Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEBIJAKAN PUBLIK BERBASIS KESEHATAN KELAUTAN

KELOMPOK 1

TENTANG

KEBIJAKAN KESEHATAN IBU, BAYI, DAN BALITA WILAYAH PESISIR


DI NUSA TENGGARA TIMUR

ANGGOTA KELOMPOK
Eiren Dakdakur 18111101004
Julianto Ari Ulungan 18111101013
Naftaliana Kembuan 18111101014
Ihsan F. Baneney 18111101022
Intan S. Kairupan 18111101030
Gloria Karinda 18111101175

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab karena limpahan
rahmat serta anugerah dari-Nya penulis mampu untuk menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Kebijakan Publik Berbasis Kesehatan Kelautan” ini dengan tepat waktu.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan tugas mata kuliah
Kebijakan Publik Berbasis Kesehatan Kelautan. Pada makalah ini akan dibahas mulai dari
Gambaran Umum Lokasi, Masalah yang berkaitan dengan kebijakan kesehatan ibu, bayi dan
balita di wilayah pesisir, Data-data yang menunjang permasalahannya, Kebijakan-kebijakan
terkait dan Analisis Kebijakan Terkait. Selanjutnya dengan rendah hati penulis meminta kritik
dan saran dari pembaca untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat penulis revisi kembali,
karena penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Penulis ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu penulis selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya
makalah ini.
Demikianlah yang dapat penulis haturkan, penulis berharap supaya makalah yang telah
dibuat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

Manado, September 2020

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Lokasi


2.2 Masalah yang Berkaitan Dengan Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita
2.3 Data-Data yang Menunjang Permasalahan
2.4 Kebijakan yang Terkait Dengan Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita
2.5 Analisis Kebijakan yang Terkait Dengan Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak telah menjadi prioritas dari pemerintah Indonesia.
Hal ini dikarenakan hingga saat ini Indonesia masih dihadapkan pada tingginya Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Pada Tahun 2015 tercatat Indonesia memiliki AKI
305 per 100.000 KH dan AKB 27 per 1000 KH, angka yang sangat tinggi apabila dibandingkan
dengan negara tetangga seperti Singapura dengan AKI 7 Per 100.000 KH dan AKB 3 Per 1000
KH serta Malaysia dengan AKI 24 Per 100.000 KH dan AKB 6 Per 1000 KH (ASEAN
Community Relation Division, 2017). AKI dan AKB yang tinggi menggambarkan buruknya
derajat kesehatan Indonesia, karena AKI dan AKB merupakan indikator utama untuk menilai
derajat kesehatan suatu negara (Bappenas, 2016). Pemerintah Indonesia telah merintis upaya
untuk menurunkan kematian ibu dan bayi sejak 30 tahun lalu (Chasanah, 2015), baik itu dengan
pembentukan kebijakan kesehatan ibu dan anak yang bersifat nasional dari Kementrian
Kesehatan, hingga pembuatan kebijakan kesehatan ibu dan anak pada wilayah daerah provinsi
dan Kabupaten- Kota, namun hingga saat ini penurunan kematian ibu dan bayi di Indonesia
belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hasil penelitian penelitian (Afiqah, 2017) juga
menunjukkan bahwa kurang perhatian khusus dari pemerintah dan dibutuhkan kerjasama Dinas
Kesehatan, Bidan di desa, Puskesmas, Posyandu, lingkungan dan kesadaran keluarga yang
bersangkutan menjadi faktor yang menghambat efektivitas implementasi kebijakan kesehatan ibu
dan anak. Untuk mengatasi berbagai faktor yang menghambat implementasi ini tentunya
dibutuhkan kerjasama dan dukungan dan berbagai pihak, khususnya dari masyarakat. Hal ini
seperti yang disampaikan oleh (Pratiwi, 2007) bahwa dalam mempercepat keberhasilan
penurunan AKI dan AKB di samping faktor akses dan pelayanan, masyarakat dengan segenap
potensi dan peran sertanya juga merupakan agenda prioritas.
Selain itu Persoalan kurang gizi dalam pembangunan manusia masih dianggap sebagai
masalah utama dalam tatanan masyarakat dunia. Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun
2013 menunjukkan prevalensi underweight pada balita sebesar 19.6%, stunting pada balita
mencapai 37%, dan wasting sebesar 12.1% (1). Menurut standar WHO, situasi masalah gizi di
Indonesia sudah melampaui ambang batas normal, yaitu underweight <10%, stunting <20%, dan
wasting <5%. Provinsi NTT merupakan provinsi dengan prevalensi kurang gizi pada balita
tertinggi di antara 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2013, dengan rincian prevalensi
underweight 33% (tinggi), stunting 51.7% (serius), dan wasting 15.5% (tinggi).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Gambaran Umum Lokasi
2. Apa Masalah yang Berkaitan dengan Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita
3. Apa Data-Data yang Menunjang Permasalahan
4. Apa Kebijakan yang Terkait Dengan Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita
5. Bagaimana Analisis Kebijakan yang Terkait Dengan Kesehatan Ibu, Bayi dan

1.3 Tujuan Penulisan


Mengetahui bagaimana mengetahui kebijakan kesehatan Ibu, Bayi dan Balita Wilayah Pesisir di
Nusa Tenggara Timur termasuk di dalamnya Gambaran Umum Lokasi, Masalah yang berkaitan
dengan kebijakan kesehatan ibu, bayi dan balita di wilayah pesisir, Data-data yang menunjang
permasalahannya, Kebijakan-kebijakan terkait dan Analisis Kebijakan Terkait
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Lokasi
Setelah pemekaran, Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di
bagian tenggara Indonesia. Provinsi ini terdiri dari beberapa pulau, antara lain Pulau Flores,
Pulau Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor, Pulau Lembata, Pulau Rote, Pulau Sabu, Pulau Adonara,
Pulau Solor, Pulau Komodo dan Pulau Palue. Ibukotanya terletak di Kupang, di bagian barat
pulau Timor dan memiliki 22 kabupaten/kota. Provinsi ini terdiri dari kurang lebih 550 pulau,
tiga pulau utama di Nusa Tenggara Timur adalah Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau Timor
Barat (biasa dipanggil Timor).

2.2 Masalah yang Berkaitan Dengan Kesehatan Ibu, Bayi, dan Balita di Nusa Tenggara
Timur
Yang menjadi permasalahan adalah di Indonesia masih dihadapkan pada tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Pada Tahun 2015 tercatat Indonesia
memiliki AKI 305 per 100.000 KH dan AKB 27 per 1000 KH, angka yang sangat tinggi
apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dengan AKI 7 Per 100.000
KH dan AKB 3 Per 1000 KH serta Malaysia dengan AKI 24 Per 100.000 KH dan AKB 6
Per 1000 KH (ASEAN Community Relation Division, 2017). AKI dan AKB yang tinggi
menggambarkan buruknya derajat kesehatan Indonesia, karena AKI dan AKB merupakan
indikator utama untuk menilai derajat kesehatan suatu negara (Bappenas, 2016).
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah Indonesia yang memiliki
angka kematian bayi dan balita yang tinggi. Pada tahun 2012 angka Kematian bayi di NTT
mencapai 57 Per 1000 KH, dibandingkan dengan angka kematian bayi Indonesia yaitu 34
Per 1000 KH. Angka kematian balita di NTT mencapai 75 Per 1000 KH, dibandingkan
Indonesia yaitu 43 per 1000 (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2018). Untuk wilayah NTT,
salah satu daerah yang memiliki kasus kematian ibu dan bayi tertinggi ialah Kabupaten
Kupang
Selain itu persoalan kurang gizi dalam pembangunan manusia masih dianggap sebagai
masalah utama dalam tatanan masyarakat dunia. Data riset kesehatan dasar (Riskesdas)
tahun 2013 menunjukkan prevalensi underweight pada balita sebesar 19.6%, stunting pada
balita mencapai 37%, dan wasting sebesar 12.1%
1. Menurut standar WHO, situasi masalah gizi di Indonesia sudah melampaui ambang
batas normal, yaitu underweight <10%, stunting <20%, dan wasting <5%. Provinsi
NTT merupakan provinsi dengan prevalensi kurang gizi pada balita tertinggi diantara
33 provinsi di Indonesia pada tahun 2013, dengan rincian prevalensi underweight
33% (tinggi), stunting 51.7% (serius), dan wasting 15.5% (tinggi). Masalah gizi
disebabkan oleh berbagai faktor yaitu asupan gizi dan penyakit infeksi, sanitasi
lingkungan
2. Akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan
3. Konsumsi tablet tambah darah, tingkat kemiskinan, imunisasi yang tidak lengkap
4. Selain itu, ketidakstabilan politik dan pertumbuhan ekonomi yang lambat turut
berkontribusi dalam peningkatan masalah kurang gizi

2.3 Data-Data yang Menunjang Permasalahan


Diagram diatas menunjukkan bahwa sejak tahun 2012 hingga 2017 kematian ibu dan bayi di
Kabupaten Kupang terjadi secara fluktuatif, dan pada tahun 2017 terlihat bahwa kasus kematian
bayi mengalami peningkatan, bahkan merupakan yang tertinggi sejak tahun 2012. Padahal
diketahui bahwa sejak tahun 2010 mengikuti kebijakan kesehatan ibu dan anak Provinsi NTT,
Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang telah membuat kebijakan kesehatan ibu dan anak tingkat
Kabupaten Kupang untuk menurunkan AKI dan AKB, yaitu peraturan Bupati (Perbup) No 16
Tahun 2010 tentang percepatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, dan pada tahun 2016
kemudian diganti dengan kebijakan yang baru yaitu Peraturan Daerah (Perda) No 3 tahun 2016
tentang Kesehatan Ibu, Bayi baru lahir, Bayi dan Anak Bawah Lima Tahun (KIBBLA) dengan
tujuan yang sama yaitu untuk menurunkan AKI dan AKB. Namun berdasarkan data seperti yang
diketahui bahwa hingga saat ini Kabupaten Kupang masih dihadapkan pada permasalahan
tingginya kematian ibu dan bayi.
Berdasarkan data kementrian Kesehatan Republik Indonesia Jumlah Penderita
kekurangan Gizi Kesehatan Republik Indonesia jumlah penderita kekurangan gizi di provinsi
Nusa Tenggara Timur Mengalami peningkatan hal ini senada dengan data dari badan Statistik
dapat dilihat pada table berikut ini:
Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2016 data kekurangan gizi 2015 sebgai berikut
Berdasarkan data badan pusat statistic provinsi nusa tenggara timur pada tahun 2015 tercatat
2.569 kasus gizi buruk di provinsi NTT jumlah penderita gizi buruk tertinggi berada pada
kabupaten Sumba Barat Daya dengan 356 kasus sumba timur dengan 317 kasus Alor 294 kasus
Kabupaten Kupang 275 kasus kabupaten TTS 217 Kasus sedangkan pada tahun 2016 data pusat
pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur Mencatat 2072 kasus gizi buruk yang terjadi di
nusa tenggara timur kasus gizi buruk tertinggi pada kabupaten TTS dengan 442 kasus sumba
daya 364 kasus kota kupang 276 kasus kabupaten alor 236 kasus dan sumba timur 220 kasus.
2.4 Kebijakan-Kebijakan Terkait Dengan Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita
Kesehatan Ibu adalah masalah pembangunan global. Di beberapa negara, khususnya negara
berkembang dan negara belum berkembang, para ibu masih memiliki risiko tinggi ketika
melahirkan. Situasi ini telah mendorong komunitas internasional untuk berkomitmen dalam
mengatasi permasalahan kesehatan ibu. Komitmen ini diwujudkan dengan mencantumkan
kesehatan ibu menjadi salah satu target dalam MDGs. Dan berikut ini beberapa kebijakan terkait
dengan Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita:
 Pemerintah Indonesia telah menjadikan isu kesehatan ibu menjadi salah satu agenda
prioritas pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Dalam dokumen tersebut, Pemerintah
Indonesia telah menetapkan target bahwa angka kematian ibu setidaknya dapat berkurang
menjadi 102/100.000 kematian hidup pada tahun 2015.
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah
Melahirkan Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi,Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Standar
Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan
Jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Pelayanan kesehatan ibu hamil;
b. Pelayanan kesehatan ibu bersalin;
c. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
d. Pelayanan kesehatan balita;
e. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
f. Pelayanan kesehatan pada usia produktif;
g. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
h. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
i. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus; j. Pelayanan kesehatan orang
dengan gangguan jiwa berat;
j. Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan
k. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan
daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus). yang bersifat
peningkatan/promotif dan pencegahan/ preventif.
 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
284/MENKES/SK/III/2004 Tentang Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 61 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Reproduksi
 Peraturan Daerah (PERDA) Kota Kupang No 3 Tahun 2016 tentang Kesehatan
Ibu, Bayi baru lahir, Bayi dan Anak Bawah Lima Tahun (KIBBLA)

Kebijakan gizi pada Dinas Kesehatan Provinsi NTT 2013-2018 di atas menunjukkan bahwa
perencanaan kebijakan gizi dalam lingkup Dinas Kesehatan Provinsi NTT sudah dilaksanakan
sesuai dengan tahap-tahap yang diatur dalam Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Penyusunan
renstra Dinas Kesehatan Provinsi NTT menggunakan pendekatan teknokratis, politis, partisipatif,
top-down dan bottom-up. Penyusunan diawali dengan pembentukan tim berdasarkan kompetensi
dan pengalaman dari setiap anggota terkait kesehatan dan manajemen, yang tidak hanya berasal
dari Dinas Kesehatan Provinsi NTT tetapi juga Bappeda dan akademisi kesehatan. Tim penyusun
kemudian meninjau masalah melalui studi dokumen seperti LAKIP Dinas Kesehatan Provinsi
NTT, Profil Kesehatan Provinsi NTT, laporan-laporan lainnya yang berkaitan dengan faktor-
faktor yang dapat menyebabkan masalah gizi dan studi terhadap isu-isu gizi terbaru yang
dikeluarkan oleh Pemerintah dan organisasi-organisasi internasional. Peninjauan ini dilakukan
bertujuan mengidentifikasi masalah yang ada di dalam masyarakat dan tren masalah gizi secara
global. Permasalahan gizi yang diangkat dalam kebijakan gizi renstra tahun 2013-2018 adalah
kasus gizi kurang dan gizi buruk (underweight) pada balita sebesar 14.18%. Permasalahan gizi
ini kemudian ditetapkan menjadi isu strategis yaitu masih tingginya prevalensi balita gizi kurang
dan gizi buruk, melalui analisis semua data perkembangan kinerja pelayanan kesehatan selama
kurang lebih lima tahun terakhir.
2.5 Analisis Kebijakan Terkait
Najam (1995) mengatakan bahwa klien dan koalisi (client and coalitions) menjadi salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan dari implementasi, dimana client dirumuskan sebagai
semua aktor yang perilakunya menjadi target dari kebijakan, yang artinya perilaku dari client
harus berubah untuk memenuhi tuntutan kebijakan. Client yang harus diperhatikan bukan saja
yang diakui dalam kebijakan, tetapi juga client yang tidak diakui. Hal ini dikarenakan client yang
tidak diakui memiliki potensi besar untuk mengganggu implementasi kebijakan. Selain sikap dari
klien (client), kelompok- kelompok (coalitions) yang memiliki kepentingan dengan kebijakan
juga perlu untuk diperhatikan sikapnya, apakah mereka mendukung atau menolak implementasi
kebijakan, dan yang mereka gunakan untuk memperkuat ataupun membelokkan kebijakan.
Pengkajian terhadap client and coalitions dalam implementasi kebijakan menjadi sesuatu yang
penting untuk dilakukan, mengingat bahwa aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya
pemerintah, tetapi ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana dari suatu kebijakan yaitu
pemerintah, swasta, dan masyarakat (Rahmadhani, Purnaweni, & Marom, 2015)
Untuk wilayah NTT, salah satu daerah yang memiliki kasus kematian ibu dan bayi
tertinggi ialah Kabupaten Kupang, diketahui kasus kematian ibu dan bayi di Kabupaten Kupang.
sejak tahun 2012 hingga 2017 kematian ibu dan bayi di Kabupaten Kupang terjadi secara
fluktuatif, dan pada tahun 2017 terlihat bahwa kasus kematian bayi mengalami peningkatan,
bahkan merupakan yang tertinggi sejak tahun 2012. Padahal diketahui bahwa sejak tahun 2010
mengikuti kebijakan kesehatan ibu dan anak Provinsi NTT, Pemerintah Daerah Kabupaten
Kupang telah membuat kebijakan kesehatan ibu dan anak tingkat Kabupaten Kupang untuk
menurunkan AKI dan AKB, yaitu peraturan Bupati (Perbup) No 16 Tahun 2010 tentang
percepatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, dan pada tahun 2016 kemudian diganti dengan
kebijakan yang baru yaitu Peraturan Daerah (Perda) No 3 tahun 2016 tentang Kesehatan Ibu,
Bayi baru lahir, Bayi dan Anak Bawah Lima Tahun (KIBBLA) dengan tujuan yang sama yaitu
untuk menurunkan AKI dan AKB. Namun berdasarkan data seperti yang ditunjukkan pada
gambar 1 diketahui bahwa hingga saat ini Kabupaten Kupang masih dihadapkan pada
permasalahan tingginya kematian ibu dan bayi. Penelitian tentang kebijakan kesehatan ibu dan
anak di Kabupaten Kupang telah banyak dilakukan, diantaranya ialah Rustika & Rafliza (2015)
tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak pada Puskesmas, dan juga penelitian oleh Fai, Pandie,
& Ludji, (2017) tentang mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesma. Namun penelitian
tentang dukungan masyarakat pada implementasi kebijakan kesehatan ibu dan anak untuk
menurunkan AKI dan AKB masih sangat terbatas, oleh karena itu, penelitian ini hendak
menganalisis bagaimana client dan coalitions pada implementasi kebijakan Kesehatan ibu dan
anak di Kabupaten Kupang.
Identifikasi dan analisis pada client dan coalitions pada implementasi kebijakan kesehatan
ibu dan anak di Kabupaten Kupang dilakukan dengan mengidentifikasi dukungan dari
masyarakat Kabupaten Kupang khususnya ibu hamil dan keluarga yang memiliki bayi dalam
sikap mereka terhadap implementasi dari kebijakan Perda No 3 tahun 2016 tentang Kesehatan
Ibu, Bayi baru lahir, Bayi dan Anak Bawah Lima Tahun (KIBBLA). Selain itu juga dilakukan
identifikasi untuk mengetahui adakah pihak-pihak yang secara khusus mendukung atau menolak
kebijakan ini serta strategi yang digunakan, dan pihak yang diuntungkan atau dirugikan dari
pelaksanaan kebijakan ini, kemudian jenis keuntungan atau kerugiannya seperti apa.
A. Sikap dari Client Pada Implementasi Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Kupang khususnya ibu hamil dan
pihak keluarga yang memiliki bayi sebagai client (client) dari Perda No 3 tahun 2016 tentang
Kesehatan Ibu, Bayi baru lahir, Bayi dan Anak Bawah Lima Tahun (KIBBLA) belum
sepenuhnya menunjukkan sikap untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini. Adapun hasil
identifikasi di lapangan menunjukkan bahwa masih adanya ibu hamil yang tidak melakukan
pemeriksaan kandungan secara rutin karena alasan kesibukan untuk bekerja sebagai petani dan
juga pedagang di pasar. Kesadaran dari pihak keluarga terutama suami untuk mengantarkan istri
untuk melakukan pemeriksaan juga masih kurang, diketahui dari hasil wawancara dengan
narasumber dan observasi di lapangan sangat jarang suami yang dating mengantarkan istrinya ke
Puskesmas untuk melakukan pemeriksaan kandungan, hal ini dikarenakan suami lebih
mementingkan untuk bekerja daripada menghantarkan istri ke Puskesmas untuk melakukan
pemeriksaan.
Permasalahan lain yang ditemukan di lapangan ialah masih adanya persalinan yang terjadi di luar
fasilitas kesehatan dan tidak dibantu oleh tenaga kesehatan yang sesuai standar, dan juga perilaku
masyarakat yang menunda untuk mengantarkan anak atau istri untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan. Kurangnya kesadaran dari client (Client) dalam pelaksanaan Perda No 3 Tahun 2016
juga terlihat dari data yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang. Dimana Laporan
Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang (Dinkes Kab Kupang,2018) menunjukkan pada tahun 2017
jumlah persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan baru mencapai 64,5% dari target yaitu
90%, dan jumlah persalinan yang terjadi diluar faskes juga masih mencapai 20,91%. Alasan dari
masih adanya masyarakat yang tidak melakukan persalinan di Faskes dan tidak ditolong oleh
tenaga kesehatan pada umumnya ialah terlambat untuk dibawah ke Puskesmas, karena jarak
rumah yang jauh dan juga tidak adanya kendaraan.
Masih adanya persalinan yang dilakukan di luar fasilitas kesehatan dan tidak ditolong oleh
tenaga kesehatan sesuai standar, dan juga masih pasifnya partisipasi dari masyarakat Kabupaten
Kupang untuk mendukung kebijakan KIBBLA memang tidak bisa terlepas dari faktor context
yaitu berupa realitas lingkungan yang turut mempengaruhi seperti kebiasaan masyarakat untuk
melahirkan di rumah orang tua, tingkat pendidikan, dan informasi tentang KIBBLA yang
didapatkan oleh masyarakat Kabupaten Kupang. Oleh karena itu masih dibutuhkan sebuah upaya
untuk terus memberikan pemahaman kepada masyarakat Kabupaten Kupang, khususnya yang
menjadi target kebijakan akan peran mereka dan manfaat dari kebijakan KIBBLA. Hal ini seperti
yang disampaikan oleh Harris, Drimie, & Covic (2017) bahwa peningkatan kesadaran
masyarakat tentang program merupakan suatu yang penting untuk mendukung implementasi dari
program tersebut.
Kurangnya dukungan dari client, sebagai target dari implementasi kebijakan tentunya
menjadi hambatan dalam implementasi kebijakan KIBBLA, hal ini seperti yang disampaikan
oleh Martin (2014) bahwa kurangnya dukungan dari masyarakat khususnya target kebijakan
menjadi faktor yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan. Padahal partisipasi aktif
dari masyarakat pada pelaksanaan suatu program merupakan sesuatu yang paling ideal
diharapkan karena mengarah pada tumbuhnya kemampuan mereka untuk lebih berdaya dalam
menghadapi tantangan hidup tanpa harus bergantung pada orang lain (Auliyani, Hendrarto, &
Kismartini, 2016).

B. Coalitions pada Implementasi Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten


Kupang
Implementasi suatu kebijakan publik tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak
untuk dapat mencapai tujuan. Implementasi Perda No 3 tahun 2016 tentang Kesehatan Ibu, Bayi
baru lahir, Bayi dan Anak Bawah Lima Tahun (KIBBLA) juga mendapatkan dukungan dari
berbagai pihak, salah satunya ialah Wahana Visi Indonesia (WVI), sebuah lembaga donor
yayasan sosial kemanusiaan Kristen yang bekerja untuk membuat perubahan yang
berkesinambungan pada kehidupan anak, keluarga, dan masyarakat yang hidup dalam
kemiskinan. Organisasi ini membuat program GPSA (Global Partnership for Social
Accountability) yang bertujuan memberikan pembelajaran kepada masyarakat untuk melakukan
menuntut Akuntabilitas Pemerintah dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di
Kabupaten Kupang. Dengan adanya program GPSA terjadi perubahan, dimana meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pelayanan posyandu untuk mendukung kesehatan ibu dan anak.
Selain masyarakat Kabupaten Kupang, pihak Puskesmas di Kabupaten Kupang sebagai
pelaksana kebijakan juga merasa terbantu dengan adanya program ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pihak yang secara khusus diuntungkan oleh
Implementasi Perda No 3 Tahun 2016. Bahkan kebijakan ini dianggap memberikan keuntungan
bagi semua pihak baik itu tenaga kesehatan sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai
penerima layanan. Karena dengan adanya kebijakan ini tenaga kesehatan mendapatkan bantuan
kerjasama dari lintas sektor masyarakat, dan juga masyarakat didekatkan aksesnya untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan, khususnya layanan kesehatan untuk ibu hamil, ibu
melahirkan, ibu nifas, bayi dan balita. Beberapa masyarakat Kabupaten Kupang yang ditemui
dilapangan juga mendukung pernyataan tersebut. Menurut mereka saat ini mereka lebih mudah
untuk pemeriksaan kesehatan, tidak harus ke Puskesmas tetapi bisa dilakukan di Pustu.
Selain kemungkinan adanya pihak yang diuntungkan adanya pihak yang dirugikan juga
harus diidentifikasi. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan selama penelitian tidak ada
pihak yang secara khusus dirugikan karena implementasi daripada kebijakan ini. Tidak ada nya
pihak yang dirugikan dalam implementasi Perda No 3 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan
KIBBLA juga sesuai dengan hasil pengamatan di lapangan. Beberapa kepala Desa yang ditemui
peneliti juga mengatakan hal yang sama, yaitu tidak ada pihak tertentu yang dirugikan dari
adanya kebijakan tersebut. Untuk dukun bayi juga tidak dirugikan karena dukun bayi dijadikan
mitra oleh Puskesmas dan bidan desa. Tidak adanya pihak yang dirugikan dalam implementasi
kebijakan KIBBLA merupakan suatu peluang atau faktor yang mendukung implementasi dari
kebijakan ini, karena seperti yang disampaikan oleh Sabatier & Mazmanian (1983) dukungan
lingkungan yang semakin baik akan berdampak kepada peluang keberhasilan implementasi
kebijakan.
Mengenai Masalah Gizi Pada Balita di NTT
Dikeluarkannya perturan gubernur no 6 tahun 2012 oleh pemerintah Provinsi nusa tenggara
timur untuk mengatasi masalah maaslah kekurangan gizi namun fenomena yang terjadi di daerah
setelah di implemetasikannya keibijakan tidak mengatsi masalah kekurangan gizi di provinsi
nusa tenggra timur mangalami peningkatan di dalam implementasi kebijakan kesehatan dalam
penganan kekurangan gizi di provinsi NTT tidak hanya di pengaruhi oleh faktor rendahya
sumber daya manusia budaya masayarakat NTT .
Acosta dan Haddad menyatakan bahwa koordinasi penyelenggaraan kebijakan yang baik
dapat membantu menyukseskan penurunan masalah gizi pada balita (6). Undang-Undang No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 49 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) mengatur bahwa
Pemerintah Daerah bertanggungjawab atas penyelenggaraan, meningkatkan, dan
mengembangkan upaya kesehatan. Kebijakan gizi yang direncanakan tercantum dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 20152019, dengan sasaran
meningkatnya status gizi masyarakat dan target penurunan prevalensi underweight menjadi 17%,
stunting menjadi 28 %, dan wasting menjadi 9.5% pada balita tahun 2019. Kebijakan gizi
Pemerintah Daerah Provinsi NTT tercantum dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dengan fokus sasaran menurunnya kasus balita gizi kurang menjadi
7.64% dan gizi buruk menjadi 0.76% tahun 2018 dengan Dinas Kesehatan Provinsi NTT sebagai
organisasi yang membantu Gubernur di bidang kesehatan. Namun target ini pada tahun 2017
justru meningkat terutama underweight (28.3%) dan stunting (40.3%) berdasarkan data
Pemantauan Status Gizi (PSG). Pentingnya kebijakan gizi dalam penanganan masalah gizi
belum menjadi perhatian terutama daerah-daerah dengan tingkat masalah gizi yang tinggi
Pengetahuan dan dasar masalah, politik dan pemerintahan, serta kapasitas dan sumber daya
daerah merupakan faktor-faktor dalam manajemen dan proses kebijakan gizi yang berperan
dalam membentuk lingkungan gizi yang baik dengan tingkat masalah gizi yang tinggi, cenderung
kurang memperhatikan proses kebijakan yang dilaksanakan Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis proses kebijakan gizi Provinsi NTT yang berfokus berdasarkan tiga proses
kebijakan, perumusan, implementasi, dan evaluasi dalam upaya penanganan masalah gizi

Tahapan implementasi menujukkan program yang dijalankan Dinas Kesehatan Provinsi


NTT, Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai dan Sikka hingga tingkat puskesmas sudah
sinkron dan terintegrasi yaitu program peningkatan gizi. Tahap implementasi pada setiap
kabupaten disesuaikan juga dengan kebutuhan daerah namun tetap merujuk pada kebijakan gizi
Pemerintah Daerah Provinsi NTT.
Pemberdayaan masyarakat erat kaitannya dengan status kesehatan yang baik semakin
masyarakat diberdayakan maka setiap program yang diimplementasikan dapat berjalan dengan
baik. Kekonsistensian dari program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh puskesmas dalam
mencapai indikator sangat penting dalam implementasi kebijakan gizi. Konsistensi isi dalam
dokumen kebijakan gizi dan konsistensi antar dokumen perencanaan dan penganggaran terutama
penetapan indikator kinerja pada tingkat kabupaten hingga puskesmas penting untuk
diperhatikan. Penetapan indikator kinerja output dan outcome secara tepat dan konsisten yang
sangat berpengaruh terhadap capaian dari visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan yang telah
direncanakan dalam dokumen perencanaan
Konten dan Konteks Kebijakan yang Berpengaruh pada Implementasi Kebijakan
Kesehatan
Kebijakan apapun bentuknya sebenarnya mengandung resiko untuk gagal. Hoogwood dan Gunn
(dalam Hill, 1993) membagi pengertian kegagalan kebijakan (policy failure) dan unsuccessful
implementation (implementasi yang tidak berhasil). Tidak terimplementasikan mengandung arti
bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak–pihak
yang terlibat didalam pelaksanaannya tidak mau bekerja sama, atau mereka telah bekerja secara
tidak efisien, bekerja setengah hati atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai
permasalahan, atau permasalahan yang dibuat diluar jangkauan kekuasaannya, sehingga
betapapun gigih usaha mereka, hambatan–hambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi.
Akibatnya implementasi yang efektif sukar dipenuhi. Merillee S. Grindle (1980) mencatat bahwa
keberhasilan implementasi kebijakan tergantung pada isi kebijakan dan konteks
implementasinya, yang disebut dengan derajat kemampuan implementasi. Dalam hal isi, terkait
dengan kepentingan publik yang berusaha dipengaruhi oleh kebijakan, jenis keuntungan yang
dihasilkan, derajat perubahan yang dimaksud, posisi pembuat kebijakan dan pengimplementasi
kebijakan, serta sumber daya yang dihasilkan. Dalam hal konteks, ada tiga variabel utama yang
harus di perhatikan, kekuatan, kepentingan aktor yang terlibat, karakter institusi dan tingkat
kepatuhan. Di dalam implementasi kebijakan kesehatan melalui peraturan gubernur no 6 tahun
2012 dalam penanganan masalah kekurangan gizi di Provinsi Nusa Tenggara Timur di dalam
penelitian yang telah dilakukan penulis mendapatkan informasi dan data bahwa di dalam
implementasi peraturan gubernur dalam penanganan masalah kekurangan gizi di Provinsi Nusa
Tenggara Timur tidak terlepas dari faktor konten dan konteks menurut Grindle berdasarkan
temuan peneliti faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan kesehatan di Provinsi
Nusa Tenggara Timur sebagai berikut:
Konten kebijakan dalam Implementasi Kebijakan Kesehatan
Pihak yang kepentingannya dipengaruhi Menurut Grindle didalam implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam
isi kebijakan. Di dalam implementasi kebijakan kesehatan melalui peraturan gubernur no 6 tahun
2012 yang menjadi latarbelakang dikeluarkannya peraturan gubernur ini, ialah untuk mengatasi
sejumlah persoalan terkait dengan ketersediaan pangan dan gizi masyarakat yang selama ini
menjadi permasalahan utama di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tujuan utama di keluarkannya
peraturan gubernur no 6 tahun 2012 adalah:
a. Menyediakan panduan dan arahan bagi pemerintah provinsi dan 22 kabupaten/kota,
DPRD provinsi dan kabupaten/kota, mitra pembagunan internasional, organisasi sosial
kemasyarakatan, perguruan tinggi dan swasta dalam upaya peningkatan ketahanan
pangan dan perbaikan gizi masyarakat;
b. Menetapkan prioritas penanganan masalah pangan dan gizi dan menentukan prioritas
intervensi yang tepat sesuai dengan kondisi yang nyata di masing-masing kabupaten/kota
c. Menyediakan instrumen monitoring dan evaluasi yang dapat digunakan
d. untuk mengukur kinerja; dan Meningkatkan koordinasi antar pemangku kepentingan
yang terlibat dalam pembangunan ketahanan pangan dan gizi di Provinsi NTT.
Berdasarkan temuan hasil diatas menunjukkan bahwa tujuan diimplementasikannya
peraturan gubernur no 6 tahun 2012 untuk mengatasi masalah kerawanan pangan dan
masalah gizi buruk di Nusa Tenggara Timur. Hal ini dikarenakan bahwa Provinsi Nusa
Tenggara Timur merupakan daerah dengan tingkat penderita gizi buruk tertinggi di
Indonesia, oleh karena itu dengan diimplementasikannya kebijakan ini diharapkan dapat
mengatasi masalah ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Implementasi kebijakan kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Kupang dihadapkan pada
permasalahan masih kurangnya dukungan dari client yaitu ibu hamil dan keluarganya, keluarga
yang memiliki bayi dan juga tenaga kesehatan sebagai pihak yang diharapkan terjadi perubahan
sikap dan perilakunya dengan diimplementasikannya Perda No 3 Tahun 2016. Sementara untuk
coalitions diketahui ada organisasi donor, yaitu Wahana Visi Indonesia yang mendukung
implementasi kebijakan kesehatan ibu dan anak dengan programnya untuk mengedukasi
masyarakat akan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Dalam implementasi kebijakan kesehatan
ibu dan anak, juga diketahui tidak ada pihak yang kepentingannya diuntungkan atau dirugikan.
Keuntungan hanya dirasakan oleh masyarakat karena akses layanan kesehatan yang lebih dekat
dan juga tenaga kesehatan karena mereka mendapatkan bantuan dari lintas sektor untuk
mendukung program KIBBLA. Sementara dukun bayi juga tidak dirugikan karena adanya
kebijakan ini, karena saat ini dukun bayi diminta untuk bermitra dengan tenaga kesehatan.
Proses perumusan kebijakan gizi resntra Dinas Kesehatan Provinsi NTT terdiri dari 6 tahap
sesuai dengan aturan dari Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Walaupun demikian, perumusan
kebijakan gizi belum memperhatikan permasalahan gizi yang terjadi dalam masyarakat.
Penyelenggaraan kebijakan gizi dalam bentuk program dan kegiatan gizi oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Manggarai dan Sikka serta unit pelaksana pelayanan dasar Puskesmas Reo dan Paga
sudah disesuaikan dengan Dinas Kesehatan Provinsi NTT. Meskipun sudah sinkron,
implementasi kebijakan gizi masih menemui beberapa kendala, yaitu keterbatasan anggaran dan
Melalui kebijakan gizi tersebut, Provinsi NTT berhasil merealisasikan 3 target indikator dari 9
indikator proses. Namun, pencapaian indikator hasil masih rendah terlihat dari prevalensi
underweight pada balita yang meningkat kembali di tahun 2016. Rendahnya alokasi anggaran
dan sumber daya gizi lainnya dapat menjadi perhatian Pemerintah Daerah agar dapat
mewujudkan ketersediaan sumber daya yang memadai demi tercapainya pelaksanaan upaya
penanganan masalah gizi yang maksimal. Merujuk pada hasil pembahasan dalam penelitian ini,
maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa di dalam implementasi kebijakan kesehatan melalui
peraturan gubernur no 6 tahun 2012 di pengaruhi oleh faktor konten dan konteks kebijakan.
Konten kebijakan yang berpengaruh pada implementasi kebijakan yakni jangkauan perubahan
dalam isi kebijakan yang menuntut adanya perubahan perilaku masyarakat serta kedudukan
pengambil keputusan yang tersebar secara geografis maupun organistor membuat implementasi
kebijakan tidak optimal. Adapun konteks kebijakan yang berpengaruh pada implementasi
kebijakan dimana adanya pengaruh kekuasaan dan kepentingan politik aktor kebijakan.
Lemahnya koordinasi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota yang
dipengaruhi kepentingan politik membuat proses implementasi kebijakan kesehatan tidak
maksimal serta adanya politisasi program oleh gubernur di dalam implementasi kebijakan untuk
mempertahankan kekuasaannya membuat implementasi kebijakan kesehatan dalam penanganan
kekurangan gizi di Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2018). Angka Kematian Bayi Dan Balita Indonesia Tahun
2012. Jakarta: BPS.go.id.
Boli, E.B., 2020. Analisis Kebijakan Gizi dalam Upaya Penanganan Masalah Gizi di Provinsi
NTT. Jurnal Komunitas Kesehatan Masyarakat, 2(1), pp.23-30.
HUMAU, F.B.R., 2018. POLITIK KEBIJAKAN KESEHATAN (Studi Tentang Implementasi
Kebijakan Dalam Penanganan Kekurangan Gizi Di Provinsi Nusa Tenggara
Timur) (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Perda No 3 tahun 2016 Tentang Kebijakan Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Bayi dan Anak
Bawah Lima Tahun
Peraturan Gubernur Provinsi Nus Tenggara Timur No 6 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi
Daerah Percepatan Pemenuhan Pangan dan Gizi Provinsi Nusa Tenggata Timur tahun
2012-2015
Rene, M. and Purnaweni, H., 2019. Client And Coalitions dalam Implementasi Kebijakan
Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Kupang. Jurnal Administrasi dan Kebijakan
Publik, 4(2), pp.128-136.

Anda mungkin juga menyukai