Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2015 tentang Kode dan
Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, secara administratif wilayah Sulawesi
Tengah terbagi atas 12 wilayah kabupaten dan 1 kota. Wilayah tersebut meliputi
1.842 desa dan 175 kelurahan.1 Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) ditinjau
jumlah penduduk Sulawesi Tengah pada tahun 2017 penduduk Sulawesi Tengah
mencapai 2,96 juta jiwa.. Ditinjau berdasarkan status pekerjaannya ada sebesar
22,81 persen yang berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain, sementara dengan
status buruh/karyawan sebesar 28,41 persen dan sebagai pekerja keluarga (pekerja
tak dibayar) sebesar 15,46 persen. Makanan dan minuman jadi, padi-padian,
rokok, dan ikan adalah kelompok makanan yang paling banyak dikonsumsi
penduduk Sulawesi Tengah pada tahun 2017 dengan proporsi berturut-turut adalah
28,70 persen, 15,24 persen, 14,23 persen, dan 10,14 persen. Sedangkan untuk
kelompok non makanan yang paling banyak dihabiskan antara lain untuk
pengeluaran perumahan dan fasilitas rumah (49,86 persen), aneka barang dan jasa
(20,69 persen), dan barang tahan lama (12,76 persen).2
Besarnya daya beli rumah tangga dan harga pangan di suatu daerah akan
mempengaruhi ketersediaan pangan di daerah itu. Selanjutnya ketersediaan
pangan akan berdampak pula pada kecukupan gizi masyarakat. Tingkat kecukupan
gizi yang mencakup konsumsi kalori dan protein merupakan salah satu indikator
yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk. Angka
Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi
setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran
tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan optimal. 2
Menurut Data World Health Organization (WHO) tahun 2002
menyebutkan penyebab kematian balita urutan pertama disebabkan gizi buruk
dengan angka 54 persen. Pengelompokan prevalensi gizi kurang berdasarkan
WHO, Indonesia tahun 2004 tergolong negara dengan status kekurangan gizi yang
tinggi karena 5.119.935 (atau 28,47 persen) dari 17.983 balita Indonesia termasuk
kelompok gizi kurang dan gizi buruk.3 Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2017, jumlah kasus gizi buruk yang ditemukan
sebanyak 479 kasus. Trend kasus gizi buruk di Provinsi Sulawesi Tengah yang
dilaporkan antara tahun 2011 (473 kasus) sampai 2012 meningkat menjadi 657
kasus. Namun pada tahun 2013 jumlah kasus gizi buruk menurun menjadi 442
kasus. Tahun 2014 sampai tahun 2015 jumlah kasus gizi buruk meningkat lagi
menjadi 521 pada tahun 2014 dan tahun 2015 berjumlah 569 kasus dan tahun
2016 kasus gizi buruk berjumlah sebanyak 463 kasus.1
Ada 3 (tiga) kabupaten yang tertinggi jumlah kasus gizi buruk tingkat
Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2017 yaitu Kabupaten Donggala (131 kasus),
Kabupaten Tojounauna (53 kasus), Kabupaten Toli-Toli (57 Kasus) dan Kota Palu
(53 kasus) sedangkan kabupaten yang jumlah kasusnya terendah ada 3 kabupaten
di antaranya Kabupaten Banggai laut (6 kasus), Kabupaten Morowali Utara (8
kasus) dan kabupaten Morowali (9 kasus) dari kegiatan pembinaan gizi
masyarakat seperti program sistem kewaspadaan pangan dan gizi berupa
penanganan kasus gizi buruk dan pelacakan kasus atau sweping Balita bersama
tim Perkesmas Kabupaten/Kota.1
Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi daerah rawan
dengan prioritas 3. Daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah
tertinggal paling banyak terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu sebanyak 7
(tujuh) daerah. Dari jumlah tersebut diketahui bahwa sebanyak 5 (lima) daerah
tertinggal merupakan daerah rawan pangan prioritas 3 dan sebanyak 2 (dua)
daerah lainnya merupakan daerah rawan pangan prioritas 4. Sebagian kecil daerah
tertinggal di Wilayah Sulawesi dikategorikan dalam daerah rawan pangan prioritas
5. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar
daerah tertinggal yang berada di Wilayah Sulawesi memiliki tingkat kerawanan
terhadap pangan sedang dan rendah yang didominasi oleh Provinsi Sulawesi
Tengah. Kabupaten Tojo Una-una, Donggala, Banggai Kepulauan, Buol, dan Toli-
toli merupakan daerah rawan pangan yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal
di Wilayah Sulawesi Tahun 2015.4
Pola makan pada balita sangat berperan penting dalam proses
pertumbuhan pada balita, karena dalam makanan banyak mengandung gizi. Gizi
menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan. Gizi di dalamnya
memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan kesehatan dan
kecerdasan. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik pada balita maka
pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan bisa terjadi gizi
buruk pada balita.5
Dasar dari kebiasaan pangan dicirikan dalam suatu sistem nilai seseorang
dalam memilih makanan yang boleh dikonsumsi dan tidak boleh dikonsumsi.
Sistem nilai tersebut pada dasarnya berasal dari tiga sumber kebenaran yang
dipercayai yaitu Agama dan kepercayaan kepada Tuhan, Adat-adat yang berasal
dari moyang, Pengetahuan yang diperoleh dari proses pendidikan formal. Selain
itu, sistem nilai tersebut disosialisasikan dalam keluarga dan dalam pendidikan
informal melalui media masa.6
Masalah gizi kurang sangat erat hubungannya dengan kualitas dan
kuantitas pangan yang dikonsumsi.7 Faktor yang sangat menentukan kualitas
pangan adalah tingkat pendapatan. Selain tingkat pendapatan, faktor sosial budaya
termasuk tabu atau pantangan makanan secara tidak langsung dapat menyebabkan
timbulnya masalah gizi kurang. Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan pangan yang
dipantang tersebut seringkali justru mengandung zat gizi yang baik untuk
pertumbuhan.8
Anak balita merupakan kelompok anggota rumahtangga yang paling
rentan terhadap kemungkinan kurang gizi. Kondisi balita sangat peka terhadap
jumlah asupan dan jenis pangan yang dikonsumsi. Anak yang paling kecil
biasanya yang paling terpengaruh oleh kekurangan pangan, karena anak-anak
yang paling kecil umumnya makan lebih lambat dan dalam jumlah yang kecil
dibandingkan anggota rumahtangga yang lain, sehingga memperoleh bagian yang
terkecil dan tidak mencukupi kebutuhan gizi anak yang sedang tumbuh. 8
Menurut hasil penelitian, penderita KEP cenderung lebih banyak dan parah
di lingkungan rumahtangga yang hidup dalam kemiskinan dan rawan pangan.9
Umumnya rumahtangga ini memiliki daya beli kurang, jumlah anak banyak
disertai tingkat pengetahuan yang rendah, sehingga kekurangan pangan yang
dialaminya bersifat kronis dan pada akhirnya mengakibatkan KEP pada anak-anak
mereka. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Sanjaya et al. (1999) di Jawa Barat,
mengenai positive deviance (penyimpangan positif) status gizi balita, bahwa pada
keluarga yang kondisi ekonominya rendah, faktor perawatan yang baik, akan
mampu mengoptimalkan status gizi balita. Dengan kata lain, anak-anak dengan
keadaan gizi baik juga ditemukan pada rumahtangga miskin atau yang kondisi
ekonominya rendah.10
Dengan adanya hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui
karakteristik rumahtangga yang tinggal di daerah rawan pangan, pola konsumsi
pangan, adanya tabu makanan dan status gizi anak balita pada rumahtangga yang
tinggal di daerah rawan pangan pada provinsi Sulawesi Tengah.
A. TUJUAN UMUM
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
pola konsumsi pangan dan tabu makanan dengan status gizi anak balita pada
rumahtangga yang tinggal di daerah rawan pangan di Kabupaten Donggala
Provinsi Sulawesi Tengah.
B. TUJUAN KHUSUS
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk :
1. Mengetahui karakteristik rumahtangga (umur orang tua, besar keluarga,
pendidikan orang tua, pengetahuan gizi ibu, pekerjaan orang tua dan
alokasi pengeluaran rumahtangga untuk pangan dan non pangan) dan
karakteristik balita (umur anak balita dan jenis kelamin).
2. Menganalisis tingkat kecukupan energi dan protein anak balita.
3. Mempelajari pola konsumsi pangan anak balita.
4. Mengidentifikasi tabu makanan pada anak balita.
5. Mempelajari status gizi anak balita.
6. Mempelajari hubungan karakteristik rumahtangga, tingkat kecukupan
energi dan protein serta tabu makanan pada anak balita dengan status gizi
balita.
C. MANFAAT
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan tentang pola konsumsi pangan, pelayanan kesehatan dan tabu
makanan dengan status gizi anak balita, khususnya pada rumahtangga yang
tinggal di daerah rawan pangan. Informasi ini sangat bermanfaat bagi instansi
terkait (misalnya Dinas Kesehatan, Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan
sebagainya) dalam merumuskan upaya pemberdayaan masyarakat rawan pangan,
terutama dalam hal perbaikan gizi dan kesehatan. Diharapkan masyarakat dapat
memperbaiki pola konsumsi pangan, meski dalam keadaan rawan pangan.
Tabel 1 Rencana Target Capaian
No. Jenis Luaran Indikator
Capaian
1 Publikasi ilmiah di jurnal Nasional (ber-ISSN) Published
Nasional Terdaftar
2 Pemakalah dalam temu ilmiah
Lokal Terdaftar
3 Bahan Ajar Sudah Terbit
4 Luaran lainnya jika ada (Teknologi Tepat Guna,
Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/ Rekayasa Tidak Ada
Sosial)
5 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)
TINJAUAN PUSTAKA
METODE
A. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Subjek penelitian ini adalah
balita (7-59 bulan) yang diperoleh dari data primer. Populasi target dalam penelitian ini
adalah semua balita di Kabupaten Donggala. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan
Januari-Juni 2020.
B. Pemilihan dan Jumlah Responden
Pemilihan responden dilakukan secara purposif, dengan kriteria keluarga lengkap
atau utuh yang tinggal dalam rumah tangga yang sama, mempunyai anak balita dan
bersedia untuk dijadikan responden. Sampel berjumlah 88 responden yang memiliki
balita pada setiap rumah tangga. Perhitungan besar responden dengan menggunakan
rumus (Lemeshow, 1997) sebagai berikut:
Keterangan:
n = jumlah responden minimal
Z = derajat kepercayaan (1.96)
p = proporsi anak stunting di Sulawesi Tengah (37%=0.37) (Riskesdas
2013)
q = 1-p (proporsi anak tidak stunting) d = limit eror (0.1)
C. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data penunjang yang di
dapat dari Puskesmas. Data primer mencakup karakteristik rumah tangga, karakteristik
balita, pola asuh makan balita, dan status gizi balita. Data karakteristik rumah tangga
terdiri dari umur orang tua, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan
pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga meliputi pengeluaran pangan dan
non pangan. Karakteristik balita mencakup umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi
badan. Data karakteristik subjek dan karakteristik sosial budaya dikumpulkan melalui
wawancara kepada orang tua responden (ibu balita). Data antropometri meliputi berat
badan dan tinggi badan diperoleh dengan pengukuran langsung oleh enumerator. Data
konsumsi pangan diperoleh dengan metode Food Frequencies Questionnaire
(FFQ) konsumsi pangan rumah tangga selama sebulan terakhir. Semua data tersebut
dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu. Data sekunder adalah data tentang keadaan umum geografis,
karakteristik demografi dan sosial ekonomi masyarakat yang diperoleh dari kantor
kecamatan masing-masing lokasi penelitian.
Definisi Operasional
Anak balita adalah anak laki-laki atau perempuan berusia antara 7-59 bulan.
Pengeluaran rumah tangga. Jumlah uang yang di belanjakan oleh keluarga untuk pengeluaran
pangan dan pengeluaran non pangan per bulan dinyatakan dalam rupiah.
Pola asuh makan. pemberian ASI baduta oleh ibu, pemberian makanan dan minuman pertama
kali oleh baduta yang diberikan oleh ibu, serta pemberian makanan tambahan baduta yang
diberikan oleh ibu.
Kriteria makan adalah makanan tertentu yang diterima oleh baduta berdasarkan pemahaman
budaya atau adat yang dianut oleh ibu.
Sosial budaya adalah tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat dan menjadi ciri khas
dari masyarakat tersebut yang kemudian dinilai dengan memerhatikan makanan tabu serta
kebiasaan makan dan perilaku yang dianggap sesuai dan berdasarkan aturan suku.
Tabu makanan. Perilaku masyarakat dalam bentuk menerima dan penolakan makanan terhadap
makanan jenis tertentu karena alasan budaya atau adat atau pun alasan lain.
Nama Bulan
No.
Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Survey lokasi
penelitian
1. dan √
pengambilan
data awal
Pembagian
wilayah
2 penelitian √
untuk
enumerator
Pelatihan
3 √
enumerator
4 Penelitian √ √ √ √ √ √
Pengumpulan
5 data √
penelitian
Pengolahan
6 data √
penelitian
Penyusunan
7 laporan hasil √ √
penelitian
Pelaporan
8 hasil √
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tengah. Sulawesi Tengah: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.
2. Badan Pusat Statistik. 2018. Provinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Provinsi Sulawesi Tengah.
3. [WHO] World Health Organization. 2002. The World Health Report: Reducing Risks,
Promoting Healthy Life. Geneva. WHO Press.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi. 2015. Daerah
Rawan Pangan. Pusat Data dan Informasi.
