Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KEMAH KERJA JURUSAN TEKNIK GEODESI

SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2006/2007

PEMBUATAN PETA SITUASI


LOKASI 15
DESA BANYURIPAN, KEC. BAYAT, KAB. KLATEN, JAWA TENGAH

OLEH :
Kelompok 14
1. DINA CITRA NIRMALA ( TK / 30863 )
2. ANNISA ROHMAH S ( TK / 30907 )
3. BOMA RANGGA S.Y ( TK / 30910 )
4. ALDINO RIZALDY ( TK / 30911 )
5. ASEP ALI USMAN ( TK / 30946 )

JURUSAN TEKNIK GEODESI GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2007
HALAMAN PENGESAHAN

Setelah diteliti dan dipertimbangkan, laporan Kemah Kerja yang disusun oleh
Kelompok 14 dengan anggota :

1. Dina Citra Nirmala


2. Annisa Rohmah S
3. Boma Rangga S.Y
4. Aldino Rizaldy
5. Asep Ali Usman

Maka pembimbing memutuskan bahwa laporan ini sudah layak untuk disahkan.

Yogyakarta, Agustus 2007


Dosen Pembimbing

Dwi Lestari , ST.,ME.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga kami dapat melaksanakan Kemah Kerja sekaligus membuat laporan Kemah
Kerja ini dengan judul “ Pembuatan Peta Situasi Desa Banyuripan Kecamatan Bayat
Kabupaten Klaten “ yang disusun berdasarkan hasil Kemah Kerja yang dilaksanakan pada
tanggal 22 Juli – 3 Agustus 2007.
Kami menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, Kemah Kerja dan
penulisan laporan ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Ir. Subaryono, MA. Ph.D. , selaku ketua jurusan Teknik Geodesi UGM
2. Bapak Ir. H. Slamet Basuki, M.Si , selaku kepala Lab.Ilmu Ukur Tanah.
3. Ibu Dwi Lestari, ST. ME. selaku pembimbing yang telah memberi saran dan kritik
untuk penyempurnaan.
4. Bapak Ir.Rochmad Muryamto, M. Eng. Sc; Bapak Dr. Ir. Haryono; Bapak Ir. Untung
Raharjo, MSc sebagai pembimbing lapangan yang telah membimbing dan memberi
masukan.
5. Selurah warga Desa Banyuripan yang telah mendukung kami selama proses
pengambilan data di lapangan
6. Seluruh rekan-rekan atas kerja tim yang bagus.

Kami menyadari bahwa dalam pelaksanaan serta penyusunan laporan Kemah Kerja ini
banyak terdapat kesalahan / kekurangan maka kritik dan saran yang bersifat membangun
guna kesempurnaan laporan Kemah Kerja ini sangat kami harapkan.

Yogyakarta , Agustus 2007

iii
iv
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
BAB I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud dan Tujuan 1
1.3 Materi Pekerjaan 2
1.4 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan 2
BAB II Landasan Teori 4
II.1 Pengukuran KKH 4
II.1.1 Poligon Terbuka 5
II.1.1.1 Poligon Terbuka Terikat Sempurna 5
II.1.1.2 Poligon Terbuka Terikat Sepihak 7
II.1.2 Poligon Tertutup 8
II.2 Pengukuran KKV 9
II.2.1 Sipat Datar 10
II.2.1.1 Pengukuran Sipat Datar Berantai 11
II.2.1.2 Pengukuran Takhimetri 12
II.3 Pengukuran Azimuth Matahari 13
II.4 Pengukuran Detil 17
II.5 Penggambaran 19
II.5.1 Penggambaran Peta Manuskrip 19
II.5.2 Penggambaran Peta Digital 20
II.6 Uji Peta Manuskrip 21
BAB III Pelaksanaan 22
III.1 Peralatan yang Digunakan 22
III.2 Persiapan dan Koreksi Alat 23

v
III.3 Survei Pendahuluan 23
III.4 Pengukuran 24
III.4.1 Pengukuran Kerangka Kontrol Horisontal 24
III.4.2 Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal 25
III.4.3 Pengamatan Azimut Matahari 25
III.4.4 Pengukuran Detil 27
III.4.5 Penggambaran Peta Manuskrip 27
III.4.6 Penggambaran Peta Digital 28
III.4.7 Uji Peta Manuskrip 28
BAB IV Pembahasan 30
IV.1 Pelaksanaan Kemah Kerja 30
IV.2 Hasil Kemah Kerja 32
IV.3 Hambatan 34
BAB V Penutup 35
V.1 Keesimpulan 35
V.2 Saran 35
Daftar Pustaka 36

vi
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang


Kegiatan perkuliahan yang selama ini diikuti oleh mahasiswa Geodesi khususnya
pada mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Survei Rekayasa hanya dipahami oleh mahasiswa
sebatas teori belaka, walaupun dalam mata kuliah tersebut telah dilakukan praktikum di
sekitar kampus, tetapi praktikum tersebut dirasakan kurang memberikan gambaran keadaan
lapangan yang sebenarnya sehingga keterampilan mahasiswa dalam pengukuran sangat
kurang bila dibandingkan dengan kegiatan pemetaan yang sebenarnya.
Mengingat kemampuan mahasiswa Geodesi dalam kegiatan survei dan pemetaan
yang sangat terbatas tersebut, maka perlu diadakan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan
kemampuan dan keahlian mahasiswa dalam survei dan pemetaan di suatu daerah yang nyata.
Salah satu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan ini adalah Kemah
Kerja. Kegiatan ini sebagai sarana untuk pengenalan lebih lanjut mahasiswa kepada keadaan
lapangan yang lebih nyata, dibandingkan dengan praktikum Ilmu Ukur Tanah dan Survei
Rekayasa di sekitar kampus. Dengan kegiatan ini diharapkan dapat menjadi bekal
pengalaman berharga bagi mahasiswa Geodesi untuk dapat melakukan pengukuran dengan
sebaik-baiknya.
Dalam Kemah Kerja ini, pembuatan peta situasi dilakukan dengan metode terestris.
Metode terestris adalah metode pemetaan yang pengukurannya (sudut, jarak, arah, dan beda
tinggi) dilakukan langsung di permukaan dengan peralatan yang tertentu. Pada kemah kerja
kali ini digunakan teodolit (wild T2) dan sipat datar otomatis (Sokisha B2) dengan ketelitian
bacaan mencapai 1(satu) detik untuk teodolit dan 1(satu) mm untuk sipat datar.

I.2. Maksud dan Tujuan


Kemah Kerja dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
melaksanakan semua kegiatan pemetaan situasi secara menyeluruh mulai dari proses
persiapan, pengukuran, pengolahan data dan penggambaran baik secara manual maupun
digital.
Tujuan Kemah Kerja ini adalah agar mahasiswa dapat benar-benar menguasai ilmu
Geodesi khususnya yang berhubungan dengan lingkup pembuatan peta situasi secara teristris
baik secara teoritis maupun praktis.

I.3. Materi Pekerjaan


Materi pelaksanaan Kemah Kerja ini adalah :
1. Pemeriksaan dan Koreksi Alat, bertujuan untuk menghilangkan kesalahan
sistematik yang bersumber dari alat.
2. Survei Pendahuluan , bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan yang akan
dipetakan sehingga kita dapat membuat rancangan pengukuran yang akan
dilakukan baik untuk pembuatan kerangka peta maupun pengambialn detil baik
yang berupa detil planimetris maupun detil tinggi..
3. Kerangka Kontrol Horizontal, adalah kerangka dasar pemetaan yang digunakan
untuk mengambil detil yang berupa planimetris.
4. Kerangka Kontrol Vertikal, adalah kerangka dasar pemetaan yang digunakan
untuk mengambil detil yang berupa titik tinggi.
5. Penentuan Azimuth Matahari, adalah konsep penentuan arah utara astronomis
menggunakan bantuan sudut, dan tinggi matahari.
6. Pengukuran Detil, pada Kemah Kerja kali ini pengukuran detil dilakukan
dengan menggunakan metode takhimetri.
7. Pembuatan Peta Situasi, pembuatan dilakukan dengan metode koordinat kutub
dengan sudut.
8. Uji Peta, uji peta dilakukan untuk menguji peta manuskrip dengan keadaan
lapangan yang sesungguhnya.Pada Kemah.
9. Pembuatan Peta Situasi Secara Digital, pada Kemah Kerja kali ini pembuatan
peta digital digunakan dengan bantuan software Liscad.

I.4. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan


1. Persiapan dan koreksi alat dilakukan dari tanggal 2 – 9 Juli 2007 di Kampus
Teknik Geodesi UGM.
2. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari tanggal 22 - 30 Juli 2007 di
Desa Banyuripan Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten.
3. Penggambaran peta manuskrip, dari tanggal 31 Juli – 1 Agustus 2007
4. Kegiatan di Studio dilaksanakan pada tanggal 6 – 16 Agustus 2007 di Kampus
Teknik Geodesi UGM.
BAB II
LANDASAN TEORI
II. 1 Pengukuran Kerangka Kontrol Horizontal
Alat yang digunakan dalam pembuatan peta situasi kemah kaerja kali ini adalah
teodolit Wild T2 yang mempuinyai ketelitian bacaan 1(satu) detik. Agar teodolit dapat
digunakan maka teodolit harus memenuhi syarat yang harus dipenuhi dalam pemakaiannya,
adapun syarat tersebut adalah sebagai berikut:
a. sumbu I (sumbu V-V) harus vertikal,
b. sentering,
c. benang silang mendatar tegak lurus sumbu satu,
d. garis bidik tegak lurus sumbu II, dan
e. tidak ada kesalahan indeks vertikal maupun kesalahan kolimasi
(sumber: Ilmu Ukur Tanah, Slamet Basuki, 2003)
Pengukuran awal dari pekerjaan pemetaan adalah pengadaan titik dasar kerangka
pemetaan yang cukup merata di daerah yang akan dipetakan. Kerangka dasar pemetaan ini
akan dijadikan ikatan dari detil yang merupakan obyek dari unsur yang akan digambarkan
dalam peta. Pemilihan dan pemakaian kerangka peta yang bermacam-macam ditentukan oleh
banyak faktor antara lain: luas daerah yang dipetakan, bentuk daerah, tujuan pemetaan,
ketersediaan alat, kemudahan perhitungan, dan lain-lain. Salah satu bentuk kerangka peta
yang biasa digunakan adalah bentuk poligon. Dalam hal pemetaan poligon adalah kerangka
dasar pemetaan yang merupakan rangkaian titik secara berurutan melalui pengukuran jarak
arah dan sudut atau jarak dan arah (azimuth) saja.
Kelebihan poligon dibandingkan kerangka dasar pemetaan yang lain adalah :
1. bentuknya dengan mudah dapat disesuaikan dengan bentuk daerah yang
dipetakan,
2. pengukurannya sederhana,
3. peralatan yang digunakan mudah didapat, dan
4. perhitungannya sistematis sehingga mudah dan bertahap.
Dilihat dari bentuknya, terdapat tiga macam poligon yaitu poligon tertutup, poligon
terbuka, poligon bercabang.
II. 1. 1 Poligon terbuka
Merupakan bentuk poligon dimana titik awal dan titik akhirnya terpisah secara
geometris, atau tidak bertemu pada titik yang sama. Poligon terbuka dapat diklasifikasikan
lagi berdasarkan titik ikatnya sebagai berikut:

II. 1. 1. 1. Poligon terbuka terikat sempurna. Dikatakan poligon terikat sempurna karena
poligon ini terikat pada titik awal sekaligus titik akhirnya dan yang diikat tidak saja
koordinatnya tapi juga azimuthnya, seperti ditunjukan pada gambar berikut ini:

Gambar II. 1. Poligon Terbuka Terikat Sempurna

Keterangan Gambar :
1. P, A, B, Q : titik tetap yang diketahui koordinatnya
2. AP, BQ : azimuth awal dan azimuth akhir
3. β1, β2, : sudut poligon
4. A1, 12, : azimuth titik–titik poligon

Pada Kemah Kerja ini, poligon jenis terbuka terikat sempurna digunakan dalam poligon
kelompok. Poligon jenis ini mempunyai kelebihan dalam pemasangan titik–titiknya yang
dapat fleksibel mengikuti medan yang akan dipetakan, namun ketelitiannya masih tetap tinggi
karena diikat pada kedua ujungnya.

Syarat sudut
Dari gambar II. 1., dapat dilihat bahwa:
A1 = AP + βA
12 = A1 + β1 – 180
= AP + βA + β1 – 180
23 = 12 + β2 – 180
= AP + βA + β1 + β2 – 360
34 = 23 + β3 – 180
= AP + βA + β1 + β2 + β3 – 540
4B = 34 + β4 – 180
= AP + βA + β1 + β2 + β3 + β4 – 720
BQ = 4B + β5 – 180
= AP + βA + β1 + β2 + β3 + β4 + β5 – 900
Atau:
BQ = AP + ∑β – 5 . 180
∑β = (akhir – awal) + (n – 1) . 180

∑β adalah jumlah semua sudut yang diukur. Namun dalam kenyataannya akan terjadi
penyimpangan sebesar f, oleh karena itu poligon terbuka harus dikoreksi sehingga
memenuhi syarat sebagai berikut :
∑β + f = (akhir – awal) + (n – 1) . 180
Dimana f adalah kesalahan penutup sudut.
Koreksi yang diberikan adalah sebesar f/n. Dimana n adalah jumlah titik. Besar
koreksi yang diberikan sama untuk masing-masing titik.
Pada Kemah Kerja kali ini pengukuran sudut dilakukan dengan menggunakan metode
2(dua) seri rangkap. Metode seri rangkap menggunakan bacaan teodolit dalam posisi biasa
dan luar biasa, dan nantinya akan didapatkan 4(empat) sudut. Keempat bacaan sudut tersebut
dirata-ratakan sehingga diperoleh sudut yang akan digunakan sebagai sudut ukuran.
Syarat jarak
Dengan mengamati jarak sisi – sisi poligon terbuka terikat sempurna dapat
dijelaskan bahwa:
∑ D sinα = Xb – Xa, dimana Xb = absis titik akhir, Xa = absis titik awal
∑ D sinα = Yb – Ya, dimana Yb = ordinat titik akhir, Ya = ordinat titik awal
Namun dalam kenyataannya akan terjadi penyimpangan sebesar fx pada absis dan fy
pada ordinat, sehingga:
∑ D sin α + fx = Xb – Xa
∑ D sin α + fy = Yb – Ya
Koreksi yang diberikan untuk masing-masing titik adalah sebesar kesalahan dengan
tanda berlawanan.
Fx dan Fy dikoreksikan berbanding lurus dengan jumlah sisi poligon yang telah
dilaluinya.
J ij
Besar koreksi x : xij  .  fx
J
J ij
Besar koreksi y : yij  .  fy
J
Jadi koreksi yang diberikan terhadap masing-masing titik adalah :
x j  x 'j  xij dan y j  y 'j  yij

Pengukuran jarak yang digunakan dalam Kemah Kerja kali ini adalah metode
pengukuran jarak langsung. Pengukuran jarak langsung menggunakan alat ukur yang berupa
pita ukur dan alat pelurusan yang berupa jalon. Sebelum melakukan pengukuran, terlebih
dahulu harus melakukan pelurusan apabila jarak slag yang akan diukur terlalu panjang atau
bisa dikatakan tidak bisa dilakukan dengan sekali pengukuran. Pengukuran jarak dilakukan
pergi-pulang, syarat dari diterima atau tidaknya pengukuran tergantung dari toleransi yang
diberikan terhadap pengukuran yang dilakukan. Nilai toleransi dilakukan dengan
memperbandingkan antara besarnya selisih jarak pergi-pulang dengan nilai rata-rata
pengukuran pergi-pulang.

II. 1. 1. 2. Poligon terbuka terikat sepihak. Jenis ini merupakan poligon yang titik akhir
dan awalnya tidak berimpit. Perbedaannya dengan yang terikat sempurna adalah
pada ikatannya. Poligon jenis ini hanya mempunyai satu titik ikat di awal poligon
saja. Seperti pada gambar berikut.
Gambar II. 2. Poligon Terbuka Terikat Sepihak

Keterangan Gambar :
1. A : titik tetap yang diketahui kordinatnya
2. β1, β2, … : sudut poligon
3. A1 , 12, … : azimuth titik–titik poligon
Poligon jenis terbuka terikat sepihak ini digunakan dalam poligon cabang, karena dapat
menjangkau daerah yang belum terjangkau oleh poligon induk. Namun ketelitiannya semakin
berkurang karena hanya satu ujungnya yang diikat.

II. 1. 2. Poligon tertutup


Poligon jenis ini banyak digunakan dalam pemetaan di lapangan. Seperti pengertian
dasar poligon, poligon tertutup merupakan bangun datar segi banyak yang merupakan bangun
tertutup. Istilah tertutup ini berarti titik awal poligon sama dengan titik akhirnya. Pada
dasarnya, poligon tertutup sama dengan poligon terbuka, hanya perbedaannya adalah pada
bentuk geometrinya yaitu titik awal dan titik akhir pada poligon terbuka tidak berimpit,
sedangkan pada poligon tertutup berimpit.
Perbedaan ini tentu saja membawa perbedaan pula dalam ketentuan syarat poligon,
seperti penjelasan dengan gambar berikut.
Gambar II. 3. Poligon Tertutup
Keterangan Gambar :
1. A, B : titik tetap yang diketahui koordinatnya
2. AB : Azimuth awal
3. β1, β2, … : sudut poligon

II. 2. Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal


Kerangaka Kontrol Vertikal digunakan sebagai kontrol ketinggian titik–titik poligon
dan detil. Penentuan kerangka kontrol vertikal di atas permukaan bumi pada dasarnya
merupakan pengukuran beda tinggi antara dua titik. Pengukuran beda tinggi ini dapat
dilakukan dengan beberapai cara yaitu :
1. Sipat datar ( Spirit Leveling )
2. Takhimetri ( Tachymetric Leveling )
3. Trigonometri ( Trigonometric Leveling )
4. Barometri ( Barometric Leveling )
Urutan metode diatas juga merupakan urutan tingkat ketelitian metode pengukuran
beda tinggi. Dalam Kemah Kerja kali ini, pengukuran kerangka kontrol vertikal dilakukan
dengan metode Sipat datar yang merupakan metode pengukuran paling teliti.
II. 2. 1. Sipatdatar
Sipatdatar dapat diartikan sebagai konsep penentuan beda tinggi antara dua titik atau
lebih dengan garis bidik mendatar/horizontal yang diarahkan pada rambu-rambu yang berdiri
tegak atau vertikal. Alat ukur yang digunakan bernama penyipatdatar atau waterpas. Prinsip
penentuan beda tinggi dengan sipatdatar dapat ditunjukkan seperti pada gambar berikut.

Gambar II. 5. Penentuan Beda Tinggi dengan Sipatdatar


Keterangan Gambar :
1 A, B : titik di atas permukaan bumi yang diukur beda tingginya
2. b, m : bacaan atau tinggi garis mendatar di titik A dan B
3. hAB : beda tinggi antara titik A dan B
Beda tinggi ditentukan melalui pembacaan benang tengah di rambu muka dan rambu
belakang, dan beda tinggi yang ingin ditentukan merupakan selisih pembacaan benang tengah
pada rambu muka dan rambu belakang.
Untuk memenuhi syarat utama sipatdatar dapat diperoleh dengan membuat garis bidik
sejajar garis arah nivo pada alat sipatdatar non otomatis dan membuat garis bidik horizontal
mendatar pada sipatdatar otomatis. Sehingga pada alat ukur sipatdatar selain ada teropong,
juga dilengkapi degan nivo untuk mendatarkan garis bidik selain kelengkapan lain.
Kelengkapan–kelengkapan tersebut tergantung pada kecanggihan (tipe) alat apakah itu
otomatis atau tidak. Misalnya pada tipe otomatis hanya menggunakan satu nivo saja, yaitu
nivo kotak. Berbeda dengan alat yang tidak otomatis menggunakan dua nivo, yaitu nivo
tabung dan nivo kotak. Alat ukur sipatdatar hanya dapat diputar pada sumbu I atau vertikal
saja, tidak mempunyai sumbu II (horizontal) seperti pada teodolit.
Untuk dapat dipakai dan memberikan hasil yang teliti sipatdatar harus memenuhi
syarat–syarat, yaitu :
1. Garis mendatar diafragma tegak lurus sumbu I.
2. Garis arah nivo tegak lurus sumbu I.
3. Garis bidik sejajar dengan garis arah nivo.

II. 2. 1. 1 Pengukuran Sipatdatar Berantai. Pada penentuan beda tinggi titik–titik kontrol
pemetaan dimana jarak antar titik kontrol terlalu jauh, maka pengukuran beda
tinggi dengan sipatdatar tak dapat dilakukan dengan satu kali berdiri alat sehingga
antara dua titik tersebut dibuat dalam beberapa slag dengan titik–titik bantu dan
pengukurannya dibuat secara berantai.
Seperti halnya pengukuran jarak dan sudut, pengukuran beda tinggi juga tidak cukup
hanya sekali jalan tetapi dibuat pengukuran pergi–pulang, yang pelaksanaannya dilakukan
dalam satu hari. Pengukuran yang dilakukan satu hari pergi-pulang serta dimulai dan diakhiri
pada tiap titik dinamakan seksi, gabungan beberapa seksi menjadi trayek. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar II. 6. Pengukuran Sipatdatar Berantai Berantai


Keterangan Gambar :
1. A,B : titik yang diukur beda tingginya
2. 1,2, … : titik–titik bantu pengukuran
3. b1, b2, : bacaan rambu belakang
4. m1, m2, : bacaan rambu muka
5. hAB : beda tinggi antara titik A dan B
Seperti pada gambar di atas, A dan B yang akan ditentukan beda tingginya dibagi
dalam beberapa slag karena jaraknya cukup panjang. Cara perhitungan beda tinggi antara A
dan B adalah kumulatif dari beda tinggi semua slag maka :

