Anda di halaman 1dari 30

STEP 1

1. Restorasi plastis:

Teknik preparasi dan restorasi dengan bahan tumpatan komposit yang


dikerjakan 1 kali kunjungan tidak memakai fasilitas laboratorium. Bahan
dapat dibentuk dengan sifat plastis dan menjadi setting di dalam kavitasnya.
Restorasi plastis digunakan apabila sisa jaringan keras gigi masih cukup
untuk mendukung tumpatan. Jika jaringan gigi yang tersisa tidak cukup kuat,
maka digunakan restorasi rigid.

2. Resin Komposit
Resin komposit merupakan resin akrilik yang sudah ditambah dengan
bahan lain, misalnya quartz, untuk membentuk struktur komposit. Resin
komposit juga merupakan restorasi adhesive yang dapat berikatan dengan
jaringan keras gigi melalui dua sistem bonding, yaitu ikatan enamel dan
ikatan dentin.
3. Electric Pulp Test (EPT):

Suatu alat yang dirancang untuk memberikan arus listrik untuk


menstimulasi serabut-serabut syaraf gigi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
kevitalan suatu gigi. Pada saat dilakukan test kevitalan menggunakan EPT,
gigi yang diperiksa harus dalam keadaan kering dan tidak ada restorasi
logam.

4. Karies media klas I Black:


Karies media merupakan karies yang kedalamannya sudah mencapai
setengah dentin, namun belum mencapai pulpa. Karies klas 1 Black
merupakan karies pada pit dan fissure yang terjadi pada: (1) oklusal posterior;
(2) 2/3 oklusal pada bagian bukal, lingual/palatal; (3) palatal incisive 1 atas.

1
STEP 2

1. a. Apa saja klasifikasi dan sifat-sifat resin komposit ?

b. Resin komposit jenis apakah yang sesuai untuk kasus pada skenario ?

2. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari penggunaan resin komposit ?


3. a. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari resin komposit ?

b.Mengapa dokter gigi pada skenario lebih memilih untuk menggunakan


resin komposit dibandingkan bahan yang lain ?

4. Bagaimana desain preparasi kavitas kelas 1 Black dan seberapa dalam


kavitas yang dibutuhkan ?
5. Bagaimana prosedur menumpat dengan menggunakan resin komposit ?
6. Apa saja faktor-faktor keberhasilan dalam penggunaan resin komposit ?

2
STEP 3

1. A. Macam-macam resin komposit dan sifatnya


 Berdasarkan bahan pengisinya:
 Resin Komposit Konvensional

Partikel pengisi yang paling sering digunakan untuk jenis ini adalah
quartz. Ukuran rata-rata partikelnya adalah 8-12 µm, sesekali partikel
sebesar 50 µm juga bisa terdapat di dalamnya. Ukuran partikel yang besar
membuat resin komposit jenis ini terlihat kasar. Banyaknya bahan pengisi
umumnya 70-80% berat atau 60-65% volume.

 Resin Komposit Mikrofiller

Partikel pengisi yang digunakan untuk resin komposit jenis ini adalah
koloidal silica. Ukuran dari partikelnya adalah 0,04-0,4 µm, jauh lebih
kecil 200-300 kali dibandingkan resin komposit tradisional. Kelemahan
dari resin komposit ini adalah ikatan antara partikel komposit dan
matriksnya lemah sehingga mempermudah pecahnya restorasi.

 Resin Komposit Hibrida

Partikel pengisi pada komposit hibrida adalah koloidal silica dan


partikel kaca yang dihaluskan dan mengandung logam berat, yang mengisi
kandungan bahan pengisi sebesar 75-80% berat. Resin komposit jenis ini
memiliki karakter mekanis dan fisik yang lebih baik dari jenis
konvensional, tetapi permukaannya halus seperti jenis resin komposit
mikrofiller.

B. Resin komposit hibrida merupakan tipe resin komposit yang paling sesuai
dengan kasus di skenario. Selain karena kekuatannya, resin komposit
hibrida memiliki permukaan yang halus, lalu juga dapat terhindar dari
stain.

3
2. Indikasi dan kontraindikasi resin komposit
 Indikasi:
- Restorasi kavitas kecil dan sedang (misal: karies pada gigi P atau M1
klas I Black)
- Daerah yang akan direstorasi tidak memiliki kontak oklusal yang berat
- Daerah operasi dapat diisolasi saat dilakukan prosedur kerja
- Dapat memperkuat sisa struktur gigi
- Untuk gigi anterior (misal: fraktur pada insisal, restorasi tidak akan
mengganggu estetik karena sewarna dengan gigi)
- Pit dan fissure sealant
- Pasien yang alergi terhadap logam

 Kontraindikasi:
- Daerah operasi yang tidak bisa diisolasi
- Daerah yang akan direstorasi memiliki tekanan oklusal berat sehingga
restorasi mudah pecah
- OH buruk
- Lesi proksimal yang sulit dilakukan penumpatan
- Pasien alergi terhadap komposit
- Jaringan gigi yang tersisa tidak mendukung restorasi
- Insidensi karies tinggi
- Pasien dengan kebiasaan buruk seperti bruxism

3. Kelebihan dan kekurangan resin komposit


 Kelebihan restorasi komposit:
- Estetik baik
- Kekuatan cukup
- Preparasi mudah, tidak membuang banyak jaringan
- Biokompatibel
- Dapat bertahan minimal 3 tahun, sekitar 3-10 tahun

4
- Lebih ekonomis dibandingkan dengan pembuatan crown yang
membutuhkan prosedur laboratorium
- Mudah polishingnya
 Kekurangan restorasi komposit:
- Memerlukan kemampuan sensitivitas dan ketelitian operator
yang tinggi
- Lebih mahal dibandingkan restorasi plastis lainnya
- Microleakage
- Waktu yang dibutuhkan untuk prosedur kerja lebih banyak
- Menyerap air sehingga harus diisolasi dengan baik, jika
terkontaminasi maka restorasi mudah terlepasi
- Iritatif terhadap pulpa apabila ada komposit yang tidak
terpolimerisasi
- Elastisitas rendah
- Dapat mengalami diskolorisasi setelah pemakaian jangka
panjang

4. Tidak terjawab pada step 3, dibahas pada step 7.


5. Prosedur menumpat menggunakan resin komposit:
a. Menyiapkan alat dan bahan sebagai berikut:
- Handpiece high speed - Alat curing
- Mata bur bulat, inverted, - Saliva Ejector
dan silindris - Alat poles komposit
- Sonde - Bahan etsa
- Excavator - Bahan bonding
- Syringe - Tampon
- Kuas - Cotton roll
- Plastis Filling Instrument - Cotton palate
- Burnisher - Bahan tumpat komposit

5
b. Isolasi daerah kerja (menggunakan saliva ejector, tampon, dan cotton
roll).
c. Pembersihan gigi dari debris, kalkulus, dll.
d. Preparasi kavitas
Pada saat preparasi kavitas, harus memperhatikan prinsip-prinsip
di bawah ini:
- Convinience : membentuk kavitas sedemikian rupa untuk akses alat
dan bahan.
- Resistence : membentuk kavitas sedemikian rupa agar bahan
tumpatan dan jaringan gigi yang tersisa kuat untuk menahan beban
kunyah.
- Retention : perlu atau tidaknya dibuat bevel. Namun pada karies klas
I Black tidak perlu dibuat bevel.
- Extention for Prevention : perluasan kavitas dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya karies sekunder.
e. Irigasi kavitas, lalu dikeringkan.
f. Pemberian liner/basis menggunakan Ca(OH)2
g. Irigasi, lalu dikeringkan.
h. Pemberian etsa asam menggunakan asam fosfat 30-50% selama 20-30
detik.
i. Irigasi dengan aquadest 20cc, lalu dikeringkan.
j. Setelah dilakukan pengetsaan, enamel akan berwarna putih.
k. Aplikasi bahan bonding menggunakan BIS-GMA
l. Penumpatan resin komposit, dimasukkan selapis demi selapis. Pada
setiap lapisan dilakukan penyinaran selama 15-20 detik.
m. Cek oklusi
n. Pemulasan tumpatan

6. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan restorasi plastis:


- Teknik isolasi yang baik

6
Jika daerah kerja terkontaminasi dengan cairan maka perlekatan bahan
tumpatan dengan enamel dan dentin akan terganggu.
- Kontak oklusal yang normal
- Kemampuan operator
Diperlukan kehati-hatian dan ketelitian yang tinggi dalam melakukan
prosedur restorasi.
- Pemilihan bahan tumpatan yang tepat
- Desain kavitas yang sesuai
Desain kavitas yang baik hendaknya mempertimbangkan segi
retensi, resistensi, convenience, dan extention for prevention. Apabila
keempat hal tersebut terpenuhi, maka karies sekunder sulit sekali
timbul, dan daya tahan restorasi akan menjadi semakin lama. Karies
sekunder biasanya disebabkan oleh preparasi yang tidak memenuhi
kriteria extention for prevention, yaitu pit dan fissure yang dalam
harus diikutsertakan pada preparasi walaupun tidak terkena karies.
Juga kriteria removal of caries, yaitu penghilangan jaringan yang
terinfeksi. Apabila kedua kriteria tersebut tidak terpenuhi maka akan
terjadi karies sekunder.
- Teknik manipulasi bahan restorasi
Cara manipulasi bahan restorasi plastis berbeda-beda untuk tiap
bahan, dengan berbagai ketentuan tertentu. Apabila hal ini tidak
diikuti dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap kekuatan sifat
mekanisnya, ekspansifnya, dan dikhawatirkan akan menyebabkan
mikroporositas yang menjadi penyebab karies sekunder. Pengetahuan
akan teknik manipulasi beserta cara pengaplikasian bahan menjadi
syarat utama dalam keberhasilan restorasi yang dilakukan
- Ketepatan dalam menentukan indikasi
- Teknik polishing dan finishing
Jika hasil polishing dan finishing kasar, maka sisa makanan akan
mudah menumpuk sehingga menjadi asam yang dapat menyebabkan
karies.

7
- Alat yang digunakan harus baik.
Misal: jika alat curing yang digunakan memiliki baterai lemah,
panjang gelombang sinar yang dikeluarkan tidak akan sesuai sehingga
proses pengerasan juga tidak sempurna.

8
STEP 4

Mapping:

Karies

Restorasi

Plastis Rigid

Amalgam GI Komposit Inlay Onlay Crown

Indikasi dan Kelebihan dan Desain Tahap Tahap


Klasifikasi
kontraindikasi kekurangan kavitas preparasi restorasi

9
STEP 5

1. Mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi resin komposit serta


indikasinya
2. Mampu memahami dan menjelaskan kekurangan dan kelebihan restorasi
komposit
3. Mampu memahami dan menjelaskan tahapan preparasi kavitas restorasi
komposit
4. Mampu memahami dan menjelaskan tahapan penumpatan restorasi komposit

STEP 6

MANDIRI

10
STEP 7

PEMBAHASAN

1. Klasifikasi resin komposit

a. 3 jenis resin komposit berdasarkan aktivasi polimerisasi yang berbeda,


yaitu:1
- Visible-light-activated systems
Resin komposit yang tersedia di pasaran sekarang biasanya memakai
sistem ini. Visible-light-activated systems mengandung dua komponen
initiator sistem, terdiri dari di-ketone dan tertiary amine. Di-ketone yang
fotosensitif, biasanya 0,2-0,7% champhorquinone, menyerap energi radiasi
dengan panjang gelombang 450-475 nm yang dipancarkan dari quartz
halogen, laser, plasma arc dan yang paling baru Light Emitting Diodes
(LED). Energi minimum yang dibutuhkan untuk curing yang adekuat adalah
300 mW/cm2 tetapi peneliti menunjukkan bahwa dengan intensitas cahaya
100 mW/cm2 kedalaman curing dan perubahan dari monomer resin jauh
lebih baik menggunakan LED daripada dengan menggunakan halogen dan
photon yang dipancarkan oleh LED lebih bisa diserap oleh
champhorquinone.

- Chemically activated systems


Resin komposit ini dijual dalam bentuk pasta base dan catalyst ataupun
dalam bentuk powder-liquid. Salah satu bagian dari base dan catalyst
maupun powder-liquid akan mengandung sebuah initiator, benzoyl
peroxide, dan bagian lainnya tertiary aromatic amine accelerator yang
ketika dicampurkan kedua bagian ini akan memicu polimerisasi dari resin
komposit.

11
- Sistem lain (Dual-activated)
Dual-activated komposit memiliki dua sistem pemicu polimerisasi
yaitu light-activated dan chemically activated. Light-activation digunakan
untuk memicu polimerisasi dan chemical-activation diandalkan untuk
melanjutkan dan melengkapi reaksi setting dari resin komposit.

b. Lutz dan Phillips (1983) mengklasifikasikan resin komposit berdasarkan


ukuran partikel filler, yaitu: 13

- Komposit berbahan pengisi mikro


Dalam mengatasi masalah kasarnya permukaan pada komposit
tradisional, dikembangkan suatu bahan yang menggunkan partikel silika
koloidal sebagai bahan pengisi anorganik. Partikelnya berukuran 0,04
μm; jadi partikel tersebut lebih kecil 200-300 kali di bandingkan rata-rata
partikel quartz pada komposit tradisional. Komposit ini memiliki
permukaan yang halus serupa dengan tambalan resin akrilik tanpa bahan
pengisi. Dari segi estetis resin komposit mikro filler lebih unggul, tetapi
sangat mudah aus karena partikel silika koloidal cenderung menggumpal
dengan ukuran 0,04 sampai 0,4 μm. Selama pengadukan sebagian
gumpalan pecah, manyebabkan bahan pengisi terdorong. Menunjukan
buruknya ikatan antara partikel pengisi dengan matriks sekitarnya.
Kekuatan konpresif dan kekuatan tensil menunjukkan nilai sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan resin komposit konvensional. Kelemahan
dari bahan ini adalah ikatan antara partikel komposit dan matriks yang
dapat mengeras adalah lemah mempermudah pecahnya suatu restorasi.

- Resin komposit berbahan pengisi partikel kecil


Komposit ini dikembangkan dalam usaha memperoleh kehalusan
dari permukaan komposit berbahan pengisi mikro dengan tetap
mempertahankan atau bahkan meningkatkan sifat mekanis dan fisik
komposit tradisional. Untuk mencapai tujuan ini, bahan pengisi

12
anorganik ditumbuk menjadi ukuran lebih kecil dibandingkan dengan
yang biasa digunakan dalam komposit tradisional.
Rata-rata ukuran bahan pengisi untuk komposit berkisar 1-5 μm
tetapi penyebaran ukuran amat besar. Distribusi ukuran partikel yang luas
ini memungkinkan tingginya muatan bahan pengisi, dan komposit
berbahan pengisi partikel kecil umumnya mengandung bahan pengisi
anorganik yang lebih banyak (80 % berat dan 60-65 % volume).
Beberapa bahan pengisi partikel kecil menggunakan quartz sebagai
bahan pengisi, tetapi kebanyakan memakai kaca yang mengandung
logam berat.

- Komposit hibrida
Kategori bahan komposit ini dikembangkan dalam rangka
memperoleh kehalusan permukaan yang lebih baik dari pada partikel yang
lebih kecil, sementara mempertahankan sifat partikel kecil tersebut.
Ukuran partikel kacanya kira-kira 0,6- 1,0 mm, berat bahan pengisi antara
75-80% berat. Sesuai namanya ada 2 macam partikel bahan pengisi pada
komposit hybrid. Sebagian besar hibrid yang paling baru pasinya
mengandung silica koloidal dan partikel kaca yang mengandung logam
berat. Silica koloidal jumlahnya 10-20% dari seluruh kandungan pasinya.
Sifat fisik dan mekanis dari sitem ini terletak diantara komposit
konvensional dan komposit partikel kecil, bahan ini lebih baik
dibandingkan bahan pengisi pasi-mikro. Karena permukaannya halus dan
kekuatannya baik, komposit ini banyak digunakan untuk tambalan gigi
depan, termasuk kelas IV. Walaupun sifat mekanis umumnya lebih rendah
dari komposit partikel kecil, komposit hibrida ini juga sering digunakan
untuk tambalan gigi belakang.

13
- Komposit konvensional
Resin komposit konvensionaldisebut juga komposit tradisional atau
komposit makrofiler, karena ukuran partikel pengisinya yang relatif besar.
Bahan pengisi yang sering digunakan adalah quartz dengan ukuran rata-rata
8-12 μm. Komposit ini lebih tahan terhadap abrasi namun memiliki
permukaan yang kasar, dan umumnya bersifat radiolusen. Sifat-sifat mekanik
baik, jarang terjadi fraktur. Permukaan dapat mengikat plak, sukar dipoles.
Mempunyai kecenderungan berubah warna. Indikasi untuk tumpatan dengan
tekanan kunyah besar (kelas IV dan II).

Ukuran Partikel % bahan pengisi


No Tipe
(µm) (persatuan berat)

1 Konvensional 8-12 78
. (large particle)
15-35

2 Partikelkecil 1-8 70-86


. (Fine particle)

3 Mikro 0,04 25-63


. (mikrofine)

4 Hibrid 0,04 dan 1-5 77-80


. (blended)

14
c. Resin komposit juga diklasifikasikan berdasarkan persentase muatan fillernya,
yaitu : 7
- Resin komposit flowable
Pada pertengahan tahun 1990, diperkenalkan resin komposit flowable
sebagai bahan tambalan alternatif untuk restorasi kavitas klas V.2 Resin
komposit ini memiliki ukuran partikel filler yang berkisar antara 0,04-1 µm
dan persentase komposisi atau muatan filler nya berkurang hingga 44-54
%.7 Komposisi filler inorganik yang rendah dan komposisi resin yang lebih
banyak menyebabkan resin komposit tipe ini memiliki daya alir yang sangat
tinggi dan viskositas atau kekentalannya cukup rendah, sehingga dapat
dengan mudah untuk mengisi atau menutupi celah kavitas yang kecil.3,4,5
Resin komposit flowable memiliki modulus elast isitas yang rendah
menyebabkan bahan ini lebih fleksible, penumpatan bahan yang lebih
mudah, cepat, teliti, mudah beradaptasi, sangat mudah dipolish, radiopak,
dan mengandung fluoride serta pengurangan sensitifitas setelah
penumpatan.4 Selain itu, resin komposit flowable dapat membentuk sebuah
lapisan elastis yang dapat mengimbangi tekanan pengerutan polimerisasi.6
Indikasi bahan restorasi ini ditujukan untuk kavitas dengan invasif minimal
seperti restorasi klas I dan klas II dengan tekanan oklusal yang ringan,
restorasi kavitas klas V, juga dapat digunakan sebagai liner.4

- Resin komposit packable


Resin komposit packable memiliki ukuran partikel filler yang berkisar
antara 0,7-2 µm dan persentase komposisi atau muatan filler nya berkisar
antara 48-65 % volume.7 Komposisi filler yang tinggi dapat menyebabkan
kekentalan atau viskositas bahan menjadi meningkat sehingga sulit untuk
mengisi celah kavitas yang kecil. Tetapi dengan semakin besarnya komposisi
filler juga menyebabkan bahan ini dapat mengurangi pengerutan selama
polimerisasi, memiliki koefisien ekspansi termal yang hampir sama dengan
struktur gigi, dan adanya perbaikan sifat fisik terhadap adaptasi marginal.
Resin komposit ini juga diharapkan dapat menunjukkan sifat-sifat fisik dan

15
mekanis yang baik karena memiliki kandungan filler yang tinggi.8,9,10,11,12
Resin komposit packable diindikasikan untuk gigi posterior karena daya
tahannya terhadap tekanan sehingga dapat mengurangi masalah kehilangan
12
kontak. Resin komposit ini diindikasikan untuk restorasi klas I, klas II
dengan luas kavitas yang kecil, dan klas V.10

d. Berdasarkan ukuran partikel, bahan pengisi anorganik resin komposit juga


dibagi menjadi: 16
- Megafiller : ukuran partikel lebih besar dari 100 µm.
- Macrofiller : ukuran partikel 10-100 µm
- Midifiller : ukuran partikel 1-10 µm
- Minifiller : ukuran partikel 0,1-1 µm
- Microfiller : ukuran partikel 0,01-0,1 µm
- Nanofiller : ukuran partikel ,005-0,01 µm

2. Kekurangan dan Kelebihan dari Restorasi Resin Komposit15,16

 Kelebihan restorasi komposit:


- Estetik baik
- Konduktivitas suhu rendah
- Perlekatan mekanik yang baik ke struktur gigi
- Tidak mengandung merkuri atau galvanism
- Menguatkan struktur gigi
 Kekurangan restorasi komposit
- Membutuhkan teknik yang rumit
- Memerlukan waktu yang lama dalam penempatan restorasi
- Pengerutan sewaktu polimerisasi
- Microleakage
- Relatif mahal bila dibandingkan restorasi plastis yang lain
- Menyerap air

16
3. Tahapan Preparasi Restorasi Resin Komposit13

- Tahapan Isolasi
Isolasi daerah kerja merupakan suatu keharusan. Gigi yang dibasahi
saliva dan lidah akan menggangu penglihatan. Gingiva yang berdarah
adalah masalah yang harus diatasi sebelum melakukan preparasi. Beberapa
metode tepat digunakan untuk mengisolasi daerah kerja yaitu saliva
ejector, gulungan kapas atau cotton roll, dan isolator karet atau rubber
dam
- Pembersihan Gigi
Apabila terdapat kotoran seperti debris, plak, atau karang gigi pada
daerah kerja, maka dibersihkan terlebih dahulu.

Tahap preparasi13

a. Membuat outline form pada oklusal gigi mengikuti bentuk pit dan
fissure dengan memperhatikan bentuk resistensi, retensi,
konvenien, dan extention for prevention.
b. Preparasi menggunakan kontra angle high speed dengan bur bulat
sedalam 2-3 mm.
c. Membentuk dinding tegak lurus dengan dasar kavitas
menggunakan bur fissure silindris.

d. Pada sudut internal dibulatkan dengan bur bulat.


e. Dinding pulpa dihaluskan dengan bur inverted
f. Bersihkan kavitas dengan semprotan angin secara perlahan

17
g. Irigasi dengan aquadest steril kemudian keringkan dengan cotton
palate

4. Tahap penumpatan kavitas dengan resin komposit


Berikut ini adalah tahapan-tahapan penumpatan dengan resin komposit
setelah tahap preparasi selesai dilakukan:
- Pemberian Liner/ Basis
Sebelum dilakukan pemberian liner/basis, kavitas harus dalam keadaan
bersih (sudah diirigasi) dan kering.
Pada restorasi resin komposit, perlu diplikasikan basis atau liner
karena sifat dari resin itu sendiri yang iritan terhadap pulpa sehingga perlu
adanya perlindungan sehingga bahan restorasi resin komposit ini tidak
secara langsung mengenai struktur gigi. Bahan basis atau liner yang
biasanya digunakan adalah kalsium hidroksida, terutama karies yang
hampir mencapai pulpa, karena sifatnya yang mampu merangsang
pembentukan dentin sekunder. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) sebagai
liner berbentuk suspensi dalam liquid organik seperti methyl ethyl ketone
atau ether alcohol atau dapat juga dalam larutan encer seperti methyl
cellusose yang berfungsi sebagai bahan pengental. Liner ini diaplikasikan
dalam konsistensi encer yang mengalir sehingga mudah diaplikasikan ke

18
permukaan dentin. Larutan tersebut menguap meninggalkan sebuah lapisa
tipis yang berfungsi memberikan proteksi pada pulpa di bawahnya.Selain
liner, perlindungan lain dapat berupa basis. Basis yang dapat digunakan
adalah basis dari kalsium hidroksida, semen ionomer kaca, dan seng
fosfat. Sebagai basis, kalsium hidroksida berbentuk pasta yang terdiri dari
basis dan katalis. Basisnya terdiri dari calcium tungstate, tribasic calcium
phosphate, dan zinc oxide dalam glycol salycilate. Katalisnya terdiri dari
calcium hydroxide, zinc oxide, dan zinc stearate dalam ethylene toluene
sulfonamide. Basis kalsium hidroksida yang diaktivasi dengan sinar
biasanya mengandung calcium hydroxide dan barium sulfate yang
terdispersi dalam resin urethane dimethacrylate. Kalsium hidroksida
sebagai basis mempunyai kekuatan tensile dan kompresi yang rendah
dibandingkan dengan basis dengan kekuatan dan rigiditas yang tinggi.
Karena itulah, kalsium hidroksida tidak diperuntukkan untuk menahan
kekuatan mekanik yang besar, biasanya jika digunakan untuk memberikan
tahanan terhadap tekanan mekanik, harus didukung oleh dentin yang kuat.
Untuk memberikan perlindungan terhadap termis, ketebalan lapisan yang
dianjurka tidak lebih dari 0,5 mm. Keuntungan dari penggunaan kalsium
hidroksida adalah sifat terapeutiknya yang mampu merangsang
pembentukan dentin sekunder. Setelah itu dilakukan irigasi lalu kavitas
dikeringkan.

- Tahap etsa asam


Ulaskan bahan etsa (asam phospat 37%-50%) dalam bentuk gel/cairan
dengan pinset dan gulungan kapas kecil (cutton pellet) pada permukaan
enamel sebatas 2-3 mm dari tepi kavitas (pada bagian bevel).
Pengulasan dilakukan selama 20-30 detik dan jangan sampai mengenai
gingival. Lalu dilakukan irigasi dengan air sebanyak 20 cc dan kavitas
dikeringkan. Setelah dikeringkan, permukaan gigi yang dietsa akan
tampak berwarna putih.
- Tahap bonding

19
Ulaskan bahan bonding menggunakan spon kecil atau kuas / brush
kecil pada permukaan yang telah di etsa . Ditunggu ± 10 detik sambil di
semprot udara ringan di sekitar kavitas (tidak langsung mengenai kavitas)
.Kemudian dilakukan penyinaran selama 20 detik.

Saat ini, pemakaian bahan adhesif pada dentin telah meluas ke seluruh
dunia dan perkembangannya pun bervariasi didasarkan pada tahun
pembuatan, jumlah kemasan dan sistem etsa. Berdasarkan tahun
pembuatan, bahan adhesif dibagi mulai dari generasi I sampai pada
generasi VII.

Generasi I dan II mulai diperkenalkan pada tahun 1960-an dan 1970-an


yang tanpa melakukan pengetsaan pada enamel, bahan bonding yang
dipakai berikatan dengan smear layer yang ada. Ikatan bahan adhesif yang
dihasilkan sangat lemah (2 MPa-6MPa) dan smear layer yang ada dapat
menyebabkan celah yang dapat terlihat dengan pewarnaan pada tepi
restorasi.

Generasi III mulai diperkenalkan pada tahun 1980-an, mulai


diperkenalkan pengetsaan pada dentin dan mulai dipakai bahan primer
yang dibuat untuk dapat mempenetrasi ke dalam tubulus dentin dengan
demikian diharapkan kekuatan ikatan bahan adhesif tersebut menjadi lebih
baik. Generasi III ini dapat meningkatkan ikatan terhadap dentin 12MPa–
15MPa dan dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kegagalan batas
tepi bahan adhesif dan dentin (marginal failure). Tetapi seiring waktu
tetap terjadi juga kegagalan tersebut.

Generasi IV mulai diperkenalkan awal tahun 1990-an. Mulai dipakai


bahan yang dapat mempenetrasi baik itu tubulus dentin yang terbuka
dengan pengetsaan maupun yang telah mengalami dekalsifikasi dan juga
berikatan dengan substrat dentin, membentuk lapisan “hybrid”. Fusayama
dan Nakabayashi menyatakan bahwa adanya penetrasi resin akan
memberikan kekuatan ikatan yang lebih tinggi dan juga dapat membentuk

20
lapisan pada permukaan dentin. Kekuatan ikatan bahan adhesif ini rendah
sampai dengan sedang sampai dengan 20 MPa dan secara signifikan dapat
menurunkan kemungkinan terjadinya celah marginal yang lebih baik
daripada sistem adhesif sebelumnya. Sistem ini memerlukan teknik
pemakaian yang sensitif dan memerlukan keahlian untuk dapat mengontrol
pengetsaan pada enamel dan dentin. Cara pemakaiannya cukup rumit
dengan beberapa botol sediaan bahan dan beberapa langkah-langkah yang
harus dilakukan.

Generasi V mulai berkembang pada tahun 1990-an. Pada generasi ini


bahan primer dan bonding telah dikombinasikan dalam satu kemasan. Pada
generasi ini juga mulai diperkenalkan pemakaian bahan adhesif sekali
pakai. Generasi VI mulai berkembang pada akhir tahun 1990-an awal
tahun 2000, pada generasi ini mulai dikenal pemakaian “self etching” yang
merupakan suatu terobosan baru pada sistem adhesif.

Pada generasi VI ini tahap pengetsaan tidak lagi memerlukan


pembilasan karena pada generasi ini telah dipakai acidic primer, yaiu
bahan etsa dan primer yang dikombinasikan dalam satu kemasan.

Generasi VII mulai berkembang sekitar tahun 2002, generasi ini juga
dikenal sebagai generasi ”all in one” adhesif, dikatakan demikian karena
pada generasi VII ini bahan etsa, primer dan bonding telah dikombinasikan
dalam satu kemasan saja, sehingga waktu pemakaian bahan adhesif
generasi VII ini menjadi lebih singkat.

Berdasarkan jumlah kemasan atau tempat penyimpanan, bahan adhesif


dibagi menjadi tiga yakni sistem tiga botol, dua botol dan satu botol. Pada
sistem tiga botol, bahan adhesif terdiri dari tiga botol bahan yang terpisah
yakni etsa, primer dan bonding. Sistem ini diperkenalkan pertama kali
tahun 1990-an. Sistem ini menghasilkan kekuatan ikatan yang baik dan
efektif. Namun, kekurangan sistem ini adalah banyaknya kemasan yang

21
ada di meja unit dan waktu pemakaian yang lama dikarenakan sistem ini
yang terdiri dari tiga botol dan tidak praktis.

Sistem bahan adhesif lainnya yakni sistem dua botol yang terdiri dari
dua botol bahan yang terpisah yakni satu botol bahan etsa dan satu botol
yang merupakan gabungan antara primer dan bonding. Saat ini, sistem in
merupakan bahan adhesif yang paling banyak digunakan di praktek dokter
gigi. Hal ini dikarenakan sistem ini lebih simpel dan waktu pemakaiannya
lebih cepat. Disamping itu, ikatan yang dihasilkan cukup kuat.

Sistem bahan adhesif terakhir yakni sistem satu botol yang hanya
terdiri satu botol yang merupakan gabungan etsa, primer dan bonding.
Sistem ini merupakan sistem bahan adhesif yang terakhir kali keluar.
Kelebihan sistem ini adalah waktu pemakaian yang lebih cepat dan mudah
pengaplikasiannya dibandingkan dengan sistem bahan adhesif lainnya.
Namun, kekurangan sistem ini adalah kekuatan ikatan yang dihasilkan
lebih rendah.

- Tumpatan Resin Komposit


Pada tahap ini resin komposit diaplikasikan ke dalam kavitas dengan
ketebalan sekitar 2 mm.
- Cek oklusi
Pengecekan oklusi yang dilakukan bisa menggunakan rubber point
composite.

- Tahap finishing dan polishing komposit


Finishing meliputi shaping, contouring, dan penghalusan restorasi.
Sedangkan polishing digunakan untuk membuat permukaan restorasi
mengkilat.
Alat-alat yang biasa digunakan antara lain :

22
o Alat untuk shaping : sharp amalgam carvers dan scalpel blades,
atau specific resin carving instrument yang terbuat dari carbide,
anodized aluminium, atau nikel titanium.
o Alat untuk finishing dan polishing : diamond dan carbide burs,
berbagai tipe dari flexibe disks, abrasive impregnated rubber point
dan cups, metal dan plastic finishing strips, dan pasta polishing.
o Diamond dan carbide burs
Digunakan untuk menghaluskan ekses-ekses yang besar pada resin
komposit dan dapat digunakan untuk membentuk anatomi pada
permukaan restorasi.
o Discs
Digunakan untuk menghaluskan permukaan restorasi. Bagian yang
abrasive dari disk dapat mencapai bagian embrasure dan area
interproksimal. Disk terdiri dari beberapa jenis dari yang kasar
sampai yang halus yang bisa digunakan secara berurutan saat
melakukan finishing dan polishing.

o Impregnated rubber points dan cups


Digunakan secara berurutan seperti disk. Untuk jenis yang paling
kasar digunakan untuk mengurangi ekses-ekses yang yang besar
sedangkan yang halus efektif untuk membuat permukaan menjadi
halus dan berkilau. Keuntungan yang utama dari penggunaan alat
ini adalah dapat membuat permukaan yang terdapat ekses
membentuk groove, membentuk bentuk permukaan yang
diinginkan serta membentuk permukaan yang konkaf pada lingual
gigi anterior.

o Finishing stips
Digunakan untuk mengkontur dan mem-polish permukaan
proksimal margin gingival untuk membuat kontak interproksimal.

23
Tersedia dalam bentuk metal dan plastik. Untuk metal biasa
digunakan untuk mengurangi ekses yang besar namun dalam
menggunakan alat ini kita harus berhati-hati karena jika tidak dapat
memotong enamel, cementum, dan dentin. Sedangkan plastic strips
dapat digunakan untuk finishing dan polishing. Juga tersedia dalam
beberapa jenis dari yang kasar sampai halus yang dapat digunakan
secara berurutan.

Prosedur finishing dan polishing resin komposit:

- Sharp-edge hand instrument digunakan untuk menghilangkan


ekses-ekses di area proksimal, dan margin gingival dan untuk
membentuk permukaan proksimal dari resin komposit.
- Scalpel blade digunakan untuk menghilangkan flash dari resin
komposit pada aspek distal.
- Alumunium oxide disk digunakan untuk membentuk kontur dan
untuk polishing permukaan proksimal dari restorasi resin komposit.
- Finishing diamond digunakan untuk membentuk anatomi oklusal.
- Impregnated rubber points dengan aluminium oxide digunakan
untuk menghaluskan permukaan oklusal restorasi.
- Aluminum oxide finishing strips untuk conturing atau finishing
atau polishing permukaan proksimal untuk membuat kontak
proksimal.

24
25
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Klasifikasi resin komposit terdiri dari:

a. Berdasarkan aktivasi polimerisasi:


- Visible-light-activated systems
- Chemically activated systems
- Sistem lain (Dual-activated)
b. Berdasarkan ukuran partikel filler (Lutz dan Phillips (1983)):
- Komposit berbahan pengisi mikro
- Resin komposit berbahan pengisi partikel kecil
- Komposit hibrida
- Komposit konvensional
c. Berdasarkan persentase muatan fillernya:
- Resin komposit flowable
-
Resin komposit packable
d. Berdasarkan ukuran partikel:
- Megafiller
- Macrofiller
- Midifiller
- Minifiller
- Microfiller
- Nanofiller

2. Kelebihan dan kekurangan resin komposit


 Kelebihan restorasi komposit:
- Estetik baik
- Kekuatan cukup
- Preparasi mudah, tidak membuang banyak jaringan
- Biokompatibel

26
- Dapat bertahan minimal 3 tahun, sekitar 3-10 tahun
- Lebih ekonomis dibandingkan dengan pembuatan crown yang
membutuhkan prosedur laboratorium
- Mudah polishingnya
- Konduktivitas suhu rendah
- Perlekatan mekanik yang baik ke struktur gigi
- Tidak mengandung merkuri atau galvanism
- Menguatkan struktur gigi
 Kekurangan restorasi komposit:
- Memerlukan kemampuan dan ketelitian operator yang tinggi
- Relatif mahal dibandingkan restorasi plastis lainnya
- Microleakage
- Waktu yang dibutuhkan untuk prosedur kerja lebih banyak
- Menyerap air sehingga harus diisolasi dengan baik, jika
terkontaminasi maka restorasi mudah terlepasi
- Iritatif terhadap pulpa apabila ada komposit yang tidak
terpolimerisasi
- Elastisitas rendah
- Dapat mengalami diskolorisasi setelah pemakaian jangka panjang
- Membutuhkan teknik yang rumit
- Pengerutan sewaktu polimerisasi

3 . Teknik menumpat dengan resin komposit:


- Menyiapkan alat
- Isolasi daerah kerja
- Pembersihan permukaan gigi
- Teknik preparasi kavitas dengan memenuhi prinsip-prinsip
convenience, retention, resistance, extention for prevention.
- Irigasi kavitas, lalu dikeringkan.
- Pemberian liner/basis
- Irigasi, lalu dikeringkan.

27
- Pemberian etsa asam
- Irigasi dengan aquadest 20cc, lalu dikeringkan.
- Aplikasi bahan bonding
- Penumpatan resin komposit
- Cek oklusi
- Pemulasan

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Mount GJ, Hume WR. Preservation and Restoration of Tooth


Structure. 1st Ed. Sidney: Mosby, 1998.
2. Yazici AR, Baseren M, Dayanga A. The effect of flowable resin
composite on microleakage in class v cavities. Oper Dent 2003; 28:
42-6.
3. Chimello DT, Chinellati MA, Ramos RP, Palma Dibb RG. In vitro
evaluation of microleakage of flowable composite in class v
restorations. J Braz Dent 2002; 13(3): 184-7.
4. Nugrohowati, Wianto D. Penggunaan bahan flowable untuk restorasi.
JITEKGI 2003; 1(2): 146-7.
5. De Goes MF, Giannini M, Di Hipolito V, Rocha de Oliveira Carrilho
M, Daronch M, Rueggeberg FA. Microtensile bond strength of
adhesive systems to dentin with or without application of an
intermediate flowable resin layer. J Braz Dent 2008; 19(1): 51-6.
6. Bagheri M, Ghavamnasiri M. Effect of cavosurface margin
configuration of class V cavity preparations on microleakage of
composite resin restorations. J Contemp Dent Pract 2008; 9(2): 122-9.
7. Neo JLC, Yap AUJ. Composite resin. In: Mount GJ, Hume WR.
Preservation and restoration of tooth structure. London: Mosby, 1998:
69-92.
8. Bala O, Octasli MB, Unlu L. The leakage of class II cavities restored
with packable resin-based composites. J Contemp Dent Pract 2003;
4(4): 1-11.
9. Cilli R, Parraki, De Araujo MAJ. Microleakage comparison of class II
restorations with flowable composite as a liner: condensable
composite versus universalcomposite. Pós-Grad Rev Fac Odontol São
José dos Campos 2000; 3(2).
10. Irawan B. Komposit berbasis resin untuk restorasi gigi posterior. J
Dentika Dent 2005; 10(2): 126-31.

29
11. Attar N. The effect of finishing and polishing procedures on the
surface roughness of composite resin materials. J Contemp Dent Pract
2007; 8(1):27-35.
12. Leeuailoj C. The art of anterior tooth-colored restoration with resin
composites. Thailand: Chulalongkorn University, 2004: 10-11.
13. Baum L, Phillips RW, Lund MR. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi.
Edisi 3. Alih bahasa: Tarigan R. Jakarta: EGC; 1997.
14. Wilson HJ, Mansfield MA, Heath JR, Spence D. Dental Technology
and Materials for Students.8th Edition. London: Blackwell Scientific
Publication, 1987.
15. Craig RG, Powers JM, Wataha JC. Dental Materials: Properties and
Manipulation.7th Edition. New Delhi: Harcourt (India) Private Limited,
2002: 57-71.
16. Indra YK. Prosedur Penyelesaian dan Pemolesan Untuk Mendapatkan
Tumpatan Resin Komposit yang Ideal. MI Kedokteran Gigi. Jakarta,
2001.

30

Anda mungkin juga menyukai