5. Purwani, E. 2013. Pola Pemberian Makan dengan Status Gizi Anak Usia 1-5 Tahun Di
Kabunan Taman Pemalang. Jurnal Keperawatan Anak. Volume 1(1).
6. Nikmawati, EE. 1999. Pola Konsumsi Pangan, Kecukupan dan Status Gizi yang berhubungan
dengan Kebiasaan Makan Singkong di Masyarakat Cireundeu, Cimahi, Jawa Barat. Thesis
Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor.
7. Berg A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Zahara DM. Jakarta: CV Rajawali.
Terjemahan dari: The Nutrition Factor, It’s Role in National Development.
8. Fauziah, D. 2009. Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Balita yang Tinggal Di
Daerah Rawan Pangan Di Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. Departemen Gizi
Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
9. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.
10. Sanjaya et al. 1999. Penyimpangan positif (positive deviance) status gizi anak balita dan
faktor-faktor yang berpengaruh. Bogor: Puslitbang Gizi.
11. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2000. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: BPS.
12. Gabriel A. 2008. Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) serta Hidup Bersih dan Sehat Ibu
Kaitannya dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita di Desa Cikarawang, Bogor. [Skripsi].
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
13. Supariasa B, Bakri, I Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Encourage
Creativity (EGC).
14. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. New York: Prentice- Hall Inc.,
Engelwood Cliffs.
15. Engle PL. 1995. Child Caregiving and Infant and Preschool Nutrition. In Child Growth and
Nutrition in Developing Countries, Priorities for Action. Ithaca and London : Cornell
University Press.
16. Moestue H, Huttly S. Adult Education and Child Nutrition: The Role of Family and
Community. Journal Epidemiology Community Health. 62(2): 153-9.
17. Martianto D, Ariani M. 2004. Analisis perubahan konsumsi dan pola konsumsi pangan
masyarakat dalam dekade terakhir. Dalam Soekirman et al., editor. Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi VIII Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan
Globalisasi”Jakarta17-19Mei. 2004. Jakarta : LIPI.
18. Santoso S, Ranti SL. 2009. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.
19. Briawan D, Tin H. 2008. Peran Stimulasi Orangtua Terhadap Perkembangan Anak Balita
Keluarga Miskin. Jurnal Gizi dan Pangan. 1(1): 63-76.
20. Ashar T, Zulhaida L, Evawany A. 2008. Analisis Pola Asuh Makan dan Status Gizi Pada Bayi
di Kelurahan PB Selayang Medan. Jurnal Penelitian Rekayasa. 1 (2): 66-73.
21. Butte NF, DH Calloway, JL Van Duzen. 2002. Nutritional Assessment of Pregnant and
Lactating Navajo Woman. American Journal Clinic Nutrition. 34(10): 2216-2228.
22. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar Indonesia tahun
2010. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan
RI.
23. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
24. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
25. Dahlia S. 2012. Pengaruh Pendekatan Positive Deviance terhadap Peningkatan Status Gizi
Balita. Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2(1): 1-5.
26. Welasasih BD, R Bambang W. 2012. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Balita Stunting. The Indonesian Journal of Public Health. 8 (3): 99-104.
27. Suhardjo, H Riyadi. 1990. Metode Penilaian Gizi Masyarakat. Bogor: Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
28. Hariyadi D, Ikeu E. 2011. Analisis Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi Terhadap Stunting
Di Propinsi Kalimantan Barat. Teknologi dan Kejuruan. 34 (1): 71-80.
29. Jellife DB, EFP Jellife. 1989. Community Nutritional Assesment with Special
Reference to Less Technically Develop Countries. New York : Oxford University
Press.
30. Susanto D. 1997. Fungsi-fungsi Sosio Budaya Makanan. Dalam Sukandar D. Makanan tabu
di Banjar, Jawa Barat. Jakarta : Jurnal Gizi dan Pangan. 1 (1): 51-56.
31. Drewnoski A & Hann C. 1999. Food Preference and Reported Frequencies of Food
Consumption as Predictors of Current Diet in Young Women. The American Journal of
Clinical Nutrition. 70(1): 28-36.
32. Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi, dan Sanitasi Petani Daerah
Lahan Kering di Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Bogor: Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
33. Santoso S, Ranti SL. 2009. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.
34. Putriana, AE. 2014. Kajian Pola Asuh Makan, Kesehatan dan Stunting pada Baduta Suku
Makassar, Bugis dan Toraja. [Tesis]. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.