Anda di halaman 1dari 22

TOKSIKOLOGI

“NAPZA ( NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF )”

Oleh :

MAOLISA PRIHATINI

RESTU GANDHINI D.A.A

YUNDA ASTIRA

KELAS REGULER PEGAWAI TINGKAT II

PRODI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

POLTEKKES KEMENKES BANTEN

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


NAPZA merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan
bahan adiktif. NAPZA adalah obat, bahan, zat dan bukan tergolong
makanan. Jika diminum, dihisap, ditelan, atau disuntikkan dapat
menyebabkan ketergantungan dan berpengaruh terhadap kerja otak,
demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah,
pernapasan, dll).
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai
NARKOBA (narkotika dan bahan/obat berbahaya) merupakan masalah
yang kompleks yang memerlukan upaya penanggulangan secara
komprehensif. Meskipun dalam kedokteran sebagian besar golongan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat
bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak
menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai
peredaran dijalur ilegal, akan berkaitan sangat merugikan bagi individu
maupun masyarakat luas khususnya generasi muda.
Pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa apakah seseorang
merupakan pengguna narkoba atau tidak bisa dilakukan dengan berbagai
cara. Pemeriksaan yang dimaksud contohnya adalah pemeriksaan
amphetamin, methamphetamin, morfin, ekstasi, dan lain sebagainya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 NARKOTIKA
Narkotika adalah obat, bahan, zat dan bukan tergolong makanan. Jika
diminum, dihisap, ditelan, atau disuntikkan dapat menyebabkan ketergantungan
dan berpengaruh terhadap kerja otak, demikian pula fungsi vital organ tubuh lain
(jantung, peredaran darah, pernapasan, dll).
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran dan menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri. Menurut
undang-undang narkotika dibagi menurut potensi ketergantungannya sebagai
berikut.
• Narkotika Golongan I : berpotensi sangat tinggi menyebabkan
ketergantungan, tidak digunakan dalam terapi. Contoh heroin, kokain, ganja,
putaw (heroin tidak murni berupa bubuk).
• Narkotika Golongan II : berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan,
digunakan dalam terapi. Contoh morfin dan petidin.
• Narkotika Golongan III : berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan,
banyak digunakan dalam terapi. Contoh kodein.

A. Ganja
Ganja adalah tanaman yang termasuk dalam family Cannabaceae,
kadang dikenal sebagai Cannabinaceae. Umumnya, ganja dianggap
mono-spesifik (Cannabis sativa L.) yang dibagi menjadi beberapa
subspesies antara lain (C. sativa subsp. sativa, C. sativa subsp. Indica, C.
sativa subsp. ruderalis, C. sativa subsp. spontanea, C. sativa subsp.
kafiristanca). Namun, perbedaan kimia dan morfologis dimana ganja telah
terpecah menjadi subspesies ini seringkali tidak mudah terlihat, tampaknya
akibat modifikasi lingkungan, dan bervariasi secara kontinyu. Oleh karena
itu cukup disebut Cannabissativa untuk semua jenis tanaman ganja.
Ganja adalah tanaman tahunan, tegak, bervariasi dari 0,2-6 m,
sebagian besar 1-3 m, bercabang, berbunga, dengan ciri morfologi seperti:

Tanaman jantan (staminate) Buah betina (pistillate)

Bentuk herbal ganja

Ganja biasanya digunakan dengan cara dihisap atau sebagai


rokok. Ganja yang masuk ke saluran pernapasan setelah melalui hidung
atau mulut, sampai ke tenggorokan, terus ke bronkus, kemudian masuk ke
paru-paru melalui bronkiolus dan berakhir di alveolus. Di dalam alveolus,
butiran “debu” zat aktif itu diserap oleh pembuluh darah kapiler, kemudian
dibawa melalui pembuluh darah vena ke jantung. Dari jantung, zat aktif
disebar ke seluruh tubuh. Tetrahydrocannabinol (THC), bahan aktif utama
dalam ganja, mengikat dan mengaktifkan reseptor spesifik, yang dikenal
sebagai reseptor cannabinoid. Ada banyak reseptor ini di bagian otak yang
mengendalikan ingatan, pikiran, konsentrasi, persepsi waktu dan
kedalaman, dan gerakan terkoordinasi. Dengan mengaktifkan reseptor ini,
THC mengganggu fungsi normal mereka.
Cerebellum adalah bagian otak yang terlibat dalam keseimbangan,
postur tubuh, dan koordinasi gerakan. Cerebellum mengkoordinasikan
tindakan otot yang dipesan oleh korteks motor. Impuls saraf mengingatkan
serebelum bahwa korteks motor telah mengarahkan bagian tubuh untuk
melakukan tindakan tertentu. Hampir seketika, dorongan dari bagian tubuh
tersebut menginformasikan cerebellum tentang bagaimana tindakan
dilakukan. Cerebellum membandingkan gerakan sebenarnya dengan
gerakan yang dimaksud dan kemudian menandakan korteks motor untuk
melakukan koreksi yang diperlukan. Dengan cara ini, serebelum
memastikan tubuh bergerak dengan lancar dan efisien.
Efek akut ganja bervariasi, termasuk tertawa dan cekikikan,
peningkatan nafsu makan, perubahan persepsi dan mood, dan efek
stimulan atau sedatif. Dengan dosis yang sangat besar, pasien mungkin
juga mengalami halusinasi, kegelisahan, paranoid, kekurangan memori
jangka pendek, dan gaya berjalan yang tidak stabil. Penggunaan ganja
secara intravena dapat menyebabkan kolaps kardiovaskular, koagulopati
intravaskular diseminata, atau kematian. Penurunan memori dan perhatian
telah dikaitkan dengan penggunaan ganja jangka panjang (UNODC,2014)
Sensasi euphoria ringan, relaksasi, dan persepsi pendengaran dan
visual yang diperkuat dihasilkan oleh ganja berpengaruh pada reseptor
cannabinoid di otak. Reseptor ini terdapat di seluruh otak, dan molekul
endogen yang mengikatnya secara alami telah diidentifikasi yaitu
anandamide. Anandamide terlibat dalam mengatur mood, memori, nafsu
makan, rasa sakit, kognisi, dan emosi. Ketika ganja dimasukkan ke dalam
tubuh, bahan aktifnya, Delta-9tetrahydrocannabinol (THC) dapat
mengganggu semua fungsi ini.

Analisis Marijuana dalam Sampel Biologis


a. Test Skrining
1) Sampel : Urine
2) Metode : Immunochromatografi Kompetitif
3) Prinsip :
Test didasarkan pada kompetisi penjenuhan IgG anti-narkoba
yang mengandung substrat enzim (ada dalam keadaan bebas di
zone S) merupakan “Antibodi Pendeteksi dalam Strip” oleh narkoba
sampel/urine “Antigen dalam Sample” atau narkoba yang telah
dikonjugasi enzim “Antigen dalam Strip Test” (ada dan terfiksir di
zone T). Jika dijenuhi oleh narkoba dalam sampel (sampel positif
narkoba), maka IgG anti narkoba substrat tidak akan berikatan
dengan narkoba-enzimnya, sehingga tidak terjadi reaksi enzim-
subtrat yang berwarna. Sebaliknya jika tidak dijenuhi (sampel negatif
narkoba) atau hanya sebagian dijenuhi (sampel mengandung
narkoba dalam jumlah di bawah ambang batas pemeriksaan/cut off
value),maka IgG anti-narkoba-substrat akan berikatan dengan
narkoba-enzimnya secara penuh atau sebagian, sehingga terjadi
reaksi enzim-substrat yang berwarna penuh atau samar-samar. Valid
tidaknya test dikontrol dengan mengikutsertakan pada zone S suatu
kontrol validitas yang berupa IgG goat-substrat.
Karena IgG goat bukan antibodi spesifiknya narkoba, maka
baik pada sampel urin yang ada, ada dalam jumlah di bawah ambang
batas pemeriksaan atau tidak ada sama sekali narkobanya,
semuanya tidak akan menjenuhi dan hanya akan mendifusikan IgG
goat-substrat dari zone S ke zone C untuk menemui dan mengikat
IgG anti-IgG goat yang dikonjugasi enzim sehingga terjadi
reaksienzim-substrat yang berwarna di zone C.

4) Alat dan Bahan : Strip Test Narkoba

5) Cara Kerja :
a. Biarkan strip test dalam suhu kamar.
b. Buka penutup strip test, kemudian celupkan strip test tersebut
secara vertical ke dalam sample urine selama 10-15 detik.
c. Ketika strip test dicelupkan tidak boleh melewati batas garis
yang paling bawah Zona Sample (S).
d. Tempatkan test strip itu pada bidang datar, baca hasil setelah
5-10 menit

