1930an, terutama dari
negara Kuba. Pada tahun 1950an, drama-drama tersebut mulai diadaptasi untuk televisi.

10
Telenovela sangat populer tidak hanya di Amerika Latin, namun juga di Eropa Timur. Hal ini
dikarenakan bahasa dan latar belakang budaya yang mirip diantara negara dan wilayah
Amerika Latin dan Eropa Timur. Selain itu, karena meningkatnya populasi etnis Hispanik,
tingkat sukses telenovela di Amerika Utara setara dengan sukses di Amerika Latin dan Eropa.
Beberapa faktor yang mendukung sukses dari telenovela adalah alur cerita yang bagus,
terhiburnya penonton dari jenuhnya keseharian mereka, dan bintang-bintang populer yang
berperan di dalam telenovela.

2.4.2 Kultur dan Kebudayaan Jepang

Penyebaran budaya Jepang ke luar negeri berawal dari kepopuleran Ukiyo-e di Eropa
pada akhir abad ke-19. Motif tersebut digunakan sebagai bungkuskeramik Jepang yang
dipamerkan di Paris World Exposition pada tahun 1867. Berkat itu, Ukiyo-e sangat populer di
kalangan seniman Paris serta Eropa, bahkan kritik seni Prancis pada masa itu memberi nama
japonisme untukfenomena ini. Estetika dari Ukiyo-e memberi pengaruh pada banyak seniman
Eropa yang di antara lain adalah Vincent van Gogh, Toulouse Lautrec, Eduard Manet, dan
Edgar Degas.

Budaya Jepang mulai memasuki negara Asia lain lewat imperialisme Jepang, dimana
Jepang membawa budaya, gaya hidup, bahasa dan pemikirannya pada negara yang dijajah.
Sebagai contoh, film dan musik Jepang berpengaruh besar pada Korea bahkan hingga saat
ini.Sejak tengah abad ke-20 kepopuleran budaya Jepang di Asia, Eropa, dan Amerika Utara
semakin besar.Pada saat ini, produk budaya yang paling populer dari Jepang merupakan
animasi, musik, makanan, fashion, dan video game.Setelah Amerika, Jepang merupakan negara
yang paling banyak memproduksi konten budaya. Hal ini berkat upaya pemerintah dan
perusahaan Jepang yang secara luas mempromosikan budaya mereka setelah usainya Perang
Dunia II.

2.4.3 Industri Film Hong Kong

Pada musim gugur 1997, Koi si Gigi Tanggal mendekati produser film Hong Kong
untuk memproduksi sebuah film berdasarkan kisah hidupnya. Hasilnya adalah film
berjudul Casino (aka Ho Kong Fung Wan) yang dibintangi oleh Simon Yam sebagai Giant, bos
triad yang hidup di dunia bawah tanah Macau.

Koi menyetujui pertemuan ekstensif untuk riset film, dan juga menggunakan pengaruhnya di
Macau untuk mengongkosi kru film. Namun, Koi dan baruadak triadnya tak mampu
menghentikan filmnya dibajak dan dijual murah lewat keping-keping CD bersampul foto
dirinya. Inilah gelombang pertama pembajakan media digital.

Secara keseluruhan sinema Hong Kong sedang dalam mimpi buruk. Pada 1993, industri film
ini menghasilkan 238 judul. Sekarang, enam tahun kemudian, produksi hanya mencapai 40

11
film dalam setahun. Selain faktor pembajakan, tahun 1997 terjadi perubahan ekonomi politik,
yang mendepak sinema Hong Kong: Kejatuhan finansial Asia dan penyerahan kedaulatan
Hong Kong dari Inggris ke Cina.

Masa Keemasan

Sinema Hong Kong telah menikmati masa keemasan selama hampir dua dekade.
Sutradara terkenal seperti John Woo dan Wong Kar-wai telah membantu sinema Hong Kong
punya basis penggemar global. Golden Harvest, studio milik Raymond Chow, telah
menciptakan ikon budaya seperti Bruce Lee, Jackie Chan dan Tsui Hark.

Jeff Yang menulis hal ini dalam Once Upon a Time in China: A Guide to Hong Kong,
Taiwanese, and Mainland Chinese Cinema. Fenomena Hong Kong New Wave yang dimulai
pada tahun 1979 adalah pemicunya. Selama 1980an, industri film Hong Kong mulai
berkembang. Hal ini dipengaruhi karena banyak rumah tangga di Cina saat itu tidak punya TV,
sehingga film berfungsi sebagai sumber hiburan utama.

Banyak sineas Hong Kong New Wave memperoleh pendidikan gaya Barat dan sangat
terpengaruh tradisi sinema Barat. Film-film mereka memanfaatkan teknologi baru, seperti
sinkronisasi suara, teknik pengeditan teranyar, dan pembuatan film langsung di lokasi.

Pada 1984, Hong Kong New Wave mulai mendapat perhatian dari penonton internasional,
sehingga mendorong apa yang kemudian dikenal sebagai Gelombang Kedua. Di antara sineas-
sineas itu adalah Stanley Kwan, Wong Kar-wai, Mabel Cheung, Alex Law, Fruit Chan, Peter
Chan, dan Tammy Cheung.

Yang jadi pembuka jalan adalah rumah produksi Cinema City, yang didirikan pada tahun 1980
oleh komedian Karl Maka, Raymond Wong dan Dean Shek. Karya-karya rumah produksi ini
mengawinkan komedi dan aksi laga yang diproduksi secara apik dengan racikan formula-
formula komersil. Film spionase mewah dan penuh efek, Aces Go Places (1982) beserta
sekuelnya yang menegaskan gaya City Cinema pun banyak ditiru. Sutradara dan produser Tsui
Hark dan Wong Jing dapat dipandang sebagai tokoh perfilman Hong Kong pada era ini.

Terobosan besar dalam film laga muncul pada awal 1990an dengan Once Upon a Time in
China yang disutradarai oleh Tsui Hark. Jadilah bioskop-bioskop Hong Kong saat itu dipenuhi
kisah-kisah fantastis tentang jagoan-jagoan yang berkelahi di udara tanpa terikat gravitasi.

Ciri lain dari masa keemasan sinema Hong Kong adalah tren film gangster atau "Triad" yang
dipopulerkan oleh sutradara John Woo dan aktor-aktor seperti Alan Tang dan Chow Yun-fat.

Bintang film jadi ikon genre. Jika kung fu tradisional dibabat Jet Li, maka kung fu penuh laga
yang lebih kontemporer digawangi Jackie Chan. Melodrama romantis dan fantasi bela diri
umumnya dibintangi Brigitte Lin. Selain itu ada juga film-film lawak yang dibintangi Cherie
Chung dan Stephen Chow.

12
Selama periode ini, tulis David Bordwell dalam Planet Hong Kong: Popular Cinema and the
Art of Entertainment (2000), Hong Kong adalah satu dari sedikit industri film yang terus
berkembang meski dengan dominasi global Hollywood sulit digoyahkan. Film Hong Kong
memenuhi bioskop dan rental video terutama di Thailand, Singapura, Malaysia, Indonesia, dan
Korea Selatan.

Pengaruhnya bahkan sampai Jepang. Jackie Chan begitu populer di sana. Taiwan pun menjadi
pasar yang sama pentingnya dengan pasar Hong Kong sebagai pasar domestik. Pada awal
1990-an, industri film Taiwan yang dulu kuat hampir punah di bawah gempuran sinema impor
Hong Kong.

Jatuh karena Overproduksi

Sinema Hong Kong meredup medio 1997. Di antara penyebabnya adalah krisis keuangan Asia,
pembajakan video yang merajalela di seantero Asia Timur, promosi agresif studio-studio
Hollywood ke pasar Asia, dan kedaulatan Hong Kong yang berpindah ke Cina.

Dalam hal industri film, hubungan Hong Kong dengan Cina daratan tidak terlalu nyaman, dan
dipenuhi rintangan birokrasi. Salah satu aturan yang ditetapkan Cina adalah semua produksi
independen Hong Kong tetap dihitung impor sehingga dibatasi kuotanya. Peraturan yang tidak
masuk akal, mengingat mereka berdua sekarang satu negara.

Faktor penting yang juga turut menggerus kejayaan sinema Hong Kong adalah overproduksi.
Investasi melimpah, jumlah produksi naik, namun kualitas menurun. Overproduksi ini pun
diikuti oleh turunnya kontrol atas kualitas dan formula yang repetitif, khususnya dalam hal
cerita dan karakter.

Penonton mulai kehilangan minat pada sinema Hong Kong. Bahkan banyak penggemar berat
sinema Hong Kong, yang penuh semangat mengikuti perkembangan 'Hong Kong New Wave'
selama tahun 1980an dan awal 1990an akhirnya kecewa. Mereka beralih ke film-film Korea
Selatan yang gahar dan paling inovatif di Asia.

Sejak 1998, industri film lokal Korea Selatan telah mengalami transformasi yang luar biasa.
Generasi baru pembuat film Korea merevitalisasi industri ini dengan film laga berbiaya besar,
drama-drama filosofis, dan satir subversif.

Dalam beberapa hal, seperti yang dibahas Anthony C. Y. Leung dalam Korean Cinema: A New
Hong Kong (2006), Korea Selatan punya banyak kemiripan situasi dengan Hong Kong,
khususnya dalam industri filmnya yang meledak di panggung dunia.
Dijiplak Hollywood

13
Setelah mengalami kesuksesan komersil dan artistik pada pertengahan tahun 90an,
Hollywood pun mencontek Hong Kong. Sineas Amerika, tampaknya merupakan pewaris
langsung Hong Kong.

Koreografi dalam sinema Hong Kong sungguh menakjubkan dan membekas pada banyak film
Hollywood. Dalam trilogi The Matrix (1999, 2003), misalnya, memuat adegan-adegan bela
diri Keanu Reeves yang terbang dan mengapung a la bintang laga Hong Kong.

Oliver Stone, Francis Ford Coppola, dan Quentin Tarantino pun menunjukkan antusiasme yang
besar pada genre bela diri. Dalam kedua film Kill Bill (2004), Tarantino mengeksploitasi plot
klasik balas dendam dan seni bela diri a la Hong Kong. Saat membuat film Reservoir
Dogs (1992), Tarantino juga mengaku terinspirasi karya Ringo Lam, City on Fire (1987).

Sinema Hong Kong pernah menyumbang dunia dengan para jagoan yang melawan orang-orang
jahat dan menyesap anggur dalam sorotan lampu neon. Saat ini, sineas Hong Kong paling
populer yang tersisa adalah Wong Kar Wai, itupun dengan gaya sinematik yang berbeda.
Generasi terbaru Hong Kong terus berusaha, dan belum ada hasil.
Park Chan-wook, Bong Joon-ho, Hong Sang-soo, Kim Jee-won dan rekan sineas dari negeri
gingseng makin meredupkan Hong Kong. Jalan terbaik yang bisa diupayakan Hong Kong
adalah menugaskan para triad untuk mengobrak-abrik Korea Selatan, atau duduk bernostalgia
pada masa keemasannya.

2.4.4 Perbandingan Gelombang Korea dan Kultur Asia Timur

Kegemaran akan budaya pop Korea dimulai di Republik Rakyat Tiongkok dan Asia
Tenggara mulai akhir 1990-an.[5] Istilah Hán liú (韓流, Bahasa Korea:한류;Hallyu) diadopsi
oleh media Tiongkok setelah album musik pop Korea, H.O.T, dirilis di
Tiongkok. Serial drama televisi Korea mulai diputar di Tiongkok dan menyebar ke negara-
negara lain seperti Hongkong, Vietnam, Thailand, Indonesia, Filipina, Amerika
Serikat, Amerika Latin dan Timur Tengah. Pada saat ini, Hallyu diikuti dengan banyaknya
perhatian akan produk Korea Selatan, seperti masakan, barang elektronik, musik dan film.
Fenomena ini turut mempromosikan Bahasa Korea dan budaya Korea ke berbagai negara.

Dalam dekade terakhir ini, banyak pejabat Cina telah menyatakan positif terhadap media dan
hiburan Korea, termasuk mantan Presiden Hu Jintao dan mantan Perdana Menteri Wen Jiabao,
yang dikutip oleh Kantor Berita Xinhua mengatakan: "Mengenai Hallyu Fenomena ini, orang-
orang China, terutama kaum muda, sangat tertarik padanya dan pemerintah China menganggap
fenomena Hallyu sebagai kontribusi vital terhadap pertukaran budaya bersama yang mengalir
antara Cina dan Korea Selatan. The Massachusetts Institute of Technology merilis sebuah
laporan yang menyatakan bahwa China adalah ekspor terbesar Korea Selatan pada $ 121 miliar
per tahun. Pariwisata antara kedua negara telah meningkat sebagai akibat dari Gelombang
Korea, dengan Korea Selatan menerima peningkatan 27% wisatawan dari Tiongkok (3,8 juta
orang) pada tahun 2016.

14
Jika dibandingkan dengan ekspor budaya Asia Timur lainnya, gelombang Korea terbatas dalam
isinya dibandingkan dengan Jepang; tetapi lebih beragam daripada Hong Kong. Ekspor budaya
Hong Kong sebagian besar adalah film, sedangkan Jepang diwakili dengan baik di seluruh
dunia oleh budaya, makanan, mode, desain, dan bahasanya yang populer. Meskipun masih
berkembang, wilayah yang menyambut gelombang Korea terutama terbatas di negara-negara
Asia Timur. Jepang, di sisi lain, telah mengirimkan permainan iklan animasinya ke hampir
setiap bagian dunia dan masih menyebarkan budayanya secara global melalui makanan, mode,
dan desain. Pengaruh Hong Kong juga cukup terbatas untuk Asia Timur dan emigran Cina di
seluruh dunia tetapi masih tumbuh di Amerika.