HA1 = b1 - m1
H12 = b2 – m2
H23 = b3 – m3

HAB = h = b - m

Dalam hal ini


b : jumlah pembacaan rambu belakang
m : jumlah pembacaan rambu depan
h : beda tinggi masing–masing slag
Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal dengan metode sipatdatar ini dilakukan secara
Pergi–Pulang. Hal ini dimaksudkan untuk pengecekan ukuran, sehingga bila terjadi blunders
atau kesalahan lainnya dapat diketahui.
Untuk pengukuran KKV ini, selisih beda tinggi antara pengukuran pergi dengan
pengukuran pulang adalah sebesar 12mm D . Bila selisihnya lebih dari nilai tersebut,
pengukuran beda tinggi perlu diulang kembali, terutama pada titik–titik yang dicurigai.
Setelah hasil pengukuran memenuhi toleransi yang disyaratkan maka kesalahan
pengukuran beda tinggi tersebut harus dikoreksikan merata terhadap setiap nilai pengukuran.
Caranya adalah dengan menggunakan rumus perbandingan antara jarak slag dan jarak
keseluruhan dikalikan besar koreksi beda tinggi.
Pembacaan angka pada rambu dalam satuan milimeter (mm) sehingga pembacaan
menjadi empat digit tanpa koma, oleh karena itu untuk menghilangkan kerancuan misalnya
angka 20 mm sebaiknya ditulis 0020. Apabila terjadi kesalahan penulisan sebaiknya dicoret
saja (tidak boleh dihapus) dan pembetulannya dibuat di atas atau disampingnya.
II. 2. 1. 2 Pengukuran Takhimetri. Pengukuran beda tinggi juga dapat dilakukan dengan
cara takhimetri, tapi metode ini tidak digunakan dalam Kemah Kerja karena
ketelitiannya yang rendah. Metode ini cocok digunakan untuk medan pemetaan
yang terjal. Dalam gambar II. 7. terlihat unsur geometris dari metode takhimetri.

Gambar II. 7. Pengukuran beda tinggi dengan metode takhimetri


Keterangan gambar :
D = A B cos2 h
Dimana:
A = konstanta pengali
B = selisih pembacaan benang atas dan benang bawah
h = heling
D = jarak horizontal yang dicari
 HAB = V + ti – bt
V = D tan h
ti = tinggi instrumen
bt = benang tengah

II. 3. Penentuan Azimuth dengan Pengamatan Matahari


Azimuth matahari untuk setiap titik bisa ditentukan bila kita dapat mengamati
matahari tersebut untuk menentukan tingginya serta dicatat pula waktu pengamatannya.
Apabila sebelum dan sesudah mengamat ke matahari kemudian teropong dibidikkan ke titik
acuan ( P ) dan dibaca lingkaran horizontalnya, sehingga dapat dihitung sudut horizontal
antara titik acuan dan matahari saat diamati, maka dapat ditentukan azimuth ke arah titik
acuan.

Gambar II. 8. Azimuth Matahari


Am : Azimuth matahari
Ap : Azimuth titik acuan
H : Sudut horizontal

Untuk pengamatan azimuth dalam cara ini menggunakan teodolit serta timer (pencatat
waktu). Pada segitiga astronomis, azimuth matahari dari segitiga bola KU-M-Z dapat
ditentukan bila diketahui 3 unsur yaitu : deklinasi, tinggi matahari, dan lintang tempat
pengamat berada. Lintang tempat pengamat dapat dilihat dari peta topografi dengan cara
interpolasi linear dan deklinasi matahari dapat dilihat dari tabel.
Metode yang digunakan dalam penentuan azimuth matahari pada kegiatan ini adalah metode
tinggi matahari

Data yang dibutuhkan :


1. Tinggi matahari saat pengamatan ( h)
2. Deklinasi matahari (  )
3. Lintang pengamat (  )
Rumus yang digunakan:
Cos Am =

Disederhanakan menjadi :
sin   sin  sinh
Cos Am =
cos  . cosh
Keterangan : Am = Azimuth matahari
Sumber: Slamet Basuki, 2003

Terdapat empat macam koreksi yang harus diberikan pada data pengamatan, yaitu :
a. Koreksi refraksi ( r )
Refraksi terjadi karena pembelokan arah sinar matahari yang datang ke pengamat
sehingga matahari kelihatan lebih tinggi. Hal ini disebabkan udara yang menyelimuti
permukaan bumi berlapis–lapis dan ketebalan setiap lapisan tidak sama. Akibat refraksi sinar,
benda langit akan terlihat lebih tinggi sehingga koreksi refraksi selalu minus.
Besar koreksi ini :
r = - 58” ctg hu ( dalam tekanan udara normal )
atau
r = rm . Cp . Ct

Dengan
rm: refraksi normal pada tekanan udara 760 mm Hg, temperatur10 0 C dan kelembapan
nisbi 60 %
Cp = P/ 760 dan Ct = 284/ 273 fg
P = tekanan udara pengamatan
T = temperatur udara saat pengamatan dalam 0 C
Hu = tinggi hasil ukuran

b. Koreksi paralak ( p )
Paralak adalah beda arah benda langit yang diamati dari permukaan bumi dan bila diamati
dari pusat bumi. Dengan kata lain paralak adalah sudut pada benda langit yang terbentuk oleh
garis arah benda langit ke pengamat dan ke pusat bumi. Bila benda langit pada horison maka
sudut paralak akan mencapai maksimum dan disebut paralak horizontal . Harga rata–rata
paralak horizontal ( ph ) dari matahari adalah 8”,8. Dengan demikian paralak selalu
dikurangkan untuk sudut zenit dan ditambahkan untuk tinggi atau sudut miring, sehingga :
P = 8”,8 cos hu
c. Koreksi setengah diameter matahari ( d )
Koreksi ini diberikan hanya jika pengamatan matahari tidak dibidik tetapi diamat pada
tepi–tepinya. Hal ini dilakukan karena theodolit tidak mempunyai lingkaran matahari pada
diafragmanya dan tidak pula menggunakan prisma roelofs. Koreksi ini diberikan karena
dalam hitungan yang kita perlukan adalah koordinat pusat matahari. Besar diameter matahari
ini dapat dihitung karena jarak bumi ke matahari diketahui. Tetapi jarak bumi ke matahari ini
tidak tetap. Dalam tabel sudah tercantum koreksi setengah diameter matahari. Apabila tidak
diketahui, maka diambil 16’.

1. Koreksi untuk sudut vertikal


Untuk pengamatan pagi hari
Apabila yang diamati tepi atas matahari maka koreksinya minus ( - ) dan bila tepi
bawah koreksinya ( + ). Berhubung ada teropong yang bayangannya terbalik, maka kita harus
hati–hati dalam memberi koreksinya. Untuk cara yang lebih mudah, bila yang diamat adalah
‘kepala’ matahari maka koreksinya minus, sebaliknya bila yang diamat adalah ‘ekor’
matahari maka koreksinya plus.
Untuk pengamatan di pagi hari:
a. Bayangan teropong tidak terbalik

Koreksi minus ( – ) Koreksi plus ( + )

Koreksi minus ( – ) Koreksi plus ( + )


b. Bayangan teropong terbalik

Koreksi plus ( + ) Koreksi plus ( + )

Koreksi minus ( – ) Koreksi minus ( – )


Gambar II. 9. Koreksi ½ diameter matahari untuk sudut vertikal
Untuk pengamatan sore hari berarti arah gerak bayangan matahari menjadi sebaliknya dengan
gambar tersebut diatas.

2. Koreksi untuk sudut horizontal


Koreksi dapat positif atau negatif tergantung pada tepi mana yang diamati. Apabila yang
diamati tepi yang dekat dengan arah acuan (p) maka koreksinya (+), dan sebaliknya bila
yang diamat tepi yang jauh dari arah acuan maka koreksinya minus. Pemberian tanda positif
atau negatif juga harus memperhatikan apakah bayangan yang dibentuk teropong terbalik
atau tegak, khususnya kedudukan dari tepi kiri atau kanan dari matahari yang diamati.

