Anda di halaman 1dari 4

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TA.

2018/2019

Nama : Raja Devan Zularham


Reyhan Zaki Saputra
Muhamad Lukman Darmawan
Daffa
NIM : 1610412023

Mata Kuliah : Studi Perang dan Damai

Dosen Pengampu : Raden Mas Jerry Indrawan, SIP., M. Si

Upaya Pemberantasan Terorisme Yang Dapat

Melenyapkan Ataupun Mengantarkan Perdamaian

Dengan adanya pergeseran zaman, perkembangan ancaman juga sudah mencapai tahap isu non
tradisional. Isu tradisional yang sangat kental akan konsep peperangan yang melibatkan dua
Negara telah sejak lama menghilang dan telah digantikan oleh isu non tradisional atau yang
sering disebut juga isu non konvensional. Dalam security studies, isu non konvensional sama
berbahaya nya dengan isu konvensional karena dapat mengganggu kedaulatan serta keutuhan
Negara hingga stabilitas politik, salah satu isu non konvensional yang sangat berbahaya di era
sekarang yaitu terorisme. Terdapat banyak definisi tentang terorisme tetapi yang dapat saya
simpulkan adalah terorisme melibatkan beberapa orang yang memiliki kepentingan untuk
mengubah pemerintahan dengan melakukan tindakan mengerikan yang gunanya untuk
memberikan rasa takut kepada masyarakat dan dilakukan ditempat ramai. Biasanya terorisme
disebabkan oleh adanya kelompok ekstrimis yang tidak puas atau tidak setuju dengan
pemerintahan, mereka berasumsi bahwa meneror merupakan cara yang tepat untuk didengar oleh
pemegang kekuasaan walaupun banyak alasan lain seperti membawa nama agama, dll. Para
teroris mencoba untuk mengubah tatanan dunia dengan ideologi nya sendiri tentu hal ini dapat
merugikan Negara, tidak hanya memakan korban jiwa, tetapi ekonomi serta politik juga akan
terganggu. Karena isu terorisme merupakan isu yang tidak melibatkan antar Negara maka
terorisme masuk ke dalam isu non konvensional walaupun terkadang pada akhirnya militer yang
menangani hal tersebut.

Perkembangan terorisme di dunia sudah sangat mengkhawatirkan, angka kelompok ekstrimis


terus bertambah angka karena rekrutmen anggota dimana-mana yang ditimbulkan oleh
globalisme sehingga tidak mengherankan jika isu terorisme sangat sulit untuk diberantas,
diperlukan upaya yang komprehensif dan tindak lanjut yang serius dalam menangani fenomena
ini. Karena sulitnya penanganan terorisme sebagian Negara di dunia telah berperang melawan
teroris bersama-sama melalui kerjasama bilateral, multilateral hingga regional. Contohnya
seperti ASEAN, organisasi regional tersebut telah meningkatkan kerjasama dalam bidang
terorisme sejak melonjaknya angka teroris yang signifikan di Asia Tenggara. Berangkat dari
kesadaran bahwa terorisme bukan lagi isu dalam negeri dan harus diselesaikan bersama-sama,
anggota ASEAN akhirnya membuat program kerjasama yang diusulkan oleh Indonesia dan
disetejui oleh anggota ASEAN lainnya, program tersebut dinamakan “Our Eyes” yang dibentuk
pada tahun 2018. Our Eyes beroperasi dengan melibatkan pertahanan militer serta melalui
pertukaran informasi tentang penyebaran radikalisme yang mengancam wilayah regional.
Dengan adanya Our Eyes, ASEAN diharapkan mampu menciptakan keharmonisan serta
integritas untuk melawan terorisme khususnya di Asia Tenggara.

Jika terorisme sebagai ancaman non konvensional pada security studies telah dijelaskan diatas,
saya mencoba untuk melihat upaya yang dilakukan masyarakat internasional dalam menangani
terorisme sebagai alat terciptanya perdamaian, sehingga dibutuhkan prespektif yang mampu
menjawab fenomena ini yaitu menggunakan peace studies. Peace studies memiliki prespektif
yang lebih luas dari security studies karena studi ini membahas adanya konflik serta pencegahan
konflik untuk membawa dunia pada satu titik perdamaian. Dalam peace studies terdapat dua sifat
perdamaian yaitu negative peace dan positive peace, negative peace memiliki main idea yaitu the
absence of war yang sangat cocok dipakai untuk mengkaji isu konvensional tetapi berbeda
dengan negative peace, positive peace memberikan penekanan terhadap the presence of human
rights, the presence of justice, the presence of sustainable peace, the presence of just peace, the
presence of humanitarian law. Maksudnya, perdamaian tidak harus bersifat utopis tetapi dengan
terciptanya elemen-elemen yang telah disebutkan sebelumnya, dunia dapat dikatakan damai.
Peace studies yang berfokus pada usaha perdamaian dalam berbagai aspek memberikan solusi
untuk mengatasi masalah terorisme ini seperti dilakukannya program kerjasama “Our Eyes” oleh
ASEAN. Hal ini memberikan kontribusi pada studi perdamaian walaupun terlihat sederhana
tetapi hubungan kerjasama antar Negara di Asia Tenggara dalam memberantas terorisme
merupakan usaha wilayah regional untuk memenuhi instrumen perdamaian, sesuai dengan
prinsip studi perdamaian bahwa setiap mengatasi konflik harus melalui jalan damai dan
mencegah adanya kekerasan. Menurut saya inilah yang coba dibangun oleh masyarakat ASEAN,
sinergi yang dibangun oleh kerjasama dalam menangani kasus ini dilihat sebagai salah satu
paling aman tanpa adanya tindak kekerasan yang melibatkan warga sipil dalam operasi usaha
pemberantasan terorisme.

Dalam hal ini China telah gagal untuk menerapkan konsep perdamaian dalam sekuritisasi Negara
nya, kasus yang baru-baru ini terjadi adalah diskriminasi yang dilakukan oleh China terhadap
muslim di Negara nya, yang pertama adalah muslim Hui dan yang kedua adalah muslim Uighur
yang bertempat tinggal di Xinjiang, China memperlakukan kedua golongan dengan sangat
berbeda, muslim Hui bebas menjalani hidup mereka sementara berjuta muslim Uighur ditangkap
dan diperlakukan sangat tidak manusiawi oleh pemerintah China. Mereka menangkap muslim
Uighur dan lalu membawa mereka ke dalam camp dimana muslim-muslim tersebut diintrogasi
hingga mendapatkan siksaan berupa pencukuran rambut dan pemerkosaan serta larangan untuk
beribadah, belum lagi mereka harus rela berdesak-desakan didalam penjara yang kecil selain itu
muslim Uighur juga dipaksa untuk meminum alkohol serta memakan makanan haram dan wajib
untuk berjanji akan mematuhi segala kebijakan presiden Xi Jinping.

Ternyata hal ini dipengaruh faktor persebaran radikalisme di China, China melihat banyak dari
kaum muslim Uighur yang pergi dan menjadikan diri mereka jihadis maka dari itu China
mengambil langkah ekstrim untuk menangkap muslim Uighur agar tidak tersebarnya paham
radikalisme di wilayah Negara. China pun merasa waswas jika para jihadis itu akan kembali ke
Negara nya dan mengancam keutuhan serta kedaulatan nasional, mereka mengatakan bahwa
upaya yang dilakukan mereka adalah pengembalian kedamaian di Negaranya. Yang mana
menurut saya, pernyataan yang dikeluarkan China tersebut merupakan omong kosong,
bagaimana pun juga muslim Uighur tidak seluruhnya salah, banyak muslim Uighur yang tidak
bersalah menjadi korban kekerasan fisik maupun mental, terdapat banyak upaya untuk
melaksanakan sekuritisasi melalui perdamaian yang dapat dilakukan China tanpa menargetkan
kaum yang tidak bersalah. Upaya yang dilakukan China sangat berbau state centric dimana di
tentu hal ini sangat bertentangan dengan apa yang diajarkan dalam studi perdamaian, dalam studi
perdamaian dijelaskan bahwa penyelesaian konflik harus melalui cara damai dan menghindari
kekerasan terutama yang melibatkan warga sipil.

Dari kedua contoh kasus tersebut kita dapat melihat bahwa upaya sekuritisasi yang dilakukan
sangat kontras, terutama jika dilihat dari pandangan studi perdamaian. Jika satu dari contoh
tersebut mencoba untuk mengatasi masalah non konvensional melalui kerjasama namun China
melihat terorisme memiliki dampak yang sangat buruk terhadap Negara nya, sehingga China
berpikir untuk menghadapi konflik ini dengan state centric, pemerintah China menggunakan
power dan kekuasaan dalam melakukan pelanggaran HAM karena mereka menganggap bahwa
Negara merupakan aktor utama dalam sistem internasional jadi yang harus bertindak adalah
Negara itu sendiri. Perbedaan kedua kasus tersebut dapat menjadi faktor terciptanya perdamaian
maupun hilangnya perdamaian di dunia, isu-isu non konvensional yang sedang marak di era
sekarang seharusnya sudah tidak usah lagi diselesaikan dengan fisik, dengan berkembangnya
zaman seharusnya solusi untuk persoalan konflik non konvensional sudah terbuka lebar, Negara
pun dapat meminta bantuan pada aktor-aktor non Negara. Sebagai instrumen penggerak
perdamaian seharusnya aktor Negara maupun non negara memberikan kontribusi untuk
menguatkan perdamaian dunia.

Anda mungkin juga menyukai