Gelombang Korea meliputi kesadaran global akan berbagai aspek kebudayaan Korea
Selatan termasuk film dan televisi (khususnya "K-dramas"), K-pop, manhwa, Bahasa Korea,
dan masakan Korea. Beberapa komentator juga mempertimbangkan kebudayaan tradisional
Korea secara keseluruhan menjadi bagian dari Gelombang Korea. Ilmuwan politik
Amerika Joseph Nye menginterpretasikan Gelombang Korea sebagai "semakin populernya
segala hal mengenai Korea, mulai dari fesyen dan film hingga musik dan masakan."
Pemerintah Korea sendiri sangat mendukung dan memiliki peran dalam mewabahnya
hallyu.Dukungan tersebut diwujudkan dengan menghindarkan diri dari gempuran industri
hiburan dari barat. Hal ini menjadikan orang korea sendirilah yang harus menciptakan produk-
produk media massanya sendiri. Selain itu dukungan dari pemerintah juga diwujudkan melalui
berbagai acara kesenian seperti festival-festival film dan musik bertaraf internasional.

Kultur Jepang Hong Kong Hallyu (Gelombang


Korea)
Produk Utama Animasi, permainan, Film Drama, music, film,
makanan, desain, genre, bahasa, dan
mode, bahasa, lain-lain.
perekonomian, dll.
Jenjang Waktu Dari abad ke-19 1960-1990 Dari 1990-sekarang

Karakteristik Fitur Setiap kebudayaan dan Terbatas di film Kultur populer


kultur
Area-area Tercapai Seluruh dunia Amerika dan Asia Seluruh dunia
Timur
Karakteristik Berpusat dengan isi Berpusat pada bintang- Keduanya
bintang film
Ukuran Industri Besar Kecil Besar

2.5 Saran-saran untuk Korean Wave yang Berkelanjutan

2.5.1 Konten yang Bersaing

15
Konten yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh materi yang beragam, skrip
yang ditulis dengan baik, dan artis yang terlatih agar dapat menjamin penjualan yang
telah diproduksi. Namun, untuk meningkatkan daya tarik konsumen perlu dilakukan
pembaharuan terhadap apa yang sudah ada.
Akhir-akhir ini baik actor maupun idol dari Korea memperoleh popularitas yang
luar biasa, menyebabkan kesulitan untuk produksi film dan acara TV. Walaupun
merupakan daya tarik pemasaran, ketergantungan pada "bintang" harus dihindari
karena pada akhirnya akan mengarah pada kenaikan biaya kontrak dan produksi, yang
akan mengancam apabila target pemasaran tidak tercapai.
Beberapa penggemar mungkin tetap loyal kepada idola mereka dalam keadaan
apa pun, tetapi masyarakat atau konsumen umum akan dengan cepat membalikkan
punggung mereka pada skenario yang telah digunakan sebelumnya. Solusi yang paling
pokok adalah memperkuat sistem produksi melalui perencanaan yang lebih matang,
penulisan naskah dengan jalan cerita yang berbeda atau baru, pengambilan gambar, dan
teknik pemasaran.Untuk menarik konsumen asing penulisan skrip adalah hal yang
paling penting. Dalam hal ini industri atau lembaga harus mempersiapkan kurikulum
baru untuk mendukung lahirnya penulis-penulis dengan ide baru di masa depan.
Korean Wave tidak harus hanya berupa gambar atau tayangan yang ada di tv
atau computer saja. Bahkan, diyakini bahwa melalui media digital bisa lebih mudah
menyebarkan perbedaan budaya di pasar luar negeri daripada hanya melalui hiburan
seperti drama di tv dan film. Game merupakan salah satu kandidat yang memungkinkan.
Karena Korea sudah memiliki keunggulan kompetitif dalam permainan online, maka
sangat memungkinkan untuk memperluas penjualan di konten animasi dan Internet.
Perluasan Korean Wave tidak hanya melalui budaya-budaya popular
saja.Namun, berbagai aspek yang terdapat di Korea juga dapat dimanfaatkan untuk
memperluas Korean Wave.Perluasan Korean Wave diantaranya dapat melalui produk-
produk umum Korea, makanan, budaya yang belum terlalu dikenal, dan bahkan dapat
dilakukan melalui orang Korea.

2.5.2 Mengatasi Anti-Korean Wave

Cara terbaik untuk melawan sentimen anti-Korea adalah dengan menemukan


pendekatan baru, dan memberitahukan definisi dari Korean Wave sebagai Pertukaran
budaya alih-alih infiltrasi budaya. Akhir-akhir ini terdengar banyak berita
mengecewakan tentang kebencian yang tumbuh terhadap Korean Wave, pemasaran
yang berpusat pada laba oleh beberapa bintang Korea dan agensi mereka, dan
pembatalan tur yang berulang kali melemahkan kekuatan Korean Wave. Solusi
mendasar adalah memimpin industri untuk memahami bahwa Korean Wave adalah
kesempatan untuk pertukaran budaya bukannya pengaruh budaya sepihak untuk
eksploitasi ekonomi. Pertukaran budaya yang beragam harus menyertai ekspor hiburan
populer untuk memungkinkan negara-negara yang dituju lebih memahami budaya
Korea. Dengan mengizinkan konten dari budaya lain memasuki pasar Korea, dapat
membentuk budaya pan-Asia baru. Untuk tujuan ini, upaya pemerintah dan non-
pemerintah untuk program dan acara pertukaran budaya harus terus dilakukan.

16
Solusi lain adalah produksi dan pemasaran kooperatif untuk menarik khalayak
dari bagian lain dunia. Jika negara-negara Asia dengan kelebihan yang berbeda dapat
bekerja sama untuk menghasilkan konten budaya, itu akan menjadi strategi yang saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak. Korea dalam kekuatan ‘idol’ dan kreativitas
dapat dikombinasikan dengan kekuatan finansial dan pemasaran Jepang. Melalui
produksi bersama dan pemasaran bersama, industri ini dapat memanfaatkan sistem
hiburan, sumber daya manusia, dan lokasi tujuan. Pendekatan lokal semacam itu akan
menghadirkan wajah yang lebih familiar kepada masyarakat umum dan konsumen.
Dalam jangka panjang, jika Korean Wave turut membawa nilai-nilai dan budaya
Asia -bukan hanya budaya Korea- itu akan menurunkan hambatan psikologis negara
yang menjadi tuan rumahnya. "Ketika Gelombang Korea dapat membawa budaya,
kepercayaan, dan nilai-nilai Asia, itu akan lebih menarik bagi Negara-negara Asia
lainnya" (HJ Choi, 2005)
Solusi lain untuk mengatasi masalah ini, adalah dengan pertukaran budaya dua
arah dengan pengertian dan saling menghormati. Berbagai festival dan kontes
penghargaan dapat diadakan untuk bertukar dan berkomunikasi dengan negara lainnya.

2.5.3 Membangun Infrastruktur Dasar untuk Korean Wave

Intervensi pemerintah harus dihindari atau diminimalisasi dalam hal apa pun. Jika
pemerintah Korea melakukan intervensi, ketahanan budaya negara akan bertambah.
Sebaliknya, pemerintah harus fokus pada pembangunan infrastruktur dasar melalui pelatihan
profesional, seperti memperbaiki peraturan terkait yang mendukung dan menghidupkan
kembali seni secara umum. Dalam gelombang korea terdapat lima faktor utama berkontribusi
besar terhadap perkembangan gelombang korea, yaitu :

1. Mencabut larangan bepergian ke luar negeri untuk warga Korea setempat

Mungkin faktor terpenting yang akhirnya memberi jalan bagi Hallyu, adalah keputusan
Pemerintah Korea pada awal 1990-an untuk mencabut larangan bepergian ke luar negeri bagi
warga Korea. Ini memberi jalan bagi sejumlah orang Korea untuk menjelajahi dunia barat,
terutama AS dan Eropa. Banyak yang menempuh pendidikan mereka di negara-negara ini dan
yang lain memulai karier mereka di perusahaan-perusahaan ternama di Eropa dan AS sebelum
kembali ke Korea pada akhir 1990-an. Orang-orang Korea yang berpendidikan Barat ini
membawa perspektif baru dalam berbisnis, seluk beluk dan interpretasi baru terhadap seni, film,
dan musik, serta bentuk ekspresi inovatif. Hal ini melahirkan kumpulan besar bakat segar,
muda, dan berkualifikasi tinggi yang menunggu untuk mengeksplorasi peluang di Korea.

2. Restrukturisasi chaebol Korea

Pada saat yang sama ketika larangan dicabut, Asia (dan Korea) sedang mengalami krisis
keuangan Asia yang parah pada tahun 1997-98. Krisis keuangan Asia adalah badai sempurna
hutang buruk, panik di antara para pemberi pinjaman dan tantangan ekonomi regional. Pada
Desember 1997, pemerintah Korea mengambil pinjaman USD 97 miliar dari IMF (Dana

17
Moneter Internasional). Mereka akhirnya hanya menggunakan USD 19,5 miliar, dan pinjaman
itu dibayar kembali pada tahun 2001 tiga tahun sebelum jadwal. Korea telah menjadi negara
miskin hanya beberapa tahun sebelum krisis keuangan Asia, dan mengalahkan kemiskinan
adalah sesuatu yang negara itu pelajari dengan cara yang sulit. Oleh karena itu, semua tindakan
digunakan untuk membayar kembali pinjaman dan kembali ke jalurnya dalam waktu singkat.

Krisis meninggalkan Korea dengan masalah citra serius, karena banyak pemangku
kepentingan global masih percaya Korea dalam kondisi buruk, sehingga negara kehilangan
investasi langsung asing, kurang pariwisata dan menghadapi skeptisisme global. Untuk
mengatasi ini, presiden yang akan datang Kim Dae-Jung dan kepala agensi PR global Korea
Edelman ikut menulis buku “Korea: On Course - and Open for Business” yang ditujukan untuk
investor global.

Salah satu konsekuensi terbesar dari krisis di Korea adalah efeknya pada chaebol
Korea. Chaebol Korea adalah konglomerat yang sangat beragam yang beroperasi di setiap
sektor ekonomi mulai dari pembuatan chip hingga pembuatan kapal. Krisis keuangan Asia
memaksa chaebol ini untuk merestrukturisasi model bisnis mereka dengan mendivestasi
banyak unit bisnis mereka dan berkonsentrasi pada kompetensi inti mereka. Ini pada gilirannya
membuka pasar secara internal dan memberikan pemain besar peluang yang sangat besar untuk
menjelajah ke berbagai bisnis. Lebih banyak pengusaha muncul dari krisis yang ditumbuhkan
oleh peluang. Korea menyadari bahwa itu tergantung pada chaebol - jika mereka gagal, negara
itu akan gagal. Presiden Kim Dae-Jung mendorong teknologi informasi dan budaya populer
sebagai dua pendorong utama bagi Korea di masa depan. Teknologi akan menciptakan industri
baru di atas manufaktur tradisional yang menjadi andalan Korea sejak ia keluar dari kemiskinan
dan industri, dan budaya populer dapat menjadi produk ekspor penting bernilai miliaran dolar
- sementara itu akan membantu mengubah citra Korea.

Samsung adalah salah satu chaebol Korea yang paling menonjol, dan implikasi krisis
1997-98 melahirkan dorongan yang ditingkatkan untuk internasionalisasi oleh perusahaan dan
pemiliknya ketika mereka mencari pertumbuhan baru di luar Korea. Samsung dan
kebangkitannya sejak saat itu adalah contoh yang menonjol tentang bagaimana perusahaan
Korea mendapat manfaat dari kepentingan global tentang apa itu Korea dan apa yang
ditawarkan negara itu.

3. Larangan undang-undang sensor

Undang - undang sensor Korea telah melarang pembuat film dan artis lain untuk
menampilkan banyak topik yang dianggap kontroversial. Ini telah mengekang independensi
kreatif mereka sejak lama. Pada tahun 1996, pengadilan konstitusi Korea melarang sensor ini
dan membuka rentetan topik untuk dieksplorasi oleh para seniman. Langkah ini memberikan
peluang besar dan kemandirian kepada generasi muda dan bersemangat Korea untuk
mengekspresikan ide-ide yang lebih baru dan lebih berani melalui film dan musik. Banyak
pembuat film berpengaruh naik selama periode ini.

18
4. Peningkatan penekanan pada branding oleh perusahaan-perusahaan Korea terkemuka

Beberapa chaebol utama Korea seperti Samsung dan LG telah memulai perjalanan
branding mereka pada pertengahan 1990-an. Ada peningkatan penekanan pada kualitas, desain
dan pemasaran dan branding pada skala global. Keterampilan ini terhapus ke berbagai sektor
ekonomi lainnya juga. Secara kolektif, ada dorongan yang meningkat untuk meningkatkan
kualitas keseluruhan untuk menyediakan barang-barang superior ke pasar dunia.

5. Peningkatan fokus pada infrastruktur

Pemerintah Korea telah menghabiskan dana yang signifikan untuk mengembangkan


infrastruktur Internet berteknologi tinggi karena percaya bahwa setiap warga negara Korea
akan mendapat manfaat dari terhubung dengan dunia global. Selain itu, Korea adalah salah satu
dari sedikit negara di dunia yang menginvestasikan dananya ke dalam perusahaan baru. Pada
2012, dana pemerintah merupakan lebih dari 25 persen dari seluruh uang modal ventura yang
disalurkan di Korea. Sepertiga dari semua modal ventura di Korea dihabiskan untuk industri
hiburan.

