Anda di halaman 1dari 37

BILANGAN PRIMA

1. pengertian Bilangan prima


Secara umum Bilangan prima sering didefinisikan sebagai bilangan yang
memiliki 2 faktor atau dengan kata lain bilangan yang hanya habis dibagi dengan 1
dan bilangan itu sendiri. Dari dilihat perkembangannya, pengertian bilangan prima
didefinisikan sebagai bilangan bulat > 1 yang hanya habis dibagi dengan 1 dan
bilangan itu sendiri. Dari beberbagai usaha untuk mengkaji hubungan antara bilangan
prima, dikenal pula dengan istilah bilangan prima kembar (twin primes), dimana ini
merupakan pasangan bilangan prima yang memenuhi dan n + 2 untuk n adalah
bilangan prima. Contoh : 3 dan 5, 11 dan 13, 29 dan 31, dll.

2. Sejarah dan perkembangan bilangan prima


Manusia telah mengenal bilangan prima sejak 6500 SM. Tulang Ishango yang
ditemukan pada tahun 1960 (sekarang disimpan di Musee d’Histoire Naturelle di
Brussels) membuktikan hal tersebut. Tulang Ishango memiliki 3 baris takik. Salah satu
kolomnya memiliki 11, 13, 17, dan 19 takik, yang merupakan bilangan-bilangan prima
antara 10 hingga 20. Meskipun sedikit sekali manfaat yang diketahui, namun di awal
masehi orang tetap mencari dan membuktikan bahwa suatu bilangan merupakan
bilangan prima.

Pada tahun 325 SM, Euclid membuktikan bahwa bilangan prima memiliki
jumlah yang tidak terbatas. Euclid juga membuktikan teorema dasar aritmatika. Di
dalam teori bilangan, teori dasar arimatika menyatakan bahwa setiap bilangan bulat
lebih dari satu dapat dituliskan sebagai perkalian unik dari bilangan prima, misalnya
6936 = 23 x 31 x 172 ; 1200= 24 x 31 x 52 adalah dua contoh bilangan yang memenuhi
teorema bahwa bilangan-bilangan tersebut dapat dituliskan sebagai perkalian dari
bilangan prima.

Sebelum komputer ditemukan, perkembangan penemuan bilagan prima masih


lambat karena orang belum merasakan manfaat dari bilangan prima. Semua bilangan
prima > 2 jelas merupakan bilangan ganjil sehingga ppada jaman dahulu orang percaya
bahwa untuk suatu bilangan prima n, maka 2n– 1 juga merupakan bilangan prima.
Namun pada tahun 1536, Regius membuktikan bahwa 211 – 1 = 2047 bukanlah bilangan
prima karena 2047 = 23 x 89.

Mersene (1588 – 1648) menemukan bahwa bilangan 2n-1 merupakan bilangan


prima hanya untuk n = 2, 3,5,7,13, 17, 19, 31, 67, 127, dan 257. Namun akhirnya
terbukti bahwa apa yang ditemukan Mersenne ini salah, tapi bentuk 2n-1 (yang
kemudian dikenal dengan bilangan Mersenne) tetap menarik banyak perhatian.
Pertanyaan yang harus dijawab adalah : Pada kondisi apakah bilangan Mersenne Mn
= 2n-1 merupakan bilangan prima? Lukas menemukan syarat perlu dan cukupnya pada
tahun 1870 dan Lehmer mengujinya pada tahun 1930. Uji Lucas – Lehmer : untuk
bilangan ganjil n,bilangan Mersenne 2n-1 adalah bilangan prima jika dan hanya
jika 2^n-1|s(n-1) dengan s(n+1) = (s(n))2 – 2 dan S(1) = 4.

Bilangan bulat p >1 disebut bilangan prima bilamana tidak ada bilangan
pembagi d terhadap p yang memenuhi syarat 1< d< p. Dengan perkataan lain, bilangan
prima adalah bilangan asli yang lebih besar dari satu dan bilangan itu sendiri. sebuah
bilangan bulat p > 1 yang bukan bilangan prima disebut bilangan komposit (tersusun).

Sebagai contoh, 2, 3, 5 dan 7 adalah bilangan prima, sedangkan 4, 6, 8, dan 9


adalah bilangan komposit. Perlu diperhatikan bahwa 1 bukan bilangan prima dan bukan
pula bilangan komposit, sehingga 1 disebut satuan. Jadi, himpunan semua bilangna
bulat positif (bilangan asli) terbagi dalallm 3 himpunan bagian yang saling lepas, yaitu:
a. Himpunan bilangan prima
b. Himpunan bilangan komposit
c. Himpunan bilangan satuan

3. Bilangan Prima Semu


Bilangan prima semu (pseudo prime) adalah blangan yang “mendekati” prima.
Bilangan semu ini didapatkan dari teorema Little Fermat sebagai berikut :

Jika p adalah bilangan prima dan a adalah sembarang bilangan bulat, maka a^p
= a(mod p) Secara khusus, jika a bukan faktor p, maka a^(p-1) = 1(mod p)
Teorema Litle Fermat ini memberikan pengujian yang baik untuk menentukan
ketidakprimaan yaitu dengan memberikan bilangan bulan n > 1, maka dapat dipilih a >
1 kemudian a^(p-1) = 1(mod p) hitung jika hasilnya bukan 1, maka n bukan bilangan
prima. Sebaliknya, jika hasilnya = 1, maka n “mungkin” bilangan prima sehingga n
disebut bilangan prima semu basis a.

Contohnya, untuk a = 2 dan n = 341, maka 2^(341-1)(mod 341) = (2^10)^34


(mod 341) = (2^10 mod 341)^34 = 1^34 mod 341 = 1 . Akan tetapi 341 bukan bilangan
prima karena 341 = 11×31, sehingga 341 adalah bilangan prima semu basis 2.

Dari sebuah bilangan yang kuran dari 25 x 10^9 terdapat lebih dari 10^9 buah
bilangan prima, akan tetapu hanya ada 21.853 buah bilangan prima semu basis 2. Hal
ini berarti bahwa presentase bilangan prima semu jauh lebih sedikit dari bilangan prima.

4. Manfaat Bilangan Prima


Dewasa ini bilangan prima menjadi amat penting pada proses pengkodean
dengan komputer. Salah satu tekniknya yang dikenal dengan enkripsi. Enkripsi adalah
suatu proses transformasi data menggunakan perhitungan tertentu sehingga tidak
dapat dibaca oleh orang lain kecuali bagi mereka yang telah mengetahui cara
perhitungan tersebut. Aplikasi dari bilangan prima ini digunakan untuk kode-kode
rahasa pada kartu ATM suatu bank, brankas, dll.

5. Masalah menarik dalam bilangan prima


Ada beberapa masalah menarik yang berkaitan dengan bilangan prima.
Diantaranya yang dikemukakan Christian Godlbach (1890 – 1764), dia mengatakan
bahwa bilangan bulat genap yang lebiih besar dari 2 merupakan jumlah dari dua
bilangan prima. Hal ini yang dikenal dengan nama conjecture Goldbach. Sebagai
contoh 4 = 2 + 2, 6 = 3 + 3, 8 = 3 + 5, 10 = 3 + 7, 12 = 5 +7, dan 14 = 3 + 11.
Walaupun konjektur Goldbach bisa dianggap benar, tetap saja tidak ada bukti
yang bisa menyatakan kebenaran dari konjektur tersebut. Karena itu banyak
matematikawan yang berusaha untuk membuktikan bahwa konjektur tersebut salah,
dengan cara mencari bilangan yang tidak memenuhi konjektur tersebut. Akan tetapi
banyak pula matematikawan yang berusaha untuk membuktikan bahwa konjektur
tersebut benar.
Seiring perkembangan teknologi komputer, jumlah bilangan Goldbach pun
meningkat secara pesat. Tercatat pada tahun 1998, batas bilangan Goldbach sudah
mencapai 1018. Tentunya ini merupakan sebuah angka yang luar biasa besar. Walaupun
begitu, tetap saja masih belum ditemukan sebuah bilangan pun yang tidak mengikuti
konjektur Goldbach.

Permasalahan lain yang ada dalam bilangan prima adalah sebagai berikut :

“Seorang wanita mengemukakan bahwa jika ia mengambil telur dari keranjang itu 2,
3, 4, 5, atau 6 selalu ada 1 yang tersisa. Tetapi jika ia mengambil 7 telur maka tidak
ada yang tersisa. Jika keranjang itu dapat memuat sampai dengan 500 butir telur,
berapa butir telur yang ia punya?”

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut kita harus memahami bahwa Jika


wanita itu mengambil telur dari dalam keranjang 2, 3, 4, 5, atau 6 maka 1 tersisa.
Maksudnya adalah bahwa jika banyaknya telur dibagi oleh 2, 3, 4, 5, atau 6, sisanya 1.
Kita juga mengetahui bahwa jika ia mengambil 7 maka tidak ada sisa. Hal ini berarti
banyaknya telur adalah kelipatan 7. Akhirnya kita mengetahui bahwa keranjang itu
dapat memuat sampai 500 butir telur. Kita harus menemukan banyaknya telur di dalam
keranjang.

Suatu cara untuk menyelesaikan masalah ini adalah mendaftar semua kelipatan
7 antara 7 dan 500 kemudian memeriksa mana dari bilangan-bilangan itu yang
mempunyai sisa 1 jika dibagi oleh 2, 3, 4, 5, atau 6. Cara lain adalah kita menggunakan
“pendekatan sisa”. Misalkan banyaknya telur adalah n. Jika n dibagi oleh 2 sisanya
adalah 1. Hal ini berakibat (n – 1) akan dapat dibagi oleh 2. Begitu pula 3, 4, 5, dan 6
juga dapat dibagi oleh (n – 1).

Karena 2 dan 3 membagi n – 1, bilangan 2 dan 3 muncul di dalam faktorisasi


prima dari (n – 1). Kita tahu bahwa 4|(n-1) mengakibatkan 2|(n-1). Sehingga dari
informasi 4|(n-1) dan 2|(n-1), kita dapat simpulkan bahwa 2^2 muncul di dalam
faktorisasi prima (n – 1). Karena 5|(n-1), 5 muncul di dalam faktorisasi prima (n – 1).
6|(n-1) tidak menyediakan informasi baru karena 2 dan 3 adalah faktor prima dari (n –
1) telah kita dapatkan. Sekarang, (n – 1) dapat juga mempunyai faktor – faktor prima
lain. Lambangkan hasil kali faktor – faktor prima lain ini dengan k, kita mempunyai n
– 1 = 2&2.3.5.k = 60k, di mana k adalah suatu bilangan asli, dan demikan n = 60k + 1.
Sekarang kita menemukan semua kemungkinan nilai untuk n di dalam bentuk 60k + 1
lebih kecil dari 500 dan menentukan bilangan yang mana yang dapat dibagi oleh 7.

Karena n = 60k + 1 dan k adalah bilangan asli sebarang, kita substitusikan k =


1, 2, 3, … ke dalam n = 60k + 1. Dari substitusi itu itu kita perolweh nilai-nilai n yang
lebih kecil dari 500, yaitu 61, 121, 181, 241, 301, 361, 421, 481. Diantara nilai-nilai ini,
hanya 301 yang dapat dibagi oleh 7. Dengan demikian 301 adalah jawaban atas masalah
di atas.

6. Faktorisasi Prima
Faktorisasi prima adalah suatu teknik pembentuk bilangan menjadi bentuk
perkalian dimana faktor-faktornya merupakan bilangan prima. Untuk menentukan
suatu faktorisasi prima dari suatu bilangan yang diberikan, pertama-tama kita harus
menuliskan kembali bilangan itu sebagai bilangan – bilangan yang lebih kecil.
Kemudian, faktorkan kedua bilangan tersebut sampai seluruh faktor-faktornya adalah
bilangan prima. Perhatikan contoh berikut :
350 = 35 . 10 = 7 . 5 . 5. 2 = 7 . . 2

Prosedur menumukan faktorisasi prima dari suatu bilangan dapat juga


menggunakan pohon faktor dan tabel. Dari pencarian suatu faktorisasi prima dapat
kita beberapa sifat khusus dari bilangan prima antara lain
1) Setiap bilangan komposit dapat ditulis sebagai suatu perkalian bilangan prima
dalam satu danhanya satu cara.
Sifat 1 di atas dikenal pula sebagai teorema dasar aritmatika. Teorema ini
merupakan dasar (pendekatan algoritmik) untuk menemukan faktorisasi prima dari
suatu bilangan. Sebagai contoh, Perhatikan bilangan 260. Kita mulai dari bilangan
prima terkecil, 2, dan kita periksa apakah 2 adalah pembagi itu, jika tidak maka kita
coba dengan bilangan prima yang lebih besar berikutnya dan periksa
keterbagiannya oleh bilangan prima ini. Sekali kita dapat menemukan bilangan
prima yang dapat membagi suatu bilangan bulat yang diberikan, kita harus
menemukan hasil bagi bilangan bulat yang diberikan oleh suatu bilangan prima itu.
Selanjutnya kita periksa apakah bilangat prima itu dapat membagi bilangan yang
merupakan hasil bagi itu. Jika demikian, kita ulang proses itu; jika tidak kita coba
dengan bilangan prima yang lebih besar berikutnya, 3, dan periksa apa 3 membagi
hasil bagi itu. Kita tahu bahwa 260 dibagi oleh 2 hasilnya 130. Kita lanjutkan
prosedur ini, 130 dibagi oleh 2 hasilnya 65. Dengan bilangan prima berikutnya yang
lebih besar dari 2 yang dapat membagi 65, yaitu 5, diperoleh 65 dibagi oleh 5
hasilnya 13..

Bilangan-bilangan prima di dalam faktorisasi prima suatu bilangan disajikan dalam


daftar dengan urutan naik dari kiri ke kanan dan jika suatu bilangan prima muncul
dalam suatu hasil kali lebih dari satu kali maka digunakan notasi pangkat. Dengan
demikian, faktorisasi prima dari 260 ditulis sebagai 2^2 . 5 . 13.

Perhatikan bilangan 8. Bilangan 8 mempunyai pembagi 1, 2, 4, dan 8. Faktorisasi


prima dari 8 adalah 23. Pembagi-pembagi ini dapat ditulis dalam bentuk bilangan
pangkat dari 2: 20, 21, 22, dan 23. Kita dapat menggeneralisasi untuk sebarang
bilangan prima p mempunyai pembagi-pembagi dalam bentuk bilangan berpangkat
sebagai berikut:

Pembagi-pembagi p^n adalah p^0, p^1, p^2, …, p^n

Sebagaimana kita lihat, ada n + 1 pembagi dari p^n

Untuk bilangan seperti 24 yang mempunyai faktorisasi prima 2^3.3^1 , kita tahu
bahwa 2^3 dan 3^1 adalah pembagi-pembagi 24. Kita juga tahu bahwa 4 . 2 atau 8
adalah pembagi 24.
Proses penentuan banyaknya pembagi diatas dapat digeneralisasikann dalam sifat
selanjutnya yakni :
2) Jika faktorisasi prima suatu bilangan n adalah n = p1^q1 . p2^q2 . p3^q3 …
pm^qm, maka banyaknya pembagi n adalah (q1 + 1) (q2 + 2) (q3 + 1) … (qm +
1)
Contoh 1 :
Tentukan semua pembagi dari 912
Tentukan semua pembagi dari 324
Jawab :
 Faktorisasi prima dari 912 adalah 2^4. 3 . 19. Ada 5 . 2 . 2 atau 20 pembagi.
Pembagi – pembagi 2^4 adalah 1, 2, 4, 8, dan 16. Pembagi-pembagi 3 adalah 1
dan 3. Pembagi-pembagi 19 adalah 1 dan 19. Dengan demikian, pembagi-
pembagi 912 adalah 1, 2, 4, 8, 16, 3, 6, 12, 24, 48, 19, 38, 76, 152, 304, 57, 114,
228, 456, dan 912.
 Faktorisasi prima dari 324 adalah 2^2 . 3^4; dan ada 15 pembagi. Pembagi-
pembagi 2^2 adalah 1, 2, dan 4. Pembagi-pembagi 3^4 adalah 1, 3, 9, 27, dan
81. Dengan demikian, pembagi-pembagi 324 adalah 1, 2, 4, 3, 6, 12, 9, 18, 36,
27, 54, 108, 81, 162, dan 324.

Dalam menentukan faktorisasi dari suatu bilangan seperti 8127, amati bahwa 9
membagi 8127, atau 8127 = 9k, di mana k adalah suatu bilangan bulat. Karena
8127 = 9k, k adalah suatu faktor dari 8127 dak k = 8127 / 9. Masalah ini secara
umum dituangkan dalam sifat berikut ini
3) Misalkan d 0 dan n 0. Jika d adalah faktor dari n maka n/d adalah faktor dari n.
Misalkan p adalah faktor prima terkecil dari bilangan n. Dengan menggunakan sifat
3, n/p adalah suatu faktor dari n, dan karena p adalah faktor terkecil dari n, kita
peroleh p =< n/p. Jika p =< n/p maka p^2 =< n. Gagasan ini selanjutnya dirangkum
menjadi sifat berikut ini.
4) Jika n adalah suatu bilangan komposit maka n mempunyai suatu faktor prima p
sedemikian sehingga p^2 =< n.
Sifat 4 ini dapat digunakan untuk membantu menentukan apakah suatu bilangan
yang diberikan itu termasuk bilangan prima atau bilangan komposit. Sebagai
contoh, perhatikan bilangan 109. Jika 109 adalah bilangan komposit maka 109
harus mempunyai suatu faktor prima p sedemikian sehingga p^2 =< 109. Bilangan-
bilangan prima yang dikuadratkan tidak melewati 109 adalah 2, 3, 5, dan 7. Kita
tahu bahwa 2, 3, 5, dan 7 masing-masing bukan merupakan faktor dari 109. Dengan
demikian 109 adalah bilangan prima. Argumen ini membawa kia pada sifat berikut.
5) Jika n adalah suatu bilangan bulat lebih besar dari 1 dan tidak dapat dibagi oleh
sebarang bilangan prima p maka n adalah bilangan prima.
Contoh : Periksalah apakah 397 adalah bilangan prima atau komposit
Jawab :
Bilangan-bilangan prima p yang mengakibatkan p^2 =< 397 adalah 2, 3, 5, 7, 11,
13, 17, dan 19. Karena adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, dan 19 masing-masing bukan
merupakan faktor dari 397 (silahkan periksa !), disimpulkan bahwa 397 adalah
bilangan prima.
BILANGAN PECAHAN

A. MENGENAL BILANGAN PECAHAN


1. Pengertian Bilangan Pecahan
Bilangan pecahan merupakan bilangan yang mempunyai jumlah kurang atau
lebih dari utuh. Terdiri dari pembilang dan penyebut. Pembilang merupakan
bilangan yang terbagi. Sedangkan penyebut merupakan bilangan pembagi.
Jenis-jenis bilangan pecahan adalah pecahan biasa, pecahan campuran, pecahan
desimal, persen, dan permil.
𝑎
Bilangan pecahan adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk
𝑏

dengan a, b bilangan bulat, b ≠ 0, dan b bukan faktor dari a.


Misalnya, kamu memiliki sebuah apel. Kemudian, apel tersebut dibagi
menjadi dua bagian sama besar. Setiap satu bagian apel tersebut dinamakan
1
“satu per dua” atau “setengah” dan dinotasikan 2. Kemudian, apabila setiap

bagian apel tersebut dibagi kembali menjadi dua bagian sama besar maka setiap
bagian apel tersebut dinamakan “satu perempat” atau “seperempat” dan
1 1 1
dinotasikan 4. Bilangan 2 dan 4 tersebut dinamakan bilangan pecahan. Bilangan

yang terletak diatas dinamakan pembilang. Adapun bilangan yang terletak


dibawah dinamakan penyebut.
Contoh :
1. Manakah diantara bilangan-bilangan berikut yang merupakan pecahan?
1 3 6
𝑎. 12 b. 2 c. 3

2. Tentukan pebilang dan penyebut pecahan-pecahan berikut!


2 7 8
𝑎. 5 b. 12 c. 9

3. Panjang sepotong kayu adalah 50 cm. Tentukan panjang dari


a. Seperempat kayu tersebut.
b. Tiga per lima kayu tersebut
Cara penyelesaian :
1
1. a. 12 merupakan pecahan karena sesuai dengan definisi pecahan
3
b. 2 merupakan pecahan karena sesuai dengan definisi pecahan
6
c. 3 bukan pecahan karena 3 merupakan faktor dari 6.
2
2. a.Pembilang pecahan 5 adalah 2 dan penyebutnya adalah 5.
7
b.pembilang pecahan 12 adalah 7 dan penyebutnya 12.
8
c. Pembilang pecahan 9 adalah 8 dan penyebutnya adalah 9.
1
3. a.Panjang dari seperempat kayu tersebut adalah 4 x 50 = 12,5 cm.
3
b.Panjang dari tiga perlima kayu tersebut adalah 5 x 50 = 30 cm.

2. Jenis - jenis Bilangan Pecahan


a. Pecahan Murni
Pecahan murni adalah pecahan yang pembilangnya lebih kecil daripada
11 23 3
penyebutnya. Contoh-contoh dari pecahan murni antara lain 12, 47, dan 6.

b. Pecahan Tidak Murni adalah pecahan yang penyebutnya lebih kecil dari
5
pada pembilangnya. Contoh-contoh dari pecahan tidak murni antara lain 3,
22 314
, dan 100.
7

c. Pecahan Campuran
Pecahan campuran adalah pecahan yang terdiri atas bilangan bulat a, b, dan
𝑏 𝑏 𝑏
c yang bersifat a 𝑐 = a + 𝑐 , dengan adalah pecahan murni. Contoh-contoh
𝑐
2 8 3
dari pecahan campuran antara lain 13, 511, dan 217.

Pecahan campuran dapat diperoleh dari pecahan tidak murni. Begitu


pula sebaliknya, pecahan tidak murni dapat di peroleh dari pecahan
campuran.
1) Mengubah Pecahan Tidak Murni Menjadi Pecahan campuran.
Cara untuk mengubah pecahan tidak murni menjadi pecahan campuran
adalah dengan melakukan pembagian antara pembilang dan
penyebutnya.
Contoh:
Ubahlah penulisan pecahan tidak murni berikut dalam bentuk pecahan
campuran!

8
1. 3

13
2. 5
27
3. Penyelesaian:
4

1. Lakukan operasi pembagian pada pecahan tersebut.


8 2
=3
3

2. Lakukan operasi pembagian pada pecahan tersebut.


13 3
= 25
5

3. Lakukan operasi pembagian pada pecahan tersebut.


27 3
4. = 64
4

1) Mengubah Pecahan Campuran Menjadi Pecahan Tidak Murni.


Untuk mengubah pecahan campuran menjadi pecahan tidak murni, dapat
𝑏 (𝑎 𝑥 𝑐)+ b
menggunakan rumus berikut. 𝑎 𝑐 = , dengan c ≠ 0.
𝑐

Contoh :
Tuliskan pecahan campuran menjadi pecahan tidak murni!
1
1. 2 4

2
2. 3 7

1
3. 5 6

Penyelesaian :
1 (2 𝑥 4)+ 1
1. 2 4 = 4
8+1
= 4
9
= 4
2 (3 x 7)+ 2
2. 3 7 = 7
21 + 2
=
7
23
= 7
1 (5 x 6)+ 1
3. 5 6 = 6
30 + 1
= 6
31
= 6

4. Pecahan Senilai
Pecahan senilai adalah pecahan-pecahan yang mempunyai letak yang sama
pada garis bilangan.
1 2 1 2
Pecahan 4 senilai dengan ditulis = .
8 4 8
1 2 4 1 2 4
Pecahan 2 senilai dengan dan ditulis = = .
4 8 2 4 8
3 6 3 6
Pecahan 4 senilai dengan ditulis = .
8 4 8

Bilangan yang membagi pembilang dan penyebut suatu pecahan untuk


mendapatkan pecahan senilai adalah faktor persekutuan dari pembilang dan
penyebutnya.
Cara untuk mendapatkan pecahan-pecahab senilai adalah dengan
mengali atau membagi pembilang dan penyebut pecahan tersebut dengan
bilangan yang tidak 0.
Contoh :
Tuliskan dua pecahan yang senilai dengan pecahan-pecahan berikut!
3
1. 4
2
2. 5
8
3. 12
6
4. 21

Penyelesaian :
3
1. Kalikan 4 dengan suatu bilangan yang tidak 0, misalnya 2 dan 3.
3 3𝑥2 6
senilai dengan = 8.
4 4𝑥2
3 3𝑥3 9
senilai dengan 4 𝑥 3 = 12.
4
3 6 9
Dengan demikian, dua pecahan yang senilai dengan 4 adalah 8 dan 12.
2
2. Kalikan dengan suatu bilangan yang tidak 0, misalnya 3 dan 4.
5
2 2𝑥3 6
senilai dengan = 15.
5 5x3
2 2𝑥4 8
senilai dengan 5 𝑥 4 = 20.
5
2 6 8
Dengan demikian, dua pecahan yang senilai dengan 5 adalah 15 dan 20.
8
3. bagikan dengan suatu bilangan yang tidak 0 dan merupakan faktor persekutuan
12

dari 8 dan 12 misalnya 3 dan 4.


8 8∶2 4
senilai dengan = 6.
12 12∶2
8 8∶ 4 2
senilai dengan 12∶ 4 = 3.
12
8 4 2
Dengan demikian, dua pecahan yang senilai dengan 12 adalah 6 dan 3.
6 6
4. Kalikan dengan suatu bilangan yang tidak 0 atau bagikanlah dengan faktor
21 21

persekutuan dari 6 dan 21.


6 6𝑥2 12
senilai dengan 21 𝑥 2 = 42.\
21
6 6∶ 3 2
senilai dengan 21∶ 3 = 7.
21
6 12 2
Dengan demikian, dua pecahan yang senilai dengan 21 adalah 42 dan 7.

Pecahan senilai biasanya disebut juga pecahan ekuivalen. Untuk menentukan


pecahan yang senilai dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Peragaan dengan benda kongkret
1 2 4
Kita akan menunjukan contoh bahwa 2 = 4 = 8 dengan menggunakan 3 lembar

kertas yang berbentuk persegi panjang. Anggap selembar kertas itu sebagai 1
bagian utuh. Satu lembar kertas dilipat menjadi dua bagian yang sama sehingga
1
diperoleh 2. Kemudian 1 lembar yang lain dilipat menjadi 2 bagian yang sama,
2
kemudian dilipat lagi menjadi 2, sehingga diperoleh 4.

2. Peragaan dengan garis bilangan


Pecahan senilai dapat pula ditunjukan dengan menggunakan alat peraga garis
bilangan.
1 2 3 4 1 2 3 6
=4=6=8 = 8, 4 = 8
2 4
1 2 2 4 2 3 4 6 8
= 6, 3 = 6 1 = 2 = 3 = 4 = 6 = 8 dan seterusnya.
3

3. Dengan memperluas pecahan


1
4. Pecahan yang senilai dengan dapat diperoleh dengan jaln memperluas dari
4
1 2 3
pecahan 4 menjadi 8, 12, dan seterusnya, dengan menggunakan alat peraga tabel

pecahan senilai yang diperoleh dari tabel perkalian.


5. MENYEDERHANAKAN PECAHAN
Menyederhanakan pecahan adalah mengubah suatu pecahan menjadi pecahan
lain yang senilai yang pembilang dan penyebutnya tidak lagi memiliki faktor
persekutuan slain 1.
Cara untuk menyederhanakna suatu pecahan atau mendapatkan pecahan senilai
yang paling sederhana adalah dengan membagi pembilang dan penyebut dengan
FPB dari pembilang dan penyebut tersebut.
Caranya yaitu dengan membagi pembilang dan penyebutnya dengan FPB dari
keduanya :
12
Misalnya : Bentuk sederhana dari 15

Faktor prima dari 12 = 2 x 2 x 3 = 2² x 3


Faktor prima dari 15 = 3 x 5
FPB dari 12 dan 15 adalah 3
Sehingga bentuk sederhananya dengan membagi pembilang dan penyebutnya
dengan 3
12 12∶3 4
= =5
15 15∶3

Contoh :
Tuliskan pecahan-pecahan berikut dalam bentuk yang paling sederhana!
9
1) 36
18
2) 24
32
3) 64
25
4) 45

Penyelesaian :
1) Faktor persekutuan terbesar (FPB) dari 9 dan 36 adalah 9.
9
Untuk mendapatkan bentuk pecahan yang paling sederhana dari 36, bagilah

pembilang dan penyebut dengan 9.


9 9∶ 9 1
Diperoleh, 36 = 36 ∶ 9 = 4.
9 1
Dengan demikian, bentuk pecahan yang paling sederhana dari adalah 4.
36

2) Faktor persekutuan terbesar (FPB) dari 18 dan 24 adalah 6.


18 18 ∶ 6 3
Pecahan yang paling sederhana dari adalah 24 ∶ 6 = 4.
24

3) Faktor persekutuan terbesar (FPB) dari 32 dan 64 adalah 32.


32 32 ∶ 32 1
Pecahan yang paling sederhana dari adalah 64 ∶ = 2.
64 32

4) Faktor persekutuan terbesar (FPB) dari 25 dan 45 adalah 5.


25 25 ∶ 5 5
Pecahan yang paling sederhana dari adalah 45 ∶ 5 = 9.
45

5. MEMBANDINGKAN DAN MENGURUTKAN PECAHAN


a. Membandingkan Pecahan
1 3
Misalnya, kamu diberi dua pecahan, yaitu dan . Cara untuk
4 4

membandingkannya adalah dengan menggambar.


Cara lain untuk membandingkan dua pecahan yang berpenyebut sama adalah
membandingkan pembilangnya. Akan tetapi, jika pecahan-pecahan yang harus
kamu bandingkan tersebut memiliki pemyebut yang berbeda, maka penyebut
dari pecahan-pecahan tersebut harus disamakan terlebih dahulu dengan mencari
kelipatan pesekutuan terkecil (KPK) dan penyebut-penyebut itu.
Contoh :
Lengkapi pecahan berikut dengan tanda <, >, atau = agar menjadi pernyataan
yang benar!
3 18
1) ...
7 7

Penyebut kedua pecahan tersebut telah sama. Dengan demikian, kamu


cukup membandingkan pembilangnya.
3
memiliki pembilang 3
7
18
memiliki pembilang 18
7
3 18
Jelas bahwa 3 < 18. Jadi < .
7 7
2 4
2) ...
4 8

Kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari 4 dan 8 adalah 8.


2
Tentukan pecahan senilai dari yang memiliki penyebut 8.
4
2𝑥2 4
Kamu peroleh = 8.
4𝑥2
2 4 2 4
Oleh karena senilai dengan 8 , dapat disimpulkan = 8.
4 4
1 3
3) ...
5 7

KPK dari 5 dan 7 adalah 35.


1
Tentukan pecahan senilai dari yang memiliki penyebut 35.
5
1𝑥7 15
Kamu peroleh = .
5𝑥7 35
7 15 1 3
Oleh karena 7 < 15 sehingga 35 < , dapat disimpulkan < 7.
35 5

b. Mengurutkan Pecahan
Menentukan bilangan yang lebih besar atau lebih kecil dari beberapa bilangan
disebut mengurutkan bilangan.
Jika kamu akan mengurutkan pecahan berpenyebut sama, maka urutkan
pecahan-pecahan tersebut berdasarkan urutan pembilangnya. Akan tetapi, jika
pecahan-pecahan yang akan diurutkan tersebut mempunyai penyebut yang
beda, maka kamu harus menentukan pecahan-pecahan senilainya terlebih
dahulu.
Contoh :
13 9 11 3
Urutkanlah pecahan-pecahan 15, , , dan mulai dari yang terkecil.
10 20 5

Perhatikan penyebut setiap pecahan, yaitu 5, 10, 15, dan 20.


Kelipatan persekutuan terkecil dari 5, 10, 15, dan 20 adalah 60.
13 52 11 33
senilai dengan senilai dengan
15 60 20 60

9 54 3 36
senilai dengan senilai dengan
10 60 5 60

Dengan demikian, urutan pecahan-pecahan tersebut mulai dari yang terkecil


11 3 13 9
adalah , , , dan 10.
20 5 15

c. Menentukan Letak Pecahan Pada Garis Bilangan


Pecahan murni terletak diantara bilangan 0 dan 1 pada garis bilangan. Cara
untuk menentukan letak pecahan pada garis bilangan adalah sebagai berikut.
1) Bagilah jarak antara 0 dan 1 menjadi beberapa bagian sama besar sesuai
2
penyebut pecahan yang akan ditentukan letaknya. Misalnya untuk berarti
3

jarak antara 0 dan 1 dibagi menjadi 3 bagian sama besar.


1 2 3
2) Kemudian, lakukan perbandingan antara 0, 3 , 3 , dan = 1.
3
1 2
3) Kamu peroleh 0 < < < 1.
3 3
2
dengan demikian, letak pecahan pada garis bilangan adalah sebagai berikut.
3

1 2
0 1
3 3

Contoh :

5
Tentukan letak pecahan pada garis bilangan.
8

Penyelesaian :

Bagilah jarak antara 0 dan 1 menjadi 8 bagian sama besar.

1 2 3 4 5 6 7 8
Lakukan perbandingan antara 8 , 8 , 8 , 8 , 8 , 8 , , dan = 1.
8 8

1 2 3 4 5 6 7
Kamu peroleh < < < < < < = 1.
8 8 8 8 8 8 8

5
Letak pada garis bilangan dapat kamu lihat pada garis bilangan berikut.
8

1 2 3 4 5 6 7
0 1
8 8 8 8 8 8 8

1. Penanaman konsep
a. Peragaan dengan menggunakan bangun-bangun geometri
Bangun-bangun geometri dapat digunakan sebagai alat untuk
membandingkan dan mengurutkan pecahan biasa dan pecahan
campuran. Bahan yang digunakan harus mudah dilipat, di warnai atau
di potong-potong untuk mengurutkan luasan dari bangun-bangun
tersebut sehingga dapat dilihat urutan dari luasan bangun yang mewakili
urutan dari bilangannya.
1 3 1 5
< 4, 2 < 8
2

b. Dengan peragaan pita atau kepingan-kepingan pecahan.


pecahan berguna untuk membadingkan pecahan biasa. Dari peragaan
dan gambar siswa akan dapat membandingkan dan sekaligus
mengurutkan bilangan-bilangan pecahanyang diinginkan.
c. Dengan menyamakan penyebutnya
2 3
Kita bandingkan dan dengan cara menyamakan penyebutnya atau
3 4

menentukan pecahan senilainya lebih dulu. Kegiatan ini akan lancar


dilakukan siswa bila penanaman konsep pecahan senilai pada bagian c
dipahami dan telah dirapihkan keterampilanya oleh guru yaitu
2 8 4 9
menentukan = ; = . Setelah penyebutnya sama kita bandingkan
3 12 3 12
9 8 3 2
pembilangnya karena 9 > 8 maka 12 > 12 jadi 4 > 3

2. Keterampilan atau teknik cepat


a. Bila pembilangnya sama
Dari peragaan-peragaan luasan maupun kepingan pecahan dapat dilihat
3 3 3 2 2 2 2
bahwa > 6 > 8, > > > 8. Sehingga dapat ditentukan bahwa pada
4 3 4 6

pecahan positif, bila pembilangnya sama, maka pecahan yang lebih dari
adalah pecahan yang penyebutnya angkanya bernilai lebih kecil.
Sedangkan pada pecahan negatif akan sebaliknya.
b. Bila penyebutnya sama
Pecahan yang penyebutnya sama mudah dibandingkan melalui
peragaan-peragaan luasan maupun kepingan-kepingan pecahan.
3 5
Contoh 7 dan 7

Pada pecahan positif bila penyebutnya sama maka pecahan yang


lebihdari adalah pecahan yang pembilangnya angkanya lebih dari yang
lain.
c. Bila pembilang dan penyebutnya tidak sama
Bila pembilang dan penyebutnya tidak sama maka bisa menggunakan
tanda silang.
4 2 3 2 15 8
... → 4 ... berarti 20 ... 20 sehingga 15 ... 8 tanda yang tepat adalah
3 5 5
3 2
“>”, maka 4 > 5.
6. PECAHAN DESIMAL
Pecahan desimal merupakan bentuk lain penulisan pecahan. Pecahan desimal
adalah pecahan yang penyebutnya merupakan perpangkatan dari bilangan 10,
misalnya:
2 2
0,2 = = 1
101 10

angka dibelakang koma


15 15
0,5 = =
10² 100

2 angka dibelakang koma


𝑝
0,p = dengan n = banyaknya angka dibelakang koma.
10𝑛

a. Mengubah Bentuk Pecahan Menjadi Pecahan Desimal


Pecahan murni, pecahan tidak murni, dan pecahan campuran dapat dinyatakan
dalam bentuk pecahan desimal.
Misalnya:
8 1
= (0 x 1) + (8 x ), ditulis 0,8
10 10
47 1 1 1
= (0 x 1) + (0 x ) + (4 x ) + (7 x ), ditulis 0,047.
100 10 100 1.000
3 1 1
2 100 = (2 x 1) + (0 x ) + (3 x ), ditulis 2,03
10 100

Bentuk pecahan 0,8 dinamakan pecahan satu desimal. Bentuk pecahan 0,047
dinamakan pecahan tiga desimal. Adapun bentuk pecahan 2,03 dinamakan
pecahan dua desimal.
Bilangan desimal yang memuat angka berulang misalnya 0,111 ... disebut
bilangan desimal berulang. Adapun bentuk 0,8; 2,03; atau 0,047 dinamakan
bilangan desimal tidak berulang.
Contoh:
Tulislah pecahan-pecahan berikut dalm bentuk pecahan desimal!
5 1 1
1) = (0 x 1) + (0 x ) + (5 x ) = 0,05
100 10 100
7 1
2) 1 10 = (0 x 1) = (7 x ) = 1,7
10

b. Mengubah Bentuk Desimal Menjadi Bentuk Pecahan


Contoh:
0,775 sebagai suatu pecahan murni dlam bentuk yang paling sederhana.
1 1
Pecahan desimal 0,775 dapat ditulis dalam bentuk (0 x 1) + (7 x ) + (7 x )
10 100
1 775
+ (5 x ). jadi pecahan desimal 0,775 dapat ditulis menjadi .
1.000 1.000

Kemudian, sederhanakan pecahan tersebut dengan cara membagi pembilang


dan penyebut dengan faktor persekutuan terbesar dari 775 dan 1.000, yaitu 25.
775 775 ∶25 31
Akan peroleh, 1.000 = 1.000 ∶25 = 40

Dengan demikian, bentuk pecahan murni yang paling sederhana dari 0,775
31
adalah 40.

7. PERSEN DAN PEMIL


a. Persen
Kata persen berasal dari kata per cent yang artinya perseratus. Persen adalah
pecahan yang penyebutnya seratus. Persen dilambangkan %.
𝑎
a % = 100 dan a % dibaca a persen.
36 36 ∶4 9 9
36% bermakna 100 = 100 ∶4 = 25. Jadi 36% = 25.
50 50 ∶50 1 1
50% bermakna 100 = 100 ∶50 = 2. Jadi 50% = 2.
100
100% bermakna 100 = 1. Jadi 100% = 1.

Contoh:
1) Ubahlah pecahan berikut ke dalam bentuk persen
3 3 300
a. = x 100% = % = 60%
5 5 5
7 7 700
b. = x 100% % = 35%
20 20 20

2) Ubahlah bentuk persen berikut ke dalam bentuk pecahan murni


75 75 ∶25 3
a. 75% = 100 = = (25 adalah FPB dari 75 dan 100)
100 ∶25 4
62,5 625 625 ∶125 5
b. 62,5% = = = =
100 1.000 1.000 ∶125 8

b. Permil
Permil adalah pecahan yang penyebutnya seribu atau pecahan perseribu. Permil
dilambangkan dengan ‰.
𝑎
a‰ = 1.000 dan a‰ dibaca a permil.
5 1 150 3
Misalnya: 5‰ = 1.000 =1.000 ; 150‰ = 1.000 = 20
Pecahan permil antara lain digunakan untuk menyatakan salinitas (kadar garam)
air laut. Misalnya, kadar garam Laut Merah adalah 41‰. Artinya, terdapat 41
gram garam pada setiap 1.000 gram air di Laut Merah.
Contoh:
1) Ubahlah bentuk pecahan berikut menjadi bentuk permil!
1 1
a. = 4 x 1.000‰ = 250‰
4
3 (2 𝑥 10)+ 3 23
b. 210 = = 10 x 1.000‰ = 2.300‰
10

2) Ubahlah bentuk berikut dalam bentuk pecahan murni!


750 750 ∶250 3
a. 750‰ = 1.000 = 1.000 ∶250 = 4 (250 adalah FPB dari 750 dan 1.000)
215 215 ∶5 43
b. 215‰ = 1.000 = 1.000 ∶5 = 200 (5 adalah FPB dari 215 dan 1.000)

A. OPERASI HITUNG PADA BILANGAN PECAHAN


1. PENJUMLAHAN
Dalam menyelesaikan opersasi penjumlahan, harus memperhatikan
penyebut dari pecahan-pecahan yang akan dijumlahkan. Jika pecahan-pecahan
itu berpenyebut sama, cukup menjumlahkan pembilangnya.
𝑎 𝑏 𝑎+𝑏
+𝑐 = , dengan c ≠ 0
𝑏 𝑐

Akan tetapi, jika penyebut kedua pecahan berbeda, maka terlebih dahulu
disamakan dengan menggunakan KPK dari penyebut-penyebutnya. Kemudian,
jumlahkan pembilang-pembilangnya.
Sifat-sifat Penjumlahan :
1. Sifat Asosiatif
(a+b)+c=a+(b+c)
Contoh : (5 + 3 ) + 4 = 5 + ( 3 + 4 ) = 12
2. Sifat Komutatif
a+b=b+a
Contoh : 7 + 2 = 2 + 7 = 9
3. Unsur Identitas terhadap penjumlahan
Bilangan Nol (0) disebut unsur identitas atau netral terhadap penjumlahan
a+0=0+a
Contoh : 6 + 0 = 0 + 6
4. Unsur invers terhadap penjumlahan
Invers jumlah (lawan) dari a adalah -a
Invers jumlah (lawan) dari – a adalah a
a + (-a) = (-a) + a
contoh :
5 + (-5) = (-5) + 5 = 0
5. Bersifat tertutup
Apabila dua buah bilangan bulat ditambahkan maka hasilnya adalah
bilangan bulat juga.
a dan b ∈ bilangan bulat maka a + b = c ; c ∈ bilangan bulat
contoh :
4 + 5 = 9 ; 4,5,9 ∈ bilangan bulat
Contoh:
Hitunglah hasil penjumlahan pecahan berikut!
3 2 3+ 8 5
1) +8 = =8
8 8
1 3 1 (3 𝑥 7)+ 1 21 + 1 28
2) 37 + 57 = 37 = = =
7 7 7
3 (5 𝑥 7)+ 3 35 +3 38 1 3 22 38
57 = = = Jadi, 37 + 57 = +
7 7 7 7 7
22+38 60 4
= = = 87
7 7
3 −1 21 −4 17
3) + ( 7 ) = 28 + ( 28 ) = 28
4
1 1
4) 1,37 + 2,18 = 1,37 = (1 x 1) + (3 𝑥 ) + (7 𝑥 ) 2,18 = (2 x 1) +
10 100
1 1 3 7 1 80 100 30 7
(1 𝑥 ) + (8 𝑥 )=1+ + 100 = 2 + 10 + 100 = + +
10 100 10 100 100 100
200 10 8 137 218
= 100 + 100 + 100 = = 100
100
137 218 355
Jadi, 1,37 + 2,18 = 100 + 100 = 100
1 1
= (3 x 1) + (5 𝑥 ) + (5 𝑥 ) = 3,55
10 100
𝑏
Pecahan campuran a𝑐 dapat ditulis dalam bentuk pecahan tidak murni
(𝑎 𝑥 𝑐)+ 𝑏
.
𝑐

2. PENGURANGAN PECAHAN
Operasi pengurangan pada pecahan merupakan kebalikan dari operasi
penjumlahan pada pecahan. Untuk melakukan pengurangan pada pecahan
berpenyebut sama, cukup mengurangkan pembilangnya.
𝑎 𝑏 𝑎−𝑏
-𝑐 = , dengan c ≠ 0.
𝑐 𝑐

Apabila penyebutnya sama, pembilang bisa langsung dikurangkan


Apabila penyebut kedua pecahan tersebut berbeda, maka terlebih dahulu
penyebut-penyebutnya disamakan dengan menggunakan KPK dari penyebut-
penyebutnya kemudian kurangkan pembilang-pembilangnya.
Pengurangan pecahan dengan penyebut yang tidak sama :
𝑎 𝑏 𝑎𝑥𝑑 𝑐𝑥𝑏
- 𝑑 = 𝑐 𝑥 𝑑 - 𝑐 𝑥 𝑑 → Rumus 1
𝑐
𝑎 𝑏 (𝐾𝑃𝐾)∶𝑐 𝑥 𝑎 (𝐾𝑃𝐾)∶𝑑 𝑥 𝑏
-𝑑 = - → Rumus 2
𝑐 𝐾𝑃𝐾 𝐾𝑃𝐾
5 2 5𝑥3 7𝑥2 15 14 1
Misalnya : 7 – 3 = 7 𝑥 3 – 7 𝑥 3 = 21 – 21 = 21

Untuk pengurangan dengan penyebut yang tidak sama, penyebutnya harus


disamakan
terlebih dahulu dengan dua cara sama seperti dengan penjumlahan:
1. dengan mengalikan kedua penyebut 􀃆 rumus 1
2. dengan menentukan KPK nya 􀃆 rumus 2
Contoh:
Hitunglah pengurangan pecahan berikut!
4 3 4−3 1
1) -7= =7
7 7
6 3 6 (5 𝑥 8) + 6 40+6 46
2) 58 - 38 = 58 = = =
8 8 8
3 (3 𝑥 8) + 3 24 + 3 27 6 3 46 27 19 3
38 = = = Jadi, 58 - 38 = - = = 28
8 8 8 8 8 8
3 5 3 (2 𝑥 8) + 3 16 + 3 19
3) 28 - 17 = 28 = = =
8 8 8
5 (1 𝑥 7) + 5 7+5 12 3 5 19 12 133 96 37
17 = = = Maka, 28 - 17 = - = - 56 = 56
7 7 7 8 7 56
1 1
4) 6,28 – 0,37 = 6,28 = (6 x 1) + (2 𝑥 ) + (8 𝑥 ) 0,37 = (0 x 1) +
10 100
1 1 2 8 3 7 628
(3 𝑥 ) + (7 𝑥 ) = 6 + + = + =
10 100 10 100 10 100 100
30 7 37 628 37 591
= 100 + 100 = 100 Jadi, 6,28 – 0,37 = 100 - 100 = 100
1 1
= (5 x 1) + (9 𝑥 ) + (1 𝑥 ) = 5,91
10 100

3. PERKALIAN PECAHAN
Dalam perkalian bilangan pecahan : pembilang dikalikan dengan pembilang ;
penyebut dikalikan dengan penyebut
 Perkalian bilangan pecahan dengan bilangan bulat :
𝑎 𝑎𝑥𝑏
Rumus xb= ;c≠0
𝑐 𝑐

5 5 4 5𝑥4 20
x4=7x1= =
7 7 7

 Perkalian bilangan pecahan dengan bilangan pecahan :


𝑎 𝑏 𝑎𝑥𝑏
Rumus 𝑐 x 𝑑 =𝑐 𝑥 𝑑 ; c dan d ≠ 0

5 4 5𝑥4 20
x = 7 𝑥 5 = 35
7 5

 Perkalian bilangan pecahan dengan bilangan pecahan campuran :


3 2 (5 𝑥 2)+ 3 2 13 2 13 𝑥 2 36 6
25 x 3 = x3= x3= = 15 = 215
5 5 5𝑥3
𝑎 𝑐
Untuk menghitung perkalian pecahan 𝑏 dan 𝑑 dengan b ≠ 0 dan d ≠ 0, dapat

menggunakan rumus berikut.


𝑎 𝑐 𝑎𝑥𝑐
x = 𝑏 𝑥 𝑐 , b ≠ 0 dan d ≠ 0
𝑏 𝑑

Pada perkalian pecahan, berlaku sifat-sifat berikut.


1) Komutatif
a x b = b x a, dengan a dan b bilangan pecahan.
2) Asosiatif
(a x b) x c = a x (b x c), dengan a, b, dan c bilangan pecahan.
3) Distributif
A x (b + c) = (a ∙ b) + (a ∙ c), dengan a, b, dan c bilangan pecahan.
Contoh:
3 5 3𝑥5 15
1) x8 = = 64
8 8𝑥8
1 2 1 (3 𝑥 5)+ 1 15+1 16
2) -35 x (−7 ) = -35 = - =- =-5
11 5 5
2 (7 𝑥 11)+ 2 77+2 79
-711 = - =- = -11
11 11
1 2 16 7 −16 𝑥 (−79) 1.264 54
Jadi, 35 x (−7 ) = - 5 x (− 11) = = = 2255
11 5 𝑥 11 55

3) 0,35 x 1,42 =
35 42
0,35 = 100 0,42 = 100
35 42 35 𝑥 42 4.970
Jadi, 0,35 x 0,42 = 100 x 100 = 100 𝑥 100 = 10.000 = 0,497

4. PEMBAGIAN PECAHAN
 Pembagian bilangan pecahan dengan bilangan pecahan
𝑎 𝑏 𝑎 𝑑 𝑎𝑥𝑑
Rumus 𝑐 : = 𝑐 x 𝑏 = 𝑐𝑥𝑏
𝑑

Menjadi perkalian dengan bilangan keduanya (pembilang dan penyebutnya


𝑎 𝑐
ditukar) Untuk menghitung pembagian pecahan terhadap dengan b ≠ 0
𝑏 𝑑
𝑎 𝑐 𝑎 𝑑
dan d ≠ 0, dapat menggunakan rumus berikut. ∶ = x 𝑐 , dengan b ≠ 0
𝑏 𝑑 𝑏

dan d ≠ 0
Contoh:
Hitunglah hasil operasi pembagian berikut!
1 6 1 6 8 6𝑥8
1) 6 ∶ 8 = 1 ∶ 8 = 1 x 1 = 1 𝑥 1 = 48
1 1 1 1𝑥1 1
2) ∶ 6 = 8 x 6 = 8 𝑥 6 = 48
8
3 1 3 5 3𝑥5 15 1
3) ∶ 5 = 2 x 1 = 2𝑥1 = = 72
2 2
2 2 (3 𝑥 5)+ 2 17
4) 9 ∶ 35 = 35 = =
5 5
2 17 9 5 9𝑥5 45 11
Jadi, 9 ∶ 35 = 9 ∶ = 1 x 17 = 1 𝑥 7 = 17 = 217
5
5 31 5 100 5 𝑥 100 500 500 ∶100 5
5) 0,05 ∶ 0,31 = ∶ 100 = 100 x = 100 𝑥 31 = 3.100 = 3.100 ∶100 = 31
100 31

5. PERPANGKATAN PECAHAN
𝑎 𝑛
Bilangan berpangkat dapat ditulis dalam bentuk ( ) .
𝑏
𝑎 𝑛 𝑎 𝑎 𝑎 𝑎
(𝑏) = ⏟ x x …x
𝑏 𝑏 𝑏 𝑏

n faktor
𝑎 𝑥 𝑎 𝑥 𝑎 𝑥…𝑥 𝑎
=⏟
𝑏 𝑥 𝑏 𝑥 𝑏 𝑥…𝑥 𝑏

n faktor
𝑎𝑛
=𝑏𝑛Sifat-sifat yang dimiliki oleh perpangkatan bilangan bulat, yaitu sebagai

berikut.
𝑎 𝑚 𝑎 𝑛 𝑎 𝑚+ 𝑛 𝑎𝑚 + 𝑛
1) (𝑏) x (𝑏) = (𝑏) = 𝑏𝑚 + 𝑛

𝑎 𝑚 𝑎 𝑛 𝑎𝑚− 𝑛
2) (𝑏) ∶ (𝑏) = 𝑏𝑚− 𝑛 , dengan m > n
𝑛
𝑎 𝑚 𝑎 𝑚𝑥𝑛 𝑎𝑚 𝑥 𝑛
3) ((𝑏) ) = (𝑏) = 𝑏𝑚 𝑥 𝑛

Contoh:
Hitunglah perpangkatan pecahan berikut!
1 3 1 2
1) (3) x (3) =
1 3+2 1 5 1𝑥1𝑥1𝑥1𝑥1 1
(3) = (3) = = 243
3𝑥3𝑥3𝑥3𝑥3
1 5
( )
2
2) 1 2
=
( )
2

1 5−2 1𝑥1𝑥1 1
(2) = =8
2𝑥2𝑥2
3
1 2
3) ((3) ) =

1 2𝑥3 1 6 1𝑥1𝑥1𝑥1𝑥1𝑥1 1
(3) = (3) = = 729
3𝑥3𝑥3𝑥3𝑥3𝑥1

A. BENTUK BAKU
Bentuk baku biasanya digunakan untuk menyatakan bilangan yang sangat besar
atau sangat kecil agar penulisannya lebih efisien. Sebagai contoh kecepatan cahaya
sekitar 300.000.000 m/detik dapat ditulis 3 x 108 m/detik.
Aturan penulisan bilangan baku adalah sebagai berikut.
1. Untuk bilangan yang lebih besar dari 10 maka penulisan bentuk bakunya
adalah a x 10𝑛 dengan 1 ≤ a < 10 dan n bilangan asli.
2. Untuk bilangan di antara 0 dan 1 maka penulisan bentuk bakunya adalah a
x 10−𝑛 dengan 1 ≤ a < 10 dan n bilangan asli.
Contoh:
Tuliskan bilangan-bilangan berikut dalam bentuk baku!
1) 2.732 =
2.732 adalah bilangan yang lebih besar dari 10. Oleh karena itu, gunakan
aturan a x 10𝑛 dengan 1 ≤ a < 10 dan n bilangan asli. Diperoleh, a = 2,732
dan n = 3. Dengan demikian, bentuk baku dari 2.732 adalah 2,732 x 103 .
2) 1.750.000.000 =
1.750.000.000 adalah bilangan yang lebih besar dari 10. Oleh karena itu
gunakan aturan a x 10𝑛 dengan 1 ≤ a < 10 dan n bilangan asli. Diperoleh, a
= 1,75 dan n = 9. Dengan demikian, bentuk baku dari 1.750.000.000 adalah
1,75x 109 .
3) 0,000253=
0,000253 adalah bilangan yang terletak di antara 0 dan 1. Oleh karena itu,
gunakan aturan a x 10−𝑛 dengan 1 ≤ a < 10 dan n bilangan asli. Diperoleh,
a = 2,53 dan n = 4. Dengan demikian, bentuk baku dari 0,000253 adalah
2,53 x 10−4.
4) 0.0000000062 =
0,0000000062 adalah bilangan yang terletak di antara 0 dan 1. Oleh karena
itu, gunakan aturan a x10−𝑛 dengan 1 ≤ a < 10 dan n bilangan asli.
Diperoleh, a = 62 dan n = 9. Dengan demikian, bentuk baku dari
0,0000000062 adalah 6,2 x 10−9.
PEMBULATAN PECAHAN DESIMAL
Pembulatan pada pecahan desimal berguna untuk menyederhanakan penyajian
agar lebih mudah diamati. Aturan pembulatan pecahan desimal adalah sebagai berikut.
1. Jika angka yang akan dibulatkan tersebut lebih dari atau sama dengan 5 maka
lakukan pembulatan ke atas.
2. Jika angka yang akan dibulatkan tersebut kurang dari 5 maka tidak dilakukan
pembulatan ke atas.
Contoh:
1. Bulatkan 6,321 sampai dua tempat desimal.
6,321 memiliki tiga tempat desimal.
Angka terakhir pada 6,321 adalah 1. Oleh karena 1 < 5, maka pembulatannya adalah
6,32. Dengan demikian, pembulatan 6,321 sampai dua tempat desimal adalah 6,32.
2. Bulatkan 7,461 sampai satu tempat desimal. 7,461 memiliki tiga tempat desimal.
 Angka terakhir pada 7,46 adalah 6.
 Oleh karena 6 > 5, maka pembulatannya adalah 7,5.
Dengan demikian, pembulatan 7,46 sampai satu tempat desimal adalah 7,5.
3. Bulatkan 5,25 sampai satu tempat desimal.
5,25 memiliki dua tempat desimal.
Angka terakhir pada 5,25 adalah 5 sehingga pembulatannya adalah 5,3.
Jadi, pembulatan 5,25 sampai satu tempat desimal adalah 5,3.
4. Bulatkan 2,455 sampai dua tempat desimal.
2,455 memiliki tiga tempat desimal.
Angka terakhir pada 2,455 adalah 5 sehingga pembulatannya adalah 2,46.
Jadi, pembulatan 2,455 sampai dua tempat desimal adalah 2,46
.
1. Pengurangan Bilangan Bulat
a. Apabila terjadi pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif maka:
1. Bilangan bulat positif dikurangi dengan bilangan bulat positif yang lebih kecil maka
hasilnya dalah bilangan bulat positif
Contoh :
8– 5 = 4
2. Bilangan bulat positif dikurangi dengan bilangan bulat positif yang lebih besar maka
hasilnya adlah bilangan bulat negatif
Contoh :
3 – 6 = -3

b. Apabila terjadi pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif maka:
1. Bilangan bulat negatif dikurangi dengan bilangan bulat negatif yang lebih kecil
maka hasilnya adalah bilangan bulat positif
Contoh :
-6 - (-8) = -6 + 8 = 2 (ingat - 8 < -6 )
2. Bilangan bulat negatif dikurangi dengan bilangan bulat negatif yang lebih besar
maka hasilnya adalah bilangan bulat negatif
Contoh :
-5 – (-3) = -5 +3 = -2 ( -3 > -5 )
3. Bilangan bulat negatif yang dikurangi sama dengan bilangan bulat negatif yang
mengurangi maka hasilnya adalah 0 (nol)
Contoh :
-4 - (-4) = -4 + 4 = 0
c. Pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif hasilnya selalu bilangan
bulat positif
contoh :
8 – (-4) = 8 + 4 = 12
d. Pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif hasilnya selalu
bilangan bulat negatif
contoh :
-8 – 4 = - 12

e. Pengurangan dilakukan dengan cara bersusun


contoh :
212 - 19 = ?
Proses perhitungan
1. Kurangi 2 dengan 9, karena 2 kurang dari 9 maka pinjam puluhan dari
angka disampingnya, sehingga menjadi 12 dikurang 9 hasilnya 3
2. Karena angka 1 (puluhan) pada 212 sudah dipinjam 1 maka sekarang
menjadi 0, karena 0 dikurang 1 dari angka 19 tidak bisa maka pinjam
1 angka ratusan dari 2 (ratusan) menjadi 10 kemudian dikurangi 1
hasilnya 9
3. Karena angka 2 (ratusan) pada 212 sudah dipinjam 1, maka sekarang
menjadi 1, kemudian dikurangi dengan tidak ada angka dibawahnya
(=0) menjadi 1
4. Hasilnya adalah 193

Pengurangan dan Sifat-sifatnya


1. Untuk sembarang bilangan bulat berlaku :
a – b = a + (-b)
a – (-b) = a + b
contoh:
8 – 5 = 8 + (-5) = 3
7 – (-4) = 7 + 4 = 11
2. Sifat Komutatif dan asosiatif tidak berlaku
a–b≠b-a
(a – b ) – c ≠ a – ( b – c )
Contoh :
7 – 3 ≠ 3 -7 􀃆 4 ≠ - 4
(9 – 4) – 3 ≠ 9 – (4-3) 􀃆 2 ≠ 8
3. Pengurangan bilangan nol mempunyai sifat :
a – 0 = a dan 0 – a = -a
4. Bersifat tertutup, yaitu bila dua buah bilangan bulat dikurangkan
hasilnya adalah bilangan bulat juga
a dan b ∈ bilangan bulat maka a - b = c ; c ∈ bilangan bulat
contoh :
7 - 8 = -1 ; 7,8,-1 ∈ bilangan bulat
3. Perkalian
Penjumlahan berulang
a) Perkalian Bilangan Cacah
1. Cara mendatar
- pekalian dua bilangan dengan 1 angka :
4x2=4+4=8
- pekalian bilangan 1 angka dengan bilangan 2 angka :
3 x 13 =
puluhan dan satuan dipisahkan :
3 x 13 = 3 x (10 + 3)
= (3x10) + (3 x 3 )
= 30 + 9
= 39
- perkalian dua bilangan dengan 2 angka :
14 x 15 =
14 x 15 = 14 x (10+5)
= (14x10) + (14x5) → 14 x 5 = (10+4) x 5 = (10x5)+(4x5) = 50+20 = 70
= 140 + 70
= 210
- perkalian bilangan kelipatan sepuluh (puluhan, ratusan, ribuan,…)
yang dikalikan hanya bilangan yang bukan nol, jumlah puluhannya dijumlahkan dan
ditulis di belakang hasilnya :
30 x 60 = (3 x 6) 00 = 1800

2. Cara bersusun
12 x 68 =
Proses perhitungan :
1. kalikan 8 dan 2 (dari angka12), hasilnya 16: tulis angka 6 dan simpan 1
2. kalikan 8 dan 1 (dari angka12), hasilnya 8, ditambah angka simpanan 1
96 hasilnya 9 (dibaris pertama hasilnya 96)
3. kalikan 6 dan 2, hasilnya 12 : tulis angka 2 dan simpan 1
(di bawah angka 9 bergeser 1 kolom ke kiri))
4. Kalikan 6 dan 1, hasilnya 6, ditambah angka simpanan 1
hasilnya 7
5. Ditambahkan hasil (1,2) dan (3,4) = 816
b) Perkalian Bilangan Bulat
- hasil perkalian dua bilangan bulat positif adalah bilangan bulat positif
(+) x (+) = (+)
Contoh: 7 x 6 = 6 x 7 = 42
-hasil perkalian bilangan bulat positif dan negatif hasilnya adalah bilangan bulat negatif
(+) x (-) = (-)
Contoh : 3 x -4 = -12
-hasil perkalian dua bilangan bulat negatif hasilnya adalah bilangan bulat positif
(-) x (-) = (+)
Contoh : -4 x -5 = 20
c) Perkalian dan Sifat-sifatnya
1. Sifat Asosiatif
(a x b) x c = a x (b x c)
Contoh: (2 x 3) x 4 = 2 x (3x4) = 24

2. Sifat komutatif
axb=bxa
Contoh : 5 x 4 = 4 x 5 = 20

3. Sifat distributif
a x (b+c) = (a x b ) + (a x c)
Contoh : 3 x ( 2 +6) = (3 x 2) + (3 x 6) = 24

4 Unsur identitas untuk perkalian


- hasil perkalian bilangan bulat dengan nol hasilnya adalah bilangan nol
ax0=0
- hasil perkalian bilangan bulat dengan 1 hasilnya adalah bilangan bulat itu juga
ax1=1xa=a

5. Bersifat tertutup
Jika dua bilangan bulat dikalikan maka hasilnya adalah bilangan bulat juga
a x b = c ; a, b, c ∈ bilangan bulat
4. Pembagian
Pembagian dan Sifat-sifatnya
1. Hasil bagi dua bilangan bulat positif adalah bilangan positif
(+) : (+) = (+)
Contoh : 8 : 2 = 4

2. Hasil bagi dua bilangan bulat negatif adalah bilangan positif


(-) : (-) = (+)
Contoh : -10 : -5 = 2

3. Hasil bagi dua bilangan bulat yang berbeda adalah bilangan negatif
(+) : (-) = (-)
(-) : (+) = (-)
Contoh : 6 : -2 = -3
-12 : 3 = -4

4. Hasil bagi bilangan bulat dengan 0 (nol) adalah tidak terdefinisi


a : 0 → tidak terdefinisi (~)
0 : a → 0 (nol)
Contoh :
0
= ~ (Tidak terdefinisi)
5

5. Tidak berlaku sifat komutatif dan asosiatif


a:b≠b:a
(a:b):c ≠ a : (b:c)
1
Contoh : 4 :2 ≠ 2 : 4 → 2 ≠2

(8:2) : 4 ≠ 8 : (2:4) → 1 ≠ 16

6. Bersifat tidak tertutup


Jika dua bilangan bulat dibagi hasilnya belum tentu bilangan bulat juga
contoh : 6 : 2 = 3 → bilangan bulat
3
7 : 2 = 32 → bukan bilangan bulat (bilangan pecahan)

5. Pemangkatan bilangan bulat


an = ⏟
𝑎 𝑥 𝑎 𝑥 𝑎 𝑥…𝑥 𝑎

Sejumlah n faktor
Contoh : 43 = 4 x 4 x 4 = 64
35 = 3 x 3 x 3 x 3 x 3 = 24
d. PENAKSIRAN HASIL OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN
Cara termudah untuk melakukan penaksiran pada bilangan pecahan adalah dengan
membulatkan bilangan pecahan tersebut ke bilangan bulat yang paling dekat.
Perhatikan contoh-contoh berikut.
Contoh:
Taksirkan hasil operasi bilangan pecahan berikut!
2 1
1. + 67 =
3
2
Bilangan bulat yang terdekat dengan 3 adalah 1.
1
Bilangan bulat yang terdekat dengan 67 adalah 6.
2 1
Dengan demikian, taksiran dari 3 + 67 adalah 1 + 6 = 7.
2 1
Dapat ditulis, 3 + 67 = 7.
1 4
2. 35 - 19 =
1
Bilangan bulat yang terdekat dengan 35 adalah 3.
4
Bilangan bulat yang terdekat dengan 19 adalah 1.
1 4
Dengan demikian, taksiran dari 35 - 19 adalah 3 – 1 = 2
1 4
Dapat ditulis, 35 - 19 = 2
1 1
3. 62 x 210 =
1
Bilangan bulat yang terdekat dengan 62 adalah 7.
1
Bilangan bulat yang terdekat dengan 210 adalah 2.
1 1
Dengan demikian, taksiran dari 62 - 210 adalah 7 x 2 = 14
1 1
Dapat ditulis, 62 x 210 = 14
3 3
4. 94 : 29 =
3
Bilangan bulat yang terdekat dengan 94 adalah 10.
3
Bilangan bulat yang terdekat dengan 29 adalah 2.
3 3
Dengan demikian, taksiran dari 94 : 29 adalah 10 : 2 = 5
3 3
Dapat ditulis, 94 : 29 = 5
Konsep dan Operasi Hitung Bilangan

Operasi dasar aritmetika adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian,


walaupun operasi-operasi lain yang lebih canggih (seperti persentase, akar kuadrat,
pemangkatan, dan logaritma) kadang juga dimasukkan ke dalam kategori ini. Perhitungan
dalam aritmetika dilakukan menurut suatu urutan operasi yang menentukan operasi aritmetika
yang mana lebih dulu dilakukan.

Aritmetika bilangan asli, bilangan bulat, bilangan rasional, dan bilangan real umumnya
dipelajari oleh anak sekolah, yang mempelajari algoritma manual aritmetika. Namun demikian,
banyak orang yang lebih suka menggunakan alat-alat seperti kalkulator, komputer, atau sempoa
untuk melakukan perhitungan aritmetika.

Operasi Hitung Bilangan Bulat

Bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri dari bilangan negatif, nol, dan bilangan positif.
Bilangan bulat terdiri dari bilangan cacah (0, 1, 2, …) dan negatifnya (-1, -2, -3, …; -0 adalah
sama dengan 0 dan tidak dimasukkan lagi secara terpisah). Bilangan bulat dapat dituliskan
tanpa komponen desimal atau pecahan.
Apabila dalam suatu soal cerita terdapat suatu bilangan yang didahului atau diikuti kata-kata;
mundur, turun, kalah, rusak, mati, rugi, dibawah, dipakai, diminta, atau utang, maka maknanya
sebagai bilangan negatif. Contoh Suhu di kota Tokyo 6 dibawah nol, artinya suhu di kota Tokyo
-6

Operasi Pecahan

1. Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan

Penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa dan pecahan campuran Menyelesaikan


penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa dapat dilakukan dengan menyamakan
penyebutnya dan menyesuaikan pembilangnya, selanjutnya hasil dari penjumlahan atau
pengurangan pecahannya adalah dengan menjumlahkan atau megurangkan pembilang-
pembilangnya dan penyebut tetap sama.

2. Perkalian dan Pembagian Pecahan


Perkalian dan pembagian pecahan biasa dan pecahan campuran. Perkalian pecahan
campuran harus diubah menjadi perkalian pecahan biasa. Selanjutnya hasil perkalian
pecahan biasa adalah hasil perkalian pembilang dengan pembilang dan penyebut
dengan penyebut.

3. Operasi Campuran

Menyelesaikan operasi campuran pada bilangan pecahan dapat menggunakan aturan


operasi campuran seperti pada bilangan bulat.

e. TERAPAN PERHITUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN PECAHAN


Perhitungan dengan menggunakan pecahan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh
1. Pak toba bekerja sebagai pembuat tongkat. Untuk membuat sebatang tongkat
3
diperlukan kayu yang panjangnya 4 m. Jika pak toba mempunyai kayu yang panjangnya

3 m, berapa batang tongkat yang dapat dibuat?


Jawab:
3 4 12
3:4=3x3= =4
3

2. Ani akan membuat hiasan bingkisan lebaran dari pita. Setiap bingkisan memerlukan
1
pita yang panjangnya 22 m. Berapa m pita yang diperlukan untuk membuat hiasan 5

bingkisan?
Jawab:
1 1 1 1 1
(5 x 2 2)m = {5x (2 + 2) }m = {(5 x 2) + (5 x 2) }m = (10 + 22)m = 122m.
1
Jadi pita yang diperlukan 122m.

f. PECAHAN SEBAGAI PERBANDINGAN (RASIO)


Sebuah pecahan yang menujukan rasio tidak sama dengan pecahan yang mewakili
bagian dari keseluruhan (utuh). Bila pecahan bisa digunakan untuk menunjukan rasio akan
mempunyai interpretasi yang berbeda di bandingkan pecahan sebagai bagian yang utuh.
Sebagai contoh: pembilang dari sebuah pecahan sebagai rasio mungkin menyatakan obyek
dalam kumpulan obyek. Oleh karena itu konsep pecahan sebagai rasio harus jelas bagi
anak. Untuk memahami mengapa pecahan merupakan perbandingan (rasio) dapat
dipikirkan dalamsituasi seperti ini.
Contoh :
1. “dinda dan dita membagi tanggung jawab mengelola toko kelontong. Dinda dalam 1
minggu menjaga toko selama 4 hari, sedangkan dita 3 hari. Apabila dinda telah menjaga
toko selama 20 hari, berapa harikah dita telah menjaga tokonya”.
Rasio untuk masalah diatas adalah 4 : 3, sebuah pernyataan dapat digunakan untuk
memecahkan masalah itu
3 20
= dengan perkalian akan didapat,
4 𝑛
3 20
x3= x3
4 𝑛
20
4= x3
𝑛
20
4xn= x3xn
𝑛

4n = 60
4n : 4 = 60 : 4
n = 15
jadi dita telah menjaga tokonya 15 hari.

2. Tinggi badan dhiar dan dhika masing-masing 150 cm dan 180 cm. Maka perbandingan
tinggi dhiar dan dhika adalah 150 : 180 atau 5 : 6 dengan masing-masingdibagi 30 yang
dikatakan sebagai pembanding. Sehingga dapar dikatakan bahwa tinggi dhiar : tinngi
5
dhika = 5 : 6 atau tinngi dhiar adalah 6 tinggi dhika.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbandingan 5 : 6 dapat dinyatakan


5 6
sebagai pecahan 6, dan perbandingan 6 : 5 dapat dinyatakan sebagai pecahan 5.

3. Panjang dan lebar suatu persegi panjang mempunyai perbandingan 5 : 3, jika luas
persegi panjang itu 240cm², maka tentukan ukuran panjang dan lebar dari persegi
panjang itu
Penyelesaian:
Diketahui: P:1 = 5
Luas pp = 240cm²
Jawab:
Luas pp = 240cm²
Misal perbadingannya n maka panjang dan lebar dari persegi panjang itu adalah 5n : 3n
Luas persegi panjang = p x l = 240cm²
Jadi 5n x 3n = 240
15n² = 240
15n² : 15 = 240 : 15
n² = 16
n = √16 = 4
jadi panjang = 5n = (5 x 4)cm = 20cm
lebar = 3n = (3 x 4)cm = 12cm

Anda mungkin juga menyukai