II. 4 Pengukuran Detil


Pengukuran detil dibagi menjadi 2, yaitu pengukuran detil planimetris dan
pengukuran detil tinggi.
Pengukuran detil planimetris dilakukan dengan metode sudut arah.
Gambar II. 10. Pengukuran Detil Planimetris
A, B, C : titik ikat ( titik poligon )
a, b, c, d : sudut horizontal dari titik acuan ke titik detil
Sudut dalam diukur dengan selisih pembacaan arah. Jarak dan beda tinggi diukur
secara optis dengan metode takhimetri.
Pengukuran detil tinggi dilakukan dengan metode takhimetri.

Gambar II. 11. Pengukuran detil tinggi


Keterangan gambar :
D = A B cos2 h
Dimana:
A = konstanta pengali
B = selisih pembacaan benang atas dan benang bawah
h = helling
D = jarak horizontal yang dicari
 HAB = V + ti – bt
V = D tan h
ti = tinggi instrumen
bt = benang tengah
HB =HA+ HAB
=HA+ V + ti – bt

II. 5 Penggambaran
Setelah semua data lapangan dihitung , yang meliputi hitungan kordinat (X,Y) titik–
titik kerangka pemetaan (poligon), perhitungan titik–titik poligon dari pengukuran sipatdatar
(Z), sudut arah dan jarak titik–titik detil dan ketinggiannya (takhimetri), langkah selanjutnya
adalah penggambaran agar pengukuran dapat diwujudkan dalam bentuk peta.

II. 5. 1 Penggambaran peta manuskrip


Adapun langkah–langkahnya secara garis besar adalah :
1. Plotting titik–titik kerangka pemetaan (X,Y,Z) dengan skala yang ditentukan.
2. Plotting detil (arah) , jarak mendatar dan tinggi.
3. Penarikan garis kontur.

1. Plotting Titik – titik Kerangka Pemetaaan


Apabila plotting akan dilakukan pada kertas gambar polos, maka terlebih dahulu dibuat
jala–jala grid setiap 10 cm pada kertas gambar sehingga semua permukaan kertas gambar
terpenuhi jala–jala grid.
Agar posisi gambar terletak simetris dalam kertas plot maka kita perhatikan angka
absis dan koordinat maksimum / minimum, kemudian dicari panjang gambar pada arah
sumbu X dan Y kemudian kita bagi dua sehingga posisi absis dan ordinat tengah kertas
gambar diberi angka sebesar
Angka absis = angka absis minimum + ½ panjang gambar pada sumbu X
Angka ordinat = angka ordinat minimum + ½ panjang gambar pada sumbu Y

2. Plotting Detil
Plotting detil disesuaikan dengan cara pengukuran detil tersebut di lapangan. Apabila
dilakukan secara takhimetri maka alat yang dipakai antara lain busur derajat, mistar skala,
jangka tusuk , dan lain-lain. Detil–detil diplot pada dari titik kerangka pemetaan (poligon)
yang sesuai pada waktu pengukurannya di lapangan.
Sudut arah detil diukur pada kertas plot dengan busur derajat dengan ketelitian 15’,
jarak detil ditentukan dengan mistar skala dan jangka tusuk, kemudian ketinggiannya
dituliskan sebagaimana pada plotting kerangka.
Apabila arah detil dengan Azimuth maka titik poligon dibuat dengan arah sumbu Y
dari jala grid dan angka nol busur derajat diimpitkan dengan arah utara tersebut. Azimuth
detil tinggal diplot sesuai pembacaan alat ukur pada busur derajat.
Apabila arah detil menggunakan sudut antara detil dan sisi poligon, maka besar sudut
tidak harus dihitung tetapi dengan cara menghimpitkan angka busur derajat yang sama
dengan angka pembacaan ke titik acuan dalam pembacaan di lapangan kemudian arah detil
juga disamakan dengan pembacaan pada alat ukur di lapangan.
3. Penarikan Garis Kontur
Penarikan garis kontur dilakukan dengan menghubungkan titik–titik yang sama
tingginya tetapi terkadang kita mempunyai data yang ketinggiannya tidak sama maka titik
harus dicari dengan menggunakan metode interpolasi linear. Misalnya tinggi titik A dan B ,
masing–masing 100 meter dan 90 meter.
A
h1
h2
B A’
Gambar II. 11. Metode Interpolasi Linear
Dicari ketinggian 95 meter dapat dilakukan dengan cara :
AA' Y
= = Jarak AB arah horizontal
BA' X
h2
X= Y = 5/10 . 10 = 5 cm
h1
Jadi tinggi 95 meter terletak 5 cm dari B arah horizontal.

II.5. 2 Penggambaran peta digital


Pada pekerjaan ini, penggambaran dilakukan dengan mengubah data manual menjadi
data digital. Prosesnya yaitu dengan memasukkan koordinat setiap titik poligon dan detil ke
dalam program yang digunakan. Pemasukannya berdasarkan pengkodean yang telah
ditetapkan. Untuk penghitungan data menggunakan software Excel, sementara pembuatan
peta digital, baik detil planimetris maupun kontur, menggunakan software LISCAD.
LISCAD merupakan software yang dibuat oleh Leica untuk proses pembuatan peta, baik
peta planimetris maupun kontur. Kelemahan LISCAD dibandingkan dengan software
sejenisnya terletak pada prosesnya yang lebih panjang dan kurang efektif.

II.6 Uji Peta Manuskrip


Uji peta dimaksudkan untuk mengetahui apakah peta manuskrip yang dibuat
tersebut sesuai dengan kondisi lapangan yang sesungguhnya, sehingga dari uji peta tersebut
dapat disimpulkan bahwa peta tersebut layak digunakan atau tidak. Pengujian dilakukan
dengan cara melakukan pengukuran secara acak dan merata pada detil – detil planimetris,
beda tinggi, arah dan kelengkapan simbol. Caranya adalah dengan melakukan pengukuran
dan pengamatan obyek-obyek di peta yang diuji yang akan digunakan sebagai sampel dan
selanjutnya dilakukan pengukuran dan peninjauan di lapangan pada obyek–obyek yang
dipilih sesuai dengan sampel yang diambil dari peta.
BAB III
PELAKSANAAN

III.1 Peralatan Yang Digunakan


Peralatan yang digunakan pada Kemah Kerja ini meliputi:
a. teodolit merek Wild T2 serta statif,
b. sipat datar Sokisha B2 serta statif,
c. pita ukur 60 meter 1 buah,
d. pita ukur 30 meter 1 buah,
e. pen ukur 3 buah,
f. rambu ukur 2 buah,
g. unting – unting 2 buah,
h. jalon 3 buah, dan
i. tripod 2 buah.

