Anda di halaman 1dari 5

Nama : Jesslyn Angel Wijaya Kelas : Ilmu Komunikasi E

NPM : 180906690 Mata Kuliah : Sosioantropologi Komunikasi

Communicative Event Analysis:


Sembahyang Kubur Etnis Tionghoa

Tradisi Sembahyang Kubur


Etnis Tionghoa merupakan tradisi
yang telah dilakukan sejak dulu dan
dapat ditelusuri kembali hingga nenek
moyang etnis Tionhoa di dataran
Tiongkok. Disebut pula dengan istilah
Cheng Beng, tradisi sini dilakukan
sebagai bentuk penghormatan
terhadap leluhur dan anggota keluarga yang telah wafat dengan cara membersihkan makam dan
membawa makanan, bunga dan kertas sembahyang. Sembahyang ini dilakukan seentak oleh
masyarakat etnis Tionghoa pada awal bulan April, di mana matahari bersinar paling terang menurut
kalender Cina.

A. Setting
Lokasi sembahyang yang dilakukan bervariasi
tergantung letak makam anggota keluarga. Pemakaman
yang kami datangi berlokasi di Sinarsak, Kota
Pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara, pada
tanggal 4 April setiap tahunnya. Sembahyang
dilakukan di pagi hari sebelum siang dengan mmebawa
berbagai macam buah, lauk pauk, nasi, teh, bunga dan
peralatan sembahyang yang dibutuhkan (dupa, kertas
sembahyang, lilin, dan potongan kayu kembar berbentuk hati yang disebut poapoe).
B. Participants
Peserta ritual sembahyang ini adalah
anggota keluarga dan sanak saudara yang
ditinggalkan oleh yang wafat. Umumnya untuk
hari tersebut, semua anggota keluarga yang
dapat pulang ke kampong halaman masing-
masing akan berkumpul mulai dari yang paling
tua hingga yang paling muda. Ritual dipimpin oleh anggota keluarga yang lebih tua yang
paham tentang sembahyang sepenuhnya. Dalam sembahyang keluarga kami, peran ini
diemban oleh ibu atau tante saya yang mengurus segala keperluan sembahyang dari alat
hingga makanan yang harus disiapkan.
Sedangkan kami yang lebih kecil akan
membantu melipat kertas dan menata altar
yang akan digunakan saat sembahyang.
Melipat kertas sembahyang umumnya
dilakukan oleh anak atau cucu yang masih
muda,
C. Ends
Tujuan dari tradisi sembahyang ini sendiri adalah untuk menghormati arwah leluhur
yang telah wafat dengan menyediakan persembahan makanan dan kertas sembahyang yang
bersifat relijius. Selain tujuan umum tersebut, terdapat pula tujuan terselubung, yakni untuk
mempesatukan saudara-saudari yang sudah hidup secaa terpisah dari satu sama lain agar
dapat berkumpul bersama untuk satu hari sembahyang tersebut.
D. Act Sequence
Pertama, saat sampai di daerah pemakaman dengan membawa segala perlengkapan
dan peralatan, tata makanan, minuman, dan tempat dupa pada altar yang telah disediakan
di depan makam. Selanjutnya, hidupkan lilin dan tata pada altar. Sebelum memulai
sembahyang, bakar dupa untuk meminta izin pada dewa yang menjaga arwah yang telah
meninggal agar anggota keluarga yang telah wafat tersebut diperbolehkan datang untuk
sembahyang tersebut. Lalu dupa tersebut ditancapkan di tempat yang telah disediakan.
Setelah itu, prosesi sembahyang dapat dimulai.
Sembahyang dilakukan satu persatu secara bergantian oleh setiap anggota dengan
membakar dupa dan berdoa di depan makam. Umumnya sembahyang dilakukan oleh
anggota keluarga yang lebih tua dan diikuti dengan yang lebih muda. Selanjutnya, anggota
keluarga bersama-sama menaruh kertas
di atas kuburan yang dicucuk dengan
dupa.
Untuk memanggil arwah leluhur,
poapoe dilemparkan dan ketika satu
bagian terbuka dan yang satu lagi
tertutup, artinya arwah tersebut telah
hadir dan siapa ‘menikmati’ makanan
yang telah disiapkan di altar. Setelah itu, tinggal menunggu untuk beberapa waktu (20
menit) hingga arwah tersebut selesai menikmati makanannya. Lalu, lempar poapoe sekali
lagi untuk menanyakan apakah merekatelah selesai. Bila kepingan kayu satu telungku dan
yang satu lagi terlentang, aka prosesi dapat dilanjutkan.
Setelah selesai, bakar kertas sembahyang yang telah dilipat di dalam lingkar atau
wadah yang sudah disiapkan di depan altar. Bila tidak dibakar di dalam lingkarang/wadah
tersebut, persembahan itu tidak akan sampai kepada awrah melainkan diambil hantu-hantu
lainnya. Setelah semua kertas habis dibakar, ambil teh dan tuang ke area pembakaran secara
melingkar untuk membatasi persembahan dan hantu-hantu yang mencoba mengambilnya.
Tujuannya adalah menandakan kepemilikian untuk arwah anggota keluarga kita yang baru
saja didoakan. Taruh buah jeruk atau kue di atas kuburan, lalu bereskan barang dan
bersihkan altar sebelum meninggalkan area pemakaman.
E. Key
Prosesi sembahyang umumnya dilakukan secara santai dan kekeluargaan. Anggota
keluarga yang hadir bisa bicara seperti biasa, bahkan bercanda hingga bermain dulu bagi
anggota keluarga yang lebih kecil. Akan tetapi, saat sembahyang (doa) dilakukan, masing-
masing anggota yang sedang memegang dupa harus diam, berdoa dalam hati dan harus
dilakukan secara serius dan khusuk karena merupakan komunikasi diadik dengan arwah
tersebut. Saat itu pula, orang yang sedang sembayang akan menunduk bahkan berlutut di
depan altar sebagai bentuk rasa hormat sambil memejamkan mata. Setelah doa dilakukan,
anggota tersebut dapat kembali bicara seperti biasanya sambil menunggu anggota keluarga
lain selesai.
F. Instrumentalities
Seluruh proses dilakukan secara lisan menggunakan bahasa Indonesia dan hokkien
(sesuai dengan bahasa keluarga). Saya pribadi berdoa dengan bahasa Indonesia dengan
gaya yang informal karena sedang ‘berbicara’ dengan arwah nenek yang dulu dekat dengan
saya. Anggota keluarga lain ada yang menggunakan bahasa hokkien dan lebih formal
bentuknya.
G. Norms
Dalam melakukan sembahyang, setiap anggota keluarga dituntut untuk serius saat
gilirannya membakar dupa. Keluarga yangdatang untuk sembahyang tidak boleh lupa untuk
meminta izin kepada dewa. Mencicipi atau mengambil makanan sebelum sembahyang
selesai akan dianggap tidak sopan dan lancang terhadap arwah leluhur, apalagi memainkan
dupa dan lilin yang ada. Di area pemakaman, bahasa yang digunakan boleh santai, tetapi
harus sopan karena merupakan tempat untuk menghormati yang telah wafat. Prosesi tidak
boleh dilanjutkan bila belum mendapat persetujuan arwah yang direpresentasikan oleh
kepingan poapoe, sebab bila dilanggar dapat menimbulkan kemarahan.
Untuk dapat menjadi ‘pemimpin’ prosesi sembahyang, orang tersebut harus paham
betul jenis makanan apa yang harus dimasak dan kue serta buah apa yang harus dibeli. Jenis
lilin dan dupa pun bermacam-macam dan terdapat jenis tertentu untuk ibadah tertentu
sehingga tidak boleh salah. Anggota keluarga yang memimpin jalannya sembahyang juga
harus hapal tahapan sembahyang agar urutannya tidak salah. Setiap anggota keluarga juga
diharapkan mampu melipat kertas sembahyang dengan baik dan benar ketika sudah agak
dewasa.
H. Genre
Jenis Communicative Event ini termasuk dalam sembahyang untuk leluhur yang
sesuai dengan fungsi ritual komunikasi. Hal ini dapat disimpulknan berdasarkan
komponen-komponen SPEAKING (setting, participants, ends, act sequence, key,
instrumentalities, norms dan genre). Sembahyang ini hanya dapat dilakukan di area
pemakaman keluarga. Komunikasi yang terjadi selama ritual ini ditandai dengan bahasa
hokkian atau bahasa cina lainnya dan tercerminkan melalui peralatan yang digunakan
selama sembahyang yang hanya digunakan pada acara atau pelaksanaan ritual tradisional
saja dan bukan pada kegiatan sehari-hari. Pelaksanaan ritual ini pun memiliki tata urutan
yang jelas dan tidak boleh dilakukan secara sembarangan dan sembari bercanda oleh orang
lain tanpa bimbingan yang tepat.
Prosesi ini dilakukan dengan menggunakan banyak interaksi simbolis oleh anggota
keluarga dengan mengunakan benda-benda seperti yang telah disebutkan di atas.
Penekanan terdapat pada penggunaan poapoe yang dianggap sebagai simbol yang
merepresentasikan jawaban dari para leluhur yang tidak dapat didengan oleh anggota
keluarga yang masih hidup. Menyediakan makanan di altar dianggap sebagai menyediakan
persembahan untuk arwah meskipun hanya diletakkan di atas dan didiamkan untuk
beberapa waktu. Bentuk komunikasi dan perilaku bersifat lebih santai untuk menandai
tradisi tersebut sebagai tradisi keluarga yang mengutamakan kebersamaan dan kehangatan
antar anggota keluarga. Dengan demikian, communicative event ini digolongkan sebagai
sebuah sembahyang.

Daftar Pustaka

PowerPoint Pertemuan 7: Communicative Event

Anda mungkin juga menyukai