Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Umpuran Mali’ Vol 6, No 1, Desember 2019.

Tinjauan Alkitabiah Pemuridan Kontekstual Paulus Kepada Jemaat Korintus


dan Relevansinya bagi Pemuridan Di Era Postmodern

Daniel Fajar Panuntun


Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Toraja
Jalan Poros Makale Makassar KM 11,5 Buntu Tangti, Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja,
Sulawesi Selatan 91871
Email: Daniel_fp@stakntoraja.ac.id

ABSTRACT: Daniel Fajar Panuntun,


Postmodern era is an era that rapildly develov in the society now a days. This era is marked by truths that
happen inside the society. Christian Truth is become one of truths that happen in this era. The ironic is the
life style of postmodern era affect the life style of the believers that consider the truth of Christian become
just a regular truth. The solution of this problem is a community of contextual Bible Group who continue
to keep the chrisitian truth in daily life. The problem of this research is how the bible point of view of
Contextual Descipleship of Paulus to the Chorintians congregation dan it relevance to the Descipleship in
the postmodern era. This research result are the contextual discipleship must always keep the Bible truth
and give the reference of behavior in this era. This research using qualitative research, with a
fenomenolgy study. The contextual discipleship be an answer with a consistency and become a pattern of
truth in the middle postmodern era.
Key Words: Deschiplesip, Contextua, Posmodern, Community

ABSTRAK: Nama Penulis,


Era postmodern merupakan era yang berkembang dalam pemikiran masyarakat pada masa kini. Era ini
ditandai dengan adanya banyak kebenaran-kebenaran yang terjadi dalam kehidupan pada masyarakat
masa kini. Kebenaran Kristus menjadi salah satu kebenaran-kebenaran yang ada pada era ini. Ironisnya
gaya kehidupan ini mempengaruhi kehidupan orang percaya pada masa kini yang menganggap
kebenaran-kebenaran Kristus menjadi kebenaran biasa. Solusi yang ditawarkan adalah komunitas
pemuridan kontekstual yang terus menerus memegang kebenaran Kristus dalam kehidupannya setiap hari.
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tinjauan alkitabiah pemuridan kontekstual Paulus kepada
jemaat di Korintus dan relevasinya bagi pemuridan di era postmodern. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologis. Penelitian ini menghasilkan bahwa
pemuridan kontektual harus senantiasa memegang kebenaran Alkitab sebagai acuan dan harus
memberikan acuan sampai tingkatan tingkah laku. Pemuridan kontektual ini menjadi jawaban dengan
konsistensi dan menjadi teladan kebenaran di tengah-tengah era postmodern.
Key Words: Pemuridan, Kontekstual, Posmodern, Komunitas
.

PENDAHULUAN
Pada masa ini banya fenomena-fenomena postmodern dan signifikasinya bagi misi kristen
membuahkan tantangan-tantangan bagi gereja untuk menyadari kembali sebagai saksi Allah yang
kredible di masa kini. Pengaruh Posmodern memberikan dampak dalam pengenalan mengenai
berita injil, dan bagaimana membuat keyakinan mengenai kekristenan merupakan satu-satunya
kebenaran diantara banyak kebenaran. Gejala Postmodern merupakan gejala yang melihat
bagaimana kebenaran menjadi kata-kata plural dan bagaimana manusia hidup dengan keyakinan
pribadi.1 Era Postmodern ini menjadi suatu tantangan yang tetap terus mewarnai generasi pada masa
kini secara global. Dampak postmodern sangat terus berkelanjutan meskipun pada era masa kini
kecenderungan beralih kepada paradigma Postruth. Gejala-gejala Postmodern masih dapat
dirasakan dalam kehidupan orang Kristen ditengah hingar bingarnya kemajuan teknologi dan
komunikasi.
Tantangan untuk menghubungkan antara teologi kristen dengan Era Postmodern sangat
cukup susah. Barangkali dapat dipikirkan secara sederhana bahwa teologi dapat meberikan satu
1
Olsen Rolv, Mission and Postmodernities (Edinburg: Regnum Book International, 2011).
respon sederhana terhadap salah satu gejala Postmodern. Masalahnya hal itu lebih susah untuk
digambarkan apa-apa saja gejala potsmodern yang sudah berjalan dibandingkan dengan respon
teologi kristen. Setiap orang yang mempelajari postmodern mengerti betapa licinya (seperti ikan)
postmodern itu.2 Berdasarkan hal tersebut postmodern merupakan kajian yang perlu untuk terus
diriset dan terus untuk diketahui celah-celah bagaimana dapat untuk mengatasi problema zaman ini.
Melihat gejala postmodern yang cukup rumit mengenai pandangan kebenaran maka hal ini akan
menyerang hal yang fundamental yaitu iman Kristen. Iman Kristen akan dianggap hanya
merupakan bagian-bagian dari kebenaran yang ada di dunia. Anak-anak muda akan menganggap
biasa pengetahuan kekristenan dan mensejajarkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain yang nanti
akan dianggapnya lebih penting daripada hal ini. Kenyataan ini perlu adanya penanganan khusus
agar kebenaran sejati tetap dipegang oleh orang percaya ditengah kebenaran-kebenaran yang
muncul dan dianggap orang sebagai kebenaran yang sejati
Aset terbesar dalam dunia kekristenan adalah pelayanan secara pribadi yang dapat dilakukan
melalui pemuridan. Pemuridan memberikan kontribusi sebagai aset kekristenan melalui metode
yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Pemuridan merupakan salah satu pelayanan yang tidak
instan dan dikerjakan secara komplit sebagai tahap penjangkauan baik orang percaya maupun orang
sudah percaya untuk dikader sebagai murid dan akhirnya dapat melakukan penjangkauan yang
sedemikian.3 Pemuridan menjawab mitos besar dalam dunia kekristenan. Mitos tersebut
mengatakan bahwa setiap agama di muka bumi ini adalah sama saja. Pandangan tersebut perlu
untuk dikaji lagi berdasarkan keunikan agama Kristen. Kekristenan berpusat pada kedatangan
seseorang yang mewartakan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah yang datang memberikan dampak
berupa perubahan hidup, pemulihan, dan pembebasan dari belenggu musuh. Orang tersebut
kemudian mati disalibkan dan bangkit pada hari ketiga untuk mengampuni orang-orang yang
berdosa.4 Epistemologi yang dibawa oleh pemuridan ini perlu untuk diteruskan dalam pencapaian
komunitas yang mengedepankan kebenaran Kristus. Kebenaran Kristus perlu adanya pembela dan
adanya komunitas yang secara terus menerus untuk memberikan kontiunitas berdasarkan iman dan
pengharapan kepada Tuhan Yesus.
Pemuridan Tuhan Yesus didasarkan dari kehidupannya yang holistik. Pemuridan Yesus
merupakan suatu proses pemuridan yang dapat mengubahkan kehidupan orang percaya untuk
semakin berakar, bertumbuh, berbuah di dalam Kristus.5 Yesus terus melaksanakan pemuridan baik
secara pribadi ataupun dalam Tim. Tokoh lainnya yang memiliki pemuridan adalah Rasul Paulus.
Paulus memberikan kajian-kajian pemuridan kepada pembantu atau penyertanya di perjalanan
dengan tujuan agar nantinya tugas yang diembankan oleh Paulus ada yang dapat menggantikan.
Pemuridan adalah sesuatu yang sangat berharga bagi kehidupan manusia dan masih sedikit yang
menghubungkan pemuridan merupakan satu produk teologi praktika yang sekarang sudah jarang
untuk dinikmati oleh orang-orang percaya. Berdasarkan kajian-kajian tersebut perlu adanya
penelitian yang membahas Pemuridan kontekstual Kristen untuk menjawab kehidupan masyarkaat
di era postmodern.
Fokus penelitian adalah pada Tinjauan Alkitabiah Paulus kepada jemaat di Korintus dan
kaitannya dengan era postmodern. Masalah penelitian pada karya penelitian ini adalah bagaimana
Pemuridan kontekstual Paulus kepada jemaat di Korintus dan relevansinya bagi pemuridan di era
postmodern? Manfaat penelitian ini adalah: pertama, mengembangkan kegiatan pemuridan dalam
hal peningkatan iman, pengetahuan, dan attitude/sikap dari seseorang yang telah menerima Tuhan
Yesus Kristus. Kedua, memberikan pandangan yang kritis untuk menjawab era postmodern. Ketiga,
2
Paul F. Knitter, “Christian Theology in The Post Modern Era,” Jounal Pasifica (2005).
3
Scoot Morton, Pemuridan Untuk Semua Orang (Yogyakarta: Katalis, 2011).
4
Josh Patrick and Bobby Harrington, Buku Panduan Membuat Murid: 7 Aspek Gaya Hidup Pemuridan
(Yogyakarta: Katalis, 2017), 25.
5
Bobby Harrington and Alex Absalom, Discipleship That Fits: Lima Konteks Relasi Yang Dipakai Allah Untuk
Menolong Kita Bertumbuh (Yogyakarta: Katalis, 2018), 16.
Jurnal Umpuran Mali’ Vol 6, No 1, Desember 2019.

dapat diaplikasikan di lembaga-lembaga resmi dalam kaitannya dengan pengabdian masyarakat.


Keempat, dapat mengembangkan ilmu-ilmua teologi STAKN Toraja.

METODE
Penelitian Pemuridan kontekstual Paulus kepada jemaat di Korintus dan relevansinya bagi
pemuridan di era postmodern di susun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif6 yang dipilih karena diperlukan untuk mencari makna akan keberadaan sesuatu. Studi
Fenomenologis7 digunakan sebagai pendekatan untuk mengunkap kaitan pemuridan kontekstual dan
era postmodern. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi literature dan
studi Alkitab. Proses pengumpulan data yang pertama adalah dilakukan dengan mencari data
mengenai era postmodern. Kedua, mencari data mengenai pemuridan. Ketiga, melakukan studi
Alkitab mengenai pemuridan Paulus di Korintus. Keempat, melakukan sebuah analisis yang bersifat
interaktif.8 Analis tersebut dilakukan dengan menyajikan data dari proses pengumpulan, kemudian
direduksi dan ditarik satu kesimpulan sebagai bahan kajian dari Pemuridan kontekstual Paulus
kepada jemaat di Korintus dan relevansinya bagi pemuridan di era postmodern.
Definisi operasional dalam penelitian ini yaitu pemuridan kontekstual yaitu merupakan satu
model pemuridan yang secara holistik menyelediki kebenaran FirmanTuhan secara terus menerus
untuk dapat memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan seperti Yesus. 9 Era Postmodern
merupakan era dimana didapatkan suatu pengetahuan pasca modernisasi dimana terdapat berbagai
jalan untuk dapat mencapai suatu pengetahuan yang baru selain menggunakan pendekatan rasio
yaitu dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan emosi ataupun intuisi.10 Pemuridan Paulus
kepada jemaat Korintus merupakan pengembalaan yang dilakukan oleh rasul Paulus. Paulus
memuridkan jemaat di korintus untuk mencapai pengetahuan dan pertumbuhan iman hingga sampai
serupa seperti Kristus.

Era Postmodern
Era Postmodern merupakan era keberlanjutan dari era modernism. Era ini menolak gaya
berpikir utama era pencerahan yang hanya mengandalkan rasio dan idealism. Era postmodern secata
tegas menolak produk-produk modernis sebagai penggunaan mutlak tapi tetap memasukan gaya
berpikir modernism dalam setiap aspek yang dipergunakan dalam pembentukan kebenaran.
Kesadaran ini membuat lenyap sikap-sikap optimisme yang biasanya dilahirkan oleh gaya-gaya
berpikir pencerahan. Gaya postmodern lebih banyak menghasilkan sikap pesimisme dibandingkan
dengan keoptimisan yang sering digunakan oleh modernisme. Uniknya postmodern mencoba
menjawab segala sesuatu dengan sikap pesimis dan menolak berbagai bentuk absolutism yang
dihasilkan oleh pemikiran manusia. Postmodern mengganti absolutisme yang dihasilkan dalam gaya
berpikir modern dengan pesimisitas yang dihasilkan oleh satu kebenaran-kebenaran yang
dihasilkan dalam suatu kelompok dengan memiliki ciri khas khususnya. Kebenaran-kebenaran yang
dihasilkan oleh setiap kelompok merupakan kebenaran-kebenaran parsial yang memiliki daya
absolut yang dipercayai oleh kelompok tersebut tanpa memikirkan penggeneralisasian kebenaran
tersebut untuk semua orang.11 Potsmodern akan menghasilkan rupa-rupa kebenaran yang unik

6
Sugiyono, Metode Penelitian Dan Pengembangan (Research and Development) (Bandung: Alfabeta, 2015).
7
Stevri Indra Danik Astuti Lumintang Lumintang, Theologia Penelitian Dan Penelitian Theologis Science-
Ascience Serta Metodologinya (Jakarta: Geneva Insani Indonesia, 2016).
8
M. B. Miles and A. M. Huberman, Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods (California:
SAGE publications, 1982).
9
Daniel Fajar Panuntun and Eunike Paramita, “HUBUNGAN PEMBELAJARAN ALKITAB TERHADAP
NILAI-NILAI ( KELOMPOK TUMBUH BERSAMA KONTEKSTUAL ),” Gamaliel : Teologi dan praktika 1, no. 2
(2019): 107.
10
Stanley Greenz, Primere on The Posmodernisme (Yogyakarta: Andi, 2001).
11
Ibid.
tergantung dari kebenaran-kebenaran yang dihasilkan oleh setiap kelompok-kelompok tersebut.
Pada akhirnya akan muncul berbagai-bagai kebenaran yang dihasilkan dalam komunitas masyarakat
terntentu dan pastinya akan memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Postmodern
merupakan pukulan yang telak bagi penggeneralisasian gaya berpikir modernisme yang telah ada.
Ciri khas dari postmodern adalah ketidakpercayaan akan adanya satu metanaratif. Era
postmodernisme tidak mempercayai adanya satu metanaratif yang bersifat general bagi seluruh
pengetahuan yang ada pada masa sekarang. Era ini dengan kecenderungan pesimisistas yang tinggi
lebih memilih akan adanya metanaratif yang terbagi-bagi dan cenderung tidak berbicara pada satu
suara. Hal ini akan menghasilkan banyak metanaratif yang dipercayai oleh satu komunitas
masyarakat dan membuat hal tersebut merupakan hal biasa yang tidak perlu untuk menjadi problem.
Perbedaan epistemologi kebenaran yang dihasilkan melalui pemecahan metanaratif dari ilmu-ilmu
pengetahuan adalah sesuatu yang wajar dan merupakan gaya hidup postmodern. Hal ini juga dapat
digambarkan seperti halnya dalam proses produksi sautu perusahan besar tidak hanya fokus untuk
meningkatkan produksi manajemen sebagai acuan utama akan tetapi dapat dilakukan dengan cara-
cara lain seperti peningkatan efisiensi dalam hal peningkatan produksi.12 Ketidak peracayaan akan
adanya satu metanaratif akan sangat berimplikasi globad dimana akhirya setiap orang lebih memilih
adanya kepercayaan yang dipercayai oleh setiap individu dan setiap kelompok masyarkat.
epistemologi-epistemologi yang seharusnya dipercaya sebagai kebenaran tunggal akan menjadi
kabur dan pada akhirnya akan membuat orang berpijak pada kebenaran-kebenaran lain yang telah di
hasilkan. Kebenaran injil merupakan salah satu yang dapat ditolak oleh karena adanya paradigma
mengenai pandangan era postmodern.
Komunikasi injil dalam dunia postmodern perlu untuk dipikirkan ulang dalam mengkaji
munculnya kebenaran-kebenaran baru akibat adanya filsafat postmodern. Rumusan sifat injil bagi
dunia postmodern dapat dibuat dengan pemikiran yang demikian: pertama, Postindividualistik :
membangun pada komunitas yang menerapkan injil dalam hubungan yang utuh, otentik dan saling
membangun. Kedua, Postrasionalistik : mengembangkan perjumpaan dengan Allah dalam Kristus
yang membentuk kita. Ketiga, Postdualistik : menempatkan keutuhan baik tubuh-jiwa dan manusia
dan peranannya dalam alam semesta. Keempat Post Noetisentrik : lebih sekedar dalam upaya
mengumpulkan pengetahun saja.13 Komunikasi injil merupakan satu tantangan terbarukan di era
postmodern.
Kelebihan era postmodern adalah membuat adanya masyarakat peka terhadap sesuatu
kebenaran yang sudah ada. Kebenaran tersebut yang menjadi narasi besar yang ada di masyarakat
dapat dipertanyakan ulang untuk mencari kebenaran yang sesuai dengan pandangan masyarkat
tersebut.14 Kritik terhadap postmodern adalah adanya kelemahan ketika kebenaran itu diberikan atau
ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat dengan kekuatan yang besar akan subyektif ketika
membuat kebenaran tanpa menghiraukan fenomena yang terjadi. 15 Kelebihan dan kelemahan ini
merupakan dampak dari longgarnya kebenaran-kebenaran yang mungkin akan tercipta akibat
banyaknya pengaruh-pengaruh kebenaran yang diciptakan oleh masyarakat tersebut.
Keunikan dalam postmodern adalah deconstructionism. Dekontruksi merupakan upaya
untuk mempertanyakan ulang teori-teori yang sudah firm untuk kemudian dicari teori yang lebih
tepat dalam perkembangan suatu masyarakat yang telah ada. Dekontruksi menghasilkan pecahan-
pecahan yang ada untuk menghasilkan kebenaran-kebenaran baru yang beredar di kalangan
masyarakat.16 Melaui keunikan ini dapat disusun suatu pendekatan-pendekatan terbaharukan yang
menghasilkan suatu rumusan dalam menghadapi perkembangan era postmodern. Pendekatan
12
Erol Hulse, Postmedernisme Serangan Terhadap Jantung Kekristenan Sejati (Semarang: Setia press, 2003).
13
Greenz, Primere on The Posmodernisme.
14
Johan Setiawan, “PEMIKIRAN POSTMODERNISME DAN PANDANGANNYA TERHADAP ILMU
PENGETAHUAN,” Jurnal Filsafat 28, no. 1 (2018): 36.
15
Ali Maksum, Pengantar Filsatfat (Jakarta: Ar-ruzz media, 2012), 340.
16
Amin Abdullah, Falsafah Kalam Di Era Postmodernisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 96.
Jurnal Umpuran Mali’ Vol 6, No 1, Desember 2019.

terbaharukan dapat berupa pendekatan yang kreatif-inovatis seperti penelitian panuntun dalam
kaitannya mengebangkan pendekatan ibadah kreatif bagi generasi Alfa.17 Hal ini dapat dilakukan
untuk menjawab tantangan-tantangan yang disediakan oleh era postmodern.

Pemuridan Kontekstual
Pemuridan Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, murid artinya orang (anak) yang
sedang berguru (belajar, bersekolah).18 Murid dalam bahasa Ibrani disebut “limmud”, dalam bahasa
Yunani “matetes”; dalam bahasa Latin discupulus, artinya ‘murid’ atau ‘pelajar’. Satu pengertian
murid yang menarik ialah: yang meninggalkan segala-galanya untuk mengikut Yesus. Murid adalah
kata yang disukai Kristus, yang dipakai-Nya bagi mereka yang hidupnya sangat erat dengan-Nya.
Kata Yunani untuk murid, mathetes, dipergunakan 269 kali dalam kitab- kitab Injil dan Kisah Para
Rasul. Kata itu berarti orang “yang diajar” atau “dilatih”. Dalam Perjanjian Baru respon para murid
yang dipanggil-Nya dijelaskan demikian: “Yesus memanggil mereka dan mereka segera
meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikut Dia” (Mat. 4: 22). Itulah gambaran murid yang
dijelaskan dalam kitab Injil.19
Pemuridan kontekstual merupakan satu produk pemuridan yang disebut dengan kelompok
tumbuh bersama kontekstual/KTBK atau contextual Bible group/CBG. Model pemuridan ini
berkembang dengan baik di Surakarta dan merupakan tonggak pemuridan untuk mengomunikasikan
kebenaran-kebenaran injil bagi kalangan mahasiswa dan secara umum bagi masyarakat. Pemuridan
kontekstual adalah produk yang aplikatif dan dapat digunakan oleh berbagai denominasi Gereja
yang ada di dunia. Berbagai penelitian mengungkap mengenai pemuridan kontekstual diantaranya
adalah: Haryono mengungkap adanya andil antara pemuridan kontektual dan dampaknya terhadap
keterbukaan dalam proses konseling Kristen,20 Yuliati mengekpos pemuridan kontektual dan
dampaknya dalam proses konseling bagi mahasiswa-mahasiswa yang telah lulus baru atau disebut
dengan lulusan freshgraduate,21 dan Panuntun yang mengekpos adanya peningkatan nilai-nilai
kebangsaan dari dampak pemuridan kontekstual yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa di
Surakarta22. Pemuridan kontektual merupakan kajian yang dapat untuk terus di ekplorasi dan dapat
menghasilkan solusi-solusi baru yang relevan dalam menjawab tantangan-tantangan zaman pada
masa sekarang. Pemuridan Kontekstual juga membawa pertumbuhan rohani yang terkait dengan
saat teduh dan ibadah di Gereja. Saat teduh dan ibadah di gereja juga menjadi hal yang unik bagi
para pemuda di masa postmodern dalam memilih pasangan hidupnya.23
Pemuridan kontektual atau KTBK merupakan pemuridan dengan mendepankan
pertimbangan konteks sebagai kajian utama. Konteks yang dimasudkan adalah baik konteks Alkitab
maupun konteks pemuridannya. Gol utama dari KTBK adalah membawa setiap mereka yang
dimuridkan untuk tumbuh hingga kedewasaan sampai serupa seperti Yesus. KTBK memiliki andil
untuk mendorong dan melengkapi orang percaya dengan pemahaman Alkitab secara kontekstual.
17
Daniel Fajar Panuntun et al., “Model Ibadah Sekolah Minggu Kreatif-Interaktif Bagi Generasi Alfa Di Gereja
Toraja,” Bia 2, no. 2 (2019): 19–20.
18
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1976.
19
B. Moore Waylon, Penggandaan Murid-Murid (Malang: Gandum Mas, 1981), 19.
20
T Haryono and Daniel Fajar Panuntun, “Andil Pemuridan Kontekstual Yesus Kepada Petrus Yakobus Dan
Yohanes Terhadap Keterbukaan Konseling Mahasiswa Pada Masa Kini,” Gamaliel : Teologi dan praktika 1, no. 1
(2019): 15.
21
Yuliati and Kezia Yemima, “MODEL PEMURIDAN KONSELING BAGI ALUMNUS PERGURUAN
TINGGI LULUSAN BARU (FRESH GRADUATE) YANG MENGINGKARI PANGGILAN PELAYANAN” 1, no. 1
(2019): 26–40.
22
Panuntun and Paramita, “HUBUNGAN PEMBELAJARAN ALKITAB TERHADAP NILAI-NILAI
( KELOMPOK TUMBUH BERSAMA KONTEKSTUAL ).”
23
Efi Nurwindayani and Daniel Fajar Panuntun, “Pengaruh Saat Teduh Dan Ibadah Terhadap Pengambilan
Keputusan Dalam Memilih Pasangan Hidup,” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika 2, no. 2 (2019): 265–
285.
Pemuridan ini juga dapat menjadi pengawas kehidupan orang percaya untuk dapat hidup dalam
ketaatan yang sepenuhnya dalam kebenaran Firman Tuhan. Akhirnya KTBK bertujuan untuk
multiplikasi hingga setiap orang dapat dimuridkan dan menjadi murid Yesus untuk bersama-sama
hidup dalam kesempuraan kea rah Kristus.24 Pemuridan dalam KTBK sangat penting untuk
membawa setiap orang bertumbuh sempurna ke arah Kristus. Pemuridan KTBK juga dilakukan
dalam bentuk komunitas sebagai tanggapan akan problema postmodern yang berkembang dimana
menyerang kebenaran yang ditawarkan oleh Alkitab.
Pemuridan merupakan suatu proses. Proses ini secara sengaja dilakukan oleh orang percaya
dalam jangka waktu yang cukup lama. Pemuridan dapat dilakukan secara pribadi dengan cara
membagikan pengalaman-pengalaman rohani yang pernah dialami oleh satu individu. 25 Pemuridan
juga merupakan satu proses pembinaan bagi orang percaya untuk menjadi orang yang percaya
dalam Kristus. Tujuan utuma orang yang dewasa dalam kristus adalah pada akhrinya untuk
memperkenalkan Kristus pada orang lain.26Pemuridan adalah komunitas yang secara kontinuitas
dapat untuk terus menerus mengerjakan amanat Agung yang Tuhan Yesus telah siapkan bagi dunia
ini. Pemuridan mendukung kehidupan orang percaya untuk terus bertumbuh di dalam Yesus.
Seorang murid yang dimuridkan harus dapat bertumbuh dalam segala lingkungan yang ada
ataupun era yang sedang berjalan. Seorang murid yang dimuridkand engan baik dan benar akan
dapat untuk memberikan dampak yang signifikan bagi lingkungan sekitarnya. Pengaruh-pengaruh
dapat diberikan oleh seorang murid yang sungguh-sungguh dimuridkan. Dietrich Bonhofer seorang
murid yang bertumbuh dalam penjara dan mempengaruhi teman-teman sepenjaranya. Manusia pada
dasarnya dapat memiliki kemampuan untuk bertahan dalam berbagai situasi. Situasi-situasi yang
tidak bersahabat, situasi-situasi yang mengerikan dapat diatasi oleh manusia. Manusia yang menjadi
murid akan memiliki respon yang tepat dalam menghadapi berbagai tantangan-tantangan yang
terjadi tersebut. Kasih karunia, kepercayaan, kerendahan hati, ketaatan, peneguhan, merupakan
dasar unsur yang dapat untuk meningkatkan kebaikan dalam suatu komunitas. Pemuridan pada
akhirnya menghasilkan komunitas yang mencitrakan karya Kristus.27 Pemuridan merupakan suatu
yang sangat krusial bagi iman Kristen di masa kini. Iman Kristen dapat bertahan karena dipegang
oleh setiap orang percaya yang setia dan melakukan hal-hal tersebut sehingga dapat bertahan
mengalahkan kepentingan duniawi.

Penggembalaan Paulus Kepada Jemaat di Korintus


Korintus merupakan kota kunci bagi Yunani. Semua perjalanan dari arah selatan ataupun
dari arah utara kota Yunani pasti akan melewati kota Korintus. Kota Korintus merupakan kota yang
menjadi sentral perdagangan di Yunani. Korintus juga terkenal sebagai kota yang jahat. Kota ini
penuh dengan pesta pora dan dan diselimuti oleh hawa nafsu. Kota ini memiliki pemujaan terhadap
dewi Aprodite. Upacara bakti yang sering dilakukan dalam ritus di kota Korintus adalah pelacuran
bakti. Kota Korintus merupakan kota asusila yang sangat besar.28 Kota Korintus merupakan satu
kota yang telah dimenangkan oleh Paulus. Kemenangan orang percaya perlu untuk terus
dimuridkan agar dapat terus menerus bertahan dalam iman kepercayaannya di tengah-tengah
kebobrokan moral di kota Korintus.
Isu-isu kebobrokan di Korintus berpengaruh terhadap adanya pandangan paradigma orang
percaya dalam mengikut Kristus. Apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan. Hal
ini menjadi pokok jawaban orang percaya di Korintus untuk terus menggumulinya. Kebenaran
menjadi sesuatu yang harus terus menerus untuk dipelajari. Surat pengembalaan Paulus ke jemaat
24
Timotius Haryono and Yuliati, Pemuridan Kontekstual (Surakarta: Yayasan Gamaliel, 2018), 60–63.
25
Ronald W. Leigh, Melayani Dengan Efektif (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2007), 128.
26
Herdy N. Hatabarat, MENTORING & PEMURIDAN (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2011), 76.
27
Bill Hull, Panduan Lengkap Pemuridan (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2014), 132.
28
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Kitab Kisah Para Rasul (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2007), 200–202.
Jurnal Umpuran Mali’ Vol 6, No 1, Desember 2019.

Korintus adalah untuk memberitahukan pelanggaran-pelanggaran yang hal tersebut dianggap sepele
oleh orang Korintus akan tetapi hal tersebut merupakan masalah yang cukup serius menurut
pandangannya.29Kebenaran sejati harus tetap terus di bicarakan oleh Paulus dalam rangka
menggembalakan dengan baik jemaat yang ada di Korintus. Paulus terus menerus mengembalakan
dengan mengirim surat-surat kepada jemaat Korintus yang berisi hal yang boleh dan tidak boleh
dengan tujuan untuk dapat menghasilkan komunitas Kristen yang dipandang oleh seluruh
masyarakat Korintus. Bagian dari surat tersebut yang akan dibahas adalah dalam Korintus 10 : 23
sebagai rangkuman perintah Paulus dalam menggembalakan apa yang boleh dan tidak boleh bagi
jemaat di Korintus.
Korinstus 10 : 23, merupakan pesan penting penggembalan Paulus kepada jemaat di
Korintus untuk memberikan pattern bagi jemaat di Korintus dalam menentukan pilihan
tindakannya. Pada bahasan ini rasul Paulus memberikan penjelasan mengenai hal dan ihwal dalam
memakan makananan yang telah dipersembahkan kepada berhala. Hal ini merupkan wujud
implikasi kebebasan untuk menentukan tindakan karena segalah seuatu di dalam Yesus
diperbolehkan. Hal yang lain adalah bahwa hal tersebut juga bukan sesuatu yang harus dilarang
secara formal ataupun dibebaskan secara bebas dalam memakan makanan persembahan berhala.
Setiap orang memiliki pendapatnya masing-masing. Rasul Palus mengambil kesempatan dari
kasus ini untuk dapat memberikan rumusan yang tepat bagi orang-orang Kristen di Konrintus untuk
dapat bertindak sesuai dengan kebenaran. Paulus memberikan penekanan bahwa segala sesuatu
yang dilakukan akan menjadi teladan bagi orang lain. Paulus memberikan pengertian bahwa
semangat bertindak dalam public harus menjadi acuan utamanya. Penekanan pada kata “berguna”
dan “membangun”.30 Berdarkan hal tersebur rasul Paulus ingin membangun satu komunitas warga
Korintus yang memiliki semangat dan tindakan yang tepat dalam pemilihan perilaku sehari-harinya.
Paulus memberikan acuan tersebut dnegan konsep penggembalaan sehingga setiap orang percaya
dapat terus menerus mengawasi dirinya dan orang lain untuk terus setia melakukan ajaran Kristus.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil dari penelitian ini adalah data-data yang bersifat deskriptif untuk kemudian dianalisis
menggunakan analisis interaktif sehingga menghasilkan pemahaman yang baru mengenai
pemuridan kontekstual di era Postmodern.

Persamaan dan perbedaan era Postmodern dan Konteks pemuridan di Korintus


Era Postmodern merupakan era dimana segala sesuatu menjadi sangat tidak gamblang atau
segala sesuatu dapat menjadi tidak pasti. Hal ini sangat berlawanan dengan paham dari modern.
Akibat era ini muncul berbagai pemahaman dan kebenaran-kebenaran yang ada di dalam
masyarakat. Masyarakat secara bebas dapat menentukan pilihan mana yang menjadi kebenaran-
kebenaran yang diyakini dalam kehidupannya. Konteks Kota Korintus yang dipenuhi dengan
kebobrokan moral juga menghasilkan pemahaman bahwa segala sesuatu benar atau tidaknya dapat
ditentukan oleh masyarakat. Sesuatu yang amoral dapat menjadi pembenaran di kota yang menjadi
pusat perdangan di Yunani tersebut. Setiap orang Korintus dapat memberikan makna bagi tindakan
amoral yang dipilihnya sebagai suatu tindakan yang tidak perlu untuk diperdebatkan karena sudah
menjadi suatu kelaziman. Era postmodern dan konteks kota Korintus sama-sama memiliki satu
kebebasan dalam menentukan pilihan epistemology kebenaran yang dipilihnya.
Persamaan era postmodern dan konteks kota Korintus dapat menghasilkan suatu
pemahaman-pemahaman yang baru dan tidak ada satu pemahaman bersama yang menjadi dasar
acuan hidup bersama di kalangan masyarakat secara umum. Era postmodern dan konteks kota

29
Situs YLSA, “Pengantar Full Life - 1 Korintus.”
30
Matthew Henry and Matthew Henry, “Commentary on the Whole Bible Volume VI ( Acts to Revelation ) by
Publisher : Source : Rights :” VI (n.d.): 797.
Korintus menghasilkan kebenaran-kebenaran parsial yang bersifat abu-abu dengan tidak memiliki
satu kebenaran yang dapat mengikat segala komponen masyarakat dalam melakukan tindakan-
tindakan yang sesuai dengan iman Kristen. Setiap individo bagik dalam era postmodern dan konteks
kota Korintus memiliki kebebasan untuk mengekpresikan pemikirannya dan kemudian secara bebas
mengimplementasikan pandangannya tersebut. Keduanya tidak memiliki satu aturan untuk
mengekang atau melarang pandangannya, setiap individu dapat berjalan masing-masing sesuai
dengan keingginnya sendiri.
Perbedaan dari era postmodern dan konteks kota Korintus adalah keduanya dipisahkan oleh
waktu yang berbeda meskipun memiliki satu arah pemikiran yang sama. Kota Korintus memiliki
konteks sedangankan era postmodern adalah satu pemikiran yang menjalar pada kehidupan
masyakat pada masa kini. Era postmodern tidak memiliki konteks akan tetapi seperti pemikiran
yang telah disepakati oleh orang-orang pada masa kini. Pemikiran ini dihidupi oleh orang orang
masa kini sedangkan pada konteks kota Korintus adalah gaya hidup yang bebas yang telah menjadi
kebiasaan masyarakat tersebut.

Persamaan dan perbedaan era Pemuridan Kontekstual dan Pengembalaan Paulus


Penggembalaan Paulus dan pemuridan Kontekstual memiliki tujuan yang sama. Tujuan
yang sama ini bertujuan untuk mambawa kehidupan orang percaya ke arah kesempurnaan Yesus.
Pengembalaan Paulus secara komunal mengarahkan kehidupan orang percaya di Korintus untuk
dapat menentukan perbuatan-perbuatan yang semestinya dilakukan. Paulus memberikan dalam
bentuk aturan-aturan yang gamblang dan mudah untuk diimplementasikan. Penekanan gaya hidup
yang segala sesuatu diperbolehkan akan tetapi ada pembatasnya yaitu kata “berguna” dan
“membangun”. Paulus mengarahkan kehidupan orang Korintus untuk benar-benar terpisah dengan
kebebasan gaya berpikir masyarkat Kota Korintus yang ada pada waktu tersebut. Pemisahan ini
bertujuan untuk menjadikan komunitas Kristen yang sungguh-sungguh berorientas untuk menuju
kesempurnan dalam Kristus. Pemuridan kontekstual memiliki goal akhir untuk menjadikan orang-
orang yang dimuridkan menjadi satu komunitas yang terus menerus mewartakan kebenaran Kristus
dalam setiap kehidupannya. Tujuan akhirnya dalah satu komunitas yang senantiasa bertumbuh
kearah kesempurnaan Kristus dan selalu dapat memenangkan komunitas-komunitas lain untuk
bertumbuh ke arah Kristus. Pemuridan kontekstual menjadikan komunitasnya menjadi komunitas-
komunitas yang missioner dalam masyarakat sekarang. Pemuridan ini dilakukan secar kontinu.
Pengembalaan Paulus dan pemuridan kontekstual sama-sama memiliki tujuan yang sama untuk
menjadikan komunitas yang senantiasa bertumbuh kearah Kristus dan dapat dipisahkan dengan
komuniatas-komunitas lain yang adal dalam dunia ini.
Perbedaan dari penggembalaan Paulus dan Pemuridan kontekstual adalah dalam hal cara
yang dilakukan. Paulus menggembalakan dengan surat dan sautu hubungan yang terpimpin.
Kempimpinan Paulus menjadi acuan dan teladan tingkah laku jemaat di Korintus untuk melakukan
tindakan-tindakan yang sesuai dengan seharusnya dilakukan. Pemuridan kontektual dilakukan
dengan kepemimpinan interpendensi atau saling sehingga setiap anggotanya merupakan pemimpin
yang saling memimpin untuk bersama-sama bertumbuh kearah Kristus. Pemuridan ini bukan
pemuridan top-down tetapi pemuridan dengan kata saling antara satu anggota dengan Anggota
lainnya. Penggembalaan Paulus ditanggungjawabkan oleh pemimpin utama yaitu Paulus sedangkan
Pemuridan kontektual di pertanggungjawabkan oleh seluruh anggota kelompok dalam rangka
kedewasaan dalam Kristus.

Analisis interaktif
Proses untuk menentukan sumbansih pemuridan kontekstual sebagai pemuridan di era
postmodern dilakukan dengan teknik analisis interaktif. Pembuatan analisis interaktif sebagai
bahasan dilakukan dengan cara tabulasi data seperti:
Jurnal Umpuran Mali’ Vol 6, No 1, Desember 2019.

Pemuridan Kontektual Pengembalaan Paulus Era Postmodern Simpulan


Kelompok Pemuridan Kepemimpinan Era dimana komunitas Pemuridan
secara interpendensi penggembalaan Paulus berhak menentukan Kontekstual yang
bertumbuh kearah untuk menentukan kebenarannya masing- memegang
Kristus perilaku di jemaat masing kebenaran Kristus
korintus sebagai acuan
kebenaran
kelompok dengan
tujuan bertumbuh
ke Yesus.
Kebenaran Alkitab yang Kebenaran pemimpin Tidak ada kebenaran Pemuridan
dipegang sebagai dalam memberikan acuan yang mengikat kontekstual yang
kebenaran utama dalam tingkah laku memberikan acuan
kehidupan orang percaya tingkahlaku bagi
orang percaya
berdasarkan
kebenaran Alkitab
ditengah-tengah
tidak adanya
kebenaran yang
bersifat utama.
Berdasarkan tabulasi tersebtu dapat didapatkan suatu kajian yang bersifat deksritif-preskriptif untuk
menjelaskan pemuridan kontekstual yang sesuai dengan pemuridan Paulus sebagai jawaban atas era
Postmodern. Kajian ini menghasilkan Pemuridan Kontekstual di era postmodern.

Pertama, Pemuridan Kontekstual yang memegang kebenaran Kristus sebagai acuan


kebenaran kelompok dengan tujuan bertumbuh ke Yesus. Kebenaran Kristus merupakan satu
hal yang harus terus di komunikasikan sebagai kebenaran yang utama oleh komunitas pemuridan
Kontekstual. Pemuridan kontekstual dituntut untuk menghasilkan komunitas yang secara konsekuen
untuk terus menerus melakukan kebenaran Kristus dalam kehidupannya sehari-hari. Komunitas ini
yang nantinya akan menjadi acuan kebenaran yang dapat dilihat oleh komunitas komunitas lainnya.
Ketertarikan akan konsistensi kebenaran yang dipegang oleh komunitas kelompok pemuridan
kontekstual akan memberikan dampak yang simultan untuk kebenaran yang menjadi acauan
diantara banyak sekali kebenaran yang muncul di era postmodern.
Pemuridan kontekstual menjadi jawaban akan kebenaran kekal di era postmodern dilakukan
dengan cara yaitu, Postindividualistik : melalui hubungan interdependensi antara pemimpin dan
anggota dan meniciptakan komunal percontohan dan dapat dilihat oleh orang banyak. Menjadi
kesukaan bagi banyak orang. Postrasionalistik : melalui aplikasi dan kemudian di evaluasi setiap
pertemuan. Dalam aplikasi hendaknya sadar benar akan fasilitasi dari Roh Kudus sehingga
dimampukan melakukan hal-hal yang diluar nalar biasa. Postdualistik : membuktikan secara
dikotomi dalam trikotomi dalam dunia fisik (somatis), Kejiwaan (Psike) dan Roh (intuitif) bahwa
dalam hal secara dinamis melalui pemuridan kontekstual semakin hari semakin baik. Komunitas
kelompok pemuridan kontekstual yang konsekuen melakukan prinsip ini nantinya akan menjadi
komunitas acuan karena keseluruhan dilakukan dengan kesungguhan hati sehingga pada akhrinya
akan banyak jiwa-jiwa di era postmodern yang dimenangkan kea rah Kristus.
Tujuan untuk bertumbuh ke arah Kristus dapat ditularkan dalam komunitas-komunitas orang
percaya yang ada di era postmodern. Tujuan ini pada akhirnya menimbulkan ketertarikan oleh
komunitas-komunitas lainnya dan orang Kristen sendiri tidak kehilangan jati dirinya ditengah
hingar bingar era postmodern masa kini.
Kedua, Pemuridan kontekstual yang memberikan acuan tingkah laku bagi orang
percaya berdasarkan kebenaran Alkitab ditengah-tengah tidak adanya kebenaran yang
bersifat utama. Pemuridan kontekstual perlu memberikan acuan sampai tingkat tingkah laku dalam
kehidupan masyarakat di era postmodern. Era postmodern dengan semagnat relativitasnya akan
memiliki kebingungan ketika merumuskan suatu tindakan moral yang benar. Tindakan moral yang
benar ini harus dapat dirumuskan oleh pemuridan kontekstual sehingga menghasilkan kehidupan
komunitas pemuridan kontekstual yang secara konsekuen melakukan kebenaran-kebenaran dalam
tingakatan tingkah laku. Kebenaran yang utama harus mengacu pada kebenaran Alkitabiah.
Kebenaran Alkitab ini yang terus menerus harus konsekuen dilakukan oleh komunitas orang
percaya secara konsekuen. Apa yang “berguna” dan apa yang “membangun” harus terus dihidupi
oleh pemuridan kontektual pada masa kini.
Pelaku pemuridan kontekstual harus dapat merumuskan dan mengimplementasikan segala
tindakan moral ditengah-tengah kerelativitasan moral di era postmodern. Implementasi hingga taraf
tingkah laku perlu untuk dilakukan sehingga setiap orang percaya secara terus-menerus dan
konsekuen melaksanankan pemuridan kontekstual. Pemuridan kontekstual yang konsekuen dan
terus menerus untuk selalu mengimplementasikan kebenaran Alkitab dalam kehidupan sehari-hari
merupakan langkah yang harus menjadi fokus utama pemuridan kontekstual di tengah-tengah era
postmodern. Era postmodern yang mengizinkan berbagai hal dalam kehidupan manusia dapat
ditangani dengan adanya komunitas yang secara konsekuen tidak berubah dalam memahami dan
mengimplementasikan kebenaran Alkitab.
Tingkah laku dari para pelaku pemuridan dapat dilihat oleh konteks masyarakat umum di
era postmodern. Implementasi ini dapat terus-menerus dilakukan sehingga lama kelamaan menjadi
satu implementasi dominan yang dapat menjadi acuan bagi kehidupan masyarakat di Era
postmodern. Masyarakat dapat mendeskontruksi setiap pandangan acuan perilaku mereka masing-
masing ketika tidak adanya satu kebenaran utama yang perlu untuk dipertahankan. Pada akhirnya
ketika masyarakat di era postmodern mempertanyakan hal tersebut maka akan memilih
implementasi perilaku dan kebenaran iman Kristen yang terus menerus dilakukan oleh pelaku
Pemuridan kontektual pada masa kini.

KESIMPULAN
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan pemuridan kontekstual Paulus kepada jemaat di
Korintus dan relevansinya bagi pemuridan di era postmodern menghasilkan pertama, kelompok
pemuridan Kristen yang senantiasa memegang kebenaran Alkitab sebagai acuan dari komunitas
kelompok. Kedua, Pemuridan Kontekstual harus memberikan acuan hinga tingkatan tingkah laku
dengan acuan Alkitab. Dampak dari pemuridan kontekstual ini menghasilkan kebenaran sejati yang
senantiasa terus menerus dipegang oleh komunitas pemuridan kontektual.Pemuridan kontekstual ini
diharapkan dapat terus menerus menjangkai jiwa-jiwa untuk percaya kepada Kristus ditengah
banyaknya kebenaran-kebenaran yang sedang ditawarkan oleh era postmodern ini.
Saran dari penelitian ini adalah menghasilkan perlu adanya penelitian lanjutan dengan skala
konsistensi perilaku para pelaku pemuridan kontekstual dan pengaruh pemuridan kontekstual
secara kuantitatif dalam hal teladan di tengah-tengah masyarkat umum pada masa kini.

DAFTAR RUJUKAN
Abdullah, Amin. Falsafah Kalam Di Era Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Barclay, William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Kitab Kisah Para Rasul. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007.
Greenz, Stanley. Primere on The Posmodernisme. Yogyakarta: Andi, 2001.
Jurnal Umpuran Mali’ Vol 6, No 1, Desember 2019.

Harrington, Bobby, and Alex Absalom. Discipleship That Fits: Lima Konteks Relasi Yang Dipakai
Allah Untuk Menolong Kita Bertumbuh. Yogyakarta: Katalis, 2018.
Haryono, T, and Daniel Fajar Panuntun. “Andil Pemuridan Kontekstual Yesus Kepada Petrus
Yakobus Dan Yohanes Terhadap Keterbukaan Konseling Mahasiswa Pada Masa Kini.”
Gamaliel : Teologi dan praktika 1, no. 1 (2019): 12–25.
Haryono, Timotius, and Yuliati. Pemuridan Kontekstual. Surakarta: Yayasan Gamaliel, 2018.
Hatabarat, Herdy N. MENTORING & PEMURIDAN. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2011.
Henry, Matthew, and Matthew Henry. “Commentary on the Whole Bible Volume VI ( Acts to
Revelation ) by Publisher : Source : Rights :” VI (n.d.).
Hull, Bill. Panduan Lengkap Pemuridan. Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2014.
Hulse, Erol. Postmedernisme Serangan Terhadap Jantung Kekristenan Sejati. Semarang: Setia
press, 2003.
Knitter, Paul F. “Christian Theology in The Post Modern Era.” Jounal Pasifica (2005).
Leigh, Ronald W. Melayani Dengan Efektif. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2007.
Lumintang, Stevri Indra Danik Astuti Lumintang. Theologia Penelitian Dan Penelitian Theologis
Science-Ascience Serta Metodologinya. Jakarta: Geneva Insani Indonesia, 2016.
Maksum, Ali. Pengantar Filsatfat. Jakarta: Ar-ruzz media, 2012.
Miles, M. B., and A. M. Huberman. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods.
California: SAGE publications, 1982.
Morton, Scoot. Pemuridan Untuk Semua Orang. Yogyakarta: Katalis, 2011.
Nurwindayani, Efi, and Daniel Fajar Panuntun. “Pengaruh Saat Teduh Dan Ibadah Terhadap
Pengambilan Keputusan Dalam Memilih Pasangan Hidup.” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika
Dan Praktika 2, no. 2 (2019): 265–285.
Panuntun, Daniel Fajar, and Eunike Paramita. “HUBUNGAN PEMBELAJARAN ALKITAB
TERHADAP NILAI-NILAI ( KELOMPOK TUMBUH BERSAMA KONTEKSTUAL ).”
Gamaliel : Teologi dan praktika 1, no. 2 (2019): 104–115.
Panuntun, Daniel Fajar, Rinaldus Tanduklangi, Merry Adeng, and Christian Eleyazar Randalele.
“Model Ibadah Sekolah Minggu Kreatif-Interaktif Bagi Generasi Alfa Di Gereja Toraja.” Bia
2, no. 2 (2019): 19–20.
Patrick, Josh, and Bobby Harrington. Buku Panduan Membuat Murid: 7 Aspek Gaya Hidup
Pemuridan. Yogyakarta: Katalis, 2017.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1976.
Rolv, Olsen. Mission and Postmodernities. Edinburg: Regnum Book International, 2011.
Setiawan, Johan. “PEMIKIRAN POSTMODERNISME DAN PANDANGANNYA TERHADAP
ILMU PENGETAHUAN.” Jurnal Filsafat 28, no. 1 (2018): 25–46.
Sugiyono. Metode Penelitian Dan Pengembangan (Research and Development). Bandung:
Alfabeta, 2015.
Waylon, B. Moore. Penggandaan Murid-Murid. Malang: Gandum Mas, 1981.
YLSA, Situs. “Pengantar Full Life - 1 Korintus.”
Yuliati, and Kezia Yemima. “MODEL PEMURIDAN KONSELING BAGI ALUMNUS
PERGURUAN TINGGI LULUSAN BARU (FRESH GRADUATE) YANG MENGINGKARI
PANGGILAN PELAYANAN” 1, no. 1 (2019): 26–40.

Anda mungkin juga menyukai