Selain itu, terdapat pula barang – barang lain dalam keperluan pemetaan yaitu:
a. patok kayu 2x3x20 cm sebanyak 25 buah,
b. paku payung secukupnya,
c. palu,
d. parang,
e. payung,
f. tas lapangan,
g. alat tulis, alat gambar dan alat hitung,
h. formulir data lapangan dan formulir hitungan,
i. kertas gambar ukuran A1, dan
j. jam tangan digital (alat penunjuk waktu).
III.2 Persiapan dan Koreksi Alat
Waktu : 2-9 Juli 2007
Tempat : Teknik Geodesi UGM

Sebelum terjun ke lapangan semua alat, bahan dan perlengkapan yang dibutuhkan
harus dicek terlebih dahulu. Untuk alat ukur jika hasil pengecekan masih ada
penyimpangan/kesalahan yang melebihi toleransi harus dilakukan koreksi sampai alat
tersebut memenuhi syarat untuk pengukuran.
Pada waktu melakukan pengecekan diperoleh data tentang kesalahan kolimasi dan
indeks vertikal yang dimiliki oleh teodolit Wild T2 sebesar:
Kesalahan kolimasi : 0° 0’ 41.5”
Kesalahan Indeks Vertikal : 0° 31’ 3”
Pengoreksian alat dilakukan setelah sampai di kampus Geologi Bayat dan dilakukan
oleh Ir. Rochmad Muryamto, M. Eng. Sc. dengan menggunakan pen koreksi sehingga
kesalahan kolimasi dapat dilhilangkan, namun masih terdapat kesalahan indeks vertikal.
Kesalahan tersebut tidak dapat dikoreksikan karena kesalahan yang terlalu besar. Sedang
besarnya koreksi (k) untuk alat sipat datar (Sokisha B2) kami sebesar:
Koreksi (k) :9
Untuk mengoreksinya digunakan pen koreksi, koreksi dilakukan oleh saudara Boma
Rangga Sarengat Yosoputro.

III. 3 Survei Pendahuluan


Waktu : 22 Juli 2007
Tempat : Lokasi 15, Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Bayat.
Hal-hal yang dikerjakan pada tahap ini adalah:
1. Menentukan kedudukan titik-titik poligon yang akan digunakan sebagai kerangka peta
termasuk poligon cabang.
2. Memasang patok/tanda pada titik-titik poligon berdasarkan spesifikasi yang telah
ditentukan dan sesuai dengan kondisi lapangan.
3. Mengukur jarak antara titik poligon secara pendekatan agar distribusi titik poligon sesuai
dengan spesifikasi pengukuran, dan dengan jarak pendekatan tersebut dapat dihitung luas
pendekatan daerah yang tercakup.
4. Menentukan titik awal dan sisi poligon yang akan diukur azimuth secara astronomi. Titik
poligon untuk pengamatan matahari dipilih pada daerah yang terbuka sehingga tidak
terhalang pada pengamatan pagi dan sore hari.
Pada pemasangan patok harus diperhatikan hal - hal sebagai berikut :
a. Patok harus ditancapkan cukup ke dalam tanah supaya tidak menganggu dan tidak
mudah dicabut orang.
b. Dibuat sket kedudukannya, sehingga mudah dicari kembali pada pengukuran-
pengukuran selanjutnya.
c. Jarak antar patok jangan terlalu jauh atau terlalu dekat. Titik-titik yang berurutan
harus dapat saling terlihat.
d. Patok harus diberi nomor urut (identitas).

III. 4 Pengukuran
Waktu : 22 Juli– 3 Agustus 2007
a. Pengukuran kerangka kontrol horizontal : 22-25 Juli 2007
b. Pengukuran kerangka kontrol vertikal : 25-26 Juli 2007
c. Pengukuran detil : 26-29 Juli 2007
Tempat : Lokasi 15, Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

III. 4. 1 Pengukuran kerangka kontrol horizontal


Poligon yang dibentuk adalah Poligon Terbuka Terikat Sempurna dan delapan
poligon cabang yang terikat pada poligon induk. Jumlah titik poligon induk yang akan diukur
adalah 13 titik.
Langkah Kerja :
1. Ukur jarak antara titik-titik poligon dengan metode jarak langsung. Terlebih dahulu
lakukan pelurusan dengan bantuan jalon, baru diukur jaraknya dengan pita ukur
secara pergi dan pulang.
2. Tempatkan teodolit pada titik poligon yang pertama dan atur teodolit dari kesalahan-
kesalahan sistematis.
3. Lakukan pengukuran sudut masing-masing titik poligon. Masing–masing sudut diukur
sebanyak 2 kali seri rangkap yaitu bacaan B, LB, B, LB. Pindahkan alat ke titik
selanjutnya. Demikian seterusnya dilakukan hingga titik terakhir.
4. Lakukan perhitungan-perhitungan untuk mencari kesalahan penutup sudut, kesalahan
absis, kesalahan ordinat, maupun kesalahan linier jarak kemudian koreksikan (cara
Bowdith).

III. 4. 2 Pengukuran kerangka kontrol vertikal


Langkah Kerja :
1. Dirikan alat diantara kedua titik yang sekiranya berada ditengah–tengah kedua titik
yang dicari beda tingginya, dan lakukan pengaturan alat.
2. Dirikan rambu di titik-titik poligon yang akan dicari beda tingginya.
3. Bidikkan teropong ke rambu ukur muka, baca BA, BT, BB-nya, dan catat hasil
bacaannya. Kemudian bidikan teropong ke rambu ukur belakang, catat juga bacaan
BA, BT, BB-nya.
4. Pindahkan alat diantara dua titik poligon berikutnya lakukan hal yang sama seperti
yang tersebut pada point 3 di atas. Hal ini dilakukan hingga data beda tinggi antara
semua titik-titik poligon didapat.
5. Lakukan perhitungan beda tinggi antara titik poligon. Setelah beda tinggi didapat
hitung ketinggian masing-masing titik poligon berdasarkan ketinggian titik Poligon
Utama.

III. 4. 3 Pengamatan azimuth matahari


Langkah Kerja :
Pada teodolit Wild T2 bayangan teropongnya terbalik.
Maka langkah-langkah pengamatan adalah :
a. Dirikan Teodolit di titik TGD 8, buat sumbu I vertikal.
b. Pasang unting-unting di titik PU 25 dengan bantuan kaki tiga sebagai titik
acuan. Teropong teodolit pada posisi biasa diarahkan ke titik acuan, catat
bacaan piringan horizontalnya.
c. Buka klem vertikal dan klem horizontal.
d. Arahkan teropong ke matahari sedemikian hingga bayangan teropong yang
kita tadah dengan kertas di belakang okuler, terlihat sebagai lingkaran.
e. Matikan klem horizontal dan vertikal.
f. Putar sekrup ronsel lensa sedemikian hingga lapang pandang teropong dan
bayangan matahari terlihat jelas pada kertas tadah.
g. Apabila bayangan benang silang belum jelas pada kertas tadah, putar lensa
okuler hingga bayangan menjadi jelas.
h. Putar sekerup penggerak halus horizontal dan vertikal hingga bayangan
matahari tepat menyinggung benang silang.
i. Catat waktu pembacaan dengan ketelitian tidak kurang dari 1 menit, serta
tidak lupa catat bacaan piringan horizontal dan vertikalnya.
j. Lakukan juga untuk posisi luar biasa dan diarahkan ke matahari seperti yang
dilakukan pada point sebelumya.
k. Putar piringan horizontal dan diarahkan ke titik acuan.
l. Pembacaan dilakukan 2 seri rangkap dengan kedudukan matahari sebagai
berikut :

Biasa Luar Biasa.

Biasa Luar Biasa


Gambar III. 1. Pengamatan matahari
m. Pengamatan dilakukan pagi dan sore hari pada titik yang sama.
n. Selanjutnya dilakukan proses penghitungan.

III. 4. 4 Pengukuran detil


Pengukuran detil planimetris maupun detil tinggi pada prinsipnya sama dan dilakukan dengan
metode takhimetri.
Langkah kerja :
1. Dirikan teodolit di titik poligon yang diinginkan dan atur persyaratannya.
2. Ukur tinggi alat menggunakan roll meter.
3. Bidikan teropong (posisi biasa) ke titik poligon dan catat bacaan
horizontalnya.
4. Kemudian arahkan teropong ke titik detil yang telah didirikan rambu, catat
bacaan piringan horizontal dan vertikalnya serta bacaan BA, BT, dan BB
rambu.
5. Lakukan perhitungan sudut , arah, dan jarak titik-titik dengan cara takhimetri.

III. 4. 5 Penggambaran peta manuskrip


Waktu :30 Juli-1Agustus 2007
Tempat : Kampus Lapangan Teknik Geologi FT UGM
Karena wilayah yang terlalu luas maka wilayah penggambaran dibagi menjadi 5(lima) bagian
yang masing-masing wilayah memiliki pertampalan sebesar 2(dua) grid koordinat peta.
Langkah kerja :
1. Gambar grid pada kertas gambar sebagai koordinat dengan menggunakan mal
grid.
2. Tentukan titik tengah dari kertas gambar dengan merata-rata koordinat terbesar
dan terkecil. Dengan rumus :
X min  X max
X tengah  X min 
2
Y min  Y max
Y tengah  Y min 
2
3. Gambar poligon sebagai kerangka peta berdasarkan koordinat yang telah dihitung.
4. Dari titik-titik poligon ini gambarlah posisi detil-detil dari data lapangan yang ada
dari jarak yang dihitung secara takhimetri baik detil alamiah maupun buatan.
5. Setelah detil lengkap tergambar, tariklah garis kontur dari titik-titik detil yang
sama tingginya dengan metode interpolasi linier.

III. 4. 6 Penggambaran peta digital


Waktu :6 – 16 Agustus 2007
Tempat : Lab Komputer Teknik Geodesi FT UGM
Pelaksanaan pemetaan digital dimulai setelah proses pengumpulan data di lapangan
dan penggambaran manuskrip secara manual di lapangan. Pembuatan peta digital
menggunakan perangkat lunak LISCAD. Pengolahan data untuk mendapatkan koordinat
semua titik termasuk koordinat poligon dan koordinat detil menggunakan Microsoft Excel.

Cara memproses peta digital dari data manual:


1. Hitung koordinat (X,Y,Z) untuk semua detil tinggi menggunakan software Excel.
2. Hitung koordinat (X,Y) untuk semua detil planimetris menggunakan software Excel.
3. Data koordinat yang telah dibuat kemudian disimpan dalam format csv.
4. Buka file tersebut melalui notepad kemudian simpan dengan format asc.
5. Lakukan hal yang sama untuk semua file koordinat.
6. Masuk software LISCAD.
7. Buat file baru, tentukan proyeksi dan Earth Constant.
8. Tentukan satuan yang akan digunakan.
9. Buat code table, sesuaikan dengan data di lapangan. Tentukan pengaturan pada point,
line, dan polygon sesuai dengan yang akan digunakan. Klik update untuk meyimpan
code yang telah dimasukkan.
10. Import file koordinat yang telah diubah formatnya dalam bentuk bentuk asc.
11. Buat garis kontur melalui menu Terrain Model
12. Pilih menu CAD Output untuk proses output peta, atur settingan CAD System, Code
Table, Legend, Grid, Model dan Alignment sesuai keperluan.
13. Jika hasil output kurang memuaskan, maka edit peta tersebut menggunakan software
LISCAD CAD, Auto CAD.
.
III. 4. 7 Uji peta manuskrip
Waktu Pelaksanaan :2 Agustus 2007
Tempat : Desa Banyuripan Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten.
Spesifikasi pengujian peta adalah sebagai berikut.
1. Pengujian peta dilakukan dengan maksud untuk mengecek kelengkapan detil, kebenaran
arah dan skala.
2. Pengujian dilakukan dengan cara pengukuran penampang memanjang untuk mengetahui
ketelitian jarak dan kontur.
3. Pengukuran penampang memanjang dilakukan pada 2 tempat, masing–masing pada dua
titik detil.
4. Hasil dari pengukuran penampang memanjang yang berupa profil memanjang
dibandingkan dengan profil memanjang yang diperoleh dari peta manuskrip untuk
kemudian dilihat kemiripannya.
5. Toleransi:
a. 90% dari elevasi yang diuji kesalahannya harus < dari 0,5 kali interval kontur.
b. 90% dari jarak yang diuji kesalahannya harus < dari 1,0 pada skala peta.
BAB IV
PEMBAHASAN

IV.1 Pelaksanaan Kemah Kerja


Kegiatan Kemah Kerja meliputi:
a. Kegiatan persiapan
b. Kegiatan lapangan
c. Kegiatan di studio

a. Kegiatan persiapan
Sebelum kegiatan lapangan dimulai, di kelas telah dilaksanakan perkuliahan. Tujuan
diadakannya kuliah ini adalah sebagai sarana untuk menyegarkan kembali materi Ilmu Ukur
Tanah yang telah diperoleh pada semester sebelumnya. Kegiatan koreksi alat dilaksanakan
pada tanggal 2-9 Juli 2007 di kampus Teknik Geodesi UGM.
b. Kegiatan lapangan
Kegiatan lapangan Kemah Kerja yang telah dilaksanakan pada tanggal 22 Juli–3
Agustus 2007 secara umum berlangsung dengan lancar. Lokasi praktikum mengambil
tempat sekitar Kampus Lapangan Teknik Geologi FT UGM di Bayat, Klaten.
Regu 14 mendapat lokasi 15 yang masih masuk wilayah Dusun Banyuripan.
Pelaksanaan pengukuran dilaksanakan berdasarkan tata kala yang dibuat sebelum
pelaksanaan kegiatan pengukuran. Hasil pekerjaan dilaporkan pada pembimbing setiap hari
pada malam hari dengan membuat semacam buku diary.

No Bentuk kegiatan Waktu Pelaksanaan


Juli Agustus
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3

1 Orientasi Lapangan

2 Pengukuran KKH

3 Pengukuran KKV
Pengamatan Azimuth
4
Matahari
5 Pengukuran Detil
Penggambaran Peta
6
Manuskrip
7 Uji Peta

Keterangan:
: Rencana kegiatan
: Realisasi kegiatan

Selama kegiatan di lapangan, pada waktu pengukuran KKH dan KKV regu 14 terbagi
dalam dua tim dengan pekerjaan yang berbeda, hal ini bertujuan untuk mengefektifkan
waktu sebaik-baiknya.
Selama pelaksanaan di lapangan tidak terjadi penyimpangan waktu pengukuran karena
kami memperhitungkan tahap-tahap yang akan kami lakukan dengan rinci, sehingga kami
dapat menyelesaikan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan. Hanya saja pada
waktu kami hendak melakukan cek ulang jarak langsung, ada beberapa patok kami yang
telah dicabut oleh penduduk.

c. Kegiatan studio
Kegiatan studio dilaksanakan di laboratorium komputer Teknik Geodesi UGM. Dimulai
pada tanggal 6-15 Agustus 2007 meliputi pembuatan peta digital menggunakan program
LISCAD. Untuk menghasilkan peta situasi yang lengkap beserta dengan kontur dan
legendanya. Pada pekerjaan studio ini dilakukan pula pengecekan terhadap semua data yang
telah dihasilkan selama kegiatan pengukuran dan juga pengecekan terhadap peta manuskrip.

