Anda di halaman 1dari 6

Tatalaksana Rabies

Rabies adalah penyakit infeksi akut pada Sistem Saraf Pusat (SSP)
yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan
menular rabies terutama anjing, kucing, kera, dan kelelawar. Penyakit rabies
atau penyakit anjing gila, merupakan penyakit yang bersifat fatal atau selalu
diakhiri dengan kematian bila tidak ditangani dan diobati dengan baik. Telah
dilaporkan 98 persen kasus rabies di Indonesia ditularkan akibat gigitan
anjing dan 2 persen akibat gigitan kucing dan kera.

Gejala Klinis

1. Stadium Prodromal
Gejala awal berupa demam, malaise, mual, dan rasa nyeri di tenggorokan
dalam beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat
bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang
berlebihan terhadap rangsang sensorik.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Bersamaan
dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat
khas, pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat
terkenal diantaranya ialah hidrofobi. Kontraksi otot-otot faring dan otot-
otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti
meniupkan udara ke muka penderita atau dengan menjatuhkan sinar ke
mata atau dengan menepuk tangan di dekat telinga penderita. Pada
stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsi, dan takikardi. Perilaku
penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-
saat responsif. Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai
penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering
terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.

4. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi.
Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi,
melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena
gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis
otot-otot pernafasan.

Tatalaksana Kasus Gigitan Hewan Resiko Menular Rabies


Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani
dengan cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus
rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci
luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau deterjen
selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat
merah dan lain-lain). Meskipun pencucian luka menurut keterangan penderita
sudah dilakukan, namun di puskesmas pembantu/puskesmas/ rumah sakit
harus dilakukan kembali seperti di atas.
Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila
memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi
Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara
infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara
intra muskuler. Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya
pemberian serum/vaksin anti tetanus, antibiotik untuk mencegah infeksi dan
pemberian analgetik.

Bila ada indikasi pengobatan :


1. Terhadap luka resiko rendah diberi Vaksin Anti Rabies (VAR) saja. Yang
termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka,
garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan
dan kaki.
2. Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk
luka berbahaya adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu
(muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang
lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel).
3. Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies
atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak
ada kontak, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR maupun SAR.
4. Sedangkan apabila kontak dengan air liur pada kulit luka yang tidak
berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR
apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.
Flowchart Penatalaksanaan Gigitan Hewan

A. Dosis dan cara pemberian vaksin anti rabies :

1. Vaksin PVRV ( Purufied Vero Rabies Vaccine) terdiri dari vaksin kering
dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.

a. Dosis dan cara pemberiannya sesudah digigit adalah ; Cara


pemberiannya adalah disuntikkan secara intra muskular (im)
didaerah deltoideus / lengan atas kanan dan kiri. Dosis untuk anak
dan dewasa sama yaitu 0,5 ml dengan 4 kali pemberian yaitu hari ke
0 (dua kali pemberian sekaligus), hari ke 7 satu kali pemberian dan
hari ke 21 satu kali pemberian.
b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit
; cara pemberiannya sama diatas. Dosis untuk anak dan dewasa sama
yaitu Dasar 0,5 ml dengan 4 kali pemberian yaitu hari ke 0 (dua kali
pemberian sekaligus), hari ke 7 satu kali pemberian dan hari ke 21
satu kali pemberian. Ulangan 0,5 ml sama pada anak dan dewasa pada
hari ke 90.
2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV) mempunyai kemasan yang terdiri
dari dos berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml dan Dos berisi
5 ampul @ 1 dosis intra kutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml.
a. Dosis dan cara pemberian susudah digigit adalah ; cara pemberian untuk
vaksinasi dasar disuntikkan secara subcutan (sc) disekitar pusar.
Sedangkan untuk vaksinasi ulang disuntikkan secara intracutan (ic)
dibagian fleksor lengan bawah. Dosis untuk vaksinasi dasar pada anak
adalah 1 ml, dewasa 2 ml diberikan 7 kali pemberian setiap hari, untuk
ulangan dosis pada anak 0,1 ml dan dewasa 0,25 ml diberikan pada hari
ke 11, 15, 30 dan hari ke 90.
b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit ; cara
pemberian sama dengan diatas. Dosis dasar untuk anak 1 ml, dewasa 2
ml, diberikan 7 kali pemberian setiap hari, untuk ulangan dosis pada anak
0,1 ml dan dewasa 0,25 ml diberikan pada hari ke 11, 15, 25, 35 dan hari
ke 90.

B. Dosis dan cara pemberian Serum Anti Rabies ( SAR ).


1. Serum heterolog ( Kuda ), mempunyai kemasan bentuk vial 20 ml
( 1ml=100 IU). Cara pemberian ; disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka
sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muscular. Dosis 40 Iu/KgBB
diberikan bersamaan dengan pemberian VAR hari ke 0, dengan melakukan
skin test terlebih dahulu.
2. Serum homolog, mempunyai kemasan bentuk vial 2 ml ( 1 ml= 150 IU).
Cara pemberian ; disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak
mungkin, sisanya disuntikkan intra muscular. Dosis 20 Iu/kgBB diberikan
bersamaan dengan pemberian VAR hari ke 0, dengan sebelumnya dilakukan
skin test.

C. Dosis dan cara pemberian VAR untuk pengebalan sebelum digigit (Pre
Exposure Immunization).

1. Vaksin PVRV ( Purufied Vero Rabies Vaccine) terdiri dari vaksin kering
dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe. Cara pemberian
Pertama ; disuntikkan secara intra muskular (im) didaerah deltoideus.
Dosisnya ; dasar digunakan dua dosis masing-masing 0,5 ml pemberian
pada hari 0, kemudian hari ke 28 dengan dosis 0,5 ml. Diberikan ulangan
pada 1 tahun seteleh pemberian I dengan dosis 0,5 ml dan ulangan
selanjutnya 0,5 ml tiap tiga tahun. Cara pemberian Kedua ; disuntikkan
secara intra kutan (dibagian fleksor lengan bawah) dengan dosis dasar, 0,1
ml pemberian hari ke 0, kemudian hari 7 dan hari ke 28 dengan dosis 0,1
ml. Ulangan diberikan tiap 6 bulan satu tahun dengan dosis 0,1 ml.

2. Vaksin SMBV ( Suckling Mice Brain Vaccine ), terdiri dari dus yang
berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml, dus berisi 5 ampul @ 1
dosis intrakutan dan 5 ampula pelarut @ 0,4 ml. Cara pemberian ;
disuntikkan secara intrakutan (ic) di bagian fleksor lengan bawah. Dosis
dasar 0,1 ml untuk anak dan 0,25 nl untuk dewasa, pemberian hari 0, hari
21 dan hari 42. Untuk ulangan dosis 0,1 ml untuk anak dan 0,25 untuk
dewasa setiap 1 tahun.
Sumber:

1. dr. I Made Herry Hendrawan, 2010, Waspadai Rabies di Sekitar


Anda, UPT Puskesmas Kuta I (diunduh dari
http://puskesmaskutasatu.com/artikel/waspadai%20rabies
%20disekitar%20anda.htm tanggal 13 april 2012).

2. Depkes, 2011, Flowchart Penatalaksanaan Kasus Gigitan


Hewan Tersangka Rabies, Depkes: Jakarta (diunduh dari
http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Flow_Chart_Ra
bies.pdf tanggal 13 April 2012)

Anda mungkin juga menyukai