Anda di halaman 1dari 22

Kategori

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
Terpopuler
Pilihan Editor
Terbaru
Event

Hendra Wardhana
FOLLOW
soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | tidak suka rokok & masakan pedas | Kompasiana Award
2014 Kategori Berita| @_hendrawardhana | wardhanahendra.blogspot.com

Bisnis headline
Inilah Umbi-umbian Lokal Indonesia yang
Berpotensi sebagai Pangan Alternatif
13 Mei 2013 12:24 Diperbarui: 24 Juni 2015 13:39 22309 0 12

1368420552669991656

Membaca sebuah artikel di kompas.com tentang krisis pangan yang kemungkinan mengancam
Yogyakarta pada 2039, lalu membaca banyak berita serupa tentang rapuhnya ketahanan pangan
Indonesia, termasuk sebuah tulisan dari Ibu Maria Hardayanto hari ini, membuat saya tertarik
untuk membuka dan membagi sebagian file penelitan saya. Meski berlangsung di disiplin ilmu
taksonomi, tapi penelitian tersebut dijalankan dalam kerangka pengembangan pangan lokal
untuk menunjang ketahanan pangan. Selama berlangsungnya penelitian yang sudah
dipublikasikan dalam berkala ilmiah tersebut, kami melakukan survey serta pengambilan sampel
ke sejumlah daerah di Yogyakarta dan berhasil mengidentifikasi sejumlah tumbuhan lokal yang
berpotensi sebagai pangan alternatif. Beberapa jenis tumbuhan itu juga tumbuh di sejumlah
daerah lain di Indonesia dengan nama lokal yang mungkin berbeda-beda.
Beberapa tumbuhan dan umbi-umbi di bawah ini adalah sebagian dari spesies tumbuhan yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai pangan alternatif, yang teridentifikasi dari penelitian
saya tersebut.

Selain dengan menjaga lahan, meningkatkan ketahanan pangan dapat dilakukan dengan
diversifikasi yang berbasis pada sumber daya dan kearifan lokal. Indonesia dengan sumber daya
alam yang melimpah sebenarnya mempunyai modal dan potensi yang besar untuk mencapai
kemandirian pangan melalui usaha diversifikasi tersebut. Namun sayang upaya diversifikasi
pangan di negara kita tak pernah dikembangkan secara serius, hasilnya beberapa daerah di
Indonesia kerap mengalami kesulitan pangan meski tanahnya tergolong subur.

Tak hanya menunjang ketahanan pangan, diversifikasi pangan dengan memanfaatkan sumber
daya hayati lokal juga dapat menunjang pemenuhan gizi masyarakat karena sumber pangan
menjadi lebih beragam. Tidak ada satupun bahan makanan tunggal di dunia ini yang
mengandung semua gizi yang diperlukan tubuh secara ideal. Oleh karena itu untuk mencukupi
kebutuhan gizi, masyarakat seharusnya mengkonsumsi sumber karbohidrat lainnya selain beras.

Usaha diversifikasi pangan dapat dimulai dengan mengenalkan kembali berbagai macam
tumbuhan lokal penghasil bahan pangan alternatif. Salah satu sumber daya hayati pangan lokal
yang melimpah di tanah air adalah umbi-umbian.Indonesia memiliki banyak jenis dan ragam
umbi-umbian yang potensial sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras. Sayangnyapotensi
umbi-umbian tersebut belum dikembangkan sebagaimana mestinya.Hanyasingkong, ubi jalar,
ganyong, talas dan kentang yang saat ini sudah banyak dikembangkan itupun belum maksimal.
Di luar itu Indonesia memiliki banyak jenis tumbuhan penghasil umbi-umbian yang dulu banyak
dikonsumsi oleh kakek dan nenek kita. Umbi-umbian itu antara lain: Uwi, Gembili, Gembolo
dan Tomboreso. Umbi-umbian tersebut dihasilkan oleh 4 jenis tumbuhan yang berbeda namun
digolongkan dalam genus yang sama yakni Dioscorea.

Anggota genus Dioscorea umumnya berupa perdu memanjat dengan daun bentuk jantung
seperti daun sirih, ginjal, bulat telur, hingga bulat memanjang. Genus Dioscorea menghasilkan
umbi di dalam tanah namun beberapa di antaranya juga memiliki umbi yang menggantung/aerial.
1368420811714054039
Habitus yang memanjat pada pohon dan bentuk daun Uwi (Dioscorea alata)
136842109917115513
Bentuk umbi Uwi Beras

Uwiatau Dioscorea alata adalah anggota Dioscorea yang paling banyak dijumpai di Indonesia.
Jenis ini juga telah lama dikenal oleh masyarakat pedesaan. Uwi memiliki banyak varietas lokal
dan rasa umbinya beragam mulai dari yang tawar hingga manis. Habitus uwi berupa perdu
memanjat yang dapat mencapai ketinggian 3-10 m.Batang bersayap 4, tidak berbulu dan jarang
berduri. Daun berbentuk bulat telur. Umbi umumnya majemuk, bentuknya sangat beragam dari
bulat, panjang hingga menjari/bergerombol. Uwi mempunyai daging umbi berwarna putih, ungu
dan kuning muda. Uwi dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian hingga 800 m. dpl, tetapi
kadang-kadang dijumpai tumbuh di ketinggian 2700 m. dpl.Beberapa varietas lokal Uwi antara
lain :

-Uwi Beras: Daging umbi berwarna putih kekuningan, pada penampang daging umbi terlihat
struktur berbentuk lonjong yang lebih pekat dan tersebar di tengah daging umbi. Daging umbi
keras, bergetah sedang, jika diremas daging pecah seperti pasir. Amilum berbentuk triangular,
tunggal, ukuran rata-rata 26,2 3,28 m. Jika direbus umbi ini akan enak dimakan dengan
taburan garam.

-Uwi Ungu: Daging umbi berwarna ungu seperti ubi jalar tapi teksturnya lebih keras, irisan
segar daging umbinya menunjukkan struktur bulat-lonjong berwarna lebih putih yang tersebar di
tengah daging umbi. Daging umbi bergetah sedang, jika diremas daging pecah seperti pasir.
Amilum berbentuk perisai atau kipas (bulat telur yang salah satu kutubnya rata, tunggal, ukuran
rata-rata 30,0 5,139 m.

13684213612128222374
Penampang daging umbi Dioscorea spp.

-Uwi Ulo: Daging umbi berwarna putih, irisan segar umbinya memperlihatkan struktur bulat
berwarna lebih putih yang tersebar di tengah daging umbi. Daging umbi keras, bergetah sedang,
jika diremas daging pecah seperti pasir. Amilum berbentuk bulat telur terbalik, tunggal, ukuran
rata-rata 31,3 2,87 m. Amilum lebih banyak tersimpan di dalam parenkim dekat berkas
pengangkut bertipe kolateral dan tersebar.

Gembiliatau Dioscorea esculenta, mempunyai nama daerah uwi butul atau ubi jae. Habitus
berupa perdu memanjat, daun berbentuk ginjal, batang kuat, bulat, berbulu halus dan berduri.
Umbi bentuk bulat panjang, daging berwarna putih sampai putih kekuningan. Bunga tersusun
dalam bulir berwarna hijau. Gembili dapat tumbuh di tanah datar sampai ketinggian 700 m. dpl.
Gembili adalah jenis Dioscorea yang telah lama dibudidayakan oleh masyarakat desa meski
tidak secara massal. Umbi yang masih mentah jika dimakan rasanya gatal, tetapi jika direbus
enak dan agak lekat seperti ketan. Daging umbi lunak namun jika diremas hancur seperti pasir.
Amilum berbentuk polihedral, ukuran rata-rata 6,18 0,933 m, di dalam sel parenkim amilum
sebagian besar berada dalam struktur agregat

13684215651713520564
Habitus memanjat dan bentuk daun Gembili
1368421905437687087

1368421717599643854
Umbi Gembili
Gemboloatau Dioscorea bulbifera, mempunyai nama daerah uwi buah, uwi blicik atau jebubug.
Secara morfologi Gembolo sangat mirip dengan Gembili. Hal ini membuat kebanyakan
masyarakat yang menanamnya menganggap keduanya sebagai tumbuhan yang sama meski
secara taksonomi keduanya berbeda. Perbedaan Gembili dan Gembolo yang paling nyata adalah
dalam hal ukuran umbinya. Umbi Gembolo bisa berkembang sangat besar seperti ukuran bola
sepak. Sementara habitusnya berupa perdu memanjat yang dapat mencapai ketinggian 3-10 m.
Daun tunggal berbentuk jantung, umbi berbentuk bulat, besar dengan rambut akar yang pendek
dan kasar. Daging umbi sangat bergetah namun lunak, berwarna kekuningan dan keras, tumbuh
di dataran rendah hingga ketinggian 1800 m. dpl.Amilum berbentuk polihedral, ukuran rata-rata
3,36 0,447 m, di dalam sel parenkim sebagian besar berada dalam struktur agregat. Selain
ditanam, Gembolo juga masih dapat ditemukan sebagai tumbuhan liar.

1368422135371747219
Habitus Gembolo. Insert : umbi gantung juga dihasilkan oleh Gembolo selain umbi utama
di dalam tanah
1368422300618862234
Umbi Gembolo

Tomboresoatau Dioscorea pentaphylla, mempunyai nama daerah huwi sawut, uwi mantri atau
uwi dewata. Habitus berupa perdu memanjat yang dapat mencapai ketinggian 5-10 m. Umbi
berbentuk bulat panjang dengan serabut akar yang halus. Daging umbi berwarna putih, kuning
dan kadang-kadang terlihat bercak ungu, tidak bergetah, keras tapi jika diremas hancur seperti
pasir.Warna daging umbi sangat cepat berubah menjadi coklat lalu hitam setelah terkena udara
dan alkohol 70%. Daging umbi keras, jika diremas hancur seperti pasir. Amilum berbentuk bulat
telur terbalik memanjang, tunggal, berukuran rata-rata 42,1 5,494 m. Daun majemuk dengan
3-7 helai anak daun yang berbentuk jorong. Tomboreso tumbuh di daerah dengan ketinggian
500-1050 m. dpl. Selain telah dibudidayakan, Tomboreso juga dapat ditemukan sebagai
tumbuhan liar.
13684224441494058542
Umbi Tomboreso

Beberapa anggota Dioscorea tersebut adalah bagian dari sumber daya pangan lokal yang
sebenarnya berpotensi dikembangkan sebagai pangan alternatif di Indonesia. Namun sayang
tumbuh-tumbuhan itu kini semakin jarang dijumpai kecuali ditanam dalam jumlah kecil oleh
beberapa masyarakat pedesaan. Generasi sekarang bahkan mungkin sudah tidak mengenal lagi
keberadaan tumbuh-tumbuhan dan umbi-umbian itu. Sementara di sejumlah negara di Afrika dan
Amerika Tengah-Selatan justru berhasil mengembangkannya sebagai salah satu komoditas
pedagangan. Ironis karena Indonesia sebenarnya diyakini sebagai salah satu pusat persebaran
jenis-jenis Dioscorea di dunia. Indonesia juga sudah lama memiliki badan penelitian khusus
umbi-umbian dan kacang-kacangan.

Akhirnya potensi Dioscorea dan sejumlah sumber daya pangan lokal lainnya yang tersisih
menunjukkan kegagapan sekaligus kegagalan Indonesia dalam mengembangkan sumber daya
hayatinya. Program pengembangkan dan penyeragaman tanaman pangan tertentu yang bertahun-
tahun digalakkan pemerintah telah menggusur pangan lokal. Di saat yang sama stigma negatif
terhadap pangan lokal terutama umbi-umbian kian lekat sebagai makanan yang tidak berkelas
dan kurang bergizi. Anggapan itu sudah saatnya dibuang. Menurut Opara (2003), dalam seratus
gram umbi Dioscorea spp. rata-rata terkandung 1,4 3,5 g protein, 0,4 0,2 g lemak, 16,4 - 31,8
g karbohidrat dan 0,4 10 g serat. Unsur yang terkandung dalam umbi Dioscorea spp. antara
lain Kalsium (1269 mg/100 g), Fosfor (1761 mg/100 g), Besi (0,75,20 mg/100 g), Natrium
(812 mg/100 g), dan Kalium (294397 mg/100 g). Vitamin yang terkandung dalam umbi
Dioscorea spp. adalah vitamin C (418 mg/100 g), Tiamin (0,010,11 mg/100 g), Riboflavin
(0,010,04 mg/100 g) dan Niasin (0,30,8 mg/100 g).

Sudah semestinya umbi-umbian lokal Indonesia dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif.
Ketergantungan pada satu atau sejumlah kecil bahan pangan tak akan hanya mengancam
kelestarian sumber daya genetis tumbuhan lokal tapi juga mengancam ketahanan pangan
Indonesia. Merawat dan memanfaatkan umbi-umbian lokal juga sebagai bagian upaya menjaga
kearifan lokal masyarakat Indonesia yang terus tergerus oleh pembangunan.

KOMPASIANA ADALAH PLATFORM BLOG, SETIAP ARTIKEL MENJADI


TANGGUNGJAWAB PENULIS.
LABEL

agrobisnis

ekonomi

RESPONS : 0

Rekomendasi untuk anda

Powered by

Qurbanomic
Rofi Wahyudi
235
Manfaat Kebersamaan BI Rate (Suku Bunga
Acuan) dan Revisi-revisinya (BI 7-Day Repo
Rate)
Dwi Ladyssa Nainggolan
266

Zakat Sebagai Solusi Kemiskinan


Arif R. Prasetya
570
Menjadi Agen Perubahan dengan Konservasi
Energi
Wahyu Putri P
408

Pondasi Pendidikan Sistem Ganda pada


SMK Terletak pada PokMI SMK-DUDI
Setiyo Agustiono
230

Konsumerisme Negara vs Konsumerisme


Publik?
Yudhi Hertanto
593
BERI NILAI
Aktual
Bermanfaat
Inspiratif
Menarik
Menghibur
Tidak Menarik
Unik

NILAI TERBANYAK

Bermanfaat

Abu Kemal
Bermanfaat

Heri Ansyah
Menarik

Wiwit SHM
Bermanfaat

.. .
Bermanfaat

Prapasta RSG
Bermanfaat

Black Horse
Bermanfaat

Aryani_Yani
Bermanfaat

Sunarsih Isdarmanto
Bermanfaat
Fajar
Bermanfaat

Dues K Arbain (Sufi Anak Zaman)


Aktual
Selanjutnya
BERI KOMENTAR

Tri Hatmoko 13 Mei 2013 21:46


Top ini, lengkap informasinya. Itu makanan saya pas kecil. Terutama saat musim
kemarau dan bahan pangan mulai menipis. Dari kesemuanya favoritnya memang gembili.
Rasanya paling enak. Manis dan gurih. Terutama kalau dibakar. Kalau dikukus kurang
enak. Nah kalau Gembolo yang menggantung di tempat saya namanya Glemboh. Ini
kalau lagi malas mengambil umbinya. Sebab biasanya banyak duri di sikitar umbi.
Glemboh juga paling enak kalau dibakar. Istilahnya dibenem. Dibakar tapi tidak di api
yang menyala.

Balas Laporkan

Eta Rahayu 14 Mei 2013 13:30


kalo gak salah kalo gak bisa masaknya bisa menimbulkan gatal gatal

Balas Laporkan

Jimmy Haryanto 13 Mei 2013 19:59


Tulisan bagus sekali Pak Hendra. Kalau memang layak dijadikan bahan makanan, bgmn
kalau dikembangkan lagi misalnya dibuat jd tepung lalu nanti dibuat berupa roti atau kue.
Lalu dikemas dlm kotak yg menarik. Bisa mempunyai nilai ekonomi yg tinggi. Apa ini
tanaman liar atau bisa ditanam Pak? Semoga ada yg tertarik mengembangkannya.
Balas Laporkan

wandrik panca 15 Mei 2013 04:11


mantap bro......!!

Balas Laporkan

Eko Setiawan 13 Mei 2013 23:37


Waduh, uwi ... Saya dulu, waktu kecil, terkadang memakan umbi jenis ini. Entah uwi
jenis mana. Direbus, rasanya gurih ... :).
Terima kasih telah berbagi, Mas Hendra Wardhana.

Balas Laporkan

Fajar 14 Mei 2013 00:01


postingan bermanfaat...umbi2 ini semakin punah oleh karena masyarakat yang biasanya
makan ubi saat ini pun seolah "wajib konsumsi nasi". Padahal leluhurnya secara turun
temurun makan jenis ubi-ubian hutan ini....saya sepakat jika ubi yang hampir pundah ini
dihidupkan kembali demi meningkatkan ketahanan pangan...

makasih sudah share masbro


salam
:smile:

Balas Laporkan

Aryani_Yani 14 Mei 2013 01:45


Koq kentang hitam gak dimasukin ya hehe

Balas Laporkan

kamelia vircani 14 Mei 2013 20:09


wow! tulisannya bermanfaat sekali!

Balas Laporkan

Heri Ansyah 14 Mei 2013 20:11


Kusuka penjelasan ini

Balas Laporkan

Sutomo Paguci 14 Mei 2013 20:48


Umbi (buah) dari akar yang merambat itu mirip kentang. Tapi tekstur rasanya lebih halus
ketimbang. Waktu kecil di Bengkulu dulu kami biasa jadikan gulai. Hm, enak sekali.

Balas Laporkan

Selanjutnya

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
TERPOPULER

Mungkinkah 5 Ribu Senjata Berasal dari Proyek Gagal yang Didatangkan dari Tiongkok?

Jall Pomone
2948

Cerpen | Pria Perokok

Ikhwanul Halim
2622

Galang Nobar "G30S/PKI", Gatot Bakal Dipensiunkan Sebelum September 2018?

Gatot Swandito
1338

Peringatan Panglima TNI dan Isu Angkatan Kelima

Yon Bayu
1108

NILAI TERTINGGI

Peringatan Panglima TNI dan Isu Angkatan Kelima

Yon Bayu
Galang Nobar "G30S/PKI", Gatot Bakal Dipensiunkan Sebelum September 2018?

Gatot Swandito

Jadi Pengangguran Juga "No Problem"?

TJIPTADINATA EFFENDI

Denmark dan Skandinavia Lebih Sosialis dari Negara Komunis

Tanza Erlambang

FEATURED ARTICLE

Konsumsi 8 Makanan Darurat ini Saat Terjadi Bencana

Aqillah Zahra
296

TERBARU

Dari Lahan Kritis ke Lahan Produktif: Catatan Sebuah Perjuangan Konservasi

Bukan Pelakor !!

Fani Zee
5
Teriring Doamu

Mimi
5

Senam Sehat Warga Rusunawa Jatinegara Kaum

Nur Lutfiyana
6
HEADLINE

Cuti Ayah: Libur untuk Ayah, Bonus untuk Ibu?

Kanopi FEBUI
749

Norma Lalu Lintas Kita Masih Belum Tertib dan Asal-asalan

Blasius Mengkaka
365

Melupakan Sejarah dengan Menghilangkan Bangunan Bersejarah

diyah wara
326

Ikuti Rangkaian Pre-Event Competition, dan Ramaikan Panggung


Kompasianival 2017!

Kompasiana
2158

SOCIAL STREAM
Beyond Blogging
Denmark dan Skandinavia Lebih Sosialis dari Negara Komunis
1h

Kompasiana
Ramalan Pertarungan Para Bintang "GK" di Pilpres 2019
1h

Kompasiana
#Populer Menghidupkan Cahaya Hati di "Little India"
3h

Kompasiana
Menyibukkan diri sendiri dengan kegiatan positif, curhat dengan orang terdekat, berbaur dengan
banyak orang dan tetap menjaga pola makan bisa jadi tips untuk mengurangi sakitnya.
4h

Kompasiana
Ikutilah acara kopdar terbesar di Indonesia yaitu #Kompasianival2017. Buruan daftarkan diri
anda! Klik http://qoo.ly/hzf85 2000 pendaftar online pertama akan mendapatkan Card Wallet
eksklusif...
4h

Kompasiana
Berjelajah bersama Bank Danamon kini lebih cepat dan mudah. Seperti apa tampilan corporate
website www.danamon.co.id dan formasi akun media sosial Danamon terbaru? Nantikan di 26
September...
21 h

Kompasiana

TENTANG KOMPASIANA
PROFIL
PERFORMA & STATISTIK
TIM
SYARAT DAN KETENTUAN
DEFINISI
KETENTUAN LAYANAN
KETENTUAN KONTEN
PENGGUNAAN DAN HAK CIPTA
SANGGAHAN DAN PELAPORAN KONTEN
KETENTUAN PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG ITE
BANTUAN
FAQ
KONTAK KAMI

Anda mungkin juga menyukai