Anda di halaman 1dari 19

77

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin

1. Letak Puskesmas

a. Kondisi Geografis Puskesmas Kuin Raya

Luas wilayah kelurahan adalah 2,05 km2 dengan jumlah RT

sebanyak 125 RT. Luas wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya 3,70

Ha dengan kepadatan 26,021/km2.

Puskesmas Kuin Raya terletak di Kelurahan Kuin Cerucuk,

Kecamatan Banjarmasin Barat Kota Banjarmasin. Wilayah kerja

Puskesmas Kuin Raya terdiri dari 3 wilayah kelurahan yaitu :

1) Kelurahan Kuin Cerucuk

2) Kelurahan Kuin Selatan

3) Kelurahan Belitung Utara

Secara geografis batas batas wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya

adalah sebagai berikut :

1) Kelurahan Kuin Cerucuk

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Banjar Utara.

b) Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Banjarmasin

Tengah.

c) Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Barito.

d) Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kelurahan Pelambuan.

77
STIKES Suaka Insan
78

2) Kelurahan Kuin Selatan

a) Sebelah Timur berbatasan Sungai Pangeran.

b) Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pelambuan.

c) Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kuin selatan.

d) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Pelambuan.

3) Kelurahan Belitung Utara

a) Sebelah Timur Kelurahan Banjarmasin Tengah.

b) Sebelah Barat Kelurahan Kuin Selatan.

c) Sebelah Utara Kelurahan Sungai Pangeran.

d) Sebelah Barat Kelurah Kuin Cerucuk.

b. Data Demografis Puskesmas Kuin Raya

Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya

menurut data terakhir adalah 41.237 jiwa dan 4.874 KK, sedangkan

penduduk miskinnya sebanyak 5.149 jiwa perincian sebagai

berikut:

1) Kelurahan Kuin Cerucuk

a) Jumlah kepala keluarga : 1.793 KK

b) Jumlah penduduk : 9.237 jiwa

c) Jumlah penduduk miskin : 6.852 jiwa

d) Jumlah kepadatan penduduk : 11.946 jiwa/km2

2) Kelurahan Kuin Selatan

a) Jumlah kepala keluarga : 2.081 KK

b) Jumlah penduduk : 7.380 jiwa

c) Jumlah penduduk miskin : 2.297 jiwa

STIKES Suaka Insan


79

d) Jumlah kepadatan penduduk : 3.600 jiwa/km2

3) Kelurahan Belitung Utara

a) Jumlah kepala keluarga : 2.081 KK

b) Jumlah penduduk : 7.380 jiwa

c) Jumlah penduduk miskin : 2.297 jiwa

d) Jumlah kepadatan penduduk : 3.600 jiwa/km2

Berdasarkan data dari kantor Badan Pusat Statistik Kota

Banjarmasin (BPS) jumlah penduduk dengan jenis kelamin

perempuan lebih banyak dari jenis kelamin laki–laki, perbandingan

antar jumlah perempuan dan laki-laki Kelurahan Kuin Cerucuk

Kelurahan Kuin Selatan, dan Belitung Utara dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 4.1 Data jumlah penduduk dengan jenis kelamin


perempuan dan laki-laki.
Kelurahan Pria Wanita Jumlah

Kuin Cerucuk 9.930 Jiwa 10.078 jiwa 20.008 jiwa


Kuin Selatan 6.300 jiwa 6.221 jiwa 12.521 jiwa
Belitung Utara 4.340 jiwa 4.404 jiwa 8.744 jiwa

Jumlah 20.570 jiwa 20.703 jiwa 41.273 jiwa

(Puskesmas Kuin Raya, 2011)


Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya

mayoritas beragama Islam dengan kondisi sosial dan ekonominya

menengah ke bawah. Wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya

mempunyai iklim yang sama dengan wilayah lain di Kota

Banjarmasin yaitu beriklim tropis dengan kelembaban udara rata-

rata 70 – 95%.

STIKES Suaka Insan


80

B. Deskripsi Karakteristik Ibu

Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita

(berumur <5 tahun) di Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin sebanyak 70

ibu. Berikut ini data tentang ibu dalam penelitian ditunjukkan dengan tabel

4.2 sebagai berikut:

1. Distribusi ibu berdasarkan umur

Tabel 4.2 Distribusi Ibu berdasarkan umur di Puskesmas Kuin


Raya Banjarmasin.

Umur f %
19-24 tahun 18 25,71
25-30 tahun 33 47,14
31-36 tahun 16 22,86
37-42 tahun 3 4,29
Jumlah 70 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa ibu yang berusia 25

tahun sampai dengan 30 tahun paling banyak yaitu sebanyak 33 orang

dengan persentase 47,14%. Usia ini tergolong dalam usia yang masih

produktif. Usia yang dikatakan produktif adalah 20 tahun sampai

dengan 40 tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden

terbanyak masih berada dalam rentang usia produktif, dimana

kemampuan seseorang dalam bekerja atau beraktivitas masih tinggi.

Semakin bertambah umur seseorang maka caranya dalam bekerja atau

beraktivitas akan semakin baik serta akan melaksanakan perannya

dengan baik pula. Demikian pula menurut Huclok (1998) dalam

Wawan dan Dewi (2010), semakin cukup umur, tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam beraktivitas dan

bekerja.

STIKES Suaka Insan


81

2. Distribusi Ibu Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi Ibu berdasarkan pendidikan di Puskesmas


Kuin Raya Banjarmasin.

Pendidikan f %
Rendah 22 31,43
Menengah 41 58,57
Tinggi 7 10
Jumlah 70 100

Berdasarkan data dari tabel 4.3 didapatkan data bahwa dari

seluruh Ibu sebagian besar tingkat pendidikannya adalah menengah

(SLTP dan SLTA) yaitu sebanyak 41 ibu dengan persentase 58,57%.

Hal ini disebabkan tidak ada biaya untuk melanjutkan pendidikan

sampai perguruan tinggi karena status ekonomi yang kurang

mendukung. Seseorang yang memiliki pendidikan yang baik dan

semakin tinggi pendidikan seseorang, maka pengetahuannya mengenai

kesehatan keluarga akan semakin baik sehingga bisa menghindari hal-

hal yang dapat menyebabkan suatu penyakit yang disebabkan oleh

perilaku yang kurang baik. Menurut Notoatmodjo (2007), tingkat

pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi

dan selanjutnya tindakan atau praktik terhadap suatu pengetahuan atau

informasi yang diperoleh seseorang.

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya

hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003),

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku

seseorang akan pola hidup terutama dalam motivasi untuk sikap

STIKES Suaka Insan


82

berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi terkait dan

mengenai sesuatu (Wawan dan Dewi, 2010).

3. Distribusi Ibu Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.4 Distribusi Ibu berdasarkan pekerjaan di Puskesmas


Kuin Raya Banjarmasin.

Pekerjaan F %
PNS 3 4,29
Wiraswasta 6 8,57
Petani 0 0
Ibu Rumah Tangga 61 87,14
Jumlah 70 100

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan di

Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin, dapat diketahui bahwa sebagian

besar ibu tidak bekerja (ibu rumah tangga) yaitu sebanyak 61 ibu

(87,14%). Dengan adanya aktivitas di luar rumah, menjadikan kegiatan

untuk mengasuh dan merawat balita terbatas, ibu kemungkinan dibantu

oleh keluarganya. Pola asuh yang dilakukan kepada balita selain dari

ibu juga dari keluarganya sehingga kemungkinan terjadi perubahan

pola pengasuhan.

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003),

pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber

kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja

umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-

STIKES Suaka Insan


83

ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Wawan

dan Dewi, 2010).

Menurut Widyastuti (2005) dalam Wulandari (2009),

pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial,

pendidikan, status sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah

kesehatan dalam suatu kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan

suatu determinan risiko dan determinan terpapar yang khusus dalam

bidang pekerjaan tertentu serta merupakan prediktor status kesehatan

dan kondisi tempat suatu populasi bekerja.

Suatu aktivitas rutin pada seseorang memungkinkan untuk

menghabiskan waktu dengan pekerjaannya sehingga waktu luangnya

pun terbatas. Bagi seseorang yang termasuk sibuk dalam pekerjaannya

akan sangat sulit untuk meluangkan waktu, walaupun sekedar untuk

mencuci tangan sesudah melakukan aktivitas, menjaga kebersihan

lingkungan tempat tinggalnya, bahkan orang yang sibuk kebanyakan

mengkonsumsi makanan yang praktis yang belum tentu terjaga

kebersihan dalam proses pengolahannya. Hal ini akan berbeda dengan

seseorang dengan pekerjaan yang mempunyai waktu luang yang cukup

akan memungkinkan untuk lebih teratur dalam berperilaku sehat.

4. Distribusi Ibu Berdasarkan Penghasilan

Tabel 4.5 Distribusi Ibu berdasarkan penghasilan keluarga di


Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin.

Penghasilan f %
<Rp. 1.585.000 55 78,57
Rp.1.585.000-Rp.3.175.000 11 15,72
>Rp. 3.175.000 4 5,71

STIKES Suaka Insan


84

Jumlah 70 100

Berdasarkan karakteristik ibu dilihat dari tingkat

penghasilan keluarga perbulan pada tabel 4.5 maka, ibu dengan

penghasilan keluarga perbulan <Rp.1.585.000 yaitu sebanyak 55 ibu

dengan persentase 78,57% dan ibu dengan tingkat penghasilan

keluarga >Rp.3.175.000 dengan 4 ibu dengan persentase 5,71%. Ini

artinya ibu dengan penghasilan keluarga perbulan <Rp.1.585.000

lebih banyak dari pada ibu dengan penghasilan keluarga perbulan

>Rp.3.175.000 di Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin. Hal ini

disebabkan karena pendidikan ibu sebagian besar tergolong menengah

dan mengakibatkan ibu kesulitan untuk mencari pekerjaan. sebagian

besar pekerjaannya adalah ibu rumah tangga sehingga menyebabkan

penghasilan tergolong rendah karena hanya kepala keluarga saja yang

mencari nafkah untuk membiayai keluarganya sedangkan pekerjaan

kepala keluarganya adalah sebagian besar bekerja sebagai buruh

sehingga penghasilan yang didapat tidak mencukupi untuk membuat

jamban yang sehat. Menurut Muyanto (2002), tinggi rendahnya

pendapatan masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan jenis

pekerjaan.

STIKES Suaka Insan


85

C. Hasil Penelitian

1. Perilaku Hidup Bersih Ibu

Hasil penelitian mengenai perilaku hidup bersih ibu di

Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin yang dilaksanakan pada 70

responden ditunjukkan dengan tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.6 Distribusi penilaian perilaku hidup bersih ibu di


Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin.

Perilaku Hidup Bersih f %


Baik 25 35,71
Cukup 15 21,43
Kurang 27 38,57
Sangat Kurang 3 4,29
Jumlah
70 100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa paling banyak

perilaku hidup bersih ibu di Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin

tentang perilaku hidup bersih termasuk dalam kategori kurang yaitu

sebanyak 27 ibu dengan persentase 38,57% dan kategori sangat kurang

sebanyak 3 ibu dengan persentase 4,29%.

2. Kejadian Diare Pada Balita

Hasil penelitian mengenai kejadian diare diperoleh dari hasi

kuesioner yang diberikan kepada 70 ibu. Dalam variabel ini ibu

sebanyak 70 orang yang dibatasi pada ibu-ibu yang memiliki balita

(berumur <5 tahun) yang mengalami diare dalam kurun waktu satu

bulan terakhir. Hasil selengkapnya ditunjukkan dengan tabel 4.7

sebagai berikut:

STIKES Suaka Insan


86

Tabel 4.7 Distribusi jawaban responden tentang kejadian diare di


Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin.
Kejadian Diare f %
Tidak 46 65,71
Ya 24 34,29
Jumlah 70 100

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa yang mengalami

diare dalam kurun waktu satu bulan terakhir yaitu sebanyak 24 balita

dengan persentase 34,29%, sedangkan yang tidak mengalami diare

sebnyak 46 balia dengan persentase 65,71%.

3. Hubungan Perilaku Hidup Bersih Ibu Dengan Kejadian Diare

Pada Balita

Perilaku hidup bersih adalah sekumpulan perilaku yang

dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang

menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di

bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan

masyarakatnya 4 indikator perilaku hidup bersih yang diindikasi

memiliki hubungan dengan kejadian diare yang meliputi menggunakan

air bersih, menggunakan jamban, cuci tangan, makan sayur dan buah.

Untuk menghubungkan anatara Perilaku Hidup Bersih ibu dengan

kejadian diare pada Balita. Peneliti memakai uji Chi-Square dengan

menggunakan salah satu program komputer. Maka dapat dilihat hasil

pada tabel 4.8 sebagai berikut:

STIKES Suaka Insan


87

Tabel 4.8 Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih ibu dengan


kejadian diare pada balita di Puskesmas Kuin Raya
Banjarmasin.
Kejadian Diare
Jumlah
PHB Tidak Ya
f % f % f %
Baik 23 92 2 8 25 100
Cukup 9 60 6 40 15 100
Kurang* 14 51,9 13 48,1 27 100
Sangat Kurang* 0 0 3 100 3 100
Jumlah 46 65,7 24 34,3 70 100
Keterangan : * digabung dengan uji statistik p=0,002 α = 0,05

Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat diketahui bahwa

sebanyak 25 ibu dengan perilaku baik, sebagian kecil yaitu 2 (8%)

balitanya mengalami kejadian diare, dari 15 ibu dengan perilaku

cukup, sebagian kecil yaitu 6 (40%) balitanya mengalami kejadian

diare, kemudian dari 27 ibu dengan perilaku kurang, sebagian kecil 13

(48,1%) balitanya mengalami kejadian diare dan dari 3 ibu dengan

perilaku sangat kurang, semuanya yaitu 3 (100%) balitanya mengalami

kejadian diare. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa bila

perilaku ibu baik maka kejadian diare akan menurun.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square

setelah dilakukan penggabungan variabel perilaku hidup bersih

kategori kurang dan sangat kurang didapat probabilitas sebesar 0,002

atau probabilitas kurang dari 0,05. Maka Ho ditolak, atau ada

hubungan yang bermakna antara perilaku hidup bersih dan sehat ibu

dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Kuin Raya

Banjarmasin.

STIKES Suaka Insan


88

D. Pembahasan

1. Perilaku Hidup Bersih Ibu

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa paling banyak

perilaku hidup bersih dan sehat ibu di Puskesmas Kuin Raya

Banjarmasin tentang Program Perilaku Hidup Bersih termasuk dalam

kategori kurang yaitu sebanyak 27 ibu dengan persentase 38,57% dan

ibu dengan kategori sangat kurang yaitu sebanyak 3 ibu dengan

persentase 4,29%. Terdapat beberapa penyebab hal ini salah satunya

adalah karena ibu tidak mengetahui pentingnya menerapkan perilaku

hidup bersih dalam pencegahan penyakit seperti diare. Perilaku hidup

bersih ibu yang kurang dinilai dari 4 indikator perilaku hidup bersih

yang diteliti yaitu menggunakan air bersih, menggunakan jamban, cuci

tangan dan makan buah dan sayur.

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan

perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci

tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air

besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,

sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai

dampak dalam penurunan kejadian diare (Depkes RI, 2003). Hal ini

berkebalikan dengan yang terjadi pada ibu di Puskesmas Kuin raya.

Kegiatan mencuci tangan dengan air tanpa menggunakan sabun sudah

dianggap cukup untuk membersihkan tangan dari kuman atau bakteri.

STIKES Suaka Insan


89

Tingkat pendidikan ibu sebagian besar tergolong menengah

dan kurangnya informasi yang didapat tentang perilaku hidup bersih

sehingga masyarakat di Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin sebagian

besar dikategorikan dengan perilaku kurang. Meskipun ibu rumah

tangga yang menjadi responden dalam penelitian ini menyatakan

pernah mendapatan informasi tentang perilaku hidup bersih, namun

jika ibu tersebut tidak memperhatikan saat informasi tersebut

dijelaskan maka akan mengakibatkan pemahaman yang kurang

sehingga masyarakat tidak bisa melaksanakan perilaku hidup bersih

dengan baik. Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan

proaktif untuk memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit,

melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam

gerakan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2002).

Menurut Sander (2005), pendidikan merupakan hal yang

penting dalam mempengaruhi pikiran seseorang. Pendidikan

masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai

pentingnya kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan untuk

mencegah terjangkitnya penyakit menular, salah satunya diare

(Wulandari, 2009).

Hanya tahu saja mengenai informasi tentang perilaku hidup

bersih dan sehat masih belum cukup untuk membentuk perilaku,

karena tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh

STIKES Suaka Insan


90

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab

itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah

(Notoatmodjo, 2010).

Mempertimbangkan fakta diatas, sangat perlu bagi para ibu

yang memiliki balita untuk memperhatikan kebiasaan untuk mencuci

tangan menggunakan sabun. Kebiasaan ini dapat dilatih dengan

menempatkan sabun cuci tangan pada dinding kamar mandi/WC

sehingga saat setelah buang air, ibu dapat langsung mencuci tangan

dengan menggunakan sabun. Ibu juga dapat mencoba menggunakan

kertas yang ditempelkan di dinding dengan tulisan “ Sudahkah anda

mencuci tangan menggunakan sabun ?” atau menempel gambar

mencuci tangan yang didapatkan di Puskesmas untuk mengingatkan

ibu terhadap kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun.

Petugas kesehatan yang bekerja di Puskesmas Kuin raya

perlu mempertimbangkan untuk memasukkan materi yang

berhubungan dengan dampak dari mencuci tangan terhadap Balita

sehingga Ibu dengan Balita dapat lebih tergugah untuk melaksanakan

kegiatan ini. Perlu juga memberikan materi simulasi yang berwarna

dan penuh gambar kepada ibu dengan Balita mengingat tingkat

pendidikan para ibu ini. Pembagian brosur-brosur kesehatan seperti

brosur tentang cuci tangan juga perlu diperhatikan. Brosur yang

diberikan harus menarik dan mampu menarik ibu dengan Balita ini.

STIKES Suaka Insan


91

2. Kejadian Diare Pada Balita

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa yang mengalami

diare dalam kurun waktu satu bulan terakhir yaitu sebanyak 24 balita

dengan persentase 34,29%, sedangkan yang tidak mengalami diare

sebanyak 46 balia dengan persentase 65,71%. Hal ini disebabkan

karena perilaku hidup bersih sebagian besar termasuk dalam kategori

kurang dan kurang pekanya ibu dalam menerima informasi yang

disampaikan oleh tenaga kesehatan tentang perilaku hidup bersih

dalam pencegahan suatu penyakit terutama penyakit diare. Pendidikan

diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan

dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan

pola hidup terutama dalam motivasi untuk sikap berperan serta dalam

pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Wawan dan

Dewi, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian, masih ada sebagian dari ibu

yang menggunakan sumur/sungai sebagai sarana sumber air bersih

yang digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci pakaian,

menggunakan jamban cemplung sebagai tempat BAB (Buang Air

Besar) dan mengkonsumsi air tanpa dimasak karena hal tersebut sudah

menjadi kebiasaan. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang

STIKES Suaka Insan


92

berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih

dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan

perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena

tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak

sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat

menimbulkan kejadian diare (Wulandari, 2009).

Pemenuhan sarana air bersih ini, perlu segera diperhatikan

oleh pemerintah yang terkait mengingat lebih dari 70 % keluarga

memiliki jumlah pendapatan yang kurang dari Rp1.585.000,- selama

sebulan. Pemerintah dapat menggunakan cara seperti subsidi air bersih

kepada warga atau mengajarkan penggelolaan air bersih kepada warga

setempat. Untuk pembuangan tinja, warga setempat perlu menyadari

pentingnya tempat BAB yang sehat. Perlu kerjasama dari semua pihak

yang terkait agar warga menyadari mengenai hal ini.

3. Hubungan Perilaku Hidup Bersih Ibu Dengan Kejadian Diare

Pada Balita

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas, dapat diketahui bahwa

sebanyak 27 ibu dengan perilaku kurang, sebesar 48,1% balita yang

mengalami diare dan sebesar 51,9% balita yang tidak mengalami diare.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian dari ibu rumah tangga telah

menggunakan sarana PDAM sebagai sumber air utama keluarga dan

sebagian masih menggunakan sumur sebagai sumber air utama

keluarga. Air yang diperoleh dijadikan sebagai air minum, dan

mencuci. Kondisi yang berlangsung secara lama dan berulang-ulang

STIKES Suaka Insan


93

dapat mengakibatkan kejadian diare pada balita. Untuk keperluan

minum dan memasak sebagian dari ibu menampung air tersebut di

tempat penampungan air, tetapi ada juga sebagian ibu yang langsung

mengambilnya dari kran. Meskipun air minum tersebut ditampung di

tempat penampungan air dan tertutup, tetapi air tersebut masih dapat

tercemar oleh tangan ibu yang menyentuh air pada saat menambil air.

Menurut Depkes (2005) menggunakan air minum yang tercemar dapat

menjadi salah satu faktor risiko terjadinya diare pada balita. Air

mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat penyimpanan

di rumah, seperti ditampung pada tempat penampungan air

(Wulandari, 2009). Melalui air yang merupakan media penularan

utama. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum

yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama

perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan

di rumah. Pencemaran di rumah terjadi apabila tempat penyimpanan

tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada

saat mengambil air dari tempat penyimpanan (Widoyono, 2008).

Menggunakan air bersih adalah rumah tangga yang

menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari yang berasal

dari air kemasan, air ledeng, air pompa, Sumur terlindung, mata air

terlindung dan penampungan air hujan dan memenuhi syarat air bersih

yaitu tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. Sumber air

pompa, sumur dan mata air terlindung berjarak minimal 10 meter dari

STIKES Suaka Insan


94

sumber pencemar seperti tempat penampungan kotoran atau limbah

(Depkes RI, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian, masih ada sebagian

masyarakat yang belum memiliki jamban pribadi, sehingga apabila

mereka buang air besar mereka menggunakan jamban cemplung yang

berada di pinggir sungai. dilihat jawaban dari pertanyaan pada

kuesioner masih ada sebagian perilaku ibu yang tidak membuang tinja

balita dengan benar, mereka membuang tinja balita ke sungai. Mereka

beranggapan bahwa tinja balita tidak berbahaya. Penyakit diare

sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri.

Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi melalui tinja

terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri

dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan

kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu

dapat menularkan diare ke orang yang memakannya (Widoyono,2008).

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square,

diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku hidup

bersih dengan kejadian diare (p = 0,002). Hal ini disebabkan karena

perilaku akan mempengaruhi kejadian diare secara langsung pada

seseorang. Faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara interaksi

manusia dengan lingkungan yang kurang mendukung, kondisi

kesehatan dan model gordon (agent/penyebab penyakit,

host/pejamu/populasi beresiko tinggi, dan lingkungan). Selain itu

tubuh manusia sangat bervariasi dalam bakat, kekuatan dan daya tahan

STIKES Suaka Insan


95

yang berbeda, sehingga interaksi berbagai faktor di dalam tubuh

manusia dapat menghasilkan resultan yang berbeda pula (Soemirat,

2000). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Eko

Murdiyanto (2011) “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare di Dusun Grobogan Desa

Musuk Wilayah Puskesmas Sambirejo Kabupaten Sragen” bahwa ada

hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian diare

di Dusun Grobogan, Desa Musuk, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten

Sragen.

STIKES Suaka Insan

Anda mungkin juga menyukai