IV.2 Hasil Kemah Kerja


Hasil-hasil yang didapat dalam Kemah Kerja adalah.
1. Kerangka Kontrol Horisontal (Poligon)
Poligon yang dibentuk adalah Poligon Terbuka Terikat Sempurna dengan 8(delapan)
buah poligon cabang yang terikat pada poligon utama. Jumlah titik sudut yang akan diukur
adalah 11(sebelas) titik. Poligon utama dan 8 (delapan) poligon cabang.
Hasil dari kegiatan pengukuran di lapangan adalah data lapangan yang kemudian diolah
sehingga memenuhi kualifikasi sebagai berikut:
a. Jarak datar poligon dengan ketelitian perpenggal kurang dari 1:3000
b. Ukuran sudut poligon dengan ketelitian kesalahan penutup sudut (f) kurang dari 3k
n detik (n: jumlah titik poligon).
n = 13   = 2164 33’ 30.75”
 S = 2164 33’ 24.93”
f = (  akhir -  awal ) + ( n-1 )*1800
= 00 0’ 5.82”
2k n = 2. 1” 13
= 0 0’ 7.21”
c. Dari hitungan kesalahan penutup sudut rangkaian poligon dan kesalahan jarak linier
rangkaian poligon telah masuk toleransi.
d. Dengan hitungan bowdith , dapat diketahui : kesalahan linier jarak rangkaian poligon
fl = ( fx2 + fy2 )1/2, dimana fx adalah kesalahan jarak ke arah sumbu x dan fy adalah
kesalahan jarak searah sumbu y dan koordinat poligon.
fx = - 0,174 M
fy = -0,185 M
fl = 0,254
ketelitian hasil pengukuran = 1 : 3128,395
ketelitian yang ditentukan = 1 : 3000
jadi pengukuran poligon masuk toleransi.

Pengamatan azimuth matahari dengan simpangan baku dari rerata Azimuth yang
didapatkan kurang dari 60”.
Titik pengamatan = titik TGD 08
Titik acuan = titik PU 25
Azimuth matahari rata-rata terhadap titik acuan = 195 36’ 21.4”
Simpangan baku Azimuth matahari = 011’27.104”

2. Kerangka Kontrol Vertikal


Beda tinggi titik poligon dengan ketelitian kesalahan penutup ukuran pergi pulang
kurang dari 12 mm  d (d: jarak dalam kilometer).
Selisih beda tinggi pergi pulang rata-rata (  Δh r) = 7. mm
12 mm d = 12 mm 0.7985
= 10.720 mm
Jadi berdasarkan kesalahan maksimum ukuran pergi pulang hasil pengukuran beda tinggi
masuk toleransi.

3. Gambar Manuskrip
Data-data yang telah didapatkan dan setelah melalui pengolahan akan digunakan untuk
melakukan penggambaran peta manuskrip dengan skala 1 : 500 diatas kertas krungkut.
Karena wilayah yang terlalu luas maka wilayah penggambaran dibagi menjadi 5(lima) bagian
yang masing-masing wilayah memiliki pertampalan sebesar 2(dua) grid koordinat peta.
4. Uji peta Manuskrip
Pengujian dilakukan dengan cara pengukuran penampang memanjang untuk mengetahui
ketelitian jarak dan kontur. Pengukuran penampang memanjang dilakukan pada 2 tempat,
masing–masing pada dua titik detil. Hasil dari pengukuran penampang memanjang yang
berupa profil memanjang dibandingkan dengan profil memanjang yang diperoleh dari peta
manuskrip untuk kemudian dilihat kemiripannya.

5. Gambar Digital
Penggambaran studio dilakukan sesuai kemauan mahasiswa, dapat dilakukan di
laboratorium Teknik Geodesi atau di masing-masing tempat mahasiswa. Hasil
penggambaran secara digital adalah peta situasi Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten dengan skala 1:500. Penggambaran secara digital menggunakan software
LISCAD.

IV. 3 Hambatan yang Terjadi


Kemah Kerja yang telah dilakukan tidak luput dari banyaknya hambatan dan
tantangan. Secara khusus hambatan-hambatan yang dihadapi adalah :
1. Alat disesuaikan dengan keadaan lapangan yang akan dihadapi, ini sangat
berkaitan dengan kecepatan pengambilan data di lapangan. Walaupun harus
menghadapi medan yang sulit namun dengan alat yang baik diharapkan
pengambilan data relatif cepat. Namun alat yang didapatkan memiliki banyak
kekurangan. Untuk alat teodolit tipe Wild T2 yang dipakai dengan ketelitian 1”
memiliki kesalahan kolimasi dan kesalahan indeks vertikal. Untuk kesalahan
kolimasi, tidak menjadi masalah karena dapat dikoreksi. Sedangkan untuk
kesalahan indeks vertikal tidak dapat dikoreksi karena kesalahannya yang
cenderung besar. Dari kesalahan yang terjadi ditakutkan akan mempengaruhi
perolehan data yang didapat.
2. Menu makanan yang monoton dan kurang variatif. Menu yang diberikan
terkadang tidak pas. Sebagai contoh, menu yang seharusnya diberikan untuk
siang hari diberikan pada malam hari. Jadi, mengurangi nafsu untuk makan.
Selain itu, menu makan siang seharusnya yang berkuah atau yang pas untuk siang
hari. Bukan menu makanan yang kering yang tidak menarik nafsu makan. Dari
menu makanan yang menarik pasti akan menimbulkan nafsu makan tinggi dan
dapat mendorong semangat mahasiswa dalam melaksanakan tugas baik di
lapangan ataupun di kampus.
3. Peserta harus membawa banyak alat dan alat tersebut cenderung berat. Sehingga
terkadang kesulitan untuk membawa alat. Adapun tempat alat sipat datar sudah
rusak sehingga, sangat menghambat laju pergerakan regu. Tempatnya tidak
ringkas maka, harus ekstra hati-hati untuk membawanya agar alat tidak jatuh.
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Dari rangkaian kegiatan Kemah Kerja 2007, ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan, antara lain :
a. Dalam pelaksanaan perolehan data lapangan menuntut adanya perencanaan yang
matang demi tercapainya hasil yang diharapkan.
b. Untuk menghasilkan peta berskala besar ( 1 : 500 ) dengan areal yang cukup luas
sangat membutuhkan kekompakan tim serta kemampuan tiap personil selain itu
pengalaman selama praktikum Ilmu Ukur Tanah sangat besar pengaruhnya dalam
kecepatan dan ketepatan perolehan data.
c. Instrumen yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap ketelitian data yang
diperoleh di lapangan, juga berpengaruh terhadap kecepatan memperoleh data.
d. Sebuah tim bisa kompak apabila tiap anggotanya memiliki kesadaran akan
kemampuan dan kelebihan yang dimilikinya. The right man on the right place
berlaku dalam rangkaian Kemah Kerja ini.

V.2 Saran
a. Sebelum berangkat ke lokasi Kemah Kerja hendaknya para praktikan telah menguasai
semua materi yang akan dikerjakan di lapangan.
b. Peralatan dan perlengkapan pengukuran sebaiknya ditingkatkan kualitas dan
kuantitasnya
c. Selama melakukan pengukuran di lapangan hendaknya semua anggota kelompok
selalu memperhatikan keadaan alat yang digunakan dan selalu mengecek semua alat
yang dibawa sebelum meninggalkan lokasi untuk menghindari resiko kehilangan.
DAFTAR PUSTAKA

Rachmad PH,Ir, 1981, Ilmu Ukur Tanah I, Laboratorium Geodesi Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Wongsotjitro,S, 1980, Ilmu Ukur Tanah, Penerbit Kanisius Yogyakarta.
Basuki,S, 2003, Ilmu Ukur Tanah, Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Julzarika,A, 2007, Panduan Penggunaan Liscad V6.2 Untuk Kemah Kerja 2007, Jurusan
Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai