Anda di halaman 1dari 22

BRUCELLOSIS

Oleh:
Maya Rosida

135130100111006 Bima Anggara Putra

Yuyun Fadilah

135130101111022 Novi Andriani

135130101111003

135130101111030

Rizka Utami Putri

135130101111033 Ananta Ardi Bagaskara 135130107111015

Zulfika Gayoh K.

135130107111022

Etiologi~
Penyakit brucellosis atau penyakit keluron menular disebabkan
oleh bakteriBrucella. BakteriBrucellaberbentuk kokobasil (short
rods) dengan panjang 0,6 1,5 m dan lebar 0,4 0,8 m,
bersifat Gram negatif, non motil, tidak membentuk spora, tidak
berkapsul, dan bersifat aerob. Karena tidak menghasilkan spora,
bakteriBrucellamudah dibunuh dibawah sinar matahari namun
apabila lingkungan jauh dari jangkauan sinar matahari maka
bakteri ini dapat bertahan selama 6 bulan.

Penyebab Brucellosis
Menurut, Dharmojono, 2001 umumnya, bakteriBrucellayang menjadi penyebab
munculnya penyakit ini bisa menginfeksi manusia melalui hewan. Ada tiga cara
penularan bakteriBrucelladari hewan ke manusia:
Produk susu mentah.Manusia akan terinfeksi Brucellosis saat mengonsumsi
makanan dan minuman yang dibuat dari susu mentah atau mengonsumsi
daging hewan yang terinfeksiBrucella.
Udara.Brucellabisa menyebar dan masuk ke dalam tubuh dengan mudah
melalui udara yang dihirup seseorang.
Kontak langsung.Bakteri pada darah, cairan sperma, plasenta hewan yang
terinfeksi bisa masuk ke tubuh seseorang lewat luka yang dimilikinya.

Mekanisme Penularan

Sumber utama infeksi pada sapi adalah cairan fetus, sisa sisa
setelah melahirkan, dan cairan vagina. Jalur masuk utama infeksi
pada sapi adalah melalui oral lewat (pakan dan air yang
terkontaminasi), kulit yang luka, inhalasi, dan secara kongenital
(fenomena laten) seperti dari induk ke fetus atau melalui air
susu induk. Namun pada jalur kongenital masih harus dievaluasi
lebih mendalam

Patogenesis

Setelah kuman masuk ke dalam tubuh, akhirnya menyebar dan


menetap pada organ tubuh melalui pembuluh darah dan limfe.
Terkumpulnya kuman di dalam saluran reproduksi terutama di
placenta dan endometrium sapi yang sedang bunting sangat
didukung oleh adanya zat penumbuh yang dikenal dengan nama
eritritol (sifat spesifitas jaringan).

ANAMNESA

Diagnosa
Brucellosis

Test Diagnostic

Tes Diagnostic

A) Uji Pada Hewan


a)

RBT

Uji RBT mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi namun kadang memberikan
hasil positif palsu terhadap vaksin S19. Uji RBT mempunyai kelebihan
dibandingkan uji lain karena mudah, cepat dan dapat digunakan untuk
memeriksa sampel yang sangat banyak dalam waktu yang relatif singkat.

b) BPAT
BPAT sebagaimana RBT juga mempunyai sensitivitas yang tinggi. Konfirmasi juga
diperlukan terhadap hasil positif karena uji ini sangat peka dalam mendeteksi antibodi
hasil induksi dari vaksinasi.

C) CFT
Uji CFT sangat luas digunakan dan telah diterima sebagai uji konfirmasi karena
memiliki spesifisitas yang sangat tinggi meski tergolong sulit untuk dikerjakan. Namun
demikian tidak berarti bahwa CFT sama sekali tidak memunculkan hasil positif palsu.
Respon tersebut juga ada namun hanya kadang-kadang. Menurut Blaha (1989),
spesifisitas dan sensitivitas CFT secara berurutan adalah 95% dan 80%.

D) Uji Indirect ELISA


Uji Indirect ELISA mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi, namun sebagaimana uji
serologis yang lain, uji ini tidak dapat membedakan antibodi hasil vaksinasi, FPSR
ataupun akibat infeksi alami. Oleh karena itu, diagnosa lanjutan dengan menggunakan
uji konfirmasi harus dilakukan. Spesifisitas uji sama tingginya dengan CFT pada
kawanan yang tidak divaksin. Namun pada kelompok yang divaksin dengan strain S19
atau pada kondisi dimana terjadi FPSR, spesifisitasnya jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan CFT.

E) Uji Competitive ELISA


Uji Competitive ELISA dengan menggunakan MAb spesifik untuk satu epitop dari genus
Brucella sp.. Dibandingkan dengan i-ELISA, c-ELISA mempunyai spesifisitas yang lebih
tinggi. Tehnik ini disamping mampu membedakan antibodi infeksi alami dan induksi
vaksin S19, juga mampu meminimalisir pengaruh bakteri yang mengakibatkan FPSR.

F) Uji FPA
merupakan tehnik yang mudah digunakan untuk mengukur interaksi antigen-antibodi
dan dapat diseting untuk aplikasi laboratorium maupun keperluan lapangan.

F) Brucellin Skin Test.


Alternatif tes imunologis yang bisa digunakan salah satunya adalah uji Brucellin Skin
Test. Uji ini dapat digunakan untuk menskrining kawanan yang tidak divaksinasi
dengan tingkat spesifisitas yang sangat tinggi.

Pada sapi perah, pengujian dapat dilakukan pada sampel susu dari tangki
penampungan. Apabila hasilnya positif, maka dilakukan pengujian serologis pada tiaptaip individu sapi. Ada dua uji yang bisa digunakan yaitu Milk i-ELISA dan MRT. Uji Milk
i-ELISA mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan cocok untuk digunakan
pada jumlah kawanan yang besar. Sedangkan uji MRT dapat digunakan untuk skrining.

Uji skrining bisa dilakukan dengan tes serologis tunggal atau serial dengan
menggunakan tehnik Buffered Acidified Plate Antigen (BAPA) dan uji Card
Agglutination. Dengan kedua uji tersebut meskipun dapat diperoleh hasil positif,
namun belum dapat membedakan apakah reaksi berasal dari infeksi ataukah
vaksinasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji lanjutan sehingga reaktor dapat
ditetapkan. Uji Rivanol (RIV), Complement Fixation Test (CFT) dan Particle
Concentration Fluorescent Immuno Assay (PCFIA) merupakan beberapa uji lanjutan
yang dapat digunakan untuk membedakan hewan yang terinfeksi alami dan hewan
yang divaksinasi

Peneguhan Diagnosa
Peneguhan diagnosa dapat dilakukan dengan isolasi dan identifikasi
kuman penyebab. Untuk keperluan ini spesimen fetus dapat diambil
dari organ paru dan lambung, sedangkan dari induk dapat diambil
dari plasenta, getah vagina dan susu. Sapi pejantan dapat dikoleksi
semennya. Apabila dilakukan nekropsi, maka spesimen dapat
diambil dari kelenjar limfe supramamaria atau iliaka. Namun
demikian, peneguhan diagnosa yang dilakukan dengan cara isolasi
dan identifikasi agen biasanya akan memakan waktu yang lama (14 minggu). Tehnik PCR-RFLP dapat digunakan sebagai alternatif
untuk peneguhan diagnosa dan membedakan strain bakteri brusela
yang ditemukan sehingga bisa mendeteksi adanya strain baru yang
masuk ke dalam suatu wilayah (Xavier et al, 2010).

Pengobatan
Pada hewan penyakit brucellosis sampai saat ini belum ada
obat yang efektif. pengobatan kasus brucellosis penggunaan
lebih dari satu antibiotik yang diperlukan selama beberapa
minggu, hal ini dikarenakan bakteri berada di dalam sel.
Pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti
doksisiklin, streptomisin dan rifampisin setiap hari selama
minimal 6 minggu.

Pencegahan

a)Melakukan kontrol dan eradikasi terhadap hewan reservoir


b) Mengkonsumsi produk asal hewan yang higienis dan terjamin mutu seperti susu
yang dipasteurisasi
d)Vaksinasi kepada kelompok rawan tertular
e)Vaksinasi pada daerah endemis
f) Melakukan lalu lintas pada ternak secara ketat.
g) Hindarkan perkawinan antara pejantan dengan betina yang mengalami kluron
h) Uji serologik secara teratur dengan SAT atau BRT dan CFT, monitoring dengan
MRT dan isolasi atau penyingkiran reaktor.

Pengendalian dan Pemberantasan

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Standarisasi diagnosa brucellosis baik metode, reagen,maupun cara diagnostiknya


Penentuan daerah-daerah tertular dan bebas brucellosis
Penentuan kelompok hewan bebas atau tertula brucellosis
Penentuan kebijakan penggunaan vaksin brucellosis
Pemberian sertifikat untuk kelompok ternak yang bebas brucellosis
Pembebasan daerah sumber bibit dan daerah kelompok ternak yang bebas
brucellosis

Kesimpulan
Brucellosis merupakan penyakit reproduksi yang dapat menular dari hewan ke
manusia.
Brucellosis disebabkan oleh bakteri dari genus Brucella yang bersifat gram negatif.
Jenis uji yang dapat digunakan untuk mendiagnosa Brucelosis diantaranya adalah
Rose Bengal Test (RBT), Serum Aglutination Test (SAT) serta Complement Fixation Test
(CFT).
Peneguhan diagnosa dapat dilakukan dengan isolasi dan identifikasi bakteri
penyebab. Untuk keperluan ini spesimen fetus dapat diambil dari organ paru dan
lambung, sedangkan dari induk dapat diambil dari plasenta, getah vagina dan susu.
Sapi pejantan dapat dikoleksi semennya
Pada hewan penyakit brucellosis sampai saat ini belum ada obat yang cukup efektif,
sehingga penanganan dilakukan dengan pemberian antibiotik.
Pencegahan penyakit brucellosis dapat dilakukan denngan memperhatikanbiosecurity
dansanitasi padasaat prosestatalaksana didalam peternakan

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai