Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi PKL

1. Letak geografi

secara geografis Desa puasana merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan

moramo utara kabupaten konawe selatan sulawesi tenggara. jarak ibu kota kecamatan

1150 m, ke ibu kota kabupaten 115 km.

Luas Wilayah : 4.080 ha, terdiri dari 4 dusun dan 8 RT

Gambar 3

No. Batas wilayah Desa/kelurahan Kota


Kelurahan
1 Sebelah Utara kendari
Tondonggeu
2 Sebelah Timur Teluk Staring
3 Sebelah selatan Kelurahan lalowaru
4 Sebelah Barat sambuli kendari
Gambar 4

Peta Desa Puasana Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan

2. Mata pencaharian
Mata pencaharian pokok kepala keluarga dari penduduk desa puasana pada

mumnya sebagai nelayan. mata pencaharian lain yaitu sebagai Buruh, pegawai.

3. Kependudukan

Desa puasana di pimpin oleh Kepala Desa dan dibantu oleh Badan

Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam keorganisasian Desa Puasana terdapat sekretaris

desa, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Tim Penggerak PKK, dan Lembaga

Adat (puutobu). Kependudukan di Desa Puasana yang terdiri dari 4 Dusun dan 8 RT

dengan total penduduk sebanyak 751 jiwa, di uraikan sebagai berikut:

Tabel 5
JumlahPenduduk Desa Puasana menurut Dusun

No. Kependudukan Dusun I Dusun II Dusun III Dusun IV


1. Jumlah Laki-laki
2. Jumlah Perempuan
Total
Sumber : Data Sekunder Desa Puasana 2019

a. Saran dan Prasarana desa

Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Puasana anatara lain :

tabel 2
sarana dan prasarana desa puasana

No. Sarana dan prasarana jumlah


1. Balai desa 1 unit
2. Posyandu 1 unit
3. Masjid 1 unit
4. Kantor BPD 1 unit
sumber : Data Sekunder desa puasana 2019
a) BB/U dan TB/U

BB/U
TB/U
Kategori N %
kategori n %
LEBIH 0
tinggi 0
Baik 91,2
normal 82,3
Kurang 4,4
pendek 13,3
Buruk 4,4
sangatpendek 4,4

b) BB/TB dan IMT/U

BB/TB
Kategori N % IMT/U
Gemuk 0 kategori n %
Normal 97,8 gemuk 2,2
Kurus 22,2 normal 95,6
Sangatkurus 0 kurus 0
sangatkurus 2,2

c) Pengerahuan

PENGETAHUAN
Kategori n %
Baik 13,3
Kurang 86,7
d) Pola Asuh

POLA ASUH
Kategori N %
Baik 4,4
Cukup 11,1
Kurang 84,4

e) Riwayat Ispa
RIWAYAT ISPA
Kategori N %
Menderita 56,5
Tidakmenderita 43,5
f). Riwayat Diare

RIWAYAT DIARE
Kategori n %
Menderita 19,6
Tidakmenderita 80,4
g). Kepemilikan KMS

KEPEMILIKAN KMS
Kategori n %
ya, dapatmenunjuka 28,3
ya,
tidakdapatmenunjukan 62,4
Tidakmemiliki 4,3

h). Riwayat Vit A

RIWAYAT VIT A
Kategori n %
Mendapat 82,6
Tidakdapat 17,4

i). Riwayat Imunisasi

RIWAYAT IMUNISASI
Kategori n %
lengkapsesuaiumur 6,5
tidaklengkapsesuaiumur 50
tidakada data 43,5
j). Hygiene

HYGIENE
Kategori n %
Bersih 97,8
Kurangbersih 2,2

k). Sanitasi
SANITASI
Kategori n %
Sehat 13,3
Kurangsehat 86,7
l). Makanan sehari

MAKANAN SEHARI
Kategori n %
Lengkap 2,2
Tidaklengkap 97,8

m). Pengeluaran

PENGELUARAN
Kategori N %
Cukup 22,2
Kurang 77,8

B. Pembahasan

1. Status gizi balita

Status gizi balita menjadi salah satu indikator untuk menilai kesejahteraan

masyarakat. Kondisi status gizi balita dapat memprediksi bagaimana output SDM di masa

mendatang. Untuk menjadi calon penerus dalam membangun bangsa yang unggul

dibutuhkan status gizi yang baik. Menurut Black, et al. (2013), masalah gizi yang sering

menjadi penyebab kematian balita adalah masalah kurang gizi.


