· Pasien : Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal, pengobatan sedini mungkin
dalam 72 jam setelah erupsi kulit
· Dokter : Diagnosis dini , Anamnesis dan pemeriksaan fisik secara seksama dan lengkap.
Memperhatikan kondisi khusus pasien misalnya usia lanjut, resiko PHN, resiko komplikasi mata,
kemungkinan imunnokompromais, kemungkinan defisit motorik, dan kemungkinan terkenannya
organ dalam.
c. Antiviral
- Imunnokompromais
- Anak-anak usia <50 tahun dan perempuan hamil deberikan terapi antiviral bila disertai :
Resiko terjadinya NPH
d. Pengobatan Antivirus
Catatan Khsusus :
- Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam bila masih timbul lesi baru/
terdapat vesikel berumur <3 hari
- Bila disertai keterlibatan organ viseral diberikan asiklovir intervena 10 mg/kg BB, 3 x per hari
selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9 % dan diberikan tetes selama satu jam
Analgetik :
e. Allay anxietas-counselling
- Edukasi mengenai penyakit HZ untuk mengurangi kecemasan serta ketidak pahaman pasien
tentang penyakit dan komplikasinya
1. Pengobatan topikal
2. Terapi suportif
- Jangan digaruk
- Pakaian longgar
2.9 Pencegahan
a. Dengan cara pemakaian asiklovir jangka panjang dengan dosis supresi. Misalnya, asiklovir
sering diberikan sebagai obat pencegahan pada penderita leukemia yang akan melakukan
transplantasi sumsum tulang dengan dosis 5 x 200 mg/hari, dimulai 7 hari sebelum transplantasi
sampai 15 hari sesudah transplantasi.
b. Pemberian vaksinasi dengan vaksin VZV hidup yang dilemahkan, sering diberikan pada orang
lanjut usia untuk mencegah terjadinya penyakit, meringankan beban penyakit, serta menurunkan
terjadinya komplikasi NPH. (Pusponegoro, Nilasari, & Dkk, 2014)
a. Kultur Virus
Cairan dari unilepuh yang baru pecah dapat di ambil dan di masukkan ke dalam media virus untuk
segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila pengiriman cukup lama, sampel dapat diletakkan
pada es cair. Pertumbuhan virus varicella-zoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki
tingkat sensitivitas 30-70% dengan spesifitas mencapai 100%.
b. Deteksi Antigen
Uji antibody fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan dengan teknik kultur sel. Sel dari
ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel (semacam pisau) atau jarum, kemudian di
oleskan pada kaca dan diwarnai dengan antibody monoklonal yang terkonjugasi dengan pewarna
fluoresens. Uji ini akan mendeteksi glikoproten virus.
c. Uji Serologi
Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster adalah ELISA.
d. PCR
PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan tubuh, contohnya cairan
serebrospina. Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif, dengan metode ini
dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk
krusta dapat juga digunakan sebagai preparat, sensifitasnya berkisar 97-100%. Test ini dapat
menemukan nucleid acid dari virus varicella zpster. (Ayu, 2015)
e. Tzanck Smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesicel yang masih baru, kemudian diwarnai engan
pewarnaan yaitu Hematoxylin-eosin, toluidine blue ataupun papanicolaou’s dengan menggunakan
mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cell. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 48
%, test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks virus.
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah membentuk krusta pemeriksaan
dengan DFA kurang sensitif, hasil pemeriksaan sangat cepat, test ini dapat menemukan antigen virus
varricella zoster. Pemeriksaa ini dapat membedakan antara VVZ dengan herpes simpleks virus.
Sumber : Pusponegoro, E. H., Nilasari, H., & Dkk. (2014). Buku Panduan Herpes Zoster. Jakarta: FKUI.