Pohon uwi yang siap panen dicirikan oleh daun yang menguning dan kering yang
terjadi pada musim kemarau. Dapat tumbuh mulai dari daerah pantai sampai pada
ketinggian 850 m. Suhu rata-rata yang diperlukan untuk pertumbuhan antara 20-
30 derajat C dengan Curah hujan pertahun
1500mm dengan musim kering tidak lebih dari 2-
4 bulan. Untuk perbanyakan bibit lebih baik yang
diambil dari umbi tanah dipilih bagian umbi yang
paling atas yang tumbuh dekat permukaan tanah,
karena pada bagian tersebut memiliki banyak
tunas yang cepat tumbuh. (Pinus Lingga dkk,
Bertanam Ubi-ubian. Penebar Swadaya Anggota
IKAPI).
Ada beberapa varietas dari uwi dan penamaannya di tiap daerah juga
berbeda-beda. Di daerah Wonosari (Yogyakarta) dan desa Poncokusumo
(Malang-Jawa Timur), terdapat varietas uwi putih dan uwi ungu (“gadung” dalam
bahasa JawaTimur). Di Kutowinangun (Jawa Tengah), dikenal yang namanya uwi
bangkulit (kulit luarnya berwarna merah “abang” dalam bahasa Jawa Tengah),
sedangkan di daerah Garut dikenal varietas huwi manis/kalapa (karena rasanya
manis seperti kelapa) dan huwi hideung (karena warna hitam. “”hideung” hitam
dalama bahasa Sunda). Pemanfaatan uwi sebagai sumber bahan pangan biasanya
hanya sebatas dikonsumsi sebagai pengganti nasi dengan cara dikukus, atau di
kecamatan Leles, Kabupaten Garut, uwi biasanya digunakan untuk acara sawaka
(7 bulanan masa kehamilan). Terdapat lima jenis uwi yang dikenal, yaitu: uwi
wulung, uwi beras, uwi bangkulit, uwi jengking, dan uwi rondo sluku.
Pengolahannya pun sederhana, dikukus, direbus, dibakar, digoreng, atau dijadikan
gethuk. Uwi wulung biasa dikonsumsi penderita thypus, sementara itu dengan
teknologi tinggi dapat dijadikan ekstrak untuk bahan baku kontrasepsi oral.
Komentar :
Sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini memenuhi kebutuhan
pangan sebagai sumber karbohidrat berupa beras. Ketergantungan Indonesia
terhadap beras yang tinggi, membuat ketahanan pangan nasional sangat rapuh.
Dari aspek kebijakan pembangunan makro, kondisi tersebut mengandung resiko
(rawan), yang juga terkait dengan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik. Salah
satu kebijakan pembangunan pangan dalam mencapai ketahanan pangan adalah
melalui diversifikasi pangan, yang dimaksudkan untuk memberikan alternatif
bahan pangan sehingga mengurangi ketergantungan terhadap beras.
Penganekaragaman pangan diharapkan akan memperbaiki kualitas
konsumsi pangan masyarakat karena semakin beragam konsumsi pangan maka
suplai zat gizi lebih lengkap daripada jika didominasi oleh satu jenis bahan saja.
Tanaman pangan penghasil karbohidrat pada umumnya berperan sebagai bahan
pangan pokok. Di negeri kita tanaman penghasil karbohidrat sangat beraneka
ragam. Kita mengenal berbagai jenis umbi–umbian, meliputi ubi jalar, ubi kayu,
talas, kimpul, uwi, garut, ganyong, serta beberapa jenis lainnya. Sebagian besar
dari umbi-umbian tersebut telah lazim dimanfaatkan masyarakat, walaupun belum
dikelola secara baik. Selain umbi-umbian kita memiliki beberapa jenis serealia
penghasil karbohidrat antara lain jagung, cantel, dan sorgum. Di antara berbagai
umbi-umbian yang ada di negeri kita, beberapa jenis telah dimanfaatkan sebagai
bahan pangan pokok di negara lain.
Di Afrika Barat dan Philipina umbinya dipakai sebagai bahan industri pati
dan alkohol. Salah satu kultivar yang berwarna dipakai sebagai bahan pembuat es
krim. Di Taiwan uwi sudah dibudidayakan massal secara monokultur.
Pemanfaatannya sebagai komoditas pangan tidak sekadar dengan dikupas dan
dikukus, melainkan sudah diolah menjadi cake dan kue talam. Di restoran dan
hotel bintang di Taiwan, kita bisa menjumpai cake dan kue talam uwi dalam
bentuk potongan berwarna ungu muda yang sangat menarik. Rasanya manis,
lembut dan aroma khas uwinya masih sangat dominan. Kue dari uwi ini menjadi
apettizer (makanan pembuka) yang sangat prestisius.
Oleh karena itu Perubahan perilaku masyarakat merupakan syarat mutlak
suksesnya upaya diversifikasi pangan yang mana kesadaran masyarakat untuk
mau mengurangi konsumsi beras, dan berangsur mengenal produk olahan
nonberas lainnya.