Semua hal di atas terjadi kurang lebih selama periode yang sama di pertengahan 1990-
an. Basis talenta yang kuat dari anak muda Korea yang energik di satu sisi dan lingkungan
budaya yang sangat kondusif di Korea yang didukung oleh keunggulan operasional di sisi lain,
memberi dasar yang sangat baik bagi anak muda Korea untuk bereksperimen dengan musik,
drama, dan film. Film dengan topik yang lebih kontroversial dan belum pernah diuji coba
direkam, yang memperoleh popularitas di seluruh wilayah. Drama keluarga dengan kepekaan
umum dan latar belakang budaya yang menarik bagi populasi besar orang Asia juga menjadi
sangat populer, meningkatkan kegemaran keseluruhan untuk produk hiburan Korea. Banyak
penyanyi dan band lokal muda mengadaptasi musik rap AS agar sesuai dengan selera Korea
dan itu muncul sebagai kemarahan besar. Produk-produk hiburan ini (musik, film, dan drama)
memprakarsai pertumbuhan fenomenal Hallyu.

Setiap industri dibutuhkan seseorang yang peofesional dalam perencanaan produksi,


distribusi, dan pemasaran riset pasar. Dibutuhkan juga seseorang yang dapat melatih para ahli
global yang benar-benar dapat membuka pasar baru dengan keterampilan bahasa yang mahir,
pengetahuan dalam adat dan pengalaman lokal. Penting juga untuk memanfaatkan para ahli
yang ada dalam budaya asing dalam membangun jaringan di wilayah target. Di tingkat
produksi, tenaga kerja terampil dengan berbagai keahlian dan pengalaman sangat dibutuhkan.
Gabungan pendidikan, yaitu perguruan tinggi dan industri konten diinginkan untuk lebih
mempersiapkan profesional masa depan di dunia nyata juga harus memberikan lebih banyak
pelatihan bagi mereka yang sudah bekerja di industri. Pendidikan harus mencakup
perencanaan kreatif dan pelatihan teknis di tempat. Penulis naskah yang lebih cakap juga
penting untuk drama dan film TV. Peraturan dan regulasi terkait perlu ditingkatkan agar setiap
industri dapat berjalan dengan baik.

19
Di Asia, perlindungan hak kekayaan intelektual sangat lemah dan perbaikan akan
membutuhkan kolaborasi yang intens antara pemerintah dan industri. Mereka perlu
menyelidiki kasus-kasus pelanggaran, mempublikasikan hasilnya dan menekankan
kedisiplinan waktu. Untuk memperketat perlindungan dibentuk teknologi perlindungan hak
cipta, seperti DRM (Digital Rights Management) harus lebih dikembangkan. Negara-negara
Asia Timur perlu bekerja sama untuk menghasilkan undang-undang dan peraturan yang efektif
dan berstandar global untuk lingkungan digital dan online yang terus berkembang di kawasan
ini. Upaya-upaya semacam itu harus mencakup perlindungan "hak persamaan" yang mudah
dilanggar di wilayah tersebut. Produksi konten dan sistem distribusi juga perlu diperbaiki.
Praktek monopolistik pemrograman TV dan daftar produksi musik perlu diubah untuk
memungkinkan konten yang lebih beragam dan kreatif. Outsourcing produksi program TV dan
regulasi PPL yang lebih realistis (Penempatan Produk) dapat membawa lebih banyak
keuntungan bagi perusahaan produksi independen mendorong mereka untuk bereksperimen
dengan berbagai konten peningkatan distribusi akan sangat bermanfaat bagi musik, kartun, dan
industri kreatif lainnya.

Untuk pemasaran domestik dan internasional, diperlukan agen khusus dalam industri
konten. Untuk pengembangan berkelanjutan industri konten budaya memerlukan lebih banyak
dukungan untuk seni. Budaya populer tidak dapat bertahan hidup tanpa kelompok besar
seniman dan pendidik seni, dan pembangunan harus seimbang antara sektor komersial dan seni
rupa. Mecenat (dukungan korporat untuk seni) atau dukungan pemerintah dapat membantu
mensubsidi seniman, sementara program pertukaran budaya untuk seniman luar negeri dapat
membantu memperkenalkan seni tradisional dan kontemporer kita kepada khalayak yang lebih
luas. Dukungan seni semacam itu tidak hanya akan memberikan kedalaman dan variasi pada
Gelombang Korea, tetapi juga akan membantu mengembangkan industri konten itu sendiri
dengan memberikan gagasan dan kemungkinan baru. Misalnya, tradisi dan arketipe budaya
lokal, jika dikombinasikan dengan industri konten, dapat memiliki efek sinergi. Kerja sama
yang lebih luas antara dunia seni, humaniora dan industri budaya hanya bisa diwujudkan
melalui upaya jangka panjang dan sistematis.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Korean Wave kini sudah tersebar di berbagai Negara. Tidak hanya di bidang entertainment,
tetapi juga di bidang industry, teknologi dan budaya. Industri konten Korea sedang mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Namun, persaingannya pun cukup ketat. Berbagai macam
strategi dilakukan agar menjadi yang terbaik. Sumber daya manusia juga disiapkan untuk

20
kemungkinan pekerjaan yang sedang berkembang di masa kini. Teknologi komunikasi juga
sedang di mutakhirkan agar Korea mampu meraih keunggulan dalam industry konten. Ada
beberapa fenomena yang menyerupai Korean Wave, seperti Telenovela yaitu Amerika-Latin,
budaya Jepang, dan industri film Hong Kong. Tetapi saat ini, banyak berita tentang kebencian
terhadap Korean Wave. Solusi terbaik untuk melawan anti-Korea adalah menemukan
pendekatan yang baru.

3.2 Saran

Korean Wave telah terbukti mampu meningkatkan daya saing negara Korea hingga ke
pasar internasional, berkat usaha masyarakatnya serta faktor-faktor dari luar yang mendukung
sehingga tercipta sebuah kultur yang unik. Masyarakat Indonesia dapat belajar dari Korea,
kontribusi apa saja yang dapat dilakukan dan diciptakan masyarakat Indonesia sendiri dalam
usaha untuk meningkatkan kemampuan bersaing Indonesia dengan negara-negara lainnya.
Indonesia juga dapat belajar dari negara Korea melalui kerja sama yang dilakukan kedua belah
pihak, melalui pertukaran budaya dengan pengertian dan saling menghormati, serta tidak
menjadi negara anti-Korean Wave.

DAFTAR PUSTAKA

Ko, Jeong Min. (2006). Suggestion for a Sustainable ‘Korean Wave’. East Asian Review;
Seoul

Scott, David & Jun Wen Woo. (2018). IPTV driving growth in Asia-Pacific, where
cable has a strong footprint. Diambil dari https://technology.ihs.com/605613/iptv-
driving-growth-in-asia-pacific-where-cable-has-a-strong-footprint (Diakses pada 8
Desember 2019 21:09)

Hawkes, Rebecca. (2019). South Korea’s pay-TV base reaches 32.5MN subscribers.
Diambil dari https://www.rapidtvnews.com/2019051156026/south-korea-s-pay-tv-
base-reaches-32-5mn-subscribers.html#axzz67Wc8L4XA (Diakses pada 8 Desember
2019 21:18)

Abdurahman, Arif. (2018). Kisah Kejayaan dan Kejatuhan Sinema Hong Kong. Diambil dari
https://tirto.id/kisah-kejayaan-dan-kejatuhan-sinema-hong-kong-cFfu (Diakses pada 8
Desember 2019 12:36)

21
VOA Indonesia. (2019). Korea Selatan Luncurkan Jaringan 5G Nasional Pertama di Dunia.
Diambil dari https://www.voaindonesia.com/a/korea-selatan-luncurkan-jaringan-5g-
nasional-pertama-di-dunia/4861516.html (Diakses pada 9 Desember 2019 15:50)

Roll, Martin. (2018). The Rise of Korea's Cultural Economy & Pop Culture. Diambil dari
https://martinroll.com/resources/articles/asia/korean-wave-hallyu-the-rise-of-koreas-
cultural-economy-pop-culture/ (Diakses pada 9 Desember 2019 16:51)

SEO, Min-Soo Co-authored by JUNG Tae-Soo, JOO Young-Min, LEE Hae-Wook (2013). Six
Strategies for Sustainable Growth of New Korean Wave. Diambil dari
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.seriworld.org/
03/wldKetFileDown.html%3Fmn%3DE%26mncd%3D0302%26seriid%3D%26eng%
3D%26nextpage%3DLzAzL3dsZEtldEwuaHRtbD9tbj1FJm1uY2Q9MDMwMiZwX3
BhZ2U9Mg%3D%3D%26gbn%3D02%26key%3Ddb20130624001%26sectno%3D3
&ved=2ahUKEwjVkZCn-
qrmAhXDILcAHTq7Bz4QFjAAegQIBBAB&usg=AOvVaw1n7IXveIsOuAsrtoB40
Q-V&cshid=1575976833329 (Diakses pada 8 Desember 2019 15:24)

22

Anda mungkin juga menyukai