Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL

PERENCANAAN PANGAN DAN GIZI


“SELEBRITI HUNTING”
(SELAMATKAN KELOMPOK RESIKO TINGGI PENCEGAHAN GIZI KURANG DAN
STUNTING)

Dosen Pengampu:
Rahmita Yanti, M.Kes

Disusun Oleh:
KELOMPOK 6

1. ACHMARIANIS 6. FATHIYA AZZAHRA


2. SISKA ANELIA 7. NABILA BILQIS
3. YUNITA OCTARIA 8. NUR AFIFAH LUBIS
4. NOVELA HUSTAMA PUTRI 9. ARDIA REGITA
5. RIZKY MULYANTI 10. VITRIA JAYA LESTARI

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA


PROGRAM STUDI S1 GIZI NON REGULER
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Puji Syukur atas Kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena atas
Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan “Proposal Perencanaan Pangan dan
Gizi”. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih jauh dari kategori sempurna,
oleh karena itu penulis dengan hati dan tangan terbuka mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan tugas yang akan datang.
Kami tentu menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman
kami. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Padang, Juni 2021

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kekurangan gizi (undernutrition) dan stunting merupakan masalah kesehatan

yang serius baik di dunia maupun di Indonesia. Kekurangan gizi diakibatkan oleh

ketidakmampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan zat gizi. Salah satu masalah kekurangan

gizi yang masih terjadi di Indonesia adalah masalah gizi kurang (underweight) dan berat

badan sangat kurang (severely underweight) yang berdampak pada perkembangan fisik

(stunting) maupun mental dimasa yang akan datang. Masalah kurang gizi sering terjadi pada

anak balita atau anak usia dibawah lima tahun yang merupakan kelompok umur paling sering

menderita rawan gizi dan penyakit.

Menurut UNICEF, faktor yang menyebabkan kurang gizi terdiri dari penyebab

langsung, yaitu konsumsi makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak,

sedangkan penyebab tidak langsungnya, yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan

anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

Kurang gizi pada balita akan berdampak pada pertumbuhan fisik maupun mental,

terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, menurunnya kekebalan

tubuh sehingga mudah terkena penyakit infeksi, timbulnya kecacatan dan tingginya angka

kesakitan, serta kematian. Selain itu, jika terjadi gangguan asupan gizi yang bersifat akut akan

menyebabkan anak kurus kering (wasting), dan jika terjadi gangguan asupan gizi yang

bersifat menahun akan menyebabkan anak pendek (stunting).

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan

yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi

3
badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari

WHO.

Pada tahun 2017 prevalensi stunting sebesar 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di

dunia mengalami stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan

dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Sementara itu, untuk prevalensi gizi

kurang di dunia pada tahun 2007-2014, sebesar 15,0% dan prevalensi tertinggi secara regional

berada di Asia Tenggara sebesar 26,4%, kemudian disusul oleh Afrika sebesar 26,9%.9

Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018, prevalensi status gizi balita (BB/U) untuk

gizi kurang (underweight) sebesar 13,8 % dan berat badan sangat kurang (severely

underweight) sebesar 3,9 %. Prevalensi status gizi balita (BB/U) yang mengalami gizi kurang

(underweight) dan stunting di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2018 sebesar 17 % dan

39,2%.

Kota Sawahlunto memiliki 4 Kecamatan Wilayah Kerja yaitu Kecamatan Talawi,

Kecamatan Barangin, Kecamatan Silungkang dan Kecamatan Lembah Segar. Kecamatan

Talawi merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak di Kota Sawahlunto dan

memiliki 11 Desa.

Berdasarkan latar belakang ini, kami mengambil kegiatan intervensi yang merupakan

salah satu kegiatan inovasi program gizi yaitu “ SELEBRITI HUNTING (Selamatkan

Kelompok Beresiko Tinggi Pencegahan Gizi Kurang dan Stunting)”. Dimana kegiatan ini

merupakan intervensi dari kelompok balita beresiko tinggi yaitu balita gizi kurang dan

stunting. Kegiatan Inovasi ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Talawi yaitu Desa

Talawi Hilir.

4
1.2 Batasan Masalah

1. Apa saja masalah kesehatan yang ditemukan di Wilayah kerja Puskesmas Talawi?

2. Bagaimana alternatif upaya penyelesaian masalah gizi yang dapat dilaksanakan untuk

mencegah gizi kurang dan stunting di wilayah kerja Puskesmas Talawi?

3. Bagaimana bentuk kegiatan Selebriti Hunting yang dilaksanakan di Desa Talawi Hilir?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Program ini bertujuan untuk mengurangi angka kejadian Gizi Kurang dan Stunting

melalui pelaksanaan kegiatan Penyuluhan Gizi Seimbang/Stunting, Konseling Gizi dan Demo

Masak Menu Seimbang Balita.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui faktor yang menyebabkan terdapatnya balita gizi kurang dan stunting di

wilayah kerja Puskesmas Talawi

2. Mengetahui alternatif upaya penyelesaian masalah yang dapat dilaksanakan untuk

permasalahan utama di wilayah kerja Puskesmas Talawi

3. Meningkatkan pengetahuan ibu balita tentang stunting

4. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang menu seimbang balita

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Puskesmas

Program ini diharapkan dapat membantu Puskesmas Talawi dalam menurunkan angka

kejadian gizi kurang dan stunting di wilayah kerja Puskesmas Talawi

5
1.4.2 Bagi Masyarakat

Program ini diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang gizi kurang dan stunting serta upaya pencegahan gizi kurang dan stunting

terutama pada 1000 hari pertama kehidupan.

1.4.3 Bagi Penulis

Program ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi pembelajaran,

menambah pengetahuan, serta pengalaman penulis dalam upaya pencegahan dan deteksi dini

balita stunting

6
BAB II

TAHAP PERENCANAAN

2.1 ANALISIS SITUASI

2.1.1 Kondisi Geografis Puskesmas Talawi

Gambar 1 : Peta Wilayah Kerja Puskesmas Talawi

Puskesmas Talawi terletak di Kecamatan Talawi dengan luas wilayah kerja 99,39 km2
atau 36,35% dari luas Kota Sawahlunto. Kecamatan Talawi terdiri dari 11 (sebelas) desa yaitu
Desa Talawi Hilie, Talawi Mudik, Bukit Gadang, Batu Tanjung, Kumbayau, Tumpuk Tangah,
Datar Mansiang, Sijantang Koto, Salak, Sikalang, dan Rantih.
Dari Kecamatan Talawi dalam Angka Tahun 2020 didapatkan letak geografis Kecamatan
Talawi, yaitu terletak 100,2°BT dan 0,460LS. Temperatur maksimum Kecamatan Talawi yaitu
330C dan temperatur minimum 220C. Ketinggian dari permukaan laut maksimum Kecamatan
Talawi yaitu 548 meter dan minumumnya118 meter. Kecamatan Talawi juga dilalui oleh
Sungai Batang Ombilin. Batas daerah Puskesmas Talawi di Kecamatan Talawi sebagai
Berikut:

7
Batas wilayah :
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Padang Ganting, Kabupaten
Tanah Datar
2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto
3. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto
4. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten
Sijunjung
Dari 11 desa yang ada di Kecamatan Talawi, tidak ada satu pun desa yang termasuk desa
tertinggal. Sebagian besar desa dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat dan roda dua.
Jarak Puskesmas Talawi dengan pusat kota + 18 Km/+ ½ jam dengan kendaraan.

2.1.2. Kondisi Demografis Puskesmas Talawi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Talawi Tahun 2020 sebagai berikut :
Tabel 3.1. Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Talawi Tahun 2020
JUMLAH
LUAS KEPADATAN
JUMLAH JUMLAH RUMAH RATA2
NO DESA WILAYAH PENDUDUK
DUSUN PENDUDUK TANGGA JIWA/ RT
(KM2) (PER KM2)
(RT)
1 Talawi Hilir 10,21 4 427,9 4.369 1151 3,8

2 Talawi Mudik 8,76 4 326,0 2.856 891 3,2


3 Bukit Gadang 7,74 3 171,8 1.330 430 3,1
4 Batu Tanjung 15,90 4 135,8 2.159 587 3,7
5 Kumbayau 8,36 4 188,4 1.575 513 3,1
6 Tumpuk Tangah 16,32 6 121,8 1.987 658 3,0
7 Datar Mansiang 6,29 2 28,6 180 57 3,2
8 Sijantang Koto 6,40 3 225,8 1.445 358 4,0
9 Salak 6,60 3 215,6 1.423 416 3,4
10 Sikalang 6,59 4 192,1 1.266 548 2,3
11 Rantih 6,22 2 103,2 642 195 3,3
TOTAL 99,39 39 193,5 19.232 5.804 3,3
Sumber data : Kecamatan Talawi Dalam Angka Tahun 2020(BPS)

2.1.3 Data Balita Stunting dan Gizi Kurang di Wilayah kerja Puskesmas Talawi

8
Data tersebut diperoleh dari data e-PPBGM yaitu suatu aplikasi pencatatan dan

pelaporan gizi berbasis masyarakat yang digunakan untuk mencatat data sasaran individu.

Aplikasi ini juga berguna untuk memudahkan dalam deteksi dini pada anak dengan gangguan

gizi.

Tabel 3.2 Data Balita Stunting dan Gizi Kurang di wilayah kerja Puskesmas Talawi
Tahun 2020

No Desa/ Kelurahan TB/U BB/U BB/TB

San Pen Nor Tin Sang Kura Nor Risiko Gizi Gizi Nor Gizi
gat dek mal ggi at ng mal Lebih Buru Kura mal Lebi
Pen Kura k ng h
dek ng
1 Sikalang 1 4 100 0 1 12 91 1 0 7 95 2

2 Rantih 0 4 42 0 1 6 39 0 0 3 40 3

3 Salak 0 8 121 1 0 11 118 1 0 3 127 0

4 Sijantang Koto 0 6 96 0 0 13 86 3 0 8 89 5

5 Talawi Hilir 1 27 368 1 1 40 339 17 0 21 352 24

6 Talawi Mudik 3 16 195 0 0 22 183 9 0 9 182 22

7 Bukik Gadang 0 9 112 0 0 15 102 4 0 7 106 8

8 Batu Tanjung 2 19 150 0 1 19 151 0 0 7 151 13

9 Kumbayau 0 10 126 0 0 9 127 0 0 3 125 8

10 Data Mansiang 0 1 20 0 0 3 16 2 0 2 16 3

11 Tumpuk Tangah 2 11 164 0 2 17 153 5 0 11 162 4

JUMLAH 9 115 1494 2 6 167 1405 42 0 81 1445 92

124 173 81
(7.6%) (10.7%) (5.0%)

Berdasarkan data e-PPBGM bulan Tahun 2020 , didapatkan balita stunting sebanyak

124 orang (7.6%) dari jumlah sasaran dan balita dengan gizi kurang sebanyak 81 orang

(5.0%) dari jumlah sasaran. Jumlah balita stunting paling banyak ditemukan di Desa Talawi

Hilir jika dibandingkan Desa lain di wilayah kerja Puskesmas Talawi.

9
Dari seluruh data tersebut, dapat disimpulkan bahwa masih adanya balita stunting dan

gizi kurang serta belum optimalnya upaya pencegahan serta deteksi dini stunting dan gizi

masih kurang di wilayah kerja Puskesmas Talawi yang disebabkan oleh berbagai faktor.

3.2 . Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan wawancara dengan pemegang

program gizi di Puskesmas Talawi, serta laporan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)

Puskesmas Talawi. Proses ini dilakukan dengan melihat data e-PPBGM Tahun 2020.

Masalah yang diidentifikasi adalah semua permasalahan yang terdapat di wilayah kerja

Puskesmas Talawi. Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di wilayah kerja

Puskesmas Talawi dapat dilihat sebagai pada tabel 4.1

Tabel 3.3. Daftar Permasalahan di Puskesmas Talawi Tahun 2020


No Indikator Kinerja Program Target Pencapaian
Gizi
1. TB/U Sangat Pendek 25% 27%
2. Pendek
3. BB/U Sangat Kurang 4% 0,4 %
4. BB/TB Buruk 4% 0
5. Cakupan D/S Balita 88% 78,8%
6. Cakupan N/D’ 88% 59,1%
7. Cakupan BGM/D < 0,3% 0,5%

3.3. Penentuan Prioritas Masalah

Berdasarkan proses identifikasi masalah, ditemukan sebuah permasalahan utama di

Puskesmas Talawi yang memerlukan penyelesaian. Metode yang kami gunakan untuk

menentukan prioritas masalah adalah metode USG (Urgency, Seriousness, Growth), yaitu

dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dengan menentukan

skala nilai 1-5. Kriteria penggunaan skoring yang digunakan adalah sebagai berikut:

10
a. Urgency (urgensi), yang dilihat dari tersedianya waktu, mendesak, atau tidak

tersedianya waktu jika masalah tersebut diselesaikan

1 = Urgensi masalah sangat rendah

2 = Urgensi masalah rendah

3 = Urgensi masalah sedang

4 = Urgensi masalah tinggi

5 = Urgensi masalah sangat tinggi

b. Seriousness (tingkat keseriusan), yang dilihat dari dampak masalah tersebut atau

akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah tersebut.

1 = Tingkat keseriusan sangat rendah

2 = Tingkat keseriusan rendah

3 = Tingkat keseriusan sedang

4 = Tingkat keseriusan tinggi

5 = Tingkat keseriusan sangat tinggi

c. Growth (perkembangan masalah), yang dilihat dari kemungkinan masalah tersebut

berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin memburuk

jika dibiarkan

1 = Perkembangan masalah sangat rendah

2 = Perkembangan masalah rendah

3 = Perkembangan masalah sedang

4 = Perkembangan masalah tinggi

5 = Perkembangan masalah sangat tinggi

11
Setelah proses identifikasi masalah yang selanjutnya akan disusun berdasarkan

prioritas masalah untuk segera dicari alternatif penyelesaian masalah.

Tabel 3.4 Identifikasi Masalah dengan USG

No. Permasalahan U S G USG


1. Balita Dengan Indikator Status
Gizi TB/U
Sangat Pendek 4 5 4 13
Pendek 4 5 4 13

2. Balita Dengan Indikator Status


Gizi BB/U
Sangat Kurang 2 3 2 7
Kurang 4 4 4 12
Lebih 2 2 3 7
3. Balita Dengan Indikator Status
Gizi BB/TB
Buruk 1 1 1 3
Kurang 2 2 2 6
Lebih 2 2 2 6
4 Cakupan D/S Balita 2 2 2 6
5 Cakupan N/D’ 1 2 1 4
6 Cakupan BGM/D 1 1 1 3

Dari hasil USG pada tabel diatas masalah yang paling tinggi skornya adalah Balita

Stunting. Yang menjadi prioritas masalah yaitu balita stunting.

3.4. Analisis Sebab Masalah

12
Analisis penyebab masalah dari terdapatnya balita stunting dapat dilihat pada tabel 4.3

berikut.

Tabel 3.5. Perumusan Masalah


No. Indikator Perumusan Masalah
1. Manusia  Masih kurangnya pengetahuan ibu balita dan kader tentang
gizi seimbang
 Masih kurangnya kesadaran ibu dan keluarga tentang gizi
seimbang balita
 Masih kurangnya deteksi dini pada balita dan pemantauan
dari kader dan petugas
2. Metode  Metode penyuluhan yang diberikan masih kurang menarik
 Kerjasama dengan lintas sektor dalam penanganan stunting
dan gizi
3. Material  Masih kurangnya material dan media penyuluhan
4. Money  Kondisi ekonomi masih rendah
 Masih terbatasnya anggaran dana
5. Lingkungan Sanitasi buruk dan kurangnya personal hygiene balita

3.5. Diagram Ischikawa

Manusia : Metode :
Kurang pengetahuan ibu serta kader Kurang kerjasama lintas sektor
Kurang kesadaran ibu Metode penyuluhan kurang menarik
Kurang deteksi dini dan pemantauan dari Belum ada program khusus
kader dan petugas kesehatan

BALITA STUNTING,
DAN GIZI KURANG

Material : Dana : Lingkungan :


Kurang material dan media Kondisi ekonomi yang Sanitasi buruk hingga balita
penyuluhan rendah rentan infeksi
Masih terbatasnya
anggaran dana

13
3.7 Alternatif Pemecahan Masalah

Tabel 3.6 Alternatif Pemecahan Masalah

No Permasalahan Alternatif Pemecahan Masalah


1. Masih kurangnya pengetahuan ibu balita dan Memberikan penyuluhan dan konseling
kader tentang gizi seimbang kepada ibu tentang gizi seimbang
2. Masih kurangnya kesadaran ibu dan keluarga Memotivasi ibu dan keluarga dalam
tentang gizi seimbang balita pemenuhan gizi balita
3. Masih kurangnya deteksi dini pada balita dan Melakukan deteksi dini status gizi balita
pemantauan dari kader dan petugas dan pemantauan tumbuh kembang
balita
4. Metode penyuluhan yang diberikan masih Metode penyuluhan yang diberikan
kurang menarik bervariasi dan menggunakan media
yang menarik
5. Kerjasama dengan lintas sektor dalam Menyampaikan kepada lintas sektor
penanganan stunting dan gizi upaya-upaya yang dapat dilakukan
dalam pencegahan stunting dan gizi
kurang dan mendampingi dalam
pelaksanaannya
6. Masih kurangnya material dan media Menyampaikan kepada pihak terkait
penyuluhan dalam pemenuhan material
7. Sanitasi buruk dan kurangnya personal Memberikan penyuluhan dan edukasi
hygiene balita tentang personal hygiene

14
3.8. Rencana Usulan Kegiatan

Tabel 3.7. Rencana Usulan Kegiatan


KEBUTUHA SUMBER
N TARGET PENANGGUNG MITRA WAKTU KEBUTUHAN INDIKATOR
KEGIATAN TUJUAN SASARAN N SUMBER
O SASARAN JAWAB KERJA PELAKSANAAN ANGGARAN KINERJA BIAYA
DAYA

1. Penyuluhan Meningkatkan Ibu Balita 15 orang Kelompok 5 Laptop, Kader 09 Juni 2021 - Meningkatnya Mhs
Gizi pengetahuan PPG infokus, Posyandu pemahaman
Seimbang ibu balita sound ibu tentang
Balita tentang system, balita
stunting dan permateri stunting , dan
gizi seimbang gizi seimbang
balita balita

2. Demo Masak Meningkatkan Ibu balita 15 orang Kelompok 5 Peralatan Kader 09 Juni 2021 Rp. 250.000 Bertambahnya Mhs
Menu Sehat pengetahuan PPG masak, posyandu pengetahuan
Balita ibu tentang bahan ibu balita
menu sehat makanan, tentang
dan seimbang alat hidang pengolahan
balita dan menu
sehat dan
seimbang
balita

44
3.8. Tinjauan Pustaka

3.8.1 Balita

Anak balita atau anak bawah lima tahun adalah anak yang telah menginjak usia

diatas satu tahun atau yang biasa disebut dengan anak usia di bawah lima tahun atau bisa

juga digunakan dengan perhitungan bulan yaitu usia 12-59 bulan (Kemenkes RI, 2015a).

Usia balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita rawan gizi dan

penyakit (Dahlia, 2012). Selain itu, pada usia ini dianggap sebagai tahapan

perkembangan anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit, termasuk

penyakit yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan asupan nutrisi jenis tertentu

(Kemenkes RI, 2015a). Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa pada masa balita

merupakan masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, sehingga anak

balita belum dapat mengurus dirinya sendiri termasuk dalam memilih makanan dan

memiliki perhatian yang berkurang jika mempunyai adik atau ibunya sudah bekerja.

3.8.2 Masalah Gizi

3.8.2.1 Kurang Gizi pada Balita

Kekurangan gizi adalah ketidakmampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan zat

gizi sehingga dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental (CORE, 2003). Gizi kurang

(underweight) dan berat badan sangat kurang (severely underweight) merupakan salah

satu masalah dari kekurangan gizi.

Menurut UNICEF (1998), faktor yang menyebabkan kurang gizi terdiri dari

beberapa tahap yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan akar masalah.

Penyebab langsung dari kurang gizi yaitu konsumsi makanan dan penyakit infeksi yang

mungkin diderita. Penyebab kurang gizi tidak hanya disebabkan oleh asupan makanan

yang kurang, tetapi juga disebabkan karena penyakit infeksi. Salah satu contohnya adalah
anak yang mendapatkan makanan yang cukup baik tetapi sering sakit seperti diare atau

demam dapat menderita kurang gizi, sedangkan anak yang mendapatkan makanan tidak

cukup baik dapat menyebabkan daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah sehingga

mudah terserang penyakit infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan yang akhirnya

dapat menyebabkan kurang gizi.

Adapun penyebab tidak langsung dari kurang gizi yaitu ketahanan pangan di

keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

Faktor penyebab tidak langsung ini sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan,

pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Akar masalah dari penyebab kurang gizi pada

balita, yaitu faktor ekonomi.

Kurang gizi pada balita akan berdampak pada pertumbuhan fisik maupun

mental, gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, menurunnya kekebalan

tubuh sehingga mudah terkena penyakit infeksi, menghambat prestasi belajar, timbulnya

kecacatan dan tingginya angka kesakitan, serta kematian (Ali, 2006; Mamhidira, 2006;

dalam Rahim, 2014, Pahlevi, 2014, dan Adisasmito, 2007). Kurang gizi juga

menyebabkan balita akan bertumbuh pendek dan mengalami pertumbuhan dan

perkembangan otak yang akan berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan.

3.8.2.2 Gizi Kurang (Underweight) pada Balita

Gizi kurang (underweight) pada balita atau sering disebut dengan Gizi kurang

Tenaga dan Protein (GTP) atau disebut Kurang Kalori Protein (KKP) atau Kurang Energi

Protein (KEP). Gizi kurang (underweight) pada balita akan menyebabkan pertumbuhan

terhambat karena kurangnya zat sumber tenaga dan kurang protein (zat pembangun) yang

diperoleh dari makanan anak. Tenaga dan zat pembangun diperlukan oleh tubuh untuk

membangun pertumbuhan badan.


Balita gizi kurang adalah balita dengan status gizi kurang (underweight) yang

berdasarkan indikator BB/U dengan nilai z-score -2 SD sampai dengan <-3 SD

(Kemenkes RI, 2011b). Status gizi kurang (underweight) balita merupakan keadaan gizi

pada balita dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit daripada energi yang

dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit

daripada anjuran kebutuhan individu dan bisa terjadi karena balita mengalami

kekurangan salah satu zat gizi atau lebih didalam tubuh (Almatsier, 2010).

3.8.2.3 Berat Badan Sangat Kurang (severely underweight) pada Balita

Berat badan sangat kurang (severely underweight) adalah bentuk terparah (akut)

dari proses terjadinya kekurangan gizi yang merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat

yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari

yang terjadi dalam waktu yang cukup lama (Adisasmito, 2007). Berat badan sangat

kurang (severely underweight) juga dikenal sebagai Kurang Energi Protein (KEP) berat.

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi kurang (underweight)

yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan

protein serta karena adanya gangguan kesehatan (Ferawati, 2014 dan Ulfani, dkk 2011).

Menurut Andarina and Sri (2006), Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh

kurangnya masukan energi dan protein dalam waktu yang cukup lama.

Penyebab berat badan sangat kurang (severely underweight) pada balita adalah

tidak cukup mendapatkan makanan yang bergizi seimbang, tidak mendapatkan asuhan

gizi yang memadai, dan anak mungkin menderita penyakit infeksi. Anak yang mengalami

berat badan sangat kurang (severely underweight) akan mengalami penurunan daya tahan

tubuh sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi.

Dampak yang ditimbulkan dari ketidakseimbangan asupan zat gizi pada balita
adalah Kurang Energi Protein (KEP) yang mengakibatkan terganggunya pertumbuhan

dan perkembangan balita, rentan terhadap penyakit infeksi, rendahnya tingkat kecerdasan

anak.

3.8.3 Stunting
Stunting merupakan kekurangan gizi kronis akibat kekurangan asupan zat gizi

dalam waktu yang lama, biasanya diikuti dengan frekuensi sering sakit, yang

disebabkan oleh berbagai faktor seperti kurangnya pengasuhan, penggunaan air yang

tidak bersih, lingkungan yang tidak sehat, terbatasnya akses terhadap pangan dan

kemiskinan. Stunting terkait erat dengan gangguan perkembangan kognitif dan

produktivitas. Pada saat dewasa seringkali mengalami keterbatasan fisik, mudah

terserang penyakit menular dan tidak menular serta rendahnya kemampuan kognitif

yang menyebabkan hilangnya kesempatan kerja. Semua hal tersebut bersama-sama

meminimalkan potensi penghasilan seumur hidupnya.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/ 2010

tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan

sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut

Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan

istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting)

dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu

dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Balita pendek

adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut

umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth

Reference Study) tahun 2005, nilai z- scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan

sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD.


Klasifikasi status gizi berdasarkan Tinggi Badan/Umur menurut Riset Kesehatan

Dasar tahun 2013:

1. Sangat pendek : Zscore <-3,0

2. Pendek : Zscore ≥-3,0 s/d Zscore<-2,0

3. Normal : Zscore ≥-2,0

Indikator status gizi berdasarkan indeks Tinggi Badan/Umur memberikan

indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang

berlangsung lama. Misalnya; kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan asupan

makanan kurang dalam jangka waktu yang lama sejak usia bayi sehingga

mengakibatkan anak menjadi pendek.

Dampak Stunting
Secara umum, dampak dari stunting dibagi menjadi dua yaitu :

A. Dampak jangka pendek


Stunting (tubuh yang pendek) menggambarkan keadaan gizi kurang yang sudah

berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta pulih kembali.

Sejumlah besar penelitian crrossectional memperlihatkan keterkaitan antara stunting

atau berat badan kurang yang sedang atau berat, perkembangan motorik dan mental

yang buruk dalam usia kanak-kanak dini, serta prestasi kognitif dan prestasi sekolah

yang buruk dalam usia kanak-kanak lanjut. Anak-anak dengan malnutrisi berat yang

dirawat dirumah sakit akan memperlihatkan perubahan perilaku yang nyata dalam tahap

akut. Anak-anak tersebut tampak lebih apatis dan tidak begitu aktif tetapi menjadi rewel

ketika terganggu. Anak anak yang bertubuh pendek memperlihatkan perilaku yang

berubah. Pada anak-anak kecil, perilaku ini meliputi kerewelan serta frekuensi

menangis yang meningkat, tingkat aktivitas yang lebih rendah, jumlah dan antusiasme
untuk bermain dan mengeksplorasi lingkungan yang lebih kecil, berkomunikasi lebih

jarang, afek (ekspresi) yang tidak begitu gembira, serta cenderung untuk berada didekat

ibu serta menjadi lebih apatis.

B. Dampak jangka panjang


Anak-anak yang bertubuh pendek (stunted) pada usia kanak-kanak dini terus

menunjukkan kemampuan yang lebih buruk dalam fungsi kognitif yang beragam dan

prestasi sekolah yang lebih buruk jika dibandingkan dengan anak- anak yang bertubuh

normal hingga usia 12 tahun. Mereka juga memiliki permasalahan perilaku, lebih

terhambat dan kurang perhatian serta lebih menunjukkan gangguan tingkah laku

(conduct disorder). Beberapa penelitian menemukan keterkaitan antara pertumbuhan

tinggi badan dan perubahan perkembangan dalam usia 3 tahun pertama.

Faktor-Faktor Penyebab Stunting10


a. Panjang Badan Lahir
Panjang lahir bayi menggambarkan pertumbuhan linier bayi selama dalam

kandungan. Ukuran linier yang rendah biasanya menunjukkan keadaan gizi yang

kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita waktu lampau atau saat

didalam kandungan. Panjang lahir bayi akan berdampak pada pertumbuhan selanjutnya,

hasil penelitian didapatkan bahwa panjang badan lahir rendah adalah merupakan salah

satu faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan

Bayi yang dilahirkan diukur secara antropometri yaitu, berat lahir dan panjang

lahir, semakin siap dan matang kondisi ibu saat hamil maka akan semakin baik dan

berkualitas bayi yang dilahirkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan

kelahiran adalah (1) usia, normalnya wanita berusia antara > 20 tahun atau < 35 tahun

saat menjalani kehamilan; (2) status gizi; (3) pendidikan;

(4) penyakit yang diderita ibu saat hamil; (5) jarak kelahiran dan (6) kebiasaan ibu yang
dapat mempengaruhi janin, seperti merokok dan minum minuman beralkohol

b. Berat Badan Lahir


Berat badan merupakan ukuran antropometri yang paling penting dan sering

digunakan saat bayi baru lahir. Pengukuran berat badan bayi harus dilakukan pada satu

jam pertama kelahiran bayi. Hal ini dilaksanakan untuk mendapatkan berat bayi lahir

yang akurat sebelum terjadinya penurunan berat badan setelah lahir yang signifikan

pada bayi baru lahir. Berat badan lahir menurut Kementerian Kesehatan dalam buku

Riset Kesehatan Dasar (2013) dikelompokkan menjadi tiga, yaitu <2500 gram (Berat

Badan Lahir Rendah), 2500-3999 gram dan ≥4000 gram

Berat badan lahir merupakan prediktor yang kuat untuk penentuan ukuran tubuh

anak dikemudian hari. Hal ini dikarenakan bayi yang mengalami Intra Uterine Growth

