Anda di halaman 1dari 15

ISU PSYCHOLOGICAL, EMOTIONAL DAN SOCIAL

PADA PASIEN DAN KELUARGANYA YANG


MENGALAMI SAKIT TERMINAL

KELOMPOK 4

Eka Sutriani P07220219005


Farida Agustina P07220219006
Noer Octaviani P07220219021
Santi Daud P07220219031
Siti Raudhatul Jannah P07220219034
Triana Indah M P07220219038

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
SAMARINDA
2020
BAB I
PENDAHUUAN

A. LATAR BELAKANG
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yangmengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah
lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health Organization (WHO)
2016)
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan
keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan
menghilangkan penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit
termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk
memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus
Project for Quality Palliative Care, 2013).Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak
dianggap sebagai sesuatu yang harus di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal
yang harus dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa
(Nurwijaya dkk, 2010).
Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan
paliatif seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit
pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan
paliatif sekitas 40-60%.Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan
penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan
perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun,
dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter, et al., 2014).
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola
komplikasi penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejala lain, memberikan
perawatan psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat saat sekarat dan berduka
(Matzo & Sherman, 2015).Penyakit dengan perawatan paliatif merupakan penyakit yang
sulit atau sudah tidak dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan
kualitas hidup (WHO,2016). Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala;
dukungan psikososial, emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan
perawatan yang tepat, baik dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien.
Perawatan paliatif dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi
lain dan menggunakan pendekatan tim multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien
dan keluarga mereka (Canadian Cancer Society, 2016). Dukungan keluarga adalah suatu
bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap
anggota keluarga, sehingga anggota keluarga yang sakit merasa ada yang
memperhatikan (Friedman, 2010). Dukungan ini merupakan sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengkajian psikologis dan sosial pada pasien penyakit terminal?
2. Bagaimana dampak psikologis dan sosial pada pasien penyakit terminal?
3. Bagaimana dampak permasalahan psikologis terhadap nyeri?
4. Apa peran petugas kesehatan dalam tim multidisipliner?
5. Bagaiamana cara pengkajian pada pasien yang berbeda latar belakang budaya?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengkajian psikologis dan sosial pada pasien penyakit terminal
2. Untuk mengetahui dampak psikologis dan sosial pada pasien penyakit terminal
3. Untuk mengetahui dampak permasalahan psikologis terhadap nyeri
4. Untuk mengetahui peran petugas kesehatan dalam tim multidisipliner
5. Untuk mengetahui cara pengkajian pada pasien yang berbeda latar belakang budaya
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Psikologis Dan Sosial


1. Pengkajian psikologis dan emosional
Pasien penyakit terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi. Perawat harus peka dan
mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, dan harus bisa mengenali
ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan,
kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang
ajal yang terjadi pada klien terminal.
2. Pengkajian sosial
Perubahan Sosial pada pasien penyakit terminal biasanya mulai merasa
hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang
lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.
Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang
akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain
beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup. Perawat harus mengkaji bagaimana
interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung
menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya
tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa
pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri,
sehingga pasien mendapatkan dukungan sosial bisa dari teman dekat,
kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
B. Dampak Psikologis Dan Sosial
Penyakit yang dialami individu akan memberikan pengaruh besar dalam emosi,
penampilan dan perilaku sosial individu. Di lain pihak, aspek psikologis dan sosial akan
memberikan pengaruh terhadap kesehatan fisik pasien. Dari penjelasan tersebut maka
dapat digambarkan mengenai bagaimana aspek biologis,psikologis dan sosial saling
mempengaruhi. Seperti yang telah digambarkan bahwa antara sistem biologis, sistem
psikologis dan sistem sosial terdapat keterkaitan, maka pasien dengan penyakit terminal,
termasuk pasien kanker stadium lanjut, tidak mengharapi masalah psikologis dan sosial.
Masalah-masalah psikologis dan sosial yang biasanya timbul pada penyakit terminal
meliputi :
1. Perubahan-perubahan dalam konsep diri pasien
Pasien dengan penyakit terminal, biasanya semakin tidak bisa menunjukkan
dirinya secara ekspresif. Mereka mungkin menjadi sulit untuk mempertahankan
kontrol biologis dan fungsi sosialnya; mereka mungkin menjadi semakin sering
mengeluarkan air liur, ekspresi bentuk mukanya berubah, gemetaran dan lain
sebagainya. Pasien-pasien dapat juga menjadi sering mengalami kesakitan, muntah-
muntah, mengalami keterkejutan karena perubahan penampilan yang drastis
disebabkan kerontokan rambut atau penurunan berat badan, dan stres karena
pengobatan sehingga dapat mengalami ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
2. Perubahan konsep diri
Ancaman terhadap konsep diri yang terjadi karena menurunnya fungsi
mental dan fisik pasien dapat juga mengancam interaksi sosial pasien. Meskipun
pasien penyakit terminal sering menginginkan dan membutuhkan untuk dijenguk,
namun pasien mungkin juga mengalami ketakutan bahwa kemunduran mental dan
fisiknya akan membuat orang-orang yang menjenguknya menjadi kaget dan merasa
tidak enak. Konsekuensi mengenai interaksi sosial yang tidak menyenangkan ini
dapat membuat pasien mulai menarik diri dari kehidupan sosialnya, dengan cara
membatasi orang-orang yang mengunjunginya hanya kepada beberapa orang
anggota keluarga saja. Ada beberapa alasan mengapa pasien menarik diri selain
karena khawatir terhadap pandangan orang lain mengenai kemunduran fisiknya:
a. Beberapa alasan penarikan diri dari dunia sosial merupakan hal yang normal
dan menggambarkan suatu proses kehilangan. Situasi tersebut dapat
menimbulkan kan kesulitan komunikasi menjadi lebih buruk karena sulit bagi
pasien untuk mengekspresikan perasaannya kepada orang lain sementara
pasien juga harus mempersiapkan diri untuk meninggalkan mereka.
b. Penarikan diri dapat juga disebabkan ketakutan karena akan membuat orang
lain depresi melihat dan memikirkan keadaan pasien. Pasien juga dapat merasa
bersalah karena telah menyita waktu, tenaga,dan biaya yang dimiliki
keluarganya untuk proses pengobatannya.
c. Penyebab lain penarikan diri dapat disebabkan karena pasien merasakan
kepanikan mengenai kematian yang akan segera datang dan kemarahan
terhadap kehidupan sehingga pasien ingin menyendiri.
3. Masalah-masalah komunikasi
Ketika keadaan penyakit pasien bertambah buruk, komunikasi dapat pula
menjadi menurun. Penurunan komunikasi tersebut dapat disebabkan karena
beberapa faktor. Pertama, kematian masih merupakan tema yang tabu di dalam
masyarakat sehingga jarang dibicarakan. Kedua, benda mengenai apa yang orang
ingin dengar. Pasien takut akan membuat keluarga atau staf medis merasa tidak
enak karena pasien menanyakan pertanyaan-pertanyaan tentang kematian.Anggota-
anggota keluarga mungkin juga tidak mau membahas mengenai masalah kematian
pasien karena takut pasien belum mengetahui bahwa mereka tidak lagi memiliki
harapan hidup panjang sehingga keluarga merasa bahwa pembicaraan mengenai
harapan hidup pasien akan membuat pasien stres sehingga membuat kondisi
medisnya semakin memburuk. Alasan ketiga yang menyebabkan komunikasi
menurun yaitu bahwa setiap prinsip-prinsip dalam komunikasi secara tidak
langsung memiliki alasan-alasan pribadi yang kuat untuk tidak mau mendiskusikan
kematian. kebanyakan pasien tidak ingin mendengar jawaban-jawaban dan
pertanyaan-pertanyaan mengenai penyakitnya yang mereka tidak tanyakan
walaupun sebenarnya mereka ingin mengetahui jawabannya. Hal ini dikarenakan
pasien merasa takut menghadapi jawaban bahwa mereka divonis tidak dapat
disembuhkan lagi serta tidak memiliki harapan hidup yang panjang.
Berkaitan dengan masalah masalah psikologis dan sosial yang dihadapi oleh
pasien dengan penyakit terminal, Dr. Elisabeth Kubler Ross telah mengidentifikasi
lima tahap yang mungkin dilewati oleh pasien penyakit terminal yang divonis tidak
akan hidup lama lagi yaitu:
a. Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan
klien. Pada tahap ini penolakan sering terjadi tidak saja pada penderita tetapi
juga pada keluarga. untuk perawatan yang berkualitas sebaiknya keluarga
diberi penerangan-penerangan yang intensif agar timbul kesadaran dan tidak
lari dari kenyataan.
b. Tahap amarah (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada
setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada
fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah.
Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan
merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan. Penderita
terkadang marah-marah dan tidak jarang menyalahkan keluarga, tim medis
bahkan Tuhan atau takdir yang diterimanya. Kondisi yang hipersensitif dan
ledakan emosi tidak jarang menjemukan keluarga bahkan tim medis, yang tidak
jarang diakhiri dengan saling balas-membalas oleh anggota tim.
c. Tawar-menawar (bergaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat
orang lain.
d. Tahap depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya
melewati kehilangan dan adakalanya dalam keadaan depresi, orang-orang ingin
menyendiri untuk mengumpulkan sisa tenaga dan pemikiran membuat
keputusan yang tepat.
e. Tahap Penerimaan (acceptance)
Sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada
hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa. Pada tahap ini bila ia
masih memiliki kekuatan fisik dan kejernihan berpikir maka masih ada harapan
untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Lebih lanjut lagi, Ross mencatat bahwa tidak setiap orang akan mengalami
kemajuan ketika melewati tahap-tahap tersebut, seringkali terjadi perubahan yang
amat tidak diduga dan malah mengalami kemunduran ke tahap sebelumnya.
Misalnya seorang pasien akan dapat mengatasi tahap penolakan menjadi tahap
depresi, menjadi kegusaran dan kemarahan, dan kembali lagi ke penolakan,
kemudian tawar-menawar, kemudian depresi dan selanjutnya.
Melalui tahapan-tahapan tersebut maka akan terlihat suatu gambaran
mengenai proses perubahan psikologis pada pasien terminal dalam menghadapi
kematian atau rasa kehilangannya sehingga pasien perlu mendapatkan bantuan
untuk melewati tahapan-tahapan tersebut. Sebab waktu menjelang kematian dapat
digunakan secara efektif untuk menyelesaikan urusan yang belum selesai urusan
yang belum selesai tidak berarti mengenai surat warisan tetapi lebih kepada bentuk
mengekspresikan rasa penghargaan dan kekecewaan sebelum pasien atau klien
meninggal.
Masalah-masalah psikologis dan sosial tidak hanya dialami oleh pasien.
Keluarga pasien sebagai orang orang-orang terdekat dalam kehidupan pasien secara
langsung atau tidak langsung juga terpengaruh terhadap kegelisahan yang dialami
pasien. Penyakit berat yang diderita pasien tentunya akan memberikan masalah-
masalah dalam keseimbangan keluarga. Komunikasi yang buruk sering menjadi
pangkal dari masalah-masalah dalam keluarga Karena masing-masing anggota
keluarga saling menyembunyikan perasaannya mengenai kondisi pasien Sebab
mereka beranggapan bahwa wa dengan cara seperti itu maka mereka tidak akan
menambah buruk suasana.
C. Dampak Permasalahan Psikologis Terhadap Nyeri

Nyeri adalah pengalaman yang sangat pribadi.Penderita adalah satu-satunya


yang dapat menceritakan seberapa kuat nyeri yang dideritanya. Pengalaman nyeri bukan
hanya akibat rangsangan yang mengganggu dari jaringan tubuh yang terkena saja, tetapi
banyak hal lain ikut menentukan salah satunya problem psikologi. Menurut Kristyawati
(2005) bahwa pada umumnya nyeri dirasakan lebih keras jika terdapat juga kecemasan,
depresi maupun kesepian. Penderita dengan keluhan nyeri psikologi ini akan merasakan
nyeri yang lebih hebat jika dihindari oleh keluarga dan teman-temannya. Sebaliknya jika
penderita nyeri psikologi ini diberikan kata-kata yang menentramkan dan menyenangkan
maka rasa nyeri tersebut akan berkurang.

Kecemasan itu sendiri dapat menyebabkan nyeri fisik, karena otot menjadi
tegang sehingga dapat menimbulkan nyeri pada tengkuk, kepala ataupun
punggung.Selain itu menurut Bromley (1985) depresi dapat menyebabkan gangguan fisik
seperti nyeri yang dapat mengakibatkan kemunduran dan mengganggu aktivitas
sehari-hari ditambahkan pula oleh Peenbaker dkk (1988) bahwa gangguan – gangguan
psikologis yang berhubungan dengan emosi dapat menimbulkan masalah – masalah
kesehatan.

Untuk menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu badan, dapat diambil


contoh sehari-hari misalnya : orang yang malu menjadi merah mukanya, air mata
mengalir sewaktu orang sedih, orang menjadi pucat dan gemetar sewaktu ketakutan dan
sebagainya. Seseorang yang mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan
misalnya : kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang dikasihi, dikecewakan orang
yang dipercayai atau bahkan penolakkan seksual.
D. Peran Petugas Kesehatan Dalam Tim Multidisipliner
Komponen yang terlibat dalam tim multidisipliner perawatan paliatif care terdiri
dari :
1. Dokter
Dokter memainkan peran penting dalam pelayanan paliatif interdisipliner,
harus kompeten di kedokteran umum, kompeten dalam pengendalian rasa sakit dan
gejala lain, dan juga harus akrab dengan prinsip-prinsip pengelolaan penyakit
pasien. Dokter yang bekerja di pelayanan paliatif mungkin bertanggung jawab
untuk penilaian, pengawasan dan pengelolaan dari banyak dilema pengobatan sulit.
2. Perawat
Perawat Merupakan anggota tim yang biasanya akan memiliki kontak
terlama dengan pasien sehingga memberikan kesempatan unik untuk mengetahui
pasien dan pengasuh, menilai secara mendalam apa yang terjadi dan apa yang
penting bagi pasien, dan untuk membantu pasien mengatasi dampak kemajuan
penyakit. Perawat dapat bekerja sama dengan pasien dan keluarganya dalam
membuat rujukan sesuai dengan disiplin ilmu lain dan pelayanan kesehatan
(Ferrel,2007).
3. Apoteker
Terapi obat merupakan komponen utama dari penatalaksanaan gejala
dalam pelayanan paliatif. Apoteker memastikan bahwa pasien dan keluarga
memiliki akses penting terhadap obat-obatan untuk pelayanan paliatif. Keahlian
apoteker dibutuhkan untuk memberikan informasi yang tepat mengenai dosis, cara
pemberian, efek samping dan interaksi obat-obatan yang diberikan kepada pasien
untuk menjalani terapi paliatifnya.
4. Pekerja sosial dan psikolog
Pekerja sosial dan psikolog perannya membantu pasien dan keluarganya
dalam mengatasi masalah pribadi dan sosial, penyakit dan kecacatan, serta
memberikan dukungan emosional/konseling selama perkembangan penyakit dan
proses berkabung. Masalah pribadi biasanya akibat disfungsi keuangan, terutama
karena keluarga mulai merencanakan masa depan (Ferell,2007).
5. Pelaku Rawat (caregiver)
a. Melakukan atau membantu pasien melakukan perawatan diri dan kegiatan
sehari-hari (memandikan,memberi makan,beraktifitas sesuai kemampuan
pasien,dll)
b. Memberikan obat dan tindakan keperawatan sesuai anjuran dokter
c. Melaporkan kondisi pasien kepada perawat
d. Mengidentifikasi dan melaporkan gejala fisik dan gejala lain kepada perawat
6. Rohaniawan
Rohaniawan membantu mengatasi pertanyaan yang berkaitan dengan
makna kehidupan. Rohaniawan, berkoordinasi dengan anggota tim paliatif lainnya,
diharapkan mampu menganalisa kebutuhan rohani dan keagamaan bagi pasien dan
keluarga serta memberikan dukungan dalam tradisi keagamaan, mengorganisir
ritual keagamaan yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarganya.

E. Cara Pengkajian Pada Pasien Yang Berbeda Latar Belakang Budaya


Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem
perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan
keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan
keperawatan yaitu:
1. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan
nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan
atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap
pagi.
2. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu
klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan.
Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang
lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein
hewani yang lain.
3. Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang
lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan


asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan
oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar,
1995). Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise
Model” yaitu:
1. Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan
alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat
untuk mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya
sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut,
status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan
dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah
suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya
terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang
oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang
dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari
dan kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan
kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang
boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material
yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang
harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka
keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan
individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif
mandiri tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.

Prinsip-prinsip pengkajian budaya:


a. Jangan menggunakan asumsi.
b. Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang pelit,orang
Jawa halus.
c. Menerima dan memahami metode komunikasi.
d. Menghargai perbedaan individual.
e. Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.
f. Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi.
DAFTAR PUSTAKA

Andrew,M.M., & Boyle,J.S. (1995). Transcultural concepts in Nursing Care, Second


edition.Philadelphia, J.B Lippincot company.

Ferrell,B.R & Coyle,N.(2003). Textbook of palliative nursing, 2nd ed.New York : Oxford
university Press

Geiger & Davidhizar. (1995). Transcultural Nursing Assesment and intervention, second
edition. St Louis Mosby.

Kristyawati,D. (2005). Orthopaedi : Nyeri Psikologi. Surakarta : Rumah Sakit Orthopedi


Prof. DR. R Soeharso

Anda mungkin juga menyukai