Buku Ajar Toksikologi Umum PDF
Buku Ajar Toksikologi Umum PDF
FA 324620
Buku Ajar
disusun oleh
Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt.
Rasmaya Niruri, S.Si., Apt.
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur ”Om Awighnam Astu Nahma Sidham” semoga tiada aral yang melintang dan
memperoleh wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa.. Bahan Ajar TOKSIKOLOGI UMUM ini disusun
guna membantu mahasiswa dalam mempercepat proses belajar mengajar ”transfer ilmu” khususnya
mata kuliah Toksikologi. Mata kuliah ini merupakan mata ajaran bagi mahasiswa Jurusan Farmasi –
FMIPA- UNUD di semester 3. Bahan ajar ini berisikan tentang pengantar ilmu toksikologi, fase kerja dan
efek toksik, proses reaksi biotransformasi, pemodelan farmakokinetik, hubungan dosis-respon, dosis-
kerja dan kerja-waktu, faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas, cabang ilmu toksikologi, metode uji
toksisitas, dan tindakan penanganan pada kasus keracunan. Bahan ajar ini merupakan rangkuman dari
berbagai sumber bacaan.
Sangat disadari tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun langkah/usaha sekecil apapun akan
sangat berarti sebagai daya awal untuk langkah yang lebih besar. Menyadari hal tersebut penulis
sangat mengharapkan masukan dan saran, dari berbagai pihak guna menyempurnakan materi ini.
Saran dan masukan dapat dialamatkan ke penulis melalui Lab. Kimia Forensik, Jurusan Kimia-FMIPA-
Unud, Kampus Bukit Jimbaran, Bali.
Januari 2007
Hormat kami
ttd
Penulis
i
BAB
ii
6.3. Bilamana pemeriksaan toksikologik diperlukan ............................................................ 70
6.4. Keracunan .................................................................................................................... 71
6.5. Langkah-langkah analisis toksikologi forensik .............................................................. 73
6.6. Peranan toksikologi forensik dalam penyelesaian kasus kejahatan ............................... 73
6.7. Keberadaan analisis toksikologi forensik di Indonesia ................................................... 75
VII PENGANTAR TOKSIKOLOGI KLINIK ........................................................................... 77
7.1. Pendahuluan ............................................................................................................... 77
7.2. Prevalensi dan penegakan diagnose pada kasus instoksikasi di IRD Rumah Sakit
Sanglah pada tahun 2005 ............................................................................................. 78
7.3. Makna analisis toksikologi dalam diagnose instoksikasi .............................................. 78
7.4. Tugas analisis toksikolog klinik dalam penegakan diagnose keracunan ...................... 79
7.5. Sistematika analisis toksikologi klinik .............................................................................. 79
7.6. Evaluasi dan pengkajian hasil analisis toksikologi klinik ................................................. 80
7.7. Kompetensi yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan analisis toksikologi klinik ......... 80
VIII PENGANTAR TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN .............................................................. 82
8.1. Pendahuluan ................................................................................................................... 82
8.2. Pencemaran Lingkungan .............................................................................................. 83
8.3. Sifat Alaminya Lingkungan ............................................................................................. 84
8.4. Persistensi Zat Kimia di Lingkungan ................................................................................ 85
8.5. Proses Bioakumulasi .. .................................................................................................. 87
8.6. Pencemar Udara ...... .. .................................................................................................. 88
8.7. Pestisida ...... .. ............................................................................................................... 89
IX EVALUASI TOKSIKOLOGI: METODE PENGUJIAN TOKSISITAS ............................... 92
9.1. Pendahuluan ................................................................................................................. 92
9.2. Asas uji biologi bagi toksisitas ....................................................................................... 92
9.3. Summary uji toksikologik ............................................................................................... 93
9.4. Lima pedoman uji toksisitas (Weil, 1972) ..................................................................... 94
X TINDAKAN UMUM PADA KERACUNAN ...................................................................... 96
10.1. Pendahuluan ................................................................................................................. 96
10.2. Penanganan Keracunan Akut ....................................................................................... 97
LAMPIRAN
I ANALISIS INSTRUKSIONAL (A I) ............................................................................. 103
II GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) .................................... 104
III JADWAL PERKULIAHAN TOKSIKOLOGI UMUM SEMESTER GANJIL 2006/2007 .. 106
IV MATRIK PENYUSUNAN MATERI KULIAH BERBASISKAN KOMPETENSI ............. 107
V SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) ..................................................................... 109
VI RENCANA EVALUASI PROSES BELAJAR MENGAJAR .......................................... 118
VII KONTRAK KULIAH .................................................................................................... 119
iii
BAB I
2
kimia dari DDT, mengakibatkan DDT akan seorang ahli penyakit dalam menggunakan zat
terakumulasi (tertimbun) dalam waktu yang lama yang sama untuk terapi, lazimnya keadaan ini
di jaringan lemak. Sehingga apabila batas manjadi terbalik. Pada seorang anak yang tanpa
konsentrasi toksiknya terlampaui, barulah akan menyadarinya telah memakan buah Atropa
muncul efek toksik. Efek atau kerja toksik seperti belladonna, maka mediaris maupun mulut kering
ini lebih dikenal dengan efek toksik yang bersifat harus dilihat sebagai gejala keracuanan. Oleh
kronis. sebab itu ungkapan kerja terapi maupun kerja
toksik tidak pernah dinilai secara mutlak. Hanya
Toksin Clostridium botulinum, adalah salah satu
tujuan penggunaan suatu zat yang mempunyai
contoh tokson, dimana dalam konsentrasi yang
kerja farmakologi dan dengan demikian sekaligus
sangat rendah (10-9 mg/kg berat badan), sudah
berpotensial toksik, memungkinkan untuk
dapat mengakibatkan efek kematian. Berbeda
membedakan apakah kerjanya sebagai obat atau
dengan metanol, baru bekerja toksik pada dosis
sebagai zat racun.
yang melebihi 10 g. Pengobatan parasetamol
yang direkomendasikan dalam satu periode 24 Tidak jarang dari hasil penelitian toksikologi,
jam adalah 4 g untuk orang dewasa dan 90 mg/kg justru diperoleh senyawa obat baru. Seperti
untuk anak-anak. Namun pada penggunaan lebih penelitian racun (glikosida digitalis) dari tanaman
dari 7 g pada orang dewasa dan 150 mg/kg pada Digitalis purpurea dan lanata, yaitu diperoleh
anak-anak akan menimbulkan efek toksik. antikuagulan yang bekerja tidak langsung, yang
diturunkan dari zat racun yang terdapat di dalam
Dengan demikian, resiko keracunan tidak hanya
semanggi yang busuk. Inhibitor
tergantung pada sifat zatnya sendiri, tetapi juga
asetilkolinesterase jenis ester fosfat, pada
pada kemungkinan untuk berkontak dengannya
mulanya dikembangkan sebagai zat kimia untuk
dan pada jumlah yang masuk dan diabsorpsi.
perang, kemudian digunakan sebagai insektisida
Dengan lain kata tergantung dengan cara kerja,
dan kini juga dipakai untuk menangani glaukoma.
frekuensi kerja dan waktu kerja. Antara kerja
(atau mekanisme kerja) sesuatu obat dan sesuatu Toksikologi modern merupakan bidang yang
tokson tidak terdapat perbedaan yang prinsipil, ia didasari oleh multi displin ilmu, ia dengan dapat
hanya relatif. Semua kerja dari suatu obat yang dengan bebas meminjam bebarapa ilmu dasar,
tidak mempunyai sangkut paut dengan indikasi guna mempelajari interaksi antara tokson dan
obat yang sebenarnya, dapat dinyatakan sebagai mekanisme biologi yang ditimbulkan (lihat gambar
kerja toksik. 1.1). Ilmu toksikologi ditunjang oleh berbagai ilmu
dasar, seperti kimia, biologi, fisika, matematika.
Kerja medriatik (pelebaran pupil), dari sudut
Kimia analisis dibutuhkan untuk mengetahui
pandangan ahli mata merupakan efek terapi yang
jumlah tokson yang melakukan ikatan dengan
dinginkan, namun kerja hambatan sekresi, dilihat
reseptor sehingga dapat memberikan efek toksik.
sebagai kerja samping yang tidak diinginkan. Bila
Farmakologi Immunologi
Biologi Patologi
Kimia Fisiologi
Toksikologi
Matematika Kesehatan masyarakat
Gambar 1.1: Hubungan ilmu dasar dan terapan dengan cabang toksikologi (dimodifikasi dari LOOMIS 1979).
3
Bidang ilmu biokimia diperlukan guna mengetahui − dalam industri makanan sebagai zat tambahan
informasi penyimpangan reaksi kimia pada baik langsung maupun tidak langsung,
organisme yang diakibatkan oleh xenobiotika. − dalam pertanian sebagai pestisida zat pengatur
Perubahan biologis yang diakibatkan oleh pertumbuhan, peyerbuk bantuan, dan zat
xenobiotika dapat diungkap melalui bantuan ilmu tambahan pada makanan hewan,
patologi, immonologi, dan fisiologi. Untuk − dalam bidang industri kimia sebagai pelarut,
mengetahui efek berbahaya dari suatu zat kimia komponen, dan bahan antara bagi plstik serta
pada suatu sel, jaringan atau organisme banyak jenis bahan kimia lainnya.
memerlukan dukungan ilmu patologi, yaitu dalam Di dalam industri kimia juga dipelajari pengaruh
menunjukan wujud perubahan / penyimpangan logam (misal dalam dalam pertambangan dan
kasar, mikroskopi, atau penyimpangan tempat peleburan), produk minyak bumi, kertas
submikroskopi dari normalnya. Perubahan biologi dan pulpa, tumbuhan beracun, dan racun hewan
akibat paparan tokson dapat termanisfestasi terhadap kesehatan.
dalam bentuk perubahan sistem kekebakan LOOMIS (1979) berdasarkan aplikasinya
(immun) tubuh, untuk itu diperlukan bidang ilmu toksikologi dikelompokkan dalam tiga kelompok
immunologi guna lebih dalam mengungkap efek besar, yakni: toksikologi lingkungan, toksikologi
toksik pada sistem kekebalan organisme. ekonomi dan toksikologi forensik. Toksikologi
Mengadopsi konsep dasar yang dikemukakan lingkungan lebih memfokuskan telaah racun pada
oleh Paracelcius, manusia menggolongkan efek lingkungan, seperti pencemaran lingkungan,
yang ditimbulkan oleh tokson menjadi konsentrasi dampak negatif dari akumulasi residu senyawa
batas minimum memberikan efek, daerah kimia pada lingkungan, kesehatan lingkungan
konsentrasi dimana memberikan efek yang kerja. Toksikologi ekonomi membahas segi
menguntungkan (efek terapeutik , lebih dikenal manfaat dan nilai ekonomis dari xenobiotika.
dengan efek farmakologi), batas konsentrasi Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi
dimana sudah memberikan efek berbahaya ilmu toksikologi untuk kepentingan peradilan.
(konsetrasi toksik), dan konstrasi tertinggi yang Kerja utama dari toksikologi forensik adalah
dapat menimbulkan efek kematian. Agar dapat analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif
menetapkan batasan konsentrasi ini toksikologi sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di
memerlukan dukungan ilmu kimia analisis, pengadilan.
biokimia, maupun kimia instrmentasi, serta Masih dijumpai subdisiplin toksikologi lainnya
hubungannya dengan biologi. Ilmu statistik sangat selain tiga golongan besar diatas, seperti
diperlukan oleh toksikologi dalam mengolah baik toksikologi analisis, toksikologi klinik, toksikologi
data kualitatif maupun data kuantitatif yang kerja, toksikologi hukum, dan toksikologi
nantinya dapat dijadikan sebagai besaran mekanistik.
ekspresi parameter-parameter angka yang
mewakili populasi. Untuk menegakan terapi keracunan yang spesifik
dan terarah, diperlukan kerjasama antara dokter
Bidang yang paling berkaitan dengan toksikologi dan toksikolog klinik. Hasil analisis toksikologi
adalah farmakologi, karena ahli farmakologi harus dapat memastikan diagnose klinis, dimana
memahami tidak hanya efek bermanfaat zat kimia, diagnose ini dapat dijadikan dasar dalam
tetapi juga efek berbahayanya yang mungkin melakukan terapi yang cepat dan tepat, serta
diterapkan pada penggunaan terapi. Farmakologi lebih terarah, sehingga ancaman kegagalan
pada umumnya menelaah efek toksik, mekanisme pengobatan (kematian) dapat dihindarkan.
kerja toksik, hubungan dosis respon, dari suatu Analisis toksikologi klinik dapat berupa analisis
tokson. kualitatif maupun kuantitatif. Dari hasil analisis
1.3. Cakupan dan Subdisiplin Toksikologi kualitatif dapat dipastikan bahwa kasus
keracunan adalah memang benar diakibatkan
Toksikologi sangat luas cakupannya. Ia oleh instoksikasi. Sedangkan dari hasil analisis
menangani studi efek toksik “toksisitas” di kuantitatif dapat diperoleh informasi tingkat
berbagai bidang, LU (1995) mengelompokkan ke toksisitas pasien. Dalam hal ini diperlukan
dalam empat bidang, yaitu: interpretasi konsentrasi tokson, baik di darah
− bidang kedokteran untuk tujuan diagnostik, maupun di urin, yang lebih seksama. Untuk
pencegahan, dan terapeutik, mengetahui tepatnya tingkat toksisitas pasien,
4
biasanya diperlukan analisis tokson yang bahkan musnahnya predator insek tersebut.
berulang baik dari darah maupun urin. Dari Pemakaian pestisida, telah ditengarai
perubahan konsentrasi di darah akan diperoleh mengakibatkan mutasi genetika dari insektisida
gambaran apakah toksisitas pada fase eksposisi tersebut, sehingga pada akhirnya melahirkan
atau sudah dalam fase eleminiasi. mutan insek yang justru resisten terhadap
pestisida jenis tertentu. Pemakaian pestisida yang
Keracunan mungkin terjadi akibat pejanan tokson
tidak benar juga merupakan salah satu
di tempat kerja. Hal ini mungkin dapat
penginduksi toksisitas kronik (menahun). Petani
mengkibatkan efek buruk yang akut maupun
berkeinginan mendapatkan keuntungan yang
kronik. Efek toksik yang ditimbulkan oleh
tinggi dari hasil pertaniannya, tidak jarang
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan
penyemprotan pestisida berlebih justru dilakukan
masalah bidang toksikologi kerja. Toksikologi
pada produk pertanian satu-dua hari sebelum
kerja merupakan subbagian dari toksikologi
panen, dengan tujuan buah atau daun sayuran
lingkungan.
tidak termakan insek sebelum panen, dengan
Toksikologi hukum mencoba melindungi jalan demikian akan diperoleh buah atau sayuran
masyarakat umum dari efek berbahaya tokson yang ranun, tidak termakan oleh insek. Namun
dengan membuat undang-undang, peraturan, dan tindakan ini justru membahayakan konsumen,
standar yang membatasi atau melarang karena pestisida kemungkinan dapat terakumulasi
penggunaan zat kimia yang sangat beracun, juga secara perlahan di dalam tubuh konsumen,
dengan menentukan syarat penggunaan zat kimia melalui konsumsi buah atau sayuran yang
lainnya. Gambaran lengkap tentang efek toksik sebelumnya diberikan pestisida sebelum panen.
sangat diperlukan untuk menetapkan peraturan
Banyaknya kasus keracunan masif akut dan
dan standar yang baik. Profil semacam itu hanya
keracunan kronis, yang diakibatkan oleh
dapan ditentukan lewat berbagai jenis penelititan
pencemaran lingkungan akibat proses produksi.
toksikologi yang relevan, dan ini membentuk
Seperti pada tahun 1930 di Detroit, Mich.
dasar bagi toksikologi hukum.
kontaminasi ginger jake oleh Tri-o-kresil,
1.4. Perkembangan Mutahir Toksikologi mengakibatkan neurotoksis, telah mengakibatkan
Dalam perkembangan beradaban modern, keracunan syaraf pada 16 ribu penduduk.
masyarakat menuntut perbaikan kondisi Di London, pada tahun 1952, terjadi peningkatan
kesehatan dan kehidupan, diantaranya makanan jumlah kematian penduduk akibat penyakit
bergizi, mutu kesehatan yang tinggi, pakaian, dan jantung dan paru-paru. Hal ini disebabkan oleh
sportasi. Untuk memenuhi tujuan ini, berbagai kontaminasi udara oleh belerang dioksida dan
jenis bahan kimia harus diproduksi dan digunakan, partikel tersuspensi, yang merupakan limbah
banyak diantaranya dalam jumlah besar. buangan pabrik di Ingris pada saat itu.
Diperkirakan berribu-ribu bahan kimia telah
Penyakit Minamata di Jepang pada tahun 1950-
diproduksi secara komersial baik di negara-
an diakibatkan karena pembuangan limbah
negara industri maupun di negara berkembang.
industri yang mengandung metil merkuri ke teluk
Melalui berbagai cara bahan kimia ini kontak
Minamata, yang mengakibatkan ikan di teluk
dengan penduduk, dari terlibatnya manusia pada
tersebut terkontaminasi oleh metil merkuri. Ikan
proses produksi, distribusi ke konsumen, hingga
terkontaminasi ini dikonsumsi oleh penduduk
terakhir pada tingkat pemakai.
disekitar teluk, mengakibatkan deposisi
Meningkatnya jumlah penduduk dunia menuntut, (pengendapan) metil merkuri di dalam tubuh.
salah satunya meningkatnya jumlah produksi Metil merkuri adalah senyawa toksik yang
pangan. Dalam hal ini diperlukan bahan kimia, mengakibatkan penyakit neurologik berat, salah
seperti pupuk, pestisida, dan rebisida. Tidak satunya mengakibatkan kebutaan.
jarang pemakaian pestisida yang tidak sesuai
Pada akhir 1950-an sampai awal tahun 1960-an,
dengan atuaran, atau berlebih justru memberi
di Eropa Barat terjadi kasus keracunan yang
beban pencemaran terhadap lingkungan,
dikenal dengan kasus Talidomid. Talidomid
perubahan ekosistem, karena pembasmian pada
adalah senyawa kimia yang pertama disintesa
salah satu insteksida akan berefek pada rantai
untuk obat menekan rasa mual dan muntah.
makanan dari organisme tersebut, sehingga
Karena efeknya tersebut pada waktu itu banyak
dapat juga mengakibatkan berkurangnya atau
diresepkan pada ibu-ibu hamil, dengan tujuan
5
menekan mual-mutah yang sering muncul masa menjalankan surveilan medik yang sesuai pada
trimester pertama pada kehamilan. Efek samping pekerja atau masyarakat yang terpejan. Contoh
yang muncul dari pemakaian ini adalah terlahir yang menonjol adalah penggunaan penghambat
janin dengan pertumbuhan organ tubuh yang kolinesterase sebagai indikator pejanan pestisida
tidak lengkap, belakangan diketahui bahwa salah organofosfat dan berbagai parameter biokimia
satu dari bentuk rasemat Talidomid ini untuk memantau pejanan timbal. Menggunakan
memberikan efek menghambat tertumbuhan indikator biologi seperti jenis ikan tertentu untuk
organ tubuh pada janin di masa kandungan. memantau tingkat cemaran limbah cair insdustri
sebelum dinyatakan aman untuk dilepaskan ke
Salah satu contoh, kasus pencemaran lingkungan
lingkungan. ”Petanda biologik” semacam itu
di Indonesia akibat proses produksi adalah kasus
dimaksudkan untuk mengukur pejanan terhadap
teluk Buyat. Sampai saat ini masih kontropersial
tokson atau efeknya di samping untuk mendeteksi
didiskusikan.
kelompok masyarakat yang retan.
Kejadian-kejadian di atas dan peristiwa tragis
Kemajuan yang dicapai dalam bidang biokimia
keracunan masif lainnya telah menghasilkan
dan toksikokinetik, toksikologi genetika,
program pengujian yang lebih intensif, yang telah
imunotoksikologi, morfologik pada tingkat subsel,
mengungkapkan beragamnya sifat dan sasaran
serta perkembangan ilmu biologimolekular
efek toksik. Pada gilirannya ini menuntut lebih
berperan dalam memberikan pengertian yang
banyak penelitian pada hewan, lebih banyak
lebih baik tentang sifat, tempat, dan cara kerja
indikator toksisitas, persyaratan yang lebih ketat
berbagai tokson. Misalnya perkembangan bidang
sebelum suatu bahan kimia baru dapat dilepas
ilmu tersebut dapat memberikan berbagai metode
pemakaiannya ke masyarakat, serta melakukan
uji toksikologi secara invitro, dimana target uji
evaluasi dan pemantauan efek toksik senyawa
langsung pada tingkat sel, seperti uji senyawa
kimia yang telah beredar dan dimanfaatkan oleh
yang mengakibatkan kerusakan sel hati ”hepato
masyarakat. Oleh karena itu, ada kebutuhan
toksik” dapat dilakukan langsung pada kultur sel
untuk mempermudah tugas penilaian toksikologik
hati secara invitro, atau uji tokson yang
atas begitu banyak bahan kimia, dimana prosedur
mempunyai sifat sebagai karsinogen juga dapat
pengujian toksisitasnya menjadi semakin komplek.
dilakukan pada kultur sel normal, disini dilihat
Untuk memenuhi kebutuhan ini, beberapa kreteria
tingkat pertumbuhan sel dan perubahan
telah diajukan dan dipakai untuk memilih menurut
DNA ”asam dioksiribonukleat” yang dialamai oleh
prioritasnya bahan kimia yang akan diuji.
sel akibat pejanan tokson uji. Banyak lagi metode
Disamping itu, ”sistem penilaian berlapis”
uji invitro yang sangat bermanfaat dalam
memungkinkan keputusan dibuat pada berbagai
menunjang perkembangan ilmu toksikologi itu
tahap pengujian toksikologik, sehingga dapat
sendiri.
dihindarkan penelitian yang tidak perlu. Prosedur
ini sangat berguna dalam pengujian Salah satu wujud perlindungan kesehatan
karsinogenisitas, mutagenisitas, dan masyarakat, ahli toksikologi akan selalu terlibat
imunotoksisitas karena besarnya biaya yang dalam menentukan batas pejanan yang aman
terlibat dan banyaknya sistem uji yang tersedia. atau penilaian resiko dari pejanan. Batas pejanan
yang aman mencangkup ”asupan (intake) harian
Karena banyaknya orang yang terpejan dengan
yang diperbolehkan, dan ”nilai ambang batas” dari
bahan-bahan kimia ini, maka kita harus berupaya
tokson yang masih dapat ditolerir, sedangkan
mencari pengendalian yang tepat sebelum terjadi
penilaian resiko digunakan dalam hubungan
kerusakan yang hebat. Karena itu, bila mungkin,
dengan efek bahan yang diketahui tidak
ahli toksikologi modern harus mencoba
berrabang batas atau ambang batasnya tak dapat
mengidentifikasikan berbagai indikator pejanan
ditentukan. Penentuan ini merupakan penelitian
dan tanda efeknya terhadap kesehatan yang dini
menyeluruh tentang sifat toksik, pembuktian dosis
dan reversibel. Hal ini penting untuk menentukan
yang aman, penentuan hubungan dosis-efek dan
ketentuan keputusan, pada saat yang tepat untuk
dosis-respon, serta penelitian toksokinetik, dan
melindungi kesehatan masyarakat baik sebagai
biotransformasi.
individu yang bekerja maupun masyasakat yang
terpejan. Pencapaian di bidang ini telah terbukti Meluasnya bidang cakupan dan makin banyaknya
dapat membantu para mengambil keputusan subdisiplin toksikologi seperti digambarkan di atas
(pemerintah) yang bertanggungjawab dalam
6
memberikan gambaran tersendiri tentang memiliki banyak keuntungan, seperti pengujian
kemajuan akhir dalam toksikologi. yang lebih cepat dan lebih murah, miningkatkan
keragaman penelitian terutamanya yang berkaitan
1.5. Prospek Masa Depan
dengan mekanisme keracunan. Dengan
Kemajuan di bidang bioteknologi pertanian, telah meningkatnya tuntutan ini akan mendorong
terbukti memberikan bebagai kemajuan jika perbaikan prosedur pengujian yang lebih
dibandingkan pertanian konvensional. Melalui sederhana dan handal, seperti misal pengujian
rekayasa genetika pada tanaman pertanian telah karsinogen “uji kanker”, uji mutagenesis,
terbukti diperoleh bibit unggul, yang dibandingkan menggunakan “petanda biologik” (biomarker)
dengan pertanian konvensional sangat sedikit yaitu kultur sel kanker.
membutuhkan tanah, merupakan andalan dalam
Mingkatnya kebutuhan akan uji toksikologik,
meningkatkan pasokan makanan kita. Keamanan
namun pada kenyataannya terdapat keterbatasan
makanan semacam ini membutuhkan evaluasi
akan fasilitas dan sumber daya manusia yang
keamanan yang memadai.
memenuhi syarat, oleh sebab itu maka data
Bersama dengan ilmu-ilmu lain, toksikologi dapat toksisitas yang dihasilkan dimana saja sebaiknya
menyediakan bahan kimia alternatif yang lebih dapat diterima secara international. Agar data-
aman untuk pertanian, industri, dan kebutuhan data tersebut dapat diterima secara umum, maka
konsumen melalui penentuan hubungan struktur- data tersebut harus memenuhi standar tertentu.
toksisitas. Pengurangan sifat toksik mungkin Untuk itu lembaga terkemuka dunia
dapat dicapai dengan mengubah toksisitas mengeluarkan standar seperti yang dikeluarkan
sasaran atau dengan mengubah sifat oleh Lembaga pengawas obat dan makanan
toksokinetiknya. Toksikologi juga berperan dalam Amerika (FDA) mengeluarkan “Good Laboratory
pengembangan obat baru, sudah menjadi prasat Practice” , dimana standar ini dapat diterima
dalam pengembangan obat baru harus dibarengi secara international.
baik uji toksisitas akut maupun toksisitas krinis,
Pada akhirnya, ahli toksikologi harus terus
dengan persyaratan uji yang ketat. Penilaian
memperbaiki prosedur uji untuk mengurangi hasil
tentang keamanannya merupakan tantangan dan
positif palsu dan negatif palsu, dan terus
tunggung jawab toksikologi.
melakukan penelitian yang dirancang untuk
Karena imbauan masyarakat untuk mengurangi meningkatkan pemahaman yang lebih baik akan
penggunaan hewan coba dengan alasan pentingnya efek toksik sehingga penilaian
prikemanusiaan, maka lebih sering digunakan keamanan / resiko berbagai tokson dapat
organ terisolasi, jaringan biakan, sel, dan bentuk- dilakukan dengan hasil lebih memuaskan.
bentuk kehidupan yang lebih rendah. Sistem ini
Pertanyaan:
1. Buatlah uraian singkat perkembangan ilmu toksikologi sampai menjadi suatu ilmu modern.
2. Siapa yang pertama kali meletakkan konsep dasar pada bidang toksikologi, dimana konsep tersebut
sampai saat ini masih relapan dan mendasari teori hubungan tokson dan reseptor, jelaskan
hubungan konsep tersebut dangan hubungan dosis, reseptor dan efek?
3. Siapa yang meletakkan nilai penting analisis kimia dalam ilmu toksikologi?
4. Sebutkan tantangan masa depan ahli toksikologi!
Bahan Bacaan:
1. Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985, Toksikologi Umum, Pengantar,
Wattimena,Y.R.(terj.), Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
2. Hardman J.G., Goodman Gilman, A., Limbird, L.E., 1996, Goodman & Gilman’s, The
pharmacological Basis of Therapeutics, 9th edn, Mc Graw-Hill, New York
3. Ling, L.J., 2000, Toxikology Secrets, Hanley & Belfus, Inc. Philadelphia
4. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang
5. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E.
(terj.), UI Press, Jakarta
7
BAB II
KERJA DAN EFEK TOKSIK
2.1. PENDAHULUAN
Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan Fase toksikinetik disebut juga dengan fase
hasil dari sederetan proses fisika, biokimia, dan farmakokinetik. Setelah xenobiotika berada dalam
biologik yang sangat rumit dan komplek. Proses ketersediaan farmasetika, pada mana keadaan
ini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase xenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju aliran
yaitu: fase eksposisi toksokinetik dan fase darah atau pembuluh limfe, maka xenobiotika
toksodinamik. Dalam menelaah interaksi tersebut akan bersama aliran darah atau limfe
xenobiotika/tokson dengan organisme hidup didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke tempat
terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: kerja toksik (reseptor). Pada saat yang
kerja xenobiotika pada organisme dan pengaruh bersamaan sebagian molekul xenobitika akan
organisme terhadap xenobiotika. Yang dimaksud termetabolisme, atau tereksresi bersama urin
dengan kerja tokson pada organisme adalah melalui ginjal, melalui empedu menuju saluran
sebagai suatu senyawa kimia yang aktif secara cerna, atau sistem eksresi lainnya.
biologik pada organisme tersebut (aspek
Fase toksodinamik adalah interaksi antara
toksodinamik). Sedangkan reaksi organisme
tokson dengan reseptor (tempat kerja toksik) dan
terhadap xenobiotika/tokson umumnya dikenal
juga proses-proses yang terkait dimana pada
dengan fase toksokinetik.
akhirnya muncul efek toksik/farmakologik.
Fase eksposisi merupakan kontak suatu Interaksi tokson-reseptor umumnya merupakan
organisme dengan xenobiotika, pada umumnya, interaksi yang bolak-balik (reversibel). Hal ini
kecuali radioaktif, hanya dapat terjadi efek toksik/ mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim
farmakologi setelah xenobiotika terabsorpsi. hilang, bila xenobiotika tereliminasi dari tempat
Umumnya hanya tokson yang berada dalam kerjanya (reseptor).
bentuk terlarut, terdispersi molekular dapat
Selain interaksi reversibel, terkadang terjadi pula
terabsorpsi menuju sistem sistemik. Dalam
interaksi tak bolak-balik (irreversibel) antara
konstek pembahasan efek obat, fase ini
xenobiotika dengan subtrat biologik. Interaksi ini
umumnya dikenal dengan fase farmaseutika.
didasari oleh interaksi kimia antara xenobiotika
Fase farmaseutika meliputi hancurnya bentuk
dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia
sediaan obat, kemudian zat aktif melarut,
kovalen yang bersbersifat irreversibel atau
terdispersi molekular di tempat kontaknya.
berdasarkan perubahan kimia dari subtrat biologi
Sehingga zat aktif berada dalam keadaan siap
akibat dari suatu perubaran kimia dari xenobiotika,
terabsorpsi menuju sistem sistemik. Fase ini
seperti pembentukan peroksida. Terbentuknya
sangat ditentukan oleh faktor-faktor farmseutika
peroksida ini mengakibatkan luka kimia pada
dari sediaan farmasi.
substrat biologi.
8
Secara keseluruhan deretan proses sampai − jenis dan tempat eksposisi,
terjadinya efek toksik / farmakologi dapat − keterabsorpsian dan kecepatan absorpsi,
digambarkan dalam suatu diagram seperti pada − distribusi xenobiotika dalam organisme,
gambar 2.1. − ikatan dan lokalisasi dalam jaringan,
Dari gambaran singkat di atas dapat digambarkan − biotransformasi (proses metabolisme), dan
dengan jelas bahwa efek toksik / farmakologik − keterekskresian dan kecepatan ekskresi,
suatu xenobiotika tidak hanya ditentukan oleh dimana semua faktor di atas dapat dirangkum ke
sifat toksokinetik xenobiotika, tetapi juga dalam parameter farmaseutika dan toksokinetika
tergantung kepada faktor yang lain seperti: (farmakokinetika).
− bentuk farmasetika dan bahan tambahan yang
digunakan,
Absorpsi Biotransformasi
Deposisi Distribusi
Eskresi
zat aktif tersedia untuk memberikan
efek (ketersidaan biologik)
terjadi interaksi
Fase toksodinamik tokson - reseptor dalam
Efek Farmakologis organ efektor
Gambar 2.1.: Deretan rantai proses pada fase kerja toksik dalam organisme secara biologik dikelompokkan
menjadi: fase eksposisi, toksokinetik ”farmakokinetik”, dan fase toksodinamik ”farmakodinamik”
(disadur dari Mutschler, (1999), Arzneimittelwirkungen: Lehrbuch der Pharmakologie und
Toxikologie; mit einführenden Kapiteln in die Anatomie, Phyiologie und Pathophysiologie. Unter
mitarb. von Schäfer-Korting. -7völlig neu bearb. und erw. Aufl., Wiss. Verl.-Ges, Stuttgart, hal.
6, dengan modifikasi)
9
2.2. FASE EKSPOSISI
Dalam fase ini terjadi kotak antara xenobiotika kapsul, salep, dll). Bagian dosis dari senyawa
dengan organisme atau dengan lain kata, terjadi obat, yang tersedia untuk diabsorpsi dikenal
paparan xenobiotika pada organisme. Paparan ini dengan ketersediaan farmaseutika. Pada
dapat terjadi melalui kulit, oral, saluran kenyataannya sering dijumpai, bahwa sediaan
pernafasan (inhalasi) atau penyampaian tablet dengan kandungan zat aktif yang sama dan
xenobiotika langsung ke dalam tubuh organisme dibuat oleh fabrik farmasi yang berbeda, dapat
(injeksi). memberikan potensi efek farmakologik yang
berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh
Jika suatu objek biologik terpapar oleh sesuatu
perbedaan ketersediaan farmaseutikanya.
xenobiotika, maka, kecuali senyawa radioaktif,
Perbedaan ketersediaan farmaseutika suatu
efek biologik atau toksik akan muncul, jika
sediaan ditentukan oleh sifat fisiko-kimia,
xenobiotika tersebut telah terabsorpsi menuju
umpamanya ukuran dan bentuk kristal, demikian
sistem sistemik. Umumnya hanya xenobiotika
pula jenis zat pembantu (tambahan pada tablet)
yang terlarut, terdistribusi molekular, yang dapat
dan metode fabrikasi. Disamping bentuk
diabsorpsi. Dalam hal ini akan terjadi pelepasan
farmaseutika yang berpengaruh jelas terhadap
xenobiotika dari bentuk farmaseutikanya.
absorpsi dan demikian pula tingkat toksisitas, sifat
Misalnya paparan xenobiotika melalui oral (misal
fisiko-kimia dari xenobiotika (seperti bentuk dan
sediaan dalam bentuk padat: tablet, kapsul, atau
ukuran kristal, kelarutan dalam air atau lemak,
serbuk), maka terlebih dahulu kapsul/tablet akan
konstanta disosiasi) tidak boleh diabaikan dalam
terdistegrasi (hancur), sehingga xenobiotika akan
hal ini. Laju absorpsi suatu xenobiotika ditentukan
telarut di dalam cairan saluran pencernaan.
juga oleh sifat membran biologi dan aliran kapiler
Xenobiotika yang terlarut akan siap terabsorpsi
darah tempat kontak. Suatu xenobiotika, agar
secara normal dalam duodenal dari usus halus
dapat diserap/diabsorpsi di tempat kontak, maka
dan ditranspor melalui pembuluh kapiler
harus melewati membran sel di tempat kontak.
mesenterika menuju vena porta hepatika menuju
Suatu membran sel biasanya terdiri atas lapisan
hati sebelum ke sirkulasi sistemik.
biomolekular yang dibentuk oleh molekul lipid
Penyerapan xenobiotika sangat tergantung pada dengan molekul protein yang tersebar diseluruh
konsentrasi dan lamanya kontak antara membran (lihat gambar 2.2.).
xenobiotika dengan permukaan organisme yang
Jalur utama bagi penyerapan xenobiotika adalah
berkemampuan untuk mengaborpsi xenobiotika
saluran cerna, paru-paru, dan kulit. Namun pada
tersebut. Dalam hal ini laju absorpsi dan jumlah
keracunan aksidential, atau penelitian toksikologi,
xenobitika yang terabsorpsi akan menentukan
paparan xenobiotika dapat terjadi melalui jalur
potensi efek biologik/toksik. Pada pemakaian obat,
injeksi, seperti injeksi intravena, intramuskular,
fase ini dikenal dengan fase farmaseutika, yaitu
subkutan, intraperitoneal, dan jalur injeksi lainnya.
semua proses yang berkaitan dengan pelepasan
senyawa obat dari bentuk farmasetikanya (tablet,
protein integral
protein periferal
10
dan mastosit. Di bawah dermis terdapat jaringan
2.2.1. Eksposisi melalui kulit.
subkutan. Selain itu, ada beberapa struktur lain
Eksposisi (pemejanan) yang palung mudah dan misalnya folikel rambut, kelenjar keringan,
paling lazim terhadap manusia atau hewan kelenjar sebasea, kapiler pembuluh darah dan
dengan segala xenobiotika, seperti misalnya unsur syaraf.
kosmetik, produk rumah tangga, obat topikal,
Pejanan kulit terhadap tokson sering
cemaran lingkungan, atau cemaran industri di
mengakibatkan berbagai lesi (luka), namun tidak
tempat kerja, ialah pemejanan sengaja atau tidak
jarang tokson dapat juga terabsorpsi dari
sengaja pada kulit.
permukaan kulit menuju sistem sistemik.
Kulit terdiri atas epidermis (bagian paling luar)
2.2.2. Eksposisi melalui jalur inhalasi.
dan dermis, yang terletak di atas jaringan
subkutan. Tebal lapisan epidermis adalah relatif Pemejanan xenobiotika yang berada di udara
tipis, yaitu rata-rata sekitar 0,1-0,2 mm, dapat terjadi melalui penghirupan xenobiotika
sedangkan dermis sekitar 2 mm. Dua lapisan ini tersebut. Tokson yang terdapat di udara berada
dipisahkan oleh suatu membran basal (lihat dalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan partikel
gambar 2.3). padat dengan ukuran yang berbeda-beda.
Disamping itu perlu diingat, bahwa saluran
Lapisan epidermis terdiri atas lapisan sel basal
pernafasan merupakan sistem yang komplek,
(stratum germinativum), yang memberikan sel
yang secara alami dapat menseleksi partikel
baru bagi lapisan yang lebih luar. Sel baru ini
berdasarkan ukurannya. Oleh sebab itu ambilan
menjadi sel duri (stratum spinosum) dan, natinya
dan efek toksik dari tokson yang dihirup tidak saja
menjadi sel granuler (stratum granulosum). Selain
tergantung pada sifat toksisitasnya tetapi juga
itu sel ini juga menghasilkan keratohidrin yang
pada sifat fisiknya.
nantinya menjadi keratin dalam stratum corneum
terluar, yakni lapisan tanduk. Epidermis juga
mengandung melanosit yang mengasilkan
pigmen dan juga sel langerhans yang bertindak
sebagai makrofag dan limfosit. Dua sel ini
belakangan diketahui yang terlibat dalam
berbagai respon imun.
lapisan tanduk
EPIDERMIS
D E R M I S
kapiler darah
11
10 µm) tidak memasuki saluran napas, kalau karena cairan usus yang bersifat basa, akan
masuk akan diendapkan di hidung dan berada dalam bentuk non-ioniknya, sehingga
dienyahkan dengan diusap, dihembuskan dan senyawa basa lemah akan lebih mudah terserap
berbangkis. Saluran trakea dan bronkus berfungsi melalui usus ketimbang lambung.
sebagai saluran udara yang menuju alveoli.
Pada umumnya tokson melintasi membran
Trakea dan bronki dibatasi oleh epiel bersilia dan
saluran pencernaan menuju sistem sistemik
dilapisi oleh lapisan tipis lendir yang disekresi dari
dengan difusi pasif, yaitu transpor dengan
sel tertentu dalam lapisan epitel. Dengan silia dan
perbedaan konsentrasi sebagai daya dorongnya.
lendirnya, lapisan ini dapat mendorong naik
Namun disamping difusi pasif, juga dalam usus,
partikel yang mengendap pada permukaan
terdapat juga transpor aktif, seperti tranpor yang
menuju mulut. Partikel yang mengandung lendir
tervasilitasi dengan zat pembawa (carrier), atau
tersebut kemudian dibuang dari saluran
pinositosis.
pernafasan dengan diludahkan atau ditelan.
Namun, butiran cairan dan partikel padat yang
kecil juga dapat diserap lewat difusi dan
fagositosis. Fagosit yang berisi partikel-partikel
akan diserap ke dalam sistem limfatik. Beberapa
partikel bebas dapat juga masuk ke saluran
limfatik. Partikel-partikel yang dapat terlarut
mungkin diserap lewat epitel ke dalam darah.
Alveoli merupakan tempat utama terjadinya
absorpsi xenobiotika yang berbentuk gas, seperti
carbon monoksida, oksida nitrogen, belerang
dioksida atau uap cairan, seperti bensen dan
karbontetraklorida. Kemudahan absorpsi ini
berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli,
cepatnya aliran darah, dan dekatnya darah
dengan udara alveoli. Laju absorpsi bergantung
pada daya larut gas dalam darah. Semakin
mudah larut akan semakin cepat diabsorpsi.
2.2.3. Eksposisi melalui jalur saluran cerna.
Pemejanan tokson melalui saluran cerna dapat
terjadi bersama makanan, minuman, atau secara
sendiri baik sebagai obat maupun zat kimia murni.
Pada jalur ini mungkin tokson terserap dari
rongga mulut (sub lingual), dari lambung sampai
usus halus, atau eksposisi tokson dengan
sengaja melalui jalur rektal. Kecuali zat yang
bersifat basa atau asam kuat , atau zat yang
dapat merangsang mukosa, pada umumnya tidak
akan memberikan efek toksik kalau tidak diserap.
Cairan getah lambung bersifat sangat asam,
sehingga senyawa asam-asam lemah akan
berada dalam bentuk non-ion yang lebih mudah
larut dalam lipid dan mudah terdifusi, sehingga
senyawa-senyawa tersebut akan mudah terserap
di dalam lambung. Berbeda dengan senyawa
basa lemah, pada cairan getah lambung akan Gambar 2.5. Skema saluran pencernaan manusia
terionkan oleh sebab itu akan lebih mudah larut
dalam cairan lambung. Senyawa basa lemah,
12
2.3. FASE TOKSOKINETIK
Proses biologik yang terjadi pada fase xenobiotika yang mencapai sistem sirkululasi
toksokinetik umumnya dikelompokkan ke dalam sistemik dalam bentuk tidak berubah. Tokson
proses invasi dan evesi. Proses invasi terdiri dari dapat terabsorpsi umumnya apabila berada
absorpsi, transpor, dan distribusi, sedangkkan dalam bentuk terlarut atau terdispersi molekular.
evesi juga dikenal dengan eleminasi. Absorpsi Absorpsi sistemik tokson dari tempat
suatu xenobiotika adalah pengambilan extravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomik
xenobiotika dari permukaan tubuh (disini dan fisiologik tempat absorpsi (sifat membran
termasuk juga mukosa saluran cerna) atau dari biologis dan aliran kapiler darah tempat kontak),
tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke serta sifat-sifat fisiko-kimia tokson dan bentuk
aliran darah atau sistem pembuluh limfe. Apabila farmseutik tokson (tablet, salep, sirop, aerosol,
xenobiotika mencapai sistem sirkulasi sistemik, suspensi atau larutan). Jalur utama absorpsi
xenobiotika akan ditranspor bersama aliran darah tokson adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit.
dalam sistem sirkulasi. WEISS (1990) membagi Pada pemasukan tokson langsung ke sistem
distribusi ke dalam konveksi (transpor xenobiotika sirkulasi sistemik (pemakaian secara injeksi),
bersama peredaran darah) dan difusi (difusi dapat dikatakan bahwa tokson tidak mengalami
xenobiotika di dalam sel atau jaringan). proses absorpsi.
Sedangkan eliminasi (evesi) adalah semua
Absorpsi suatu xenobiotika tidak akan terjadi
proses yang dapat menyebabkan penurunan
tanpa suatu transpor melalui membran sel,
kadar xenobiotika dalam sistem biologi / tubuh
demikian halnya juga pada distribusi dan ekskresi.
organisme, proses tersebut reaksi biotransformasi
Oleh sebab itu membran sel (membran biologi)
dan ekskresi.
dalam absorpsi merupakan sawar „barier“ yaitu
Sederetan proses tersebut sering disingkat batas pemisah antara lingkungan dalam dan luar.
dengan ADME, yaitu: adsorpsi, distribusi, Pada awalnya membran biologi dipandang
metabolisme dan eliminasi. Proses absorpsi akan sebagai susunan sel, yang tersusun dengan cara
menentukan jumlah xenobiotika (dalam bentuk yang sama. Namun hasil penelitian menunjukkan,
aktifnya) yang dapat masuk ke sistem sistemik bahwa terdapat perbedaan yang jelas dalam
atau mencapai tempat kerjanya. Jumlah struktur membran pada berbagai jaringan.
xenobiotika yang dapat masuk ke sistem sistemik Pandangan ini pertama kali dikemukakan oleh
dikenal sebagai ketersediaan biologi / hayati. LEONARD dan SINGER dengan model Fluid-
Keseluruhan proses pada fase toksokinetik ini Mosaik-nya (gambar 2.2). Menurut model ini
akan menentukan menentukan efficacy membran terdiri atas lapisan rangkap lipid dan
(kemampuan xenobiotika mengasilkan efek), protein, seperti pulau, terikat di dalamnya atau di
efektifitas dari xenobiotika, konsentrasi atasnya dan dengan demikian membentuk
xenobiotika di reseptor, dan durasi dari efek mosaik. Seluruh protein yang mencapai membran
farmakodinamiknya. membentuk pori dalam lapisan rangkap lipid.
Dengan demikian telah digambarkan bahwa
Farmakokinetik dapat juga dipandang suatu
membran biologik tidak statik melainkan dinamik,
bidang ilmu, yang mengkaji perubahan
yang diartikan berubah secara terus menerus.
konsentrasi (kinetika) dari xenobiotika di dalam
tubuh organisme sebagai fungsi waktu. Secara Transpor xenobiotika lewat membran sel.
umum toksokinetik menelaah tentang laju Penetrasi xenobiotika melewati membran dapat
absorpsi xenobiotika dari tempat paparan ke berlangsung melalui: (a) difusi pasif, (b) filtrasi
sistem peredaran darah, distribusi di dalam tubuh, lewat pori-pori membran ”poren”, (c) transpor
bagaimana enzim tubuh memetabolismenya, dari dengan perantara molekul pengemban ”carrier”,
mana dan bagaimana tokson atau metabolitnya (d) pencaplokan oleh sel ”pinositosis”
dieliminasi dari dalam tubuh.
(a) Difusi pasif. Difusi pasif merupakan bagian
2.3.1. Absorpsi terbesar dari proses transmembran bagi
umumnya xenobiotika. Tenaga pendorong untuk
Absorpsi ditandai oleh masuknya
difusi ini adalah perbedaan konsentrasi
xenobiotika/tokson dari tempat kontak (paparan)
xenobiotika pada kedua sisi membran sel dan
menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh
daya larutnya dalam lipid. Menurut hukum difusi
limfe. Absorpsi didefinisikan sebagai jumlah
Fick, molekul xenobiotika berdifusi dari daerah
13
dengan konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi Oleh karena itu laju absorpsi akan meningkat
yang lebih rendah: sebanding dengan peningkatan lipofilitas
xenobiotika sampai batas maksimum, dan
dQ DAK
= (∆C ) 2.1 kemudian laju absorpsi akan kembali menurun.
dt h Hal itu dapat terlihat dari hubungan jumlah atom
Jadi berdasarkan hukum Fick, transpor suatu C dengan aktivitas anti-bakteri seri homolog n-
xenobiotika berbanding langsung dengan alifatis alkohol (R-OH). Pada gambar 2.6
perbedaan konsentrasi (∆C), luas permukaan menggambarkan peningkatan aktivitas anti-
membran ”A”, koefisien distribusi (partisi) bakteri sebanding dengan bertambahnya jumlah
xenobiotika bersangkutan ”K”, serta koefisien atom C pada homolg n-alifatis alkohol, namun
difusinya ”D”, dan berbanding terbalik dengan sampai pada jumlah atom C tertentu tercapai
tebal membran ”h”. aktivitas maksimum dan dengan perpanjangan
jumlah atom C selanjutnya justru menurunkan
Oleh karena xenobiotika akan didistribusikan aktivitas anti-baktrinya.
secara cepat ke dalam suatu volume yang besar
sesudah masuk ke sistem sirkulasi sistemik,
maka konsentrasi xenobiotika di dalam sistem
sirkulasi akan menjadi sangat rendah
dibandingkan terhadap konsentrasi xenobiotika di
tempat eksposisi. Sebagai contoh, dosis obat
biasanya dalam miligram, sedangkan konsentrasi
dalam plasma seringkali menjadi mikrogram per
mililiter atau nanogram per mililiter. Apabila obat
diberikan per-oral, maka konsentrasi obat di
saluran cerna akan jauh lebih besar dibandingkan
dalam plasma, perbedaan konsentrasi yang besar
ini yang berperan sebagai ”daya penggerak” Gambar 2.6.: Hubungan jumlah atom C dengan
selama absorpsi. aktivitas anti-bakteri seri homolog n-
alifatis alkohol (R-OH)
Bila D, A, K, dan h tetap di bawah keadaan yang (Disadur dari Siswandono, (2006), Peran Kimia
umum untuk absorpsi, diperoleh suatu tetapan Medisinal bagi apoteker sebagai drugs informer,
gabungan P atau koefisien permeabilitas Seminar sehari HUT ISFI ke 51, 17 Juni 2006, dengan
( P = DAK h ). Jadi secara umum koefisien modifikasi)
permeabilitas membran sel ditentukan oleh: sifat Namun dengan demikian bukan berarti senyawa
pisiologi membran (luar permukaan membran, yang sangat lipofil tidak akan terserap ke dalam
tebal membran, koefisien difusi membran), dan tubuh. Senyawa seperti ini, misal Vitamin A atau
sifat fisiko-kimia xenobiotika (koefiesen partisi/ insektisida DTT yang praktis tidak larut dalam air,
distribusi dari xenobiotika). Koefisien partisi ”K” terlebih dahulu harus diperlarutkan atau
menyatakan partisi xenobiotika dalam minyak/air. disolubilisasikan. Solubilisasi senyawa seperti ini
Peningkatan kelarutan dalam lemak (lipofilitas) dapat berlangsung di usus halus, terutama
suatu xenobiotika akan diikuti dengan dengan bantuan garam empedu. Xenobiotika
peningkatan harga K-nya, dan dengan demikian yang luar biasa lipofil dapat diabsorpsi bersama
juga terjadi meningkatkan laju difusi xenobiotika lemak (seperti kolesterin) sebagai kilomikron ke
tersebut melalui membran sel. Jika harga K dari dalam sistem limfe. Dalam hal ini juga ikut
suatu xenobiotika sangat tinggi, maka pada mengambil bagian garam asam empedu yang
awalnya xenobiotika tersebut akan sangat cepat bersifat aktif permukaan. Bagian lipofil dari asam
terlarut dalam lapisan lipid bagian luar membran. empedu akan berikatan dengan xenobiotika lipofil
Namun karena membran biologi tersusun atas dan membukusnya selanjutnya membentuk misel
lapisan ganda lemak, yang disispi oleh lapisan (lihat Gambar 2.7) Permukaan ion dari garam
berair, maka xenobiotika tersebut akan empedu akan mengarah ke larutan hidrofil ”air”.
terakumulasi pada lapisan luar lipid membran sel Dengan demikian xenobiotika ini dapat
dan sangat kecil akan melewati lapisan berair dari tersolubilisasi dalam lapisan air, sehingga
membran sel, sehingga sangat kecil kemungkinan absorpsi pun dapat berlangsung.
xenobiotika ini akan menembus membran sel.
14
untuk basa (BH+) berlaku
BH + ← → B + H +
rasio =
[B] = 10 ( pKa − pH )
[
BH + ] (2.3)
15
pori-pori terjadi karena tekanan hidrostatik
dan/atau osmotik dan dapat bertindak sebagai
pembawa tokson.
(c) transpor dengan perantara molekul
pengemban ”carrier”
Transpor dengan perantara molekul pengemban
lebih dikenal dengan transpor aiktif, yaitu proses
melinatasi membran sel diperantarai oleh
pembawa ”carrier”. Transpor aktif merupakan
proses khusus yang memerlukan pembawa untuk
mengikat tokson membentuk komplek tokson-
pembawa yang membawa tokson lewat membran
dan kemudian melepas tokson di sisi lain dari
membran. Sesuai dengan sifat dari transpor ini,
umumnya transpor ini ditandai dengan
pewatakanya adanya fakta bahwa tokson
dipindahkan melawan perbedaan konsentrasi,
misal dari dari daerah konsentrasi tokson rendah
ke daerah konsentrasi tinggi. Oleh sebab itu pada
sistem transpor ini umumnya memerlukan
masukan energi untuk dapat terjadi transpor.
Jalu transpor ini akan bergantung pada jumlah
molekul pembawa, atau dengan lain kata, jumlah
Gambar 2.8. Difusi bentuk non-ion senyawa asam molekul tokson yang dapat diangkut (ditranspor)
dan basa melalui membran biologik oleh sistem per satuan waktu, tergantung pada
kapasitas sistem (jumlah tempat ikatan dan angka
(b) Filtrasi lewat pori-pori membran ”poren”. pertukaran tiap ikatan). Bila konsentrasi tokson
Membran sel umumnya memilika lubang dengan pada sistem meningkat secara terus menerus,
ukuran yang bervariasi tergantung pada sifat dari sehingga pada awalnya laju transpor akan
membran selnya. Umumnya kebanyakan sel meningkat, dan akhirnya tercapai suatu keadaan
mempunyai pori dengan diameter sekitar 4 Å yang menunjukkan sistem menjadi jenuh. Dengan
(amstom). Saluran pori ini umumnya penuh terisi demikian laju transpor akan mencapai laju
air, sehingga hanya memungkinkan dilewati oleh maksimumnya, dimana pada keadaan ini telah
tokson yang relatif larut air dengan berat molekul terjadi kejenuhan komplek tokson-pembawa.
kurang dari 200 Da (Dalton). Oleh karena itu, Molekul pembawa bisa sangat selektif terhadap
kemungkinan laju aliran air melewati pori ini yang molekul tokson. Bila struktur tokson menyerupai
bertindak sebagai daya dorong molekul-molekul subtrat alami yang ditranpor aktif, maka tokson itu
tokson melintasi pori ini. Terdapat asumsi, bahwa sesuai untuk ditranspor aktif dengan mekanisme
pemberian suatu obat dengan derajat hipotonik pembawa yang sama. Oleh karena itu tokson-
yang tinggi akan mempercepat laju absorpsi obat tokson yang mempunyai struktur serupa dapat
melalui pori. Namun anggapan ini akan berkompetisi untuk membentuk komplek tokson-
bertentangan dengan kecepatan difusi suatu pembawa pada tempat absorpsi, sehingga dapat
tokson. Umumnya senyawa dengan ukuran terjadi antagonisme kompetitif untuk menduduki
molekul kecil, (seperti urea, air, gula dan ion Ca, molekul pengemban. Oleh karena ini transpor
Na, K) memanfaatkan lubang pori ini untuk suatu zat dapat diinhibisi oleh zat lain yang
melintasi membran sel. Laju absorpsi lewat menggunakan sistem transpor yang sama.
sistem ini Disamping itu terdapat juga membran Namun berdasarkan sifat stereokimia molekul
sel yang memiliki ukuran pori yang relatif besar pengemban, maka sistem transpor demikian,
(sekitar 70 Å), seperti memban kapiler dan paling sedikit mempunyai kekhasan untuk zat
glomerulus ginjal. Pori ini dimungkinkan dilewati yang akan diangkut.
oleh molekul-molekul dengan ukuran lebih kecil
dari albumin ( sekitar 50.000 Da). Aliran air lewat
16
Difusi yang dipermudah (fasilitated diffusion) pelarutannya cepat sedangkan laju lintas
kadang dikelompokkan juga ke dalam sistem xenobiotika melewati membran sel merupakan
transpor aktif, dimana difusi ini diperantarai oleh tahap paling lambat atau merupakan tahap
pembawa. Namun terdapat sedikit perbedaan penentu kecepatan.
antara pranspor aktif yaitu tokson begerak
Pada pemakaian oral (misal sediaan dalam
melintasi membran karena perbedaan konsentrasi
bentuk padat), maka terlebih dahulu kapsul/tablet
(yaitu dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke
akan terdisintegrasi, sehingga xenobiotika akan
daerah yang konsentrasinya lebih rendah), oleh
terdisolusi/terlarut di dalam cairan saluran
karena itu difusi ini tidak memerlukan masukan
pencernaan (lumen). Tokson yang terlarut ini
energi. Namun karena difusi ini diperantarai oleh
akan terabsorpsi secara normal dalam duodenal
molekul pembawa, sistem ini dapat jenuh dan
dari usus halus dan ditranspor melalui pembuluh
secara struktur selektif bagi tokson tertentu dan
kapiler mesenterika menuju vena porta hepatika
memperlihatkan kinetika persaingan bagi tokson-
menuju hati sebelum ke sirkulasi sistemik.
tokson dengan struktur serupa. Dalam arti
absorpsi tokson, difusi dipermudah ini tampaknya Umumnya absorpsi ditentukan oleh pH cairan
memainkan peranan yang sangat kecil. lumen serta pKa dan laju pelarutan dari suatu
xenobiotika. Pariabel biologi lainnya, seperti ada
(d) Pencaplokan oleh sel ”pinositosis”.
tidaknya makanan, waktu pengosongan lambung,
Pinositas merupakan proses fagositosis waktu transit di saluran cerna, dan mikro-flora
(”pencaplokan”) terhadap makromolekul besar, usus, mungkin juga dapat mempengaruhi laju
dimana membran sel menyelubungi sekeliling absorpsi dan jumlah xenobiotika yang akan
bahan makromolekular dan kemudian mencaplok terabsorpsi. Telah dilaporkan bahwa, selama di
bahan tersebut ke dalam sel. Makromolekul tetap dalam saluran cerna mungkin terjadi penguraian
tinggal dalam sel sebagai suatu gelembung atau kimia baik yang terjadi akibat proses kimia
vakuola. Pinositas merupakan proses yang (misalnya hidrolisis ester) atau akibat penguraian
diusulkan untuk absorpsi dari vaksin sabin polio oleh mikro flora usus, seperti reduksi senyawa
yang diberikan secara oral dan berbagai molekul azo menjadi amina aromatik yang lebih bersifat
protein besar lainnya. toksik dari senyawa induknya.
Absorpsi tokson melalui saluran pencernaan. Beberapa faktor yang mungkin berpengaruh pada
Kebanyakan studi toksisitas suatu xenobiotika jumlah xenobiotika yang mampu mencapai sistem
dilakukan melalui rute oral, oleh sebab itu dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk bebasnya setelah
bahasan ini absorpsi melalui saluran pencernaan pemberian oral (ketersediaan hayati) adalah:
didahulukan, dan diikuti oleh rute eksposisi yang a. pH yang extrim, dimana mungkin berpengaruh
lain. pada stabilitas xenobiotika. Seperti telah
Pada umumnya produk farmaseutik mengalami diketahui pH lambung adalah sangat asam
absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses. dan pH lambung bervariasi untuk spesies
Proses tersebut meliputi: (1) disintegrasi bentuk yang berbeda, seperti pada tikus pH
farmaseutik yang diikuti oleh pelepasan labungnya berkisar 3,8 - 5,0, dan pada kelinci
xenobiotika, (2) pelarutan xenobiotika dalam berkisar 3,9. sedangkan pH lambung manusia
media ”aqueous” , (3) absorpsi melalui membran berkisar 1 - 2. Telah dilaporkan terdapat
sel menuju sirkulasi sistemik. Dalam suatu proses beberapa senyawa obat yang stabilitasnya
kinetik, laju keseluruhan proses ditentukan oleh menurun dalam pH asam. Sebagai contoh,
tahap yang paling lambat (rate limiting step). obat eritromisin memiliki sifat kestabilan yang
Pada umumnya bentuk sediaan padat, kecuali bergantung pada pH. Dalam suatu media yang
sediaan “sustained release” atau “prolonged- bersifat asam, seperti cairan lambung,
action”, waktu hancur sediaan akan lebih cepat peruraian terjadi secara cepat, sedangkan
daripada pelarutan dan absorpsi obat. Untuk pada pH netral atau alkali eritromisin relativ
xenobiotika yang mempunyai kelarutan kecil stabil. Sehingga obat-obat seperti itu tidak
dalam air, laju pelarutan seringkali merupakan diharapkan mengalami kontak dengan cairan
tahap yang paling lambat, oleh sebab itu akan asam lambung. Oleh sebab itu pada
menjadi faktor penentu kecepatan ketersediaan perencanaan formulasi sediaan farmaseutika
hayati obat. Tetapi sebaliknya, untuk xenobiotika kebanyakan obat seperti ini dibuat misal
yang mempunyai kelarutan besar dalam air, laju dalam bentuk tablet salut enterik, sehingga
17
tablet tersebut tidak akan pecah di dalam waktu pengosongan lambung. Kadang kala
cairan lambung melainkan di dalam usus jenis makanan tertentu akan berinteraksi
halus. dengan xenobiotika tertentu yang
b. Enzim-enzim hidrolisis, saluran cerna kaya mengakibatkan gagalnya absorpsi xenobiotika
terhadap berbagai enzim hidrolisis non tersebut. Seperti pada pengobatan antibiotika
spesifik, seperti: enzim lipase, protease, turunan tetrasiklin dianjurkan pada saat
amilase. Enzim-enzim ini mungkin juga dapat mengkonsumsi obat tidak berbarengan
menguraikan xenobiotika selama berada di dengan makanan yang banyak mengandung
saluran cerna. logam-logam kalsium, (seperti susu, pisang),
karena tetrasiklin dengan logam kalsium akan
c. Mikroflora usus, telah dilaporkan bahwa
membentuk komplek yang mengendap,
mikroflora usus dapat menguraikan molekul
komplek ini sangat susah diabsorpsi dari
xenobiotika menjadi produk metabolik yang
saluran cerna.
mungkin tidak mempunyai aktifitas
farmakologik dibandingkan dengan senyawa g. P-Glykoprotein, terdapat banyak pada
induknya atau bahkan justru membentuk permukaan lumen epitelium saluran cerna.
produk metabolik dengan toksisitas yang lebih Protein ini dapat bertindak sebagai pompa
tinggi. Umumnya mikroflora usus hidup di pendorong bagi beberapa xenobiotika untuk
saluran pencernaan bagian bawah dan di memasuki sistem sistemik.
saluran cerna bagian atas umumnya steril Absorpsi xenobiotika melalui saluran napas.
karena pH lambung yang relatif asam. Namun Tempat utama bagi absorpsi di saluran napas
belakangan telah ditemukan juga bahwa adalah alveoli paru-paru, terutama berlaku untuk
terdapat mikroba yang sanggup hidup di gas (seperti karbon monoksida ”CO”, oksida
dalam cairan lambung, yaitu heriobakter vilori . nitrogen, dan belerang oksida) dan juga uap
d. Metabolisme di dinding usus, dinding usus cairan (seperti benzen dan karbon tetraklorida).
dengan bantuan enzim-enzim katalisis Sistem pernapasan mempunyai kapasitas
mempunyai kemampuan untuk melakukan absorpsi yang tinggi. Kemudahan absorpsi ini
metabolisme (reaksi biokimia) bagi senyawa berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli, laju
tertentu sebelum mencapai pembuluh darah aliran darah yang cepat, dan dekatnya darah
vena hepatika. Enzim-enzim yang banyak dengan udara alveoli.
dijumpai pada dinding saluran cerna seperti
Oleh sebab itu jalur eksposisi ini merupakan hal
umumnya enzim yang mengkatalisis reaksi
yang menarik bagi farmasis untuk mengembang-
hidrolisis dan konjugasi (seperti reaksi
kan produk sediaan farmaseutika untuk
kunjugasi glukuronat), reaksi monoamin
mendapatkan efek farmakologi yang akut, guna
oksidase, dan beberapa enzim yang
menghindari pemakaian secara injeksi. Absorpsi
mengkatalisis reaksi oksidatif lainnya seperti
pada jalur ini dapat terjadi melalui
CYP3A4/5 (sitokrom3A4/5).
membran ”nasal cavity” atau absorpsi melalui
e. Metabolisme di hati. Setelah xenobiotika alveoli paru-paru. Kedua membran ini relativ
diabsorpsi dari saluran cerna maka dari mempunyai permeabilitas yang tinggi terhadap
pembuluh-pembuluh kapiler darah di mikrovili xenobiotika. Sebagai contoh senyawa amonium
usus melalui pembuluh vena hepatika menuju quarterner, dimana sangat susah diserap jika
hati. Hati adalah tempat utama terjadinya diberikan melalui jalur oral, namun pada
reaksi meabolisme. Telah banyak dilaporkan, pemberian melalui ”nasal cavity” menunjukkan
bahwa sebagian dari xenobiotika telah tingkat konsentrasi di darah yang hampir sama
mengalami reaksi metabolisme di hati dibandingkan dengan pemakaian secara
sebelum menuju tempat kerjanya atau intravena. Luas permukaan alveoli yang sangat
sebelum didistribusikan ke seluruh tubuh. luas, ketebalan diding membran yang relativ tipis,
Reaksi metabolisme ini dikenal dengan first- permeabilitas yang tinggi, lanju aliran darah yang
pass-effect.. tinggi, dan tidak terdapat reaksi ”first-pass-efect”
f. Makanan yang terdapat di lumen saluran merupakan faktor yang menguntungkan proses
cerna, mungkin juga memberikan pengaruh absorpsi xenobiotika dari paru-paru. Namun pada
pada absorpsi xenobiotika dari saluran cerna, kenyataannya jalur eksposisi ini sedikit dipillih
karena jenis makanan juga mempengaruhi dalam uji toksisitas dari suatu xenobiotika,
gerakan peristaltik usus, pH lambung, dan karena; (1) kesulitan mengkuantisasikan dosis
18
yang terserap, (2) partikel dengan ukuran tertentu 2.3.2. Distribusi
akan terperangkap oleh rambut silia atau lendir
Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan
dimana selanjutnya dibuang melalui saluran cerna,
darah, ia bersama darah akan diedarkan/
sehingga absopsi justru terjadi melalui saluran
didistribusikan ke seluruh tubuh. Dari sistem
cerna, (3) senyawa volatil (mudah menguap)
sirkulasi sistemik ia akan terdistribusi lebih jauh
pada umumnya melalui jalur ini terabsorpsi
melewati membran sel menuju sitem organ atau
sebagian, bagian yang tidak terabsorsi akan
ke jaringan-jaringan tubuh. Distribusi suatu
dihembuskan menuju udara bebas, hal ini tidak
xenobiotika di dalam tubuh dapat pandang
seperti jalur eksposisi saluran cerna.
sebagai suatu proses transpor reversibel suatu
Absorpsi xenobiotika perkutan. Seperti telah xenobiotika dari satu lokasi ke tempat lain di
dibahas sebelumnya, bahwa eksposisi melalui dalam tubuh. Di beberapa buku reference juga
kulit merupakan pemejanan xenobiotika yang menjelaskan, bahwa distribusi adalah proses
paling mudah dan umum terjadi. Agar dapat dimana xenobiotika secara reversibel
terabsorpsi ke dalam kulit, xenobiotika harus meninggalkan aliran darah dan masuk menuju
melintasi membran epidermis dan dermis, diserap interstitium (cairan ekstraselular) dan/atau masuk
melalui folikel, lewat melalui sel-sel keringan, atau ke dalam sel dari jaringan atau organ.
kelenjar sebasea. Jalur melintasi membran
Guna mempermudah pengertian tentang proses
epidermis dan dermis merupakan jalan utama
distribusi, para ahli farmakokinetik menggambar-
penetrasi xenobiotika dari permukaan kulit
kan tubuh terdiri dari beberapa ruang distribusi,
menuju sistem sistemik, karena jaringan tersebut
yang didukung oleh model sederhana. Model
merupakan bagian terbesar dari permukaan kulit.
yang paling sederhana untuk itu adalah model
Fase pertama absorpsi perkutan adalah difusi kompartimen tunggal. Dimana pada model ini
tokson lewat epidermis melalui sawar (barier) tubuh dipandang sebagai satu ruang yang
lapisan tanduk (stratum corneum). Lapisan tanduk homogen (seperti satu ember besar), dalam hal
terdiri atas beberapa lapis sel mati yang tipis dan ini distribusi xenobiotika hanya ditentukan oleh
rapat, yang berisi bahan (protein filamen) yang daya konveksi di dalam ember. Namun pada
resisten secara kimia. Sejumlah kecil zat-zat polar kenyataannya, agar xenobitika dapat
tampaknya dapat berdifusi lewat filamen luar ditransportasi dari saluran kapiler pembuluh darah
filamen proteinstratum korneum yang terhidrasi, menuju sel-sel pada jaringan tubuh, haruslah
sedangkan zat-zat nonpolar melarut dan berdifusi melewati membran biologis, yaitu membran yang
lewat matrik lipid diantara filamen protein. Sifat menyeliputi sel-sel di dalam tubuh. Fakta
pemeabilitas terhadap zat kimia dari stratum menyatakan, bahwa suatu transpor
korneum manusia adalah berbeda di berberapa transmembran dapat terjadi apabila minimal
bagian permukaan kulit, misal stratum korneum terdapat dua ruang yang dibatasi oleh membran.
kulit perut mudah dilewati tokson, namun Sehingga lebih lanjut tubuh minimal dibagi
sebaliknya stratum korneum pada telapak kaki menjadi dua ruang sebut saja kompartimen
dan tangan sangat sulit dilewati. intraselular dan ekstraselular. Sekitar 75% dari
bobot tubuh manusia merupakan ruang intrasel,
Fase kedua absorpsi perkutan adalah difusi
sedangkan sisanya sekitar 22% merupakan ruang
tokson lewat dermis yang mengandung medium
ekstrasel. Ruang intrasel termasuk cairan intrasel
difusi yang berpori, nonselektif, dan cair. Oleh
dan komponen sel yang padat. Ruang ekstrasel
karena itu, sebagai sawar, dermis jauh kurang
dibagi atas: air plasma, ruang usus, dan cairan
efektif dibandingkan stratum korneum. Oleh
transsel (seperti cairan serebrospinalia, air humor,
sebab itu abrasi atau kerusakan lapisan stratum
perilimfe, dan endolimfe serta cairan dalam
korneum dapat mengakibatkan sangat
rongga tubuh dan organel berrongga).
meningkatnya absorpsi perkutan. Beberapa zat-
zat yang dapat mengakibatkan abrasi stratum Perlu diingat disini, bahwa pembagian
korneum seperti asam-basa kuat, gas mustard. kompartimen ini hanya merupakan langkah
Beberapa pelarut seperti dimetil silfoksida abstraksi guna memudahkan pemahaman ruang
(DMSO), juga dapat meningkatkan permeabilitas distribusi xenobiotika di dalam tubuh. Lebih lanjut
kulit. dasar pengertian dan pemanfaat tentang
pembagian ruang distribusi ”kompartimen” akan
19
dibahas lebih dalam dalam bahasan pemodelan proses distribusi (sebelum kesetimbangan
farmakokinetik. distribusi tercapai) akan mengambil jumlah
xenobiotika yang lebih besar dibandingkan
Distribusi xenobiotika di dalam tubuh umumnya
daerah yang pasokan darahnya kurang. Pada
melalui proses transpor, yang pada mana dapat di
akhirnya setelah kesetimbangan distribusi
kelompokkan ke dalam dua proses utama, yaitu
tercapai, laju distribusi tidak lagi dipengaruhi oleh
konveksi (transpor xenobiotika bersama aliran
perfusi di organ atau jaringan.
darah) dan transmembran (transpor xenobiotika
melewati membran biologis). Distribusi suatu Tabel 2.1: Laju aliran darah pada berbagai organ
xenobiotika di dalam tubuh dipengaruhi oleh: pada orang dewasa
tercampurnya xenobiotika di dalam darah, laju Organ Prosen Prosen (%) Laju aliran
aliran darah, dan laju transpor transmembran. (%) dari dari volum darah
Umumnya faktor tercampurnya xenobiotika di berat jantung per (ml/min/100g
darah dan laju aliran darah ditentukan oleh faktor badan menit organ)
psikologi, sedangkan laju transpor transmembran Aliran darahnya bagus:
umumnya ditentukan oleh faktor sifat fisiko-kimia Ginjal 0,5 20 400
xenobiotika. Transpor transmembran dapat Hati 2,8 28 85
berlangsung melalui proses difusi pasif, difusi Otak 2,0 12 54
terpasilitasi, difusi aktif, filtrasi melalui poren, atau Paru-paru 1,5 100 400
proses fagositisis. Jantung 0,5 4 84
Lambung dan 2,8 24 70
Secara kesuluruhan pelepasan xenobiotika dari usus saluran
cairan plasma menuju cairan intraselular pencernaan
ditentukan berbagai faktor, dimana faktor-faktor Aliran darahnya kurang bagus:
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua Kulit 10 6 5
kelompok yaitu: Otot-otot 40 23 5
a) faktor biologis: Aliran darahnya jelek:
- laju aliran darah di organ dan jaringan, Jaringan 18 5 2,1
- sifat membran biologis Lemak
- perbedaan pH antara plasma dan jaringan Sifat membran biologis. Telah dibahas
b) faktor sifat molekul xenobiotika sebelumnya, bahwa difusi berperan penting
- ukuran molekul dalam transpor suatu xenobiotika diantara ekstra-
- ikatan antara protein plasma dan protein dan intra selular. Xenobiotika agar dapat
jaringan ditransportasi dari saluran kapiler pembuluh darah
- kelarutan menuju sel-sel pada jaringan tubuh, haruslah
- sifat kimia melewati membran biologis, yaitu membran yang
Laju aliran darah di organ dan jaringan. Sirkulasi menyeliputi sel-sel di dalam tubuh. Secara
sistemik sangat memegang peranan penting keseluruhan luas permukaan kapiler tubuh (orang
dalam transpor xenobiotika antar organ dan dewasa) diperkirakan berkisar antara 6000-8000
jaringan di dalam tubuh. Sebelum mencapai m2, dengan panjang keseluruhan diduga sekitar
kesetimbangan distribusi, distribusi sebagian 95000 km. Di bagian luar kapiler-endotel ini
besar ditentukan oleh pasokan darah dari organ diselimuti oleh membran basal yang sangat halus
dan jaringan. Pada tabel 2.1. menggambarkan dan elastis. Struktur membran basal dapat
perbedaan jalu aliran darah di berbagai organ dibedakan menjadi:
tubuh. Organ tubuh seperti ginjal, hati, otak, paru- - kapiler yang sangat tertutup (contoh: barier
paru, jantung, lambung dan usus, adalah organ- sawar darah otak)
organ yang memiliki laju aliran darah (perfusi) - kapiler yang berjendela, pada jendela ini terjadi
yang baik. Akibat aliran darah yang cepat dan pertukaran cairan yang sangat intensiv, jarak
dengan demikian jangka waktu kontaknya yang jendela dalam kapiler ini adalah tidak beraturan
sangat singkat dalam kapiler (sekitas 2 detik) (contoh:tubulus ginjal),
maka mula-mula xenobiotika akan terdistribusi - kapiler yang terbuka, tidak terdapat hubungan
dengan cepat pada organ atau jaringan dengan antar sel-sel endotel, sehingga pada kapiler ini
perfusi yang baik. Ini berarti organ atau jaringan terdapat lubang-lubang yang besar, yang
yang mempunyai banyak kapiler darah pada awal dapat dilewati oleh plasma darah (contoh: hati).
20
Laju penetrasi xenobiotika melewati membran kovalen), misal ikatan reaksi sitostatika yang
biologis akan ditentukan oleh struktur membran mengalkilasi protein, tidak termasuk ke dalam
basal dan juga sifat lipofilitasnya. Senyawa- ikatan protein.
senyawa lipofil akan dapat menembus membran
Albumin adalah protein plasma yang paling
biologis dengan baik, sedangkan senyawa yang
banyak terlibat pada pembentukan ikatan pada
polar (larut air) haruslah melewati lubang-lunag di
protein plasma. Xenobiotika yang relatif lipofil,
membran biologis, yang dikenal dengan „poren“.
sedikit atau sedang kelarutannya dalam air,
Jumlah poren dalam membran biologis adalah
beredar di dalam plasma terutama terikat pada
terbatas, oleh sebab itu dapatlah dimengerti,
protein.
bahwa senyawa lipofil akan terdistribusi lebih
cepat dibandingkan senyawa hidrofil (lihat tabel Kekuatan ikatan pada protein ditentukan oleh
2.2). tetapan afinitas xenobiotika pada protein. Sejauh
tetapan afinitas ini berbeda terhadap berbagai
Tabel 2.2: Permeabilitas beberapa membran
protein tubuh (protein plasma, protein jaringan,
biologis (H Nau, 1994)
dll), maka akan mempengaruhi kesetimbangan
Membran lipid distribusi dari xenobiotika tersebut. Umumnya
xenobiotika akan terikat lebih kuat pada protein
- barier sawar darah otak hanya xenobiotika lipofil,
darah → liquor tidak terionisasi; dengan tetapan afinitas yang lebih besar,
darah → otak xenobitika polar akan sehingga kesetimbangan akan bergeser ke
terperfusi sangat lambat protein dengan tetapan afinitas yang lebih besar.
atau sama sekali tidak Sebagai ilustrasi, apabila suatu xenobiotika
- lapisan lendir penanjang mempunyai tetapan afinitas yang besar dengan
saluran pencernaan protein plasma dibandingkan dengan protein
- lapisan lendir di mulut
jaringan, maka xenobiotika tersebut akan lebih
- tubulus ginjal
- kulit banyak berada dalam cairan plasma
dibandingkan di jaringan. Sebagai contoh,
Membran lipid dengan xenobiotika lipofil dan karbonmonoksida tertikat hampir seluruhnya pada
„Poren“ hidrofil dapat lewat
- darah → hati
hemoglobin dan mioglobin oleh karena afinitas
- hati → empedu yang tinggi terhadadap heme, sehingga pola
- paru-paru distribusi dari karbonmonoksida sesuai dengan
- plasenta protein-protein tersebut. Beberapa turunan akridin
- darah → kelenjar mamai terakumulasi dalam struktur jaringan basofil,
- kapilar-kapiler di kulit dan terutama ke dalam inti sel. Arsen trioksida
otot mempunyai afinitas yang tinggi terhadap jaringan
- lapisan lendir (mata, yang menandung keratin (kulit, kuku, rambut),
hidung, kantung kemih)
- glomerulus ginjal (filtrasi) karena banyak mempunyai gugus SH.
Ikatan protein berpengaruh juga pada intensitas
Perbedaan pH antar plasma dan jaringan. kerja, lama kerja toksik dan eliminasi xenobiotika
dari dalam tubuh. Umumnya xenobiotika yang
terikat pada protein akan susah melewati
Ikatan Protein. Faktor penting lain yang membran sel, sehingga xenobiotika tersebut akan
berpengaruh pada distribusi ialah ikatan pada susah dielminasi (biotransformasi dan ekstresi)
protein terutama protein plasma, protein jaringan karena xenobiotika yang terikat tidak mampu
dan sel darah merah. Ikatan xenobiotika pada menuju tempat metabolisme (umumnya di dalam
protein umumnya relatif tidak khas. Sesuai sel hati) atau tidak dapat melewati filtrasi
dengan struktur kimia protein, ikatan xenobiotika glumerulus di ginjal. Xenobiotika tersebut akan
pada protein terlibat ikatan ion, ikatan jembatan berada di dalam cairan plasma dalam waktu yang
hidrogen dan ikatan dipol-dipol serta interaksi lebih lama. Hal ini akan berpengaruh pada lama
hidrofob. Beragamnya kemungkinan ikatan yang kerja toksiknya.
terlibat memungkinkan berbagai xenobiotika yang
dapat terikat pada protein, oleh sebab itu ikatan Jumlah xenobiotika yang terikat pada protein juga
xenobiotika pada protein dikatakan tidak khas. ditentukan oleh konsentrasi protein plasma.
Ikatan protein adalah bolak-balik „reversibel“. Seperti pada kelainan hati atau ginjal sering
Ikatan tak bolak-balik ”irreversibel” (misal ikatan diketemukan terjadi penurunan kadar protein
21
plasma, akibat penurunan sintesa protein. adalah melalui ginjal bersama urin, tetapi hati dan
Pemakaian dosis yang sama, pada penderita hati paru-paru juga merupakan alat ekskresi penting
atau ginjal, akan meningkatkan konsentrasi obat bagi tokson tertentu. Disamping itu ada juga jalur
bebas di dalam darah, sehingga dengan ekskresi lain yang kurang penting seperti, kelenjar
sendirinya akan meningkatkan potensi toksik. keringan, kelenjar ludah, dan kelenjar mamai.
Karena ketidak khasan ikatan xenobiotika pada Ekskresi urin. Ginjal sangat memegang peranan
protein, sering dijumpai kompetisi tempat ikatan penting dalam mengekskresi baik senyawa
baik antar xenobiotika maupun dengan senyawa eksogen (xenobiotika) maupun seyawa endogen,
endogen. Seperti pada bayi prematur apabila yang pada umumnya tidak diperlukan lagi oleh
ditangani dengan kemoterapi tertentu, misal tubuh. Proses utama ekskresi renal dari
sulfonamida, muncullah situasi kompetisi antara xenobiotika adalah: filtrasi glumerula, sekresi aktif
obat dan bilirubin, yang akan mengakibatkan tubular, dan resorpsi pasif tubular. Pada filtrasi
icterus neonatorum. Penelitian menyatakan glumerular, ukuran melekul memegang peranan
bahwa terjadi kematian yang tinggi pada bayi penting. Molekul-molekul dengan diameter yang
prematur yang ditangani dengan senyawa lebih besar dari 70 Å atau dengan berat lebih
sulfonamida (umpamanya sulfisosazol). besar dari 50 kilo Dalton (k Da) tidak dapat
Disamping itu presentase kernikterus di dalam melewati filtrasi glumerular. Oleh sebab itu hanya
kelompok ini mencolok tinggi sebagai akibat senyawa dengan ukuran dan berat lebih kecil
akumulasi bilirubin di dalam sel otak. akan dapat terekskresi. Xenobiotika yang terikat
dengan protein plasma tentunya tidak dapat
Disamping faktor di atas ikatan pada protein juga
terekskresi melalui ginjal. Resorpsi pasiv tubular
dipengaruhi oleh faktor lain, seperti sifat
ditentukan oleh gradien konsentrasi xenobitika
fisikokimia xenobiotika, pH cairan plasma, dan
antara urin dan plasma di dalam pembuluh tubuli.
umur. Sebagai contoh pada pH plasma bersifat
Berbeda dengan resorpsi tubular, sekresi tubular
sangan asam ”asidosis” bagian barbiturat yang
melibatkan proses transpor aktif. Suatu tokson
terikat pada protein menurun. Pada bayi yang
dapat juga dikeluarkan lewat tubulus ke dalam
baru lahir mempunyai kemampuan ikatan protein
urin dengan difusi pasif.
yang lebih rendah daripada ikatan protein pada
manusia dewasa. Ekskresi empedu. Hati juga merupakan alat tubuh
yang penting untuk ekskresi xenobiotika, terutama
Faktor besar molekul, kelarutan, dan sifat kimia
untuk senyawa-senyawa dengan polaritas yang
lainnya juga berpengarui pada laju transpor suatu
tinggi (anion dan kation), kojugat yang terikat
melintasi membran, hal ini sudah banyak dibahas
pada protein plasma, dan senyawa dengan berat
pada bahasan sebelumnya.
molekul lebih besar dari 300. Umumnya, begitu
2.3.3 Eliminasi senyawa tersebut terdapat dalam empedu,
mereka tidak akan diserap kembali ke dalam
Metabolisme dan ekskresi dapat dirangkum ke darah dan dikeluarkan lewat feses. Namun
dalam eliminasi. Yang dimaksud proses eliminasi terdapat pengecualian konjugat glukuronida,
adalah proses hilangnya xenobiotika dari dalam dimana konjugat ini oleh mikroflora usus dapat
tubuh organisme. Eliminasi suatu xenobiotika dipecah menjadi bentuk bebasnya dan selanjunya
dapat melalui reaksi biotransformasi akan diserap kembali menuju sistem sirkulasi
(metabolisme) atau ekskresi xenobiotika melalui sistemik. Peran pentingnya ekskresi empedu
ginjal, empedu, saluran pencernaan, dan jalur telah ditunjukkan oleh beberapa percobaan,
eksresi lainnya (kelenjar keringan, kelenjar mamai, dimana toksisitas dietilstibestrol meningkat 130
kelenjar ludah, dan paru-paru). Jalur eliminasi kali pada tikus percobaan yang saluran
yang paling penting adalah eliminasi melalui hati empedunya diikat.
(reaksi metabolisme) dan eksresi melalui ginjal.
Ekskresi paru-paru. Zat yang pada suhu badan
Ekskresi berbentuk gas terutama diekskresikan lewat paru-
Setelah diabsorpsi dan didistrubusikan di dalam paru. Cairan yang mudah menguap juga mudah
tubuh, xenobiotika/tokson dapat dikeluarkan keluar lewat udara ekspirasi. Cairan yang sangat
dengan capat atau perlahan. Xenobiotika mudah larut lemak seperti kloroform dan halotan
dikeluarkan baik dalam bentuk asalnya maupun mungkin diekskresikan sangat lambat, karena
sebagai metabolitnya. Jalus ekskresi utama mereka tertimbun dalam jaringan lemak dan
22
karena keterbatasan volume ventilasi. Ekskresi Enzim-enzim yang terlibat dalam biotransformasi
xenobiotika melalui paru-paru terjadi secara difusi pada umumnya tidak spesifik terhadap substrat.
sederhana lewat membran sel. Enzim ini (seperti monooksigenase, glukuroni-
dase) umumnya terikat pada membran dari
Jalur lain. Jalur ekskresi ini umumnya mempunyai
retikulum endoplasmik dan sebagian terlokalisasi
peranan yang sangat kecil dibandingkan jalur
juga pada mitokondria, disamping itu ada bentuk
utama di atas, jalur-jalur ekskresi ini seperti,
terikat sebagai enzim terlarut (seperti esterase,
ekskresi cairan bersama feses, ekskresi tokson
amidase, sulfoterase). Sistem enzim yang terlibat
melalui kelenjar mamai (air susu ibu, ASI),
pada reaksi fase I umumnya terdapat di dalam
keringan, dan air liur. Jalur ekskresi lewat kelenjar
retikulum endoplasmik halus, sedangkan sistem
mamai menjadi sangat penting ketika kehadiran
enzim yang terlibat pada reaksi fase II sebagian
zat-zat racun dalam ASI akan terbawa oleh ibu
besar ditemukan di sitosol. Disamping
kepada bayinya atau dari susu sapi ke manusia.
memetabolisme xenobiotika, sistem enzim ini juga
Karena air susu bersifat agak asam, maka
terlibat dalam reaksi biotransformasi senyawa
senyawa basa akan mencapai kadar yang lebih
endogen (seperti: hormon steroid, biliribun, asam
tinggi dalam susu daripada dalam plasma, dan
urat, dll). Selain organ-organ tubuh, bakteri flora
sebaliknya untuk senyawa yang bersifat asam.
usus juga dapat melakukan reaksi metabolisme,
Senyawa lipofilik, misalnya DDT dan PCB juga
khususnya reaksi reduksi dan hidrolisis. Uraian
mencapai kadar yang lebih tinggi dalam susu
tentang reaksi biotransformasi yang terjadi atau
karena kandungan lemaknya dalam susu yang
yang dialami oleh suatu xenobiotika di dalam
relatif tinggi.
tubuh berikutnya akan dibahas di dalam bahasan
Metabolisme tersendiri (BAB Biotrasnformasi).
Xenobiotika yang masuk ke dalam tubuh akan
2.3.4. Konsentrasi plasma
diperlakukan oleh sistem enzim tubuh, sehingga
senyawa tersebut akan mengalami perubahan Sifat dan intensitas efek suatu tokson di dalam
struktur kimia dan pada akhirnya dapat dieksresi tubuh bergantung pada kadar tokson di tempat
dari dalam tubuh. Proses biokimia yang dialami kerjanya. Umumnya konsentrasi tokson di tempat
oleh ”xenobiotika” dikenal dengan reaksi organ sasaran merupakan fungsi kadar tokson di
biotransformasi yang juga dikenal dengan reaksi dalam darah (plasma). Namun, sering dijumpai
metabolisme. Biotransformasi atau metabolisme kadar tokson di organ sasaran tidak selalu sama
pada umumnya berlangsung di hati dan sebagian dengan kadarnya di darah. Apabila terjadi ikatan
kecil di organ-organ lain seperti: ginjal, paru-paru, yang kuat antara jaringan dengan tokson, maka
saluran pencernaan, kelenjar susu, otot, kulit atau konsentrasi tokson pada jaringan tersebut
di darah. umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan di
darah. DDT adalah salah satu tokson yang
Secara umum proses biotransformasi dapat
bersifat sangat lipofil, dia akan terikat
dibagi menjadi dua fase, yaitu fase I (reaksi
kuat ”terdeposisi”, sehingga jaringan lemak
fungsionalisasi) dan fase II (reaksi konjugasi).
merupakan depo. Ini berarti konsentrasi di
Dalam fase pertama ini tokson akan mengalami
jaringan akan lebih tinggi dari pada di darah,
pemasukan gugus fungsi baru, pengubahan
selanjutnya dia akan terlepas secara perlahan-
gugus fungsi yang ada atau reaksi penguraian
lahan. Penetapan konsentrasi tokson di darah
melalui reaksi oksidasi (dehalogenasi, dealkilasi,
umumnya lebih mudah diukur dibandingkan di
deaminasi, desulfurisasi, pembentukan oksida,
jaringan, terutama pada jangka waktu tertentu,
hidroksilasi, oksidasi alkohol dan oksidasi
oleh sebab itu konsentrasi di darah ”plasma” yang
aldehida); rekasi reduksi (reduksi azo, reduksi
sering digunakan dalam penelitian toksokinetik.
nitro reduksi aldehid atau keton) dan hidrolisis
(hidrolisis dari ester amida). Pada fase II ini Pada pengembangan obat baru, penilaian suatu
tokson yang telah siap atau termetabolisme obat secara klinis (penetapan dosis dan skema
melalui fase I akan terkopel (membentuk penakarannya yang tepat), perlu adanya sejumlah
konjugat) atau melalui proses sintesis dengan keterangan farmakokinetika. Khususnya kadar
senyawa endogen tubuh, seperti: Konjugasi obat di organ sasaran dan darah, serta
dengan asam glukuronida asam amino, asam perubahan kadarnya dalam waktu tertentu.
sulfat, metilasi, alkilasi, dan pembentukan asam
merkaptofurat.
23
lebih polar ketimbang B hal ini menggambarkan,
bahwa tokson A lebih suka terdistribusi di
2
Konsentrasi (µg/ml)
Dalam fase toksodinamik atau farmakodinamik Efek irrevesibel diantaranya dapat mengakibatkan
akan membahas interaksi antara molekul tokson kerusakan sistem biologi, seperti: kerusakan saraf,
atau obat pada tempat kerja spesifik, yaitu dan kerusakan sel hati (serosis hati), atau juga
reseptor dan juga proses-proses yang terkait pertumbuhan sel yang tidak normal, seperti
dimana pada akhirnya timbul efek toksik atau karsinoma, mutasi gen. Umumnya efek
terapeutik. Kerja sebagian besar tokson irreversibel ”nirpulih” akan menetap atau justru
umumnya melalui penggabungan dengan bertambah parah setelah pejanan tokson
makromolekul khusus di dalam tubuh dengan dihentikan.
cara mengubah aktivitas biokimia dan biofisika
Pada umumnya semakin tinggi konsentrasi akan
dari makromolekul tersebut. Makromolekul ini
meningkatkan potensi efek dari obat tersebut,
sejak seabad dikenal dengan istilah reseptor,
untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bahasan
yaitu merupakan komponen sel atau organisme
hubungan dosis dan respon. Jika konsetrasi suatu
yang berinteraksi dengan tokson dan yang
obat pada jaringan tertentu tinggi, maka berarti
mengawali mata rantai peristiwa biokimia menuju
dengan sendirinya berlaku sebagai tempat
terjadinya suatu efek toksik dari tokson yang
sasaran yang sebenarnya, tempat zat tersebut
diamati.
bekerja. Jadi konsentrasi suatu tokson/obat pada
Interaksi tokson - reseptor umumnya merupakan tempat kerja ”tempat sasaran” umumnya
interaksi yang bolak-balik (reversibel). Hal ini menentukan kekuatan efek biologi yang
mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim dihasilkan.
hilang, bila xenobiotika tereliminasi dari tempat
kerjanya (reseptor). Selain interaksi reversibel, 2.4.1. Reseptor
terkadang terjadi pula interaksi tak bolak-balik Sejak lama telah diamati bahwa sejumlah racun
(irreversibel) antara xenobiotika dengan subtrat menimbulkan efek biologik yang khas. Untuk
biologik. Interaksi ini didasari oleh interaksi kimia menerangkan kekhasan ini Paul Ehrlich, pada
antara xenobiotika dengan subtrat biologi dimana tahun 1897 menduga bahwa netralisasi toksin
terjadi ikatan kimia kovalen yang bersbersifat bakteri oleh antibodi disebabkan oleh
irreversibel atau berdasarkan perubahan kimia adanya ”rantai samping” pada antibodi itu. Rantai-
dari subtrat biologi akibat dari suatu perubaran rantai samping itu akan berinteraksi dengan racun
kimia dari xenobiotika, seperti pembentukan tertentu, ia mencatat bahwa agen organ sintetik
peroksida. Terbentuknya peroksida ini tertentu memiliki efek antiparasitik yang
mengakibatkan luka kimia pada substrat biologi. karakteristik sementara agen yang lain tidak,
24
meskipun struktur kimia mereka hanya sedikit Selain kegunaannya sebagai materi untuk
berbeda. menerangkan ilmu biologi, konsep reseptor ini
mempunyai konsekuensi praktis yang penting
Konsep reseptor sebagai tempat kerja zat kimia,
untuk perkembangan obat dan pengambilan
pertama kali dikemukakan oleh John N. Langley
keputusan terapeutik dalam praktek klinik.
(1905). Dia mengamati bahwa efek nikotin dan
Konsekuensi tersebut adalah:
kurare pada otot rangka tidak berubah setelah
saraf yang mensarafi otot tersebut mengalami 1) Pada dasarnya reseptor menentukan hubungan
degenerasi, ini menunjukkan tidak terlibatnya kuantitatif antara dosis atau konsentrasi obat
ujung saraf seperti yang diyakini sebelumnya. dan efek farmakologis: Afinitas reseptor untuk
Kurare tidak mencegah kontraksi otot akibat mengikat obat menentukan konsentrasi obat
rangsangan listrik, tetapi benar-benar memblok yang diperlukan untuk membentuk kompleks
kontraksi yang disebabkan oleh nikotin. Melalui obat-reseptor dalam jumlah yang berarti, dan
penelitian ini ia menyimpulkan bahwa ”racun” jumlah reseptor secara keseluruhan dapat
tidak berpengaruh pada protein kontraktil dalam membatasi efek maksimal yang ditimbulkan
otot, melainkan pada zat-zat lain di otot yang oleh obat.
dapat disebut ”zat-reseptor”. Dari awal yang 2) Reseptor bertanggung jawab pada selektivitas
sederhana ini kini reseptor menjadi fokus utama kerja obat: Ukuran bentuk, dan muatan ion
penyelidikan efek obat dan mekanisme kerjanya elektronik molekul obat menentukan, apakah
(farmakodinamik). molekul itu akan terikat pada reseptor tertentu
di antara bermacam-macam tempat ikatan yang
Pada tahun 1970-an penilitian tentang reseptor
secara kimiawi berbeda. Oleh karena itu
semakin banyak dilakukan pada tingkat molekul
perubahan struktur kimia obat secara drastis/
untuk memperoleh pengertian yang lebih
mencolok dapat menaikkan atau menurunkan
mendalam mengenai interaksi biokimiawi antara
afinifas obat-obat baru terhadap golongan
zat-zat endogen dan sel-sel tubuh. Ternyata
reseptor, yang mengakibatkan perubahan-
reaksi demikian hampir selalu berlangsung di
perubahan dalam efek terapi dan toksiknya.
tempat spesifik, yaitu reseptor atau enzim.
3) Reseptor-reseptor menjembatani kerja
Penelitian juga telah mengungkap, bahwa semua antagonis farmakologi: Banyak obat dan sinyal
proses fisiologi dalam tubuh diregulasi oleh zat- kimia endogen (seperti hormon) mengatur
zat pengatur kimiawi ”regulator endogen”, yang fungsi makromolekul reseptor sebagai agonis.
masing-masing mempunyai titik kerja spesifik di Obat dan sinyal kimia ini mengubah fungsi
satu atau lebih organ. Meskipun terdapat ratusan makromolekul, yang kurang lebih seperti efek
regulator terutama hormon dan neurotransmiter langsung, sebagai akibat ikatan tersebut.
(norardrenalin, serotonin, dopamin, dan lain-lain), Namun, antagonis farmakologi murni berikatan
namun setiap zat mengetahui dengan tepat di dengan reseptor tanpa secara langsung
mana letak sel dan organ tujuannya. Hal ini dapat mengubah fungsinya. Jadi efek antagonis murni
dijelaskan, oleh terdapatnya sejenis informasi pada sel atau di dalam tubuh bergantung pada
biologi di setiap zat dalam bentuk konfigurasi pencegahan pengikatan molekul agonis dan
khusus, struktur ruang, dan sifat-sifat kimiawinya, penyekat kerja biologisnya.
yang dengan eksak mencocoki sel-sel reseptor di
organ-tujuan. Sistem ini dapat disamakan dengan Belakangan ini, reseptor untuk banyak obat telah
prinsip kunci-anak kunci. Selain neuro(hormon) dimurnikan dan dikaraktersasikan secara biokimia.
tersebut, terdapat juga reseptor untuk zat-zat lain, Reseptor obat yang telah tercatat mempunyai ciri-
seperti endorfin (morfin endogen). ciri yang paling baik adalah seperti protein
regulator, yang menjebatani kerja dari sinyal-
Reseptor obat dapat didefinisikan sebagai suatu sinyal bahan kimia endogen, seperti:
makromolekul (biopolimer) jaringan sel hidup, neurotransmiter, autocoid, dan hormon. Kelompok
mengandung gugus fungsional atau atom-atom reseptor ini menjebatani efek dari sebagian besar
terorganisasi, reaktif secara kimia dan bersifat agen terapeutik yang paling bermanfaat.
khas, dan dapat berinteraksi secara terpulihkan Kelompok protein lainnya yang telah dikenal jelas
(reversibel) dengan molekul obat yang sebagai reseptor obat juga termasuk enzim, yang
mengandung gugus fungsional khas, mungkin dihambat (misal dihydrofolate reductase,
menghasilkan respons biologis tertentu. reseptor untuk obat antikanker methotrexate),
protein pembawa/”transport protein” (misalnya,
25
Na+/K+ ATPase, reseptor membran untuk digitalis ditangkap dan terikat oleh reseptor, terjadilah
glikosida yang aktif pada jantung) dan protein interaksi yang mengubah rumus dan pembagian
struktural (misalnya, tubulin, reseptor untuk muatannya. Akibatnya adalah suatu reaksi
colchicine, agen antiradang/”antiinflamasi”) dengan perubahan aktivitas sel yang sudah
ditentukan (prefixed) dan suatu efek fisiologik.
Tiga aspek fungsi reseptor obat adalah, uraian
fungsi ini disusun dalam urutan kerumitan yang Konsep interaksi kunci-anak kunci telah lama
meningkat: digunakan untuk menjelaskan interaksi enzim
a) Aspek pertama adalah fungsinya sebagai dengan subtratnya. Beberapa efek toksik suatu
determinan hubungan kuantitatif antara tokson muncul melalui mekanisme interaksi
konsentrasi obat dan respons/tanggapan. tokson dengan enzim, baik dia menghambat atau
Disini reseptor dipandang sebagai suatu unit memfasilitasi interaksi tersebut, yang pada
sederhana, yang secara prinsip ditandai dari akhirnya akan menimbulkan efek yang merugikan
afinitasnya mengikat ligan-ligan obat dan bagi organisme.
berlimpahnya mereka dalam sel atau jaringan Persyaratan untuk interaksi obat-reseptor adalah
target / sasaran. pembentukan kompleks obat-reseptor. Apakah
b) Aspek kedua adalah fungsinya sebagai protein kompleks ini terbentuk dan seberapa besar
regulator dan komponen penerus sinyal terbentuknya bergantung pada afinitas obat
kimiawi yang melengkapi target-target obat terhadap reseptor. Kemampuan suatu obat untuk
penting. Disini reseptor dianggap sebagai menimbulkan suatu rangsang dan demikian efek,
molekul kompleks yang struktur dan fungsi setelah pembentukan kompleks dengan reseptor
biokimiawinya membantu menjelaskan ciri disebut afinitas intrinsik. Afinitas intrinsik
utama hubungan efek-konsentrasi dan juga menentukan besarnya efek maksimum yang
selektivitas farmakologik. dicapai oleh masing-masing senyawa.
c) Aspek ketiga adalah fungsinya sebagai Afinitas obat terhadap reseptornya dapat
determinan utama terhadap efek terapeutik dibandingkan dengan tetapan afinitas pada
dan toksik pada pasien. Disini dibahas peran interaksi antara enzim dan subtrantnya. Aktivitas
penting yang dijalankan reseptor dalam intriksiknya dapat dibandingkan dengan harga
menentukan selektivitas kerja obat, hubungan “Vmaks” kecepatan maksimum pada reaksi
antara dosis obat dan efeknya, dan manfaat enzimatis untuk pengubahan subtrat oleh enzim.
terapeutik obat (misal efektivitas terapeutik Apabila enzim jenuh dengan subtrat maka
versus toksisitas) kecepatan perubahan terbesar tercapai.
Konsep reseptor, yang diperluas pada
endokrinologi, imunologi, dan biologi molekuler,
terbukti penting untuk menerangkan banyak
aspek pengaturan biologis. Semakin pesatnya
perkembangan ilmu biologi molekuler, sekarang
ini reseptor dapat diisolasi dan dicatat cirinya
sebagai makromolekul, selanjutnya membuka
jalan menuju pemahaman akurat tentang kerja
obat berdasarkan peristiwa molekuler. Konsep ini
membantu sekali perkembangan farmakologi,
terutama membentuk dasar dalam pemahaman
kerja dan penggunaan obat di klinik.
2.4.2. Interaksi obat-reseptor
Interaksi obat-reseptor umumnya dapat
disamakan dengan prisip kunci-anak kunci. Letak
reseptor neuro(hormon) umumnya di membran- Gambar 2.10. Fase utama pada pembentukan suatu
sel dan terdiri dari suatu protein yang dapat kompleks obat-reseptor (dari
merupakan komplemen ”kunci” daripada struktur Mutschler, hal, dengan modifikasi)
ruang dan muatan-ionnya dari hormon
bersangkutan ”anak-kunci”. Setelah hormon
26
Umumnya semua jenis ikatan, (seperti ikatan ion, Kelima mekanisme yang sudah dikenal ini tidak
ikatan jembatan hidrogen, ikatan hidrofob melalui menguraikan semua sinyal yang dikirim untuk
gaya van der Waals), terlibat dalam ikatan melintasi membran sel, tetapi kelima mekanisme
reseptor dengan obat. Pada ikatan kompleks ini benar-benar mentransduksi banyak sinyal
obat-reseptor hampir selalu terjadi jenis ikatan yang sangat penting yang dimanfaatkan dalam
yang berbeda-beda secara bersamaan. Gambar farmakoterapi.
2.10 menggambarkan secara bagan fase utama
pada pembentukan kompleks obat-reseptor
Hasil interaksi obat-reseptor ini umumnya
merupakan efek yang dapat diamati atau
dirasakan. Hasil penelitian 20 tahun terakhir, telah
menunjukkan dengan sangat detail, bagaimana
interaksi ini menimbulkan sinyal yang menjadi
pesan interselular dalam mengontrol fungsi sel.
Sebagian besar sinyalisasi transmembran
diperoleh melalui beberapa perbedaan
mekanisme molekular. Masing-masing jenis Gambar 2.11 Mekanisme sinyalisasi transmembran
mekanisme telah disesuaikan melalui evolusi yang diketahui (dari Katzung,
kelompok protein khusus/tersendiri untuk Farmakologi dasar dan klinik, 2001,
mentransduksi berbagai macam sinyal. Kelompok hal. 33, dengan modifikasi).
protein ini termasuk reseptor pada permukaan sel a) sinyal kimia larut lemak melintasi membran biologis
dan di dalam sel, seperti halnya enzim dan dan bekerja pada reseptor intraseluler (yang mungkin
komponen lainnya yang menyebabkan, adalah enzim atau pengatur transkripsi gen), b) sinyal
meningkatkan, mengkoordinir, dan menghentikan tersebut terikat pada domain ekstraseluler protein
sinyalisasi pasca-reseptor dengan pembawa transmembran, sehingga mengaktifkan aktivitas
domain sitoplasmiknya, c) sinyal tersebut terikat pada
pesan kimia kedua di dalam sitoplasma.
domain ekstraseluler reseptor transmembran yang
Secara garis besar, terdapat lima strategi terikat pada protein kinase tirosin, yang diaktifkannya,
pendekatan mekanisme dasar sinyalisasi trans- d) sinyal tersebut terikat dan langsung mengatur
membran, yang sampai saat ini sudah cukup jelas pembukaan saluran ion, e) sinyal tersebut terikat pada
diungkap dari hasil penelitian (Gambar 2.11), reseptor permukaan sel yang dihubungkan pad enzim
pendekatan tersebut adalah: efektor oleh protein G. (R = reseptor, G = protein G,
E= efektor [enzim atau saluran ion].)
a) ligan (xenobiotika) larut dalam lapisan ganda
lemak membran dan melintasi membran dan Berdasarkan mekanisme munculnya efek akibat
bekerja (berinteraksi) dengan reseptor interaksi obat-reseptor, interaksi ini secara umum
intraselular, dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok,
yaitu interaksi agonis (menimbul efek yang
b) protein reseptor transmembran yang aktivitas
searah) dan interaksi antagonis (menimbulkan
enzimatik intraselulernya diatur secara
efek yang berlawanan). Istilah-istilah ini juga
allosterical oleh ligan (xenobiotika) yang terikat
digunakan untuk membahas interaksi
pada tempat di domain entraseluler protein,
farmakologis dari suatu xenobiotika. Istilah
c) reseptor trasmembran yang mengikat dan antagonisme digunakan pada keadaan yang
menstimulasi protein kinase tirosin, menunjukkan kombinasi efek lebih kecil daripada
d) kanal ion transmembran yang ligand-gated, jumlah efek zat masing-masing. Sedangkan
yaitu kanal ion yang pembukaan/penutupan- agonis (sinergisme) berarti bahwa kombinasi dua
nya dapat diinduksi oleh ligan yang terikat zat, minimal merupakan penjumlahan efek
pada reseptor kanal ion tersebut, dan masing-masing (sinergisme aditif) atau lebih
e) protein reseptor transmembran yang besar dari penjumlahan efek masing-masing
menstimulasi transduktor yang memberikan (sinergisme supraaditif).
sinyal setelah berikatan dengan GTP (protein
G) yang kemudian menimbulkan pembawa
pesan kedua.
27
a) Interaksi dengan sistem enzim
Dosis A
28
sifat lipofilitasnya tidak cocok sebagai antidot Pada semua mahluk hidup yang memiliki saraf,
terhadap efek sentral. Oksim yang lipofil kuat asetilkolina mempunyai fungsi sebagai zat
tanpa gugus kuarterner, yang dapat melintasi penghantar ”neurotransmiter”, yang menghantar
sawar darah-otak dan karena itu juga cocok untuk impuls saraf dari sel yang satu ke sel yang lain
reaktivasi asetilkolinaesterase di sistem saraf dan dari sel saraf ke organ efektor. Karena
pusat, dewasa ini sedang dikembangkan. asetilkolina terdapat pada semua jenis hewan
pusat anionik pusat esteratik tinggi, maka inhibitor asetilkolinaesterase yang
Ө CH2 tak bolak-balik merupakan racun, baik untuk
OH semua hewan menyusui, ikan, serangga, cacing
O a
H3C
N
+
CH3
O C H3
dan sebagainya.
H3C C H2 CH2
Berbada dengan golongan asam fosfat, logam-
pusat anionik pusat esteratik logam berat seperti raksa ”Hg”, arsen ”As”, dan
Ө C H2 timbal ”Pb” merupakan inhibitor enzim yang
O
C H3
b kurang selektif dan bekerja sebaliknya. Mereka
H3C C H3
N
+
C H2O H
O
menginhibisi sejumlah enzim secara bolak-balik.
H3C
Dan kerjanya didasarkan pada reaksi dengan
C H2
O
P
O C2H5
O C2H5
berikatan dengan enzim meskipun bukan tempat
P arao ks o n
yang sebenarnya. Untuk berikatan dengan pusat
NO2
enzim terjadi persaingan (kompetisi) antara
antimetabolit dengan subtrat normal. Suatu
pusat anionik pusat esteratik contoh yang baik dikenal sebagai zat penghambat
Ө CH2
enzim adalah antagonis asam folat (contohnya
O
e
O C2H5
O
P O C2H5
metotreksat), yang digunakan sebagai sitostatika
pada pengobatan penyakit kanker. Anti metabolit
p - N it r o f e n o l HO NO2
Enzim asam folat menghambat sistem enzim yang
yang penting untuk sintesis asam amino dan turunan
pusat anionik pusat esteratik diblok
Ө C H2
purin serta pirimidin. Perbanyakan sel dihambat
CH3
N
+ H
C N
OH O f melalui kerja ini. Penggunaan antagonis asam
H5C2O P
O
O C2H5
folat untuk tujuan lain selain pengobatan, yaitu
PAM
Enzim
contohnya pada pemberantasan serangga
yang berdasarkan kerja mensterilkan.
pusat anionik pusat esteratik diaktifkan
Ө H2C O H
kembali Pemutusan reaksi biokimia
CH3
H g
Pada proses oksidasi secara biokimia, energi
+ O
N C N P
H5C2O O C2H5
O
yang dibebaskan umumnya disimpan dalam
bentuk fosfat berenergi tinggi, salah satu
Gambar 2.13.: Bagan reaksi asetilkolina-esterase contohnya ialah ATP (adenosintrifosfat). Energi
dengan asetilkolina (a, b, c) dan yang tersimpan dalam senyawa ini selanjutnya
pemblok tak bolak-balik dapat digunakan untuk semua proses biokimia
asetilkolina-esterase (d, e) serta yang memerlukan energi, contohnya untuk
pengaktifan kembali enzim yang berbagai proses sintesis atau proses kimia-
diblok dengan penggunaan oksim mekanik pada kontraksi otot.
PAM (f, g), (dari Ariens,
Toksikologi umum pengantar, 1986, Pada oksidasi asam asetat dalam siklus sitrat dan
hal. 29, dengan modifikasi). pada rantai pernapasan, digunakan energi yang
29
dibebaskan untuk mengubah fosfat anroganik ini berpengaruh pada reaksi oksidasi reduksi I
menjadi fosfat organik berenergi tinggi. dan pada proses ini memutuskan pemindahan
hidrogen. Toksisitas zat ini pada hewan mungkin
Xenobiotika ”tokson” yang sesuai untuk reaksi
sama, disebabkan oleh kerjanya sebagai pemutus
pemutusan dan menggangu sintesis asam fosfat
katalisator redoks.
berenergi tinggi, akan mengakibatkan terbuang-
nya energi sebagai panas dan tidak dapat Reaksi dengan ada cahaya
tersimpan. Dengan jalan demikian tokson ini ADP+Pi ATP NADP NADPH
dapat menimbulkan demam. Dalam hal ini Sistem Sistem
pigmen 2 pigmen 1
intensitas proses oksidasi dalam organisme akan
naik sesuai dengan transformasi tokson untuk H2 O O2 Bipiridilium
proses ini, bersamaan dengan proses tersebut Foton
Monuron
kebutuhan oksigen akan meningkat. Foton
Senyawa dinitrofenol memiliki kerja seperti ini, Reaksi dalam keadaan gelap
sesuai dengan efeknya pada waktu lampau
ATP ADP + Pi
dinitrofenol digunakan untuk pengobatan penyakit
penimbunan lemak, tetapi segera kemudian CO2 + CO2-akseptor Glukosa
terbukti bersifat toksis. Senyawa lain tipe ini
adalah dinitrokresol yang digunakan sebagai zat NADPH NADP
pembasmi tanaman penggangu. Gambar 2.14.: Fotosintesis meliputi fase cahaya
Karena prisip pembentukan fosfat berenergi tinggi dan fase gelap yang tidak
adalah umum pada semua sistem kehidupan, tergantung pada energi cahaya dari
oleh karena itu zat pemutus proses ini tidak hanya Ariens, Toksikologi umum pengantar,
toksik untuk tanaman pengganggu saja tetapi 1986, hal. 105, dengan modifikasi).
juga untuk mahluk umumnya sangat toksik. Herbisida tipe monuron atau bipiridilium menghambat
penghantaran selama fase cahaya pada fotosintesis.
Tingkat dan keselektifan toksisitas senyawa
seperti ini, tentunya ditentukan oleh perbedaan Sintesa zat mematikan
kekuatan absorpsi pada berbagai organisme.
Dalam hal ini xenobiotika mempunyai struktur
Inhibisi fotosintesis pada tanaman ruang yang hampir mirip dengan subtrat,
Senyawa yang menghambat fotosintesis sehingga dapat berikatan dengan enzim dan
terambil dalam satu tahap atau lebih dalam siklus
menunjukkan toksisitas untuk organisme, dengan
reaksi biokimia, dan dengan jalan ini diubah
demikian pada prinsipnya toksis untuk tanaman.
Kerja herbisida tertentu didasarkan atas prinsip ini menjadi produk yang tidak normal, tidak berfungsi,
dan dibedakan berdasarkan berbagai mekanisme yaitu produk toksik.
kerja. Pada gambar 2.14 diuraikan secara Produk yang terbentuk umumnya merupakan
skematis proses fotosintesis pada tanaman dan inhibitor enzim untuk salah satu tahap berikutnya
kerja berbagai herbisida dalam menghambat pada siklus reaksi biokimia. Sebagai contoh yang
proses tersebut. Pada fase cahaya digunakan bekerja dengan cara ini adalah asam fluoroasetat
energi cahaya foton untuk pembentukan fosfat dan turunannya. Asam fluoroasetat menempati
berenergi (ATP) dan donor hidrogen (NADPH), tempat asam asetat pada siklus asam sitrat dan
pada saat yang sama dihasilkan oksigen (O2). dengan demikian bukan asam sitrat yang
Sedangkan pada fase gelap ATP dan NADPH terbentuk melainkan asam floursitrat, yang
diperlukan untuk mengikatkan CO2 pada akseptor merupakan inhibitor enzim akonitase, yaitu suatu
CO2 (Ribulose-5-fosfat). Akhir dari proses enzim yang mengkatalisis pembentukan asam
fotosintesis ini terbentuk glukosa. sitrat menjadi asam isositrat. Siklus asam sitrat
penting untuk produksi energi, dengan
Suatu golongan herbisida, seperti monuron
terbentuknya asam fluorositrat akan meninhibisi
mengganggu langkah pertama fotosintesis,
dimana dalam butir klorofil dengan bantuan energi siklus ini.
cahaya, air diuraikan menjadi oksigen dan Toksisitas asam ω-fluoralkilkarboksilat organik
hidrogen. Herbisida tipe lain termasuk parakuat yang terbentuk akibat terlibatnya asam fluorasetat
dan dikuat, seperti bipiridilium, menganggu pada siklus asetat, tergantung pada tipe
penghantaran hidrogen kepada NADP. Herbisida oksidasinya (apakah asam fluorasetat terbentuk
30
melalui ß-oksidasi atau tidak), dan jumlah atom Suatu turunan ditiokarbamat, yaitu disulfiram,
karbon yang terdapat pada rantai aklil. Jika digunakan pada pengobatan alkoholisme.
jumlah atom karbon genap makan terbentuk Seseorang akan menghentikan penggunaan
asam fluorasetat yang lebih toksik sebagai produk alkohol karena efek yang tidak enak yang
akhir dan dapat diartikan akibat sintesis zat mengejutkan, pada penggunaan alkohol dan
mematikan. disulfiram secara bersamaan.
Pengambilan ion logam yang penting untuk kerja R-OH
enzim
Fe3+ R-H
F e 3+
Ion logam tertentu bekerja sebagai kofaktor dan OH
merupakan bagian penting dari enzim. Molekul R
.
logam dari pofirin, seperti Fe-protoporfirin IX (lihat F e 3+
32
(relaksan otot). Atropin memblok reseptor rantai spiral ganda ini selalu terdapat pasangan
kolinergik pada postganglion parasimpatika. basa tertentu, misalnya G dan C atau A dan T
Sedangkan nikotina bekerja pada hantaran berseberangan, yang dihubungkan oleh jembatan
kolinergik pada sinaps ganglion. fosfodiester. (lihat gambar 2.16).
Banyak senyawa yang mempengaruhi
penghantar-an neurohormonal tidak hanya
bekerja pada sistem saraf otonom seperti obat
andrenergik, anti adrenergik obat kolinergik dan
antikolinergik melainkan juga berbagai jenis
psikofarmaka. Anti dipresan trisiklik (imipramina
dan sebagainya) mempengaruhi penghantaran
rangsang pada sinaps andrenergik, senyawa ini
menghambat pengambilan kembali penghantar
(transfer) pada ujung saraf prasinaptik. Disamping
obat ini, banyak toksin yang bekerja
mempengaruhi penghantaran rangsang seperti,
salah satunya toksin botolinum bekerja
menghambat pembebasan asetilkolina pada pelat
akhir (end plate) motorik dan dengan demikian
menyebabkan paralisis.
Keracunan ikan kembung ”puffer fish” sebagai Gambar 2.16.: Molekul DNA terpilin berbentuk
akibat termakannya telur ikan yang mengandung heliks ganda, yang menyusun
tetrodotoksin yang bekerja neurotoksik berupa untaian kromosom di dalam inti sel,
gangguan penghantaran rangsan kolinergik pada serta skema pembelahan DNA.
berbagai sinaps kolinergik sistem perifer otomon
Watson-Crick berhipotesa, dan oleh penelitian
dan somatik. Berbagai jenis keracunan kerang
berikutnya telah dibuktikan, bahwa tiap untaian
adalah sama menyebabkan hambatan
salur ganda DNA digunakan sebagai suatu
penghantaran rangsang pada sistem saraf prifer.
cetakan bagi replika DNA keturunan/anak yang
Berbagai halusinogen, contohnya meskalin, yang bersifat komplementer. Dengan cara ini, dua
diisolasi dari bebagai jenis kaktus Meksiko, dan dupleks terturunan molekul-molekul DNA yang
LSD yaitu suatu turunan alkaloid secale cornutum, sama dengan DNA induk akan terbentuk, masing-
menggangu penghantaran rangsang pada bagian masing mengandung satu untai utuh dari DNA
tertentu sistem saraf pusat. Beberapa stimulan induk.
lemah seperti arekolina, alkaloid dari buah pinang,
Sintesa protein terjadi pada ribosum, yang
atau norpseudoefedrina dari Catha edulis
merupakan organel pada sitoplasme. Pada
mempengaruhi juga hantaran impuls sentral.
proses sintesa ini terdiri dari tiga tahap, yaitu
d. Gangguan pada sintesis DNA dan RNA pertama dimulai dengan “replikasi” DNA, yaitu
Asam dessoksiribonukleat (DNA) merupakan pemisahan dari masing-masing ratai membuat
molekul yang sangat panjang, mengandung DNA induk menjadi molekul DNA anak yang
urutan spesifik keempat basa utamanya, dengan memiliki deret sama persis dengan deret
dua basa Purin, yaitu: guanina (G) dan adenina nukleotida DNA induk. Tahap kedua adalah
(A) dan dua basa pirimidin, yaitu: sitisina (C), dan transkripsi, yaitu proses, dimana sebagian pesan
timina (T) (lihat gambar 2.16). Urutan keempat genetik pada DNA dituliskan kembali dalam
basa utama ini merupakan lambang untuk bentuk asam ribonukleat (RNA). Proses
menyandi informasi genetik. Secara umum telah transkripsi dikatalisis oleh polimerase RNA, yang
dikenal, bahwa informasi genetik tersimpan di diarahkan oleh DNA, yaitu enzim komplek
dalam kromosom, yang berada di dalam inti sel membuat RNA yang bersifat komplementer
“nukleoid”. Kromosom terdiri dari 2 molekul DNA, dengan salah satu untai DNA dupleks, kecuali
yang bergabung menjadi heliks ganda. Model urasil (U) menggantikan tiamina (T), berpasangan
struktur heliks ganda ini tertama kali dikemukkan dengan adenina (A). Tahap ketiga adalah
oleh Watson dan Crick pada tahun 1953. Kedua translasi, dimana pesan genetik yang disandi oleh
33
RNA ditranslasikan oleh ribosom menjadi 20 huruf perubahan kimiawi DNA. Umumnya kerusakan
alfabet pada struktur protein. DNA akibat radiasi sinar ultraviolet dapat
diperbaiki oleh sistem enzim tubuh. Namun
Asam ribonukleat terdiri dari benang panjang
seseorang yang memiliki penyakit xeroderma
ribonukleotida, yang lebih pendek dari untai DNA.
pigmentosum, dimana pada orang tersebut
Pada sel prokaryotik dan eukaryotik, terdapat tiga
memiliki cacat genetik, sehingga tidak dapat
golongan RNA, yaitu RNA-data (mRNA =
memperbaiki kerusakan DNA, khususnya pada
massenger RNA), RNA ribosom (rRNA), dan RNA
kulit, akibat radiasi ini.
pemindah (tRNA = transfer RNA), dimana
masing-masing terdiri dari satu untai Senyawa kimia eksternal yang dapat menginduksi
ribonukleotida, dan masing-masing mempunyai kerusakan DNA adalah:
molekul urutan asam nukleotida, dan fungsi 1) Senyawa-senyawa penyebab deaminasi,
biologis yang khas. terutama asam nitrat (HNO2) atau senyawa
yang dapat mengalami metabolisme menjadi
Kromosom bukanlah struktur yang stabil atau
asam nitrit atau turunan nitrit lainnya. Asam
inert. Kromosum terus menerus mengalami
nitrit yang terbentuk dari prekursor organik,
perubahan. Perubahan ini mungkin diakibatkan
seperti: nitrosamin dan dari garam nitrit dan
oleh kesalahan replikasi dan bermacam-macam
nitrat, merupakan pereaksi yang ampuh dalam
bentuk kerusakan DNA yang disebabkan oleh
menguraikan gugus amino dari basa sitosin,
hidrolisa atau senyawa mutagenik eksternal,
adenin dan guanin. Sitosin oleh asam nitrit
seperti utraviolet dan ion, atau yang
dirubah menjadi urasil, deaminasi adenin
mengebabkan senyawa-senyawa deaminasi dan
menghasilkan hipoksantin, dan guanin
aklilasi. Beberapa kerusakan oleh sistem internal
menjadi ksantin. Residu hipoksantin dan
dapat diperbaiki sendiri, namun kerusakan yang
ksantin dapat dikenali dan diuraikan oleh
tidak dapat diperbaiki atau terkoreksi oleh
enzim spesifik, yang diikuti oleh proses auto
mekanisme-mekanisme internal tubuh mungkin
imum perbaikan DNA tubuh. Namun
akan mengasilkan mutasi turun-temurun yang
penggunaan nitrat dan nitrit untuk pengawetan
mungkin bersifat letal, terhilang, diam, atau
daging, masih menjadi perdebatan bagi para
bahkan menguntungkan, yang tergantung pada
ahli, karena ketakutan akan terjadi kerusakan
letak dan sifat kerusakannya.
DNA yang dapat mengakibatkan efek
Kerja toksik racun dapat disebabkan oleh merugikan.
gangguan pada pengaturan proses sintesis DNA 2) Penyebab alkilasi. Dimetilsulfat yang sangat
dan RNA. Gangguan ini dapat terjadi pada: reaktif dapat menyebabkan metilasi residu
- penggandaan DNA selama pembelahan sel, guanin menghasilkan O-metilguanin, hal ini
- transkripsi informasi DNA kepada RNA, dapat menghilangkan kemampuan guanin
- penyampaian informasi melalui RNA pada untuk berikatan dengan sitosin.
sintesis protein, 3) Senyawa kimia lainnya yang dapat
- sintesis bangunan dasar protein dan asam merangsang atau berlaku seperti basa yang
nukleat, biasanya melalui penghambatan pada biasanya terdapat pada DNA.
sintesis enzim yang berperan serta atau
Meskipun terdapat sistim autoimun oleh tubuh
melalui sintesa zat mematikan,
untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan DNA,
- proses pengaturan yang menentukan pola
namun banyak dari kerusakan tersebut tidak
aktivitas pada sel.
dapat diperbaiki yang mengakibatkan kerusakan
Radiasi ultraviolet (panjang gelombang 200 s/d permanen. Kerusakan permanen pada DNA ini
400 nm) dapat mengakibatkan perubahan kimiawi disebut dengan mutasi. Terdapat beberapa jenis
pada DNA bakeri dan kulit manusia. Absorpsi mutasi yang telah dipelajari, seperti mutasi
sinar ultraviolet ini dapat meningkatkan energi substitusi, yaitu penggantian satu basa dengan
basa purin atau pirimidin (ke keadaan tereksitasi), basa yang salah. Beberapa contoh substitusi
sehingga menyebabkan perubahan kovalen pada tunggal dan akibatnya seperti:
strukturnya. Bentuk lain energi radiasi adalah - mutasi diam: a) substitusi satu basa tidak
radiasi pengion, yang dapat mengeluarkan satu menyebabkan perubahan urutan asam amino,
atau lebih elektron dari biomelekul, dan dan b) mutasi satu basa dapat menyebabkan
membentuk ion atau radikal bebas yang sangat perubahan asam amino yang mungkin tidak
tidak stabil. Senyawa ini dapat mengakibatkan mengubah aktivitas biologik protein, karena
34
penggantian asam amino ini tidak terjadi pada rambut yang pernah digunakan di Amerika
posisi kritis dan menyerupai asam amino bersifat mutagenik).
normal,
Perubahan kromosom dapat juga diakibatkan
- mutasi satu basa yang mematikan, disini residu
oleh perubahan alamiah di dalam sel, seperti
serin yang bersifat esensial, yang disandi oleh
melalui rekombinasi genetik, yaitu penggantian
gen yang telah mengalami mutasi, digantikan
atau penambahan gen dari berbagai sumber
oleh fenilalanin, sehingga produk enzimatisnya
untuk pembentukan kromosom yang berbeda dari
menjadi tidak aktif,
semula, yang kemudian dapat direplikasi,
- mutasi kebobolan, disini penggantian asam
ditranskripsi dan ditranslasi. Rekombinasi genetik
amino kebobolan mengakibatkan protein yang
ini diantaranya: transformasi bakteri oleh DNA-
sebagian aktivitasnya masih dapat
asing, yaitu perubahan galur non-virulen menjadi
dipertahankan,
virulen akibat donor DNA dari galur virulen.
- mutasi secara hifotesis bersifat
Proses lisogeni dikenal pada rekombinasi genetik
menguntungkan, penggantian asam amino
pada infeksi manusia dengan virus simpleks
menghasilkan protein dengan aktivitas biologik
herpes, yang menyebabkan luka-luka selama
yang dapat diperbaiki dan menguntungkan
influenza, selain itu juga luka-luka bernanah pada
organisme yang termutasi.
alat genital. DNA virus simpleks herpes dapt
Substitusi satu basa, hanya merupakan sebagian bergabung ke dalam genom sel manusia dan
kecil mutasi permanen yang terjadi pada bakteri. diam dalam keadaan tidur (dorman) sampai
Mutasi yang lebih sering terjadi dan membahaya- terjadi peristiwa yang memicu translasi menjadi
kan adalah mutasi insersi (mutasi penyisipan) dan partikel virus penginfeksi.
mutasi delesi (mutasi penghapusan). Mutasi ini
Selain terjadi secara alamiah, rekombinasi
umumnya menyebabkan pergeseran kerangka
genetik dapat juga dilakukan secara buatan.
DNA, yang pada akhirnya menghasilkan
Teknologi rekombinasi genetik ini, belakangan
kerusakan genetik yang lebih ekstensif.
telah banyak dimanfaatkan oleh manusia, seperti
Mutasi adalah peristiwa acak yang jarang terjadi. pada dunia pertanian, yaitu pencitaan bibit unggul
Penghitungan kemungkinan mutasi sel manusia melalui teknologi rekombinasi DNA. Demikian
adalah 1 diantara 105, perkiraan ini didasarkan juga pada bidang kesehatan, dengan teknologi ini
atas kejadian alamih penyakit hemofili, yaitu dihasilkan bakteri atau spesies baru yang
penyakit gangguan genetik dalam mekanisme dimanfaatkan untuk memproduksi hormon
pembekuan darah. Namun bebarapa mutasi pada manusia, seperi insulin. Ketakutan juga muncul
DNA manusia bersifat diam, tidak berbahaya atau dari keberhasilan ini, yaitu rekombinasi genetik
dinginkan, dan tidak menimbulkan masalah, pada tanaman transgen, atau pada bakteri
banyak mengakibatkan gangguan genetik yang mungkin akan terus berlanjut merekombinasi
mungkin menghambat aktivitas atau fungsi genetik sel manusia, sehingga mungkin dapat
normal tubuh manusia dan akhirnya mematikan. menimbulkan penyakit atau prubahan genetik
yang merugikan pada manusia.
Banyak senyawa penyebab mutasi (mutagenik)
yang bersifat karsinogenik. Statistik menunjukkan, e. Kerja Teratogenik
bahwa belakangan ini terjadi peningkatan
Adalah suatu keabnormalan yang terjadi pada
kematian akibat penyakit kanker. Hal ini mungkin
janin yang timbul selama fase perkembangan
disebabkan, karena pada kenyataannya di era
embrio (fetus) atau bisa diatikan dengan
industri ini, hampir tidak dapat dihindari, manusia
pembentukan cacat bawaan. Hal ini mulai
akan selalu terpapar oleh jutaan bahan kimia,
menarik dunia setelah terjadi bencana talidomid
yang mungkin diantaranya bersifat karsinogenik.
yang terjadi pada akhir 1950-an sampai awal
Senyawa-senyawa yang telah diketahui bersifat
tahun 1960-an,. Seperti yang telah disampaikan
karsinogenik umumnya berasal dari, bahan
pada bab 1 , efek yang terjadi adalah terlahir janin
pengawet makanan, pestisida, senyawa
dengan pertumbuhan organ tubuh yang tidak
penyedap rasa, polimer dan monomer sintesik,
lengkap.
dan bahan-bahan kosmetik (hampir 90% pewarna
35
Gambar 2.17: Gambar skematik periode perkembangan, pada periode ini senyawa teratogen berbahaya
pada embrio manusia atau fetus. Kotak hitam menunjukkan periode berbahaya yang tinggi,
kotak putih adalah periode kepekaan yang lebih rendah
Jenis kerusakan tidak hanya tergantung dari zat
Kategori A: Studi terkontrol pada wanita gagal
penyebab tapi juga tergantung pada fase
memperlihatkan resiko terhadap janin pada
perkembangan embrio, yaitu fetus, tempat zat
trimester ke-1 (dan tidak ada bukti mengenai
teratogenik bekerja. (lihat gamabr 2.17)
adanya resiko pada trimester berikutnya), dan
Contoh kasus: Alkohol yang di konsumsi oleh kemungkinan bahaya terhadap janin sangat kecil.
wanita hamil, dapat menyebabkan kelainan
Kategori B: Studi terhadap reproduksi binatang
jantung; terjadi craniofacial abnormalities
percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko
(kelainan pada tengkorak dan wajah), yaitu a.l:
terhadap janin. Tetapi tidak ada studi terkontrol
microcephaly, small eyes, dan flat midface;
wanita hamil atau studi terhadapreproduksi
retardasi pada pertumbuhan; dan kelainan
hewan percobaan yang memperlihatkan adanya
pembentukan tulang. Selain itu juga dapat
efek samping (selain dari penurunan tingkat
menyebabkan retardasi mental, lemah otot,
kesuburan) yang tidak dipastikan dalam studi
kelainan bicara, dan kelainan pada pendengaran.
terkontrol pada wanita hamil trimester pertama
Meningkatnya kebutuhan akan uji toksikologik, (dan tidak ada bukti mengenai adanya resiko
terutama zat yang dapat bersifat teratogenik, trismester berikutnya)
namun pada kenyataannya terdapat keterbatasan
Kategori C: Studi pada hewan percobaan
akan fasilitas dan sumber daya manusia yang
memperlihatkan adanya efek samping pada janin
memenuhi syarat, Oleh sebab itu maka data
(teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan
teratogenik yang dihasilkan dimana saja
tidak ada studi terkontrol pada wanita atau studi
sebaiknya dapat diterima secara international.
terhadap wanita dan hewan percobaan tidak
Agar data-data tersebut dapat diterima secara
dapat dilakukan. Obat hanya dapat diberikan jika
umum, kama data tersebut harus memenuhi
manfaat yang diperoleh sebanding dengan
standar tertentu. Untuk itu lembaga terkemuka
besarnya potensi resiko terhadap janin.
dunia mengeluarkan standar seperti yang
dikeluarkan oleh Lembaga pengawas obat dan Kategori D: Ada bukti positif mengenai resiko
makanan Amerika ( US FDA = United States terhadap janin manusia, tetapi manfaat yang
Food and Drug Administration ) mengeluarkan diperoleh dari penggunaan obat pada wanita
“FDA Pregnancy Risk Factor” , dimana standar ini hamil lebih besar dari resikonya (misalnya jika
dapat diterima secara international. obat diperlukan untuk mengatasi kondisi yang
mengancam jiwa atau untuk penyakit serius
“FDA Pregnancy Risk Factor” merupakan
dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau
kategori dari FDA mengenai resiko penggunaan
tidak dapat diberikan)
obat dalam kehamilan. Kategori adalah sebagai
berikut: Kategori X: Studi pada hewan percobaan atau
manusia memperlihatkan adanya abnormalitas
36
pada janin dan atau terdapat bukti mengenai Alergi yang parah dapat mengakibatkan hal yang
resiko terhadap janin berdasarkan pengalaman fatal seperti Anaphylaxis shock. Hal ini bila tidak
pada manusia. Dan resiko penggunaan obat segera ditangani maka dapat mengakibatkan
pada wanita hamil benar-benar melebihi kematian.
manfaatnya. Obat ini dikontra indikasikan pada
ii. Imunosupresan
wanita yang sedan atau memiliki kemungkinan
untuk hamil. Imunosupresan adalah penekanan pada sistem
imun. Zat yang termasuk dalam imunosupresan
f. Gangguan sistem imun
dapat digolongkan menjadi 5(lima) kategori:
Fungsi dari sistem imun adalah melindungi tubuh • Antineoplastik, seperti: metotreksat
dari organisme asing (virus, bakteri, jamur), sel • Logam berat, seperti : timbal, merkuri,
asing(neoplasma), dan zat asing lain. Adanya kromium, arsenat
sistem imun ini adalah sangat penting, hal ini • Pestisida. seperti: DDT, heksaklorobenzen
dapat diperlihatkan pada efek imunodefisiensi, (HCB), dieldrin, karbanil
dimana kecenderungan terjadinya infeksi dan • Hidrokarbon berhalogen, seperti : kloroform,
tumor lebih mudah terjadi. Imunoodefisiensi dapat trikloroetilen, pentaklorofenol
berupa kelainan bawaan atau dapatan. • Macam-macam senyawa seperti:
Imunodefisiensi yang dikenal pada masyarakat benzo(a)piren, benzen, glukortikoid,
adalah AIDS (Acquired Immunodeficiency dietilstilbenstrol, TCDD
Syndrome)
iii. Auto Imun
Suatu zat /senyawa toksik yang mengganggu
sistem imum adalah Imunotoksikan. Sistem imune menghasilkan auto antibodi
tehadap antigen endogen, yang merusak jaringan
Ada 3 (tiga) macam Imunotoksikan: normal. Seperti anemia hemolitik. Pada penyakit
i. Imunostimulan ini terjadi fagositosis terhadap eritrosit sehingga
terjadi hemolisis dan anemia.
Imuno stimulan (peningkatan sistem imun) dapat
menyebabkan reaksi hipersensitivitas atau alergi. Senyawa yang dapat mengakibatkan anemia
Reaksi alergi tergantung pada kepekaan terhadap hemolitik adalah pestisida dieldrin.
suatu zat tertentu yang terjadi akibat kontak atau
pemakaian berulang yang mengakibatkan g. Iritasi kimia lansung pada jaringan
pembentukan antibodi yang khas terhadap zat Suatu rangsangan kimia langsung pada jaringan
asing (antigen). Jadi alergi didasarkan pada suatu disebabkan oleh zat yang mudah bereaksi
bentuk tertentu reaksi antigen – antibodi. dengan berbagai bagian jaingan. Zat tersebut
Suatu zat yang dapat menyebabkan alergi dikenal biasanya tidak menembus peredaran darah
sebagai allergen. Alergen bisa masuk ketubuh sebab zat langsung bereaksi dengan jaringan
melalui kulit, hidung, mulut, ataupun disuntik pertama yang berhubungan, seperti, a.l: kulit,
melalui injeksi. mata, hidung, tenggorokan, bronkus, alveoli.
Reaksi dari zat kimia yang terjadi dapat diuraikan
Allergen yang umum yaitu: tanaman, serbuk sari, antara lain sebagai berikut:
sengatan tawon, gigitan serangga, obat,dan
makanan. i. Kerusakan kulit
Simptom (gejala) alergi yang umum terjadi antara Contoh : Larutan basa kuat seperti
lain termasuk: NaOH pekat dan KOH yang bersifat sebagai
- gatal, - bersin-bersin, korosif kuat.
- kulit merah, - mata berair, Suatu perubahan harga pH lokal yang kuat yang
- pilek, - bengkak, dapat mengubah keratin kulit yang menimbulkan
- sulit bernapas, - mual, muntah. pembengkakan karena penyerapan air.
Banyak reaksi alergi yang ringan yang dapat ii.Gas Air Mata
diobati dirumah, dan dapat menggunakan obat
anti alergi seperti: ctm, difenhidramin HCl. Gas air mata pada konsentrasi rendah telah
menyebabkan nyeri mata dan aliran air mata yang
Beberapa reaksi dapat terjadi lebih parah dan deras. Contohnya: klorpikrin, bromaseton,
harus mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
37
bromasetofenon, dan klorsetofenon. Pada 3. FICHTL B et al. , Allgemeine
konsentrasi tinggi zat ini dapat menyebabkan Pharmakologie und Toxikologie, in FORTH
udema (pembengkakan) paru-paru. W et al. (Ed) Allgemeine und Spezielle
Pharmakologie und Toxikologie 7. ed,
Bila mata terkena sedikit gas air mata , maka
Spektrum Akademiker Verlag, Berlin 1998, S.
gangguan akan hilang dengan sendirinya karena
3- 102.
kenaikan pembentukan air mata yang
diakibatkannya. Tetapi bila terkena pada 4. LU, F.C. (1995), “Toksikologi dasar, asas,
konsentrasi yang lebih tinggi maka harus dicuci organ sasaran, dan penilaian resiko”, UI-
berulang-ulang dengan air atau lebih baik dengan Press, Jakarta.
larutan Natrium Hidrogen Karbonat 2%.
5. Maines, M.D. (1997), “THE HEME
Bersamaan dengan pencucian maka kelopak
OXYGENASE SYSTEM: A Regulator of
mata harus dibalik.
Second Messenger Gases”, Annu. Rev.
iii. Zat yang berbau Pharmacol. Toxicol., (37), 517-554.
Bau yang tidak enak meskipun dalam konsentrasi 6. Mutschler, (1999), Arzneimittelwirkungen:
rendah, dapat dikenali dan cepat mengundang Lehrbuch der Pharmakologie und
keluhan. Hal ini dapat kita mengerti bagaimana Toxikologie; mit einführenden Kapiteln in
indera pencium kita bekerja pada saat mencium die Anatomie, Phyiologie und
sesuatu yang tidak sedap. Pathophysiologie. Unter mitarb. von
Schäfer-Korting. -7völlig neu bearb. und erw.
Contoh: Hidrogen Sulfida (H2S), mempunyai bau
Aufl., Wiss. Verl.-Ges., Stuttgart.
seperti telor busuk. Yang lebih penting lagi adalah
toksisitas dari zat ini. Pada konsentrasi tinggi 7. MUTSCHLER, E. Und SCHÄFER-KORTING,
dapat menimpulkan paralisis (kelumpuhan) M. (1997) “Arzneimittel-Wirkungen
Lehrbuch der Pharmakologie und
h. Toksisitas pada jaringan
Toksikologie” Wissenschaftliche
Pada pemeriksaan histologi, terjadinya toksisitas Verlagsgesellschaft mbH, Stuttgart.
jaringan dapat ditandai dengan terjadinya
8. ROWLAND, M. und TOZER, T.N. (1980),
degenerasi sel bersama-sama dengan
“Clinical pharmacokinetics: Concepts and
pembentukan vakuola besar, penimbunan lemak,
applications”, Lea & Febiger, Philadelphia
dan nekrosis (= kematian sel/jaringan/organ).
Toksisitas jenis ini adalah fatal karena struktur sel 9. SISWANDONO dan B. SOEKARDJO (2000),
langsung dirusak. Efek toksik ini sering terlihat Kimia Medisinal, Airlangga University Press,
pada organ hati dan ginjal. Efek toksik ini segera Surabaya.
terjadi setelah senyawa toksik mencapai organ
tersebut pada konsentrasi yang tinggi
Contoh zat yang berbahaya pada hati adalah:
kloroform, karbontetraklorida, dan brombenzena.
Bahan Bacaan:
1. Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985,
Toksikologi Umum, Pengantar,
Wattimena,Y.R.(terj.), Gadjah Mada
University Press,Yogyakarta.
2. BENET, L.Z., KROETZ D.L. and SHEINER
L.B., (1996), “Pharmacokinetics The
dynamics of drug absorption, distribution,
and elimination”, in HARDMAN J.G.,
GOODMAN GILMAN A.., LIMBIRD L.E.,
“Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics”,
9th edn, McGraw-Hill, New York p. 3-27.
38
BAB III
BIOTRANSFORMASI (METABOLISME)
3.1. Pendahuluan
Tidak bisa dihindari, bahwa setiap harinya senyawa tersebut tidak mengalami perubahan
manusia akan terpapar oleh berbagai kimia, kemungkinan akan menimbulkan bahaya
xenobiotika, baik secara sengaja maupun tidak yang sangat serius. Senyawa lipofil ini akan
disengaja untuk tujuan tertentu. Beberapa tingal dalam waktu yang cukup di dalam tubuh,
xenobiotika tidak menimbulkan bahaya tetapi yaitu terdeposisi di jaringan lemak.
sebagian besar lagi dapat menimbulkan respon-
Pada prinsipnya senyawa yang hidrofil akan
respon biologis, baik yang menguntungkan atau
dengan mudah terekskresi melalui ginjal.
merugikan bagi organisme tersebut. Respon
Ekskresi ini adalah jalur utama eliminasi
biologis tersebut seringkali bergantung pada
xenobiotika dari dalam tubuh, oleh sebab itu
perubahan kimia yang dialami oleh xenobiotika
oleh tubuh sebagian besar senyawa-senyawa
di dalam tubuh organisme. Perubahan biokimia
lipofil terlebih dahulu dirubah menjadi senyawa
yang terjadi dapat mengakhiri respon biologis
yang lebih bersifat hidrofil, agar dapat dibuang
atau mungkin terjadi pengaktifan.
dari dalam tubuh.
Pada umumnya reaksi biotransformasi merubah
Pada awalnya toksikolog berharap melalui
xonobitika lipofil menjadi senyawa yang lebih
berbagai proses reaksi biokimia tubuh akan
polar sehingga akan lebih mudah diekskresi dari
terjadi penurunan atau pengilangan toksisitas
dalam tubuh organinsme. Karena sel pada
suatu toksikan, sehingga pada awalnya reaksi
umumnya lebih lipofil dari pada lingkungannya,
biokimia ini diistilahkan dengan reaksi
maka senyawa-senyawa lipofil akan cendrung
”detoksifikasi”.
terakumulasi di dalam sel. Bioakumulasi
xenobiotika di dalam sel pada tingkat yang lebih Kebanyakan toksikolog lebih mencurahkan
tinggi yang dapat mengakibatkan keracunan sel perhatiannya kepada: bagaimana dan berapa
(sitotoksik), namun melalui reaksi banyak sistem enzim yang terlibat pada proses
biotransformasi terjadi penurunan kepolaran detoksifikasi dan metabolisme dari suatu
xenobiotika sehingga akan lebih mudah ”endotoksik”. Edotoksik merupakan senyawa
diekskresi dari dalam sel, oleh sebab itu toksik hasil samping dari proses biokimia normal
keracunan sel akan dapat dihindari. tubuh dalam mempertahankan kelangsungan
hidup. Sebagai contoh beberapa enzim oksidatif
Pada umumnya senyawa aktif biologis adalah
yang terlibat reaksi oksigenase selama
senyawa organik yang bersifat lipofil, yang
metabolisme aerob pada detoksifikasi suatu
umumnya susah dieksresi melalui ginjal, jika
tokson dapat mengakibatkan depresi oksidatif
tanpa mengalami perubahan biokimia di dalam
dan kerusakan pada jaringan. Seorang
tubuh. Senyawa-senyawa lipofil setelah
toksikolog seharusnya memiliki pengetahuan
terfiltrasi glumerular umumya akan dapat
dasar dari suatu proses detoksifikasi guna
direabsorpsi melalui tubili ginjal menuju sistem
memahami, memperkirakan, dan menentukan
peredaran darah. Ekskresi senyawa ini akan
potensial toksisitas dari suatu senyawa. Dalam
belangsung dengan sangat lambat. Jika
39
subbahasan ini akan diberikan pengetahuan (seperti monooksigenase, glukuronidase)
dasar reaksi metabolisme dari suatu umumnya terikat pada membran dari retikulum
xenobiotika, yang dapat dijadikan pengetahuan endoplasmik dan sebagian terlokalisasi juga
dasar dalam mengkaji toksikologi. pada mitokondria, disamping itu ada bentuk
terikat sebagai enzim terlarut (seperti esterase,
Pada umumnya prose resaksi detoksifikasi
amidase, sulfoterase).
/metabolisme akan mengakhiri efek farmakologi
dari xenobiotika (detoksifikasi / inaktivasi). Tabel 3.1.: Jenis reaksi dan enzim yang terlibat
Namun pada kenyaaanya terdapat beberapa dalam reaksi metabolimse suatu xenobiotika
xenobiotika, justri setelah mengalami reaksi Reaksi Fase I
detoksifikasi/metabolisme terjadi peningkatan Oksidasi: Hidrasi:
aktivitasnya (bioaktivasi), seperti bromobenzen P450 monooksigenasi Eposid hidrolase
melalui oksidasi membentuk bentuk Xantin oksidase Ester hidrolisis:
bromobenzen epoksid. Bromobenzen epoksid Peroksidase Karboksilesterasis
akan terikat secara kovalen pada makromlekul Amin oksidase Amidasis
jaringan hati dan mengakibatkan nekrosis hati. Monoamin oksidase Dehidrogenesis
Semicarbamat seneitif Alkohol dehidrogenesis
Oleh sebab itu dalam hal ini istilah detoksifikasi amin oksidase Aldehid dehidrogenesis
kurang tepat digunakan. Para ahli menyatakan Reduksi: Superokside dismutase
lebih tepat menggunakan istilah biotransformasi P450 monooksigenase
untuk menggambarkan reaksi biokimia yang Ketoreduktase
dialami oleh xenobiotika di dalam tubuh. Glutation peroksidase
Reaksi Fase II
Biotransformasi belangsung dalam dua tahap, Glukuronosiltransferase Metilasi
yaitu reaksi fase I dan fase II. Rekasi-reaksi Sulfotransferase O-metiltransferase
pada fase I biasanya mengubah molekul Glutatuin S-transferase N-metiltransferase
xenobiotika menjadi metabolit yang lebih polar Tioltransferase S-metiltransferase
dengan menambahkan atau memfungsikan Amid sitesis (tranasilase) Asetilasi
N-Asetilstransferase
suatu kelompok fungsional (-OH, -NH2, -SH, -
Asetiltransferase
COOH), melibatkan reaksi oksidasi, reduksi dan Tiosulfat
hidrolisis. Kalau metabolit fase I cukup Sulfurtransferase
terpolarkan, maka ia kemungkinannya akan (rhodanase)
mudah diekskresi. Namun, banyak produk
Sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase I
reaksi fase I tidak segera dieliminasi dan
umumnya terdapat di dalam retikulum
mengalami reaksi berikutnya dengan suatu
endoplasmik halus, sedangkan sistem enzim
subtrat endogen, seperti: asam glukuronida,
yang terlibat pada reaksi fase II sebagian besar
asam sulfat, asam asetat, atau asam amino
ditemukan di sitosol. Disamping memetabolisme
ditempelkan pada gugus polar tadi. Oleh sebab
xenobiotika, sistem enzim ini juga terlibat dalam
itu reaksi fase II disebut juga reaksi
reaksi biotransformasi senyawa endogen
pengkopelan atau reaksi konjugasi.
(seperti: hormon steroid, biliribun, asam urat,
Enzim-enzim yang terlibat dalam dll). Selain organ-organ tubuh, bakteri flora usus
biotransformasi pada umumnya tidak spesifik juga dapat melakukan reaksi metabolisme,
terhadap substrat (lihat tabel 3.1). Enzim ini khususnya reaksi reduksi dan hidrolisis.
40
a. Reaksi oksidasi
3.2. Reaksi Fase I
Reaksi oksidasi mempunyai peranan penting
Reaksi fase I ini juga disebut dengan reaksi pada biotransformasi, khususnya reaksi-reaksi
fungsionalisasi, sebab melalui reaksi fase ini yang melibatkan sistem enzim oksidase,
(oksidasi, reduksi atau hidrolisis) menghasilkan monooksigenase dan dioksigenase. Oksidase
suatu gugus fungsi, yang selanjutnya pada fase mengoksidasi melalui masuknya oksigen
ke II akan terkonjugasi (elektron). Melalui mono-oksigenase akan
3.2.1. Oksidasi biologis dimasukkan satu atom oksigen ke dalam
xenobiotika dan molekul oksigen yang lainnya
a. Sistem Monooksigenase yang tergantung pada akan direduksi menjadi air. Berbeda dengan
Sitokrom P450 dioksigenase, kedua atom oksigen akan
Sitem monooksigenase yang tergantung pada dimasukkan ke dalam xenobiotika. Sistem enzim
sitokrom P450 adalah inti dari metabolisme dari yang yang mengkatalisis rekasi oksigenase ini
kebanyakan xenobiotika. Reaksi monooksigenase memerlukan sistem sitokrom P-450 dan NADPH-
ini mempunyai peranan penting dalam reaksi sitokrom P-450 reduktase, NADPH dan molekul
biotransformasi, karena sistem ini tidak hanya oksigen.
merupakan sistem enzim dasar ”primer” dalam Oksidasi pada sitokrom P-450 sangat memegang
metabolisme bagi berbagai xenobiotika, tetapi peranan penting dalam biotransformasi
juga sebagai langkah fungsionalisasi awal bagi xenobiotika. Sitokrom P-450 adalah hemoprotein
reaksi metabolisme selanjutnya. Sistem ini dengan suatu kharakter puncak absorpsi dari
dikenal juga dengan nama lainnya seperti: bentuk terreduksi CO-kompleknya pada panjang
- oksidasi fungsi-campur ”mixed function gelombang 450 nm. Enzim sitokrom P-450
oxidation” terletak di retikulum endoplasmik dari beberapa
- sitem P450 jaringan. Sistem enzim yang mengkatalisis reaksi
- sistem monooksigenase yang bergantung pada ini dikenal dengan mikrosomal oksidasi fungsi
sitokrom P450 campur (microsomal mixed-function oxidase,
Sekarang ini peneliti lebih menggunakan sistem MFO). Reaksi oksidase multi level ini
monooksigenase yaitu untuk menggambarkan digambarkan secara skematis pada gambar 3.2.
bahwa sistem memasukkan satu atom oksigen ke
R-OH
dalam molekul xenobiotika ”subtrat”.
Fe3+
Reaksi sistem monooksigenase yang bergantung F e 3+ R-H
OH
pada sitokrom P450 memenuhi stokiometri .
sebagai berikut: R
F e 3+
41
dengan memberikan oksigen pada substrat (R-H) I : Karbamazepin → Karbamazepinepoksid
menjadi R-OH begitu juga oksidasi CYP-450Fe3+. A:Trikloretilen → [Trikloretilenepoksid]
Substrat xenobiotika bereaksi dengan bentuk Benzo(a)piren-7,8-dihidridiol → Bezo(a)piren-7,8-
teroksidasi CYP-450Fe3+ membentuk komplek dihidrodiol-9,10-epoksid
enzim-subtrat. Sitokrom P-450 reduktase
6. Oksidatif desaminasi
mendapatkan satu elektron dari NADPH, yang
akan mereduksi komplek dari CYP-450Fe3+— RCH(CH3)-NH2 → RCHOH(CH3)-NH2 → RCO-
xenobiotika. Bentuk reduksi dari komplek CYP- CH3 + NH3
450Fe2+—xenobiotika bereaksi dengan molekul 7. Oksidatif desulfurasi
oksigen dan kemudian mendapatkan elektron (R-O)3P=S → (R-O)3P=O
yang ke dua dari NADPH, yang diperoleh dari A: Paration → Paraokson
flavoprotein reduktase yang sama, membentuk
species oksigen terakivasi. Langkah terakhir satu 8. Oksidasif dehalogenasi
atom oksigen terlepas sebagai H2O dan atom RCH2X → RCHXOH → RCHO + HX
oksigen yang lain ditransfer ke dalam substrat I: Benzilklorid → Benzaldehid
dan bentuk teroksidasi CYP-450Fe3+
Lindan → Triklorfenol
terregenerasi.
9. S-oksidatif membentuk sulfoksida dan sulfona
Sistem enzim CYP-450 monooksigenase
mengkatalisis reaksi seperti berikut (I: inaktivasi R1-CH2-S-CH2-R2 → R1-CH2-SO-CH2-R2 → R1-
efek toksik, A: aktivasi efek toksik) : CH2-SO2-CH2-R2
I : Fenotiasin → Solfoksid → Sulfon
1. Hidroksilasi dari rantai karbon dan alkilen:
A: Temefos → Temefos-S-oksid
R-CH2-CH2-CH3 → R-CH2-CH2-CH2-OH atau R-
CH2-CHOH-CH3 10. N-oksidatif membentuk N-oksida atau
contoh: Hidroksil-amin
I : Butan → Butanol (R)3N → (R)2N-OH
Etilbenzol → Fentilbenzol I : Amitriptilin → Amitriptilin-N-oksid
Tetrahidrokanabinol (THC) → 11-OH-THC A: Naftilamin → Naftilaminhidroksilamin
A: Hexan → 2,6-Hexandiol (→ Hexandion) 11. Alkohol: Oksidatif membentuk aldehid
2. Hidroksilasi dari aromatik menjadi fenol Sekarang ini telah dilaporkan 4 keluarga gen dari
I: Fenitoin → Hidroksifenition CYP-450-isoenzim (CYP1, CYP2, CYP3 dan
CYP4), yang terdiri dari 16 subfamili (SCHMOLD
3. Hidroksilasi alkilamin 2003). Sistem standard untuk mengelompokan
I: Imipramin → Desimipramin keluarga CYP-450 multigen adalah berdasarkan
Diazepam → Nordiazepam kesamaan sequensi dari individual proteinnya.
Lidokain → Monoetilglisinsilidid Apabila lebih dari 40% asam amino yang
teridentifikasi memiliki kesaman sequen maka
Cocain → Norcocain akan dikelompokkan ke dalam satu keluarga gen
A: Dimetilnitroamin → Metilnitrosoamin CYP-450. Satu keluarga gen CYP-450 dibagi pula
4. Hidroksilasi dari alkileter, alkiltiol menjadi beberapa sub keluarga, apabila dalam
satu famili mempunyai kesamaan lebih dari 55%
R-CH2O(S)-CH3 → R-CH2(s)OH + HCHO
sequensi maka akan dikelompokkan ke dalam
I : Papaverin → O-Desmetilpapaverin satu subfamili. Tabel 3.1. memberikan kelompok
A: Kodein → Morphin CYP-450 insoenzim dan kespesifisitas subtratnya.
5. Epoksidasi dari alifatis atau aromatis rantai Aktifitas dari CYP-450-isoenzim ini kadang dapat
ganda dipisahkan, namun terdapat beberapa famili yang
O aktivitasnya tumpang tindih. Perbedaan ini
RCH=CHR RHC CHR mempunyai pengaruh yang sangat relevan
O terhadap kenetik, inaktivasi atau bioaktivasi dari
substrat. Isoenzim CYP2D6 bertanggungjawab
pada rekasi N- dan O-dealkilasi, telah dilaporkan
42
pada kelompok populasi tertentu diketemukan Dibandingkan dengan reaksi oksidasi, rekasi
ganganguan dalam polimorfismus dari isoenzim reduksi mempunyai peran minor dalam
ini. Sehingga terdapat perbedaan kinetik N- atau biotransformasi. Gugus karbonil melalui
O-dealkilasi pada sekelompok populasi tersebut. alkoholdehidrogenase atau citoplasmik aldo-keto-
Sekitar 5% penduduk asia memiliki kelainan reduktase direduksi menjadi alkohol. Pemutusan
genetik polimufismus CYP2D6, sehingga pada ikatan azo menjadi amin primer melalui
kelompok populasi ini kodein terjadi hambatan pembentukan hidrazo melibatkan banyak enzim-
dalam N-demetilasi menjadi morfin. enzim, diantaranya: NADPH-CYP-450-reduktase.
Flavinmonooksigenase. Disamping oksidatif yang Reduktif dehalogenasi sangat beperan penting
dikatalisis oleh CYP-450 terdapat juga oksidatif dalam detoksifikasi dari senyawa-senyawa alifatis
yang tidak tergatung pada CYP-450, yaitu sistem halogen (Cl, Br dan I), seperti: Senyawa karbon
enzim flavonmonooksigenase. Sistem enzim ini tetraklorida atau halotan.
merubah amin sekunder menjadi hidroksilamin
c. Biohidrolisis
dan amin tersier menjadi N-oksida.
Banyak xenobiotika yang mengandung ikatan
Tabel 3.1: Bentuk-bentuk CYP-450 dan
jenis ester dapat dihidrolisis, diantaranya ester,
spesifisitas substratnya*
amid dan fosfat. Reaksi-reaksi biohidrolisis yang
CYP-450 Substrat penting adalah:
CYP1A1 PAH, arilamin, fenacetin, kafein, - Pemutusan ester atau amida menjadi asam
CYP1A2 benzo(a)piren, aflatoksin B, heterisiklik karboksilat dan alkohol (atau amin) melalui
amin esterase atau amidase.
CYP2A1 7a-testosteron - Perubahan epoksida menjadi vicinalen diol
CYP2A2 15a-testosteron melalui enzim epoksidihidratase
- Hidrolisis dari acetylen (glikosida) melalui enzim
CYP2A6 Dietilnitrosamin
glikosidase.
CYP2B1 Resorufin
CYP2B2 Cocain
Ester atau amida dihidrolisis oleh enzim yang
sama, namun pemutusan ester jauh lebih cepat
CYP2C Etotoin, heksobarbital, metosuksimid
dari pada amida. Enzim-einzim ini berada di intra-
CYP2C9 Naproksen dan juga extra selular, baik dalam keadaan terikat
CYP2D6 Debrisoquin, spartain, kodein, dengan mikrosomal maupun terlarut.
propanolol
Enzim hidrolitik terdapat juga di saluran
CYP2E1 Umumnya senyawa bermolekul kecil,
pencernaan. Enzim-einzim ini akan menghidrolisis
etanol, benzol, stirol, CCl4, dll
metabolit fase II (bentuk konjugat menjadi bentuk
CYP3A Eritromizin, midazolam bebasnya). Selanjutnya bentuk bebas ini dapat
CYP3A4 Nefedifin, etiletradiol, progesteron, kembali terabsorpsi menuju sistem peredaran
aflatoksin, dan banyak lagi substrat darah. Proses ini dikenal dengan siklus entero-
yang lain hepatik.
CYP3A2 Fluokinolon
CYP4A1 Asam-asam lemak 3.3. Reaksi fase II
CYP4A2 Reaksi fase II melibatkan beberapa jenis
* dikutip dari SCHMOLD (2003) metabolit endogen yang mungkin membentuk
konjugat dengan xenobiotika atau metabolitnya.
Sistem enzim oksidatif lainnya. Sistem enzim
Pembentukan konjugat memerlukan adanya
oksidatif selain dua sistim di atas adalah:
pusat-pusat reaktif dari substrat, biasanya gugus -
- Alkoholdehidrogenase, khususnya
OH, -NH2 dan -COOH. Reaksi-reaksi penting
mendehidrasi etanol menjadi aldehid.
pada fase II adalah kunjugasi dengan:
- Aldehid oksidase, merubah aldehid menjadi
- teraktivasi asam glukuronat,
asam karboksilat
- teraktivasi sulfat,
- Monoaminoksidase, mengoksidasi amin-biogen
- asam amino (khususnya glisin),
(seperti: Catekolamin)
- oligopeptida dan ikatan dengan turunan asam
b. Reaksi reduksi merkapturat,
- teraktivasi asam asetat,
43
- metilasi. habis, sehingga pada peningkatan jumlah
Hasil reaksi konjugasi bersifat sangat polar, substrat konjugasi sulfat menjadi jalur reaksi fase
sehingga sangat cepat tereksresi melalui ginjal II yang kurang menonjol.
bersama urin dan / atau melalui empedu menuju c. Konjugasi dengan Asam amino (glisin).
saluran cerna. Pada umumnya melalui reaksi fase
II, xenobitika atau metabolit fase I mengalami Konjugasi ini dikatalisis oleh konjugat asam amino
deaktivasi. Namun belakangan ini telah dan koenzim-A. Asam karboksilat karboksilat,
dilaporkan beberapa metabolit fase II justru asam arilasetat dan asam akrilat yang mengalami
mengalami aktivasi, seperti morfin-6-glukuronida substitusi aril dapat membentuk konjugat dengan
mempunyai aktivitas antianalgesik yang lebih asam amino, terutama glisin.
poten dari pada morfin. d. Ikatan dengan turunan asam merkatofurat
a. Glukuronidasi. (konjugasi glutation).
Glukuronid adalah jenis konjugasi yang paling Reaksi konjugasi ini berlangsung dalam beberapa
umum dan penting. Glukuronidasi dari gugus tingkat, sebagian belangsung secara spontan dan
alkohol atau fenol adalah reaksi konjugasi yang juga dikatalisis oleh glutation-S-transferase. Pada
paling sering pada reaksi fase II, disamping itu awalnya terbentuk konjugat glutation-substrat
juga asam-asam karboksilat, senyawa sulfidril kemudian mengalami pemecahan enzimatik dari
dan senyawa amin. Kosubstrat dari reaksi ini kedua asam amino. Melalui asetilasi dari sistein
adalah Asam-uridin-5’-difosfo-α-D-glukuronat membentuk produk akhir berupa turunan N-
(UDPGA). Enzim yang mengkatalisi reaksi asetilsistein (asam merkaptofurat) yang mudah
konjugasi ini adalah UDP-glukuronil-transferase diekskresi. Glutation dapat berkonjugasi dengan
(UGT). Enzim ini terikat di retikulum endoplasmik epoksid yang terbentuk akibat oksidasi dari
dan terdapat sebagian besar di bagian sisi- halogen aromatik. Epoksida ini bersifat sangat
luminal dari hati atau organ lainnya. Enzim ini elektrofilik yang sangat reaktif. Metabolit ini dapat
dikelompokkan ke dalam dua famili, yaitu UGT1 bereaksi dengan unsur-unsur sel dan
dan UGT2 (FICHTL 1998). Glukuronat juga menyebabkan kematian sel atau pembentukan
mengkonjugasi senyawa endogen, seperti tomor. Konjugasi glutation akan berikatan dengan
bilirubin, konjugasi ini dikatalis oleh UGT1*1. metabolit elektrofilik, dengan demikian akan
Enzim UGT dilain hal agak kurang spesifik, mencegah metabolit ini berikatan dengan sel.
namun ada dari subfamilinya yang mempunyai Dengan demikian konjugasi glutation sangat
spesifisitas yang tinggi. UGT2B7 adalah enzim berperanan penting dalam pencegahan
yang mengkalisis konjugasi morfin menuju morfin- tembentukan tomor (sel kanker).
3-glukuronid dan morfin-6-glukuronid dengan Selain itu glutation dapat berkonjugasi dengan
perbandingan residu yang berbeda (COFFMAN et senyawa alifatik tak jenuh dan menggantikan
al. 1996). UGT2B7 agak kurang spesifik gugus nitro dalam suatu senyawa kimia.
dibandingkan dengan UGT1A1 hanya
e. Asetilasi.
mengkatalisis morfin menuju morphin-3-
glukuronid (COFFMANN et al. 1998). Xenobiotika yang memiliki gugus amin aromatik,
yang tidak dapat dimetabolisme secara oksidatif,
b. Konjugasi Sulfat.
biasanya akan diasetilisasi dengan bantuan
Reaksi ini dikatalisis oleh sulfotranferase, yang enzim N-asetil transferase dan asetil koenzim A.
diketemukan dalam fraksi sitosolik jaringan hati, Asetilasi merupakan fransfer gugus asetil ke amin
ginjal dan usus. Koenzimnya adalah PAPS (3’- aromatik primer, hidrazin, hidrazid, sulfoamid dan
fosfoadenosin-5’-fosfosulfat). Konjugasi ini adalah gugus amin alifatik primer tertentu.
untuk gugus fungsional: fenol, alkohol alifatik dan AT
amin aromatik. Acetil-CoA + RNH2 CH3CONHR + HSCoA
46
BAB IV
PEMODELAN FARMAKOKINETIK
Tujuan Instruksional Umum (TIU) (C2):
Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat dapat menjelaskan jenis-jenis model farmakokinetik,
parameter-parameter farmakokinetik dan manfaatnya dalam memahami aksi xenobiotika dengan benar.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) (C2):
Setelah mendiskusikan materi ini peserta didik diharapkan:
y dapat menjelaskan kosep dasar pemodelan farmakokinetik dengan benar,
y dapat menjelaskan jenis-jenis model farmakokinetik dengan benar,
y dapat menjelaskan parameter-parameter farmakokinetik dengan benar.
4.1. Pendahuluan
proses farmakokinetik terjadi tidaklah seperti alur
Perkembangan ilmu farmakokinetik menjadi satu
blok yang diskret (satu proses akan diikuti oleh
kajian ilmu dimulai pada tahun 1937 melalui
proses yang lain apabila proses sebelumnya telah
publikasi ilmuan Swedia. Dalam publikasinya
tuntas berakhir), melainkan lebih merupakan
memberikan persamaan dasar dari laju absorpsi,
suatu proses kombinasi satu dengan yang lain.
distribusi dan eliminasi melalui berbagai rute
Setelah molekul xenobiotika diabsorpsi dan
pemakaian obat. Sekarang ini farmakokinetik
menuju sirkulasi sistemik, maka akan siap di
telah berkembang pesat, sehingga konsepnya
transportasi ke seluruh tubuh, dalam waktu
digunakan hapir disetiap tingkat seperti pada
bersamaan akan ada molekul xenobiotika yang
penemuan obat baru, pengembangan formulasi,
berikatan dengan reseptor dan ada terdapat juga
terapi dan pemantauan / evaluasi terapi. Misalnya
molekul yang lain mengalami reaksi metabolisme,
semua obat baru yang akan didaftarkan kepada
atau ada molekul yang langsung dieksresi oleh
pihak berwenang untuk dapat beredar
ginjal. Proses ini yang dimaksud dengan
dimasyarakat harus mencatumkan kajian
kombinasi satu dengan yang lain.
/informasi farmakokinetik, dimana kajian efikasi
dan tokisitas suatu obat tidak akan valid jika tidak Dalam suatu sistem biologik peristiwa-peristiwa
mencatumkan data konsentrasi obat di darah dan yang dialami oleh xenobiotika sering terjadi
di urin, yang diperoleh secara simultan. secara serentak. Dalam menggambarkan sistem
biologik yang kompleks tersebut, dibuat
Ilmu farmakokinetik dan juga biofarmasetik
penyerdahanaan anggapan mengenai pergerakan
bermanfaat untuk memahami hubungan antara
xenobiotika itu. Suatu hipotesis model disusun
sifat-sifat fisikokimia dari suatu xenobiotika dan
dengan menggunakan istilah matematik, yang
efek farmakologik atau efek klinik. Studi
memberi arti singkat dari pernyataan hubungan
biofarmasetika memerlukan penyidikan beberapa
kuantitatif. Berbagai model matematik
faktor yang mempengaruhi laju dan jumlah obat
disusun/dirancang untuk meniru proses laju
yang mencapai sistem sirkulasi sistemik. Dengan
absorpsi, distribusi dan eliminasi suatu
demikian biofarmasetika berarti melibatkan faktor-
xenobiotika. Model matematik ini memungkinkan
faktor yang mempengaruhi pelepasan xenobiotika
menggambarkan konsentrasi xenobiotika dalam
dari suatu produk sediaan, laju pelarutan dan
tubuh sebagai fungsi waktu.
akhirnya ketersediaan farmasetika xenobiotika
tersebut. Farmakokinetika mempelajari kinetika Sebagai contoh, suatu obat diberikan secara
absorpsi suatu xenobiotika, distribusi, dan injeksi intravena (iv). Dalam hal ini dianggap obat
eliminasi (ekskresi dan biotransformasi). Dalam sangat cepat melarut dalam cairan tubuh. Model
pembahasan farmakokinetika uraian tentang sederhana yang digunakan menggambarkan
distribusi dan eliminasi sering dirangkum dalam keadaan ini adalah suatu bak berisi sejumlah
disposisi xenobiotika. volume cairan yang secara cepat berada dalam
kesetimbangan dengan obat. Pada kenyataannya,
Dalam mempelajari farmakokinetik suatu
suatu fraksi obat secara terus-menerus akan
xenobiotika haruslah disadari, bahwa semua
dieleminasi dari tubuh, maka proses tersebut
47
dapat digambarkan dengan gambar sederhana jaringan, dan urin pada berbagai pengaturan
bahwa tubuh seperti bak dengan lubang kecil dosis, b) menghitung pengaturan dosis optimum
yang secara terus-menerus mengeluarkan untuk tiap penderita secara individu, c)
cairannya dan obat (lihat gambar 4.1). Karena memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dan
volume cairan tubuh relatif konstan maka dalam /atau metabolit-metabolit, d) menghitung
model ini perlu ditambahkan suatu sistem pengisi konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik
cairan otomatis untuk menjaga volume konstan. atau toksikologik, e) menilai perbedaan laju atau
tingkat ketersediaan farmasetika dan hayati antar
formulasi, f) menggambarkan perubahan faal atau
Sistem cairan penyakit yang mempengaruhi absorpsi, distribusi,
pengisi kembali
secara otomatis atau eliminasi obat, g)menjelaskan interaksi obat.
untuk menjaga Perlu disadari bahwa model didasarkan atas
volume yang suatu hipotesa dan penyederhanaan anggapan,
tetap
yang menggambarkan sistem biologi dalam istilah
matematik, maka dalam pemanfaatannya untuk
keperluan tertentu diperlukan suatu pemahaman
yang lebih dalam. Dan sebelumnya dimanfaatkan
model tersebut harus diuji terlebih dahulu secara
Cairan dan
percobaan dengan berbagai kondisi penelitian.
obat keluar
Pengujian statistik diperlukan untuk mengetahui
keseuaian model dengan data. Jika model
Gambar 4.1. Bak dengan suatu volume yang tetap sederhana tidak cocok dengan seluruh hasil
dari cairan yang bersetimbang dengan obat. pengamatan percobaan, mungki diperlukan suatu
Volume cairan 1 liter. Cairan keluar 10 ml/menit. model yang lebih kompleks (hipotesis).
Fraksi obat yang diambil per satuan waktu
10/1000 atau 0,01 permenit 4.2. Prinsip-prinsip dasar matematika
Konsentrasi obat dalam bak setelah pemberian Dalam menggambarkan perubahan konsentrasi
suatu dosis ditentukan oleh dua parameter: a) sutau xenobiotika baik di dalam plasma, jaringan,
volume cairan bak dan b) laju eliminasi obat organ maupun di urin diperlukan persamaan
persatuan waktu. Dalam farmakokinetika model matematik yang sesuai, sehingga dapat
parameter tersebut dianggap tetap. Jika dengan tepat memperkirakan bentuk kurva-
konsentrasi obat dalam bak ditentukan pada konsentrasi waktu dari suatu xenobiotika. Proses
berbagai selang waktu, maka volume cairan biologi dan psiologi umumnya mengikuti reaksi
dalam bak dan laju eliminasi obat dapat orde nol atau kesatu.
ditentukan. Pada reaksi orde nol, jalu perubahan konsentrasi
Konsentrasi obat dalam bak berbantung pada adalah tetap sepanjang waktu, hal ini
waktu, maka variabel konsentrasi obat dan waktu digambarkan dengan persamaan (4.1):
berturut-turut disebut sebagai variabel bergantung dC
dan bebas. Dalam praktek, parameter = −k (4.1)
dt
farmakokinetik tidak ditentukan secara langsung,
tetapi ditentukan melalui percobaan dari sejumlah dimana C menyatakan jumlah konsentrasi yang
variabel tergantung dan bebas yang secara berkurang dalam satuan jarak waktu yang tetap
bersamaan dikenal sebagai data. Dari data ini ”t”, dan k adalah tetapan jalu reaksi orde nol dan
dapat diperkirakan model farmakokinetik yang dinyatakan dalam satuan massa per waktu (misal
kemudian diuji kebenarannya, dan selanjutnya mg/menit). Integrasi persamaan (4.1)
diperoleh parameter farmakokinetiknya. Jumlah menghasilkan persamaan berikut:
parameter yang diperlukan untuk C = −kt + C o (4.2)
menggambarkan model bergantung pada
kerumitan proses dan rute pemberian obat. Co adalah konsentrasi obat pada saat t=0.
Berdasarkan persamaan 4.2 dapat dibuat suatu
Model farmakokinetik bermanfaat untuk: a)
grafik hubungan antara C terhadap t yang
memperkirakan kadar obat dalam plasma,
48
menghasilkan garis lurus (Gambar 4.2). Intersep y 60
adalah sama dengan Co dan slop arah garis sama log Co
log C
50
dengan k.
40
60
Konsentrasi C
slop = -k/2,3
Co 30
50
40 20
30 10
20 0
0 10 20 30
10
waktu (t)
0
0 5 10 15 20 25 Gambar 4.3. Grafik persamaan 4.6.
waktu (t)
Waktu paruh (t½), menyatakan waktu yang
Gambar 4.2. Grafik persamaan (4.2) perlukan oleh sejumlah xenobiotika atau
konsentrasi xenobiotika untuk berkurang menjadi
Pada laju dari perubahan konsentrasi adalah
separuhnya. Waktu paruh reaksi orde ke satu
sebanding konsentrasi xenobiotika yang tersisa,
dapat diperoleh dari persamaan berikut:
maka jalu berkurangnya konsentrasi dinyatakan
sebagai berikut: t 1 / 2 = 0,693 (4.7)
k
dC Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa,
= −kC (4.3)
dt waktu paruh untuk reaksi orde kesatu adalah
dimana k adalah tetapan laju reaksi orde kesatu konstan tidak bergantung pada konsetrasi
dan dinyatakan dalam satuan per waktu (waktu-1). xenobiotika pada waktu tertentu, dimana waktu
Integrasi persamaan (4.3) menghasilkan yang diperlukan untuk berkurang separuhnya
persamaan berikut: adalah konstan.
lnC = −kt + lnCo (4.4) Berbeda dengan reaksi orde nol, dimana waktu
paruhnya berjalan tidak tetap. Harga t½ reaksi
Persamaan (4.4) dapat pula dinyatakan sebagai:
orde nol adalah sebanding dengan jumlah atau
C = C o e −kt (4.5) konsentrasi awal xenobiotika dan berbanding
terbalik dengan tetapan laju reaksi orde nol,
Bila ln = 2,3 log, persamaan (4.4) menjadi: dimana:
logC = − kt + logC o (4.6) 0,5 C o
2,3 t1 / 2 = (4.8)
k
Menurut persamaan ini, grafik hubungan log C
terhadap t menghasilkan garis lurus. Intersep y 4.3. Berbagai pendekatan dari farmakokinetik
adalah sama dengan log Co, dan slop garis sama Secara filosofi tedapat tiga pendekatan dalam
dengan –k/2,3. pemodelan farmakokinetik yaitu: model
Kebanyakan proses (seperti difusi fasip, transpor kompartemen, model fisiologi, dan model
transmembran terpasilitasi, metabolisme, dan independen ”bebas”.
ekskresi) pada konsentrasi yang rendah mengikuti Pendekatan dalam model kompertemen adalah
reaksi orde kesatu. Reaksi orde nol umumnya tubuh dapat dinyatakan sebagai suatu susunan,
berlaku pada konsentrasi yang tinggi, dimana atau sistem dari kompartemen-kompartemen yang
enzim bekerja pada laju yang optimum dan berhubungan secara timbal-balik satu dengan
peningkatan konsentrasi tidak mengakibatkan yang lainnya. Suatu kompartimen bukan suatu
peningkatan jalu reaksi. Keadaan ini memberikan daerah fisiologik atau anatomik yang nyata, tetapi
kinetika non-linier atau kejenuhan, dimana asumsi dianggap sebagai suatu jaringan atau kelompok
ini penting dipertimbangkan pada kasus jaringan yang mempunyai aliran darah dan
keracunan. Lebih jauh akan didiskusikan berikut. afinitas obat yang sama. Dalam masing-masing
kompartemen dianggap obat terdistribusi secara
merata. Pencampuran obat dalam suatu
49
kompartemen terjadi secara cepat dan homogen perbandingan xenobiotika dalam jaringan darah
serta dianggap ”diaduk secara baik” sehingga dapat berbeda sehubungan dengan kondisi
kadar obat mewakili konsentrasi rata-rata dan fisiologik tertentu. Oleh karena itu, dalam model
tiap-tiap molekul obat mempunyai kemungkinan fisiologik pengaruh perubahan-perubahan ini
yang sama untuk meninggalkan kompartemen. terhadap distribusi obat harus diperhitungkan.
Model kompartemen didasarkan atas anggapan Keuntungan dari model farmakokinetik yang
linier, yang menggunakan persamaan diferensial didasarkan atas model fisiologik adalah dapat
linier. Kompartemen model merupakan gambaran diterapkan pada beberapa spesies, dan dengan
kinetik, yang mengkarakterisasi laju absorpsi, beberapa data hasil percobaan pada hewan sifat
disposisi, dan eliminasi dari suatu xenobiotika di farmakokinetik xenobiotika pada manusia dapat
dalam tubuh. Atas dasar tersebut, seharusnya diekstrapolasikan. Ekstrapolasi ini agak sulit
pengertian suatu kompartemen dilandasi dilakukan pada model kompartemen, karena
(dibatasi) atas laju dari suatu proses. Oleh sebab volume distribusi dalam model kompartemen
itu kompartemen disini tidak dapat didefinisikan merupakan konsep matematik yang hubunganya
sebagai suatu ruang, melainkan suatu poses yang tidak sederhana dengan volume dan aliran darah.
memiliki laju yang sama.
darah
k VbCb
Qo
1
MODEL 1. Model kompartemen satu-terbuka, injeksi iv Oragan/jaringan
ka ke VoCo
1
MODEL 2. Model kompartemen satu-terbuka,dengan Gambar 4.5. Unit dasar model fisiologik. Qo = laju
absorpsi orde kesatu aliran darah melalui organ/jaringan, V = volume
k12 organ, subkrip b = darah, o = organ/jaringan.
1 2
k21 Model-indenpenden farmakokinetik menyatakan
ke
suatu kencenderungan sekarang ini terjadi
MODEL 3. Model kompartemen dua-terbuka,injeksi iv perubahan dari model-model yang sangat rumit
”kompleks” ke suatu model yang lebih sederhana.
ka k12 Model independen famakokinetik menggunakan
1 2
k21 pendekatan gambaran matematika murni dari
ke profile konsetrasi baik obat maupun metabolitnya
MODEL 4. Model kompartemen dua-terbuka, dengan
dalam darah atau plasma dan juga penghitungan
absorpsi orde kesatu parameter farmakokinetiknya tidak tergantung
pada suatu struktur model tertentu. Hal yang
mendasar dari pendekatan ini adalah menghindari
Gambar 4.4.: Berbagai model kompartemen
penggunaan parameter kinetik yang tidak dapat
Model fisiologik „model aliran“ merupakan model secara tepat divalidasi dan juga parameter kinetik
farmakokinetik yang didasarkan atas data yang secara signifikan tidak bermakna secara
anatomik dan fisiologik yang diketahui. Berbeda anatomik maupun fisiologik.
dengan pendekatan pada model kompartemen,
dimana transpor xenobiotika antar kompartimen 4.4. Sistem kompartemen: pemodelan
sebagian besar didasarkan pada proses Pendekatan sistem kompartemen telah dibahas
reversibel atau irreversibel reaksi orde kesatu, sebelumnya, dimana dalam sistem ini tubuh
sedangkan pada model fisiologik konsentrasi dianggap sebagai suatu susunan, atau sistem dari
xenobiotika diberbagai jaringan diperkirakan kompartemen-kompartemen yang berhubungan
melalui ukuran jaringan organ, aliran darah secara timbal-balik satu dengan yang lainnya.
melalui pendekan laju aliran darah melalui organ Wagner (1993) dalam bukunya menuliskan
atau jaringan, dan melalui percobaan ditentukan terdapat banyak kemungkinan susunan
perbandingan konsentrasi antara jaringan dan kompartemen dalam tubuh untuk menggabarkan
darah. Aliran darah, ukuran jaringan dan sifat farmakokinetik dari xenobiotika yang ada.
50
Dalam bahasan ini akan diulas model obat di dalam tubuh dibagi dengan volume
kompartimen dasar yang sering dipakai dalam distribusinya, seperti pada persamaan berikut:
farmakokinetik, yaitu model kompartemen-satu A
terbuka dengan rute pemberian secara injeksi dan Cp = b (4.12)
Vd
oral. Sebagai pendalaman juga akan diulas sistem
kompartemen dua-terbuka. Vd merupakan ”apparent volume distribution”,
yang selanjutnya disebut volume distribusi.
a) Kompartemen-satu terbuka Disebutkan dengan apparent volume
i) Pemberian obat secara intravenus (iv), distribution karena harga volume distribusi ini
tidak mengandung suatu arti fisiologik yang
Jika suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi
sebenarnya dari pengertian anatomik.
intravena cepa (iv bolus), seluruh dosis obat
masuk tubuh dengan segera. Dalam hal ini tidak Dengan substitusi persamaan (4.12) ke dalam
terjadi absorpsi obat, dimana obat akan persamaan (4.11) diperoleh persamaan berikut:
didistribusikan bersama sistem sirkulasi C p = C po e − kt (4.13)
sistemik dan secara cepat berkesetimbangan di
dalam tubuh. Dalam model ini juga dianggap dimana Cp=konsentrasi obat di plasma pada
bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam waktu t, C po = konsentrasi obat di plasma pada
plasma mencerminkan perubahan yang t=0.
sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Apparent volume distribution “Vd” adalah suatu
Tetapi, model ini tidak menganggap bahwa volume dimana suatu dosis obat terlarut
konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut mengasilkan konsentrasi awal di dalam plasma,
adalah sama pada berbagai waktu. Jumlah obat C po , sehingga dapat dihitung dengan
di dalam tubuh tidak dapat ditentukan secara
langsung, melainkan dengan menentukan persamaan berikut:
konsentrasi obat dalam plasma/darah setiap Vd = D o (4.14)
satuan waktu dan mengalikannya dengan Cp
volume distribusinya ”Vd”, yaitu volume dalam Dalam percobaan injeksi iv bolus, C po dapat
tubuh dinama obat tersebut melarut.
ditentukan dengan ekstrapolasi garis regresi ke
Eliminasi obat terjadi melalui ekskresi dan
sumbu Y (gambar 4.3).
metabolisme, sehingga tetapan laju eleminasi
”k” adalah jumlah dari laju eliminasi ekskresi Tetapan laju eliminasi menyatakan bagian
”ke”, umumnya didominasi eksresi urinasi, dan hilangnya obat dari tubuh persatuan waktu.
laju metabolisme ”km”, sehingga dapat Pada reaksi orde kesatu tetapan jalu eliminasi
dirumuskan sebagai: diperoleh dari slop garis dari persamaan (4.6)
k = ke + km (4.9) ” logC = − kt 2,3 + logC o ”.
Semua proses biologik dalam sistem ini Clearance plasma ”CL”, Klirens obat adalah
dianggap mengikuti reaksi orde kesatu, suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
sehingga laju perubahan jumlah obat dapat mempermasalahkan mekanisme prosesnya.
dirumuskan dengan: Jadi klirens merupakan satuan kemampuan dari
dAb organisme (organ tubuh) untuk mengeliminasi
= −kAb (4.10) suatu xenobiotika. Klirens dapat juga dimengerti
dt
dengan jumlah volume dari xenobiotika yang
Integrasi persamaan di atas menghasilkan mampu dieliminasi oleh organ (organismus)
persamaan berikut: persatuan waktu.
Ab = Abo e − kt (4.11)
CL =
laju e lim inasi [
=
dAb ]
dt (4.15)
dimana Ab0 = D bo
= dosis iv obat ”b”pada waktu konsentrasi plasma Cp
t=0, Ab= jumlah obat dalam tubuh pada waktu t.
Oleh sebab itu satuan clearance adalah volume
Berdasarkan asumsi, bahwa dalam model ini
perwaktu (misal, ml/min). Pada reaksi orde
terjadi distribusi yang seragam, maka
kesatu klierens adalah konstan. Substitusi
konsentrasi obat dalam plasma adalah jumlah
51
persamaan di atas dengan persamaan (4.10) xenobiotika dapat digambarkan secara
diperoleh persamaan berikut: matematik sebagai suatu proses order ke nol
kA atau kesatu. Sebagian besar model
CL = b farmakokinetik menganggap absorpsi mengikuti
Cp
orde kesatu, kecuali apabila anggapan absorpsi
dan berikutnya dengan mensubstitusi Ab, yang orde nol memperbaiki model secara signifikan
dari persamaan (4.12), maka diperoleh atau lebih teruji dengan percobaan.
persamaan berikut:
45
konsentrasi-plasma (µg/ml)
kC pVd C p maks
CL = = kVd (4.16) 40
Cp 35
52
persatuan waktu dapat dituliskan sebagai b) Kompartemen-dua terbuka
berikut:
Dalam percobaan farmakokinetik, banyak ditemui
Cp =
Fk a D 0
Vd (k a − k e )
( )
e −ke t − e −ka t (4.22) bahwa disopsisi xenobiotika setelah pemberian
injeksi iv bolus, tidak mengikuti model
kompartemen satu-terbuka, dimana kurva kadar
Gambar yang khas dari konsentrasi xenobiotika
dalam plasma-waktu tidak menurun secara linier
dalam tubuh setelah dosis oral disajikan dalam
dimana terdapat tekukan (lihat gambar 4.7). Hal
gambar 4.6.
ini menunjukkan, bahwa laju distribusi xenobiotika
Konsentrasi maksimum ”Cp maks”, ditentukan tidak sama ke dalam berbagai jaringan yang
oleh besaran tetapan laju absorpsi dan eliminasi berbeda. Jaringan-jaringan dengan perfusi yang
xenobiotika tersebut. Waktu yang diperlukan tinggi mencapai kesetimbangan distribusi yang
untuk mencapai konsentrasi maksimum adalah lebih cepat ketimbang jaringan perifer yang
tmaks. Konsentrasi maksimum juga disebut lainnya dengan perfusi darah yang lebih lambat.
dengan konsentrasi puncak, dimana untuk
toksikologi mempunyai arti yang penting, karena Sehingga dalam hal ini tubuh dianggap terdiri dari
efek toksik suatu xenobiotika muncul apabila dua kompartemen, yaitu kompartemen kesatu,
batasan konsentrasi toksik di dalam tubuh dikenal sebagai kompartemen sentral, yaitu
dilewati. Peningkatan jalu absorpsi dan secara darah, cairan ekstra-selular, dan jaringan-jaringan
simultan penurunan laju eliminasi akan dengan perfusi tinggi. Xenobiotika terdistribusi
meningkatkan konsentrasi puncak xenobiotika secara cepat dalam kompartemen sentral.
tersebut. Pada penanganan suatu kasus Kompartemen kedua merupakan kompartemen
keracunan biasanya hal kebalikannya yang jaringan, yang berisi jaringan-jaringan yang
dikerjakan, yaitu menurunkan laju absorpsi dan berkesetimbangan secara lebih lambat dengan
meningkatkan jalu eliminasinya. xenobiotika. Dalam model ini menganggap
eliminasi xenobiotika terjadi melalui kompartemen
Area Under Curve, Baik klierens maupun
sentral.
volume distribusi diturunkan seperti pada
persamaan (4.17) dan (4.18) selanjutnya 1000
dikoreksi dengan Fraksi xenobiotika yang fase distribusi
konsentrasi-plasma
100 Plasma
(4.30)
0,1
Gambar 4.9.: Model kompartemen-dua terbuka,
0 30 60
injeksi iv bolus
waktu(min) Vc = volume distribusi sentral, Vj = volume distribusi
kompartemen jaringan, Cp = konsentrasi xenobiotika
Gambar 4.8. Hubungan antara konsentrasi dalam plasma, Cj = konsentrasi dalam kompartemen
jaringan
xenobiotika dalam kompartemen
perifer dan sentral ”plasma” untuk Pada prakteknya tetapan-tetapan farmakokinetik
model kompartemen-dua terbuka. pada model kompartemen-dua ini diturunkan dari
data percobaan, salah satu metode untuk itu yaitu
Setelah injeksi sejumlah dosis secara iv bolus ke
metode residual ”feathering” atau ”peeling”.
dalam sistem kompartemen-dua, maka
Sebagai contoh, kurva konsentrasi-waktu suatu
konsentrasi xenobiotika dalam plasma ”Cp”
xenobiotika yang diberikan secara injeksi iv bolus
sebagai fungsi waktu dinyatakan sebagai berikut:
pada gambar 4.10, (lihat tabel 4.1). Suatu obat
C p = Ae −at + Be − bt (4.26) diberikan secara iv bolus dengan dosis 800 mg
kepada orang dewasa sehat. Cuplikan obat
dimana A dan B adalah tetapan yang diperoleh diambil setelah pemberian obat dan plasma dari
dari intersep pada sumbu y untuk masing-masing masing-masing cuplikan ditetapkan kadarnya.
segmen eksponential dari kurva persamaan Diperoleh data seperti pada tabel 4.1.
(4.26). Harga ini didapat dengan metode residual
Jika data di atas dirajah pada kertas semiloritma,
atau dengan komputer. A dan B adalah tetapan
diperoleh kurva seperti pada gambar 4.10. Dari
hibrida seperti ditunjukkan pada persamaan
bentuk kurva tersebut menunjukan bahwa obat
berikut:
terdistribusi lebih dari satu kompartemen. Dari
D ivo (a − k 21 ) data di atas dengan suatu program farmakokinetik
A= (4.27) atau dengan metode residual dapat diperoleh
Vc ( a − b )
persamaan seperti pada (4.26). Dari kurva
54
bieksponensial dalam gambar 4.10 dapat dilihat 1000
konsentrasi (µg/ml)
bahwa laju distribusi awal lebih cepat daripada
Cp=2050 e -0,7646 t + 74 e -0,299 t
laju eliminasi. Ini berarti tetapan laju reaksi a lebih
besar daripada tetapan laju reaksi b. Oleh karena
itu, pada waktu-waktu terminal selanjutnya Ae-at ∆ Cp
akan mendekati nilai nol, sedangkan B masih slop= -a/2,303
mempunyai harga. Pada saat itu persamaan 100
(4.26) menjadi:
C p = Be −bt (4.31)
Cp
Dalam logaritma biasa adalah: slop= -b/2,303
10
logC p = − bt + log B (4.32)
2,3 0 10 20 30 40 50 60
Ψp_m (s) = Fungsi waktu-transit-metabolisme dari Dari persamaan di atas tampak bahwa untuk laju
senyawa induk membentuk metabolit
eliminasi orde ke pertama, t½ adalah konstan.
primer
57
Tanpa perlu memperhatikan berapa jumlah atau Volume distribusi area dipengaruhi oleh laju
konsentrasi xenobiotika pada keadaan awal, eliminasi obat pada fase terminal dan clearance
maka waktu yang diperlukan untuk berkurang total obat dari dalam tubuh. Perubahan ini
menjadi separuhnya adalah konstan mungkin diakibat oleh perubahan fungsi organ
tubuh (ginjal, hati). Sedangkan volume distribusi
Volume distribusi (Vd) adalah volume virtual,
pada keadaan tunak tidak dipengaruhi perubahan
dimana kelihatannya suatu xenobiotika
eliminasi obat.
terdistribusi atau di mana dianggap xenobiotika
tersebut terlarut. Volume distribusi menyatakan Datar Pustaka
suatu faktor yang harus diperhitungkan dalam
1. Chen, Z.R., Somogyi, A.A., Reynolds, G. dan
memperkirakan jumlah xenobiotika dalam tubuh
Bochner, F. (1991), “Disposition and
dari konsentrasi xenobiotika yang ditemukan
metabolism of codeine after single and
dalam kompartimen cuplikan.
chronic doses in one poor and seven
Untuk sebagaian besar xenobiotika dianggap extensive metabolisers”, Br. J. clin.
bahwa xenobiotika bersetimbangan secara cepat Pharmacol., 31: 381-390
dalam tubuh. Tiap jaringan dapat mengandung
2. Weiss, M. (1990), “Theoretische
suatu konsentrasi xenobiotika yang berbeda
Pharnakokinetik; Modellierung, Datenanalyse,
sehubungan dengan perbedaan afinitas
Dosierungsoptimierung”, Verl. Gesundheit
xenobiotika terhadap jaringan tersebut. Oleh
GmbH, Berlin.
karena itu volume distribusi tidak mengandung
suatu arti fiosologik yang sebenarnya dari 3. Weiss, M. (1998),” Analysis of metabolite
formation pharmacokinetics after intravenous
Dengan asusmsi, bahwa tubuh manusia dapat
and oral administration of the parent drug
diandaikan sebagai satu ruang distribusi (model
using inverse Laplace-transformation”, Drug
satu kompartemen), maka pada pemakaian injeksi
Metab. Dispos., 26: 562-565
intravenus ”injeksi bolus” ratio antara dosis dan
konsentrasi awal ([Co]) adalah menunjukkan 4. Wirasuta I M.A.G. (2004), Untersuchung zur
volume distribusi xenobiotika tersebut. Metabolisierung und Ausscheidung von
iv
Heroin im menschlichen Körper. Ein Beitrag
V =D (4.51) zur Verbesserung der
[C ] o
Opiatbefundinterpretation, Cuvillier Verlag,
Dalam kinetika kompartemen ganda kita dapat Göttingen.
menganggap secara matematik volume hipotetik, 5. Wagner, J.G. (1993), “Pharmacokinetics for
seperti volume dari kompartimen sentral (Vc) dan the pharmaceutical scientist”, Technomic
volume kompartemen perifer atau kompartemen Pub., Lancarter-Basel.
jaringan (Vp). Volume distribusi, yang dihitung
pada keadaan tunak ”steady state”, dimana laju 6. Rowland, M. and Tozer, T.N. (1980), “Clinical
obat masuk dan keluar dari dan ke kompartemen pharmacokinetics: Concepts and
perifer adalah sama, disebut dengan volume applications”, Lea & Febiger, Philadelphia.
distribusi dalam keadaan tunak. Volume distribusi 7. Shargel, L. dan Andrew, B.C.L, (1985)
area adalah volume hipotetik yang dihitung “Biofarmaseutika dan Farmakokinetika
melalui persamaan berikut: Terapan”, terj. Fasich et al., Airlangga Press,
Vß = Varea = D (4.52) Surabaya.
λ z [ AUC ] o∞
Oleh karena clearance total sama dengan
D ∞ , maka Vß dapat dinyatakan dalam
[ AUC ]o
clearance dengan tetapan laju eliminasi pada fase
terminal (λz),
Vß = Varea = CL (4.53)
λz
58
BAB V
5.1. PENDAHULUAN
59
Dalam sub bahasan berikut ini kita akan mengulas
50
bagaimana cara memperoleh hubungan antara
% respon
dosis-respon, dosis-kerja, dan kerja dan waktu, A
40
serta makna dari kekerabatan tersebut dan pada
akhir bagian akan diulas faktor-faktor yang 30
bepengaruh atau menentukan resiko dalam
lingkungan zat berbahaya. 20
0
Hubungan dosis-respon menggambarkan suatu
0 2 4
distribusi frekuensi individu yang memberikan
60
biasanya dikenal sebagai kurva dosis-respon uji. Besaran aktivitas 50% adalah suatu harga
(gambar 5.2). sebenarnya yang diperoleh secara statistika. Ini
merupakan suatu harga perhitungan yang
Hanya melalui suatu percobaan maka kita dapat
menggambarkan estimasi yang paling baik dari
memilih dosis dimana seluruh hewan akan
dosis yang diperlukan untuk menimbulkan respon
memberikan respon (misalnya mati) atau seluruh
pada 50% individu uji, karenanya selalu disertai
hewan uji tidak memberikan respon. Dosis awal
dengan suatu rataan estimasi dari harga
mungkin saja dosis yang demikian kecil sehingga
kesalahannya, seperti probabilitas kisaran
tidak ada efek ”mati” yang dapat diwujudkan oleh
nilainya. Terdapat beberapa metode untuk
hewan uji. Pada kelompok hewan berikutnya,
melakukan perhitungan tersebut. Metode yang
dosisnya ditingkatkan dengan suatu perkalian
paling lazim digunakan ialah metode grafik
tetap, misal dua atau berdasarkan hitungan
Litchifield dan Wilcoxon (1949), metode kertas
logaritma, sampai pada akhirnya ditemukan suatu
probit logaritma dari Miller dan Tainter (1944), dan
dosis yang cukup tinggi yang bila diberikan, akan
tatacara menemukan kisaran dari Weil (1952).
mematikan seluruh hewan dalam kelompk itu.
Pada gambar di atas harga ED50 diperoleh dari
jumlah individu yang memberi
100
100
62
Interaksi obat-reseptor ini adalah analog dengan Kurva A
E (% Emax)
100
interaksi substrat-enzim, oleh sebab itu akan
berlaku persamaan Michaelis-Menten:
E max [D ]
E= (5.1)
K D + [D ]
50
E max [D ] 1
84
E (% Emax)
E= = E (5.2)
[D ] + [D ] 2 max
Ini berarti 50% reseptor diduduki oleh obat. 50
Hubungan ini dapat ditulis dengan fungsi E=f[DR],
dimana f adalah kuosien jumlah reseptor yang
diduduki. Jika f= 1 maka berarti semua reseptor 16 log KD
diduduki dan efek yang diberikan adalah 100%. 0
10 100 1000
Hubungan antara kadar ”dosis obat [D]” dan
log[Dosis]
besarnya efek E umumnya digambarkan sebagai
kurva dosis-intensitas efek ”graded dose-effect Gambar 5.6 (A) Kurva dosis-intensitas efek
curve = DEC” yang berbentuk hiperbola (gambar (=DEC) dan (B) Kurva log dosis-
5.?). Tetapi kurva log dosis-intensitas efek (log intensitas efek (=log DEC)
DEC) akan berbentuk sigmoid (gambar 5.?.B).
Setiap efek akan memperlihatkan kurvanya Suatu zat harus mempunyai afinititas pada
sendiri. Bila kurva yang diamati merupakan reseptor khas supaya dapat menimbulkan suatu
gabungan beberapa efek, maka log DEC dapat reaksi tertentu. Afinitas dapat ditentukan dari dosis
bermacam-macam, tetapi masing-masing yang diperlukan untuk mencapai efek tertentu,
berbentuk sigmoid. Kurva log DEC lebih sering misalnya 50% efek maksimum. Apabila dosis yang
digunakan karena mencangkup dosis yang luas diperlukan besar maka bisa dikatakan bahwa
dan mempunyai bagian yang linear, yakni pada afinitas zat tersebut terhadap reseptor adalah
besar efek = 16-84% (= 50% ± 1 sd), sehingga kecil, dan demikian sebaliknya, yaitu bila dosis
lebih mudah untuk membandingkan beberapa kecil maka afinitas besar.
kurva DEC. Selain afinitas, parameter yang penting dalam
Besarnya efek tergantung pada konsentrasi obat hubungan dosis – kerja adalah aktivitas intrinsik.
bebas (dan dengan demikian tergantung pada Aktivititas intrinsik adalah kemampuan dari suatu
dosis), dan juga tetapan kesetimbangan atau zat untuk dapat menyebabkan perubahan di dalam
tetapan afinitas obat terhadap reseptor ditinjukkan molekul reseptor, yang kemudian dapat
oleh ”1/KD” (lihat persamaan 5.6), yaitu menghasilkan efek tertentu setelah melalui
menunjukkan kemampuan obat untuk berikatan beberapa tahap reaksi. Aktivitas intrinsik ini
membentuk kompleks dengan reseptor. Jadi menentukan besarnya efek maksimum yang dapat
semakin besar nilai KD suatu obat, akan makin dicapai oleh suatu zat.
kecil afinitas obat terhadap sereptornya. Emax Zat yang memiliki afinitas terhadap reseptor yang
menunjukkan aktivitas intrinsik atau efektivitas khas, tapi tidak memiliki aktivitas intrinsik, maka
obat, yakni kemapuan intrinsik kompleks obat- dapat bereaksi dengan reseptor tetapi tidak
resptor untuk menimbulkan aktivitas dan / atau menimbulkan efek. Zat ini disebut antagonis
efek biologik ”farmakologik / toksik”. kompetitif. Zat ini bersaing dengan agonis untuk
dapat bereaksi dengan reseptor. Hal ini terjadi
63
antara lain pada: histamin dan antihistamin, 5.4. HUBUNGAN WAKTU – KERJA
vitamin dan anti vitamin, metabolit dan anti
Hubungan waktu-kerja umumnya digambarkan
metabolit, dan lain-lain. Hal ini dapat digunakan
dalam kurva porfil konsentrasi plasma dilengkapi
pula pada penanggulangan keracunan. Misal:
dengan informasi tingkat batas aksi / efek toksikan
penggunaan anti koagulan (antipembekuan darah)
(lihat gambar 5.8). Hubungan waktu – kerja ini
jenis kumarin yang berlebihan, maka dapat
memegang peranan penting dalam toksikologi,
ditanggulangi dengan vitamin K.
yaitu: (a), untuk mengetahui: waktu awal efek
Variabel hubungan dosis-intensitas efek obat. toksik mulai, tingkat toksisitas, dan waktu efek
berakhir; (b) untuk melakukan tindakan
Hubungan dosis dan intensitas efek dalam
penanganan pertolongan dalam keracunan
keadaan sesungguhnya tidaklah sederhana
karena banyak obat bekerja secara kompleks 45
konsentrasi-plasma (µg/ml)
dalam menghasilkan efek. Efek anti hipertensi, 40 Maximum Efect Concentration
84
Emax 0 100 200 300 400 500 600 700
onset waktu (min)
64
Tabel 5.2 Daya serap karbon aktif ( 1 gram) logam yang toksik. Ini akan menyebabkan
dalam suspensi air (dari A.H. Andersen: perubahan fase farmakokinetika (Gambar 5.10)
Acta Pharmacol. (Kbh) 2 (1946) 69) 3
konsentrasi (µg/ml)
Senyawa Jumlah yang terserap (mg) 2,5 k1
HgCl2 1800 Daerah Tok sik
Sulfanilamida 1000 2
k2
Morfina HCl 950 1,5 k3
Atropina Sulfat 800 Daerah Subtok sik
1
Nikotina 700
k4
Barbital 700 0,5
40 Cm ax
35 Maximum Efect Concentration zat pada tetapan eliminasi yang
30 Cmax´ berbeda-beda (k). Dengan
25 memperbesar laju elminasi (k1<k2<
20
k3<k4) diperoleh penurunan Cmax,
15
10
Minimum Efect Concentration sehingga efek toksik dapat
5 dihindarkan atau diminimalkan.
0
0 100 200 300 400 500 600 700
Pada kurva diatas,dapat dilihat bahwa kurva k1
waktu (min) dengan tetapan laju eliminasi yang paling besar.
Tetapan laju eliminasi tersebut diperbesar pada
Gambar 5.9. Kurva konsentrasi plasma setelah
tetapan laju absorsi tetap, maka konsentrasi
pemberian oral suatu senyawa
plasma maksimum akan turun yang diperlihatkan
dengan dosis tertentu dalam bentuk
dengan penurunan puncak dari kurva (k2).
sediaan.
Tetapan laju eliminasi ditingkatkan (k3 dan k4),
Bentuk sediaan ini mempunyai kinetik pembebasan
dan dengan demikian kinetik invasi yang berbeda. akhirnya pada kurva 1 dapat dilihat bahwa puncak
Jika absorbsi lambat dan laju eliminasi tetap maka kurva berada dibawah daerah toksik, dengan
konsentrasi plasma maksimum akan turun (Cmax´), demikian maka efek toksik dapat dicegah atau
dengan demikian efek toksik dapat dicegah atau diperlemah.
diperlemah. c. Memperkecil kepekaan obyek biologik terhadap
Pada kurva diatas,dapat dilihat bahwa kurva 5.9 efek.
mempunyai tetapan absorbsi yang paling besar. Dalam hal ini konsentrasi plasma tidak
Tetapan absorbsi tersebut diperlambat pada dipengaruhi akan tetapi batas kritis, konsentrasi
tetapan laju eliminasi tetap, maka konsentrasi toksik minimum ditingkatkan atau bisa dikatakan
plasma maksimum akan turun yang diperlihatkan bahwa nilai ambang toksiknya dinaikkan
dengan penurunan puncak dari kurva (Cmax). Contoh :
Tetapan absorbsi akan semakin diperlambat
(Cmax´), akhirnya pada kurva tersebut dapat dilihat
bahwa puncak kurva berada dibawah daerah
toksik, dengan demikian maka efek toksik dapat
dihindarkan atau diminimalkan.
b. Meningkatkan eliminasi zat toksik dan / atau
pembentukan suatu kompleks yang tidak aktif
Eliminasi dapat ditingkatkan dengan mengubah Gambar 5.11. Terjadi penggeseran puncak ke
pH urin, misalnya dengan pembasaan urin dan atas atau menaikkan nilai ambang
diuresis paksa pada keracunan barbiturat, sedang toksik.
pembentukan khelat dipakai untuk inaktivasi ion
65
Hampir semua penanggulangan racun, dapat menimbulkan efek Tosik yang sama dengan
berdasarkan prinsip ini. Contoh: Penggunaan zat yang terpapar pada konsentrasi tinggi dengan
atropin untuk keracunan fosfat organik (yang waktu kontak yang singkat.
banyak digunakan pada insektisida).
5.6.1.b. Keadaan dan kebersihan tempat kerja
dan perorangan
5.6. FAKTOR YANG PENENTU RESIKO Hal yang penting antara lain adalah penyimpanan
TOKSISITAS zat yang berbahaya seperti zat kimia, termasuk
yang digunakan dalam rumah tangga, contohnya
Zat toksik adalah merupakan zat yang dapat
deterjen, kosmetika, dan obat. Zat –zat tersebut
menimbulkan kerja yang merusak dan berbahaya
sebaiknya disimpan ditempat yang aman dan jauh
bagi kesehatan. Zat toksik ini lebih dikenal
dari jangkauan anak. Karena keteledoran dalam
dengan sebutan racun. Dalam prakteknya,
penyimpanan sering menimbulkan keracunan
senyawa dikatakan sebagai racun bila resiko yang
pada anak – anak. Hal yang penting adalah
ditimbulkan relatif besar. Ada beberapa faktor
pakaian yang tercemar dibersihkan secara teratur
yang menentukan. Faktor – faktor tersebut akan
dan ditangani secara terpisah dari pakaian atau
dibahas dalam hubungannya dengan tiga fase
benda yang lain.
toksik yaitu: fase eksposisi, fase toksokinetika, dan
fase toksodinamika. Higiene kerja seseorang penting artinya terutama
dalam hal pembatasan pembentukan debu atau
5.6.1. Faktor Penentu Resiko pada Fase Eksposisi
pemaparan zat kimia, meminimalkan kontak
5.6..1.a . Dosis antara bahan berbahaya dengan kulit, ataupun
Pada Ernst Mutchler ”Dinamika Obat”, 1991, anggota tubuh yang lain. Untuk perlunya
Penerbit ITB Bandung, disebutkan bahwa ”Semua pengetahuan dan peraturan tentang penggunaan
zat adalah racun dantidak ada zat yang bukan alat-alat kerja, sarung tangan, dan lain secara
racun; hanya dosislah yang membuat suatu zat benar.
bukan racun. Hal ini berarti zat yang potensial Hal yag penting adalah, pengetahuan dan
belum tentu menyebabkan keracunan. Hampir tiap peraturan tersebut harus dilaksanakan dan ditaati.
individu dapat dideteksi sejumlah tertentu zat
Keadaan tempat kerja juga mempengaruhi
seperti DDT dan timbal, tetapi zat-zat tersebut
terjadinya ekposisi racun antara lain: ada atau
tidak menimbulkan reaksi keracunan karena dosis
tidaknya ventilasi ruangan; filter pada alat yang
yang ada masih berad dibawah konsentrasi toksik.
menghasilkan debu.
Setelah dosis berada pada dosis toksik maka zat
tersebut dapat menimbulkan kercunan. Apabila ruangan tertutup rapat dan tidak terdapat
ventilasi, maka tidak ada pergantian udara dalam
Hal yang sebaliknya, jika zat yang digunakan
ruangat tersebut. Bila dalam ruangan terpapar
dalam jumlah yang besar maka dapat
oleh zat beracun misalnya gas H2 S, maka
menimbulkan kerusakan atau keracunan bagi
konsentrasi H2S akan semakin tinggi dengan
tubuh, bahkan air sekalipun. Karenanya perlunya
bertambahnya waktu, karena gas H2S terkepung
pengetahuan yang mendasari tentang resiko
dalam ruangan dan tidak ada jalan untuk keluar,
toksisitas suatu zat. Untuk keamanan pada
misalnya ventilasi. Apabila terdapat makhluk hidup
penggunaan zat kimia perlu ditinjau data pada:
pada ruangan tersebut misalnya manusia maka
- bank data toksikologik dan data zat kimia baru
dapat berakibat fatal (kelumpuhan atau bahkan
sesuai dengan Technical Report no. 586 dari
kematian).
WHO dan
- undang-undang tentang ketentuan uji toksisitas Sedangkan apabila manusia menghirup debu
zat kimia baru di Amerika Serikat, sebelum yang terus menerus maka dapat menyebabkan
diperdagangkan (Toxic Substance Control Act = berbagai hal antara lain alergi, atau Infeksi
TOSCA) Saluran Pernapasan. Untuk menghindari hal
tersebut perlu dilakukan suatu tindakan untuk
Dosis terutama ditentukan oleh: Konsentrasi dan
meminimalkan debu, antara lain dengan
lamanya ekposisi zat. Racun pada konsentrasi
yang rendah tetapi terdapat kontak yang lama
66
pemasangan fliter pada alat yang menghasilkan karena afinitas anionnya terhadap jaringan kornea.
debu atau penggunaan masker penutup hidung. Awal kerja efek basa biasanya lebih lambat
daripada yang disebabkan oleh asam., meskipun
5.6.1.c. Keadaan Fungsi Organ yang Kontak
ada ion basa seperti ion amonium (banyak
Keaadaan fungsi organ yang kontak dengan zat terdapat pada produk rumah tangga seperti
toksik akan mempengaruhi eksposisi zat tersebut. detergen) yang dengan mudah menembus iris.
Contohnya pada:
b Keadaan fungsi organ yang berperan pada
• Kulit, Absorbsi melalui kulit dipengaruhi oleh ekskresi dan detoksifikasi
kandungan kelembaban, peredaran darah kulit,
dan keadaan setiap lapisan kulit. Apabila Seperti yang dijelaskan pada biotransformasi dan
lapisan permukaan kulit rusak maka fungsi kulit ekskresi, organ yang berperan penting adalah hati
sebagai barier(penghambat) terhadap zat-zat dan ginjal. Pada organ hati, zat atau xenobiotik
yang masuk ke tubuh menjadi berkurang . Hal didetoksifikasi dan dimetabolisme membentuk
ini menyebabkan zat – zat (tidak hanya yang produk yang mudah diekskresi di ginjal. Pada
lipofil saja yang bisa masuk tapi juga yang ginjal, zat akan diekskresi bersama dengan urine.
hidrofil) atau bahkan bakteri dan virus akan Apabila hati dan / atau ginjal menderita kerusakan,
lebih mudah masuk. maka akan terjadi perlambatan detoksifikasi dan
• Saluran pernapasan, Adanya Industrialisai, ekskresi zat termasuk zat toksik.
menyebabkan terjadi polusi terhadap udara. Hal c. Eksposisi sebelumnya
ini menyebabkan saluran pernapsan menjadi
terpejan oleh zat toksik yang berada pada Apabila telah terjadi eksposisi terhadap zat
udara. Kondisi saluran napas dan paru-paru tertentu (misal: timbal atau insektisida) dan terjadi
yang telah mengalami eksposisi sebelumnya akumulasi zat tersebut dalam tubuh, maka resiko
dapat mempengaruhi keadaan organ tersebut terjadi toksisitas pada kontak berikutnya akan
pada pajanan berikutnya atau pajanan yang lebih besar. Makin besar zat yang tersimpan
lebih lama. Contoh: apabila paru-paru telah dalam tubuh makin besar bahaya toksisitas yang
terkena Arsen maka dapat terjadi iritasi lokal diperoleh.
pada organ tersebut, apabila pajanan terjadi d Faktor genetik dan keturunan
lebih lama maka dapat menyebabkan kanker
paru-paru. Perbedan genetik dan keturunan dapat
mempengaruhi proses dalam tubuh.
5.6.2.1 Faktor Penentu Resiko pada Fase
Toksikinetika Misalnya: Metabolisme Isoniazid (obat anti
tuberculosis) pada orang jepang dan eskimo
Toksokinetika meliputi proses Absorbsi, Distribusi, berbeda dengan orang eropa timor dan mesir,
Metabolisme, Eliminasi (ADME). Faktor –faktor yang dikaenakan proses N-asetilasi.
yang berpengaruh pada proses tersebut seperti
yang dijelaskan pada biotransformasi (bab III) juga Pada orang jepang dan orang eskimo , isoniazid
menjadi penentu resiko terjadinya tokisisitas. masa kerja lebih pendek dan lebih cepat
Berikut ini akan dijelaskan beberapa faktor diekskresikan dalam asetilisoniazid yang tidak
diantaranya. aktif. Sehingga perlu pemakaian dosis lebih besar.
a .Sifat keasaman dari suatu za (pH) dapat Sedangkan pada orang Eropa timur dan mesir,
mempengaruhi absorbsi dari suatu zat terjadi hal yang sebalikya yaitu masa kerja lebih
lambat dan lebih lambat diekskresi.
Zat kimia yang dapat mempengaruhi kornea mata
antara lain: asam dan basa, asap, detergen. Asam 5.6.3. Faktor Penentu Resiko pada Fase
dan basa dengan mudah menembus kornea dan Toksodinamika
dapat menyebabkan kerusakan baik kecil maupun a. Perbedaan Kepekaan seseorang
besar (yaitu: kerusakan dangkal jaringan yang
dapat sembuh dengan mudah sampai keburaman Faktor yang berpengaruh dalam hal ini adalah:
kornea dan perforasi) . Zat asam dapat membakar • Umur, Contoh: tetrasiklin yang diberikan pada
jaringan kornea karena rendahnya pH disamping anak 1 (satu) tahun dapat menyebabkan
warna gigi menjadi coklat
67
• Jenis Kelamin, Contoh : Nikotin (seperti pada Facultas Farmasi, Universitas Gajah Mada,
rokok) dimetabolisis secara berbeda antara Yogyakarta..2001
laki-laki dan perempuan c. Frank C. Lu. Toksikologi dasar: Asas, Organ
• Kehamilan, Penggunaan zat pada masa Sasaran, dan Penilaian Resiko, edisi kedua.
kehamilan dimana terjadi perkembahan janin Universitas Indonesia Press,Yakarta.1985.
pada kandungan, dapat mempengaruhi dari
kondisi perkembangan organ yang terbentuk. d. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/articl
Hal ini telah dijelaskan pada sub bab jenis- e/: teratogenik
jenis respon yaitu pada pembahasan efek e. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/articl
teratogenik. e/000005.htm: allergic reaction.
• Faktor lain, Faktor lain yang berpengaruh
seperti kekurangan gizi makanan, f. Mutschler, E., Dinamika Obat. Edisi kelima.
penggunaan obat-obatan, reaksi sensitifitas Diterjemahkan oleh Mathilda B. Widianto dan
(alergi), dan kesehatan yang menyeluruh. Anna Setiadi Ranti. Penerbit ITB. Bandung.
1991
b. Perbedaan karena faktor genetika dan
keturunan g. Siswandono dan Bambang Sukardjo. Kimia
Medicinal. Airlangga University Press.
Perbedaan individu dalam metabolisme sejumlah Surabaya.. 2000.
zat atau obat kadang – kadang terjadi. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya perbedaan faktor
genetik dan keturunan berpengaruh dalam hal ini.
Seperti Isoniazid yang telah dicontohkan pada
pembahasan 5.5.2.c, dimana orang eropa timur
masa kerja obat dalam tubuh lebih panjang
sehingga kemungkinan terjadinya efek samping
lebih tinggi, yaitu neuritis perifer (=peradangan
pada saraf perifer). Hal ini jarang terjadi pada
orang Jepang dan Eskimo karena masa kerja obat
lebih pendek dalam tubuh dan diekskresikan
dengan cepat.
c. Eksposisi Sebelumnya
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa
seseorang yang mengalami eksposisi berulang
dan menyebabkan akumulasi semakin bertambah
dalam tubuh akan menyebabkan resiko bahaya
yang lebih besar. Seperti nikotin pada orang yang
merokok.
Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan
yang teratur dapat mencegah atau meminimalkan
toksisitas. Hal ini sangat penting terutama orang
yang bekerja yang bersentuhan dengan bahan
kimia.
Referensi:
a. Ariens E.J., MutschleE. r, and A.M. Simonis.
Toksikologi Umum: Pengantar. Gajahmada
University Press, Yogyakarta. 1986.
b. Donatus, I. A., Toksikologi Dasar.
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi,
68
BAB VI
PENGANTAR TOKSIKOLOGI FORENSIK
Tujuan Instruksional Umum (TIU) (C2):
Setelah mengikuti materi ini peserta didik dapat memahami dan menjelaskan wawasan toksikologi dalam
cakupan dan bidang kerja toksikologi forensik
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) (C2):
Setelah mendiskusikan materi ini peserta didik diharapkan:
- dapat menjelaskan bidang kerja toksikologi forensik
- dapat menjelaskan jenis-jenis kasus keracunan yang memerlukan analisis toksikologi forensik
- dapat menjelaskan langkah-langkah analisis toksikologi
6.1. Pendahuluan
LOOMIS (1978) berdasarkan aplikasinya proses pengadilan. Subjek ini selalu berkaitan
toksikologi dikelompokkan dalam tiga kelompok dengan tugas polisi, dokter forensik, jaksa dan
besar, yakni: toksikologi lingkungan, toksikologi hakim.
ekonomi dan toksikologi forensik. Tosikologi Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi
forensik menekunkan diri pada aplikasi atau atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk
pemanfaatan ilmu toksikologi untuk kepentingan kepentingan peradilan. Kerja utama dari
peradilan. toksikologi forensik adalah melakukan analisis
kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti
Toksikologi forensik adalah salah satu dari cabang
fisik ”fisical evidance” dan menerjemahkan temuan
forensik sein. Meminjam pengertian Forensic
analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau
Science dari Saferstein adalah ”the application of
tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal,
science to low”, atau secara umum dapat
yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak
dimengerti sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu
kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan
pengetahuan tertentu untuk penegakan hukum
interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke
dan keadilan.
dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum
Analisis toksikologi forensik pertama-kali dan perundangan-undangan. Menurut Hukum
dikerjakan oleh Orfila pada tahun 1813, dia Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut
memainkan peranan penting pada kasus LaFarge dengan Surat Keterangan Ahli atau Surat
(kasus pembunuhan dengan arsen) di Paris, Keterangan. Jadi toksikologi forensik dapat
dengan metode analisis arsen, ia membuktikan dimengerti sebagai pemanfaatan ilmu tosikologi
kematian diakibatkan oleh keracuanan arsen. untuk keperluan penegakan hukum dan peradilan.
Melalui kerjanya ini dikenal sebagai bapak Toksikologi forensik merupakan ilmu terapan yang
toksikologi modern karena minatnya terpusat dalam praktisnya sangat didukung oleh berbagai
pada efek tokson, selain itu karena ia bidang ilmu dasar lainnya, seperti kimia analisis,
memperkenalkan metodologi kuantitatif ke dalam biokimia, kimia instrumentasi, farmakologi-
studi aksi tokson pada hewan, pendekatan ini toksikologi, farmakokinetik, biotransformasi.
melahirkan suatu bidang toksikologi modern, yaitu
Secara umum bidang kerja toksikologi forensik
toksikologi forensik. Menurut Orfila, para ahli kimia
meliputi:
yang dihadapkan pada tindak pidana pembunuhan
- analisis dan mengevaluasi racun penyebab
dengan racun, harus menyempurnakan tahapan-
kematian,
tahapan pemeriksaan untuk mengungkapkan
- analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di
tindak kriminal tersebut dan mengarahkan hakim
dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat
untuk menghukum orang yang bersalah.
mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya
kemampuan mengendarai kendaraan bermotor
6.2. Bidang kerja Toksikologi Forensik di jalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan,
Toksikologi forensik mencakup aplikasi ilmu penggunaan dooping),
pengetahuan dan studi tentang racun untuk
menjawab pertanyaan yang timbul di dalam
69
- analisis obat terlarang di darah dan urin pada dan obat terlarang lainnya.
kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika
Tabel 6.1. Kasus-kasus toksikologi forensik yang melibatkan
Jenis Kasus Pertanyaan yang muncul Litigasi „kasus hukum“
Kematian yang tidak wajar Apakah ada keterlibatan obat atau racun Kriminal: Pembunuhan
(mendadak) sebagai penyebab kematiannya? Sipil: klaim tanggungan asuransi, tuntunan
kepada fabrik farmasi atau kimia
Kematian di penjara Kecelakaan, pembunuhan yang Kriminal: pembunuhan
melibatkan racun atau obat terlarang? Sipil: gugatan tanggungan dan konpensasi
terhadap pemerintah
Kematian pada kebakaran Apakah ada unsur penghilangan jejak Kriminal: pembunuhan
pembunuhan? Sipil: klaim tanggungan asuransi
Apa penyebab kematian: CO, racun,
kecelakaan, atau pembunuhan?
Kematian atau timbulnya efek Berapa konsentrasi dari obat dan Malpraktek kedokteran, gugatan terhadap
samping obat berbahaya akibat metabolitnya? fabrik farmasi
salah pengobatan Apakah ada interaksi obat?
Kematian yang tidak wajar di Apakah pengobatannya tepat? Klaim Malpraktek, tindak kriminal,
rumah sakit Kesalahan terapi? pemeriksaan oleh komite ikatan profesi
kedokteran (”IDI”)
Kecelakaan yang fatal di tempat Apakah ada keterlibatan racun, alkohol, Gugatan terhadap ”employer”,
kerja, sakit akibat tempat kerja, atau obat-obatan? Memperkerjakan kembali
pemecatan Apakah kematian akibat ”human eror”?
Apakah sakit tsb diakibatkan oleh
senyawa kimia di tempat
kerja?Pemecatan akibat terlibat
penyalahgunaan Narkoba?
Kecelakan fatal dalam Meyebabkan kematian? Kriminal: Pembunuhan, kecelakaan
menyemudi Adakah keterlibatan alkohol, obat-obatan bermotor
atau Narkoba? Sipil: klaim gugatan asuransi
Kecelakaan, atau pembunuhan?
Kecelakaan tidak fatal atau Apakah kesalahan pengemudi? Kriminal: Larangan Mengemudi dibawah
mengemudi dibawah pengaruh Mengemudi dibawah pengaruh obat- pengaruh Obat-obatan atau Narkona
obat-obatan obatan atau Narkoba? Sipil: gugatan pencabutan atau
pengangguhan SIM
Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan atau pasient yang Kriminal:
sedang mengalami terapi rehabilitasi Sipil: rehabilitasi
narkoba
Farmaseutikal dan Obat palsu, Identifikasi bentuk sediaan, kandungan Kriminal: pengedaran obat ilegal.
atau tidak memenuhi syarat sediaan obat, penggunaan obat palsu. Sipil: tuntutan penggunan obat palsu
standar ”Forensik Farmasi” terhadap dokter atau yang terkait
Sumber: Finkle, B.S., (1982), Progress in Forensic Toxicology: Beyond Analytical Chemistry, J. Anal. Tox. (6): 57-61
70
c) penyalahgunaan narkoba dan kasus-kasus bagaimana pengaruh racun tersebut dan -apakah
keracunan yang terkait dengan akibat jumlah racun yang dikonsumsi orang tersebut
pemakaian obat, makanan, kosmetika, alat cukup berbahaya atau mematikan.
kesehatan, dan bahan berbahaya lainnya, yang
Dalam pemeriksaan forensik kasus keracunan
tidak memenuhi standar kesehatan (kasus-
berdasarkan tujuan pemeriksaannya, dapat dibagi
kasus forensik farmasi).
kedalam dua kelompok, yaitu pertama bertujuan
Dari sekian contoh kasus-kasus yang perlu untuk mencari penyebab kematian dan yang
dilakukan pemeriksaan toksikologik, lalu timbul kedua untuk mengetahui mengapa suatu
pertanyaan: Siapa yang memutuskan untuk peristiwa, misalnya: peristiwa pembunuhan,
melakukan pemeriksaan tersebut dan siapa yang kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan pesawat udara,
berkompeten untuk melakukan pemeriksaan dan pemerkosaan, dapat terjadi. Tujuan kedua ini
tersebut? Sudah barang tentu yang memutuskan sebenarnya merupakan kasus yang terbanyak,
untuk melakukan adalah tim penyidik dan yang namun sampai saat ini masih sangat sedikit
melakukan adalah seorang yang berkompeten dilakukan penyidikan. Tujuan yang kedua
yaitu “toksikolog forensik”. Lalu dimana lembaga bermaksud untuk membuat suatu rekaan
toksikolog forensik tersebut di negara kita? rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi, sampai
sejauh mana obat-obatan atau racun tersebut
6.4. Keracunan berperan sehingga peristiwa itu dapat terjadi.
Kasus keracunan karena kecelakaan atau upaya Pada kedua tujuan pemeriksaan atas diri korban
bunuh diri umumnya menjadi tanggungjawab ahli diharapkan dapat diketemukan racun atau obat
toksikologi klinis atau ahli biokimia yang bekerja dalam dosis tertentu sebagai dasar untuk
pada suatu pusat pengendalian keracunan di menduga kenapa peristiwa tersebut terjadi.
rumah sakit. Keterlibatan analisis toksikologi Misalnya pada kasus kematian akibat racun,
sebagai upaya menegakkan terapi instoksikasi. diharapkan cukup bukti konsentrasi obat “racun”
Hasil analisis toksikologi dapat memastikan dalam darah/tubuh dapat menyebabkan kematian,
diagnose klinis, dimana diagnose ini dapat sedangkan pada tujuan pemeriksaan yang kedua
dijadikan dasar dalam melakukan terapi yang diperlukan interpretasi apakah konsentrasi obat
cepat dan tepat, serta lebih terarah, sehingga “racun” dalam darah dapat menyebabkan
ancaman kegagalan pengobatan (kematian) dapat peristiwa yang dituduhkan terjadi.
dihindarkan.
Tabel 6.2. Racun yang sering menyebabkan
Kasus keracunan menjadi urusan ahli toksikologi keracunan dan simptomatisnya
forensik apabila ada pernyataan dari orang yang Asam kuat (nitrit, Terbakar sekitar mulut, bibir,
keracunan tentang keterlibatan pihak-pihak hidroklorid, sulfat) dan hidung
tertentu sebagai penyebab keracunan tersebut, Anilin (hipnotik, Kebiruan ”gelap” pada kulit
atau karena pasien meninggal dan keterangan notrobenzen) wajah dan leher
tentang penyebab kematiannya dibutuhkan oleh Asenik (metal arsenic, Umumnya seperti diare
penyidik karena dugaan adanya tindak pidana mercuri, tembaga, dll)
dalam kasus tersebut. Persentase kasus-kasus Atropin (belldonna), Dilatasi pupil
semacam ini terhadap keseluruhan kasus Skopolamin
keracunan yang terjadi di masyarakat umumnya Basa kuat (potasium, Terbakar sekitar mulut, bibir,
relatip kecil. hidroksida) dan hidung
Tujuan utama dari analisis toksikologi forensik Asam karbolik (atau Bau seperti disinfektan
fenol)
dalam penyidikan kasus keracunan adalah
Karbon monoksida Kulit merah cerry terang
berupaya memberikan jawaban terhadap
Sianida Kematian yang cepat, kulit
pertanyaan yang mungkin timbul selama
merah, dan bau yang sedap
berlangsungnya penyidikan atau pada tahapan-
Keracunan makanan Muntah, nyeri perut
tahapan peradilan lainnya. Pertanyaan tradisionil
Senyawa logam Diare, mual-muntah, nyeri
yang harus dijawab adalah: - apakah orang itu
perut
diracun. Apabila hasil pengujiannya adalah positip,
Nikotin Kejang-kejang “konvulsi”
maka pertanyaan-pertanyaan berikut akan
Opiat Kontraksi pupil
menyusul, seperti : -bagaimana identitas
Asam oksalik (fosfor- Bau seperti bawang putih
racunnya, -bagaimana cara pemberiannya, -
71
oksalik) tertentu yang bukan untuk tujuan pengobatan,
Natrium Florida Kejang-kejang “konvulsi” melainkan untuk memperoleh perubahan
Striknin Kejang “konvulsi”, muka dan perasaan atau menimbulkan rasa bahagia
leher kebiruan “gelap” “eporia”. Fakta menunjukkan sering akibat
Adapun dasar hukum untuk melakukan penyalahgunaan obat-obatan dapat
pemeriksaan toksikologi pada keracunan adalah mengakibatkan beberapa keracunan, sampai
KUHAP pasal 133 (1), yang berbunyi: kematian. Kematian pemakaian heroin
umumnya diakibatkan oleh depresi “penekanan”
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
fungsi pernafasan, yang mengakibatkan
mengenai seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
kegagalan pengambilan oksigen, sehingga
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan terjadi penurunana kadar oksigen yang drastis di
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran otak. Pada kematian akibat keracunan heroin
forensik kehakiman atau dokter dan atau ahli biasanya disertai dengan udema paru-paru. Hal
lainnya” ini menandakan telah terjadi dipresi pernafasan.
Jadi pemeriksaan toksikologi forensik mempunyai Umumnya penyalahgunaan obat-obatan
kekuatan hukum dan bersifat projustisia. Tabel melibatkan penggunaan obat-obatan golongan
berikut ini (tabel 6.2) adalah daftar racun narkotika dan psikotropika, seperti narkotika
penyebab keracunan dan efek yang ditimbulkan: (golongan opiat), hipnotika.sedativa (barbiturat),
Kasus kematian yang disebabkan olah racun halusinogen (3-4 metil deoksimetamfetamin
dapat dikelompokkan sebagai berikut: “MDMA”, metil dioksiamfetamin “MDA”, fensilidin
“PCP”), dan stimulan (amfetamin, cocain).
a) Kecelakaan/kematian tidak sengaja: Keracunan akibat penyalahgunaan obat-obatan
Kebanyakan kecelakaan kerecunan yang terjadi dapat juga sebabkan oleh kelebihan dosis,
di rumah-tangga, seperti: keracunan pada anak- pengkonsomsi alkohol, atau salah pengobatan
anak akibat kelalaian atau kurang tepatnya oleh dokter “mismedication”.
penyimpanan bahan-bahan rumah tangga
c) Bunuh diri dengan racun
berbahaya (ditergen, pestisida rumah-tangga,
obat-obatan), sehingga dapa dijangkau oleh Kasus kecelakan bunuh diri menggunakan
anak-anak, adalah umumnya akibat ketidak pestisida rumah-tangga, ditergen, atau
sengajaan/kelalaian. Untuk menghindari kasus menggunakan kombinasi obat-obatan yang
keracunan ini diperlukan pesan informasi pada komplek. Pada kasus bunuh diri dengan obat-
etiket sediaan rumah-tangga mengenai, cara obatan kadang ditemukan 3 hingga 7 jenis obat.
penyimpanan yang benar dan pertolongan Untuk mencari penyebab kematian pada kasus
pertama apabila terjadi keracunan pada anak- bunuh diri diperlukan analisis toksikologi, yaitu
anak. analisis kualitatif dan kuantitatif racun di cairan
lambung, darah, urin, dan organ tubuh lainnya
Kecelakaan keracunan pada orang dewasa
untuk mencari dan menentukan jumlah minimum
biasanya berhubungan dengan hilangnya label
penyebab keracunan.
“penanda” pada bahan beracun, penyimpanan
tidak pada tempatnya, misal disimpan di dalam d) Pembunuhan menggunakan racun
botol minuman, kaleng gula, kopi dll, yang dapat Penyidikan kematian seseorang akibat
menyebabkan kekeliruan. pembunuhan dengan racun adalah penyidikan
Kecelakaan keracunan mungkin juga dapat yang paling sulit bagi penegak hukum dan
terjadi di industri, untuk menghidari kecelakan dokter ferensin “termasuk toksikolog forensik”.
akibat kelalaian kerja diperlukan protokol khusus Secara umum bukti keracunan diperoleh dari
tentang keselamatan kerja di industri. Protokol simptom yang ditunjukan sebelum kematian.
ini berisikan standard keamanan, peraturan Penyidikan pasca kematian oleh dokter patologi
perlindungan kerja, tersedianya dokter dalam forensik dengan melakukan otopsi dan
penanganan kasus darurat pada keracunan pengambilan spesimen “sampel”, yang
fatal. kemudian dilakukan analisis racun oleh toksikolg
forensik merupakan sederetan penyidikan
b) Penyalahgunaan obat-obatan
penting dalam penegakan hukum.
Penyalahgunaan obat-obatan adalah
penggunaan obat-obatan atau bahan kimia Sampai saat ini belum terdapat data yang pasti
yang menyatakan jumlah kasus keracunan
72
pertahun di Indonesia, dari studi jumlah kasus a)penyiapan sampel “sample preparation”,
keracunan yang masuk ke Rumah Sakit Sanglah b)Analisis meliputi uji penapisan “screening test”
diketemukan hampir terdapat 30 sampai dengan atau dikenal juga dengan “general unknown test”
50 kasus yang ditangani. Frekuensi kasus dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi
didominasi oleh keracunan yang diduga dan kuantifikasi,
disebabkan oleh: makanan, insektisida rumah c) langkah terakhir adalah interpretasi temuan
tangga (obat nyamuk), parasetamol, spikotropika analisis dan penulisan laporan analisis.
dan narkotika, serta alkohol. Sedangkan loporan
Berbeda dengan kimia analisis lainnya seperti:
SUBANDI (2005) “PusLabFor Bareskrim POLRI”
analisis senyawa obat dan makanan, analisis
kasus keracunan yang ditanganinya didominasi
kimia klinis, pada analisis toksikologi forensik pada
oleh keracunan oleh makanan/minuman “food
umumnya analit (racun), yang menjadi target
intoxication”, dikuti secara berturut-turut oleh
analisis, tidak diketahui dengan pasti sebelum
kasus keracunan obat-obatan (over dosis obat),
dilakukan analisis. Tidak sering hal ini menjadi
kasus keracunan gas (misalnya karbon
hambatan dalam penyelenggaraan analisis
monoksida), kasus keracunan insektisida, dan
toksikologi forensik. Seperti kita ketahui saat ini
kasus keracunan lainya.
terdapat ribuan atau bahkan jutaan senyawa kimia
Peningkatan kasus keracunan makanan/minuman yang mungkin menjadi target analisis. Untuk
dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti semakin mempersempit peluang dari target analisis,
bervariasinya bahan makanan yang dikonsumsi biasanya target analit dapat digali dari informasi
masyarakat, kondisi ekonomi masyarakat, penyebab kasus forensik (baca keracunan,
rendahnya pengetahuan dan kesadaran kematian tidak wajar akibat keracunan, tindak
masyarakat tentang bahan makanan yang mereka kekerasan dibawah pengaruh obat-obatan), yang
konsumsi, rendahnya kesadaran pihak-pihak dapat diperoleh dari laporan pemeriksaan di
produsen makanan terhadap tingkat keamanan tempat kejadian perkara (TKP), atau dari berita
makanan yang mereka jual/produksi. Selain itu, acara penyidikan oleh polisi penyidik.
belum optimalnya pengawasan yang dilakukan
Sangat sering dalam analisis toksikologi forensik
oleh lembaga-lembaga pengawas yang
tidak diketemukan senyawa induknya, melainkan
mempunyai kewenangan ini. Sedangkan
metabolitnya. Sehingga dalam melakukan analisis
rendahnya tingkat keamanan kerja, rendahnya
toksikologi forensik, matabolit dari senyawa induk
pengetahuan dan keterampilan para buruh pabrik
juga merupakan target analisis.
merupakan faktor-faktor yang dapat menjadi
penyebab terjadinya keracunan bahan kimia pada Sampel dari toksikologi forensik pada umumnya
pabrik/industri yang menggunakan/memproduksi adalah spesimen biologi seperti: cairan biologis
bahan-bahan tersebut. (darah, urin, air ludah), jaringan biologis atau
organ tubuh. Preparasi sampel adalah salah satu
Upaya pengawasan terhadap peredaran dan
faktor penentu keberhasilan analisis toksikologi
penggunaan bahan beracun pada produk
forensik disamping kehadalan penguasaan
makanan, secara langsung tidak termasuk dalam
metode analisis instrumentasi. Berbeda dengan
kajian toksikologi forensik. Tetapi, apabila pihak
analisis kimia lainnya, hasil indentifikasi dan
masyarakat yang mengkonsumsi bahan makanan
kuantifikasi dari analit bukan merupakan tujuan
yang diproduksi oleh perusahaan tertentu menjadi
akhir dari analisis toksikologi forensik. Seorang
korban keracunan dan persoalannya diproses
toksikolog forensik dituntut harus mampu
secara hukum, maka ahli toksikologi forensik
menerjemahkan apakah analit (toksikan) yang
berperan untuk membuktikan bahwa keracunan
diketemukan dengan kadar tertentu dapat
yang dialami oleh korban benar diakibatkan oleh
dikatakan sebagai penyebab keracunan (pada
bahan beracun yang terdapat di dalam makanan
kasus kematian).
yang mereka konsumsi tersebut
73
menyelesaikan kasus-kasus kriminal ke dalam tiga khusus (tindak kejahatan ekonomi dan
kelompok, yaitu: pelanggaran Hak Asasi Manusia) pihak kejaksaan
dapat melakukan penyidikan.
a. Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak
kriminal sebagai masalah hukum. Sampurna (2000) menggambarkan proses
penyidikan sampai ke persidangan seperti pada
Dalam kelompok ini termasuk hukum pidana
gambar 6.1. Upaya penyidikan pada umumnya
dan hukum acara pidana. Kejahatan sebagai
bermuara pada proses penuntutan dan disusul
masalah hukum adalah aspek pertama dari
oleh proses pengadilan. Pembuktian dari suatu
tindak kriminal itu sendiri, karena kejahatan
perkara pidana adalah upaya untuk membuktikan
merupakan perbuatan-perbuatan yang
bahwa benar telah terjadi tindak pidana yang
melanggar hukum.
diperkarakan dan bahwa si terdakwalah pelaku
b. Ilmu-Ilmu forensik yang menangani tindak tindak pidana tersebut. Pembuktian dilakukan
kriminal sebagai masalah teknis. dengan mengajukan alat bukti yang sah ke depan
Kejahatan dipandang sebagai masalah teknis, persidangan. Guna mendapatkan atau setidak-
karena kejahatan dari segi wujud perbuatannya tidaknya mendekati kebenaraan materiil, dalam
maupun alat yang digunakannya memerlukan pembuktian (penyidikan dan pemeriksaan bukti
penganan secara teknis dengan menggunakan fisik) harus dilakukan pembuktian secara ilmiah.
bantuan diluar ilmu hukum pidana maupun
acara pidana.
Tindak Pidana
Dalam kelompok ini termasuk ilmu kriminalistik,
kedokteran forensik, kimia forensik, fisika Dilaporkan ke polisi Ditemukan oleh polisi
forensik, toksikologi forensik, serologi/biologi
molekuler forensik, odontologi forensik, dan Penyelidikan
entomogoli forensik.
Penyidikan
c. Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak
kriminal sebagai masalah manusia Pernyataan Pemeriksaan Identifikasi
dan Catatan TKP
Dalam kelompok ini termasuk kriminologi,
psikologi forensik, dan psikiatri/neurologi Bukti fisik
forensik. Kejahatan sebagai masalah manusia,
karena pelaku dan objek penghukuman dari Penyelidikan lanjutan
tindak kriminal tersebut adalah manusia. Dalam
melakukan perbuatannya, manusia tidak Pemberkasan
terlepas dari unsur jasmani (raga) dan jiwa. Pelimpahan Berkas ke
Disamping itu, kodrat manusia sebagai mahluk Penuntut Umum
sosial, yang hidup di tengah-tengah
masyarakat. Oleh karena itu perbuatan yang Persidangan
dilakukan juga dipengaruhi oleh faktor internal
(dorongan dari dalam dirinya sendiri) dan faktor Gambar 6.1. Sistematika proses penyidikan
eksternal (dipengaruhi oleh lingkungannya). sampai ke persidangan
Berdasarkan klasifikasi diatas peran ilmu forensik Peran toksikolog forensik dalam membantu
dalam menyelesaikan masalah / kasus-kasus penyidik dalam penyelesaian kasus tindak pidana
kriminal lebih banyak pada penanganan tersirat dalam pasal 133 (1) KUHAP, berbunyi:
kejahatan dari masalah teknis dan manusia. dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
Sehingga pada umumnya laboratorium forensik menangani seorang korban baik luka, keracunan
dimanfaatkan untuk kepentingan peradilan, atau pun mati yang diduga karena peristiwa yang
khususnya perkara pidana. merupakan tindak pidana, ia berwenang
Dalam sistem peradilan pidana yang berlaku di mengajukan permintaan keterangan ahli kepada
Indonesia, peradilan perkara pidana diawali oleh ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tunggal ahli lainnya. Dalam pembuktian kasus
(lebih tepatnya penyidik umum) yang dilakukan penyalahgunaan Narkorba dan Zat aditif lainnya
oleh kepolisian, namun dalam khasus-khasus mutlak diperlukan peran toksikolog forensik.
74
Sesuai dengan bagan pada gambar 1 toksikolog dokter yang melakukan otopsi, maka kerjasama
forensik dapat terlibat dalam penyidikan kasus- antara pemeriksa toksikologi di Labfor Bareskrim
kasus toksikologi pada pemeriksaan bukti fisik, Mabes Polri dengan dokter forensik merupakan
sampai persidangan. Hasil analisis toksikologik hal yang harus dilakukan, khususnya dalam
berupa ada-tidaknya zat racun yang diduga terlibat penanganan kasus keracunan dengan korban
dalam kasus yang dituduhkan (misal keracuanan), meninggal. Dalam hal ini, kesimpulan hasil
dan interpretasi dari temuan analisis sebagai pemeriksaan toksikologi forensik di Labfor
suatu argumentasi apakah zat racun, dengan Bareskrim Mabes Polri juga dimasukkan menjadi
konsetrasi terukur dapat diduga sebagai bagian dari Visum et Revertumer yang dikeluarkan
penyebabkan keracunan. Dipersidangan seorang oleh dokter forensik (Subandi 2005).
toksikolog forensik dapat dipanggil oleh hakim
Bahan Bacaan:
sebagai saksi ahli.
1. Kerrigan, S, (2004), Drug Toxicology for
6.7. Keberadaan analisis toksikologi forensik di Prosecutors Targeting Hardcore Impaired
Indonesia Drivers, New Mexico Department of Health
Scientific Laboratory Division Toxicology
Sampai saat ini analisis toksikologi forensik di Bureau, New Mexico.
Indonesia diselenggarakan oleh Laboratorium
2. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar,
Forensik Bareskrim Mabes Polri. Hal ini sesuai
Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press,
dengan tugas pokok Laboratorium forensik
Semarang
Bareskrim Polri, berdasarkan UU No. 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik 3. Lowry, W.T., Garriot, J.C. (1979), Forensic
Indonesia, Pasal 14, butir c, yaitu membina dan Toxicology Controlled Substances and
menyelenggarakan fungsi laboratorium forensik Dangerous Drugs, Plenum Press, New York.
dalam mendukung penyidikan yang dilakukan oleh 4. Moffat, Ac., Jackson, J.V., Moss, M.S. and
Polri. Widdop, B., 1986, Clark’s isolation and
indentification of drugs in pharmaceuticals,
Pemeriksaan kasus-kasus toksikologi forensik
body fluids, and post-mortem material, 2nd Ed.
dilaksanakan di Labfor Polri, khususnya pada unit
The Pharmaceutical Press, London
Toksikologi dan Pencemaran Lingkungan, di
bawah kendali Departemen Kimia dan Biologi 5. Perdanakusuma, P., 1984, Bab-bab tentang
Forensik (Subandi 2005). Pemeriksaan toksikologi kedokteran forensik, Ghalia Indonesia, Jakarta
forensik dapat berupa pemeriksaan di Tempat 6. Poklis, A. (1980), Forensic Toxicology, in
Kejadian Perkara (TKP) dan Barang Bukti (BB) Eckert, W.G., (Ed), Introduction to Forensic
yang berkaitan kasus-kasus keracunan/peracunan sciences, The C.V. Mosby Company, St.
yang diduga mengandung unsur tindak pidana. Louis, Missori
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mendukung 7. Purwandianto, A. 2000, Pemanfaatan
penyidik dalam mengungkapkan kasus yang Laboratorium Forensik Untuk Kepentingan
mereka sidik. Hasil pemeriksaan toksikologi Non-Litigasi, dalam Tim IBA Kriminalistik,
forensik dituangkan dalam bentuk Berita Acara Laporan Kegiatan Buku II, Proyek
Pemeriksaan (BAP) Laboratoris Kriminalistik yang Pengembangan Kewirahusaan Melalui Itegratif
dapat menjadi salah satu alat bukti yang sah di Bahan Ajar Kriminalistik, Lembaga
pengadilan. Selain dalam bentuk BAP, pemeriksa Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas
toksikologi forensik di Labfor Polri juga dapat Indonesia, Jakarta
mendukung penyidik, jaksa dan hakim dengan
8. Saferstein R:, 1995, Criminalistics, an
menjadi saksi ahli di pengadilan apabila pihak-
Introduction to Forensic Science, 5th Ed., A
pihak tersebut memerlukannya.
Simon & Schuster Co., Englewood Cliffs, New
Dalam pelaksanaan pemeriksaan toksikologi Jersey.
forensik Labfor Bareskrim Mabes Polri 9. Sampurna, B., 2000, Laboratorium
bekerjasama dengan pihak lain seperti Instalasi Kriminalistik Segabai Sarana Pembuktian
Kedokteran Forensik, khususnya dalam Ilmiah, dalam Tim IBA Kriminalistik, Laporan
mengungkap penyebab kematian. Selain itu, Kegiatan Buku II, Proyek Pengembangan
sudah menjadi aturan main bahwa “Keterangan Kewirahusaan Melalui Itegratif Bahan Ajar
Penyebab Kematian” harus dikeluarkan oleh pihak
75
Kriminalistik, Lembaga Pengabdian Kepada 13. Wirasuta, I M.A.G., (2005), Hambatan dalam
Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta pengegakan Undang-Undang No 22 th 1997
10. SOFT (Society of Forensic Toxicologist, Inc.) tentang Narkotika, khususnya pada
and AAFS (the American Academy of Forensic penyalahgunaan narkotika golongan opiat
Sciences, Toxicology Section), (2002), ditinjau dari sifat farmakokinetiknya, dalam
Forensic Toxicology Laboratory Guidelines, Wirasuta, I M.A.G., et al. (Ed.) (2005), Peran
SOFT / AAFS. kedokteran forensik dalam penegakan hukum
di Indonesia. Tantangan dan tuntuan di masa
11. Subandi, N. (2005), Peranan Labfor Polri
depan, Penerbit Udayana, Denpasar
Dalam Penanganan Kasus-Kasus
Toksikologi Forensik, Workshop Analisis 14. Wirasuta, I M.A.G., (2005), Peran Toksikologi
Toksikologi Forensik 7-8 Desember 2005, forensik dalam penegakan hukum kesehatan
BPOM RI., Jakarta di Indonesia, dalam Wirasuta, I M.A.G., et al.
(Ed.) (2005), Peran kedokteran forensik dalam
12. Wirasuta, I M.A.G., (2005), Analisis
penegakan hukum di Indonesia. Tantangan
Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan
dan tuntuan di masa depan, Penerbit
Analisis, Workshop Analisis Toksikologi
Udayana, Denpasar
Forensik 7-8 Desember 2005, BPOM RI.,
Jakarta
76
BAB VII
7.1. Pendahuluan
Bekangan ini sering diberitakan terjadi kasus- jenis bahan kimia yang bersifat toksis dalam
kasus keracunan di berbagai daerah. Penyebab makanan yang dikonsumsi masyarakat.
keracunan adalah sangat bervariasi. Penyebab
Bebagai jenis bahan tambahan yang bukan
keracunan yang sering diberitakan adalah
diperuntukkan penggunaannya pada makanan
keracunan yang diakibatkan oleh makanan.
dan minuman, seperti pengawet (seperti formalin
Peningkatan kasus keracunan makanan/minuman
dan boraks), zat warna tekstil, bahan pemanis
dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti semakin
buatan yang tergolong bahan beracun, saat ini
bervariasinya bahan makanan yang dikonsumsi
disinyalir oleh berbagai pihak banyak terdapat di
masyarakat, kondisi ekonomi masyarakat,
dalam makanan dan minuman. Kondisi ini harus
rendahnya pengetahuan dan kesadaran
segera diantisipasi oleh pihak-pihak yang
masyarakat tentang bahan makanan yang mereka
berwewenang dengan melakukan upaya-upaya
konsumsi, rendahnya kesadaran pihak-pihak
sistematis dan terencana dalam bentuk
produsen makanan terhadap tingkat keamanan
penyadaran masyarakat (public awarenes),
makanan yang mereka jual/produksi. Rendahnya
membatasi peredaran dan penggunaan bahan-
tingkat keamanan kerja, rendahnya pengetahuan
bahan tersebut dalam produksi makanan /
dan keterampilan para buruh pabrik merupakan
minuman, dan yang tidak kalah pentingnya adalah
faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab
memberikan sangsi hukum yang berat bagi pihak-
terjadinya keracunan bahan kimia pada
pihak yang dengan sengaja mencari keuntungan
pabrik/industri yang menggunakan / memproduksi
melalui penggunaan dan perdagangan bahan-
bahan-bahan tersebut juga turut memberikan andil.
bahan tersebut secara illegal,
Efek toksisitas yang ditimbulkan oleh keracunan
Instoksikasi sering menunjukkan suatu gejala
makanan/minuman dapat bersifat akut atau kronis.
klinis yang tidak jelas. Simtome yang serupa
Keracunan akut ditimbulkan oleh bahan-bahan
(akibat keracunan) sering juga diakibatkan oleh
beracun yang memiliki toksisitas yang tinggi,
berbagai penyakit lainnya. Seperti keluhan pusing-
dimana dengan kuantitas yang kecil sudah dapat
pusing, mual muntah, cemas ditunjukkan
menimbulkan efek fisiologis yang berat. Jenis
keracunan diakibatkan oleh histamin (produk ikan
keracunan ini umumnya mudah diidentifikasi dan
tuna) dapat juga ditunjukkan pada penyakit
menjadi perhatian masyarakat. Sebaliknya
tekanan darah tinggi. Sudah barang tentu kedua
keracunan yang bersifat kronis efek toksisitasnya
kasus ini berimplikasi pada terapi berbeda.
baru dapat terlihat atau teridentifikasi dalam waktu
yang lama, umumnya tidak disadari dan tidak Seperti keracunan yang diakibatkan oleh narkotika
mendapat perhatian. Peningkatan yang berarti opiat dan juga psikotropika antidepresiva, simtome
terhadap jumlah penderita penyakit yang dapat klinis yang ditunjukkan akan bervariasi tergatung
dipicu oleh pengaruh bahan beracun seperti pada tingkat instoksikasinya, dari depresi saluran
tumor (kanker), gangguan enzimatik, gangguan pernafasan sampai pingsan ”koma” dibarengi
metabolisme, gangguan sistem syaraf, mungkin dengan udema paru-paru. Kematian pada
saja merupakan akibat dari penggunaan berbagai keracunan opiate biasanya diakibatkan oleh
77
gagalnya pengambilan oksigen di paru-paru akibat Pub. Dari gejala-gejala klinis dan pengamatan
udema, sehingga mengakibatkan berkurangnya diduga keracunan diakibatkan oleh alkohol
oksigen di otak. Jika pada kasus keracunan (opiat), dikombinasi dengan psikotropika atau narkotika.
dilakukan analisis toksikologi, maka pada Untuk memastikan diagnose awal, dokter menerok
penganganan terapi dengan cepat dapat diberikan darah dan urin pasien guna selanjutnya dilakukan
antidotnya, yaitu nalokson. analisis toksikologi. Namun usaha ini menjadi
gagal, karena tidak ada laboratorium penunjang
Dalam upaya memberikan pelayanan terapi medis di Denpasar yang dapat dan bersedia
intoksikasi yang terarah dan tepat diperlukan melakukan analisis alkohol dan narkoba dari
analisis toksikologi. Karena tujuan dari analisis ini materi biologis (darah, urin, cairan lambung).
berbeda dengan analisis toksikologi forensik,
melainkan untuk kepentingan klinis, maka 7.3. Makna analisis toksikologi dalam diagnose
biasanya bidang kerja toksikologi ini disebut instoksikasi
dengan toksikologi klinik. Hasil analisis toksikolog
Dari gambaran diatas menunjukkan betapa
klinik akan dijadikan dasar oleh dokter untuk
pentingnya analisis toksikologi klinik dalam
menegakkan terapi intoksisitas yang terarah,
menegakkan terapi instoksikasi. Hasil analisis
sehingga ancaman kegagalan
toksikologi dapat memastikan diagnose klinis,
pengobatan ”kematian” dapat dihindari.
dimana diagnose ini dapat dijadikan dasar dalam
7.2. Prevalensi dan penegakan diagnose pada melakukan terapi yang cepat dan tepat, serta lebih
kasus instoksikasi di IRD Rumah Sakit terarah, sehingga ancaman kegagalan
Sanglah pada tahun 2005 pengobatan (kematian) dapat dihindarkan.
Tingginya prevalensi kasus keracunan dapat Menurut Clarmann (1987), terdapat dua jalan
terlihat dari data penanganan kasus keracunan di paralel yang diperhatikan dalam menegakkan
Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit (IRD RS) diagnose dari suatu kasus keracunan, yaitu:
Sanglah-Denpasar. Setiap bulannya IRD RS i. melalui gejala-gejala klinis, dimana gejala ini
Sanglah menangani sekitar 30 sampai dengan 50 dapat dibedakan menjadi:
kasus keracunan. Penyebab keracunan a) simtome, biasanya simtome dapat diamati
diantaranya: makanan, insektisida rumah tangga, oleh manusia dengan menggunakan panca
parasetamol, spikotropika dan narkotika, alkohol indranya. Simtome ini pada umumnya
(etanol dan metanol), detergen, serta digitalis. dijadikan dasar dalam memberikan
Informasi ini pada umumnya diperoleh dari pertolongan pertaman pada keracunan.
rekaman riwayat pasien (informasi pre-kasus), b) gambaran klinis, untuk mendapatkan
yang diperoleh baik dari pasien maupun dari gambaran klinis diperlukan alat-alat tertentu,
pendampingnya. seperti Rongen, Laboratorium, dan
Penegakan terapi keracunan pada umumnya sebagainya,
hanya didasarkan pada diagnose dari gejala- c) yang ketiga adalah proses, yaitu informasi
gejala klinis yang ditimbulkan, dan serta ditunjang proses keracunan dan gejala klinis yang
oleh informasi pre-kasus penyebab instoksikasi. ditimbulkan. Peroses dapat diamati sediri
Pada umumnya penegakan terapi keracunan di oleh dokter atau diperoleh dari informasi
IRD RS Sanglah telah didasarkan pada perosedur pasien atau pendampingnya.
baku penaganan keracunan, yang ditetapkan oleh ii. melalui analisis racun (toksikologi analitik).
DepKes RI. Dimana melalui proses diagnose seperti diatas
Kesadaran akan pentingnya untuk melakukan akan diperoleh diagnose yang spesifik dan terarah,
analisis toksikologi telah dimiliki oleh para dokter sehingga hasil diagnose ini merupakan diagonose
di IRD RS Sanglah dalam usaha menegakkan akhir pada kasus keracunan. Dari pengalaman
terapi yang lebih spesifik dan terarah. Clarmann menemukan, bahwa sekitar 20% dari
kasus instoksikasi, diagnose akhir ditegakkan
Sebagai contoh: pada suatu hari diantarkan melalui hasil analisis toksikologi. Dengan lain kata,
pasien ke IRD RS Sanglah dalam keadaan
hampir satu dari setiap lima kasus keracunan
pingsan. Menurut informasi pre-kasus, pingsannya
adalah salah diagnose jika diagnose hanya
diakibatkan karena pasien telah minum ”wiski”
didasarkan pada gejala klinis saja.
(minuman beralkohol) dalam jumlah berlebih di
78
Analisis toksikologi klinik dapat berupa analisis - mendeteksi dan mengidentifikasi toksikan yang
kualitatif maupun kuantitatif. Dari hasil analisis terlibat,
kualitatif dapat dipastikan bahwa kasus keracunan - menentukan kadar toksikan dan metabolitnya,
adalah memang benar diakibatkan oleh - bersama-sama dengan dokter dan toksikolog
instoksikasi. Sedangkan dari hasil analisis klinik melakukan interpretasi temuan analisis
kuantitatif dapat diperoleh informasi tingkat dan data-data klinis, guna menyusun diagnose
toksisitas pasien. Dalam hal ini diperlukan akhir.
interpretasi konsentrasi toksikan, baik di darah
Tujuan utama dari analisis kualitatif (test
maupun di urin, yang lebih seksama. Untuk
penapisan dan identifikasi) adalah untuk
mengetahui tepatnya tingkat toksisitas pasien,
mengetahui atau memastikan toksikan sebagai
biasanya diperlukan analisis toksikan yang
penyebab instoksikasinya, dapat berupa toksikan
berulang baik dari darah maupun urin. Dari
tunggal atau kombinasi dari beberapa toksikan.
perubahan konsentrasi di darah akan diperoleh
Makna dari analisis kualitatif adalah untuk
gambaran apakah toksisitas pada fase eksposisi
memastikan diagnose awal terhadap dugaan
atau sudah dalam fase eleminiasi.
instoksikasi. Sedangkan dari hasil analisis
Secara umum dapat disimpulkan, bahwa manfaat kuantitatif dimungkinkan untuk menarik dugaan
analisis toksikologi klinik adalah: tingkat toksisitas dari pasien.
- indentifikasi awal yang cepat, sebagai
Gambaran diatas menyatakan tugas seorang
pendahuluan sebelum melakukan terapi yang
toksikolog dalam kaitannya dengan diagnose
spesifik dan terarah,
keracunan tidak hanya melakukan analisis, tetapi
- untuk mengontrol keberhasilan dan efek dari
juga dituntut dapat menerjemahkan data analisis
penegakan terapi instoksikasi,
ke dalam suatu kalimat yang menyatakan
- untuk memastikan atau menjamin diagnose
penyebab dan tingkat dari keracunan, serta
klinis.
dengan mempertimbangkan gejala-gejala klinis
Selain manfaat klinis (terapi instoksifikasi) analisis bersama dokter untuk menganjurkan suatu
toksikologi klinik dapat mempunyai makna yang penegakan terapi yang lebih spesifik dan terarah.
besar dalam penelitian dan pengembangan ilmu
Agar dapat melaksanakan tugas tersebut di atas
pengetahuan. Seperti yang telah diketahui adalah
seorang toksikolog klinik harus didukung oleh
tidak mungkin untuk melakukan uji toksisitas (uji
peralatan/instrumentasi laboratorium yang handal
farmakologis, toksokinetik dan uji lainnya)
serta dokumen data yang sahih. Dalam
langsung pada manusia. Sehingga beberapa
pengumpulan dokumen data dapat dikelompokkan
masalah, seperti data toksisitas, dapat
menjadi dua kelompok besar, yaitu:
dikumpulkan dari data-data hasil analisis
- data yang berorientasi pada toksikan, seperti
toksikologi klinik, seperti:
sifat fisiko kimia toksikan dan kelakuan dari
- studi metabolisme dan toksokinetik dari
toksikan baik dalam uji penapisan (identifikasi
senyawa toksikan tertentu,
dan analisis kualitatif) maupun pada uji
- studi penyimpangan farmakokinetik dari
determinasi (uji karakterisasi dan penetapan
toksikan pada kasus instoksikasi (waktu paruh,
kadar), termasuk pengumpulan metode dan
volume distribusi, clearance),
prosedur analisis toksikan,
- evaluasi data-data toksisitas yang diperoleh
- data klinik, seperti sifat toksokinetik, therapeutic
dari hewan uji terhadap kenyataannya pada
and toxic blood levels, gejala-gejala klinis yang
manusia.
ditimbulkan toksikan pada keracunan. Semua
data-data ini harus berada dekat dengan tempat
7.4. Tugas analisis toksikolog klinik dalam
kerja toksikolog.
penegakan diagnose keracunan
Analisis toksikologi klinik mencangkup anlisis 7.5. Sistematika analisis toksikologi klinik
kuali- dan kuantitatif toksikan serta menentukan
Pemeriksaan toksikologi yang sistematis adalah
efek toksik yang ditimbulkannya. Sehingga dalam
merupakan suatu keharusan dalam melakukan
hal ini tugas utama dari analisis toksikologi klinik
analisis toksikologi, jika terdapat dugaan
berhubungan dengan diagnose keracunan dapat
keracunan tetapi tidak terdapat informasi yang
dirinci sebagai berikut:
tepat tentang toksikan sebagai penyebabnya.
79
Gibitz (1995) mengelompokkan langkah analisis analisis, metode analisis, akurasi dan presisi dari
menjadi dua tahap, yaitu tahap analisis intrumentasi analisis.
pendahuluan dan analisis lanjutan.
Sedangkan kesalahan yang mungkin ditimbulkan
Tahap analisis pendahuluan adalah analisis yang dari tataran biologis adalah akibat besarnya variasi
cepat dan tepat, merupakan analisis kualitatif, materi biologis dari sampel toksikologi, waktu
yang merupakan orientasi mencari dugaan pengambilan sampel. Faktor toksokinetik dan
penyebab instoksikasi. Uji ini seharusnya waktu pengambilan akan banyak menentukan
dikerjakan di rumah sakit pada saat pada saat hasil analisis toksikologi, misal jika penerokan
awal pasien diterima. Analisis pendahuluan ini dilakukan tepat pada saat pasien terpapar,
dapat berupa tes / rekasi warna, terhadap toksikan kemungkinan besar akan dapat menemukan
yang terdapat dalam materi biologi (darah, urin, toksikan dalam jumlah besar, baik di dalam
cucian lambung), sisa tablet atau makanan. saluran pencernaan (jika terekspose melalui oral),
Belakangan ini telah berkembang dengan pesat maupun di darah. Namun jika penerokan
metode uji penapisan yang lebih sederhana dalam dilakukan pada fase terminal, dan jika toksikan
pengerjaannya dan memberikan hasil yang lebih mempunyai waktu paruh yang singkat, maka
spesifik dibandingkan rekasi warna, yaitu metode kemungkinan kecil menemukan toksikan di darah.
immunokimia ”immunoassay”. Pemeriksaan gas Untuk memahami kesalahan-kesalah yang
dari buangan pernapasan juga dikelompokkan berpengaruh dari tataran biologis, maka sangat
dalam tahap ini. Pemeriksaan ini ditujukan pada dituntut pemahaman terhadap sifat formakokinetik,
toksikan yang dapat dianalisis dalam bentuk metabolisme toksikan.
gasnya, seperti pada kasus keracunan alkohol,
Sudah dikenal ada jenis penyakit tertentu dapat
sianida. Analisis tahap pendahuluan dalam
mempengaruhi sifat farmakodinamik toksikan.
analisis toksikologi forensik dikelompokkan ke
Seperti, senyawa opiat sebagian besar dieliminasi
dalam uji penapisan. Sedangkan analisis tahap
melalui clearance hepatis, insufisien hati akan
lanjut disebut dengan uji determinasi. Analisis
menghambat jalu metabolisme opiat di dalam
tahap lanjut meliputi:
tubuh, sehingga morfin akan berada dalam waktu
- pemastian dugaan/hasil pada analisis kualitatif
yang lebih lama di dalam tubuh. Demikian juga
(indentifikasi dan kharakterisasi), disini
pada pasien gagal ginjal terjadi akumulasi dari
diperlukan metode instrumentasi yang lebih
morfin glukuronida, sehingga akan terjadi
canggih seperti Kromatografi Gas-
perpanjangan waktu paruh dari morfinglikuronida
Spektrofotometri Massa ”GC-MS” , Kromatografi
(Wirasuta 2004).
Cair-Spektrofotometri Massa ”LC-MS” ,
Kromatografi cair dengan Diode Array Detektor, 7.7. Kompetensi yang dibutuhkan dalam
- penetapan kadar toksikan serta metabolitnya. penyelenggaraan analisis toksikologi
klinik
7.6. Evaluasi dan pengkajian hasil analisis
Kemampuan dasar yang diperlukan agar dapat
toksikologi klinik
menyelenggarakan analisis toksikologi klinik
Agar hasil analisis toksikologi dapat dijadikan sampai interpretasi temuan analisis adalah:
acuan dalam membuat diagnose akhir dari - penguasaan kimia analisis, yaitu penguasaan
instoksikasi dan mempunyai makna dalam pengopreasian instrumentasi analisis, dari
penegakan terapi instoksikasi yang terarah, maka preparasi sampel, penyiapan prosedur analisis,
hasil analisis haruslah valid dan sahih. Untuk itu sampai validasi hasil analisis;
haruslah dikenali sumber-sumber yang mungkin - penguasaan farmakologi dan toksikologi klinik;
memberikan kesalahan analisis. Ada tiga tingkat - penguasaan farmakokinetik klinik dan
yang dapat sebagai sumber kesalahan dalam metabolisme obat,
analisis toksikologi, yaitu tataran teknis, tataran - serta kemampuan kimia klinik.
biologis dan tataran nosologi (pengelompokan
Semua kompetensi ini merupakan mata kuliah
penyakit).
wajib dalam kurikulum farmasi di Indonesia, oleh
Dalam tataran teknis kesalahan analisis dapat sebab itu secara teoritis seorang farmasis dengan
muncul akibat masalah teknis, seperti prosedur sendirinya telah siap untuk melakukan analisis
toksikologi klinik. Namun dalam hal ini dituntut
80
pengalaman dan tempat kerja. Jika seandainya
setiap rumah sakit rujukan mempersyaratkan
adanya laboratorium toksikologi klinik, maka hal ini
merupakan peluang kerja baru bagi farmasis
Indonesia di rumah sakit, disamping yang telah
eksis yaitu farmasi rumah sakit.
Daftar Bacaan
1. Clarmann, M.V. et al. (1987), “Klinisch-
toxikologische Analytik - gegenwaertiger
Stand der Forderung fuer die Zukunft“, VCH
Verlagsgesellschaft mbH, Weinheim.
2. Gibitz, H.J. dan Schültz; H. (1995), “Einfache
toxikologische Laboratoriumsuntersuchungen
bei akuten Vergiftungen“ VCH
Verlagsgesellschaft mbH, Weinheim.
3. Shama, A.N., et al. (2001), ”Toxidromes and
vital signs”, in Ling, L.J. et al. “Toxicology
Secrets” Hanley & Belfus, Inc. Philadelphia
4. Wirasuta I M.A.G. (2004) “Untersuchung zur
Metabolisierung und Ausscheidung von
Heroin im menschlichen Koerper. Ein Beitrag
zur Verbesserung der
Opiatbefundinterpretation“, Cuvillier Verlag,
Goettingen.
81
BAB VIII
PENGANTAR TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
Tujuan Instruksional Umum (TIU) (C2):
Setelah mengikuti materi ini peserta didik dapat memahami dan menjelaskan cakupan ilmu toksikologi
lingkungan dengan benar.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) (C2):
Setelah mendiskusikan materi ini peserta didik diharapkan:
y dapat menjelaskan bidang kerja toksikologi lingkungan
y dapat menjelaskan jenis-jenis cemaparn di lingkungan, serta
y dapat memahami perubahan, degradasi toksikan di lingkungan
8.1. Pendahuluan
diperlukan perlindungan terhadap lingkungan,
Sejak manusia pertama kali berkumpul di desa
yaitu penetapan batas minimal senyawa
dan memanfaatkan api merupakan awal terjadi
berbahaya yang diijinkan berada di lingkungan.
penurunan kualitas lingkungan oleh manusia,
Kesadaran ini melahirkan berbagai peraturan dan
masalah semakin serius akibat dari dampak
regulasi yang bertujuan terciptanya lingkungan
pertambahan pupulasi secara eksponential dan
hidup yang sehat dan aman.
meningkatnya industrialisasi masyarakat.
Penurunan kualitas lingkungan mungkin melalui Di Indonesia, penelitian penurunan kualitas
perubahan-perubahan kimiawi, fisika, dan biologis lingkungan yang berdampak pada kesehatan
dalam lingkungan melalui modifikasi atau masyarakat telah banyak dilakukan, seperti pada
perancuan terhadap sifat fisik dan prilaku biologis tahun 1996 masyarakat Semarang dibuat gundah,
udara, air, tanah, makanan, dan limbah, karena karena publikasi hasil penelitian dosen perguruan
dipengaruhi oleh pertanian, industri dan kegiatan tinggi di kota itu tentang kandungan logam berat
sosial manusia. Secara nyata bahwa kegiatan (Pb, Cd, Hg, dll) pada daging ayam broiler
manusia akan terus berlanjut memerlukan jumlah (WIDIANARKO, 1997). Cemaran logam berat
bahan bakar yang bertambah, bahan kimia dalam jaringan tubuhan dan hewan yang
industri, pupuk, pestisida, dan produk lainnya yang dibudidayakan diakibatkan karena
tidak terhitung; serta industri akan terus berlanjut terkontaminannya lingkungan oleh logam berat.
menghasilkan produk limbah. Limbah gas akan Konsekuensinya, ternak maupun tanaman yang
sangat cepat terdistribusi menuju udara (atmosfer) dipelihara di lingkungan itu akan mengalami
selanjutnya akan terlarutkan oleh bintik-bintik air penurunan mutu pula, termasuk meningkatnya
dan terbawa kembali ke bumi bersama hujan. residu senyawa-senyawa pencemar.
Sejarah mencatan pada awal revolusi pertanian Penelitian terhadap pengaruh pencemaran
telah menggunakan berbagai jenis bahan kimia lingkungan pada kualitas dan keamanan pangan
yang begitu saja dibuang ke lingkungan. Demikian bukanlah hal yang baru sama sekali di Indonesia,
juga limbah industri yang pada awalnya tanpa karena sudah dimulai dua dekade sebelumnya,
melalui pengolahan dibuang ke lingkungan seperti hasil penelitian Lembaga Ekologi
merupakan penyabab cepatnya menurunnya Unversitas Padjadjaran Bandung dan Universitas
kualitas lingkungan. RACHEL CARSON sekitar Wagningen-Belanda pada tahun 1972 dan juga
tahun 1962 menerbitkan buku yang berjudul dengan peneliti Jepang pada tahun 1988,
„Silent Spring“ dalam bukunya menggambarkan melaporkan bahwa produk budidaya, seperti ikan,
secara statistik terjadi peningkatan kematian telur, itik, udang, kerang-kerangan dan beras telah
burung-burung dan ikan akibat pemakaian tercemar oleh logam berat (Cd) yang relatif tinggi,
pestisida yang berlebih. Sehingga dikemudian hari selain itu ditemukan juga akumulasi pestisida
keadaan tersebut akan dapat meracuni manusia hidrokarbon terklorinasi (WIDIANARKO, 1997).
(HODGSON dan LEVI, 2000). Tulisan Carson
PAGORAY (2001) melaporkan tingginya
membangkitkan kesadaran manusia akan bahaya
kandungan b „Cd dan Hg“ dibantaran Kali Donan
„hazards“ bahan kimia di lingkungan. Untuk itu
82
kawasan industri Cilacap. Tingginya kandungan dampak atau resiko keberadaan zat kimia tersebut
logam berat tersebut diakibatkan pembuangan terhadap makhluk organisem hidup. Toksikologi
limbah logam berat sisa proses produksi belum lingkungan umumnya dapat dikelompokkan ke
memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan dalam dua kelompok kajian, yaitu toksikologi
pemerintah dan masih digunakannya logam-logam kesehatan lingkungan dan ekotoksikologi.
berat dalam proses produksi. Toksikologi kesehatan lingkungan adalah
melakukan telaah tentang efek samping zat kimia
Pencegahan keracunan umumnya memerlukan
di lingkungan terhadap kesehatan manusia.
perhitungan terhadap toxicity, hazard, risk, dan
Sedangkan ekotoksikologi memfokuskan diri pada
safety. Hazard suatu zat kimia dapat diartikan
telaah tentang efek pencemaran lingkungan pada
dengan kemungkinan zat kimia tersebut untuk
ekosistem dan konstituennya (seperti ikan, dan
menimbulkan cidera. Dalam bahasa Indonesia
satua liar).
hazard dapat diterjemahkan dengan „bahaya“.
Toxicity „toksisitas“ memiliki pengertian yang Masalah-masalah yang menantang toksikolog
berbeda dengan hazard, dimana seperti yang lingkungan adalah tugas yang rumit dalam
telah dibahas pada bab pengantar toksikologi, pencirian akibat dari pengaruh terhadap individu
dimana toksisitas merupakan deskrepsi dan ”organisme” dalam lingkungan dan sebaliknya
kuantifikasi sifat-sifat toksis suatu xenobiotika. pengaruh perubahan ekologis yang dialami oleh
Umumnya toksisitas merupakan pernyataan relativ individu. Pendekatan terhadap tugas ini
dengan suatu tokson. Resiko adalah besarnya didasarkan pada hubungan timbal-balik struktural
kemungkinan suatu tokson yang dimaksud untuk dan fungsional yang ada diantara masing-masing
menimbulkan keracunan. Resiko berkaitan tingkatan organisasi biologis. Hubungan ini
langsung dengan jumlah tokson yang masuk ke termasuk juga penentuan hubungan antara
sistem sistemik organisme. Perhitungan safety pengaruh yang ditunjukkan oleh organisme pada
„keamanan“ suatu xenobiotika merupakan suatu tingkatan makromolekul atau selular sebagai
hal yang sulit dipahami, walaupun pengertiannya tanggapan pokok dari organimse di lingkungan
sangat sederhana. Hal ini disebabkan dalam tersebut. Dalam penelitian pengaruh toksikan
perhitungan penerapan „faktor keamanan“ pada ekologis diperlukan pengetahuan dasar
memerlukan estimasi dari percobaan uji mengenai mekanisme fase kerja toksikan pada
toksikologi pada hewan percobaan. Pada organimse, termasuk fase eksposisi, toksokinetik
praktisnya batas nilai keamanan suatu xenobiotika dan toksodinamik dari toksikan pada organimse
umumnya dinyatakan seperti dalam „acceptable target. Disamping itu diperlukan juga kemampuan
daily intake, maximal allowable concentration, mengevaluasi hubungan faktor lingkungan yang
tolerance level dan sebagainya. dapat mengubah tanggapan yang diamati dalam
makhluk hidup.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa
toksikologi secara umum menelaah tentang
8.2. Pencemaran Lingkungan
mekanisme mengenai efek-efek yang tidak
diinginkat „adverse effects“ dari zat-zat kimia Sebelum lebih dalam membahas pengertian
terhadap organisme hidup. Gabungan berbagai toksikologi lingkungan, sebaiknya terlebih dahulu
efek potensial yang merugikan serta terdapatnya kita menyamakan pandangan/pengertian apa yang
berbagai ragam bahan kimia di lingkungan kita dimaksud dengan pencemaran. Dalam bahasa
membuat toksikologi sebagai ilmu yang sangat sehari-hari pencemaran lingkungan dipahami
luas. Toksikologi lingkungan didefinisikan sebagai sebagai suatu kejadian lingkungan yang tidak
„study of the fate and effects of chemicals in the diinginkan, yang dapat menimbulkan gangguan
environment” (HODGSON dan LEVI, 2000). atau kerusakan lingkungan yang mungkin dapat
Secara sederhana dapat dimengerti dengan telaah gangguan kesehatan lingkungan bahkan kematian
dinamika bahan toksik di lingkungan, yaitu organisme dalam ekosistem.
mempelajari proses degradasi zat kimia Pencemaran terjadi pada saat senyawa-senyawa
„perubahan kimia yang dialami oleh toksikan“ di yang dihasilkan dari kegiatan manusia dilepas
lingkungan serta transport zat kimia tersebut dari kelingkungan, menyebabkan perubahan yang
satu tempat ke tempat lain di alam ini, disamping buruk terhadap kekhasan fisik, kimia, biologis, dan
itu toksikologi lingkungan adalah pengetahuan estetis. Selain manusia, tentu saja makhluk hidup
yang mempelajari efek toksik yang timbulkan,
83
lainnya juga melepaskan limbah ke lingkungan, polusi udara gas buang mesin-mesin industri dan
umumnya dianggap sebagai bagian dari sistem kendaraan bermotor. Pada temperatur normal gas
alamiah, apakah limbah tersebut memberi nitrogen (N2) dan oksigen (O2) yang mengisi
pengaruh buruk atau tidak. Sehingga pencemaran sebagian besar udara atmosfer tidak bereaksi satu
biasanya dianggap terjadi sebagai hasil dari sama lain. Pada temperatur tinggi di dalam mesin
tindakan manusia. Dengan demikian proses- kendaraan bermotor, mereka saling bereaksi
proses alamiah dapat terjadi dalam lingkungan membentuk nitrogen oksida (NO), yang kemudian
alamiah yang sangat mirip dengan proses-proses terlepas sebagai gas buang dan masuk ke dalam
pencemaran. atmorfer. Segera setelah berada diatmorfer,
nitrogen oksida bereaksi dengan oksigen untuk
Menurut Undang-Undang no 23 tahun 1997
membentuk nitrogen dioksida (NO2), suatu gas
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
berwarna coklat kekuningan dengan bau tidak
dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup
enak dan menyesakkan. Gas nitrogen dioksida ini
adalah: masuknya atau dimasukkannya makhluk
yang menyebabkan terjadinya kabut kecoklatan
hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke
yang menyelimuti udara perkotaan. Biasaya gas
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
NO2 tetap berada di udara atmorfer sekitar selama
sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat
tiga hari. Sejumlah kecil dari NO2 dapat bereaksi
tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup
dengan uap air membentuk asam nitrat, yang
tidak dapat berfungsi sesuai dengan
kemudian dapat mengalami presipitasi dan
peruntukannya.
tersapu dari udara atmorfir melalui hujan. Seperti
Keberadaan pencemaran di lingkungan halnya gas NO2, sulfur dioksida juga dapat beraksi
memerlukan suatu sistem penilaian yang dengan uap air membentuk asam sulfat, dimana
disesuaikan dengan peruntukan lingkungannya, kedua asam ini yang bertanggung jawab terhadap
perlu diingat disini kadang diperlukan suatu hujan asam diperkotaan. Asam nitrat di atmorfir
penilaian subjektif, terhadap pengaruh buruk atau dapat juga bereaksi dengan amonia di udara
baik dari pencemaran tersebut. Sebagai contoh membentuk partikel dari amonium nitrat, yang
pada saat pelepasan unsur hara makanan secara berkala juga jatuh ke permukaan bumi atau
tumbuhan dilepas ke jalur perairan, menyebabkan tersapu dari atmorfir oleh hujan.
pertambahan jumlah tumbuhan yang ada dan
Sebagian besar masalah pencemaran udara
seringkali diikuti dengan peningkatan jumlah ikan.
berhubungan dengan oksidasi nitrogen dan
Jadi, nelayan akan menganggap tindakan ini
nitrigen dioksida timbul akibat radiasi ultraviolet
menguntungkan dan dengan demikian bukanlah
dari sinar matahari, yang dapat menyebabkan
pencemaran. Sebaliknya, pengelola pasokan air
mereka bereaksi dengan gas hidrokarbon ”HC” di
minum pengingkatan jumlah tanaman air dan ikan,
udara, akan berinteraksi satu sama lainnya
memerlukan peningkatan biaya dan prosedur
menghasilkan senyawa peroksialkil nitrat yang
pengolahan air minum, sehingga pihak pengelola
mempunyai toksisitas jauh lebih tinggi dari zat
air minum menganggap bahwa pencemaran telah
prekorsornya. Reaksi pembentukan polutan baru
terjadi. Dalam hal ini diperlukan pengembangan
ini disebut dengan fotokimia oksidasi. Senyawa
pengembangan sistem penilaian pencemaran,
oksidan ini bersama senyawa-senyawa lainnya
yang disesuaikan dengan peruntukan dari
membentuk kabut fotokimia “photochemical
lingkungannya.
smog”, dimana campuran gas tersebut termasuk
8.3. Sifat Alaminya Lingkungan ozon, sejumlah senyawa peroksialkil nitrat “PAN”.
Keberadaan sejumlah kecil PAN di udara
Secara alami terdapat berbagai macam senyawa menyebabkan mata pedih dan dapat merusak
kimia di alam yang berpotensial mempunyai efek tanaman.
toksik. Keberadaan dari masing-masing senyawa
kimia tersebut umumnya tidak menimbulkan resiko NO2 NO + 1/2 O2
berbahaya bagi organisme hidup, namun interaksi O3
1/2 O2 + O2
dari zat kimia tersebut terkadang menimbulkan NO + HC + O3 Peroksialkil-nitrat + O2
resiko, seperti kabut fotokimia.
Gambar 8.1. Mekaninsme reaksi pembentukan
Kabut fotokimia umumnya terbentuk di daerah peroksialkil-nitrat melalui aktivasi sivar UV
kota dengan iklim panas dan kering penuh dengan
84
Interaksi antara toksikan yang terdapat di alam Sesuai dengan sifat alami lingkungan, dengan
mungkin terjadi, seperti efek agonis (aditiv) akan meningkatnya temperatur akan mengakibatkan
muncul apabila toksikan tersebut memiliki efek penurunan kadar oksigen di dalam air alam “air
yang sinergis. Pestisida hidrokarbon terklorinasi, danau”, dengan demikian dapat menyebabkan
seperti: DDT, PCBs ”polychlorinated biphenyls”, kematian ikan dan membuat ikan-ikan yang
dan dieldrin adalah penstisida dengan sifat kimia tadinya sangat tahan terhadap lingkungan menjadi
dan efek biologi yang hampir sama. Keberadaan bertambah rentan akibat perubahan lingkungan
masing-masing pestisida tersebut dalam jumlah tersebut. Peningkatan temperatur dapat juga
dibawah efek toksik tidak berbahaya bagi mempercepat reaksi-reaksi kimia di lingkungan,
organisme, bahaya yang lebih tinggi akan hal ini mungkin menguntungkan bagi organisme
diberikan jika ketiga pestisida tersebut berada atau sebaliknya akan merugikan.
bersamaan di alam dan terabsorpsi oleh
Hujan, hujan es, dan salju membersihkan zat
organimse secara bersamaan. Disamping interaksi
kimia di atmorfer. Hal ini dikenal dengan deposisi
yang menimbulkan efek sinergis, terdapat juga
basah. Meningkatnya air tanah akan
interaksi toksikan di alam yang memberikan efek
meningkatkan aktivitas biologi di tanah sampai
antagonis, seperti: keberadaan selenium akan
suatu titik, yaitu banjir. Banjir mengakibatkan
menurunkan efek toksik dari merkuri. Efek
tanah menjadi anaerob. Jika tanah menjadi
antagonis yang lainnya yang telah diidentifikasi
anaerob proses okasidativ akan cepat terhenti. Hal
adalah: methionin dan fenilklorid, arsenik dan
ini berarti, penghentian proses degrasi oksidativ
selenium, serta seng dan kadmuim.
oleh mikroorganisme. Banjir juga meningkatkan
Kondisi iklim lingkungan memberi efek yang besar kelarutan zat toksik di dalam tanah, dimana zat
terhadap resiko dari toksisitas toksikan di toksik akan terlarut ke dalam air hujan, yang pada
lingkungan. Seperti telah disebutkan sebelumnya akhirnya dapat mencemari sumber air minum.
pada kabut fotokimia, dimana iklim dan radiasi
Pergerakan udara yang cepat dapat menurunkan
sinar UV dari cahaya matahari merupakan faktor
konsentrasi gas polutan di tempat produsennya
penentu. Namun dilain sisi radiasi sinar UV
dengan cepat, tiupan angin kencang akan
diperlukan untuk mempercepat reaksi degradasi
membawa gas polutan ke tempat yang sangat
senyawa organik di alam dan juga sinar UV
jauh. Gas buang “SO dan NO” hasil pembakaran
diperlukan untuk membunuh mikrobakteri fatogen
batu bara di daratan Ingris terbawa oleh angin
dan virus di alam bebas. Tentunya sinar UV telah
menuju ke utara ke daratan Scandinavia, hal ini
terbukti dapat mengakibatkan radikal bebas di
terbukti dengan hujan asam di daratan
dalam tubuh yang mengakibatkan penyimpangan
Scandinavia. Hujan asam meningkatkan
pada proses replikasi DNA, dan menyebabkan
keasaman danau yang akhirnya akan meracuni
kanker kulit. Meningkatnya intensitas sinar UV di
ikan-ikan. Hal ini juga terjadi di negara kita, setiap
permukaan bumi disebabkan berkurangnya
tahun kita mengirim asap pembakaran hutan di
lapisan ozon di stratosfer, yang diakibatkan oleh
daratan pulau Sumatra dan Kalimantan ke negara
polutan udara di stratosfer.
tetangga kita, yaitu Singapura dan Malaysia.
Disamping efek tersebut di atas peningkatan sinar Kabut asap pembakaran ini dapat mengganggu
UV menyebabkan peningkatan temperatur bumi. fungsi saluran pernafasan bagian atas.
Peningkatan temperatur dapat meningkatkan
Pergerakan udara juga mungkit meningkatkan
jumlah penguapan senyawa kimia ke atmosfer,
penguapan air, sehingga bersamaan dengan
akibatnya semakin meningkat jumlah zat kimia
peningkatan temperatur senyawa-senyawa yang
yang menguap di atmosfer sehingga secara tidak
tidak menguap akan ikut penguap bersama uap
langsung akan meningkatkan jumlah toksikan
air. Contoh yang paling terkenal pada kasus ini
yang terhirup. Peningkatan bahaya pernafasan ini
adalah penggaraman tanah pertanian, air irigasi
akan tidak terjadi jika tidak terjadi pemanasan
membawa garam-garam menuju tanah pertanian,
permukaan bumi. Peningkatan termperatur juga
jika air ini menguap akibat peningkatan temperatur
akan berpangaruh pada peningkatan pelepasan
maka garam-garam tersebut akan tertinggal di
air melalui keringat oleh organiseme, sebaliknya
tanah sampai batas tertentu dimana akan
ekskresi xenobiotika melalui akan menurun, hal ini
meracuni tanah mengakibatkan tidak tumbuhnya
akan menyebabkan terjadinya penumpukan
tanaman.
“deposisi” xenobiotika / toksikan dalam organisme.
85
Dari penjelasan di atas memberikan gambaran biokonsentrasi, mereka terakumulasi pada
bahwa sifat alami lingkungan juga berpengaruh jaringan tumbuhan dan hewan, dan perpotensi
pada toksisitas “tingkat bahaya” dari suatu berbahaya pada rantai makanan.
toksikan, demikian juga pergerapan (dinamika)
Seperti disebutkan di atas, penguraian zat kimia di
toksikan di alam.
lingkungan berlangsung malalui proses biotik dan
abiotik.
8.4. Persistensi Zat Kimia di Lingkungan
a) Degradasi abiotik, proses degradasi kimia
Terdapat berbagai proses abiotik dan biotik di
secara abiotik umumnya terjadi dengan
alam ini yang berfungsi menguraikan zat kimia di
melibatkan faktor pengaruh cahaya ”fotolisis”
lingkungan. Banyak zat kimia yang pada awalnya
dan air ”hidrolisis”.
berbahaya bagi lingkungan, namun melalui proses
biotik dan abiotik ini terjadi penurunan resiko Proses fotolisis pada dasarnya cahaya ”sinar
”toksisitas”-nya di lingkungan, karena melalui ultraviolet” sangat berpotensial melakukan
proses ini waktu paruh toksikan di lungkungan pemutusan ikatan kimia, sehiga secara
yang relatif singkat. signifikan dapat membantu dalam proses
degrasi senyawa kimia di lingkungan. Fotolisis
umumnya terjadi di atmorfer atau permukaan
air, dimana kedua tempat tersebut
Tabel 8.1. Waktu paruh di lingkungan beberapa mendapatkan intensitas penyinaran yang
zat kimia kontaminan lingkungan terbesar. Reaksi fotolisis tergantung pada dua
faktor, yaitu intensitas dari sinar dan kapasitas
Kontaminan Waktu paruh Media dari melekol polutan untuk mengabsorsi sinar.
DDT 10 tahun Tanah Senyawa hidrokarbon aromatik tak jenuh,
TCDD 9 tahun Tanah seperti hidrokarbon aromatik polisiklik,
Atrazin 25 bulan Air (pH=7) cendrung mudah terurai melalui reaksi fotolisis
Benzoperilen (PAH) 14 bulan Tanah karena mempunyai kapasitas yang tinggi
untuk menyerap sinar ultraviolet. Absorpsi
Fenantren (PAH) 138 hari Tanah
energi cahaya dapat memfasilitasi oksigenasi
Karbofuran 45 hari Air (pH=7) dari kontaminan lingkungan melalui proses
Secara umum persistensi dapat diartikan sebagai hidrolitik dan oksidatif. Reaksi fotooksidasi
waktu tinggal suatu zat kimia dalam lingkungan dari pestisida organifosfor ”paration”
(tanah, air dan udara), atau sebagai waktu paruh digambarkan pada gambar 8.2.
dari degradasi zat kimia di lingkungan. Dalam Proses hidrolisis, air dengan kombinasi
tabel 8.1 terlihat berbagai waktu paruh beberapa dengan energi cahaya dan panas umumnya
zat kimia kontaminan lingkungan. dapat memutuskan ikatan kimia. Reaksi
Kelompok pestisida yang paling persisten adalah hidrolisis umumnya merupakan hasil
insektisida hidrokarbon terklorinasi, seperti DDT, pemasukan satu atom oksigen ke dalam inti
PCBs ”polychlorinated biphenyls” dan TCDD. DDT molekul kimia. Ikatan ester, seperti yang
dan insektisida hidrokarbon terklorinasi, seperti ditemukan pada pestisida organofosfat
lindane, aldrin/dieldrin, dan heptaklor, telah (contoh paration, gambar 8.2) adalah molekul
digunakan sejak lama dan terbukti tidak baik untuk yang mempunyai kapasitas tinggi terhidrolisis.
lingkungan sebab terus mereka menetap pada Laju reaksi hidrolisis dari zat kimia umumnya
lingkungan, berkecendrungan berakumulasi pada dipengaruhi oleh temperatur dan pH dari
jaringan-jaringan organisme hidup, dan efek yang media air. Laju hidrolsisi akan meningkat
merugikan pada organisme bukan sasaran. dengan meningkatnya temperatur dan
Campuran insektisida ini secara kimia sangat ekstrimnya pH media air.
stabil, yaitu mereka tidak cepat terurai di b) Degradasi biotik adalah penguraian zat kimia
lingkungan, jaringan hewan, dan tumbuhan. di lingkungan secara biokimia, umumnya
Kenyataannya mereka tetap bertahan dan tidak proses ini berlangsung sangat lambat dan
berubah di dalam tanah dan air untuk jangka degradasi ini dapat berlangsung lebih cepat
waktu berpuluh-puluh tahun, serta selalu siap apabila dibantu oleh proses enzimatis dari
untuk dimakan oleh organisme. Melalui proses
86
mikroorganisme (bakteri, jamur, protozoa, dan penghancuran “degradasi” atau eliminasi oleh
ganggang). Jadi degradasi biotik melibatkan organisme tersebut, penangkapan “uptake”
proses enzimatis dari berbagai organisme dan substansi pencemar secara terus menerus akan
proses ini umumnya berlangsung lebih cepat mengakibatkan peningkatan konsentrasi substansi
dari proses abiotik. Proses penguraian pencemar dalam tubuh organisme tersebut.
xenobiotika secara biokimia di dalam tubuh
Sebagai ilustrasi, misal toksikan yang pada
organisme dikenal dengan reaksi
awalnya keberadaannya di suatu reservor air
biotransformasi (telah dibahas pada bab ii).
(misal danau), dibawah ambang batas
Proses biodegrasi dan biotransformasi oleh
membahayakan. Toksikan itu akan mencemari
mikroorganisme merupakan proses
tanaman-tanaman air maupun binatang-binatang
pembuangan dan perubahan yang penting
kecil yang kemudian melalui rantai makanan akan
dalam air, sedimen, dan tanah. Reaksi
sampai pada ikan, dan selanjutnya pada pemakan
mencangkup oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan
ikan termasuk manusia. Seperti halnya dengan
terkadang penataan ulang struktur molekul
suatu zat kimia yang bergerak dari satu organisme
xenobiotika. Reaksi ini dipengaruhi oleh
ke organisme lainnya akan terjadi peningkatan
bangun molekul dan konsentrasi cemaran,
konsentrasi zat tersebut melalui proses yang
sifat mikroorganisme, keadaan lingkungan
disebut bioakumulasi atau biokonsentrasi. Jadi
dan suhu. Proses degradasi biotik dapat
bioakumulasi dapat didefinisikan sebagai proses
menguraikan melekul menjadi carbon
penumpukan “akumulasi” zat kimia pada
dioksida, air dan kompodenen anorganik
organisme baik melalui penyerapan langsung dari
dasar. Proses biotik umumnya melibatkan
lingkungan abiotik (seperti, air, udara, tanah)
proses reaksi biokimia dalam tubuh
maupun melalui rantai makanan.
organisme.
Selain bioakumulasi, pelipatgadaan timbunan zat
8.5. Proses Bioakumulasi kimia dalam organisme mengikuti tingkatan dalam
rantai makanan juga merupakan aspek perhatian
Persistensi suatu zat kimia di lingkungan bukan
bagi toksikolog lingkungan. Proses pelipatgadaan
hanya salah satu faktor penyumbang masalah
substansi pencemar dari satu tingkat trofik
pada toksikologi lingkungan. Seperti telah
ketingkat lainnya dan mungkin menunjukkan
dijelaskan pada bab sebelumnya zat kimia tidak
peningkatan kepekatan dalam makhluk hidup
akan memberikan efek yang merugikan bagi
sesuai dengan keadaan trofik mereka, dikenal
organisme jika dia tidak terabsorpsi dan kontak
dengan istilah biomagnifikasi. Umumnya
dengan reseptor kerjanya. Sifat-sifat fisiko-kimia
hubungan antara konsentrasi pencemar di
yang berpengaruh pada proses absorpsi, distribusi
lingkungan dan di dalam jaringan mahluk hidup
dan eliminasi xenobiotika di dalam tubuh
dinyatakan dalam parameter faktor biokonsentrasi
organisme telah juga diuraikan panjang lebar.
(BCF = bioconcentration factor). Faktor
Salah satu konsekuensi dari pelepasan dan
biokonsentrasi merupakan ratio antara konsentrasi
penyebaran substansi pencemar di lingkungan
suatu zat kimia di lingkungan dengan konsentrasi
adalah penangkapan (uptake) dan penimbunan
dalam jaringan makhluk hidup.
(accumulation) oleh makhluk hidup mengikuti alur
rantai makanan (food chain). Penangkapan Jika nilai BCF cenderung berlipat ganda - seiring
(penyerapan) substansi pencemar sebagian besar dengan peningkatkan setiap aras rantai makanan
melalui proses difusi pasif, dimana lipofilitas zat (trophic level) sehingga dalam ekosistem
kimia memegang peranan penting pada proses ini. berlangsung fenomena biomagnifikasi
Pengambilan dan “retensi” pencemar oleh (biomagnification) dari senyawa pencemar
makhluk hidup mengakibatkan peningkatan tersebut. Salah satu contoh klasik untuk fenomena
konsentrasi “penumpukan” yang pada dapat ini adalah biomagnifikasi pestisida hidrokarbon
memiliki pengaruh yang merugikan. Retensi suatu terklorinasi PCB (polychlorobiphenyl) di danau
pencemar bergantung pada waktu paruh biologis Ontario, Kanada. Dari data peneltian ditemukan
substansi pencemar. Jika suatu substansi bahwa, konsentrasi PCB dalam jaringan burung
pencemar memiliki waktu paruh yang relatif lama, herring gull , sebagai puncak rantai makanan di
maka mereka akan tertahan atau menunjukkan sana, besarnya dua puluh lima juta (25.000.000)
daya tahan yang relatif tinggi terhadap
87
kali lipat konsentrasi PCB dalam air danau Polutan udara dapat dikelompokkan ke dalam
Ontario. kelompok, yaitu: polutan udara primer dan polutan
udara sekunder. Yang dimaksud dengan polutan
Dalam lingkungan alamiah, derajat biomagnifikasi
udara primer adalah suatu bahan kimia yang
biasanya merupakan suatu fungsi yang rumit dari:
ditambahkan langsung ke udara yang
(1) jumlah mata rantai dalam ratai makanan, (2)
menyebabkan konsentrasinya meningkat dan
jenis-jenis mahkluk hidup dalam ratai makanan,
membahayakan. Pencemaran udara primer dapat
(3) keadaan alamiah dari senyawa yang
berupa komponen udara alamiah, seperti
diakumulasikan, (4) dosis dari senyawa kimia dari
karbondioksida, yang meningkat jumlahnya
setiap tingkat rantai makanan, dan (5) lamanya
sampai di atas konsentrasi normalnya, atau
berhubungan dengan pencemar. Fungsi ini
sesuatu yang tidak biasanya terapat di udara
semakin rumit karena pada kenyataannya
seperti senyawa timbal “Pb”. Polutan udara
keseluruhan biomagnifikasi dalam sistem alamiah
sekunder adalah senyawa kimia berbahaya yang
adalah tidak menentu. Kita harus lebih berhati-hati
terbentuk di atmosfer melalui reaksi kimia
karena pada kenyataannya hampir semua rantai
diantaranya berbagai komponen di udara. Contoh
makanan dalam ekosistem, manusia adalah
pencemaran sekunder adalah kabut fotokimia.
pemegang posisi puncak, sehingga akan
berimplikasi pada manusia, yaitu puncak KUSNOPUTRANTO (1996) mengelompokkan
penumpukan substansi cemaran berada pada polutan di udara menjadi 10 kelompok besar,
manusia atau dengan lain kata resiko bahaya yaitu: a) karbonoksida (CO, CO2), b) sulfur oksida
yang menanggung risiko biomagnifikasi paling (SO2, SO3), c) nitrogen oksida (N2O, NO, dan
tinggi adalah manusia. NO2), d) hidrokarbon (methan “CH4”, butan
“C4H10”, benzen “C6H6”), e) oksidan fotokimia
Disamping itu fenomena bioakumulasi zat kimia
(ozon, PAN, dan berbagai senyawa aldehid), f)
pencemar, baik dalam jaringan hewan maupun
partikulat (titik air yang tersuspensi di udara, asap,
tumbuhan, tentu saja akan berpengaruh pada
debu, asbestos, partikel logam “Pb, Be, Cd”,
keamanan pangan. Sehingga mungkin secara
minyak tersuspensi di udara, dan garam sulfat), g)
sederhana dapat disarikan bahwa masalah
senyawa organik lainnya (asbestos, hidrogen
keamanan pangan mempunyai korelasi positif
fluorida “HF”, hidrogen sulfida “H2S”, amonia
dengan merosotnya mutu lingkungan suatu
“NH3”, asam sulfat “H2SO4”, dan asam nitrat
ekosistem.
“HNO3”), h) senyawa organik karbon rantai
8.6. Pencemar Udara panjang (pestisida, herbisida, berbagai alkohol,
dan hidrokarbon lain yang mudah menguap), i)
Lingkungan atmosfer terdiri dari campuran gas substansi radio aktif (tritium, radon: emisi dari
yang meliputi kira-kira 10-16 km dari permukaan bahan bakar fosil dan pembangkit tenaga nuklir), j)
bumi. Komposisi udara di atmosfer bumi ini tidak kebisingan.
selalu tetap, bermiliar-miliar tahun yang lalu, udara
atmosfer sebagian besar terdiri dari gas hidrogen, Sulfur dioksida dan hujan asam
metan, dan amonia. Secara berangsur-angsur Secara alamia gas-gas karbon, sulfur dan nitrogen
proses fotosintesis dan respirasi aerobik dari dilepaskan ke udara dari hasil penguraian
organisme hidup merubah komposisi udara, tanaman, hewan, kegiatan gunung berapi, dan
sehingga saat ini udara atmosfer sesuai dengan erosi oleh angin. Gas-gas ini diperlukan dalam
volumenya terdiri dari 78% nitrogen (N2) dan 21 % proses fotosintesis untuk produksi protein, asam
oksigen, dengan sejumlah kecil gas lain, seperti: nukleat, dan zat-zat lainnya dalam tanaman dan
karbondioksida (sekitar 0,03%), argon (kurang dari hewan. Pembakaran bahan bakar fosil merupakan
1%), dan gas-gas lainnya serta uap air yang sumber pelepasan baru gas-gas tersebut ke
jumlahnya beragam. udara, sehingga terjadi penambahan sulfur dan
Pencemaran udara umumnya dapat diartikan nitrogen afmosfer yang cukup berarti. Presipitasi
sebagai udara yang mengandung satu atau lebih gas-gas sulfur dan nitrogen memberikan pengaruh
bahan kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi toksisitas yang buruk terhadap ekosistem alamiah,
untuk dapat menyebabkan gangguan atau bahaya khususnya di daerah Eropa Barat dan Timur.
terhadap manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, Sulfurdioksida “SO2” yang dihasilkan akibat
dan harta benda. pembakaran bahan bakar fosil di udara akan
88
bereaksi dengan uap air dan oksigen luar, karena sebagian besar waktu dalam kegiatan
menghasilkan asam sulfat. sehari-hari dihabiskan di dalam ruangan.
2 SO2 + H2O + O2 → H2SO4 Polusi udara dapat memberi gangguan pada
kesehatan dari iritasi mata dan sakit kepala
Reaksi pembentukan asam sulfat dipengaruhi oleh
sampai asthma, bronkitis, emphysema, dan
tingkat kelembaban udara dan dikatalisis oleh
kanker paru-paru. Efek polusi udara dapat dibagi
garam magan dan besi.
menjadi empat kelompok: yaitu a) efek jangka
Di atmosfer karbondioksida (0,03%) dalam pendek atau akut terhadap saluran pernafasan, b)
keseimbangan dengan air sebagai presipitasi, efek jangka panjang atau kronik terhadap saluran
menghasilkan pH sekitar 5,7. Seperti sulfuroksida, pernafasan, c) kanker paru-paru, dan d) efek
nitrogenoksida dapat beraksi dengan uap air dan terhadap bukan saluran pernafasan. Yang
oksigen membentuk asam nitrat dan nitrit. Hujan termasuk efek saluran pernafasan akut adalah:
asam berpengahur pada penurunan pH daerah serangan asthmatis, saluran nafas yang
perairan, pH perairan yang rendah mengakibatkan hiperreaktif, infeksi saluran pernafasan, dan
pelepasan logam-logam toksik, yang kemudian perubahan fungsi paru yang reversible.
diserap oleh sedimen atau biota perairan. Sedangkan efek kronik terjadi akibat pemaparan
Pelepasan logam-logam toksik ini dapat juga jangka panjang terhadap polusi udara, yaitu
berpengaruh pada ekosistem alamiah perairan. seperti kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif
Penurunan pH perairan berakibat juga pada kronis, perubahan dalam perkembangan dan
penurunan jalu dekomposisi zat-zat organik “zat proses penuaan paru-paru. Zat pencemar di udara
makanan” dalam sistem perairan. Pada pH<6 yang bersifat karsinogen, dapat menyebabkan
berakibat pada gangguan pada biota seperti pada kanker paru-paru seperti: hasil samping
fitoplankton, zooplankton, hewan-hewan dasar pembakaran “benzo-a-pirenes” dan dioxin, serat-
perairan, dan hewan-hewan tak bertulang serat (asbestos), logam (arsenitk dan cadmium).
belakang, sedangkan penurunan pH perairan
Timbal (Pb) di udara yang terserap dapat
sampai kurang dari 5,5 berakibat pada penurunan
menimbulkan gangguan syaraf pada anak-anak,
populasi ikan-ikan terntentu, karena larva-larvanya
termasuk kurannya kemapuan belajar (penurunan
yang peka pada pH asam.
IQ) dan hiperaktifitas, kerusakan ginjal. Benzen
Hujan asam “khususnya” asam sulfit dalam yang biasa merupakan cemaran udara pada
tanaman dapat menghilangkan ion magnesium industri karet dan bahan kimia, industri
dari cincin tertrapirol pada melekul klorofil penyulingan minyak bumi, diketahui dapat
sehingga mengubah klorofil menjadi phaeofitin, menyebabkan leukemia pada pekerja-pekerjanya.
suatu pigmen yang tidak aktif terhadap Karbondioksida mungkin berperan dalam
fotosintesis. Asam sulfit dapat juga merusak perkembangan penyakit jantung isemik “ischemic
molekul protein, yaitu mengoksidasi ikatan heart disease”, dimana otot-otot jantung tidak
sulfidanya. Akibat dari hujan asam ini dapat mendapat cukup oksigen dalam waktu yang lama
menyebabkan kerusakan pada tanaman, bahkan dan jaringan-jaringannya perlahan-lahan mati.
kematian.
8.7. Pestisida
Polusi udara dan kesehatan
Pestisida sangat banyak digunakan secara global
Meningkatnya urbanisasi, pertumbuhan penduduk,
dalam produksi makanan, serat dan kayu, dalam
industrialisasi, dan penggunaan kendaraan
pengelolaan tanah masyarakat, dan dalam
bermotor sebagai faktor penyebab peningkatan
pengendalian serangga-serangga pembawa
pencemaran udara, namun disamping itu dapat
penyakit dan hama-hama rumah tangga dan
dijamin bahwa setiap individu mendapatkan udara
kebun. Masyarakat belekangan ini semakin
“14 kilogram” udara bersih yang diperlukan setiap
tergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia
hari untuk bernafas. Sudah diakui secara luas
dalam pengendalian serangga yang tidak
bahwa polusi udara dapat menimbulkan masalah
dikehendaki, gulma, jamur dan binatang
kesehatan. Sumber terbesar dari masalah polusi
penggangu lainnya. Penggunaan pestisida yang
udara yang berbahaya adalah asap rokok.
tidak rasional telah terbukti ikut menimbulkan
Disamping itu polusi udara di dalam rumah sering
masalah terhadap ekosistem.
kali lebih buruk dibandingkan dengan polusi udara
89
Pestisida adalah bahan-bahan kimia yang Walaupun telah banyak digunakan pestisida
digunakan untuk membasmi serangga “insetisida”, dengan efektivitas tinggi dan persistensi rendah,
tumbuh-tumbuhan “herbisida”, jamur dan lumut namun karena cara penggunaannya yang tidak
“fungisida”, tikus besar dan kecil “rodentisida”, sesuai dengan prosedur dan aturan, justru telah
kutu “akarisida”, bakteri “bakterisida”, burung terbukti memberikan dampak yang merugikan.
“avisida”, cacing gelang “nematisida”, atau bahan Misal para petani dengan tujuan keuntungan
lain yang digunakan untuk membunuh binatang panen, yaitu produk pertanian tidak dimakan insek
yang tidak dikehendaki, yang sengaja pada saat dipanen sehingga penampilannya
ditambahkan kelingkungan. Penggunaan pestisida menjadi sangat segar dan menarik, maka para
telah diakui memberi keuntungan bagi manusia, petani justru menyemprotkan insektisida berkali-
namun mengingat bahaya yang ditimbulkan perlu kali sebelum waktu panen tiba. Tindakan ini
pertimbangan suatu penggunaan pestisida yang menyebabkan konsentrasi insektisida yang tinggi
rasional. pada produk pertanian “sayuran atau buah-
buahan”, yang pada akhirnya akan merugikan
Contoh masalah penggunaan pestisida, yaitu
kesehatan manusia.
sampai tahun 1955 sekitar 100 juta manusia di
seluruh dunia terinfeksi oleh malaria, penggunaan Klasifikasi dan pola penggunaan
insektisida DDT dalam pengendalian nyamuk
Bahan kimia pestisida pertama kali diklasifikasikan
sebagai vektor penyakit ini, jauh bermanfaat dan
berdasarkan fungsi dan penggunaan utamanya,
mampu menekan angka kematian sampai 6 juta
seperti insektisida “pembasmi serangga”, fungisida
pada 1936 dan sekitar 2,5 juta pada tahun 1970.
“pembasmi jamur”, dan sebagainya. Selanjutnya,
Belakangan diketahui bahwa, DDT sangat
berdasarkan klasifikasi di atas, berbagai senyawa
persisten di alam, sehingga dikawatirkan muncul
pestisida dikelompokkan berdasarkan hubungan
jenis nyamuk dengan daya tahan alami yang lebih
dan kemiripan dari struktur dan kandungan bahan
tinggi terhadap insektisida DDT.
kimianya.
Dampak lingkungan penggunaan pestisida
Insektisida, secara luas terdapat empat kelompok
berkaitan dengan sifat mendasar yang penting
besar insektisida yaitu: organoklirin, organofosfat,
terhadap efektivitasnya sebagai pestisida, yaitu: 1)
karbamat, dan senyawa sintetik botani dan
pestisida cukup beracun untuk mempengaruhi
derivatnya. Kelompok insektisida organoklorin
seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk
“hidrokarbon terklorinasi” yang merupakan racun
makhluk bukan-sasaran, sampai batas tertentu
terhadap susunan syaraf “neorotoksik” yang
bergantung pada faktor fisiologis dan ekologis; 2)
merangsang sistem syaraf baik pada serangga
banyak pestisida tahan terhadap degradasi
maupun pada mamalia, yang menyebabkan
lingkungan sehingga mereka dapat tahan dalam
tremor dan kejang-kejang.
daerah diberi perlakuan dan dengan demikian
keefektifannya dapat diperkuat, namun sebaliknya Kelas kedua dari insektisida adalah golongan
sifat ini juga memberikan pengaruh jangka organofosfat. Organofosfat umumnya adalah
panjang dalam ekosistem alamiah. racun pembasmi serangga yang paling toksik
secara akut terhadap binatang bertulang
Senyawa-senyawa yang sangat persisten
belakang, seperti ikan, burung, kadal/cicak, dan
terdistribusi melalui rantai makanan, seperti
mamalia. Kenyataannya insektisida organofosfat
insektisida organoklorin, terbukti terdapat pada
lebih banyak ditemukan sebagai penyebab
semua organisme hidup. Residunya telah
keracunan pada manusia. Pada umumnya
diketemukan pada jaringan anjing laut dan pinguin
insektisida organofosfat lebih mudah terurai di
di Antartika, dan ikan-ikan disekitar terumbu
lingkungan ketimbang golongan organoklorin.
karang dan laut dalam, serta pada air susu ibu di
Organofasfat mempengaruhi sistem syaraf melalui
seluruh dunia. DDT misalnya terus-menerus
penghambatan aktivitas asetilkolinesterase, yang
ditemukan pada jaringan lemak manusia pada
pada akhirnya mempengaruhi sistem pernafasan
konsentrasi yang dapat dideteksi, walaupun
dan sirkulasi, menyebabkan kejang otot dan
konsentrasi konsentrasi tersebut cendrung
kelumpuhan. Organofosfat juga dapat
menurun sejak penggunaan insektesida ini mulai
merangsang timbulnya efek neurotoksik, yang
dilarang di berbagai negara sejak tahun 1980-an.
menyerupai efek kecanduan alkohol, diabetes
atau berbagai kencanduan obat-obatan. Senyawa
90
fosfor organik lain memiliki kempuan untuk
meningkatkan potensiasi “toksisitas” insektisida
ini, dengan cara menghambat kerja mekanisme
penawar racun tubuh.
Kelompok ketiga dari insektisida adalah golongan
karbamat. Golongan ini paling banyak digunakan
di dunia. Kerja insektisida karbamat adalah hampir
sama dengan organofosfat, yaitu menghambat
kerja enzim asetilkolinesterase.
Herbisida, digunakan untuk membasmi rumput liar
dalam pertanian, perkebunan dan pertamanan.
Herbisida berbeda-beda dalam selektivitasnya,
persisten dalam jaringan dan lingkungan, dan
kemampuan untuk diserap oleh tumbuhan.
Herbisida digunakan sewaktu sebelum masa
tanam, setelah penanaman tetapi tidak lama
sebelum tanaman atau rumput liar tumbuh, atau
setelah tanaman mulai tubuh.
Fungisida, jamur merupakan parasit pada
organisme hidup, mendapatkan makanan dengan
melakukan penetrasi ke dalam jaringan pejamu.
Fungisida digunakan untuk mencegah perusakan
oleh jamur pada tanaman seperti, kentang, apel,
kacang tanah, dan tomat.
Reference
1. Annonim, (2006, acsessed), “Enviromental
toxicology and ecotoxicology”,
http://www.bio.hw.ac.uk/edintox/enviro.htm
2. Hodgson, E and P.E. Levi, (2000), “A Textbook
of Modern Toxicology”, 2scEd., Mc Graw Hill Co,
Singapore, p. 389-430
3. Kusnoputranto, H. (1996), Pengantar
Toksikologi Lingkungan, BKPSL, Jakarta
4. Pagoray, H. (2001), “Kandungan Merkuri Dan
Kadmium Sepanjang Kali Donan Kawasan
Industri Cilaca”, FRONTIR(33)
5. Widianarko, B., (1997), “Pencemaran
Lingkungan Mengancam Keamanan Pangan”,
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/19
97/09/11/0040.html
91
BAB IX
9.1. PENDAHULUAN
dan penelitian klinik pada pasien yang diberi dosis
Pada umumnya pejanan zat kimia tidak dapat
berlebihan disamping pasien yang secara
dihindari (pada kasus tertentu bahkan
kebetulan atau dengan sengaja terpejan pada
dikehendaki), seharusnyalah dilakukan evaluasi
sejumlah besar toksikan.
toksikologik terhadap kebanyakan zat kimia untuk
menentikan tingkat pejanan yang kiranya tidak Ilmuan kimia medisinal dalam merancang obat
akan menimbulkan resiko. Umumnya uji toksisitas baru, belakangan ini dapat beranjak dari
bertujuan untuk menilai resiko yang mungkin pengetahuan tentan ilmu quantitative structure
ditimbulkan dari suatu zat kimia „toksikan“ pada activity relationships „QSAR“, yang dalam bahasa
manusia. Indonesia dapat diterjemahkan dengan hubungan
struktur aktivitas suatu zat kimia. Seperti yang
Untuk mengevaluasi suatu zat kimia maka perlu
telah dibahas dalam Bab II tentang mekanisme
dikenali bahaya ”resiko” yang mungkin
interaksi reseptor-obat, menjelaskan bahwa
ditimbulkan. Hal ini dilakukan dengan
interaksi ini pada umumnya seperti ikatan kunci
mengumpulkan serta menyusun data toksisitas
dan anak kuncinya. Berdasarkan bentuk dan
yang relevan dan data yang berkaitan. Data-data
struktur molekul suatu senyawa dapat
tersebut digunakan sebagai dasar untuk
dimungkinkan untuk memprediksi jenis efek yang
mengenali indikator toksisitas , seperti batasan
akan ditimbulkan. Namun pada kenyataanya
dosis aman yang bisa digunakan setiap harinya
perkembangan ilmu tidak cukup untuk
”acceptable daily intake” ADI, NOEL.
memprediksi potensi resiko bahaya suatu zat
Tujuan akhir dari uji toksikologik dan penelitian kimia yang akan ditimbulkan pada organisme.
lainnya yang berkaitan adalam menilai
Uji toksisitas adalah suatu uji untuk menentukan:
keamanan/resiko toksikan pada manusia, idealnya
(a) potensial suatu senyawa sebagai racun, (b)
data dikumpulkan dari manusia. Tetapi karena
mengenali kondisi biologis/lingkungan munculnya
hambatan etik tidak memungkinkan langsung
efek toksik, dan (c) dan mengkarakterisasi
melakukan uji toksisitas pada manusia. Oleh
aksi/efek.
karena itu uji toksikologik umumnya dilakukan
pada pada binatang, hewan bersel tunggal, atau 9.2. Asas uji biologi bagi toksisitas
sel kultur. Dari data-data tersebut dilakukan
a) Asas umum
ekstrapolasi ke manusia, sehingga diperloleh
batasan-batasan nilai yang dapat diterapkkan Asas ini beranjak dari pengertian toksikologi itu
pada manusia guna memenuhi tujuan akhir dari uji sendiri, dimana pada dasarnya toksikologi
toksikologik tersebut. mengangkut suatu pemahaman tentang segala
efek dari zat kimia pada organisme hidup.
Disamping itu informasi tertentu mengenai efek zat
Mengingat potulat Paracelcius, bahwa semua zat
kimia pada manusia dapat diperoleh lewat
kimia berpotensi memberikan sifat toksiknya,
berbagai cara, seperti: surveilans medis pekerja
dimana sifat toksik tersebut ditentukan oleh dosis.
yang terpejan pada zat kimia tertentu, penelitian
Oleh karena itu berbagai uji toksikologi merupakan
epidemiologi pada segmen masyarakt tertentu,
uji yang bertujuan menentukan kondisi-kondisi
92
yang harus dipenuhi apabila suatu sel biologi dengan sangat hati-hati dan evaluasi tersebut
dipengaruhi oleh zat kimia dan sifat dari efek zat paling rasional dan dapat diterima untuk
kimia yang ditimbulkan. Kondisi-kondisi tersebut menetapkan kebanyakan tipe toksisitas dengan
adalah tergantung pada organisme dan tujuan ekstrapolasi ke manusia. Namun perlu ada
lingkungan, sehingga pada kondisi tersebut pengecualian utamanya ialah evaluasi yang agak
terpenuhi pejanan dengan suatu xenobiotika akan tidak berhasil terhadap tipe toksisitas immugenik.
menimbulkan efek atau aksi. Efek yang muncul
b) Asas metodeloogi eksperimental toksikologi:
akan sangat bervariasi bergantung pada berbagai
faktor. Setiap interaksi toksikan dengan sel biologi Asas ini didasarkan atas premis bahwa segala
pasti akan menimbukkan efek, salah satu tujuan efek zat kimia atas jaringan hidup merupakan hasil
dari uji toksikologik adalah menentukan atau reaksi zat kimia tersebut dengan suatu komponen
mendeteksi kapan efek tersebut muncul. Efek sistem biologi hidup, atau hasil interaksi antara
tentunya akan bergantung pada dosis, potensi suatu bahan kimia tertentu dengan suatu
interinsik dari toksikan, dan juga oleh lama kontak komponen biologik. Studi tentang metode
xenobiotika dengan organisme ”sistem biologik”. toksikologik dipusatkan pada deteksi dan evaluasi
terhadap sifat perubahan fungsi dan struktur yang
Kebanyakan dari metode biologi yang telah
disebabkan oleh pejanan zat kimia serta
dikembangkan dalam toksikologi umumnya
signifikansi efek-efek tersebut atas sel-sel hidup.
merupakan hasil kebutuhan praktis untuk
Hasil perkembangan metodologi toksikologi ini
memperoleh suatu informasi tentang efek-efek zat
memunculakan asas-asas umum, yang berlaku
kimia sejauh mereka ada kaitannya dengan
bagi kebanyakan prosedur uji toksikologi, dan
kesehatan fisik manusia. Kesinambungan
barangkali juga bagi semua uji toksikologi, asas-
kemajuan ekonomi manusia telah diikuti oleh
asas tersebut adalah:
peningkatan jumlah bahan kimia, yang
(i) Zat kimia harus kontak dengan target
mengakibatkan manusia dapat terpejan baik
sel/jaringan biologi untuk menimbulkan efek
secara sengaja maupun tidak sengaja. Sesorang
(ii) Terdapat kisaran daerah antara „NOEL no
mungkin terpejan zat kimia di tempat kerjanya,
observed effect level “ dgn konsentrasi scr
melalui pakaian, makanan atau bahan kimia yang
signifikan memberi efek atas segala sistem
dengan sengaja dipakai, sehingga perlu tidak
biologi
hanya untuk mengetahui toksisitas yang dapat
(iii) Sel-sel biologi dlm berbagai macam spesies
terjadi tetapi juga memperoleh jaminan bahwa
memiliki fungsi serupa dan juga jalur
pemejanan manusia dengan sejumlah besar
metabolik yg serupa, pada umumnya dgn cara
bahan kimia tidak akan menyebabkan efek
serupa akan dipengaruhi oleh zat kimia
merusak langsung yang nyata atau efek merusak
(iv) Perubahan kecil yg terjadi pada struktur suatu
tidak langsung yang tidak kentara tetapi
zat kimia mungkin sangat mempengaruhi aksi
membahayakan. Konsekuensi segala zat kimia,
biologi yang ditimbulkan
seperti bahan tambahan makanan, bahan
pengganti makanan atau obat, perlu memperoleh 9.3. Summary uji toksikologik
sebanyak-banyaknya data toksisitas. a Sifat kimia fisika
Karena pembatasan yang menyangkut moral, etis, i Pertanyaan tentang substansi: sintesis,
dan hukum mengenai penggunaan manusia untuk semisintesis, atau limbah kimia pada
maksud eksperimental guna memperoleh data proses produksi
toksisitas, maka uji toksisitas umumnya dilakukan
pada hewan uji. Dasar hipotesa ini adalah bahwa Informasi yang diperoleh dari sifat fisika-
studi toksisitas dengan spesies yang sesuai kimia suatu bahan kimia dapat digunakan
memiliki nilai ekstrapolatif untuk manusia. untuk: (a) perbandingan struktur akvifitas
terhadap senyawa toksikan dengan inti-
Yang perlu diingan sebagai asas umum adalah, struktur yang sama, (b) sebagai target
bahwa terdapat banyak variasi dalam toksisitas dlm mengidentifikasi gejala keracunan
yang ditimbulkan oleh zat kimia baik dalam jangka yang akan timbul, (c) dalam menetapkan
pendek maupun jangka panjang diantara berbagai stabilitas zat aktif, dan (d) dalam
macam-macam spesies hewan mamalia, penetapan sifat fisiko kimia „konstanta
meskipun evaluasi terhadap efek toksik dilakuakn distribusi oktanol-air.
93
b Exposure dan „enviromental fate“ penggunaan dimaksud pada penggunan
dari bahan uji tersebut. Evaluasi yang
i Telaah degradasi?
dilakukan meliputi: seluruh hewan
ii Degradasi di dalam tanah? ditimbang seminggu sekali, pemeriksaan
iii Mobilitas dan disposisinya di tanah, air, badan lengkap seminggu sekali, uji kimia
dan udara darah, analisis air kencins, pemeriksaan
hematologi dan uji fungsi atas seluruh
iv Akumulasi di tanaman, biota aquatik, dll hewan pada interval 3 sampai 6 bulan
c Uji invivo dan atas seluruh hewan yang sakit atau
abnormal. Seluruh hewan dapat
i Toksisitas Akut (LD50 /LC50, Iritasi mata- mengalami bedah mayat lengkap yang
kulit, sensitivitas pada kulit). menyangkut histologi dari seluruh organ.
Toksisitas akut: menyangkut pemberian Uji toksisitas kronik meliputi juga: uji
zat kimia uji secara tunggal. Penentuan karsinogenitas, uji toksisitas reproduksi:
LD50 (uji 24 jam) yang masih hidup diikuti menentukan efek atas kemampuan
selama 7 hari dengan dua spesies reproduksi hewan uji, dan teratogen „uji
(biasanya pada mincit dan tikus) dan dua toksisitas untuk menentukan efek atas
jalur pemberian. Efek topikal pada kulit janin (fetus) pada hewan bunting.
kelinci atau irritasi mata (bila jalur
penggunaan dimaksud topikal; dieveluasi iii Tes spesial meliputi:
selama 24 jam dan pada 7 hari) uji potensi menentukan potensiasi zat
uji bila dicampur dengan zat lain
ii Subkronik (Chronic feeding, teratogen, uji teratogenik
reproduksi) uji reproduksi
Uji Toksisitas Subkronik: pemberian zat uji mutagenik
kimia uji secara berganda (dosis harian) uji tumorgenisitas & karsinogenisitas
bertujuan untuk mendapatkan data uji irritasi/sensitivitas pada kulit &
„NOEL“ dari suatu bahan uji. Durasi 3 mata
bulan dengan menggunkan dua spesies neurotoxicity,
uji (biasa tikus dan anjing). Jalur metabolisme, dan farmakodinamik,
pemberian menurut jalur pemberian uji prilaku
dimaksud pada pemakaian. Evaluasi d Uji invitro
yang dilakukan adalah: seluruh hewan
ditimbang seminggu sekali, pemeriksaan i Mutagenesis „prokariot & eukaryot“
badan lengkap seminggu sekali, dan uji ii Penyimpangan kromosom
kimia darah, analisis air kencing, uji
hematologi, dan uji fungsi dikerjakan atas e Efek terhadap hewan liar
seluruh hewan yang sakit. Seluruh hewan i Binatang uji yang terseleksi (uji akut,
dapat mengalami bedah mayat lengkap subkronik, akkumulasi, reproduksi)
yang menyangkut histologi seluruh organ.
9.4. Lima pedoman uji toksisitas (Weil, 1972)
Uji toksisitas kronis: zat uji diberikan a. Bila dianggap praktis dan mungkin sedapat
selama sebagian besar masa hidup mungkin menggunakan satu atau lebih
hewan uji, dengan durasi 2 - 7 tahun spesies yg secara biologis memperlakukan
bergantung pada umur spesies. Spesies suatu bahan yg secara kualitatif semirip
dipilih dari hasil uji subkronis sebelumnya, mungkin dengan manusia
studi farmakodinamik atas beberapa
b. Bila mudah dikerjakan, gunakan beberapa
spesies hewan, mungkin dapat juga pada
tingkatan dosis, dengan alasan „aksi/efek
manusia dengan dosis tunggal yang
pada manusia & hewan berkaitan dengan
memungkinkan sebagai uji coba, jika
dosis
tidak digunakan dua spesies. Penujian
minimum dilakukan pada dua peringkat c. Efek yg ditimbulkan pada tingkat dosis
dosis dengan jalur pemberian jalur yang lebih tinggi bermanfaat untuk
melukiskan kerja mekanisme aksi, tetapi
94
untuk suatu bahan dan efek berbahaya, Bahan Bacaan:
ada tingkat dosis untuk manusia atau 1. Hodgson, E. Dan Levi, P.E. 2000, A
hewan di bawah dimana efek berbahaya ini Textbook of Modern Toxicology, 2sc
tidak akan muncul Ed., McGraw-Hill Higher Education,
d. Uji statistika untk signifikansi itu sahih Singapore.
hanya pada satuan eksperimental yang 2. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar,
secara matematika telah dirambang di Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press,
antara dosis dan kelompok kontrol Semarang
bersangkutan 3. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar,
Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian
e. Efek yg diperoleh melalui suati jalur
Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI Press,
pemberian kepada hewan uji tidak „a
Jakarta
preori“ dapat diterapkan pada efek melalui
jalur pemberian lain pada manusia. Jalur yg
dipilih pada mana eksposisi akan terjadi
95
BAB X
TINDAKAN UMUM PADA KERACUNAN
10.1. PENDAHULUAN
Gejala klinis akibat keracunan dapat bervariasi, hal
Kasus keracunan merupakan kejadian yang cukup ini tergantung dari penyebabnya Contoh berbagai
sering terjadi dalam masyarakat. Seperti yang majam gangguan klinis dan penyebab keracunannya
terlihat pada data dari Rumah Sakit di Jakarta pada apat dilihat pada tabel 10..1
tahun 1971 dan 1972 terdapat 34 kasus keracunan
akut per 10.000 pasiem yang dirawat atau 0,34%. Tabel 10.1. Gangguan klinis dan penyebab
Di RSUP Denpasar pada tahun 1973 didapat angka keracunan2
keracunan akut sebesar 0,38 %dari penderita yang Gejala klinis Gangguan klinis dan penyebab
dirawat di bangsal penyakit dalam dan terjadi keracunan
peningkatan dalam satu decade (1983) menjadi Penampilan Agitasi (amphetamine, cocaine, lysergic
0,84%. Kematian akibat keracunan akut meunjukkan secara acid diethylamide,opiat withdrwal)
angka yang cukup tinggi. Di negara berkembang Umum Apathy, drowsiness, coma (hypnotik,
kematian akibat keracunan menduduki tempat ketiga pelarut organik, lithium)
atau keempat terbanyak.1 Gangguan Electro-encephalogram (EEG) [central
system saraf depresant], fungís motorik (alcohol,
Keracunan yang terjadi pada anak-anak sering penyalah gunaan obat), gangguan
diakibatkan akibat keteledoran orang tuanya berjalan/gerak (hallucinogen,
menempatkan obat-obatan atau bahan kimia yang amfetamine, butyrophenon,
dapat dijangkau anak-anak. Pada remaja karena carbamazepin, lithium, cocaine), kejang
sengaja akibat kepribadian yang tidak matang. Pada Tanda-tanda vital
orang usia lanjut sering makan obat-obatan hingga Status mental Psycosis (illicit drugs), disorientasi
Tekanan Hipotensi (phenothiazine), Hipertensi
dosis berlebih akibat menurunnya daya ingat.1
darah (kortikosteroid, cocaine,
phenylpropanolamine, antikolinergik)
Kasus keracunan akibat pesrisida mempunyai angka
Jantung Pulse, Elektrokardiogram (EKG) [trisiklik
yang tinggi. Bahkan menurut data tahun 1983 dan
antidepresant, orphenadrine], Tidak
1989, pestisida sebagai penyebab kasus keracunan teratur (phenothiazine, procainamide,
akut mempunyai angka terbanyak yaitu 76,37 % dan amiodarone, lidocaine), heart block (
65,06 %. Penyebab lain yang banyak menyebabkan calcoium bloker, beta bloker, digitalis,
kasus keracunan akut adalah air aki, obat-obatan cocaine, trisiklik antidepresant)
bebas, makanan, alkohol, dan minyak tanah. 1
96
Gejala Gangguan klinis dan penyebab Tetapi kadang tidak diketahui secara pasti tentang
klinis keracunan penyebabnya, Untuk itu perlu dilakukan
Temperatur Hipertermia (LSD, cocaine, pemeriksaan klinis yaitu anamnesis dan
methylenedioxymethylamfetamin(mdma)) pemeriksaan fisik serta identifikasi visual yaitu
Respirasi Depresi pernapasan (opiat, barbiturat, dengan menemukan bahan atau tempat bahan yang
benzodiazepine), hipoventilasi (salisilat) diperkirakan sebagai penyebab. Pemeriksaan
Otot Spasme dan Kram (Botulism, Crimidine, laboratorium dan penunjang diagnosis lain tidak
Striknin) dapat dilakukan segera, karena umumnya hasilnya
Kulit Kering ( Parasimpatolitik Trisiklik memerlukan waktu yang relatif cukup lama. Pada
Antidepresant), kasus dengan kecurigaan pembunuhan,
Berwarna : merah (carbon monoksida), pemeriksaan laboratorium toksikologi sangat penting
biru (sianosis) , kunig (liver damage: untuk kelengkapan data pada visum.
alkohol, jamur, rifampicin) Keracunan akut merupakan keadaan
Mata Pinpoint (opiat, cholinesterase inhibitor), kegawatdaruratan yang harus segera mendapatkan
Dilatasi pupil (atropin, amfetamin,
pertolongan. Untuk itu perlu adanya pemahaman
cocaine), Kemerahan (cannabis)
yang baik tentang penanganan keracunan. 1
Hidung Nasal Septum Komplikasi (cocaine)
Dada Radiography (bronkokonstriksi, logam,
10.2. PENANGANAN KERACUNAN AKUT
aspirasi)
Perut Diare (laxative, organophosphat),
Tindakan dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu:
Obstruksi (opiat, atropine), Radiography
(timbale, thalium) tindangan ABC dan Usaha Terapetik laian , serta
Bau Bisa dilihat dari Keringat, Mulut, Pakaian, pemberian antidot. Tindakan Umum adalah tindakan
Sisa Muntah: Airway, Breathing, Circulation, Usaha Terapetik lain
Alkohol (etanol, cleaner), Aceton/Nail (Mempertahankan Keseimbangan elektrolit, air,
Remover (Aceton, Metabolic acidosis), asam dan basa; Decontamination; dan Eliminasi).
Ammonia ( Ammonia), Almond (Sianida), Sedangkan Tindakan pemberian antidot adalah
Pemutih/Klorine (Hipoklorit, klorin), spesifik tergantung dari penyebab keracunannya.
Disinfektan (Kreosat, Phenol, Tar),
Formaldehyde (formaldehyde, methanol, I. Tindakan A, B, C dan Usaha Teratik Lain
Bawang (Arsenik, Dimethylsulfoxide, A. Airway (Jalur Napas)
Malation, Paration, Phospor kuning), Usahakan saluran napas tetap bebas sehingga
Asap (nikotin, carbonmonoksida), Pelarut pasien dapat bernapas secara spontan. Pasien
organik (diethyl eter, chloroform, diletakkan pada posisi berbaring dan usahakan
dichloromethane), Kacang (rodentisida, tidak ada benda asing, sisa makanan, darah, atau
muntah dari dalam mulut.. Selain itu usahakan
Mengidentifikasi zat yang menyebabkan keracunan posisi lidah tidak menghalangi saluran napas.
adalah sangat penting untuk mengetahui cara Apabila perlu, pasang pipa endotrakeal.
penanganan yang tepat. Apabila pasien tidak dapat
memberikan keterangan tentang zat yang B. Breathing (Pernapasan)
menyebabkan keracuana, maka hendaknya mencari Pada tindakan ini , pernapasan pasien perlu dijaga
informasi dari sumber lain, seperti: bertanya kepada agar tetap baik. Bila perlu, dilakukan pernapasan
keluarga/ teman/ saksi, atau mencari tahu tentang buatan.
adanya bukti zat yang memungkinkan Pada orang yang keracunan udara yang
menyebabkan keracunan di tempat kejadian. respirasinya dimungkinkan mengandung racun
Pencarian informasi ini harus dilakukan dengan yang berbahaya (seperti asam sianida) maka
cepat agar pertolongan dapat dilakukan dengan bantuan pernapasan harus dilakukan dengan
cepat pula dan terencana.3 menggunakan kantong napas, paling tidak si
penolong harus bernapas berpaling dari pasein.
97
Pemberian oksigen murni terutama untuk orang intracardiac), defibrilasi eksterna dengan 100 –
yang menderita sianosis (=pewarnaan kulit 400 watt perdetik, disertai lidocain 100 mg injeksi
menjadi merah biru akibat kurangnya penjenuhan bolus yang diikuti infus tetes pada hasil terapi
darah dengan oksigen, yang paling mudah terlihat yang dicapai.
dari bibir dan kuku jari). Tetapi pemberian oksigen
murni tidak boeh lebih lama dari 6-8 jam. Karena D. Usaha Terapetik Lain
dapat terjadi udema paru-paru yang tokisk yang D.1. Mempertahankan Keseimbangan elektrolit,
menyebabkan difusi O2 dan CO2 terhambat. air, asam dan basa
Udema adalah penimbunan cairan secara Pada kondisi dehidrasi yang disebabkan
patologik dalam ruang ekstravasal khususnya antara lain karena diare atau muntah maka
dalam ruang interstitium (ruang interstitium = dapat diberikan cairan oralit untuk mengganti
ruang yang terdapat diantara kompleks parenkhim cairan tubuh yang hilang.
yang khas bagi organ tertentu, mengandung Pada kasus metabolik asidosis, dapat
jaringan ikat, pembuluh dan saraf). diberikan infsus larutan
Udema paru-paru toksik dapat disebabkan juga natriumhidrogenkarbonat 8,5% atau larutan
oleh gas yang merangsang seperi klor dan oleh trometamol 0,3 molar.
zat yang pada saat muntah masuk ke saluran Sedangkan pada metabolik alkalosis, maka
napas. Gejala: terdapat rangsangan ingin batuk, diberikan infus L-argininhidroklorida 1 molar
kesulitan bernapas, dan tidak tenang. Gambaran atau L-lisinhidroklorida 1 molar dengan selalu
sempurna udema adalah kadang terjadi tanpa mengawai kesetimbangan asam –basa.
keluhan, beberapa selang waktu kemudian
ditandai sianosis dan keluarnya busa warna coklat D.2. Decontamination (Pembersihan)
pada hidung dan mulut. Akibat selanjutnya yang Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
dapat terjadi adalah kematian. Apabila terjadi hal absorbsi bahan racun dengan melakukan
ini segera diberi glukortikoid. Hal yang penting pembersihan. Hal ini tergantung dari bagaimana
dilakukan adalah istirahat total apabila keracuanan cara bahan tersebut masuk kedalam tubuh.
tampak ringan dan usahakan tubuh tetap hangat. a. Pertolongan pada keracunan eksterna
Jika dipastikan terjadi udema paru-paru maka: • Keracunan pada kulit
letakkan tubuh bagian atas pada posisi yang Apabila racun mengenai kulit, maka pakaian
tinggi, pemberian oksigen, menyedot sekret yang yang terkena racun harus diganti. Kemudian
ada, pemberian furosemida 60-200 mg iv., digitalis daerah yang terkena dibilas dengan air hangat
misal digoxin 0,25 iv, untuk pencegahan infeksi atau pasien diharuskan untuk mandi. Jika kulit
dapat diberikan antibiotika golongan penisilin yang terluka parah maka cuci dengan air (yang tidak
berspektrum luas. terlalu hangat) dan sabun. Penanganan lain
yang dapat dilakukan yaitu membersihkan
C. Circulation (Peredaran darah) dengan polietilenglikol 400.
Pada tindakan ini, penting dipertahankan tekanan • Kerusakan pada mata
darah dan nadi pasien dalam batas normal. Bila Jika zat merangsang mata (zat apapun tanpa
perlu, berikan cairan infus normal salin, dektrosa, membedakan jenis bahannya), maka mata
atau ringer laktat. harus dicuci bersih dengan menggunakan
Pada kondisi jantung berhenti – ditandai dengan banyak air, sebaiknya pada kondisi kelopak
hilangnya pulsa karotid, berhentinya pernapsan, mata terbalik. Kemudian mata dapat dibilas
pucat seperti mayat (kulit sianotik abu-abu), dengan larutan seperti larutan hidrogenkarbonat
pingsan, pupil dilatasi dan tidak bereaksi – maka 2% jika mata tekena zat asam ATAU dibilas
harus dilakukan massage jantng dari luar untuk dengan asam asetat 1% / larutan asam borat
mendapatkan sirkulasi minimum dan mengektifkan 2% jika mata terkena alkali. Mata harus dibilas
kembali jantung. terus menerus selama 5- 10 menit sebelum
Jika jantung berhenti tanpa sebab jelas, dapat dilakukan pemeriksaan. Bila mata terkena
diberi 0,3 -0,5 mg adrenalin (intra vena atau benda padat maka harus digunakan anastesi
98
lokal untuk mengeluarkan benda tersebut dari diminum bersama karbon aktif tersebut akan
mata. membantu mengencerkan racun.
Untuk mencegah menutupnya mata dengan Pada keracunan basa organik dapat digunakan
kuat sehingga dapat mempermudah campuran Magnesium Oksida dan karbon aktif
pembersihan, dapat diberikan beberapa tetes dengan perbandingan 1:2. Adsorbsi zat organik
larutan anastesi lokal. akan paling kuat bila zat tersebut dalam bentuk
Jika terdapat air kapur masuk ke mata, hal ini terdisosiasi.
dapat menyebabkan pengeruhan kornea tau Penetralan lambung yang asam oleh
penimbunan calsium pada permukaan mata. magnesium hidroksida pada keracunan basa
Penanganan hal ini dilakukan dengan akan meningkatkan kerja adsorben. Pada
pemberian Natrium edetan (dinatrium – EDTA – suasana yang basa, akan membuat basa
0.35 sampai 1,85%). Larutan ini akan membuat organik tetap dalam bentuk senyawanya dan
endapan kalsium menjadi larut. Larutan lain tidak terdisosisi. Disamping itu dengan adanya
yang kadang-kadang juga digunakan adalah peningkatan pH akan meningkatkan
amonium tartrat netral 10%. pengendapan ion logam berat. Sidat adsorbsi
Apabila mata terkena gas air mata dari karbon aktif tidak akan terpengaruh dengan
mengakibatkan terjadainya rangsangan yang keberadaan magnesium oksida atau laksansia
intensif pada konjungtiva, menimbulkan nyeri garam (magnesium sulfat dan natrium sulfat.)
menusuk pada mata sehingga terbentuk air Kadang tanin juga ditambahkan, dengan
mata yang banyak. Pada mata yang hanya komposisi karbon aktif: magnesium oksida: tanin
terpejan sedikit gas air mata, maka = 2 :1: 1. Kombinasi ini dikenal denga antidot
pembentukan air mata adalah merupakan universal. Tanin berfungsi untuk mengndapkan
pertolongan yang dapat memulihkan mata zat tertentu yang berasal dari tanaman terutama
dengan sendirinya. Tetapi pada kasus yang alkaloid.
berat, maka mata sebaiknya dibilas dengan air Pemakaian karbon aktif ini tidak mempengaruhi
atau lebih baik menggunakan larutan natriun pembilasan lambung. Tetapi jika
hidrogen karbonat 2% dalam waktu cukup lama. direncanakanakan dilakukannya pembilasan
Jika rasa sakit tetap dirasakan maka perlu lambung maka sebaiknya cairan yang diberikan
digunakan anastesi lokal dengan dibawah bersama karbon aktif dibatasi. Hal ini untuk
pengawasan dokter. mencegah masuknya racun dari lambung ke
Pada konsentrasi yang tinggi, gas air mata usus.
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan Jika racun bersifat korosif (asam atau basa
selaput lendir paru-paru dan bahkan kuat) maka pemberian protein (seperti susu)
kemungkinan dapat terjadi udema paru-paru. sangat bermanfaat karena dapat menetralisasi,
b. Penanganan pada keracunan oral mengadsorbsi, dan meringankan keluhan.
Pada kasus keracunanan secara oral, ada
beberapa penanganan yang bisa dilakukan: Garam Laksansia bekerja dengan merangsang
• Menghindari absorbsi sejumlah racun yang peristaltik pada saluran cerna dan penggunaan
ada dalam saluran pencernaan dengan pada penanggulangan keracunan dapat
memberikan adsorbensia dan atau laksansia memberikan hasil yang baik. Garam laksansia
dan pada kasus keracunan tertentu diberikan dapat mengencerkan racun dengan
parafin cair memperlambat absorbsi air karena efek osmotik
yang ditimbulkan. Contoh garam laksansia
Adsorben yang paling banyak digunakan dan adalah natrium sulfat. Untuk penggunaannya:
bermanfaat adalah karbon aktif . Dosis yang 10 gram natrium sulfat dilarutkan dalam 100 ml
digunakan pada orang dewasa normal adalah air hangat. Efek kerja terjadi setelah 3 – 5 jam.
50 gram dalam ½ - 1 liter air. Racun akan
diabsorbsi oleh karbon aktif dan air minum yang Minyak parafin digunakan untuk mengatasi
keracunan pelarut organik. Minyak parafin ini
99
mempunyai sifat yang sulit untuk diabsorbsi. korosif dan minyak tanah, serta penderita
Minyak parafin akan bercampur dengan pelarut dengan kesadaran menurun / kejang-kejang
organik, dengan cara ini maka akan Merangsang muntah ini dapat dilakukan dengan
menurunkan absorbsi dari pelarut organik beberapa cara antara lain: dengan rangsangan
tersebut. mekanis (= memasukkan jari kedalam
kerongkongan), atau pemberian larutan
• Menetralkan atau menginaktivasi racun natriumm klorida hangat (2 sengok makan
secara kimia menjadi bentuk yang kurang/tidak penuh dalam segelas air), tetapi hal ini tidak
toksik, yaitu dengan membentuk garam yang boleh dilakukan pada anak-anak. Bila tidak
sukar larut atau perubahan menjadi senyawa terjadi muntah setelah pemberian natrium
yang tidak berkhasiat atau tidak toksik. klorida maka dapat terjadi hipernatriemia
dengan udema otak. Pada kasus ini, maka
Penetralan racun yang bersifat asam dapat harus segera dilakukan pembilasan lambung.
dinetralkan dengan susu atau antasida, dan Keracunan pada anak-anak dapat diberikan
Basa dapat dinetralkan dengan asam encer Sirup Ipecacuanhae.
(seperti dengan 3 sendok makan cuka dapur Pada orang yang pingsang tidak boleh diberikan
dalam segelas air). zat yang merangsang muntah karena dapat
menyebakan bahaya aspirasi. Selain itu juga
Pembentukan garam yang sukar larut, tidak boleh diberikan kepada orang yang
misalnya dilakukan pada kasus keracunan asam keracunan detergen, hidrokarbon (seperti
oksalat. Pemberian kalsium gluconat dapat bensin) atau hidrokarbon terhalogenasi ( Carbon
membentuk garam kalsium oksalat yang sukar tetraklorida), atau asam/ basa / obat yang
larut dalam air. melumpuhkan pusat muntah (seperti sedativa).
Tindakan merangsang muntah pada kasus
Contoh perubahan menjadi senyawa yang keracunan, seringkali masih menimbulkan
tidak aktif : pemberian kalium permanganat pertanyaan. Misal pemakaian sirup
bersama cairan pembilas lambung (pada ipecacuanhae baru efektif bekerja15 – 30 menit
perbandingan 1:10000) pada keracunan Hal ini setelah pemberian. Selama waktu tersebut
akan merusak secara oksidatif menjadi fosfat maka racun dapat masuk ke usus sehingga
yang tidak toksik. penggunaan emetika tidak bermanfaat. Usaha
merangsang muntah dapat memperlambat
• Mengosongkan saluran cerna dengan penggunaan adsorbensia, yang sering lebih
cepat dengan cara seperti: bilas lambung atau efektif dalam penanggulangan keracunan. Dan
membuat muntah sebelum absorbsi terjadi. pada pasien penggunaan adsorbensia lebih
menyenangkan. Selain itu karbon aktif adapat
Pembilasan lambung dapat dilakukan pada mengadsorbsi zat emetika sehingga zat tersebut
indikasi tertentu (misalnya keracunan organo menjadi tidak efektif.
fosfat seperti baygon), sehingga racun yang
masuk dapat dihilangkan. Pembilasan lambung Pada dasarnya , penanganan keracunan harus
harus selalu dibawah pengawasan dokter disesuaikan dengan kondisi pasien dan
sesuai dengan keadaan pasien. sebaiknya dipilih cara yang lebih mudah terlebih
Setelah dilakukan bilas lambung, lebih baik dahulu jika keadaan memungkinkan. Yang lebih
diberikan adsorbensia dan laksansia garam jika penting diatas semuanya adalah keselamatan
didapat dugaan bahwa sebagian racun masuk pasien.
ke usus.
D.3. Eliminasi
Merangsang muntah dapat dilakukan oleh Pada tindakan ini, dilakukan pembersihan racun
orang awam. Merangsang muntah tidak dimana diperkirakan racun telah beredar dalam
boleh dilakukan pada keracunan bahan darah, dengan cara antara lain: peningkatan
100
ekskresi kedalam urin dengan cara diuresis dan ginjal, edema paru, dan keracunan akibat bahan
pengubahan pH urin dan hemodialisa. yang tidak dapat diekskresi melalui ginjal.
101
kurang lebih sama dengan dengan yang
digunakan pada diálisis, tentu tidak perlu
menggunakan proses ini.
II. Pemberian Antidot
DAFTAR PUSTAKA
102
LAMPIRAN I
ANALISIS INSTRUKSIONAL ( A I )
Mata kuliah : Toksikologi Umum
Nomor Kode/SKS : FA 324620 /2
TIU: Setelah mengikuti kuliah Toksikologi ini, Mahasiswa semester III Jurusan Farmasi FMIPA UNUD
dapat menjelaskan dasar-dasar dan cakupan ilmu toksikologi dengan benar. (C2)
10. Menjelaskan cakupan ilmu toksikologi 11. Menjelaskan metode uji 12. Menjelaskan tindakan
lingkungan, toksikologi forensik dan toksisitas (C2) pertolongan pada kasus
toksikologi klinik/ekonomi (C2) keracunan (C2)
103
LAMPIRAN II
104
2. Menjelaskan cakupan ilmu 3. Toksikologi klinik menit , 13
toksikologi forensik
3. Menjelaskan cakupan ilmu
toksikologi klinik
7. Metode 1. Menjelaskan metode uji 1. Asas biologi bagi toksisitas
Pengujian toksisitas 2. Uji toksisitas akut, sub akut,
Toksisitas dan kronis
1x2x50
3. Uji potensiasi, teratologi, 2,6,7,8
menit
mutagenesis,
karsinogenisitas, kulit dan
mata dan uji prilaku
8. Tindakan 1. Menjelaskan penanganan pada 1. Pengenalan simbul
Umum Pada kasus keracunan penandaan bahan
Keracunan berbahanya
2. Memperlambat atau
1x2x50
mengurangi pemasukan 2,6,7,8
menit
racun
3. Eliminasi racun setelah
absorpsi dan detoksifikasi
4. Tindakan simptomatik
KEPUSTAKAAN :
1. Anief, M., 2002, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, cet. ke-3, Gajah Mada University Press, Yogjakarta
2. Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985, Toksikologi Umum, Pengantar, Wattimena,Y.R.(terj.), Gadjah
Mada University Press,Yogyakarta.
3. Darmanto, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam, UI
Press, Jakarta
4. Gibson G. G., and P. Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, Iis Aisyah B. (terj.), UI Press, Jakarta.
5. Hardman J.G., Goodman Gilman, A., Limbird, L.E., 1996, Goodman & Gilman’s, The pharmacological Basis
of Therapeutics, 9th edn, Mc Graw-Hill, New York
6. Haves, A.Wallace, 2001, Principles and Methods of Toxicology, 4th ed., Taylor and Francis, Philadelphia
7. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang
8. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI
Press, Jakarta
9. Manahan, Stanley E., 1992, Toxicologocal chemistry, 2nd ed., Lewis publisher, Michigan
10. Mutschler E., 1999, Dinamika Obat, ed. ke-5, Widianto, M.B. dan Ranti, A.S. (terj.), Penerbit ITB, Bandung
11. Shargel, L. and YU, A.B.C., 1985, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Fasich dan Sjamsiah S.
(terj.) Airlangga University Press, Surabaya
12. Tjay, T. H., dan K. Rahardja, 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya.
ed. ke-5, Gramedia, Jakarta
13. Wirasuta, I M.A.G., Suaniti, M., Yowani, S.C.., 2005, Analisis Toksikologi Forensik Diktat Kuliah Kimia Forensi I,
Jurusan Kimia-FMIPA Universitas Udayana
105
LAMPIRAN III
106
LAMPIRAN IV
MATRIK PENYUSUNAN MATERI KULIAH BERBASISKAN KOMPETENSI
JUDUL MATA KULIAH : TOKSIKOLOGI UMUM
NOMOR KODE : FA 324620 /2 SKS
MATA KULIAH
ELEMEN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN STRATEGI
PEMBELAJARAN
KOMPETENSI
KEPRIBADIAN Definisi, sejarah, dan Definisi ilmu toksikologi dan Kuliah, Diskusi, PR
ruang lingkup ilmu beberapa istilah dalam toksikologi
toksikologi
Sejarah ilmu toksikologi
Ruang lingkup dan ilmu yang
menunjang ilmu toksikologi.
Pemahaman Konsep dasar
Paracelcius dalam toksikologi
Peran Orfila dalam meletakkan arti
penting ilmu kimia dalam
toksikologi
PENGUASAAN ILMU Kerja dan efek toksik Jenis-jenis paparan (kutan, Kuliah, Diskusi, PR
DAN KETRAMPILAN inhalasi, oral, parenteral)
Adsorpsi, distribusi, metabolisme,
ekskresi
Interaksi toksikan dan reseptor
KEMAMPUAN Proses Biotransformasi Pendahuluan (definisi, makna Kuliah, Diskusi, PR
BERKARYA biotransformasi pada reaksi toksik)
Reaksi metabolisme fase I (fase
fungsionalisasi)
Reaksi metabolisme fase II (fase
konjugasi)
Faktor-faktor yang berpengaruh
pada reaksi metabolisme
Toksokinetik Mekanisme biokimia toksisitas
Waktu paruh, clearance, volume
distribusi,
Analisis farmakokinetik
berdasarkan kompartimen model
Analisis farmakokinetik
berdasarkan non-kompartimen
model
107
MATA KULIAH
ELEMEN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN STRATEGI
PEMBELAJARAN
KOMPETENSI
SIKAP DALAM Kimia toksikologi Hubungan dosis-respon Kuliah, Diskusi, PR,
Latihan di kelas
BERKARYA Jenis-jenis respon
Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap toksisitas
Asas biologi bagi toksisitas
Metode Pengujian
Uji toksisitas akut, sub akut, dan
Toksisitas
kronis
Uji potensiasi, teratologi,
mutagenesis, karsinogenisitas, kulit
dan mata dan uji prilaku
KEMAMPUAN Cakupan ilmu Toksikologi Lingkungan Kuliah, Diskusi, PR,
BERMASYARAKAT toksikologi Latihan di kelas
Toksikologi forensik
Toksikologi klinik
Pengenalan simbul penandaan
Tindakan Umum Pada
bahan berbahanya
Keracunan
Memperlambat atau mengurangi
pemasukan racun
Eliminasi racun setelah absorpsi
dan detoksifikasi
Tindakan simptomatik
108
LAMPIRAN V
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6. TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan definisi, sejarah, dan ruang lingkup ilmu
toksikologi dengan benar (C2).
9. Tugas terstruktur/tugas mandiri/PR: Merangkum pengertian toksikologi dan peran kimia dalam ilmu
toksikologi
109
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6. TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan fase eksposisi (paparan), fase
toksokinetik, dan fase toksodinamik
7. Sub pokok bahasan :
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1 Pengantar fase kerja toksik C2 50 Menit
2 Jenis-jenis paparan (kutan, inhalasi, oral, parenteral) C2 50 Menit
2 Adsorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi C2 100 Menit
3 Interaksi toksikan dan reseptor C2 100 Menit
4 Mekanisme reaksi toksik C2 100 Menit
4 Kegiatan terstruktur (diskusi umpan balik, PR) C2 80 Menit
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
8. Kegiatan Belajar Mengajar
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kegiatan Dosen Kegiatan Mahasiswa Media
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Orientasi dan menjelaskan materi Mendengar Modul, LCD
Meminpin diskusi Diskusi aktif Modul, LCD
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
9. Tugas terstruktur/tugas mandiri/PR: Mendiskusikan fase kerja toksik berdasarkan contoh kasus toksisitas di
tempat kerja, toksisitas makanan, dan obat
110
g. Mutschler E., 1999, Dinamika Obat, ed. ke-5, Widianto, M.B. dan Ranti, A.S. (terj.), Penerbit ITB, Bandung
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6. TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan makna biotransformasi pada reaksi
toksik, proses biotransformasi toksikan dalam tubuh obyek dan organ-organ yang terlibat dalam
proses biotransformasi senyawa toksik secara lengkap dan benar
7. Sub pokok bahasan :
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1 Pendahuluan (definisi, makna biotransformasi pada reaksi toksik) C2 30 Menit
2 Sel dan Organ-organ yang telibat dalam reaksi biotrnasformasi C2 30 Menit
3 Reaksi metabolisme fase I (fase fungsionalisasi) C2 40 Menit
4 Reaksi metabolisme fase II (fase konjugasi) C2 40 Menit
5 Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi metabolisme C2 30 Menit
4 Kegiatan terstruktur (diskusi umpan balik, PR) C2 30 Menit
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
8. Kegiatan Belajar Mengajar
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kegiatan Dosen Kegiatan Mahasiswa Media
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Orientasi dan menjelaskan materi Mendengar Modul, LCD
Meminpin diskusi Diskusi aktif Modul, LCD
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
9. Tugas terstruktur/tugas mandiri/PR: Mendiskusikan makna biotransformasi pada toksisitas
111
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
112
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6. TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan parameter-parameter farmakokinetik dan
jenis-jenis model farmakokinetik secara lengkap dan benar
7. Sub pokok bahasan :
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1 Pendahuluan (definisi, makna farmakokinetik pada toksikologi ) C2 15 Menit
2 Dasar-dasar pemodelan C2 15 Menit
3 Model kompartemen C2 20 Menit
4 Model non-Kompartemen C2 20 Menit
5 Parameter – parameter farmakokinetik C2 15 Menit
4 Kegiatan terstruktur (diskusi umpan balik, PR) C2 15 Menit
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
113
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6. TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas,
hubungan dosis-respon dan jenis-jenis respon
7. Sub pokok bahasan :
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
a. Hubungan dosis-respon, dosis kerja, dan waktu-kerja C2 80 Menit
b. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap toksisitas C2 80 Menit
c. Diskusi aktif C2 40 Menit
114
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6. TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan cakupan ilmu toksikologi lingkungan, ilmu
toksikologi forensik, dan ilmu toksikologi klinik / ekonomi dengan benar
7. Sub pokok bahasan :
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
a Pengantar toksikologi lingkungan C2 80 Menit
b Pengantar toksikologi forensik C2 40 Menit
c Pengantar toksikologi klinik / ekonomi C2 40 Menit
d Kegiatan terstruktur (diskusi umpan balik, PR) C2 40 Menit
115
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6. TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan metode pengujian toksisitas dengan benar
7. Sub pokok bahasan :
116
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6. TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan cakupan ilmu toksikologi lingkungan, ilmu
toksikologi forensik, dan ilmu toksikologi klinik / ekonomi dengan benar
7. Sub pokok bahasan :
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
a Pengenalan simbul penandaan bahan berbahanya C2 20 Menit
b Memperlambat atau mengurangi pemasukan racun C2 20 Menit
c Eliminasi racun setelah absorpsi dan detoksifikasi C2 20 Menit
d Tindakan simptomatik C2 20 Menit
e Kegiatan terstruktur (diskusi umpan balik, PR) C2 20 Menit
117
LAMPIRAN VI
RENCANA EVALUASI PROSES BELAJAR MENGAJAR
PROGRAM STUDI / Fak : FARMASI / MIPA
MATAKULIAH, : TOKSIKOLOGI UMUM
SEMESTER / TAHUN : 3 / 2006
Tujuan Evaluasi : Untuk mengetahui kompetensi mahasiswa dalam pemahaman tentang Ilmu
toksikologi
Hal-Hal yang Dievaluasi : Pemahaman tentang teori Toksikologi
Kemampuan berkarya: Kebenaran pemaham dan penerapan konsep ilmu
toksikologi dalam bidang ilmu kimia Kedisiplinan: Tugas rumah dan
absensi Kepribadian dan sikap: Partisipasi kelas,
komunikasi dan diskusi Bermasyarakat : Kemampuan berkomunikasi di
kelas
Evaluator : Team teaching
Waktu : UTS : Pemahaman teori toksikologi dengan tingkat Cognitif 2
UAS : Kemampuan berkarya yang ditunjukkan dari kebenaran pemahaman
dan penerapan ilmu toksikologi dalam bidang kimia cognitif 2
Kedisiplinan, kepribadian dan sikap: dievaluasi selama perkuliahan
Responden : Semua mahasiswa
Instrumen : UTS : Soal Pilihan Ganda
UAS : Soal Pilihan Ganda
Hasil ujian dianalisis dikatagorikan berdasarkan Penilaian Patokan (PAP)
Mata Kuliah : Toksikologi Umum
Dosen/Team Teaching : Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si, Apt.
Rasmaya Niruri, S.Si., Apt.
118
LAMPIRAN VII
KONTRAK PERKULIAHAN
Nama Mata Kuliah Kode : TOKSIKOLOGI
Mata Kuliah : FA 324620 /2
Pengajar : Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt.
Rasmaya Niruri, S.Si., Apt.
Semester : III
Hari Pertemuan/Jam : 8.30 s/d 10.10 WITA
Tempat Pertemuan : Ruang Kuliah Farmasi Gedung AF – Kampus Bukit Jimbaran
Pengetahuan tentang racun adalah sangat penting bagi mahasiswa farmasi, dimana tidak dapat dipungkiri mereka
selalu kontak dengan bahan kimia. Pengetahuan dasar tentang toksikologi sangat diperlukan dalam mengenali
bahan kimia yang berracun, efek kerja racun, reaksi biokimia toksikan, serta bagaimana kinetika toksikan di dalam
organisme. Secara keseluruhan dari sub bahasan toksikologi bertujuan untuk memberikan dasar dan pengantar
bagi mahasiswa farmasi yang akan memperdalam mata kuliar Toksikologi Farmakologi, Biotransformasi dan
Farmakokenetik, Analisis Toksikologi, dan Kimia Lingkungan.
Manfaat mata kuliah adalah memberikan pemahaman kepada mahasiswa tetang racun, efek kerja racun, serta
nasib toksikan di dalam organisme, metode uji toksisitas, serta pengenalan tindakan pertama pada pertolongan
keracunan. Mata kuliah ini juga diharapkan membantu pemahaman tetang racun serta selanjutnya bisa melakukan
pertolongan pertama pada keracunan.
2. DESKRIPSI PERKULIAHAN
Mata kuliah ini membahas tentang ruang lingkup ilmu toksikologi, faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas,
hubungan dosis-respon, pengertian reseptor, jenis toksikan, kerja dan efek toksik , jenis-jenis respon, proses
biotransformasi, organ yang terlibat dalam biotransformasi, cabang ilmu toksikologi.
3. TUJUAN INSTRUKSIONAL
Pada akhir perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat mengerti dasar-dasar ilmu toksikologi dengan benar.
4. STRATEGI PERKULIAHAN
Pada setiap pertemuan, dosen memberi ceramah singkat tentang materi kuliahnya. Mahasiswa diberi tugas untuk
mendiskusikan atau membahas setiap materi tersebut. Dosen pengasuh akan membimbing dan memberi arahan.
5. MATERI/BACAAN PERKULIAHAN
119
5. Gibson G. G., and P. Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, Iis Aisyah B. (terj.), UI Press, Jakarta.
6. Hardman J.G., Goodman Gilman, A., Limbird, L.E., 1996, Goodman & Gilman’s, The pharmacological
Basis of Therapeutics, 9th edn, Mc Graw-Hill, New York
7. Haves, A.Wallace, 2001, Principles and Methods of Toxicology, 4th ed., Taylor and Francis, Philadelphia
8. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang
9. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI
Press, Jakarta
10. Manahan, Stanley E., 1992, Toxicologocal chemistry, 2nd ed., Lewis publisher, Michigan
11. Mutschler E., 1999, Dinamika Obat, ed. ke-5, Widianto, M.B. dan Ranti, A.S. (terj.), Penerbit ITB, Bandung
12. Shargel, L. and YU, A.B.C., 1985, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Fasich dan Sjamsiah
S. (terj.) Airlangga University Press, Surabaya
13. Tjay, T. H., dan K. Rahardja, 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek
Sampingnya. ed. ke-5, Gramedia, Jakarta
14. Wirasuta, I M.A.G., Suaniti, M., Yowani, S.C.., 2005, Analisis Toksikologi Forensik Diktat Kuliah Kimia
Forensi I, Jurusan Kimia-FMIPA Universitas Udayana
6. TUGAS
1. Setiap perkuliahan, mahasiswa harus sudah membaca bahan bacaan atau materi perkuliahan yang sudah
disusun dalam bentuk bahan ajar sebelum mengikiti kuliah
2. Setiap perkuliahan mahasiswa harus aktif mengerjakan dan mendiskusikan tugas yang telah tercantum dalam
setiap sub pokok bahasan.
3. Ujian Tengah Semester (UTS) I diadakan pada minggu ke 8, UTS II diadakan pada minggu ke 16, dan Ujian
Akhir Semester (UAS) atau Perbaikan diadakan sesuai dengan jadwal UAS FMIPA. UTS I mencangkum materi
pada pertemuan I s/d VII, UTS II mengujikan materi pada pertemuan IX s/d XV. Evaluasi akan menggunakan
bentuk soal esai, esai berstruktur, atau pilihan ganda. Pada UAS diujikan keseluruhan materi dengan jadwal
ditentukan dari Fakultas. UAS diberikan kesempatan kepada seluruh mahasiswa untuk memperbaiki nilia Akhir
sementara. Nilai Akhir sementara dan Nilai Akhir diformulasikan pada point 7.
7. KRITERIA PENILAIAN
120