KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
berkat-Nya maka kami dapat menyelesaikan tugas Perpetaan dan SIG ini sesuai dengan waktunya.
Tugas Perpetaan dan SIG ini merupakan tugas yang diberikan oleh pihak Himpunan yang
harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Teknik – Jurusan Sipil Universitas Brawijaya sebagai syarat
mengikuti ujian semester Mata Kuliah Perpetaan dan SIG.
Pembuatan tugas ini pada dasarnya tidak hanya bertujuan untuk menunjang teori, tetapi
juga untuk memberikan pengenalan secara mendalam kepada mahasiswa tentang masalah yang
berhubungan dengan bidang perpetaan dan ilmu ukur tanah, yang kelak akan dihadapi mahasiswa
saat terjun langsung di dunia kerja. Pada kesempatan kali ini, kami ingin menyampaikan terima
kasih pada :
Penyusun menyadari sepenuhnya akan kekurangan dalam pembuatan laporan tugas ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
tugas ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Lembar Asistensi
Format Tugas
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Umum
1.2 Latar Belakang
1.3 Maksud dan Tujuan Praktikum
1.4 Ruang Lingkup Praktikum
4.1 Perhitungan
4.1.1 Perhitungan Sudut
4.1.2 Perhitungan Jarak
4.1.3 Perhitungan Beda Tinggi
4.1.4 Perhitungan Koordinat (X,Y) dan Elevasi (Z) pada Poligon
4.1.5 Perhitungan Koordinat (X,Y) dan Elevasi (Z) pada Titik
Detail
4.1.6 Perhitungan untuk Potongan (cross section)
4.1.7 Perhitungan Azimuth
4.2 Penggambaran Peta
4.3 Penggambaran Potongan
4.4 Perhitungan Luas dan Volume pada Galian dan Timbunan
Bab V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Pengertian dari peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertetu
dengan sistem proyeksi. Peta bisa disajikan dalam berbagai cara yang berbeda, mulai dari peta
konvensional yang tercetak hingga peta digital yang ditampilkan melalui layar komputer. Sebuah peta
adalah representasi dua dimensi dari suatu ruang tiga dimensi. Ketika akan merencanakan suatu
bangunan, kita perlu untuk mengetahui kondisi lapangan. Hal ini dapat kita lakukan dengan cara
melakukan surveying. Surveying adalah sebuah metode pengukuran titik-titik dengan
memanfaatkan jarak dan sudut di antara setiap titik tersebut pada suatu wilayah dengan cermat.
Berbagai titik tersebut biasanya adalah permukaan bumi dan digunakan untuk membuat sebuah peta,
batas wilayah suatu lahan, lokasi konstruksi, dan tujuan lainnya.
Dalam teknik sipil melakukan surveying merupakan hal yang sangat penting dalam memulai suatu
pengerjaan perencanaan jalan. Dikarenakan kontur tanah yang berbeda-beda dari setiap daerah maka
diperlukan pemetaan.
Hasil survey dilapangan akan digambar di kertas datar karena itu untuk mendapatkan hubungan
mendatar diperlukan sudut yang merupakanan proyeksi mendatar dari sudut. Sudut yang diperlukan
diukur dengan skala lingkaran mendatar.Perpetaan adalah sebagian kecil dari ilmu Geodesi. Geodesi
mempunyai dua maksud, yaitu maksud ilmiah yakni menentukan bentuk permukaan bumi.dan maksud
praktis yaitu membuat bayangan yang dinamakan peta sebagian besar atau sebagian kecil permukaan
bumi. Ilmu ukur tanah merupakan bagian ilmu yang lebih luas yakni ilmu geodesi, yang dibedakan
atas geodesi tinggi dan geodesi rendah.Geodesi tinggi adalah menentukan posisi suatu titik (x,y,z)
dengan memperhitungkan kelengkungan permukaan bumi untuk mempelajari dimensi bumi. Geodesi
rendah adalah untuk menentukan posisi relative suatu titik (x,y,z) dengan mengaggap bumi sebagai
bidang datar dan mengabaikan kelengkungan bumi. Geodesi juga memiliki tujuan tertentu yaitu
menentukan bentuk serta ukuran dari bumi yang berkaitan dengan ilmu-ilmu lainnya.
Indonesia sebagai Negara berkembang merupakan fakta bahwa Negara ini harus
mengimbangi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini dengan
melakukan pembangunan di semua sektor, baik itu di bidang ekonomi, sosial, industri dan
lain sebagainya. Pembangunan tersebut dapat berupa fisik atau non fisik. Yang berupa
pembangunan fisik adalah seperti pembangunan gedung bertingkat, pabrik-pabrik, jalan
raya, dan bangunan konstruksi Teknik Sipil lainnya. Dengan adanya pembangunan fisik
ini, maka Ilmu Ukur Tanah berperan sangat penting, terutama dalam pembuatan suatu peta
yang nantinya dapat mempermudah suatu pembangunan dan pelaksanaan suatu proyek.
Maka dari itu, Ilmu ini merupakan rekayasa dari Teknik Sipil.
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Tahapan Pembuatan Peta
Dalam pengerjaan poligon, harus diukur dua unsur penting, yaitu unsur sudut dan unsur
jarak. Dengan kedua unsur tersebut telah dapat diukur sebuah poligon diatas peta, dengan tidak
terikat pada sistem koordinat yang ada dan tidak menghiraukan arah poligon tersebut.
Agar titik – titik koordinat dapat diketahui dalam suatu sisitem yang telah ada, maka
poligon tersebut harus diikatkan pada suatu titik yang telah diketahui koordinatnya pada titik yang
tetap.
U
Xp = Xa + d ap Sin ap
P(Xp,Yp) Yp = Ya + d ap Cos ap
ap dap
A (Xa,Ya)
2.2.1. PoligonTertutup
Poligon yang ujungnya saling bertemu (titik awal dan titik akhir menjadi satu) dan
membentuk suatu loop atau kring. Pada setiap pekerjaan poligon tertutup, penting diketahui arah
pengukuran poligon. Arah pengukuran poligon berlawanan dengan jarum jam.
Kesalahan f α dibagi rata pada sudut-sudut. Tetapi ada kalanya f α tidak dapat dibagi habis
dengan banyaknya sudut. Maka koreksi sudut yang berlainan dengan koreksi yang telah dibulatkan
diberikan kepada sudut poligon yag mempunyai kaki-kaki sudut terpendek, karena pengukuran
sudut dengan kaki yag pendek kurang teliti disebabkan oleh besarnya bayangan titik-titik ujung
kaki yang pendek, sehingga mengarahkan garis bidik ke titik tengah bayangan yang kelihatan itu
menjadi sukar dan kurang tepat. Kesalahan fx dan fy dibagi pada absis x dan ordinat y titik poligon
dengan perbandingan yang lurus dengan jarak-jarak.
Poligon terbuka adalah poligon yang ujungnya tidak saling bertemu satu dengan yang lain.
Polygon terbukaterbagimenjadiduamacam, yaitu :
b. PolygonTerikatSempurna
Polygon yang terikatdanterarahpadakeduatitiknyayaitupadatitikawaldantitikakhir polygon.
ba
ti bt/daris bidik
A bb
h B
Dab = Ay + B Keterangan :
Dab = jarak datar AB
hab = bt - ti A = Faktor pengalu Alat
Yang dimaksud dengan jarak (D) disini adalah jarak horizontal antara dua titik.
Jarak yang digunakan adalah jarak rata - rata, sebab terdapat 2 cara dalam pengukuran
jarak, yaitu :
Pengukuran jarak rollmeter
Pengukuran jarak dari pembacaan benang atas dan benang bawah dimana
ditinjau pembacaan muka dan pembacaan belakang
Untuk itu, digunakan rumus :
A Dab
Ba – bb = y
ba – bt = bb – bt = ½ y
Tbt = ½ y’
Cos h = T bt = ½ y’
ba – bt ½y
y’ = y cos h
Dm = Ay’ + B Dm = Ay cos h + B
Cos h = Dab / Dm
Dab = (Ay cos h + B) cos h = (Ay cos 2 h + B) + B cos h
Y = D tg h hab= ti +( bt –V)
Keterangan :
Dab = jarak datar AB
ha = beda tinggi AB
ti = tinggi alat
ba = benang atas
bt = benang tengah
bb = benang bawah
2.3. Alat Yang Digunakan
Keterangan :
1. Garis Bidik Kasar / Visir
Untuk mengarahkan teropong agar masuk pada area jangkauan teropong.
2. Penentu tinggi alat
Berfungsi menentukan tinggi alat yang diukur dari atas patok ke tengah teropong.
3. Sekrup penjelas obyek
Berfungsi untuk memperjelas bayangan obyek yang ditangkap.
4. Mikrometer
Berfungsi sebagai pengatur besar bacaan sudut horizontal dan vertikal.
5. Lensa okuler
Berfungsi sebagai lensa pada teropong untuk membidik obyek pada pengukuran yang
dikehendaki.
6. Sekrup pengunci dan penggerak halus teropong
Sekrup pengunci teropong berfungsi untuk mengunci gerak teropong keatas dan
kebawah dalam pengukuran sudut secara vertikal. Dan penggerak halus vertikal
teropong berfungsi untuk menggerakkan secara halus sehingga kedudukan benang
silang dan titik bisa tepat.
7. Lensa pembaca dan penjelas sudut
b. Konstruksi Waterpass
Dalam pemakaian waterpass ini dibutuhkan alat bantu lain, yaitu bak ukur. Bagian
– bagian dari alat penyipat datar (waterpass) secara sederhana dapat dilihat pada gambar
di bawah ini :
8 9
7
6 1
5 2
3
4
Keterangan Gambar :
1. Lensa Objektif
Berfungsi sebagai penangkap bayangan objek yang kemudian diteruskan menuju lensa
okuler.
2. Skala Piringan Horizontal
Berfungsi sebagai tempat pembacaan sudut pada waterpass, akan tetapi sudut yang terbaca
kurang teliti karena ketelitiannya hanya mencapai derajat.
3. Sekrup Penggerak Halus Horizontal
Berfungsi menggerakkan teropong secara halus kekiri dan kekanan.
4. Skrup ABC
Berfungsi untuk menepatkan letak gelembung nivo agar sumbu horizontal waterpass
sejajar dengan garis arah nivo.
5. Nivo Kotak
Berfungsi sebagai patokan agar sumbu I ( vertikal ) tetap tegak lurus dengan bidang
horisontal.
6. Lensa Okuler
Berfungsi sebagai penangkap bayangan objek dari lensa objektif dan diteruskan ke mata
pembidik.
7. Sekrup Penjelas Benang Silang
Berfungsi sebagai penjelas bayangan benang silang pada teropong.
8. Visir
Untuk membidik secara kasar ke titik objek dalam hal ini rambu ukur yang didirikan pada
suatu titik.
9. Sekrup Penjelas Bayangan Objek
Berfungsi untuk memperjelas bayangan objek, dengan cara kerja mengubah jarak fokus
pada lensa.
d. Rol Meter
Bahan : Alat ini dibuat dari baja tipis, kain khusus atau fiber glass.
Panjang : 30 – 50 meter.
Fungsi :Berfungsiuntukmengukurjarak di lapangansecaralangsung.
Bahan : Besi
Fungsi : Alat ini berfungsi untuk menentukan supaya alat tepat berada diatas suatu titik.
f. Paku
Bahan : Besi
Fungsi : Digunakan untuk menentukan titik dalam pengukuran.
g. Payung
Fungsi: untuk melindungi alat ukur terhadap penyinaran matahari secara langsung serta melindungi
alat dari hujan. Penyinaran matahari secara langsung pada alat ukur
menyebabkan :
h. Statif
i. Kompas
a. Theodolith
Pada pengukuran poligon di lapangan dengan menggunakan Theodolith dapat
dilaksanakan sebagai berikut :
a. Garis arah nivo sejajar garisvisirteropong
Untukmemeriksasyaratini, diadakanpenyelidikanterhadapbedatinggiantaraduatitik.
b. Garisarahnivotegaklurussumbu I alatsipatdatar
Cara mengaturinidenganketigaskruppenyetel.
Bilaterdapatpenyimpangandapatdihilangkandenganskrupkoreksinivo.
Diperiksa dengan mengarah ke suatu titik pada tembok, dan ujung kiri benang silang dibuat
berhimpitan dengan titik ini. Jika benang silang datar ini tegak lurus sumbu I, maka ia akan
selalu berhimpitan dengan titik tersebut. Jika teropong diputar dengan sumbu I sebagai sumbu
putar. Jika tidak demikian, maka diafragma dengan benang silang diputar sedikit dengan tangan
sesudah skrup kecil yang terletak pada sisi diafragma dilepas sedikit.
b. Waterpass
Ada 4 jenis kegiatan yang harus dikuasai dalam mengoperasikan alat ini, yaitu:
a4 b4
a1 b1
a2 b2
a3 b3
B
1 3
A
2
Jarak A – B akan diukur, dimana jaraknya cukup jauh (merupakan titik tetap). Untuk
menghitung beda tinggi antara A-B, tidak dapat dihitung langsung. Oleh karena itu pengukuran
jarak A-B dengan langkah sebagai berikut :
Untuk menentukan elevasi titik profil dilakukan dengan metode penentuan tinggi
dengan tinggi garis bidik, yang meliputi :
Rumus :
ti Tgb = TA+ ti
Tgb
TA = Tgb – a1
B
TA
Keterangan :
Tgb = tinggi garis bidik ( antara pusat lensa dengan bidang referensi)
Th = tinggi titik profil
TA = tinggi A terhadap bidang referansi
ti = tinggi alat
ti
Tgb
TA
Rumus :
Ta = Tgb – a1
Tgb = TA + A1 Th = Tgb - ti
Metode Profil
Cara kerja dari metode ini adalah profil-profil yang sejajar diukur pada tiap bagiannya
sehingga gambaran yang sebenarnya dari lapangan dapat diketahui.
Metode Koordinat Kutub
Cara kerja dari metode ini adalah mengukur sudut miring, sudut horisontal dan jarak optisnya
pada setiap titik yang ada di lapangan. Kemudian alat diletakkan (biasanya menggunakan
Theodolit) pada tempat dimana dapat mencakup titik-titik tersebut. Titik ini kemudian dapat
digambar dengan menggunakan metode koordinat kutub dan kontur (garis-garis tingginya)
dapat pula digambarkan.
Metode Pengukuran Sipat Datar
Metode ini menggunakan tiga cara pengukuran, yaitu sifat datar memanjang, sifat datar
melintang dan sifat datar luas.
Metode Profil
Cara kerja dari metode ini adalah profil-profil yang sejajar diukur pada tiap bagiannya
sehingga gambaran yang sebenarnya dari lapangan dapat diketahui.
Metode Koordinat Kutub
Cara kerja dari metode ini adalah mengukur sudut miring, sudut horisontal dan jarak optisnya
pada setiap titik yang ada di lapangan. Kemudian alat diletakkan (biasanya menggunakan
Theodolit) pada tempat dimana dapat mencakup titik-titik tersebut. Titik ini kemudian dapat
digambar dengan menggunakan metode koordinat kutub dan kontur (garis-garis tingginya)
dapat pula digambarkan.
5. Warna Peta
Pada peta, warna digunakan untuk membedakan kenampakan atau objek di permukaan
bumi.
o Menentukan sumbu dan ketinggian dari rencana pekerjaan yang hendak dibangun
o Menentukan pemindahan tanah
o Menentukan lebar jalur tanah yang hendak dibeli
Pada dasarnya menghitung volume adalah menghitung isi dari bagian tanah yang
dibatasi oleh penampang-penampang melintang. Ada tiga cara menghitung volume tubuh
tanah, yaitu:
C ab
L C
2
a
b
h1 C h2
4 3
2
1
4 5 8 10
Diket :
X1 = 4 X3 = 8
X2 = 10 X4 = 5
Ditanya : A?
Jawab:
X1 X2
A= Y2 Y1 ...... Xn 1 Xn 1 Yn 1 Yn 1
2 2
4 10
A= 3 2 10 8 6 3 8 5 5 6
2 2 2
.1 .3 . 1
14 18 13
=
2 2 2
= 7 27 6.5 = 27.5
Prisma
- Segiempat - Segitiga
Limas
- Segiempat - Segitiga
Volume Prosmoida
Vp
L
1 A2 A 4M
Rumus : 6
Keterangan :
Vp = volume prosmoida
L = panjang prosmoida (jarak tegak lurus antar bidang penampang)
A1,A2 = Luas masing-masing bidang
M = Luas penampang tengah yang terletak diantara kedua penampang.
La 1 a 2
Va
2
Antara Vp dan Va terjadi perbedaan yang disebut Koreksi Prismoida (kv), yaitu:
kv Vp Va
kv
L
d1 d2 X1 X2
12
Contoh :
Pias 1
A = L x L1
Beda tinggi elevasi muka tanah dengan kedalaman galian :
h1 , h2 , h3 , h4
h1 h2 h3 h4
Harga rata-rata kedalaman =
4
Jika A prisma semua sama, maka :
2 h1 2 h2 3 h3 4 h4
V A.
4
Keterangan :
h1 = kedalaman yang mewakili 1 pias
h2 = kedalaman yang mewakili 2 pias
h3 = kedalaman yang mewakili 3 pias
h4 = kedalaman yang mewakili 4 pias
Keterangan :
V = volume
A = Luas yang dibatasi oleh garis kontur (diukur dengan alat planimeter)
h = Interval kontur
Ketelitian luas penampang tergantung dari :
Ketelitian pembuatan peta.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Untuk memulai praktikum, pertama-tama disiapkan Theodolith terlebih dahulu agar siap
digunakan. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Menegakkan statif dan memasang theodolith di atasnya.
2. Mengatur letak theodolith sedemikian rupa, sehingga tepat berada di atas paku payung
yang telah dipasang.
3. Mencari arah utara magnetis dengan batuan kompas.
4. Mengunci lingkaran horizontal sehingga arah utara yang telah didapatkan tidak berubah.
5. Memulai pengukuran dengan membidik titik-titik utama.
3.2.2.Pengukuran Poligon
Setelah dilakukan penentuan titik utama dan penempatan patok, selanjutnya kita mulai
menentukan arah utara magnetik dan mulai melakukan pengukuran sudut yang terbentuk antara
titik utama dan titik utama serta antara titik utama dan titi detail sehingga didapatkan arah dan besar
sudut yang dibentuk oleh titik utama dan titik detail. Sehingga nanti titik-titik utama dapat
berbentuk poligon tertutup.
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
4.1 Perhitungan
Tempat : Laboraturium Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Alat : Theodolith dan Waterpass
Asisten : Raka Agidio Saputra
Data Theodolite
P1 90 0 0 0 0 0 72 38 4 66.8
P3 89 38 0 274 36 10 176.5 154 131.5 44.85
1 89 51 0 248 51 0 211.5 203 194.5 -
P2 155 2 89 56 0 165 56 0 220 211 202 -
3 89 37 30 32 37 30 131 125 118 -
4 89 9 40 121 9 40 222 208 194 -
5 89 23 40 33 23 40 126.5 115 103.5 -
P3 87 47 20 0 0 0 93 80 67 26.13
P4 151
P5 90 13 50 271 40 20 223 195 166.5 55.55
Data Waterpass
θ = vertikal - 90°
Contoh perhitungan :
Diketahui :
Vertikal : 104°11'00"
= 14°20'00"
Koreksi Sudut
Σs = [(𝑛 − 2) 𝑥 180˚ ] ± 𝑓𝛼
539˚59’30” = [3 x 180 ] ± fα
539˚59’30” = 540˚0’0” ± fα
Fα = 0˚0’30”
0˚0′ 30”
ΔS = 5
ΔS = 0˚0’6”
Perhitungan Azimuth
α P1P2 = S P1
= 105°58’20”
Pengukuran jarak dari pembacaan benang atas dan benang bawah dimana ditinjau
pembacaan muka dan pembacaan belakang. (Jarak Optis I dan Jarak Optis II)
dimana,
dengan,
Contoh Perhitungan :
Pembacaan A - B
Vertikal = 89°02'30"
ba = 275 cm
= 2,75 m
bb = 220 cm
= 2,20 m
Pembacaan B - A
Vertikal = 89°14'40"
ba = 194cm
= 1,94 m
bb = 138 cm
= 1,38 m
Maka :
= -0°57'30"
= 54,934675 m
θBA = 89°14'40" - 90°
= -0°45'20"
= 55,94644 m
54,934675+ 55,94644+55
Jarak rata – rata A – B =
3
= 55,2937 m
THEODOLITH
Jarak Optis Titik Utama
ɵ = SudutVertikal - 90°
PEMBACAAN BAAK
PEMBACAAN SUDUT JARA
UKUR
cos^2 (ba - K
SLAG VERTIKA
θ bb) OPTIS
L θ ba (m) bt (m) bb (m)
(m)
⁰ ' " ⁰ ' "
P1 - 4 0.999 66.978
88 58 20 1 1 2.070 1.730 1.400
P2 0 7 0.670 4
P2 - 45.000
89 38 0 0 2 0 1.765 1.540 1.315
P3 1 0.450 0
P3 - 5 26.000
89 57 10 0 2 1.505 1.375 1.245
P4 0 1 0.260 0
P4 - 56.500
90 13 50 0 0 2.230 1.950 1.665
P5 0 1 0.565 0
P5 - 81.500
90 0 50 0 0 1.180 0.765 0.365
P1 0 1 0.815 0
PEMBACAAN BAAK
PEMBACAAN SUDUT JARA
UKUR
cos^2 (ba - K
SLAG VERTIKA
θ bb) OPTIS
L θ ba (m) bt (m) bb (m)
(m)
⁰ ' " ⁰ ' "
P2 - 68.000
90 0 0 0 0 0 1 0.72 0.38 0.04 0.68
P1 0
P3 -
90 0 0 0 0 0 1 1.68 1.455 1.23 0.45 45
P2
P4 - 1 4 0.998 25.961
87 47 20 2 0.93 0.8 0.67 0.26
P3 2 0 5 3
P5 - 1.000 56.000
90 1 20 0 0 0 1.93 1.65 1.37 0.56
P4 0 0
P1 - 2 0.999 81.971
88 55 40 1 4 1.95 1.53 1.13 0.82
P5 0 6 3
Pembacaan Sudut
Pembacaan Pada Baak (cm)
Letak Alat Target Vertikal Jarak Optis (m)
⁰ ' " ba bt bb
1 90 0 0 170 160.5 151 19.000
2 89 56 20 249.5 241 232.5 17.000
P1 3 89 49 0 220 209 199 21.000
4 90 4 20 150.5 144 137.5 13.000
5 90 5 20 190.5 183 175.5 15.000
1 89 51 0 211.5 203 194.5 17.000
2 89 56 0 220 211 202 18.000
P2 3 89 37 30 131 125 118 12.999
4 89 9 40 222 208 194 27.994
5 89 23 40 126.5 115 103.5 22.997
1 90 0 0 125 117 108.5 16.500
2 90 0 0 137.3 118.5 100 37.300
P3 3 89 57 40 138.5 122 105 33.500
4 89 57 0 116 112.5 109 7.000
5 89 56 40 202 194 186.5 15.500
1 87 47 20 116 108.5 101 14.978
2 87 48 40 92.5 83 73 19.472
P4 3 87 47 50 95 78 61 33.950
4 87 48 20 47.5 24 1 46.432
5 87 48 20 108 104.5 100.5 7.489
1 89 59 20 194 180 166.5 27.500
2 89 58 50 189 176 163 26.000
P5 3 90 0 20 158 143 129 29.000
4 89 59 10 171.5 161 150 21.500
5 90 0 50 133 130.5 128 5.000
JARAK RERATA
Jarak Utama
Jarak Roll Meter
Slag Jarak Rerata (m)
Depan Belakang (m)
WATERPASS
JARAK OPTIS
Perhitungan Jarak Optis (D) = (ba –bb)
Contoh perhitungan :
Menghitung BTR A – B
ba = 275 cm
(𝒃𝒂+𝒃𝒃)
bt = 248 cm BTR = [(( ) + 𝒃𝒕)/𝟐]/𝟏𝟎𝟎
𝟐
bb = 220 cm
(𝟐𝟕𝟓+𝟐𝟐𝟎)
BTR A – B = [(( ) + 𝟐𝟒𝟖)/𝟐]/𝟏𝟎𝟎
𝟐
= 2,4775 m
BTR = 2,4775 m
D = 55,2937 m
D tan θ = 1,9067 m
= 2.9342 m
PEMBACAAN BAAK
Tinggi Jarak BTR
PEMBACAAN SUDUT UKUR cos θ D tan θ Δh
SLUG Alat Optis (m) (m)
VERTIKAL θ ba (m) bt (m) bb (m)
(m)
⁰ ' " ⁰ ' "
P1 - P2 1.522 88 58 20 2 2 40 2.070 1.730 1.400 0.999363 66.97844 1.7325 2.39096 -2.601459
P2 -P3 1.55 89 38 0 1 22 60 1.765 1.540 1.315 0.999709 44.99998 1.54 1.08668 -1.076678
P3 - P4 1.48 89 57 10 1 3 50 1.505 1.375 1.245 0.999828 25.99998 1.375 0.48283 -0.377833
P4 - P5 1.51 90 13 50 0 47 10 2.230 1.950 1.665 0.999906 56.50000 1.94875 0.77524 -1.213991
P5 - P1 1.49 90 0 50 0 60 10 1.180 0.765 0.365 0.999847 81.50000 0.76875 1.42654 -0.705290
Pembacaan
PEMBACAAN
Leta Sudut θ
Tinggi BAAK UKUR Jarak BTR
k Target Vertikal cos θ D tan θ Δh
Alat Optis (m)
Alat ba bt bb
⁰ ' "
⁰ ' " (cm) (cm) (cm)
1.522 1 90 0 0 0 60 60 170 160.5 151 0.9998 19.000 1.605 0.33717482 -0.4201748
1.522 2 89 56 20 1 4 40 249.5 241 232.5 0.9998 17.000 2.41 0.31982046 -1.2078205
P1 1.522 3 89 49 0 1 11 60 220 209 199 0.9998 21.000 2.0925 0.43988279 -1.0103828
1.522 4 90 4 20 0 56 40 150.5 144 137.5 0.9999 13.000 1.44 0.21430672 -0.1323067
1.522 5 90 5 20 0 55 40 190.5 183 175.5 0.9999 15.000 1.83 0.2429123 -0.5509123
1.55 1 89 51 0 1 9 60 211.5 203 194.5 0.9998 17.000 2.03 0.34620244 -0.82620
1.55 2 89 56 0 1 4 60 220 211 202 0.9998 18.000 2.11 0.34037931 -0.90038
P2 1.55 3 89 37 30 1 23 30 131 125 118 0.9997 12.999 1.2475 0.31580773 -0.01331
1.55 4 89 9 40 1 51 20 222 208 194 0.9995 27.994 2.08 0.90691822 -1.43692
1.55 5 89 23 40 1 37 20 126.5 115 103.5 0.9996 22.997 1.15 0.65130304 -0.25130
1.48 1 90 0 0 0 60 60 125 117 108.5 0.9998 16.500 1.16875 0.29280971 0.01844
1.48 2 90 0 0 0 60 60 137.3 118.5 100 0.9998 37.300 1.18575 0.66192741 -0.36768
P3 1.48 3 89 57 40 1 3 20 138.5 122 105 0.9998 33.500 1.21875 0.61723736 -0.35599
1.48 4 89 57 0 1 3 60 116 112.5 109 0.9998 7.000 1.125 0.13033288 0.22467
1.48 5 89 56 40 1 4 20 202 194 186.5 0.9998 15.500 1.94125 0.29009762 -0.75135
BTR
Ba Bb
BTR = (( ) Bt ) / 2
2
BEDA TINGGI
121.
126 A1 126.5 124 124 2
5
126 A0 128 123 118 123 3
118.
126 B1 123.5 121 121 5
5
B
126 Titik 1 171 168.5 166 168.5 -42.5
122.
125 B1 127.5 125 125 0
5
123.
125 B 133.5 128.5 128.5 -3.5
5
123.
125 C1 130.5 128 127.5 -2.5
5
C 125 Titik 1 194 191 188 191 -66
Titik 2 127.
125 133.5 130.5 130.5 -5.5
5
125 Titik 3 179 176.5 174 176.5 -51.5
117.
125 E1 122.2 119.8 119.775 5.225
3
125 E 124 119 114 119 6
147.
125 F1 152.5 150 150 -25
F 5
149.
125 Titik 1 154.8 152 152 -27
2
125 Titik 2 218 215 212 215 -90
125 Titik 3 155 152 149 152 -27
Koreksi Sudut
Σs = [(𝑛 − 2) 𝑥 180˚ ] ± 𝑓𝛼
539˚59’30” = [3 x 180 ] ± fα
539˚59’30” = 540˚0’0” ± fα
Fα = 0˚0’30”
0˚0′ 30”
ΔS = 5
ΔS = 0˚0’6”
Perhitungan Azimuth
α P1P2 = S P1
= 105°58’20”
DP3 = 23.0304 m
ΣD = DA + DB + DC + DD + DE = 276,1370 m
YP3 = 100,000
Maka :
o Jarak X
D sin α = 23.0304 sin 183° 44’ 28”
= -1,5027
o Koreksi jarak X
Σ D sin α = -0,1396
o Simpangan jarak X
fx = (D / ΣD) × (-ΣD sin α)
o Jarak Y
D cos α = 23.0304 cos 183° 44’ 28”
= -22.9813
o Koreksi jarak Y
Σ D cos α = 0.1593
o Simpangan jarak Y
fy = (D / ΣD) × -(ΣD cos α)
= -0,0133
Koordinat P4 :
o XP4 = XP5 - D sin α - fx
= 12,576 + 55,7670 - 0,0283
= 68,315
= 74,0100
0.0227 -0.0259
140.0000
120.0000
80.0000
68.315, 74.0100
60.0000
12.576, 79.2607
40.0000
20.0000
0.0000 Series1
0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000
1
(ba bb) bt
BTR 2
2
Contoh perhitungan :
ba = 170 cm
bt = 160.5 cm
bb = 151 cm
= 160,5 cm = 1,605 m
Menghitung Beda Tinggi (Δh) dan Beda Tinggi Rata-rata (Δhr) P1P2, bila
diketahui :
Jarak Rata-rata :
D = 67,2595 m
= -1,4176 m
BTR = 0,380 m
= -0,600435 m
= ((-1,4176 ) + (-0,600435))/2
= -1,0090175 m
= (-1,0090175) + (-1.294)
= -2,30301 m
Contoh perhitungan
Δhterkoreksi = -1.294 m
ZB = ZB + Δhterkoreksi
= 35,0000 – (-1.294)
= 36.145 m
A1 124 2
AO 123 3 -0.500 35.785
B 126
B1 121 5 -1.000 35.775
2.5 35.800
B1 125 0
B 128.5 -3.5 1.750 35.818
C 125
C1 127.5 -2.5 -0.500 35.813
-1 35.803
C1 125.5 -0.5
C 122 3 -1.750 35.785
D 125
D1 126.5 -1.5 2.250 35.808
-1.5 35.793
D1 124.5 1.5
D 123.5 2.5 -0.500 35.788
E 126
E1 125.3 0.7 0.900 35.797
-2.2625 35.774
E1 119.775 5.225
F 125 E1 119 6 -0.3875 35.770
F1 150 -25 15.5 35.948
4.1.3 Perhitungan Koordinat (X, Y) dan Elevasi (Z) pada Titik Detail
Perhitungan Koordinat (X,Y) pada Titik Detail
Contoh perhitungan :
Mencari Koordinat C1
D : 16,50
XB1 = XB + D sin α
= 70,0000 + (0.09054)
= 71.0507
YB1 = YB + D cos α
= 100,0000 + (0.9980)
= 116.4665
Contoh perhitungan :
1
(ba bb) bt
BTR [ 2 ] / 100
2
ba = 125 cm
bt = 117 cm
bb = 108,5 cm
maka :
1
(125 108,5) 117
BTR [ 2 ] / 100
2
= 1.16875 m
BTR P3 – 1 = 1.16875 m
Beda Tinggi P3 – 1 = 0.31125
Vertikal = 90º 00' 00"
Z P3 = 34,849 m
= 35.16025m
PEMBACAAN BAK
BEDA TINGGI ELEVASI TITIK
ALAT TINGGI ALAT TARGET BTR (m)
ba bt bb (m) DETAIL (m)
A0 127 124.5 122 1.245 0.015 35.793
1 144.5 142 139.8 1.42075 -0.16075 35.632
2 183 180 177 1.80 -0.54 35.253
A 1.26 3 130.2 127 124 1.271 -0.0105 35.782
4 146 143.5 141 1.435 -0.175 35.618
5 172.5 170 167.5 1.700 -0.44 35.353
6 152.2 149.8 146.5 1.496 -0.23575 35.557
KONTUR
Contoh Perhitungan :
Elevasi P1 = 36,183
∆h = -0.39007
D = 18.99402
Interval = 0,2
= 9.738807424
KONTUR THEODOLITH
PESAWAT UTAMA TITIK TARGET ELEVASI 1 ELEVASI 2 H2 D ELEVASI KONTUR JARAK KONTUR
(m) (m) (m) (m)
P1 P2 36.183 35 -1.183 67.25948 36.183
35.983 11.37100254
35.783 22.74200507
35.583 34.11300761
35.383 45.48401014
35.183 56.85501268
34.783 16.5913446
34.2 12.32619954
34 15.40774942
34.239 18.35189694
34.039 22.93987118
33.839 27.52784542
33.639 32.11581965
35.783 10.48686776
35.583 15.73030163
35.383 20.97373551
35.183 26.21716939
El P1 = El P1(2) + bt
Karena dari data theodolith yang diketahui elevasi titik utama (A2) maka
untuk menghitung elevasi pesawat yaitu :
Jawab : El P1 = El P(1) + bt
= 34.75016 + 2,11
= 35,86016 m
= 360˚ - 274˚36’10”
= 85˚23’50”
SP₃ = 360˚ - <P₃P₄
= 360˚ - 163˚10’10”
= 196˚49’50”
SP₄ = 360˚ - <P₄P₅
= 360˚ - 271˚40’20”
= 88˚19’40”
SP₅ = 360˚ - <P₅P₁
= 360˚ - 270˚31’10”
= 89˚28’50”
Koreksi Sudut
Σs = [(𝑛 − 2) 𝑥 180˚ ] ± 𝑓𝛼
539˚59’30” = [3 x 180 ] ± fα
539˚59’30” = 540˚0’0” ± fα
Fα = 0˚0’30”
0˚0′ 30”
ΔS = 5
ΔS = 0˚0’6”
Perhitungan Azimuth
α P1P2 = S P1
= 105°58’20”
0.0743
0.0743
0.1500
0.0610
0.2650 0.0435 0.2040 0.2475
0.1535
0.2272
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.204 0.15 0.0306 timbunan
2 0.204 0.0743 0.0151572 timbunan
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.2475 0.0743 0.01838925 galian
2 0.0435 0.1535 0.00667725 galian
3 0.061 0.0743 0.0045323 galian
Potongan A1
0.1500
0.0750
0.1473
0.0750 0.0150
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.282 0.075 0.02115 galian
2 0.075 0.1885 0.0141375 galian
3 0.015 0.075 0.001125 galian
Potongan B1
0.0700
0.1400
0.0700
0.4050
0.1200
0.0700 0.2850 0.3550
0.3500
0.2800
0.1400
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.285 0.14 0.0399 timbunan
2 0.285 0.07 0.01995 timbunan
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.355 0.07 0.02485 galian
2 0.07 0.28 0.0196 galian
3 0.12 0.07 0.0084 galian
Potongan C1
0.1500
0.0750
0.0750
0.1500
0.2800
0.2350 0.0710 0.2350 0.3060
0.3700
0.2950
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.235 0.15 0.03525 timbunan
2 0.235 0.075 0.017625 timbunan
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.306 0.075 0.02295 galian
2 0.071 0.295 0.020945 galian
3 0.28 0.075 0.021 galian
Potongan D1
0.1500
0.0750
0.0750
0.1500
0.3050
0.2100 0.2100
0.1290 0.3390
0.2850
0.3600
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.21 0.15 0.0315 timbunan
2 0.21 0.075 0.01575 timbunan
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.339 0.075 0.025425 galian
2 0.129 0.285 0.036765 galian
3 0.305 0.075 0.022875 galian
Potongan E1
0.0754
0.1518
0.0746
0.1500
0.4950
0.4130
0.2780
0.2170 0.2170
0.1960 0.3900
0.3146
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.217 0.15 0.03255 timbunan
2 0.217 0.0754 0.0163618 timbunan
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.413 0.0746 0.0308098 galian
2 0.196 0.3146 0.0616616 galian
3 0.278 0.0746 0.0207388 galian
Potongan F1
0.0700
0.1409
0.0705
0.1391
0.2700
0.6300 0.9000 0.6300
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.1391 0.63 0.087633 timbunan
2 0.07 0.63 0.0441 timbunan
Panjang
Bidang (m) Lebar (m) Luas (m²) Keterangan
1 0.0705 0.63 0.044415 galian
2 0.1409 0.27 0.038043 galian
1
Volume (A0-A1) = (0.04576 + 0.04658) x 10
2
= 0,4617 m3
1
Volume (A1-B1) = (0.04658 + 0.05985) x 10
2
= 0,53215 m3
1
Volume (B1-C1) = (0,05985 + 0,05288) x 10
2
= 0.56365 m3
1
Volume (C1-D1) = (0,05288 + 0,04725) x 10
2
= 0.50065 m3
1
Volume (D1-E1) = (0,04725 + 0,04891) x 10
2
= 0.4808 m3
1
Volume (E1-F1) = (0,04891 + 0,13173) x 10
2
= 0.9032 m3
= 3.44215 m3
1
Volume (A0-A1) = (0.0295988+0.0364125) x 10
2
= 0.3300565 m3
1
Volume (A1-B1) = (0.0364125 + 0.05285) x 10
2
= 0.4463125 m3
1
Volume (B1-C1) = (0.05285+ 0.064895) x 10
2
= 0.588725 m3
1
Volume (C1-D1) = (0.064895 + 0.085065) x 10
2
= 0.7498 m3
1
Volume (D1-E1) = (0.085065 + 0.1132102) x 10
2
= 0.991376 m3
1
Volume (E1-F1) = (0.1132102 + 0.082458) x 10
2
= 0.978341 m3
= 4.084611 m3
BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari perhitungan data yang telah kami peroleh, ternyata terdapat kekeliruan yang telah
kami lakukan waktu praktikum. Diantaranya adalah perbedaan-perbedaan dalam pengukuran
beda tinggi yang diukur serta perbedaan pembacaan dan perhitungan data waterpass.
Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut maka dapat diketahui secara langsung
kesalahan-kesalahan apa saja yang dilakukan selama praktikum yang meliputi antara lain
sebagai berikut :
2. Kesalahan pengamatan.
Kesalahan ini yang paling besar kemungkinan terjadinya yaitu pada pembacaan rambu
pada baak dimana pengamat kurang teliti dalam membaca hasil pengukuran.. Hal ini
tergantung pada kemampuan individu tersebut masing-masing. Kesalahan yang mungkin
dilakukan adalah salah dalam meletakan rambu, kesalahan menbaca angka yang ditunjuk oleh
garis bidik, kesalahan dalam mengatur skala dalam roll meter, kesalahan dalam
menyeimbangkan nivo pada alat ukur dan sebagainya.
Dari penyusunan laporan tugas ini dapat diketahui manfaat dari Mata Kuliah
Perpetaan dan SIG dalam aplikasinya di lapangan khususnya dengan hal – hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan proyek – proyek sipil.
1.2 Saran
Adapun saran mengenai praktikum Perpetaan dan SIG dan penyusunan laporan tugas
adalah sebagai barikut :
1. Sebaiknya alat-alat yang digunakan serta perlengkapan praktikum yang lain dilengkapi,
agar jalannya praktikum dapat lebih lancar.
2. Diharapkan peserta praktikum lebih berhati hati dalam melaksanakan praktikum, dan lebih
berhati hati dalam menjaga posisi statif alat.
3. Diharapkan peserta praktikum lebih mengikuti prosedur penggunaan alat dengan baik, dan
lebih menjaga sikap dalam melaksanakan praktikum Perpetaan & SIG.
4. Diharapkan peserta Praktikum Perpetaan dan SIG lebih teliti dalam melakukan praktikum
dan dalam melakukan pengambilan serta pembacaan data hasil praktikum, sehingga
kesalahan data dapat dihindari.
Pengenalan pada pekerjaan lapangan yang berhubungan dengan Perpetaan dan SIG
sebaiknya ditingkatkan, baik dengan cara praktikum maupun dengan cara studi lapangan,
untuk memotivasi mahasiswa dalam mendalami Mata Kuliah Perpetaan dan SIG.
DAFTAR PUSTAKA
Adipa, IGN Ir. 2005. Bahan Perkuliahan Perpetaan dan SIG . Fakultas Teknik Jurusan Sipil
Universitas Brawijaya.
Dugdale R.h. Ilmu Ukur Tanah Edisi ketiga. Alih bahasa : Hasan M Nur
Frick Heinz, Ir. 1979. Alat Ukur Tanah dan Penggunaannya. Yayasan Kanisius : Yogyakarta.
Wirshing, B.S, James R dan Wirshing, B.I.E, Roy H. Pengantar Pemetaan. Erlangga : Jakarta