Retardation (IUGR) sulit mengejar pertumbuhan normal saat kanak-kanak. Anak yang

lahir dengan berat badan lahir rendah akan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan

dan perkembangan. Anak yang terlahir dengan berat lahir rendah cenderung memiliki

status gizi kurang salah satunya adalah status gizi pendek atau stunting

c. Riwayat penyakit infeksi


Penyakit infeksi adalah penyakit yang dapat menular dari satu individu ke

individu lainnya. Jika dalam satu keluarga menderita penyakit infeksi maka berisiko

menular ke anggota keluarga yang lain. Penyakit infeksi yang diderita oleh anak dapat

berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak salah satunya yaitu

pertambahan berat badan dan pada akhirnya mempengaruhi status gizi anak. Penyakit

infeksi adalah salah satu faktor risiko kurang gizi pada anak. Penyakit infeksi yang

sering diderita seperti batuk, pilek, penyakit kulit dan tanda- tanda klinis kurang gizi.

Balita akan lebih cepat kehilangan energi saat menderita penyakit infeksi dan sebagai

reaksi pertamanya yaitu penurunan nafsu makan yang berdampak pada penolakan
makanan yang diberikan pada balita. Penolakan makanan ini menjadi penyebab

berkurangnya pemasukan zat gizi dalam tubuh anak

d. Usia Ibu Saat Hamil


Umur saat ibu hamil salah satu hal penting yang dapat mempengaruhi kondisi

kesiapan rahim dan penunjang lainnya. Seorang ibu yang ingin memiliki anak atau

hamil sebaiknya antara umu 20-35 tahun, karena pada umur ini merupakan masa yang

aman untuk hamil. Rahim dan penunjang lainnya telah siap untuk menerima kehamilan

dan telah siap untuk menjadi seorang ibu pada usia 20 tahun

e. Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian stunting

pada anak. Anak dengan status gizi yang baik dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu

mengenai praktik kesehatan dan gizi anak. Pendidikan ibu merupakan salah satu

penentu kejadian stunting di Indonesia

Peran ibu sangat penting dalam menjaga status gizi balita. Pendidikan ibu

memiliki hubungan bermakna dengan satus gizi anak. Orang tua yang memiliki

pendidikan yang baik maka akan paham dan mengerti bagaimana mengasuh anak

dengan baik, menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan dengan baik dan menjaga

kebersihan lingkungan

f. Jumlah anggota keluarga


Jumlah anggota rumah tangga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap

kejadian stunting pada anak balita. Besarnya keluarga merupakan faktor yang paling

berisiko tinggi terhadap kejadian stunting dibandingkan dengan faktor sosiodemografi

lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena, sebuah keluarga

membutuhkan kemampuan ataupun biaya yang lebih dalam hal pemenuhan kebutuhan

pangan untuk jumlah anggota keluarga yang banyak. Keluarga yang memiliki jumlah
anggota keluarga yang lebih banyak cenderung mengalami kekurangan ketersedian

bahan pangan dibandingkan dengan anggota keluarga yang cukup. Rumah tangga yang

memiliki jumlah anggota banyak lebih berisiko memiliki anak yang kekurangan gizi

dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki jumlah anggota cukup.

Bertambahnya jumlah anggota keluarga menyebabkan kebutuhan pangan untuk

setiap anak tidak tercukupi dengan baik dan distribusi makanan tidak merata sehingga

balita dalam keluarga tersebut mengalami kekurangan gizi. Namun, hasil penelitian

Amin dan Julia (2014) menunjukkan nilai yang berbeda, dimana tidak terdapat

hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian stunting pada anak (p<0,05).

Pada umumnya, keluarga denga anggota keluarga yang banyak menhabiskan lebih

banyak biaya untuk kebutuhan pangan dan keterbatasan dalam penyediaan makanan

yang bergizi seimbang.

g. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran adalah kurun waktu dalam tahun antara kelahiran terakhir

dengan kelahiran sekarang. Ibu membutuhkan waktu untuk pulih dengan sempurna dari

kondisi setelah melahirkan sehingga membutuhkan waktu yang cukup, saat ibu sudah

merasa nyaman dengan kondisinya maka ibu akan menciptakan pola asuh yang baik

bagi anaknya. Jarak kelahiran <2 tahun berpengaruh terhadap bayi yang dilahirkan

dibandingkan dengan jarak kelahiran

>2 tahun. jarak kelahiran yang dekat akan berpengaruh pada status gizi dalam keluarga

dikarenakan kesulitan mengurus anak dan kurang menciptakan suasana tenang di

rumah.

h. Tinggi Badan Ibu

Anak yang lahir dari ibu yang memiliki tinggi badan rendah lebih berpeluang
mengalami status gizi pendek yaitu stunting. Tinggi badan anak dipengaruhi oleh faktor

ibu yaitu tinggi badan. Penelitian di mesir menyatakan bahwa anak yang terlahir dari

ibu yang memiliki tinggi kurang dari 150 berisiko

untuk tumbuh stunting. Namun, banyak faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi

stunting pada anak terutama interaksi antara genetik dan faktor lingkungan.14

Tinggi ibu merupakan hasil dari interaksi kompleks antara faktor genetik dan

faktor lingkungan di kehidupannya terdahulu dan merupakan faktor penting yang

berkontribusi terhadap tinggi badan anak. Ibu dengan tinggi badan yang lebih pendek

cenderung untuk memiliki anak yang stunting. Ibu yang memiliki tinggi badan yang

rendah atau cenderung pendek berisiko 2 kali lebih besar memiliki anak stunting dari

pada ibu yang memiliki tinggi badan normal.

3.8.4 Kartu Menuju Sehat (KMS)

Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi balita merupakan kartu yang memuat kurva

pertumbuhan normal anak yang didasarkan pada indeks antropometri berat badan

menurut umur yang dibedakan berdasakan jenis kelamin. Kartu Menuju Sehat (KMS) ini

digunakan untuk mencatat berat badan, memantau pertumbuhan balita setiap bulan dan

sebagai media penyuluhan gizi dan kesehatan, serta digunakan juga sebagai instrumen

utama dalam kegiatan pemantauan pertumbuhan (Menkes RI, 2010).

Kegiatan pemantauan pertumbuhan adalah serangkaian kegiatan yang meliputi

penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui penimbangan setiap bulan, pengisian

Kartu Menuju Sehat (KMS), menentukan status pertumbuhan berdasarkan kenaikan berat

badan, dan menindaklanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan. Tindak lanjut dari hasil

pemantauan pertumbuhan dapat berupa konseling, pemberian makanan tambahan,

pemberian suplementasi gizi dan rujukan (Menkes RI, 2010).


Menurut Menkes RI (2010), fungsi utama Kartu Menuju Sehat (KMS) ada tiga,

yaitu sebagai alat untuk pemantauan pertumbuhan anak, sebagai catatan pelayanan

kesehatan anak, dan sebagai alat edukasi. Kegunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) ada

tiga, yaitu:

a. Bagi orang tua balita yaitu Kartu Menuju Sehat (KMS) digunakan agar

orang tua dapat mengetahui status pertumbuhan anaknya.

b. Bagi kader yaitu Kartu Menuju Sehat (KMS) digunakan untuk mencatat

berat badan anak dan pemberian kapsul vitamin A serta menilai hasil

penimbangan. Bila berat badan anak tidak naik satu kali, kader dapat

memberikan penyuluhan mengenai asuhan dan pemberian makanan anak.

Bila berat badan anak tidak naik dua kali atau berat badan berada di bawah

garis merah, maka kader perlu merujuk anak ke petugas kesehatan agar

anak mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.

c. Bagi petugas kesehatan yaitu Kartu Menuju Sehat (KMS) digunakan untuk

mengetahui jenis pelayanan kesehatan yang telah diterima anak seperti

imunisasi dan kapsul vitamin A, sebagai alat edukasi kepada orang tua

balita tentang pertumbuhan anak, manfaat imunisasi, dan pemberian kapsul

vitamin A, cara pemberian makan, pentingnya ASI eksklusif dan

pengasuhan anak
BAB III

TAHAP PELAKSANAAN

4.1. Plan (Tahap Persiapan)

Pada tahap persiapan ini, dilakukan wawancara dan tinjauan terhadap laporan

Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) kepada pemegang program untuk mengidentifikasi

permasalahan yang terdapat di Puskesmas. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 04 Juni

2021. Dari hasil tinjauan dan diskusi dengan Kepala Puskesmas dan pemegang program

Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), didapatkan salah satu prioritas masalah adalah masih

adanya balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Talawi sebanyak 124 orang (7,6 %) dari

jumlah sasaran.

Kemudian dilakukan analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi adanya balita

stunting di wilayah kerja Puskesmas Talawi. Lalu dilakukan diskusi dengan Kelompok

Perencanaan Pangan dan Gizi guna membahas rencana kegiatan yang akan dilaksanakan

sebagai upaya intervensi dalam masalah gizi yang didapatkan di Wilayah Kerja Puskesmas

Talawi Kota Sawahlunto.

Pelaksanaan kegiatan intervensi yang dilakukan merupakan salah satu kegiatan inovasi

yaitu Selebriti Hunting “Selamatkan Kelompok Beresiko Tinggi Pencegahan Stunting” di

Puskesmas Talawi dengan melaksanakan penyuluhan tentang gizi seimbang balita, konseling

balita dan demo masak menu sehat balita di Desa kumbayau Kecamatan Talawi.
4.2. Do (Tahap Pelaksanaan)

4.2.1. Penyuluhan Gizi Seimbang Balita

Kegiatan Penyuluhan Gizi Seimbang Balita diawali dengan persiapan materi terlebih

dahulu oleh kelompok. Materi didiskusikan bersama dan ditentukan waktu pelaksanaan

kegiatan yaitu pada hari Rabu tanggal 09 Juni 2021.

4.2.2. Demo Masak Menu Sehat Balita

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan ibu balita tentang cara pengolahan dan

menu sehat dan seimbang untuk balita maka salah satu bentuk kegiatan dilakukan demo

masak di Desa di Kumbayau. Dengan harapan setelah pelaksanaan demo masak ini, maka ibu

balita dapat memahami dan mempraktekkan di rumah sehingga kecukupan gizi balita dapat

terpenuhi.

4..3. Check (Tahap Evaluasi)

Evaluasi dapat dilakukan dengan melakukan pemantauan kenaikan Berat Badan Balita

setiap bulan di Posyandu.

4.4. Action (Rencana Berkelanjutan)

4.4.1. Adanya Pemantauan Tumbuh Kembang Balita oleh Kader dan Puskesmas
Salah satu tujuan pelaksanaan kegiatan Penyuluhan Gizi Seimbang Balita adalah

meningkatkan pengetahuan Ibu Balita dalam memenuhi kecukupan gizi balita sehingga

tumbuh kembang balita dapat berjalan sesuai umurnya. Dengan harapan berkurangnya balita

dengan stunting dan gizi kurang. Kader dapat melakukan pemantauan tumbuh kembang balita

di Posyandu sehingga perkembangan tumbuh kembang balita dengan pembinaan dari

Puskesmas.

4.4.2 Demo Masak dapat dilaksanakan pada Posyandu Lainnya

Salah satu kegiatan Pos Gizi salah satunya adalah Demo Memasak, kegiatan demo

memasak bertujuan meningkatkan pemahaman Ibu Balita tentang Pengolahan dan Menu

Seimbang bagi Balita sehingga dalam mencukupi kebutuhan balita ibu sudah dapat

mempraktekkannya. Kegiatan ini diharapkan dapat dilaksanakan di Posyandu lain yang ada di

Kecamatan Talawi.

4.5 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

No. Kegiatan Mg I Mg Keterangan

II
1. Pengumpulan data primer dan sekunder 02 Juni 2021
2. Penetapan kegiatan inovasi dan program 03 Juni 2021

kegiatan
3. Penetapan jadwal kegiatan dan penanggung 05 juni 2021

jawab kegiatan, sarana dan prasarana yang

dibutuhkan
4. Persiapan pelaksanaan kegiatan 08 Juni 2021
5. Pelaksanaan kegiatan 09 Juni 2021

4.6 Susunan Tim Pelaksana Kegiatan


Adapun susunan tim pelaksana kegiatan yang bertanggung jawab dalam masing-

masing kegiatan adalah sebagai berikut :

No. Jabatan/Penanggung Jawab Nama Mahasiswa


1. Ketua Pelaksana Achmarianis
2. Bendahara Siska Anelia
3. Koordinator Penyuluhan Gizi dan Yunita Octaria

Stunting
Anggota Rizki Mulyanti
Ardia Regita
4. Koordinator Demo Masak Menu Siska Anelia

Seimbang
Anggota Nabila Bilqis
Fatthiya Azzahra
5. Koordinator Konseling Gizi/SDIDTK Novela Hustama Putri
Anggota Vitria Jaya Lestari
Nur Afifah Lubis

4.7 Rincian Biaya Pelaksanaan Kegiatan

No. Rincian Belanja Jumlah (Rp)


1. Bahan Masakan : Rp. 250.000,-
Ikan, kentang, minyak, tahu, telur, tepung roti,
jagung, bumbu, gas dll
2. Makan minum Peserta/Panitia
Snack : 50 orang x 6.000 Rp. 300.000
Makan : 20 orang x 15.000 Rp. 300.000
3. Doorprize Balita Rp. 100.000
4. Kebersihan Tempat Rp. 150.000
TOTAL Rp. 1.100.000,-

BAB IV

HASIL DAN EVALUASI


5.1 Persiapan Pelaksanaan Kegiatan
Sebelum pelaksanaan kegiatan, kelompok melakukan diskusi terlebih dahulu
tentang perencanaan kegiatan yang akan dilakukan untuk Praktek Lapangan
Perencanaan Pangan dan Gizi melalui zoom meeting karena lokasi yang berjauhan.

5.2 Pelaksanaan Kegiatan


a. Hari/Tanggal Kegiatan : Rabu/ 09 Juni 2021
b. Tempat : Posyandu Desa Talawi Hilir
c. Waktu : 09.00 Wib s/d selesai
d. Sasaran yang hadir : 30 sasaran
e. Kegiatan Penyuluhan Gizi Seimbang dan Stunting

f. Kegiatan Demo Masak Menu Seimbang Balita


Menu : Nasi Putih + Nugget Ikan Kentang + Sayur Daun Kelor Jagung + Tahu
Fantasi + Buah Semangka

g. Dokumentasi Bersama Sasaran


h. Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan pada kegiatan posyandu yaitu dengan

melihat kenaikan berat badan balita dan hasil e-PPGBM pada bulan berikutnya.

Pelaksanaan kegiatan SELEBRITI HUNTING berjalan dengan baik dan lancar.

Peserta baik balita dan ibu balita yang hadir tampak sangat antusias dan memiliki

respon positif yang dapat dilihat dari feedback yang diberikan. Selain itu,

pengetahuan ibu mengenai perilaku kesehatan dan menu seimbang juga bertambah

dengan adanya pemberian materi tentang gizi seimbang dan menu seimbang balita

serta tentang stunting. Selain itu juga diberikan doorproze kepada balita yang hadir

yang menambah antusias balita dan ibu balita.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data e-PPBGM bulan Tahun 2020 , didapatkan balita stunting

sebanyak 124 orang (7.6%) dari jumlah sasaran dan balita dengan gizi kurang

sebanyak 81 orang (5.0%) dari jumlah sasaran. Jumlah balita stunting paling banyak

ditemukan di Desa Talawi Hilir jika dibandingkan Desa lain di wilayah kerja

Puskesmas Talawi.

Berdasarkan proses identifikasi masalah, ditemukan sebuah permasalahan

utama di Puskesmas Talawi yang memerlukan penyelesaian. Metode yang kami

gunakan untuk menentukan prioritas masalah adalah metode USG (Urgency,

Seriousness, Growth), yaitu dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan

perkembangan isu dengan menentukan skala nilai 1-5.

B. Saran

 Kepada Dinas Kesehatan Kota Sawahlunto

Memberikan dukungan untuk setiap kegiatan yang diadakan oleh Puskesmas

Talawi dalam rangka pencegahan dan penatalaksanaan balita stunting dan gizi kurang

di wilayah kerja Puskesmas Talawi.

 Kepada Puskesmas Talawi

Mengadakan pembinaan (refreshing kader) minimal 1 kali 3 bulan oleh pihak

Puskesmas Talawi untuk para kader di setiap kelurahan dalam upaya meningkatkan
ilmu pengetahuan dan terkait dengan permasalahan yang ada disekitar wilayah kerja

Puskesmas Talawi.

Melaksanakan kegiatan lanjutan berupa penyuluhan dan Praktek Makan Balita dan

Anak (PMBA) dikhususkan untuk balita stunting dan kurang gizi.

Diharapkan juga dilaksanakan kelas Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

khusu untuk balita stunting dengan gizi normal.

 Kepada Lintas Sektor

Memberikan dukungan untuk setiap kegiatan yang diadakan oleh Puskesmas

Talawi seperti evaluasi kegiatan posyandu perbulan serta evaluasi pertumbuhn dan

perkembangan anak yang bisa dipantau dari Kartu Menuju Sehat (KMS), pemberian

bantuan sumber makanan tambahan kepada balita dengan gangguan gizi untuk

meningkatkan status gizi balita serta membuat toga yang didalamnya terdapat daun

kelor untuk mencegah kejadian stunting pada balita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Balitbangkes. 2018.  Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS.  SUMBAR:


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
2. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Kemenkes RI
no195/MENKES/SK/XII/2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak.Jakarta .2011.
3. Kusharisupeni. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, FKM UI. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2008
4. Laporan Tahunan Puskesmas Talawi Tahun 2020.
5. Perencanaan Tingkat Puskesmas Talawi Tahun 2020.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2016 tentang Manajemen
Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai