1. Letak geografi
secara geografis Desa puasana merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan
moramo utara kabupaten konawe selatan sulawesi tenggara. jarak ibu kota kecamatan
Gambar 3
2. Mata pencaharian
Mata pencaharian pokok kepala keluarga dari penduduk desa puasana pada
mumnya sebagai nelayan. mata pencaharian lain yaitu sebagai Buruh, pegawai.
3. Kependudukan
Desa puasana di pimpin oleh Kepala Desa dan dibantu oleh Badan
desa, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Tim Penggerak PKK, dan Lembaga
Adat (puutobu). Kependudukan di Desa Puasana yang terdiri dari 4 Dusun dan 8 RT
Tabel 5
JumlahPenduduk Desa Puasana menurut Dusun
Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Puasana anatara lain :
tabel 2
sarana dan prasarana desa puasana
BB/U
TB/U
Kategori N %
kategori n %
LEBIH 0
tinggi 0
Baik 91,2
normal 82,3
Kurang 4,4
pendek 13,3
Buruk 4,4
sangatpendek 4,4
BB/TB
Kategori N % IMT/U
Gemuk 0 kategori n %
Normal 97,8 gemuk 2,2
Kurus 22,2 normal 95,6
Sangatkurus 0 kurus 0
sangatkurus 2,2
c) Pengerahuan
PENGETAHUAN
Kategori n %
Baik 13,3
Kurang 86,7
d) Pola Asuh
POLA ASUH
Kategori N %
Baik 4,4
Cukup 11,1
Kurang 84,4
e) Riwayat Ispa
RIWAYAT ISPA
Kategori N %
Menderita 56,5
Tidakmenderita 43,5
f). Riwayat Diare
RIWAYAT DIARE
Kategori n %
Menderita 19,6
Tidakmenderita 80,4
g). Kepemilikan KMS
KEPEMILIKAN KMS
Kategori n %
ya, dapatmenunjuka 28,3
ya,
tidakdapatmenunjukan 62,4
Tidakmemiliki 4,3
RIWAYAT VIT A
Kategori n %
Mendapat 82,6
Tidakdapat 17,4
RIWAYAT IMUNISASI
Kategori n %
lengkapsesuaiumur 6,5
tidaklengkapsesuaiumur 50
tidakada data 43,5
j). Hygiene
HYGIENE
Kategori n %
Bersih 97,8
Kurangbersih 2,2
k). Sanitasi
SANITASI
Kategori n %
Sehat 13,3
Kurangsehat 86,7
l). Makanan sehari
MAKANAN SEHARI
Kategori n %
Lengkap 2,2
Tidaklengkap 97,8
m). Pengeluaran
PENGELUARAN
Kategori N %
Cukup 22,2
Kurang 77,8
B. Pembahasan
Status gizi balita menjadi salah satu indikator untuk menilai kesejahteraan
masyarakat. Kondisi status gizi balita dapat memprediksi bagaimana output SDM di masa
mendatang. Untuk menjadi calon penerus dalam membangun bangsa yang unggul
dibutuhkan status gizi yang baik. Menurut Black, et al. (2013), masalah gizi yang sering
buruk merupakan masalah yang menjadi perhatian karena tidak hanya berdampak pada
jangka pendek seperti kerentanan balita terhadap penyakit infeksi, kemampuan bertahan
hidup yang rendah, IQ rendah, kemampuan kognitif rendah dan juga kematian tetapi juga
berdampak pada jangka panjang yaitu memengaruhi kecerdasan calon generasi penerus,
serta kualitas dan produktivitas sumber daya manusia (Pelletier dan Frongillo, 2013).
Sebesar 45% kematian balita dikarenakan kekurangan gizi (Black, et al., 2013). Di
Indonesia, istilah gangguan gizi yang lebih sering dipakai pada balita adalah gizi buruk
Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 19,6%,
terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Terjadi perubahan prevalensi yang
ditunjukkan pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% pada tahun 2007, 4,9% pada
tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Begitu pula dengan prevalensi gizi kurang yang naik
sebesar 0,9% dari 2007 dan 2013 sedangkan dari tahun 2007 ke 2010 tetap dalam angka
terlihat bahwa 4,4% mengalami gizi kurang dan 4,4% lagi mengalami gizi buruk, untuk
indikator TB/U terlihat bahwa 13,3% anak balita mengalami status gizi pendek dan
sangat pendek 4,4%, untuk indikator BB/TB terlihat bahwa 22,2% mengalami status gizi
kurus. Sedangkan untuk indikator IMT/U terlihat bahwa 2,2% mengalami status gizi
gemuk dan 2,2 mengalami status gizi sangat kurus. Hal ini diketahui dari hasil
pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan anak balita yang ada didesa
Puasana Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan yang dilakukan selama
Pengasuhan atau pola asuh merupakan upaya dari lingkungan terutama lingkungan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang secara
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pengaruh keluarga dapat dilihat dari cara
keluarga dalam mengasuh (merawat dan mendidik) anak, ibu merupakan anggota
keluarga yang sangat berperan dalam mengasuh anak agar tumbuh dan berkembang
menjadi anak yang berkualitas (Puspaningtyas et al, 2012; Adriani dan Kartika, 2011).
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh”. Pola berarti corak, model,
sistem, cara kerja, bentuk (Struktur) yang tetap (Pusat bahasa, 2008). Sedangkan asuh
berarti menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil (Israwati, 2010).
Sedangkan pola pengasuh lain (bapak , ibu, nenek, anggota keluarga lain) dalam hal
anak, memberikan stimulasi , serta memberikan kasih saying dan sebagainya yang
dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental , status gizi, pendidikan umum,
pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik. Peran dalam keluarga dan masyarakat,
sifat, pekerjaan sehari –hari , adat atau kebiasaan keluarga dan masyarakat (Eka dan
Setiyaningsih, 2012).
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam prngaturan jumlah dan jenis
sebagai karakeristik dari kegiatan yang berulang kali makan individu atau setiap orang
Secara umum pola makan memiliki 3 komponen yang terdiri dari: jenis, frekuensi,
a) Jenis makan
Jenis makan adalah sejenis makanan pokok pokok yang dimakan setiap hari terdiri
dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah yang dikonsumsi
setiap hari makanan pokok adalah sumber makanan utama di Negara Indonesia yang
dikonsumsi setiap orang atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jagung,
b) Frekuensi makan
Frekuensi makana adalah beberapa kali makan dalam sehari mmeliputi makan pagi,
c) Jumlah makan
Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimmakan dalam setiap orang atau
Berdasarkan
4. Sanitasi Hyjen
Definisi sanitasi dari Badan Kesehatan Dunia (World Health Organisation =
WHO) adalah sebagai berikut: "Sanitation pada umumnya merujuk kepada penyediaan
sarana dan pelayanan pembuangan limbah kotoran manusia seperti urin dan feces. Istilah
'sanitasi' juga mengacu kepada pemeliharaan kondisi higienis melalui upaya pengelolaan
teknologi (walaupun seringkali hanya yang pertama yang berkitan erat dengan istilah
(termasuk instalasi pengolahan air limbah), sistem pengelolaan sampah, sistem drainase
Terdapat sedikit perbedaan defenisi yang digunakan saat ini. Misalnya, untuk
beberapa organisasi, promosi higiene dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari
sanitasi, Dengan demikian, Water Supply and Sanitation Collaborative Council (Badan
limbah kotoran manusia (feces), limbah cair dan sampah rumah tangga dan juga
diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan
dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruang (bermain anak),
kamar mandi dan jamban/ WC dan halaman rumah. Kebersihan perorangan maupun
kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak.
kulit dan saluran pencernaan seperti diare dan cacingan. Sedangkan kebersihan
serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu penting membuat lingkungan menjadi
layak untuk tumbuh kembang anak sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu atau
lingkungan.
Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak lebih mudah terserang
penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi (Poedjiadi, 1994).
Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban,
serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Makin tersedia air bersih untuk
kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi (Soekirman,
2000).
Berdasarkan table di atas dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara sanitasi rumah tangga dilihat dari dua indicator yaitu ketersediaan
sumber air bersih, ketersedian jamban, jenis jamban , ketersedian SPAL dan saran
5. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan adalah total jumlah pendapatan dari semua anggota keluarga,
termasuk semua jenis pemasukan yang terima oleh keluarga dalam bentuk uang, hasil
,menjual barang, pinjaman dan lain-lain (Thaha, 1996 dalam Rasifa 2006).
Menurut Madanijah (2004) peningkatan pendapatan merupakan salah satu faktor
yang memberikan peluang untuk membeli pangan kualitas maupun kuantitas yang lebih
Penghasilan keluarga akan menentukan daya beli keluarga termasuk makanan , sehingga
mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia dalam rumah tangga dan
pada akhirnya mempengaruhi asupan zat gizi (Suhardjo dalam Yuliati, 2008).
melalui iklan, serta kemudahan informasi , dapat menyebabkan perubahan gaya hidup,
atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan
menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makanan sehari- hari ,
dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsusi makanan jenis siap santap
( fast food), seperti ayam goreng, pizza , hamburger dan lain-lain , telah meningkat tajam
menengah ke atas.
6. Tingkat Pengetahuan
gizi .Orang yang memiliki tingkat pendidikan hanya sebatas tamat SD, Tentu memiliki
pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan orang dengan tingkat pendidikan tamat
SMA atau Sarjana .Tetapi sebaliknya ,seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi
sekalipun belum tentu memiliki pengetahuan gizi yang cukup jika dikatakan ≥ 60 %
sedangkan Pengetahuan di katakan kurang jika ≤ 60 /% . jika ia jarang mendapatkan
turut menentukan mudah tindaknya orang tersebuat dalam menyerap dan memahami
pengetahuan gizi yang mereka peroleh.Berdasarkan hal ini ,kita dapat menentukan
metode penyuluhan gizi yang tepat. Di samping itu, dilihat dari segi kepentingan gizi
keluarga,pendidikan itu sendiri amat di perlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap
adanya masalah gizi di dalam keluarga dan dapat mengambil tindakan secepatnya .(
Apriadji 1986 ).
Pengetahuan gizi sangat penting, dengan adanya pengetahuan tentang zat gizi
maka seseorang dengan mudah mengetahui status gizi mereka .Zat gizi yang cukup dapat
dipenuhi oleh seseorang sesuai dengan makanan yang dikonsumsi yang diperlukan untuk
Berdasarkan data yang diperoleh pada pengumpulan data yang dilakukan selama
tuju hari di Desa Puasana didapatkan bahwa tingkat pengetahuan ibu balita 100% kurang,
hal ini menyebabkan tidak dapatnya di lakukan analisis lebih lanjut menggunakan uji chi-
square karena tingkat pengetahuan ibu balita 100% kurang (p=𝑎) sehingga ada satu sel
yang tidak terisi kosong. Walaupun demikian , anak balita yang status gizinya
pendek ditemukan 13,3 % pengetahuan ibunya kurang dan anak balita yang stutus
balita yang status gizinya tidak stunting/normal 97,8% pengetahuan ibunya kurang
dan anak balita yang status gizinya tidak wasting normal 95,6% pengetahuan
ibunya kurang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu yang
kurang lebih banyak terdapat pada anak yang berstatus gizi normal.
7. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya ynag diselenggarkan secara sendiri atau
perseorangan , keluarga, kelompok dan atau pun masyarakat. Levey dan Loomba ( dalam
pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit pada anak . Program imunisasi
untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31) pada anak yang
tercakup dalam PPI adalah satu kali imunisasi BCG, Tiga kali imunisasi DPT-HB, empat
kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak (Riskesdas , 2010).
Untuk setiap jenis imunisasi , anak disebut sudah mendapat imunisasi lengkap
bila sudah mendapatkan semua jenis imunisasi satu kali BCG, tiga kali DPT-HB, empat
kali polio, dan satu kali imunisasi campak. Oleh karena jadwal imunisasi untu BCG,
polio,DPT-HB, dan campak yang berbeda, bayi umur 0-11 bulan tidak dianalisis cakupan
imunisasi. Hai ini di sebabkan bila bayi umur 0-11 bula dimasukkan dalam analisis, dapat
memberikan intervensi yang berbeda karena sebagian bayi belum mencapai umur untuk
imunisasi tertentu, atau belum mencapai frekuensi imunisasi tiga kali (Riskesdas, 2010.
Berdasarkan table di atas dapat di ketahui bahwa anak balita yang berstatus gizi
stunting dan wasting mendapatkan kafsul vitamin A sebaliknya anak balita yang tidak
mendapatkan kapsul vitamin A justru status gizinya normal baik di lihat dari indeks
TB/U sedangkan TB/BB sedangkan untuk yang mendaptkan kapsul vitamin A dan untuk
indicator imunisasi yaitu 6,5% lengkap sesuai umur, dalam kategori imunisasi tidak
lengkap sesuai umur yaitu 50 %, sedangkan anak balita dengan imunisasi 43,5% di
Dari data yang dikumpulkan dilakukan analisis lebih lanjur menggunakan analisis
chi-square dan hasil yang di dapatkan baik indicator pemberian vitamin A dan imunisasi
terhadap status gizi pendek dan wasting di dapatkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pelayanan kesahatan dengan status gizi anak balita di Desa Puasana.
8. Asupan Makanan
Asupan makanan adalah semua jenis makanan dan minum an yang dikonsumsi
setiap hari . Umumnya asupan makanan dipelajari untuk dihubungkan dengan keadaan
gizi masyarakat suatu wilayah atau individu . Informasi ini dapat digunakan untuk
perencanaan pendidikan gizi khususnya untuk menyusun menu atau intervensi untuk
meningkatkan sumber daya manusia (SDM), mulai dari keadaan kesehatan dan gizi serta
merupakan salah satu cara untuk menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau