Kedokteran Gigi Di Islam Barat Dan Indon
Kedokteran Gigi Di Islam Barat Dan Indon
sakit maag maupun sakit hati. Artikel ini hanya sekilas saja mengulas kemunculan
ilmu kedokteran gigi di masa lampau, meliputi Mesir, Islam, Barat dan Indonesia.
Ilmu kedokteran gigi sudah ada sejak Fir'aun ramses II. Dr Ja'far khadem yamani
menyatakan pada saat itu sudah ada tabib ahli gigi yang tinggal di istana Fir'aun
yang bernama Bahabb Azz. Seribu tahun sebelum kelahiran Nabi Musa AS, orang-
orang Akadia dan Mesir sudah mampu membuat alat berupa pinset gigi,
pengikiran gigi dan tang pencabut gigi.2 Kini di Mesir tumbuh jurusan kedokteran
gigi. Wajib ditempuh selama 5 tahun plus 1 tahun magang di klinik gigi. Misalnya
di Ain Shams University, Alexandria University, Suez canal University dan al-Azhar
University.
Alumni Jurusan studi Islam di Pascasarjana UIN Malang dan kini menjadi Pendidik di MTS
1
“Muntehab al-sifa”, isinya terkait pengobatan untuk penyakit gigi. Dalam buku ini
juga Haci pasha menyoroti kaitan antara sakit gigi dengan telinga. Di era
terdapat sosok Ibn hamun yang menulis monograf pertama tentang sejarah
kedokteran gigi di Turki.4
Di benua Amerika, ilmu kedokteran gigi tak luput dari sejarah pendirian
University of Maryland School of Dentistry. Kampus yang didirikan tahun 1840 ini
dinobatkan sebagai kampus yang menyediakan fakultas kedokteran gigi pertama
di dunia. Prof Chapin A. Harris adalah dekan pertama di kampus tersebut sekaligus
guru besarnya. Kampus ini resmi membuka pendaftaran pada 3 November 1840.
Ketika itu hanya memiliki 5 peserta didik.5 Jika di benua Amerika ditandai dengan
berikutnya, menurut Amolak singh disana baru didirikan the Royal college of
Surgeons.6
3
Ibid. hal 96
Huriye Colaklar, History of Dentistry from the Period of the Ottoman Empire to the Republican
4
Artsen School (NIAS) pada tahun 1913. Karena lembaga kedokteran gigi belum
ada maka kebutuhan akan tenaga kesehatan gigi (dokter gigi) didatangkan
langsung dari Eropa (Belanda). Namun jumlah dokter gigi dari Eropa yang bisa
dan mau bekerja di Hindia Belanda pada waktu itu amat terbatas, itupun sebagian
besar hanya untuk melayani orang-orang Eropa yang tinggal di sini. Jika orang-
orang pribumi menderita penyakit gigi maka sebagian besar dibawa ke dukun
atau tabib dengan pengobatan tradisional, dan sebagian lagi dibiarkan sembuh
dengan sendirinya.7
Hingga tahun 1950, Indonesia baru memiliki dua universitas negeri, yakni UGM
di Yogyakarta dan Universitas Indonesia (UI). Selanjutnya tanggal 10 Nopember
salah satu faktor yang menghambat upaya peningkatan pelayanan kesehatan gigi.
Saat ini institusi pendidikan kedokteran gigi masih terkonsentrasi di pulau Jawa.
7
Aprilia Ekawati Utami dkk, Potret Ketersediaan dan Kebutuhan Tenaga Dokter Gigi, (Jakarta: Dikti
2011), hal 4
8
Ibid, hal 7
9
Ibid, hal 1