Status gizi kurang berdampak pada balita di masa mendatang. Oleh karena itu, gizi

buruk merupakan masalah yang menjadi perhatian karena tidak hanya berdampak pada

jangka pendek seperti kerentanan balita terhadap penyakit infeksi, kemampuan bertahan

hidup yang rendah, IQ rendah, kemampuan kognitif rendah dan juga kematian tetapi juga

berdampak pada jangka panjang yaitu memengaruhi kecerdasan calon generasi penerus,

serta kualitas dan produktivitas sumber daya manusia (Pelletier dan Frongillo, 2013).

Sebesar 45% kematian balita dikarenakan kekurangan gizi (Black, et al., 2013). Di

Indonesia, istilah gangguan gizi yang lebih sering dipakai pada balita adalah gizi buruk

dan gizi kurang.

Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 19,6%,

terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Terjadi perubahan prevalensi yang

ditunjukkan pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% pada tahun 2007, 4,9% pada

tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Begitu pula dengan prevalensi gizi kurang yang naik

sebesar 0,9% dari 2007 dan 2013 sedangkan dari tahun 2007 ke 2010 tetap dalam angka

13% (Balitbangkes, 2013).

Berdasarkan data yang dikumpulkan di desa puasana untuk indikator BB/U

terlihat bahwa 4,4% mengalami gizi kurang dan 4,4% lagi mengalami gizi buruk, untuk

indikator TB/U terlihat bahwa 13,3% anak balita mengalami status gizi pendek dan

sangat pendek 4,4%, untuk indikator BB/TB terlihat bahwa 22,2% mengalami status gizi

kurus. Sedangkan untuk indikator IMT/U terlihat bahwa 2,2% mengalami status gizi

gemuk dan 2,2 mengalami status gizi sangat kurus. Hal ini diketahui dari hasil

pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan anak balita yang ada didesa
Puasana Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan yang dilakukan selama

satu minggu yakni pada tanggal 19-25 november 2019.

2. Pola Asuh Gizi

Pengasuhan atau pola asuh merupakan upaya dari lingkungan terutama lingkungan

keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang secara

optimal(Israwati, 2010). Keluarga adalah lingkungan lingkungan pertama yang

berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pengaruh keluarga dapat dilihat dari cara

keluarga dalam mengasuh (merawat dan mendidik) anak, ibu merupakan anggota

keluarga yang sangat berperan dalam mengasuh anak agar tumbuh dan berkembang

menjadi anak yang berkualitas (Puspaningtyas et al, 2012; Adriani dan Kartika, 2011).

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh”. Pola berarti corak, model,

sistem, cara kerja, bentuk (Struktur) yang tetap (Pusat bahasa, 2008). Sedangkan asuh

berarti menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil (Israwati, 2010).

Sedangkan pola pengasuh lain (bapak , ibu, nenek, anggota keluarga lain) dalam hal

kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat , memperhatikan kebersihan

anak, memberikan stimulasi , serta memberikan kasih saying dan sebagainya yang

dibutuhkan anak untuk pertumbuhan dan perkembangan . Kesemuanya berhubungan

dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental , status gizi, pendidikan umum,

pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik. Peran dalam keluarga dan masyarakat,

sifat, pekerjaan sehari –hari , adat atau kebiasaan keluarga dan masyarakat (Eka dan

Setiyaningsih, 2012).

Berdasarkan table di atas


3. Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam prngaturan jumlah dan jenis

makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan kesehatan, status

nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan didefinisikan

sebagai karakeristik dari kegiatan yang berulang kali makan individu atau setiap orang

makan dalam memenuhi kebutuhan makanan. (Sulistyoningsih, 2011).

Secara umum pola makan memiliki 3 komponen yang terdiri dari: jenis, frekuensi,

dan jumlah makanan.

a) Jenis makan

Jenis makan adalah sejenis makanan pokok pokok yang dimakan setiap hari terdiri

dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah yang dikonsumsi

setiap hari makanan pokok adalah sumber makanan utama di Negara Indonesia yang

dikonsumsi setiap orang atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jagung,

sagu, dan umbi-umbian, dan tepung. (Sulistyoningsih,2011).

b) Frekuensi makan

Frekuensi makana adalah beberapa kali makan dalam sehari mmeliputi makan pagi,

makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes, 2013).

c) Jumlah makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimmakan dalam setiap orang atau

setiap individu dalam kelompok. (Willy, 2011).

Berdasarkan

4. Sanitasi Hyjen
Definisi sanitasi dari Badan Kesehatan Dunia (World Health Organisation =

WHO) adalah sebagai berikut: "Sanitation pada umumnya merujuk kepada penyediaan

sarana dan pelayanan pembuangan limbah kotoran manusia seperti urin dan feces. Istilah

'sanitasi' juga mengacu kepada pemeliharaan kondisi higienis melalui upaya pengelolaan

sampah dan pengolahan limbah cair.Sanitasi termasuk didalamnya empat prasarana

teknologi (walaupun seringkali hanya yang pertama yang berkitan erat dengan istilah

'sanitasi'): Pengelolaan kotoran manusia (feces), sistem pengelolaan air limbah

(termasuk instalasi pengolahan air limbah), sistem pengelolaan sampah, sistem drainase

atau disebut juga dengan pengelolaan limpahan air hujan.

Menurut Entjang (2000) yang dimaksud hygene sanitasi lingkungan adalah

pengawasan lingkungan fisik, biologis

Terdapat sedikit perbedaan defenisi yang digunakan saat ini. Misalnya, untuk

beberapa organisasi, promosi higiene dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari

sanitasi, Dengan demikian, Water Supply and Sanitation Collaborative Council (Badan

kolaborasi penyediaan air dan sanitasi dunia) mendefenisikan sanitasi sebagai:

"pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan atau penggunaan kembali

limbah kotoran manusia (feces), limbah cair dan sampah rumah tangga dan juga

berkaitan dengan promosi higiene.

Widaninggar (2003) menyatakan kondisi lingkungan anak harus benar-benar

diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan

dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruang (bermain anak),

pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah/limbah,

kamar mandi dan jamban/ WC dan halaman rumah. Kebersihan perorangan maupun
kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak.

Kebersihan perorangan yang kurang akan memudahkan terjadinya penyakit-penyakit

kulit dan saluran pencernaan seperti diare dan cacingan. Sedangkan kebersihan

lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran pernafasan, saluran pencernaan,

serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu penting membuat lingkungan menjadi

layak untuk tumbuh kembang anak sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu atau

pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi

lingkungan.

Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak lebih mudah terserang

penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi (Poedjiadi, 1994).

Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban,

serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Makin tersedia air bersih untuk

kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi (Soekirman,

2000).

Berdasarkan table di atas dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara sanitasi rumah tangga dilihat dari dua indicator yaitu ketersediaan

sumber air bersih, ketersedian jamban, jenis jamban , ketersedian SPAL dan saran

pembuangan sampah dengan keadaan status gizi balita di Desa Puasana .

5. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah total jumlah pendapatan dari semua anggota keluarga,

termasuk semua jenis pemasukan yang terima oleh keluarga dalam bentuk uang, hasil

,menjual barang, pinjaman dan lain-lain (Thaha, 1996 dalam Rasifa 2006).
Menurut Madanijah (2004) peningkatan pendapatan merupakan salah satu faktor

yang memberikan peluang untuk membeli pangan kualitas maupun kuantitas yang lebih

baik. Besar kecilnya pendapatan keluarga berpengaruh terhadap pola konsumsi.

Penghasilan keluarga akan menentukan daya beli keluarga termasuk makanan , sehingga

mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia dalam rumah tangga dan

pada akhirnya mempengaruhi asupan zat gizi (Suhardjo dalam Yuliati, 2008).

Meningkatnya taraf hidup ( kesejahteraan) masyarakat , pengaruh promosi

melalui iklan, serta kemudahan informasi , dapat menyebabkan perubahan gaya hidup,

dan timbulnya kebutuhan psikogenik baru di kalangan masyarakat ekonomi menengah ke

atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan

menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makanan sehari- hari ,

sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan pertimbangan selera

dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsusi makanan jenis siap santap

( fast food), seperti ayam goreng, pizza , hamburger dan lain-lain , telah meningkat tajam

terutama dikalangan remmaja,generasi mmudah dan kelompok masyarakat ekonomi

menengah ke atas.

6. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan akan

gizi .Orang yang memiliki tingkat pendidikan hanya sebatas tamat SD, Tentu memiliki

pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan orang dengan tingkat pendidikan tamat

SMA atau Sarjana .Tetapi sebaliknya ,seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi

sekalipun belum tentu memiliki pengetahuan gizi yang cukup jika dikatakan ≥ 60 %
sedangkan Pengetahuan di katakan kurang jika ≤ 60 /% . jika ia jarang mendapatkan

informasi mengenai gizi,baik melalui media iklan ,penyuluhan ,dan lain

sebagainya.Tetapi ,perlu diingat bahwa rendah –tingginya pendidikan seseorang juga

turut menentukan mudah tindaknya orang tersebuat dalam menyerap dan memahami

pengetahuan gizi yang mereka peroleh.Berdasarkan hal ini ,kita dapat menentukan

metode penyuluhan gizi yang tepat. Di samping itu, dilihat dari segi kepentingan gizi

keluarga,pendidikan itu sendiri amat di perlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap

adanya masalah gizi di dalam keluarga dan dapat mengambil tindakan secepatnya .(

Apriadji 1986 ).

Pengetahuan gizi sangat penting, dengan adanya pengetahuan tentang zat gizi

maka seseorang dengan mudah mengetahui status gizi mereka .Zat gizi yang cukup dapat

dipenuhi oleh seseorang sesuai dengan makanan yang dikonsumsi yang diperlukan untuk

meningkatkan pertumbuhan .Pengetahuan gizi dapat memberikan perbaikan gizi pada

individu maupun masyarakat (Suhardjo, 1986).

Berdasarkan data yang diperoleh pada pengumpulan data yang dilakukan selama

tuju hari di Desa Puasana didapatkan bahwa tingkat pengetahuan ibu balita 100% kurang,

hal ini menyebabkan tidak dapatnya di lakukan analisis lebih lanjut menggunakan uji chi-

square karena tingkat pengetahuan ibu balita 100% kurang (p=𝑎) sehingga ada satu sel

yang tidak terisi kosong. Walaupun demikian , anak balita yang status gizinya

pendek ditemukan 13,3 % pengetahuan ibunya kurang dan anak balita yang stutus

gizinya wasting ditemukan 4,4 % pengetahuan ibunya kurang sedangkan anak

balita yang status gizinya tidak stunting/normal 97,8% pengetahuan ibunya kurang

dan anak balita yang status gizinya tidak wasting normal 95,6% pengetahuan
ibunya kurang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu yang

kurang lebih banyak terdapat pada anak yang berstatus gizi normal.

7. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya ynag diselenggarkan secara sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perseorangan , keluarga, kelompok dan atau pun masyarakat. Levey dan Loomba ( dalam

Azwar 1996 : 35)

Kementerian Kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi (PPI)

pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit pada anak . Program imunisasi

untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31) pada anak yang

tercakup dalam PPI adalah satu kali imunisasi BCG, Tiga kali imunisasi DPT-HB, empat

kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak (Riskesdas , 2010).

Untuk setiap jenis imunisasi , anak disebut sudah mendapat imunisasi lengkap

bila sudah mendapatkan semua jenis imunisasi satu kali BCG, tiga kali DPT-HB, empat

kali polio, dan satu kali imunisasi campak. Oleh karena jadwal imunisasi untu BCG,

polio,DPT-HB, dan campak yang berbeda, bayi umur 0-11 bulan tidak dianalisis cakupan

imunisasi. Hai ini di sebabkan bila bayi umur 0-11 bula dimasukkan dalam analisis, dapat

memberikan intervensi yang berbeda karena sebagian bayi belum mencapai umur untuk

imunisasi tertentu, atau belum mencapai frekuensi imunisasi tiga kali (Riskesdas, 2010.
Berdasarkan table di atas dapat di ketahui bahwa anak balita yang berstatus gizi

stunting dan wasting mendapatkan kafsul vitamin A sebaliknya anak balita yang tidak

mendapatkan kapsul vitamin A justru status gizinya normal baik di lihat dari indeks

TB/U sedangkan TB/BB sedangkan untuk yang mendaptkan kapsul vitamin A dan untuk

indicator imunisasi yaitu 6,5% lengkap sesuai umur, dalam kategori imunisasi tidak

lengkap sesuai umur yaitu 50 %, sedangkan anak balita dengan imunisasi 43,5% di

kategorikan tidak adaa data.

Dari data yang dikumpulkan dilakukan analisis lebih lanjur menggunakan analisis

chi-square dan hasil yang di dapatkan baik indicator pemberian vitamin A dan imunisasi

terhadap status gizi pendek dan wasting di dapatkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara pelayanan kesahatan dengan status gizi anak balita di Desa Puasana.

8. Asupan Makanan

Asupan makanan adalah semua jenis makanan dan minum an yang dikonsumsi

setiap hari . Umumnya asupan makanan dipelajari untuk dihubungkan dengan keadaan

gizi masyarakat suatu wilayah atau individu . Informasi ini dapat digunakan untuk

perencanaan pendidikan gizi khususnya untuk menyusun menu atau intervensi untuk

meningkatkan sumber daya manusia (SDM), mulai dari keadaan kesehatan dan gizi serta

produktivitasnya. Mengetahui asupan makanan suatu kelompok masyarakat atau individu

merupakan salah satu cara untuk menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau

individu bersangkutan (Sumarno,dkk dalam Gizi Indonesia 1997).

Anda mungkin juga menyukai