6) Interpretasi Hasil :
Positif : Hanya terbentuk pita pink pada Control (C)
Negatif : Terbentuk dua pita pink pada Control (C) dan pada Test (T)
Invalid : Tidak terbentuk pita pink pada Control (C) dan pada Test (T)
atau terbentuk pita pink pada Test (T) sedangkan pada Control (C)
tidak terbentuk pita pink.
B. Heroin dan Morfin
Opioid digunakan secara klinis untuk analgesia dan anestesi dan
tersedia secara tidak sengaja untuk penyalahgunaan oral, inhalasi, atau
parenteral. Tanaman opium, Papaver somniferum, adalah sumber
opium. Tanaman ini mengandung lebih dari 20 alkaloid, termasuk morfin
dan kodein. Mengubah struktur morfin menghasilkan banyak opioid
semisintetik, termasuk heroin, hydrocodone, hydromorphone, dan
thebaine (prekursor oxycodone dan naloxone).
Morfin, kodein, opium dan derivat semi sintetik dari morfin, termasuk
golongan obat yang disebut opiat. Opiat adalah anlgesik yang kuat juga
merupakan obat yang sering disalahgunakan karena menyebabkan
euphoria, relaksasi, serta rasa senang yang berlebihan. Opiat dihasilkan
dari cairan getah opium poppy yang diolah menjadi morfin kemudian
dengan proses tertentu menghasilkan putauw dimana putauw
mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin. Opioid sintetik yang
mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin.

Toksokinetika
a. Absorbsi dan distribusi
Sebagian besar opioid oral diserap sepenuhnya dari saluran
pencernaan dan mencapai kadar puncak dalam 1 sampai 1 ½ jam.
Metabolisme lintas pertama (first-pass) signifikan, menghasilkan
bioavailabilitas rendah. Sebagai contoh, bioavailabilitas morfin oral
hanya 22- 24%. Sebaliknya, kodein dan metadon memiliki rasio potensi
oral/parenteral yang lebih tinggi dan memiliki bioavailabilitas 60-79%.
Ikatan protein morfin 0% sedangkan metabolitnya 20 – 40%. Morfin dan
meperidin sering diberikan secara intramuskular, namun penyerapan
meperidin tidak menentu oleh rute ini. Menghirup asap heroin atau
merokok yang dicelupkan ke dalam heroin menunjukkan farmakokinetik
serupa dengan heroin intravena. Heroin yang dihirup dan intravena
mencapai kadar puncak dalam waktu 1 sampai 5 menit dan dengan
cepat menurun ke tingkat deteksi dalam 30 menit. Heroin masuk ke
dalam tubuh, dengan berbagai cara termasuk hirupan, isapan, suntikan
subkutan, atau intravena.

b. Metabolisme dan Ekskresi


Metabolisme secara hepatik dengan baik dalam bentuk morfin-o-
glukoronida dan hanya sebagian kecil (2-12%) diekskresi tanpa
mengalami perubahan bentuk. Metabolit yang terbesar (60-80%)
diekskresi melalui urine dan hanya jumlah kecil 5-14% diekskresi di
dalam feses. Konsentrasi morfin dalam urin dalam dosis terapetik
sebesar 10 μg/ml. Seperti juga morfin, kodein mengalami metabolisme
dalam tubuh. Jumlah besar diekskresikan dalam bentuk kodein
glukoronida. Dalam jumlah kecil (10-15%) didemetilasi membentuk
morfin dan norkodein, diekskresi dalam urine terutama dalam bentuk
glukoronida. Jika masuk melalui suntikan heroin dengan cepat
mengalami reaksi deasetilasi menjadi MAM (Mono Asetil Morfin),
kemudian terhidrolisa menjadi morfin secara perlahan-lahan. Sebagian
besar metabolit heroin (38,2%) yaitu morfin 3-glucuronida (M3G)
ditemukan dalam urine dalam waktu 20-40 jam setelah pemberian
secara intravena. Metabolit lainnya yaitu MAM (1,3%), Morfin bebas
(4,2%), Heroin yang tidak berubah (0,1%), dan Norformin.

c. Toksisitas
Trias toksisitas opioid klasik adalah depresi sistem syaraf pusat, depresi
pernapasan, dan miosis. Tingkat kesadaran dapat bervariasi dari euforia
hingga disforia dan dari sedasi ringan sampai koma. Pasien dapat
megalami hyporeflexic, hypothermia, atau hypotensi. Penyalahgunaan
opioid secara intravena dapat menyebabkan banyak komplikasi medis,
termasuk endokarditis; emboli paru septik; pneumonia aspirasi;
tuberkulosis; trombosis vena; talk dan tepung maizena (dari bahan
pencampur) sampai ke retina, paru-paru, hati, dan ginjal; nefropati
heroin-morfin; tetanus; hepatitis; infeksi virus imunodefisiensi;
pneumotoraks; pseudoaneurysms; aneurisma mycotic; abses; selulitis;
septic arthritis; myopathy; osteomielitis; botulisme luka; myelitis; dan
pseudo obstruksi usus sekunder akibat impaksi feses.

C. Kokain
Klasifikasi Kokain termasuk narkotika golongan I. Kokain adalah alkaloid
dengan nama kimia benzoilmetilecgonin yang didapatkan dari daun tanaman
Erytoxylus coca. Zat ini dapat dipakai sebagai anaestetik (pembius) dan
memiliki efek merangsang jaringan otak bagian sentral. Pemakaian zat ini
menjadikan pemakainya suka bicara, gembira yang meningkat menjadi gaduh
dan gelisah, detak jantung bertambah, demam, perut nyeri, mual, dan
muntah. Kokain merupakan salah satu narkotika yang banyak disalahgunakan.
Bentuk yang dihisap disebut “crack” atau kokain base yang bersifat sangat
adiktif, dan efeknya cepat.
Toksokinetika Kokain masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara seperti
intra nasal, intra vena, intra muskuler, oral dan dihirup. Kokain merupakan
stimulant yang kuat terhadap susunan saraf pusat, mempertinggi kesiagaan,
mencegah nafsu makan, menyebabkan keinginan untuk tidur dan euphoria
(perasaan senang yang berlebihan) yang kuat. Kokain mengalami metabolisme
dalam tubuh, hanya 1% dari dosis yang dikeluarkan dalam urin dalam bentuk
yang tidak berubah.
2.2 PSIKOTROPIKA
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif dan
susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku, yang dibagi menurut potensi yang menyebabkan
ketergantungan sebagai berikut :
. Psikotropika golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi
serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)

· Psikotropika golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan


dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta
menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
(Contoh: amfetamin, metilfenidat atau ritalin)

· Psikotropika golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan


dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).

· Psikotropika golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan


dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan (Contoh: diazepam, bromazepam, Fenobarbital,
klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, Rohip, morfin, barbiturat dan
Dum, MG).

A. Amphetamin
1. Methampetamine
Salah satu turunan amphetamine adalah methamphetamin.
Methamphetamine merupakan obat perangsang yang sangat kuat.
Methampetamin adalah suatu obat yang dengan kuat mengaktifkan
sistem tertentu di dalam otak. Ia berkaitan erat secara kimiawi
dengan amphetamine namun efek methamphetamin pada sistem
saraf pusat lebih besar. Kedua obat tersebut digunakan untuk
tujuan medis, khususnya dalam pengobatan obesitas, namun
penggunaan untuk terapi terbatas.
Penggunaan obat ini akan mengakibatkan suatu keadaan
selalu terjaga, meningkatnya kegiatan fisik, menurunnya nafsu
makan, meningkatnya respirasi, hipotermia dan euforia. Efek
lainnya termasuk sikap mudah marah, insomnia, kebingungan,
gemetar, kejang, gelisah, paranoid dan sikap agresif.

2. MDMA (3,4–methylenedioxy-N-methylamphetamine) / Ekstasi

Turunan Amphetamin lainnya adalah MDMA (3,4–


methylenedioxy N-methylamphetamine) juga disebut sebagai
Ekstasi, XTC adalah jenis mescaline dan amphetamine yang dibuat
secara ilegal. Senyawa kimia yang sering digunakan sebagai obat
rekreasi yang membuat penggunanya menjadi sangat aktif. Ketika
dimasukkan lewat mulut, efek obat ini akan kambuh pada 30–
45 menit dan berakhir 3–6 jam. Obat ini juga terkadang dimasukkan
melalui hidung atau diasapkan. Sejak 2017, MDMA tidak menerima
penggunaan medis.

Efek dari penggunaan MDMA di antaranya rasa ketagihan,


masalah ingatan, paranoia, susah tidur, penggerusan gigi,
pandangan buram, berkeringan, dan detak jantung yang cepat.
Penggunaan juga dapat menyebabkan depresi dan cepat lelah.
Kematian telah dilaporkan karena suhu tubuh meningkat dan
dehidrasi. MDMA meningkatkan pelepasan dan menurunkan
asupan kembali neurotransmiter serotonin, dopamina,
dan norepinefrin dalam bagian otak. Ia memiliki efek stimulan dan
psikedelik. Peningkatan awal diikuti dengan penurunan jangka
pendek dalam neurotransmiter.
B. Benzodiazepine
Golongan ini secara terapetis untuk memberikan sedasi,
membuat tidur, mengurangi kecemasan dan ketegangan otot, dan
untuk mencegah serangan penyakit mendadak (kekambuhan
penyakit). Secara umum benzodiazepine berperan sebagai hipnotis
dalam dosis tinggi, anti kegelisahan dalam dosis sedang, dan sedatif
dalam dosis rendah.Golongan benzodiazepine terdiri dari diazepam,
alprazolam, nimetazepam, bromazepam, dan chlordiazepoxide.

C. Shabu-Shabu
Shabu-shabu adalah psikotropika yang sangat berbahaya
karena potensi menimbulkan ketergantungannya kuat. Psikotropika
ini berbentuk kristal bening seperti butiran gula, tetapi ukurannya
sedikit lebih besar sehingga ada yang menyebutnya crystal meth.
Shabu-shabu pada awalnya digunakan sebagai stimulan.Pada
saat Perang Dunia oleh tentara Jerman,

Tentara Merah Rusia dan kamikaze Jepang digunakan


untuk menambah keberanian dan semangat perang. Dampak
menggunakan shabu-shabu adalah gelisah, tidak bisa berpikir,
tidak bisa bekerja, tidak bisa tenang, cepat lelah, mudah marah,
tidak bisa beraktivitas dengan baik, tidak ada semangat, depresi
berat, rasa lelah berlebihan, dan gangguan tidur.

D. Barbiturat
Barbiturat memberikan spektrum depresi sistem saraf pusat
yang luas, dari sedasi ringan hingga koma, dan telah digunakan
sebagai obat penenang, hipnotis, obat bius (anesthetics) dan
anticonvulsants (obat penghambat kejang). Perbedaan utama antara
sebagian besar produk-produk ini adalah berapa lama mereka
memberikan efek dan berapa lama efek ini berlangsung. Barbiturat
diklasifikasikan sebagai sangat cepat, cepat, sedang, dan beraksi
lama.
Barbiturat yang beraksi cepat menyebabkan anesthesia dalam
sekitar 1 menit sesudah penggunaan melalui pembuluh darah. Yang
saat ini digunakan untuk tujuan medis salah satunya adalah obat
methohexital (Brevital ®). Penyalahguna Barbiturat memilih Barbiturat
yang beraksi cepat dan sedang yang mencakup Amorbabital (Amytal),
Pentobarbital (Nembutal ®), Secobarbital (Seconal ®), dan Tuina
(produk kombinasi Amorbarbital dan Secobarbital). Setelah
penggunaan secara oral, permulaan aksi adalah antara 15-40 menit,
dan efek berlangsung hingga 6 jam. Obat-obatan ini terutama
digunakan untuk insomnia dan sedasi sebelum operasi.

2.3 ZAT ADIKTIF LAINNYA


Yang dimaksud dengan Zat Adiktif lainnya yaitu bahan/zat yang
berpengaruh psikoaktif di luar Narkotika dan Psikotropika, meliputi:
1) Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol yang
berpengaruh menekan susunan saraf pusat, seringmenjadi bagian
dari kehidupan manusia sehari hari dalam kebudayaan tertentu.
Jika digunakan bersama Narkotika dan Psikotropika akan
memperkuat pengaruh obat/zat tersebut dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan alkohol :
• Golongan A : Kadar Etanol 1-5% (Bir)
• Golongan B : Kadar Etanol 5-20% (Berbagai minuman
Anggur)
• Golongan C : Kadar Etanol 20-45% (Whisky, Vodka,
Bourborn, Vermouth)

2) Inhalasi (Gas yang dihirup) dan Solven (Gas Pelarut) mudah


menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai
keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang
sering disalahgunakan: Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, dan
Bensin.
3) Tembakau. Tembakau hingga kini masih dikonsumsi masyarakat
secara luas. Walaupun dampak nya menyerang tidak secepat
lainnya, namun rokok serta alkohol sering menjadi pintu masuk
penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.

2.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK NARKOBA


Untuk menentukan pemakaian narkoba pada seorang individu,
pemeriksaan narkobaseringkali dilakukan menggunakan berbagai
spesimen biologis seperti darah, urin, cairan oral, keringat ataupun rambut.

A. Pemeriksaan Urin, Skrining dan Konfirmatori


Urin merupakan spesimen yang paling sering digunakan untuk
pemeriksaan narkoba rutin karena ketersediaannya dalam jumlah besar
dan memiliki kadar obat dalam jumlah besar sehingga lebih mudah
mendeteksi obat dibandingkan pada spesimen lain. Teknologi yang
digunakan pada pemeriksaan narkoba pada urin sudah berkembang baik.
Kelebihan lain spesimen urin adalah pengambilannya yang tidak invasif
dan dapat dilakukan oleh petugas yang bukan medis. Urin merupakan
matriks yang stabil dan dapat disimpan beku tanpa merusak integritasnya.
Obat-obatan dalam urin biasanya dapat dideteksi sesudah 1-3 hari.
Kelemahan pemeriksaan urin adalah mudahnya dilakukan pemalsuan
dengan cara substitusi dengan bahan lain maupun diencerkan sehingga
mengacaukan hasil pemeriksaan.
Pemeriksaan narkoba seringkali dibagi menjadi pemeriksaan
skrining dan konfirmatori. Pemeriksaan skrining merupakan pemeriksaan
awal pada obat pada golongan yang besar atau metobolitnya dengan hasil
presumptif positif atau negatif. Secara umum pemeriksaan skrining
merupakan pemeriksaan yang cepat, sensitif, tidak mahal dengan tingkat
presisi dan akurasi yang masih dapat diterima, walaupun kurang spesifik
dan dapat menyebabkan hasil positif palsu karena terjadinya reaksi silang
dengan substansi lain dengan struktur kimia yang mirip.
Pada pemeriksaan skrining, metode yang sering digunakan adalah
immunoassay dengan prinsip pemeriksaan adalah reaksi antigen dan
antibodi secara kompetisi. Pemeriksaan skrining dapat dilakukan di luar
laboratorium dengan metode onsitestrip test maupun di dalam laboratorium
dengan metode ELISA (enzyme linked immunosorbent assay).
Pemeriksaan konfirmasi digunakan pada spesimen dengan hasil
positif pada pemeriksaan skrining. Pemeriksaan konfirmasi menggunakan
metode yang sangat spesifik untuk menghindari terjadinya hasil positif
palsu. Metoda konfirmasi yang sering digunakan adalah gas
chromatography / mass spectrometry (GC/MS) atau liquid
chromatography/mass spectrometry (LC/MS) yang dapat mengidentifikasi
jenis obat secara spesifik dan tidak dapat bereaksi silang dengan substansi
lain. Kekurangan metode konfirmasi adalah waktu pengerjaannya yang
lama, membutuhkan ketrampilan tinggi serta biaya pemeriksaan yang
tinggi.
Panel pemeriksaan narkoba tergantung jenis narkoba yang banyak
digunakan, tetapi biasanya meliputi 5 macam obat yaitu amfetamin,
kanabinoid, kokain opiat dan PCP. Obat lain yang sering disalahgunakan
seperti benzodiazepin sering pula diperiksakan. Pada pemeriksaan
narkoba baik untuk skrining maupun konfirmasi, telah ditetapkan standar
cutoff oleh NIDA untuk dapat menentukan batasan positif pada hasil
pemeriksaan.
Pada tabel berikut disampaikan kadar cutoff pemeriksaan narkoba
untuk skrining maupun konfirmasi.
Obat Kadar Skrining Kadar Konfirmasi
(ng/mL) (ng/mL)
THC 50 15
Metabolit Kokain 300 150
Metabolit Opiat 300 atau 2000 300 atau 2000
Morfin - 300 atau 2000
Kodein - 300 atau 2000
Phenicyclidin 25 25
Amfetamin 1000 500
Metamphetamin - 500
(Dasgupta)
Waktu deteksi obat dalam urin tergantung berbagai kondisi termasuk
waktu paruh obat. Pada tabel berikut disampaikan durasi deteksi obat
dalam urin :
Obat Durasi Deteksi dalam Urin
Amfetamin dan metamfetamin 1-2 hari
Barbiturat 1-3 hari
Benzodiazepin Sampai 21 hari
Kanabinoid Sampai 60 hari
Kokain 1-3 hari
Methadon 1-3 hari
Opiat 1-3 hari
(Lum 2006)

Pada pemeriksaan dengan metode immunoassay dapat menyebabkan


positif palsu karena reaksi silang dengan substansi lain. Berbagai
substansi yang dapat menyebabkan reaksi silang pada pemeriksaan
skrining disampaikan pada tabel berikut :
Jenis Obat Faktor Pengganggu
Opiat Quinolon (levofloxacin, ofloxacin)
Phencyclidine Antidepresan venlafaxine,
dextromethorphan, dyphenhydramin,
Ibuprofen
Methadon Antipsikotik atipik quetiapin
THC Antiretroviral efaviren, proton inhibitor
(pantoprazole)
Amfetamin Pil diet (clobenzorex), promethazin, i-
metamphetamin (otc nasal
inhaler), pseudoephedrin, ranitidin,
thioridazin
Benzodiazepin Oxaprozin, sertraline (zoloft)
(Stanridge 2010)
Dibandingkan berbagai spesimen yang digunakan untuk pemeriksaan
narkoba, urin merupakan spesimen yang paling mudah dimanipulasi.
Manipulasi yang dilakukan bertujuan mengubah hasil pemeriksaan. Secara
umum, terdapat tiga jenis manipulasi pada urin yang akan dilakukan
pemeriksaan narkoba :
1. Menurunkan konsentrasi obat dengan cara mengkonsumsi obat untuk
detoksifikasi ataupun meminum air dalam jumlah besar.
2. Menurunkan kadar obat dalam urin dengan cara menambahkan air
pada urin yang telah ditampung.
3. Merusak obat atau mengubah pH sehingga mengganggu pemeriksaan
dengan cara menambahkan berbagai substansi seperti bahan kimia
maupun produk detoksifikasi.

Untuk mengatasi pemalsuan urin, dapat dilakukan beberapa hal


terutama dengan pengawasan saat pengambilan urin dan melakukan
mendeteksi penambahan zat-zat manipulatif dalam sampel urin.Berbagai
produk rumah tangga digunakan untuk memalsukan spesimen urin seperti
garam dapur, cuka rumah tangga, pemutih pakaian, konsentrat jus jeruk, tetes
mata dan sebagainya. Berikut beberapa prosedur yang dapat dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan pemalsuan pada skrining narkoba pada urin.
1. Melepaskan pakaian luar yang tidak begitu berguna (jaket, syal dll)
2. Memindahkan benda / substansi pada area pengambilan sampel yang
dapatdigunakan untuk memalsukan urin (air, sabun cuci tangan).
3. Menaruh disinfektan berwarna biru pada air pembilas yang terdapat
dalam area pengambilan sampel.
4. Meminta untuk mengeluarkan dan menyimpan barang-barang yang
terdapat di sakupasien
5. Menyimpan barang-barang pribadi dengan pakaian luar (tas, ransel)
6. Menginstruksikan pasien untuk mencuci tangan dan mengeringkannya
(lebih baik dengan sabun cuci tangan cair) dengan pengawasan dan
tidak mencuci tangan sampai pasien menyerahkan spesimen.

Terdapat pemeriksaan sederhana untuk mendeteksi adanya manipulasi


ataupun penambahan zat-zat yang mengganggu pemeriksaan. Kondisi urin
berikut ini merupakan keadaan normal, dan keadaan urin di luar kondisi berikut
patut dicurigai terjadinya manipulasi maupun substitusi urin:
1. Suhu urin harus dicatat dalam waktu 4 menit sesudah pengambilan
sampel dengansuhu di antara 32-380C dan tetap di atas 330C dalam
waktu 15 menit.
2. pH urin normal berkisar antara 4,5-8
3. Berat jenis urin berkisar antara 1,002-1,020
4. Konsentrasi kreatinin lebih dari 20mg/dL
5. Tampilan urin normal (tidak berbusa, keruh, berwarna gelap atau sangat
jernih dankuning muda)

Saat ini sudah terdapat test strip yang dapat mendeteksi penambahan
zat-zat yang dapat menyebabkan hasil pemeriksaan invalid atau negatif palsu.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila dicurigai kelainan integritas urin. Pada
setiap test strip ini terdapat 7 bantalan untuk mendeteteksi kadar kreatinin, nitrit,
glutaraldehid, pH, berat jenis, oksidan dan piridinium chlorchromat pada urin.

B. Rapid Test
Dalam pemeriksaan narkoba ada beberapa cara salah satunya dengan
menggunakan Rapid Test. Rapid Test ini menggunakan Strip / Stick Test dan
Card Test.
a. Strip/Stick Test
Dalam pemeriksaan Strip/Stick Test tersebut ada yang
menggunakan 3 parameter yaitu Amphetamine (AMP), Marijuana (THC),
Morphine (MOP), dan ada yang menggunakan 6 parameter yaitu
Amphetamine (AMP), Methamphetamine (METH), Cocaine (COC),
Morphine (MOP), Marijuana (THC), dan Benzidiazephine (BZO).
Strip/Stick Test ini telah dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
dibuat dalam bentuk imunokromatografi kompetitif kualitif yang praktis,
tidak memerlukan tenaga terampil dan cepat (hasil dapat diperoleh dalam
3-10 menit). Dengan sampel urin teknik ini memiliki sensitivitas sesuai
dengan standard Nasional Institute on Drug Abuse (NIDA, sekarang
SAMHSA), dan dengan spesifisitas 99,7%.
Jika pada pemeriksaan Strip/Stick Test ini menggunakan metode
imunokromatografi kompetitif kualitif yang ditandai hasil positif dengan
terbentuk hanya 1 garis yaitu pada area control, dan hasil negative dengan
terbentuk 2 garis yaitu pada area control dan test, dan invalid apabila
terbentuk garis pada test atau garis tidak terbentuk sama sekali. Perlu
diingat untuk pemeriksaan ini, pembacaan hasil harus dilakukan saat 5
menit dan tidak boleh melebihi 10 menit karena akan terbentuk hasil yang
positif palsu.

b. Card Test
Card Test ini sama dilakukan seperti Strip/Stick Test yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Yang membedakan, jika Strip/Stick Test ini
dicelupkan pada wadah yang sudah diisi dengan urin, sedangkan pada
Card Test ini urin yang diteteskan pada zona sample sekitar 3-4 tetes urin.

c. Tes Darah
Selain dilakukan pemeriksaan urin dan rapid test seperti Strip/Stick
dan Card Test, dapat dilakukan tes darah. Pada pengguna narkoba, akan
didapat hasil SGOT dan SGPT yang meningkat karena biasanya
pemakaian narkoba dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya
hepatomegali.

d. Sampel Rambut
Cara ini dinilai lebih mantap dibandingkan tes urin untuk
memastikan seseorang pecandu narkoba atau tidak. Ada beberapa
kelebihan dari analisis rambut bila dibandingkan dengan tes urin. Salah
satunya adalah narkoba dan metabolisme narkoba akan berada dalam
rambut secara abadi dan mengikuti pertumbuhan rambut yang berlangsung
sekitar 1 inchi per 60 hari. Sedangkan, kandungan narkoba dalam urin
segera berkurang dan menghilang dalam waktu singkat.
Berikut ini disediakan tabel pemeriksaan tes darah dan tes rambut
tentang mendeteksi keberadaan narkoba.
Jenis Narkoba Tes Darah Tes Rambut
Amphetamin 12 jam Hingga 90 hari
Methamphetamin 1-3 hari Hingga 90 hari
Ekstasi (MDMA) 3-4 hari Hingga 90 hari
Cannabis 2-3 hari untuk pengguna Hingga 90 hari
ringan, 2 minggu untuk
pengguna berat
Kokain 2-10 hari Hingga 90 hari
Morfin 1-3 hari Hingga 90 hari
Metadon 24 jam Hingga 90 hari
PCP 1-3 hari Hingga 90 hari
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif.
Narkotika adalah obat, bahan, zat dan bukan tergolong makanan. Jika diminum,
dihisap, ditelan, atau disuntikkan dapat menyebabkan ketergantungan dan
berpengaruh terhadap kerja otak, demikian pula fungsi vital organ tubuh lain
(jantung, peredaran darah, pernapasan, dll). Pemeriksaan narkoba dilakukan
untuk mengetahui apakah seseorang merupakan pengguna narkoba atau tidak.
Jenis-jenis narkoba dapat digolongkan menjadi 5 jenis yaitu golongan amfetamin,
opiat, barbiturat, benzodiazepine, dan mariyuana (ganja).
Untuk menentukan pemakaian narkoba pada seorang individu,
pemeriksaan narkoba seringkali dilakukan menggunakan berbagai spesimen
seperti darah, urin, cairanoral, rapid test ataupun sampel rambut. Cara mengatasi
penyalahgunaan narkoba diantaranya adalah dengan preventif, kuratif, serta
rehabilitatif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Standridge JG, Adams SM, Zotos AP. Urine Drug Screening:A Valuable
Office
2. Procedure. Am Fam Physician. 2010;81(5):635-640
3. Dasgupta A. The Effects of Adulterants and Selected IngestedCompounds
on Drugsof-Abuse Testing in Urine. Am J Clin Pathol 2007;128:491-503
4. Jaffee WB, Trucco E, Levy S, Weiss RD. Is this urine really negative? A
systematic review of tampering methods inurine drug screening and testing.
Journal of Substance Abuse Treatment 33 (2007) 33– 42
5. Lum G, Mushlin B. Urine Drug Testing: Approachesto Screening and
Confirmation Testing. Laboratory Medicine (june 2004),number 6,volume 35
6. Melanson SEF, Bskin L, Magnani B, Kwong TC, Dizon A, Wu AHB.
Interpretation and Utility of Drug of Abuse ImmunoassaysLessons From
Laboratory Drug Testing
7. Surveys. Arch Pathol Lab Med. 2010;134:735–739)
8. Moeller Ke, Lee KC, Kissack JC. Urine Drug Screening:Practical Guide for
CliniciansMayo Clin Proc. January 2008;83(1):66-76
9. Zanjani BR. False Positive and False Negative Results in Urine Drug
Screening Tests: Tampering Methods and Specimen Integrity Tests.
Archives. 2014;1:102-108.
10. Reisfield GM, Goldberger BA, Bertholf RL. ‘False-positive’ and ‘false-negative’
test resultsin clinical urine drug testing.Bioanalysis (2009) 1(5), 937–952
11. Reisfield GM, Salazar E, Bertholf RL. Review:Rational Use and Interpretation
of UrineDrug Testing in Chronic Opioid Therapy.Annals of Clinical &
Laboratory Science, 2007; 37: 4.

Anda mungkin juga menyukai