Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi

dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna kepada

stimulus. Persepsi berbeda dengan sensasi meskipun keduanya

berhubungan (Notoatmodjo, 2010).

Persepsi berkenaan dengan fenomena dimana hubungan antara

stimulus dan pengalaman yang lebih kompleks ketimbang dengan

fenomena yang ada pada sensasi. Fenomena persepsi tergantung pada

proses-proses yang lebih tinggi kaitannya (Pieter & Lubis, 2010).

James P. Chaplin mengatakan bahwa persepsi adalah proses untuk

mengetahui atau mengenal objek atau kejadian objektif yang

menggunakan indra dan keseadaran dari proses-proses organis.

Titchener mengatakan bahwa persepsi adalah satu kelompok

penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari

pengalaman di masa lalu.

Menurut pandangan psikologis kontemporer, persepsi secara

umum diperlakukan sebagai satu variabel campur tangan (variable

intervening) yang tergantung pada faktor-faktor motivasional. Maka

8
9

arti suatu objek atau kejadian objektif ditentukan oleh kondisi

peransang atau faktor organisme. Dengan alasan ini, maka persepsi

mengenai dunia oleh pribadi ditanggapi berbeda-beda, karena individu

menanggapinya berdasarkan aspek-aspek situasi yang memberikan arti

khusus pada dirinya.

Sebelum terjadi persepsi pada manusia, diperlukan sebuah stimuli

yang harus ditangkap melalui organ tubuh yang bisa digunakan sebagai

alat bantunya untuk memahami lingkungannya. Alat bantu itu

dinamakan alat indra. Indra yang saat ini secara universal diketahui

adalah hidung, mata, telinga, lidah, dan kulit. Kelima indra itu

memiliki fungsi-fungsi tersendiri (Sarwono, 2010).

Secara umum, persepsi adalah proses mengamati dunia luar yang

mencakup perhatian, pemahaman, pengenalan objek-objek atau

peristiwa.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Secara umum, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

seseorang yaitu :

1) Konstansi, artinya adanya kecendrungan seseorang untuk selalu

melihat objek atau kejadian secara konstan sekalipun sebenarnya

itu bervariasi dalam bentuk ukuran, warna, dan kecemerlangan.

2) Minat, artinya semakin tinggi minat seseorang terhadap sesuatu

objek atau peristiwa, maka semakin tinggi juga minatnya dalam

memersepsikan objek atau peristiwa.


10

3) Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap suatu

objek atau peristiwa tersebut bagi diri seseorang, maka semakin

peka dia terhadap objek-objek persepsinya.

4) Kebiasaan, artinya objek atau peristiwa semakin sering dirasakan

seseorang, maka semakin terbiasa dirinya di dalam membentuk

persepsi.

c. Bentuk-bentuk persepsi

1) Persepsi jarak

Persepsi jarak sebelumnya merupakan suatu teka teki bagi

teoritis persepsi, karena cenderung dianggap sebagai apa yang

dihayati oleh indra perorangan yang berkaitan dengan bayangan

dua dimensi. Akhirnya ditemukan bahwa stimulus visual memiliki

cirri-ciri yang berhubungan dengan jarak pengamatan. Atau lebih

dikenal dengan istilah isyarat jarak (distance). Sebagian factor ini

hanya ada bila suatu penglihatan dipandang dengan ke kedua mata

(isyarat binokuler) dan sebagian lagi ada dalam stimulus luas pada

tiap mata (isyarat monokuler). Persepsi jarak menjadi lebih rumit

karena sangat tergantung pada sejumlah besar faktor.

2) Persepsi gerakan

Gibson, dkk. Mengatakan bahwa isyarat persepsi gerakan ada

di lingkungan sekitar manusia. Kita melihat sebuah benda bergerak

karena ketika benda itu bergerak, sebagian menutupi dan sebagian

lagi tidak menutupi latar belakangnya yang tak bergerak. Kita akan

juga melihat benda-benda bergerak ketika berubah jarak. Kita


11

melihat bagian baru ketika bagian lain hilang dari pandangan. Jadi

tidak peduli apakah pandangan mata kita mengikuti benda yang

bergerak atau pada latar belakangnya. Suatu hal akan menjadi

menarik jika meninggalkan isyarat yang ambigus sehingga dapat

memungkinkan terjadinya kekeliruan dalam memersepsi.

3) Persepsi kedalaman

Persepsi kedalaman dimungkinkan akan muncul melalui

penggunaan isyarat-isyarat fisik, seperti akomodasi, konvergensi

dan disparitas selaput jala dari mata dan juga disebabkan oleh

isyarat-isyarat yang dipelajari dari perspektif liner dan udara

interposisi atau meletakkan di tengah-tengah, dimana ukuran relatif

dari objek dalam penjajaran, bayangan, ketinggian, atau susunan.

2. Klien

Klien adalah individu yang mematuhi saran atau layanan dari pihak

lain yang kompeten. Istilah klien menunjukan penerima layanan kesehatan

sebagai kolaborator dalam perwatan, yakni sebagai individu yang juga

bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka sendiri. Oleh karena itu,

status kesehatan seorang klien merupakan tanggung jawabnya sebagai

individu yang berkerja sama dengan para professional kesehatan. Klien

merupakan istilah yang dipilih, meski konsumen dan pasien juga

digunakan dalam beberapa kondisi (Kozier, Erb, Berman, Snyder, 2011).


12

3. Perilaku kesehatan

a. Pengertian Perilaku Kesehatan

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu

tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi

dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan

berbagai faktor yang saling berinteraksi (Wawan dan Dewi, 2010).

Kesehatan adalah keadaaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomi

(UUK No. 23 tahun 1992). Kesehatan menurut WHO kesehatan adalah

keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya

bebas dari penyakit dan cacat.

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang

(organism) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta linkungan.

Batasan ini mmpunyai 2 unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau

perangsangan. Respons atau reaksi manusia, baik bersifat aktif

(tindakan yang nyata atau practice). Sedangkan stimulus atau

ransangan disini terdiri 4 unsur pokok, yakni sakit dan penyakit,

system pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.

Dengan demikian secara lebih terperinci perilaku kesehatan itu

mencakup : (Wawan dan Dewi, 2010).

1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana

manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan

mempersepsi penyakit atau rasa sakit yang ada pada dirinya dan di
13

luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan

dengan penyakit atau sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan

penyakit ini dengan dirinya sesuia dengan tingkat-tingkat

pencegahan penyakit, yakni:

a) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan (health promotion). Misalnya makan makanan yang

bergizi, olah raga, dan sebagainya.

b) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)

adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit,

misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan

nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk perilaku

untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

c) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health

seeking behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau

mencari pengobatan, misanya usaha-usaha mengobati sendiri

penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas

kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter praktek, dan

sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun,

sinshe, dan sebagainya).

d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health

rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan

dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari

suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, memtuhi anjuran-

anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.


14

2) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons

seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik system

pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini

menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan,

petugas kesehatan, dan obat-obattanya, yang terwujud dalam

pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan

obat-obatan.

3) Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) yakni respons

seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi

kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan

praktek kita terhadap makanan serta unsure-unsur yang terkandung

didalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya

sehubungan kebutuhan tubuh kita.

4) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health

behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai

determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup

kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain

mencakup :

a) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya

komponen, mamfaat, dan penggunaan air bersih untuk

kepentingan kesehatan.

b) Perilaku sehubungan dengan pembuangngan air kotor, yang

menyangkut segi-segi hygiene, pemeliharaan teknik, dan

penggunaannya.
15

c) Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat

maupun limbah cair. Termasuk didalamnya system

pembuangngan sampah dan air limbah yang sehat serta dampak

pembuangngan limbah yang tidak baik.

d) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi

ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.

e) Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang

nyamuk (vector) dan sebagainya.

Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu

aksi atau reaksi organism terhadap lingkungannya. Hal ini berarti

bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untk

menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Dengan demikian

maka suatu rangsangan akan menghasilkan reaksi atau perilaku

tertentu. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah

tindakan atau perbuatan suatu organism yang dapat diamati dan bahkan

dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya

suatu kecendrungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek,

dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanta untuk

menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah

sebagian dari perilaku manusia. Didalam suatu pembentukan dan atau

perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa factor yang berasal dari

dalam dan luar dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut

antara lain susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses

belajar, lingkungan dan sebagainya. Susunan saraf pusat memegang


16

peranan penting dalam perilaku manusia karena merupakan sebuah

bentuk perpindahan dari rangsangan yang masuk menjadi perbuatan

atau tindakan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan saraf pusat

dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron.

Neuron memindahkan energi-energi didalam impuls-impuls saraf.

Impuls-impuls saraf indera pendengaran, penglihatan, pembauan,

pengecapan, dan perabaan disalurkan dari tempat terjadinya

rangsangan melalui impuls-impuls saraf ke susunan saraf pusat.

Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui

melalui persepsi. Persepsi sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui

panca indera. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda

meskipun mengamati objek yan sama. Motivasi yang diartikan sebagai

suatu dorongan untuk bertindak dalam rangka mencapai suatu tujuan,

juga dapat terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul

karena emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi

berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada hakekatnya

meruapakan faktor keturunan (bawaan). Manusia dalam mencapai

kedewasaan semua aspek tersebut diatas akan berkembang sesuai

dengan hukum perkembangan.

Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang

dihasilkan dari praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Belajar

adalah suatu perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu

(sebelumnya). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku itu


17

dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi

manusia dengan lingkungannya.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku

dibedakan menjadi 2, yakni faktor intern dan ekstern :

1) Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi,

motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah

rangsangan dari luar.

2) Faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non

fisik seperti iklim, manusia, social ekonomi, kebudayaan dan

sebagainya.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku merupakan

konsepsi yang tidak sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu

pengorganisasian proses-proses psikologis oleh seorang yang

memberikan predisposisi untuk melakukan response menurut cara

tertentu terhadap suatu objek.

c. Klasifikasi Perilaku

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan

dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut :

1) Perilaku kesehatan (health behavior) yaitu hala-hal yang berkaiatan

dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan

untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih

makanan, sanitasi, dan sebagainya.


18

2) Perilaku sakit (illness behavior) yakni segala tindakan atau

kegiatan yang dilakukan seseorang individu yang merasakan sakit

untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau raa

sakit. Termasuk disini kemampuan atau pengetahuan individu

untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha-

usaha mencegah penyakit tersebut.

3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yakni segala tindakan

atau kegiatan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk

memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh

terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh

terhadap orang lain terutama kepada anak-anak yang belum

mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.

d. Pengaruh lingkungan sosial terhadap individu

Saparinah Sadli (1982) membagi individu dengan lingkungan

sosial yang saling mempengaruhi sebagai berikut :

1) Perilaku kesehatan individu; sikap dan kebiasaan individu yang

erat kaitannya dengan lingkungan.

2) Lingkungan keluarga; kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga

mengenai kesehatan.

3) Lingkungan terbatas; tradisi, adat-istiadat dan kepercayaan

masyarakat sehubungan dengan kesehatan.

4) Lingkungan umum; kebijakan-kebijakan pemerintah dibidang

kesehatan, undang-undang kesehatan, program-program kesehatan.


19

4. Tuberculosis paru

a. Pengertian

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh Micobacterium tuberculosis kuman batang aerobik

dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun

saprofit (Price dan Wilson, 2006).

Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman

micobakterium tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei)

saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah mengandung

bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono,

2008).

Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab penyakit

tuberculosis (Anggraeni, 2011).

b. Manisfestasi Klinis

Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang

berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis.

Gejala sistemik termasuk demam, menggigil, keringat malam,

kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan (Price

dan Wilson, 2006).

Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberculosis

paru apabila ditemukan gejala klinis utama (cardinal symptom) pada

dirinya, gejala utama pada tersangka TB adalah batuk berdahak lebih

dari tiga minggu, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada. Gejala
20

lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tidak tinggi

/meriang dan penurunan berat badan (Widoyono, 2008).

Gejala-gejala penderita TBC di antaranya batuk-batuk, sakit dada,

napas pendek, hilang nafsu makan, berat badan turun, demam,

kedinginan, dan kelelahan (Anggraeni, 2011).

c. Cara Penularan

Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman

mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei)

saat seseorang pasien TBC batuk dan percikan ludah yang

mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas.

Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan

orang lain, basil tuberculosis tersembur dan terhisap ke dalam paru

orang sehat (Widoyono, 2008).

Penularan penyakit TBC adalah melaui udara yang tercemar oleh

micobakterium tuberculosis yang dilepaskan atau di keluarkan oleh si

penderita TBC saat batuk, bersin, bahkan berbicara. Bakteri ini

terutama menyerang orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah.

Pada anak-anak, umumnya sumber infeksi berasal dari orang dewasa

yang menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan

berkumpul hingga berkembang menjadi banyak. Bakteri ini dapat pula

mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah

bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain

seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening, dan

lainnya.
21

Masuknya micobakterium tuberculosis ke dalam organ paru-paru

menyebabkan infeksi pada organ paru-paru, kemudian segera terjadi

pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan

reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat

bakteri TBC melalui mekanisme alami sehingga membentuk jaringan

parut. Akibatnya, bakteri TBC akan berdiam (dorman) dan tampak

sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen.

Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (imun) yang baik,

bentuk tuberkel ini akan tetap dorman sepanjang hidupnya. Lain hal

pada orang yang memiliki system kekebalan tubuh rendah atau kurang,

bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel

bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk

sebuah ruang di dalam rongga paru. Ruang inilah yang nantinya

menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Pada orang yang

rongga paru-parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba

micobakterium tuberculosis disebut sedang mengalami pertumbuhan

tuberkel dan positif terinfeksi TBC (Anggraeni, 2011).

d. Diagnosa Tuberculosis

Untuk menegakkan diagnosis penyakit tuberculosis dilakukan

pemeriksaan labolatorium untuk menemukan BTA posistif.

Pemeriksaan lain yang dilakukan yaitu dengan pemeriksaan kultur

bakteri, namun biayanya mahal dan hasilnya lama (Widoyono, 2008).

Diagnosis pada penyakit TB paru dapat dilakukan dengan melihat

keluhan/gejala klinis penderita, keadaan fisik penderita, test darah,


22

pemeriksaan biakan, pemeriksaan mikroskopis, test tuberculin, dan

radiologis (rontgen) (Anggraeni, 2011).

Pemeriksaan dahak ( bukan ludah ) dilakukan sebanyak 3 kali

selama 2 hari yang dikenal dengan istilah SPS (Sewaktu, Pagi,

Sewaktu). Dahak penderita diperiksa di laboratorium sewaktu

penderita datang pertama kali. Sehabis bangun tidur keesokan

harinnya, dahak penderita ditampung dalam pot kecil yang diberikan

oleh petugas laboratorium, kemudian dahak ditutup rapat dan bawa ke

laboratorium untuk diperiksa. Dahak penderita dikeluarkan lagi di

laboratorium (penderita datang ke laboratorium) untuk diperiksa. Jika

hasinya positif, orang tersebut dapat dipastikan menderita penyakit

TBC.

e. Pencegahan Tuberculosis

Program-program kesehatan masyarakat sengaja di rancang untuk

deteksi dini dan pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini.

Menurut hukum, semua orang dengan TB tingkat 3 atau tingkat 5 harus

harus dlaporkan ke departemen kesehatan. Penapisan kelompok

berisiko tinggi adalah tugas penting departemen kesehatan lokal.

Tujuan mendeteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk

mengidentifikasi siapa saja yang akan memperoleh keuntungan dari

terapi pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif

secara klinis. Program penegahan ini memberikan keuntungan tidak

saja untuk seseorang yang telah terinfeksi namun juga untuk

masyarakat pada umumnya. Karena itu, penduduk yang sangat berisiko


23

terkena TB harus dapat diidentifikasi dan prioritas untuk menentukan

program terapi obat harus menjelaskan resiko versus mamfaat terapi

(Price dan Wilson, 2006).

Usaha pencegahan penularan penyakit TBC dapat dilakukan

dengan cara memutus rantai penularan yaitu mengobati penderita TBC

sampai benar-benar sembuh serta melaksanakan pola hidup bersih dan

sehat (Laban, 2008).

f. Pengobatan Tuberculosis

Pengobatan Penyakit TBC dilakukan dengan beberapa tujuan

yaitu : menyembukan pasien, mencegah kematian, mencegah

kekambuhan, menurunkan resiko penularan (Laban, 2008).

ATS (1994) menekankan 3 prinsip dalam pengobatan TB yang

berdasarkan pada :

1) Regimen harus termasuk obat-obat multipel yang sensistif terhadap

mikroorganisme,

2) Obat-obatan harus diminum secara teratur, dan

3) Terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu yang

cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan palin

aman pada waktu yang paling singkat (Price dan Wilson, 2006).

g. Jenis Obat

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok

yaitu :

1) Obat primer : INH (isoniazid), rifampisin, streptomisin,

pirazinamid. Obat primer memperlihatkan efektivitas yang tinggi


24

dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar

penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. INH atau

isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik (menahan

perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh bakteri).

Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk

mengobati semua tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan

anemia sehingga dianjurkan juga untuk mengkomsumsi vitamin

penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).

2) Obat sekunder : Exionamid, paraaminosalisilat, sikloserin,

amikasin, kapreomisin dan kanamisin.

Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu

menggunakan tiga obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada

bulan pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu atau lebih obat

TBC primer ini.

Pada umunya, pengobatan TBC akan selesai dalam jangka waktu

6 bulan. Biasanya, 2 bulan pertama dilakukan pengobatan intensif

setiap hari, kemudian dilanjutkan dengan pengobatan yang dilakukan

selama 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (pengobatan tahap

lanjutan). Pada kasus tertentu, penderita bisa minum obat setiap hari

selama 3 bulan, kemudian dilanjutkan tiga kali seminggu selama 4

bulan. Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, penderita

menular akan menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

Yang harus diperhatikan dalam pase pengobatan adalah bagi para

penderita TBC, ada satu hal yang penting harus diperhatikan dan
25

dilaksanakan dan dilakukan, yaitu keteraturan minum obat TBC

sampai dinyatakan sembuh. Biasanya waktu yang diperlukan oleh

penderita TBC dalam menjalani pengobatan sampai dinyatakan

sembuh adalah selama 6-8 bulan. Apabila hal ini tidak dilakukan (tidak

teratur minum obat), maka akan terjadi beberapa hal yaitu : Kuman

penyakit TBC kebal sehingga penyakitnya lebih sulit diobati, kuman

berkembang lebih banyak dan dapat menyerang organ lain, penderita

akan membutuhkan waktu yang lebih lama untu sembuh, biaya

pengobatan akan semakin mahal, masa produktif yang hilang akan

semakin banyak, karena masa pengobatan yang semakin panjang.

Efek samping yang timbulkan oleh obat anti tuberculosis dapat

dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu : Efek samping ringan : nafsu

makan menurun, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai rasa

terbakar yang terasa dikaki, warna kemerahan pada air seni. Efek

samping berat : gatal-gatal dan menimbulkan kemerahan di kulit, tuli

atau gangguan pada pendengaran, gangguan keseimbangan, kulit

menjadi kekuning-kuningan, muntah-muntah, gangguan penglihatan

(Anggraeni, 2011).
26

ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA

Tersangka penderita TBC (suspek TBC)

Pemeriksaan Dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA Hasil BTA


Hasil BTA
+++ ---
+--
++-

Beri Antibiotik
Pemeriksaan Rontgen Spektrum Luas
Dada

Hasil Mendukung Hasil Tidak Tidak Ada Ada Perbaikan


TBC Mendukung TBC Perbaikan

Ulangi Periksa Dahak


SPS

Hasil BTA
Penderita TBC Hasil BTA - - -
+++
BTA aPositif
++-

Hasil Mendukung +--


TBC
Pemeriksaan
Rontgen Dada

Hasil Rontgen Bukan


TBC BTA Neg Neg. TBC,Penyakit
Rontgen Pos lain

(Depkes, 2002)

Skema 2.1 Alur Diagnosis TBC


27

B. Landasan Teori

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan

yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya

(Notoatmodjo, 2010).

Perilaku Kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap

stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan, serta lingkungan (Wawan dan Dewi, 2010).

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Micobakterium tuberculosis (Price dan Wilson, 2006).


28

C.Kerangka Teori

Suspek TB Paru

Persepsi : Perilaku yang berhubungan


dengan kesehatan :
Minat
Perilaku Kesehatan
Kepentingan
Perilaku Sakit
Kebiasaan
Perilaku Peran Sakit
Konstansi

Perilaku lingkungan sosial :

Perilaku kesehatan individu

Lingkungan keluarga

Lingkungan terbatas

Lingkungan umum

Gambar 2.1 Kerangka Teori


29

D. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen Variabel dependen

TB Paru Perilaku kesehatan mencakup:

- Perilaku seseorang
terhadap sakit penyakit
Persepsi : - Perilaku terhadap sistem
pelayanan kesehatan
- Minat
- Perilaku terhadap
- Kepentingan
makanan
- Kebiasaan
- Perilaku terhadap
- Konstansi
lingkungan

Kategori :

- Sangat baik Kategori :


- Baik - Baik
- Cukup - Tidak baik
- Kurang
- Sangat kurang

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan

= Hubungan yang diteliti

E. Hipotesis Penelitian

Dari uraian diatas, hipotesis dari penelitian ini :

Ha : Ada Hubungan Persepsi Dengan Perilaku Kesehatan Pada Penderita Tb

Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjsarmasin ?

Anda mungkin juga menyukai