A. HASIL PENELITIAN
Jadi, Tana Duen berarti batas tanah. Menurut sesepuh wilayah Habigete, Duen
Habigete zaman dulu yang dalam tradisi setempat disebut Dua-Moan Watu Pitu
disebut Habigete Tana Duen yang berarti wilayah yang mempunyai batas-batas
yang utuh dari zaman ke zaman, mempunyai masyarakat adat dan budaya serta
depan yang cerah dan sejahtera lahir bathin. Wilayah ini kemudian hari menjadi
Sejak dibentuknya hingga saat ini, Desa Tana Duen sudah dipimpin
1
Tabel 4.1
mengenal secara dekat potensi sebuah wilayah. Bagi seorang peneliti pengenalan
terhadap sebuah wilayah itu menjadi penting sebab dengan cara seperti itu
Keadaan iklim Desa Tana Duen tidak jauh berbeda dengan daerah-
daerah lain yang ada di wilayah NTT yang mengalami dua kali pergantian musim
setiap tahun. Musim hujan terjadi diantara bulan Desember-Juni dan musim
kemarau dari bulan Agustus-November. Luas wilayah Desa Tana Duen adalah
407 Ha, terdiri dari 3 wilayah Dusun, yaitu Dusun Habigete, Dusun Blatat dan
sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores, sebelah Selatan
berbatasan dengan Desa Teka Iku dan Desa Mekendetung, sebelah Timur
2
berbatasan dengan Desa Watumilok dan Desa Kokowahor, sebelah Barat
c. Populasi Penduduk
jiwa yang terdiri dari 1.173 laki-laki, dan perempuan sebanyak 1.261 jiwa.
Dengan KK sebanyak 605 KK. Penduduk Desa Tana Duen tersebar di tiga Dusun
Tabel 4.2
Populasi Penduduk Menurut Jenis Kelamin.
penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada jumlah penduduk
mengatur tentang tata keimanan atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa. Berbicara tentang agama berarti tidak pernah senyap dari kehidupan dan
3
sesuatu yang sangat penting. Penduduk Desa Tana Duen secara keseluruhan
masyarakat Desa Tana Duen memiliki satu buah rumah ibadat (Kapela). Di sisi
lain, masyarakat Desa Tana Duen juga masih percaya kepada roh nenek moyang
atau leluhur.
pencaharian sebagai petani. Desa Tana Duen banyak memiliki sumber daya alam
dan memiliki tanah yang cocok yang berpotensi untuk bercocok tanam seperti
Jagung, kacang-kacangan, pisang, umbi-umbian. Selain itu juga ada sumber daya
alam hewani seperti kambing, anjing, babi, dan juga ayam. Disamping bermata
pencaharian sebagai petani, masyarakat Desa Tana Duen juga ada yang berprofesi
sebagai pedagang, montir, PNS, Penjual ikan,penjahit, pegawai Swasta dan sopir.
pencaharian.
Tabel 4.3
Kondisi Penduduk menurut Mata Pencaharian
1. Petani 800
2. PNS 28
3. Swasta 6
4. Montir 2
5. Penjahit 5
6. Penjual ikan 10
7. Tukang 16
8 Sopir 12
4
Total 879
(Sumber Data: Kantor Desa Tana Duen, 2019)
penduduk Desa Tana Duen paling dominan memiliki mata pencaharian utama
sebagai Petani sedangkan paling sedikit penduduk dengan profesi sebagai Montir.
Pendidikan merupakan suatu faktor utama dalam menunjang keberhasilan.
Dan
Hanya dengan pendidikan seseorang dapat mengubah hidupnya menjadi lebih bai
bisa merencanakan sesuatu serta memunculkan hal baru. Disamping itu, dengan p
endidikan orang dapat memahami sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat s
ehingga dengan demikian pula dapat mengangkat derajat atau status sosial dalam
masyarakat. Dengan kata lain, bahwa pendidikan juga telah menjadi kebutuhan
utama
Tabel 4.4
5
Sedang Sekolah di SMA 78 orang
DO SD 296 orang
DO SLTA 97 orang
g. Kehidupan Ekonomi
pertanian baik untuk jangka panjang, yaitu jambu, pohon lontar dan kelapa
Masyarakat Desa Tana Duen juga memiliki pola kehidupan beternak antara lain
Desa Tana Duen cukup baik, maka hasil pertanian dan peternakan bisa dikatakan
h. Bahasa
antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari
6
masyarakat Tana Duen menggunakan dua bahasa yaitu bahasa daerah krowe dan
bahasa Indonesia. Bahasa yang sering digunakan adalah bahasa daerah krowe.
Sementara itu, dalam beberapa kegiatan resmi atau acara penting, dan jika
bertemu dengan orang asing yang datang ke kampung untuk berkunjung biasanya
i. Kesehatan
orang bertahan hidup. Apabila sarana penunjang kesehatan kurang terjamin, maka
segala aktivitas masyarakat Desa Tana Duen akan terhambat. Pada tabel berikut
Tabel 4.5
Sarana Kesehatan
1 Puskesmas -
2 Poskesdes 1 unit
3 Posyandu/Polindes 3 unit
TOTAL 4 unit
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dikatakan bahwa di Desa Tana
sarana kesehatan tersebut, tidak dapat dielak bahwa masih sangat minim
7
sulit untuk berobat apabila mengalami sakit berat karena di Desa Tana Duen tidak
8
j. Struktur Organisasi Desa Tana Duen
Gambar 4.1
KEPALA DESA
BPD LKMD /
MARIA SYMPOROSA WINANSI LPM
SEKRETARIS DESA
YOHANA ALFINDA
KASIE KASIE KASIE KESEJAHTERAAN KAUR TATA USAHA KAUR PERENCANAAN KAUR KEUANGAN
PEMERINTAHAN PELAYANAN
KRISTOFORUS MARIA FERIANCE MARIA DANFILIA MELANIA E.
ANTONIUS LEDANG MARIA WILFRIDA NOVENDIS NELYA
9
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Bentuk Ritual Neni Uran Masyarkat Desa Tana Duen Kecamatan Kangae Kabupaten
Sikka.
a. Tahap persiapan
Persiapan untuk menyukseskan sebuah upacara saangat penting karena kalau tidak
dipersiapkan dengan baik sesuai tata cara yang diwariskan leluhur maka akan berdampak pada
manusia yang masih hidup serta permohonannya tidak dikabulkan, panas panjang tetap
berkelanjutan yang berdampak pada tanaman di kebun akan mati dan berdampak pada kegagalan
panen.
Pada tahap persiapan biasanya Tana Puan mengundang para dua moan watu pitu untuk
melakukan musyawarah pada rumah adat. Musyawarah Dewan Dua Moan Watu Pitu dipimpin
oleh Tana Puan. Tana Puan menyampaikan sehubungan dengan iklim yang tidak menentu
seperti panas panjang. Adapun hal yang dibicarakan adalah menyangkut dengan tata cara
pelaksanaan ritual Neni Uran kapan dilaksanakan upacara Neni Uran, serta sarana dan prasana
yang perlu disiapkan seperti: babi jantan yang belum di kebiri, sirih pinang, kelapa muda, lilin,
tembakau, moke dan barang peninggalan leluhur seperti: mangkok, tempayan, piring, gayung
moke dan pantangan-pantangan bagi warga suku. (wawancara dengan bapak: Stefanus tanggal
15 agustus 2019).
Data di atas menggambarkan bahwa pada masyarakat Desa Tana Duen, masih hidup
sistim pemerintahan tradisional yang dikenal dengan Dua Moan Watu Pitu yang artinya tujuh
batu yang menopang satu batu. Dua Moan Watu Pitu terdiri dari tujuh badan yaitu: Tana Puan,
Koko Kek, Wara Wolon, Maget, Gajon, Watu Klong Dan Hoban Wewet. Ketujuh badan ini
mempunyai tugas masing-masing. Tugas dari ketujuh suku ini adalah sebagai berikut : Tana
10
Puan (tuan Tanah) adalah penghuni awal kampung, yang bertugas mengatur pengarapan tanah
pertanian,juga sebagai hakim atau ketua dalam urusan tanah, Tana Puan juga sebagai pemangku
adat yang menangani adat budaya setempat yang mengatur semua suku atau koordinir seluruh
suku, Sehubungan dengan ritual Neni Uran ini yang mempunyai tugas untuk memimpin
upacaranya adalah suku Tana Puan, adapun suku Koko Kek, yang bertugas sebagai urusan
dalam bidang peternakan, suku Wara Wolon, suku ini mempunyai tugas sebagai berikut, yaitu
mengawasi upacara kurban yaitu mengurusi religi dari warga suku sesuai dengan bakat dan
kemampuannya didalan menyelidiki hal-hal gaib. Oleh sebab itu mereka dijuluki sebagai
lembaga pertahanan dan keamanan masyarakat Desa. Berikutnya suku Maget, suku ini
mendapat tanggung jawab adat sebagai penata dan penjaga segala aturan yang sudah ditetapkan
dalam masyarakat Tana Duen. Dengan mengeluarkan perundang-undangan yang tidak tertulis
tetapi tetap diakui dan di taati oleh warganya. Berikutnya adala suku Gajon, jabatan yang
diemban oleh suku Gajon dalam urusan adat misalnya perjamuan dalam upacara berladang atau
perjamuan besar lainnya. Hoban Wewet, mempunyai kedudukan dalam masyarakat sebagai
pembawa makanan yang akan dipersembahkan atau bahan korban sesajian dalam saat upacara.
adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang dibiasakan dengan belajar, beserta
keseluruhan dari hasil budi dan pekertinya. Nilai-nilai tradisional sebagai warisan sejarah
diperlukan dalam rangka penumbuhan identitas diri (jati diri) masyarakat lokal ketika
menghadapi berbagai tantangan jaman, baik di masa kini maupun yang akan datang. Nilai-nilai
tradisi adalah warisan sejarah yang berupa warisan nilai-nilai sosial budaya sebagai jati diri
masyarakat. (Herimanto, 2008: 25). Ada hal penting yang perlu dicerna secara mendalam, yakni
bahwa proses pewarisan nilai-nilai tradisional melalui pendidikan dalam keluarga memiliki
11
tujuan yang melatarbelakangi pewarisan nilai-nilai tradisional masyarakat semata-mata
b. Upacara Inti
Ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tana Duen adalah sebagai bukti
ketaatan masyarakat pada leluhur. Dengan demikian proses pelaksanaan harus mengikuti tata
cara yang diwariskan. Menurut KBBI (2001:959) Upacara ritual adalah sistem atau rangkaian
tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan
dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan.
Bahasa ritual Neni Uran yang digunakan adalah bahasa Sikka. Neni Uran berasal dari
neni berarti minta dan uran yang berarti hujan, jadi Neni Uran merupakan upacara meminta
hujan kepada leluhur dikarenakan cuaca tidak menentu seperti panas panjang, maka warga Desa
Tana Duen melakukan upacara adat agar turun hujan oleh tua-tua adat (dua litin pitu moan leer
walu) yang diwakili oleh tujuh suku yakni Tana Pu’an, Koko Kek, Wara Wolon, Maget, Gajon,
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Stefanus Begu, pada tanggal 15 Agustus
2019 tentang pelaksanaan ritual Neni Uran Pada masyarakat adat Desa Tana Duen Kecamatan
Kangae Kabupaten Sikka yaitu: pelaksanaan ritual ini berlangsung pada sore hari hingga
keesokan harinya yang berlangsung dari mahe pu’an yang terletak di Kampung Habigete. Di
Kampung Habigete (mahe pu’an) ada tujuh mahe (menhir) yang mewakili tujuh suku yang ada
di Desa Tana Duen. Selain itu juga akan diturunkan piring, mangkok, tempayan dan benda-benda
lain peninggalan leluhur Desa Tana Duen sebagai sarana untuk menghubungkan warga suku
Desa Tana Duen dengan Nitu Noan. Hewan korban yang disembelih adalah babi jantan kamuk.
Hewan korban babi jantan yang belum dikebiri diletakan di hadapan mahe lalu disembelih oleh
12
Tana Puan lalu darah hewan korban di receki pada mahe-mahe pada tujuh suku. Peserta yang
hadir adalah Dua Moan Watu Pitu bersama warga suku suasana hening yang menyelimuti
peserta yang hadir. Sesudah hewan korban dan nasi di masak, hewan korban hanya diambil
hatinya lalu diberikan hati babi dan nasi kepada Tana Puan untuk meletakan sajian pada watu
”Nitu noan ulu higun, miu litinn gi’it ler mangan ba’a lau nitu higun pitu
Lau noan ler walu, ena tei ami deri uran bere wair marak.
Dadi ena tei, ami du’a litin pitu moan ler walu
Hapu watu piong pare mole tewok tua
Na die beli ami wair matan pitu hotak hoar beli emai
Na ba planar ebawo kape ami dunia teman, hibir blit
Nura ner; na wuan ihin ami gea dena menu tain; minu dena blatan kokon”
Terjemahan:
Wahai leluhurku, kamu telah mendahului kami pergi ke alam baka (surga)
Pada hari ini kami datang membawa persembahan kami kepadamu, Sebagai bukti
penghormatan kami kepadamu
Pada hari ini kami semua tua-tua adat datang kepadamu
Untuk meminta: berikanlah, alirkanlah dan pancurkanlah kami tujuh mata air kehidupan
Untuk menghidupkan kami umat manusia di dunia
Agar semua tanaman bisa bertunas dan berbuah
Untuk mengenyangkan perut kami yang lapar
Dan raga kami yang dahaga.
Sesudah meletakan sesajian Dua moan watu pitu bersama warga suku duduk
memngelilinggi watu mahe sambil menyanyi lagu ratapan yang di iringi dengan instrumen dari
tempurung dengan cara memukul mengikuti irama lagu ratapan sebagai berikut:
pagi. Dan selanjutnya Tana Puan mengelilingi mahe sampai tiga kali mulai dari kanan dan Tana
13
Puan bersama warga suku mengunjungi mahe-mahe yang ada di kampung mulai dari kampung
Habigete sampai ke Bolawolon. Dalam perjalanan Tana Puan dan warga suku menyayikan lagu
Prosesi Neni Uran pun dilakukan oleh Tana Puan sebagai pemimpin dan diikuti oleh
warga suku Tana Duen. Ritual tersebut di mulai dari mahe Habigete, mahe kampung Nataloar,
dan Di kampung Blatat Tana Puan dan warga suku mengunjungi kuburan leluhur pengasal suku
Tana Duen, dan selanjutnya mengunjungi mahe kampung Wolon Killing, kemudian menuju
Nuba Nanga Bolawolon. dan disetiap mahe yang di kunjungi Tana Puan memberikan sesajian
(piong) setelah itu Tana Puan memecakan kelapa muda (desak wodon) dengan sorak sorai dan
Tana Puan mengatakan : Ina Lau Igun Pitu Ama Lau Noan Walu, Lau Igun Pitu Lau Noan
Walu, Ami Dapo Miu Mai Ea Wua Taa, Musung Bako, Mole Ea Tinu Lopa Moro Moing Mora
Ami,Diat Beli Ami Uran Dara Maa Tibang, Mole Beli Sai Ami Gua Uma Ihin Tua Dolo, Bihing
Belung Naha Bekar. Artinya Ibu mengandung dan Bapak pengasal yang berada disinggasana
pada tingkat yang ketujuh dan lapis yang kedelapan, kami mengundang dengan penuh horrmat
datang dan makan siri pinang, mengisap rokok serta makan nasi daging, dan minum moke,
singkirkan segala amarah leluhur, berikan kami panas dan hujan seimbang sehingga tanaman di
kebun bertumbuh subur dan menghasilkan buah dan binatang peliharaan kami berkembang biak
dengan baik.
Dalam prosesi tersebut Tana Puan bersama warga suku melanjutkan perjalanan menuju
tempat terakhir yaitu di Nuba Nanga Bolawolon untuk melakukan upacara desak wodon
(memecakan buah kelapa) dan memberikan sesajian pada Nuba Nanga dengan permohonan Neni
14
(terumbu karang sana berlemak seperti daging babi
Dan sedapnya seperti ikan).
Selanjutnya ada dua orang yang ditugaskan oleh Tana Puan untuk masuk pada air laut
lalu melakukan aksinya dengan melontarkan kata-kata makian kepada warga suku yang berada
di daratan, adegan ini berlangsung sampai Tana Puan memberikan isyarat berhenti. Adegan caci
maki ini dimaknai sebagai simbolis kedosaan umat manusia kepada leluhur dan Wujut
Tertinggi. Upacara ini berlangsung di pantai mulai dari batas barat Desa Tana Duen sampai batas
timur Desa.
c. Upacara penutup
Dalam setiap upacara tentunya memiliki tatanan upacaranya masing-masing begitu pun
dengan upacara Neni Uran. Selesai upacara pelaksanaan Neni Uran semua masyarakat yang
hadir dilarang masuk kebun kira-kira 3 hari lamanya sampai hujan datang.
a. Fungsi Religi
Ritual dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tana Duen sebagai bukti ketaatan masyarakat
pada amanat leluhur. Dengan demikian, proses pelaksanaan adat Neni Uran mengikuti tata cara
yang diwariskan oleh leluhur. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Silfester Felix, pada
tanggal 24 Agustus 2019 tentang Fungsi ritual Neni Uran Pada masyarakat Desa Tana Duen
“Ritual dibuat berdasarkan keyakinan dan kebiasaan masyarakat setempat untuk meminta
hujan sebagai pememenuhan kebutuhan hidup, dengan nilai-nilai yang menghidupi masyarakat
setempat sebagai lambang atau simbol kesegaran. Di Desa Tana Duen dari dahulu kala hingga
sekarang mengalami kesulitan air karena tidak memiliki mata air, sehingga dengan keadaan yang
demikian maka masyarakat setempat melakukan upacara Neni Uran. Upacara ini dilakukan oleh
15
Nenek Moyang sejak dahulu kala dan terus dilakukan hingga sekarang oleh generasi penerus.
Tujuan dari upacara ini adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, misalnya jagung, umbi-
Kepercayaan dan ritual mempunyai hubungan yang sangat erat karena ritual merupakan
salah satu bentuk ungkapan dari kepercayaan. Melalui simbol-simbol keagamaan seperti bahasa,
mengungkapkan relasinya dengan Wujud Tertinggi (Raho, 2013:13). Keyakinan akan Wujud
Tertinggi itu terlihat dalam doa-doa, nyayian-nyayian yang disampaikan oleh tetua adat pada
saat ritual minta hujan, yang bertujuan untuk meminta berkat dan perlindungan Tuhan dan
menurunkan hujan agar hasil panen melimpah dan warga Desa Tana Duen tidak mengalami
kelaparan. Gennep (Sumerta,dkk 2013:9) mengatakan bahwa ritual adalah bagian dari tingkah
laku religius yang masih aktif dan bisa diamati seperti pemujaan,nyanyian, doa-doa, tarian-tarian
Hasil wawancara dengan Bapak Yosep Masguwandi, pada tanggal 27 Agustus 2019
tentang fungsi religi Neni Uran pada masyarakat adat Desa Tana Duen Kecamatan Kangae
Kabupaten Sikka seperti: piong wodor pada mahe (sajian pada menir), berupa siri pinang, hati
hewan korban, moke dan nasi untuk leluhur merupakan pewujudan cinta pada leluhur dan ain
deot lero wulan atau Ama Pu agar mengabulkan permohonan warga suku agar uran dara maa
tibang (hujan dan panas seimbang), sehingga tanaman akan bertumbuh subur dan memberikan
buah berlimpah.
Data di atas mengambarkan bahwa sajian yang diberikan oleh tua adat mempunyai fungsi
sebagai wujut cinta pada leluhur, leluhur dalam kepercayaan orang Tana Duen sebagai pelidung
warga suku, sehingga jika warga suku mengalami kesukaran atau kesulitan maka tumpuan
16
harapannya pada leluhur yang akan membantu warga suku, Leluhur diyakini bahwa selalu
menyertai warga suku sehingga dalam praktek budaya warga suku Desa Tana Duen jika
dimanapun mereka berada selalu mengenang akan leluhur seperti waktu makan biasanaya
kebudayaan yang bersifat kompleks adalah religi. Ada empat unsur pokok dari religi seperti (1)
emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia menjalankan kelakuan
keagamaan, (2) sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia,
alam, alam gaib, hidup, dan maut, (3) sistem upacara keagamaan yang bertujuan untuk mencari
hubungan dengan dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan, dan (4) kelompok keagamaan
atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengonsepsikan dan mengaktifkan religi beserta sistem
upacara-upacara keagamaannya.
mengatakan pemberian sesajian pada leluhur pada saat mahe-mahe dikunjungi berupa bako
wua taa, nasi daging, moke dengan permohonan kepada leluhur sebagai berikut: Ina Lau Igun
Pitu Ama Lau Noan Walu, Lau Igun Pitu Lau Noan Walu, Ami Dopo Miu Mai Ea Wua Taa,
Musung Bako, Mole Ea Tinu Lopa Moro Moing Mora Ami,Diat Beli Ami Uran Dara Maa
Tibang, Mole Beli Sai Ami Gua Uma Ihin Tua Dolo, Bihing Belung Naha Bekar. Artinya Ibu
mengandung dan bapak pengasal yang berada disinggasana pada tingkat yang ketujuh dan lapis
yang kedelapan, kami mengundang dengan penuh horrmat datang dan makan siri pinang,
mengisap rokok serta makan nasi daging, dan minum moke, singkirkan segala amarah leluhur,
berikan kami panas dan hujan seimbang sehingga tanaman di kebun bertumbuh subur dan
menghasilkan buah dan binatang peliharaan kami berkembang biak dengan baik.
17
Hasil wawancara dengan bapak Petrus Jairus, tanggal 19 agustus tahun 2019 mengatakan
bahwa dara bae rakang (panas berlebihan) oleh masyarakat Desa Tana Duen dianggap sebagai
kutukan karena ulah manusia didunia oleh karena itu maka manusia yang hidup harus
memulikan kembali dengan ain deot lero wulan dan nitu noan. Piong wodor pada watu mahe
berupa siri pinang, nasi daging dan moke kepada leluhur agar nitu noan lopa moro moing
(leluhur jangan marah) serta memberikan pengampunan kepada manusia yang masih hidup dan
Data di atas mengambarkan bahwa leluhur yang berada disinggasana pada pada tingkat
yang ketujuh dan lapis yang kedelapan diundang untuk hadir makan hasil karya warga suku
berupa siri pinang, nasi daging, moke agar leluhur selalu berada bersama warga suku dan leluhur
jangan berpaling pada warga suku berikan berkat supaya hujan dan panas seimbang agar
memberikan hasil yang berlimpah seperti kerja kebun berhasil dan mengiris tuak serta binatang
Kebudayaan merupakan suatu sistem simbol dan makna (Geertz,1992:20) Lebih mendetail
Geertz mengatakan bahwa mengacu pada pola makna yang diwujudkan dalam simbol yang
diwaris secara turun temurun dan bersifat historis. Kebudayaan yang tradisional membuat
manusia melestarikan kehidupannya di lingkungan tertentu. Dalam hal ini letak fungsi-fungsi
dari kebudayaan tradisional sehingga mempunyai hak yang sama untuk dipelajari dan dihargai,
Hasil wawancara dengan bapak stefanus Tanggal 15 agustus 2019 mengatakan bahwa
pemberian sesajian untuk nitu noan pada watu mahe, berupa siri pinang, nasi daging dan moke
agar mendekatkan diri dengan leluhur sekaligus menaruh harapan agar amarah leluhur berobah
menjadi kedamaian. Panas yang berlebihan dipandang oleh masyarakat Desa Tana Duen sebagai
18
amarah leluhur karena ulah manusia yang tidak bersahabat dengan lingkungan, manusia, leluhur
Data di atas mengambarkan bahwa watu mahe (menhir) diyakini oleh masyarakat Desa
Tana Duen sebagai simbol pengasal leluhur dan kampung halaman leluhur (nitu natar) sehingga
sebagai bentuk penghormatan pada leluhur sajian diberikan pada watu mahe (menhir)
mengindikasikan jalinan komunikasi antara warga suku dan leluhur agar semua bentuk tingka
laku warga suku yang tidak berkenan sesuai dengan amanat leluhur didamaikan sehingga
b. Fungsi Budaya
Budaya senantiasa berkembang dan memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang dianut
oleh warga masyarakat penghuninya atau para anggota pengikutnya. Melalui proses belajar yang
panjang dan berkesinambungan setiap manusia akan menganut suatu nilai yang diperoleh dari
lingkungannya. Nilai-nilai itu diadopsi dan kemudian diimplementasikan dalam suatu bentuk
Manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, karena menjadi manusia tidak
lain adalah merupakan bagian dari hasil kebudayaan itu sendiri. Makhluk budaya adalah
makhluk yang mempuyai kemampuan akal budi yang luar biasa dalam mencipta, membina, dan
mengembangkan budaya dan kebudayaanya. Itulah hakikat manusia sebagai makhluk budaya
atau makhluk berbudaya. Hampir semua tindakan manusia merupakan produk kebudayaan
mengatakan bahwa: peninggalan warisan budaya yang terdapat di Desa Tana Duen salah
satunya adalah ritual Neni Uran menunjukan adanya upaya mempertahankan berbagai tradisi dan
19
nilai-nilai kebudayaan yang ada. Nilai-nilai budaya yang diwariskan leluhur dalam ritual Neni
Uran mengandung ajaran agar manusia yang hidup didunia ini naha jaga nian tana (menjaga
kelestarian lingkungan), nian tana dadi hemu loning ata bian ua tena hemu (dunia ini tercemar
Data di atas menggambarkan bahwa ritual Neni Uran yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Tana Duen merupakan amanat leluhur yang harus dilakukan jika terjadi keretakan
hubungan antara manusia dengan Wujut Tertinggi dan leluhur, keretakan hubungan tersebut
seperti dalam data di atas ulah manusia yang tidak menjaga lingkungan sehingga lingkungan
menjadi tercemar sebagai hukuman dari Tuhan dan leluhur. Dengan demikian ritus Neni Uran
dilakukan untuk mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan Tuhan dan leluhur
sehingga manusia bebas dari malapetaka.
Koentjaraningrat, (2009:144) juga mengatakan kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dengan belajar. Eksistensi kebudayaan di dalam sebuah masyarakat menempati
posisi yang sangat urgen dan merupakan warisan sosial yang hanya dapat diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya dengan cara dipelajari. Oleh karena itu, seluruh unsur
kebudayaan bukan diturunkan secara biologis melainkan melalui proses interaksi. Dengan
demikian, kebudayaan satu daerah dapat tumbuh dan berkembang apabila didukung oleh
masyarakat yang bersangkutan sebagai pemilik kebudayaan. Selain itu proses pewaris budaya
masa lampau dapat diperoleh seseorang dengan cara menyaksikan, dan mempelajari suatu
budaya. Menyaksikan berarti mengandalkan keterlibatan penuh dari individu dalam suatu
upacara, Sedangkan mempelajari berarti melibatkan keaktifan individu untuk mengkaji lebih
jauh tentang segenap budaya yang masih kabur guna menampakan suatu citra budaya yang lebih
20
jelas. Lebih lanjut Blolong, (2012:38) mengatakan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta kebiasaan-
Hasil wawancara dengan baspak Yosep Masguwandi, Tanggal 27 agustus tahun 2019
mengatakan bahwa sai ena hun tana puhun butuk, tana wuan nurak, ata bian teri ei nian tana
naha ua tena li’i litong epan ian nian tana dadi sareng, naruk ei ata dua moan nulun wi tutur
tonen nain, Dara bae rakang uran bae bukung (sejak dunia ini dijadikan manusia yang hidup
arus menjaga ubungan yang harmonis dengan lingkungan hal ini telah diajarkan oleh leluhur.
Data diatas mengambarkan bahwa sejak dunia ini dijadikan diamanatkan oleh leluhur
untuk menjaga keharmonisan dengan alam dan lingkungan sekitarnya sehingga bumi dan segala
isinya akan menjadi kebanggaan Jika gejala alam menunjukan bahwa panas dan hujan tidak
seimbang yang berdampak pada kerusakan lingkungan dipahami secara budaya bahwa telah
terjadi keretakan hubungan dengan sang pencipta. Amanat leluhur jika terjadi demikian maka
secara budaya manusia segera memulihkannya dengan dilakukan ritus Neni Uran sebagai wujut
21