Sebagai seorang guru ilmu kedokteran, Al-Zahrawi begitu mencintai murid-muridnya. Dalam AlTasrif, dia mengungkapkan kepedulian terhadap kesejahteraan siswanya. Al-Zahrawi pun
mengingatkan kepada para muridnya tentang pentingnya membangun hubungan yang baik
dengan pasien. Menurut Al-Zahrawi, seorang dokter yang baik haruslah melayani pasiennya
sebaik mungkin tanpa membedakan status sosialnya.
Dalam menjalankan praktik kedokterannya, Al-Zahrawi menanamkan pentingnya observasi
tertutup dalam kasus-kasus individual. Hal itu dilakukan untuk tercapainya diagnosis yang akurat
serta kemungkinan pelayanan yang terbaik. Al-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para
dokter berpegang pada norma dan kode etik kedokteran, yakni tak menggunakan profesi dokter
hanya untuk meraup keuntungan materi.
Menurut Al-Zahrawi profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang orang. Pada masa itu,
dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi bedah kepada dokter atau
dukun yang mengaku-ngaku memiliki keahlian operasi bedah. Hanya dokter yang memiliki
keahlian dan bersertifikat saja yang boleh melakukan operasi bedah. Mungkin karena itulah di
era modern ini muncul istilah dokter spesialis bedah (surgeon).
Kehebatan dan profesionalitas Al-Zahrawi sebagai seorang ahli bedah diakui para dokter di
Eropa. Tak diragukan lagi, Al-Zahrawi adalah kepala dari seluruh ahli bedah. Ucap Pietro
Argallata. Kitab Al-Tasrif yang ditulisnya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard
of Cremona pada abad ke-12 M. Kitab itu juga dilengkapi dengan ilustrasi. Kitab itu menjadi
rujukan dan buku resmi sekolah kedokteran dan para dokter serta ahli bedah Eropa selama lima
abad lamanya pada periode abad pertengahan.
Sosok dan pemikiran Al-Zahrawi begitu dikagumi para dokter serta mahasiswa kedokteran di
Eropa. Pada abad ke-14, seorang ahli bedah Perancis bernama Guy de Chauliac mengutip AlTasrif hampir lebih dari 200 kali. Kitab Al-Tasrif terus menjadi pegangan para dokter di Eropa
hingga terciptanya era Renaissance. Hingga abad ke-16, ahli bedah berkebangsaan Prancis,
Jaques Delechamps (1513M-1588M) masih menjadikan Al-Tasrif sebagai rujukan.
Al-Zahrawi tutup usia di kota Cordoba pada tahun 1013Mdua tahun setelah tanah
kelahirannya dijarah dan dihancurkan. Meski Cordoba kini bukan lagi menjadi kota bagi umat
Islam, namun namanya masih diabadikan menjadi nama jalan kehormatan yakni Calle
Albucasis. Di jalan itu terdapat rumah nomor 6 yakni rumah tempat Al-Zahrawi pernah tinggal
. Kini rumah itu menjadi cagar budaya yang dilindungi Badan Kepariwisataan Spanyol.
Sang penemu puluhan alat bedah modern
Selama separuh abad mendedikasikan dirinya untuk pengembangan ilmu kedokteran khususnya
bedah, Al-Zahrawi telah menemukan puluhan alat bedah modern. Dalam kitab Al-Tasrif, bapak
ilmu bedah itu memperkenalkan lebih dari 200 alat bedah yang dimilikinya. Di antara ratusan
koleksi alat bedah yang dipunyainya, ternyata banyak peralatan yang tak pernah digunakan ahli
bedah sebelumnya.
Menurut catatan, selama karirnya Al-Zahrawi telah menemukan 26 peralatan bedah. Salah satu
alat bedah yang ditemukan dan digunakan Al-Zahrawi adalah catgut. Alat yang digunakan untuk
menjahit bagian dalam itu hingga kini masih digunakan ilmu bedah modern. Selain itu, juga
menemukan forceps untuk mengangkat janin yang meninggal. Alat itu digambarkan dalam kitab
Al-tasrif.
Dalam Al-Tasrif, Al-Zahrawi juga memperkenalkan penggunaan ligature (benang pengikat luka)
untuk mengontrol pendarahan arteri. Jarum bedah ternyata juga ditemukan dan dipaparkan secara
jelas dalam Al-Tasrif. Selain itu, Al-Zahrawi juga memperkenalkan sederet alat bedah lain hasil
penemuannya.
Peralatan penting untuk bedah yang ditemukannya itu antara lain, pisau bedah (scalpel), curette,
retractor, sendok bedah (surgical spoon), sound, pengait bedah (surgical hook), surgical rod, dan
specula. Tak cuma itu, Al-Zahrawi juga menemukan peralatan bedah yang digunakan untuk
memeriksa dalam uretra, alat untuk memindahkan benda asing dari tenggorokan serta alat untuk
memeriksa telinga. Kontribusi Al-Zahrawi bagi dunia kedokteran khususnya bedah hingga kini
tetap dikenang dunia.
Pendidikan Ilmu Bedah di Indonesia yang diawali dengan kedatangan dokter spesialis bedah
pertama dari Negeri belanda pada tahun 1889 yaitu dr CH Stratz, kemudian diikuti oleh dr JA
Koch, P Koefoed, HFP Maaslans, PH Schoonzeid, HC Van den Vrijhoef pada tahun 1894.
Dilanjutkan pada tahun 1915 dr R Lesk dan dr Wieberdink yang mulai mengajar di STOVIA,
dengan puncaknya pada tahun 1932 dr T Reddingius diangkat menjadi guru besar ilmu bedah di
Indonesia.
Pada 19 April tahun 1941 di Bandung didirikan perhimpunan Indie untuk Ilmu bedah
(Nederlandsch Indische Vereeniging voor Heelkunde).
Pada tahun 1942 sudah mulai pendidikan spesialis bedah secara magang di Batavia dan Surabaya
(oleh dokter bedah Belanda). Pada era kemerdekaan, pada tahun 1945 pendidikan dokter
spesialis bedah oleh pendidik bangsa Indonesia dimulai, di Jakarta dibawah pimpinan dokter
Sutan Asin, di Semarang dokter Margono Soekaryo, di Surabaya dokter M Soetoyo.
Pada tahun 1954, perhimpunan dokter spesialis bedah dibentuk dengan nama Perhimpunan Ahli
Bedah Indonesia (PABI) dengan ketua pertama Prof dokter Margono Soekaryo diresmikan pada
Kongres IDI tahun 1955 di Semarang. Pada tahun 1967 perhimpunan ini berganti nama menjadi
Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) pada Kongres Nasional I IKABI di Semarang.
Setelah perubahan Anggaran Dasar IKABI pada Muktamar IKABI (MABI ke XIV) tahun 2002
di Denpasar Bali, sejalan dengan terbaginya IKABI menjadi 10 Organisasi Profesi Lingkungan
Bedah (OPLB), dimana tujuh OPLB menjadi anggota langsung ke MPPK-IDI sebagai
perhimpunan profesi, tiga OPLB yaitu IKABDI, PERABOI, PESBEVI tidak terdaftar pada
MPPK-IDI, tetap melalui IKABI ke IDI. Maka sebagai konsekuensinya setiap perhimpunan
membentuk kolegium masing masing secara struktural.
Kolegium Ilmu Bedah Indonesia secara defacto semula hanya mengampu pendidikan dokter
spesialis Bedah Umum saja. Sesuai UU No 29 tahun 2004 Tentang praktik kedokteran, kolegium
sub spesialis ; Kolegium Ilmu Bedah Digestif (KIBDI), Kolegium Bedah Onkologi, dan
Kolegium Ilmu Bedah Vaskuler dan Endovaskuler berada dalam naungan Kolegium Ilmu Bedah
Indonesia (disingkat KIBI).
Dengan berdirinya PABI pada tahun 2002 sebagai perhimpunan dokter spesialis bedah umum
dalam lingkup IKABI, maka kedudukan Kolegium Ilmu bedah Indonesia yang mengampu
pendidikan dan pelatihan peserta didik Program studi dokter spesialis bedah umum menjadi
badan otonom didalam lingkup PABI. Akibat lanjutnya sesuai UU No 29 itu, Kolegium Ilmu
Bedah Digestif, Kolegium Bedah Onkologi, Kolegium Ilmu Bedah Vaskuler dan Endovaskuler
berada dalam lingkungan KIBI. Oleh karena KIBI dalam lingkungan PABI, maka representasi
ketiga kolegium dan organisasi profesi dalam lingkungan Bedah Umum seyogiyanya berada
dalam majelis yang menaungi KIBI.
Akhirnya Keputusan Muktamar IKABI XIX 12-14 Juli 2012 di Denpasar-Bali dilakukan
pengesahan revisi AD-ART, dan kesepuluh OPLB dan Kolegium dalam lingkungan IKABI perlu
menyesuaikan dengan AD-ART IKABI.
Bedah Konvensional
Beberapa abad kemudian, tim medis sudah memiliki peralatan yang lebih canggih. Mulai dari
alat pembedahan yang dijaga kesterilannya, alat bius yang memudahkan supaya tidak sakit, dan
upaya pemulihan yang baik. Dan teknik pembedahan yang dilakukan adalah teknik pembedahan
secara manual atau konvensional.
Kali ini operasi masih menggunakan pisau bedah atau gunting bedah. Proses pembedahan sudah
memiliki aturan yang pasti. Suatu prosedur pembedahan. Proses penjahitan luka juga telah
menggunakan benang dan jarum khusus untuk tubuh manusia. Tapi proses pembedahan ini perlu
membuka ruang yang lebar di bagian tubuh untuk dapat dilakukannya operasi. Sering kali dalam
beberapa kasus, dapat terjadi pendarahan karena luka yang terlalu lebar. Infeksi juga dapat
menyebar lebih banyak karena luka yang agak sulit kering tersebut. Perlu perawatan dan
penanganan yang sangat intensif untuk mebuat operasi ini berjalan aman.
Bedah Invansif
Namun, kini operasi bisa dilakukan hanya dengan lubang kecil yangdibuat
dengan dimasukan suatu selongsong yang kemudian diisikan kabel, kamera
yang bisa diamati melalui monitor, gunting, alat penyedot, pinset, dll yang
kemudian, sang dokter hanya tinggal menggerakan kabel tersebut dengan
menggunakan joystick. Sayatan umumnya berjumlah 3 buah dengan ukuran
maksimal 0,5-1 cm. Lubang pertama dibuat dibawah pusar. Kemudian di
lubang ini akan dimasukan kamera dan cahaya. Sementara 2 lubang lainnya
akan dibuat di agak bawah dan dimasukkan alat bedah lainnya seperti
gunting, pinset, dll.
Melalui sayatan-sayatan ini, juga akan dimasukan semacam teropong yang
akan disambungkan ke layar monitor televisi dan gas. Hasil operasi ini dapat
dibuat print outnya atau bahkan dibuat video. Tenik ini disebut teknik
Laparoscopy. Dan ada juga teknik bedah yang tak kalah moderen, yaitu
menggunakan Robotic Surgery.
A. Laparoscopy
Laparoscopy mulanya diperkenalkan pada tahun 1902 oleh George Kelling
dari Dresden yang melakukan operasi pada anjing dengan menggunakan
teknik laparoscopy. Namun, baru pada tahun 1910 Jacobeus melakukannya
pada manusia. Tapi, pembelajaran tentang teknik laparoscopy ini baru
menyebar sekitar tahun 1966 di Amerika Serikat. Dan baru pada tahun 1980
operasi laparoscopy ini dilakukan di German untuk kasis Appendicitis atau
usus buntu.
Peralatan Laparoscopy
B.
Robotic Surgery
Dengan kemajuan teknologi sekarang ini banyak penyakit-penyakit yang
sudah dapat disembuhkan, begitu juga dengan penyakit yang memerlukan
pembedahan. Pembedahan terbuka sekarang sudah mulai dikurangi dengan
ditemukannya alat Minimal Invasif seperti Laparoskopi sehingga resiko
operasi terbuka dapat dikurangi seperti infeksi, kehilangan darah yang
banyak, perawatan yang lama dll. Salah satu pengembangan untuk minimal
invasive yang jauh lebih maju dengan pembedahan menggunakan robot
adalah Robotic Surgery.
Robotic Surgery adalah bentuk dari
Boyanica
Jumat, 05 Agustus 2011
KONSEP DASAR KEPERAWATAN PERIOPERATIF
A. Landasan Teoritis Keperawatan Perioperatif
1.Defenisi
Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil. Hal
ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan sosial
ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan penyuluhan untuk
mengurangi kecemasan pasien. Meliputi penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan
sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah,
Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah, Scrub Nurse /
Perawat Instrumen
Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi dan
anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).
c. Fase Post operatif
Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra
operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room)/ pasca anaestesi
dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama
periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi
vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang
penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah.
Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room)
Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak insisi bedah,
perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi
yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan transportasi dari kamar operasi ke
ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan diberikan
pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko
injury. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi
sanagat luas.
b. Urgen Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam.
c.
Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
Diperlukan Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih.
perbaikan vaginal.
Pilihan Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien.
Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh :
bedah kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
a.
Minor Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim.
Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tanda-tanda
syok adalah : Pucat , Kulit dingin, basah, Pernafasan cepat, Sianosis pada bibir, gusi dan lidah,
Nadi cepat, lemah dan bergetar , Penurunan tekanan darah, Urine pekat.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait
dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi pernafasan, memberikan dukungan
psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau reaksi pasien terhadap pengobatan, dan
peningkatan periode istirahat.
b. Perdarahan
Penatalaksanaannya
membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus. Kaji
penyebab perdarahan, Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan.
c.
d.
Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan
vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih. Intervensi keperawatan
yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membatu mengeluarkan urine dari
kandung kemih.
e.
f.
Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak.
Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ.
g. Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang
terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat
arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak
nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat
mengurangi resiko embolus pulmonal.
h. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang mengalami pembedahan
abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan distensi abdomen.
Pengkajian Psikologis meliputi perasaan takut / cemas dan keadaan emosi pasien
Pengkajian Fisik pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu.
Sistem integument apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit kulit di area badan.
Sistem Kardiovaskuler apakah ada gangguan pada sisitem cardio, validasi apakah pasien
menderita penyakit jantung ?, kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi., Kebiasaan
operasi.
Sistem gastrointestinal apakah pasien diare ?
Sistem reproduksi apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
Sistem saraf bagaimana kesadaran ?
Validasi persiapan fisik pasien apakah pasien puasa, lavement, kapter, perhiasan, Make up,
Scheren, pakaian pasien / perlengkapan operasi dan validasi apakah pasien alaergi terhadap
obat ?
b. Pengkajian fase Intra Operatif
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi
total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah
dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji adalah :
Pengkajian mental Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka
sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi
Status respirasi Meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman pernafasaan, kecepatan dan sifat
pernafasan dan bunyi nafas.
Status sirkulatori Meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.
Status neurologis Meliputi tingkat kesadaran.
Balutan Meliputi : keadaan drain dan terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem
drainage.
Kenyamanan Meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah
Keselamatan Meliputi : diperlukan penghalang samping tempat tidur, kabel panggil yang
drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.
Nyeri Meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang memperberat /
memperingan.
2. Asuhan Keperawatan Perioperatif
NO.
NANDA
NOC
NIC
1. Pre Operatif
Tujuan
: cemas dapatPenurunan kecemasan
Cemas b.d krisisterkontrol.
Bina hubungan saling percaya dengan klien
situasional
Kriteria hasil :
/ keluarga
Operasi
Kaji tingkat kecemasan klien.
Secara verbal dapat
Tenangkan klien dan dengarkan keluhan
mendemonstrasikan teknik
klien dengan atensi
menurunkan cemas.
Jelaskan semua prosedur tindakan kepada
Mencari informasi yang
dapat menurunkan cemas klien setiap akan melakukan tindakan
Dampingi klien dan ajak berkomunikasi
Menggunakan teknik
relaksasi
untukyang terapeutik
Berikan kesempatan pada klien untuk
menurunkan cemas
Menerima
statusmengungkapkan perasaannya.
Ajarkan teknik relaksasi
kesehatan.
Bantu klien untuk mengungkapkan hal-hal
yang membuat cemas.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
untuk pemberian obat penenang,
2.
Pre Operatif
Tujuan : bertambah-nyaPendidikan kesehatan : proses penyakit
Kurang
pengetahuan
pasien
Kaji tingkat pengetahuan klien.
Pengetahuan b.dtentang penyakitnya.
Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda
keterbatasan
Pengetahuan:
Prosesgejala serta komplikasi yang mungkin
informasi tentangPenyakit
terjadi
penyakit
danKriteria hasil :
Berikan informasi pada keluarga tentang
proses operasi
Pasien mampu men-perkembangan klien.
jelaskan
penyebab,
Berikan informasi pada klien dan keluarga
komplikasi
dan
caratentang tindakan yang akan dilakukan.
pencegahannya
Diskusikan pilihan terapi
Post Operatif
Tujuan : kerusakan per-Pengelolaan jalan napas
Gangguan
tukaran gas tidak terjadi Kaji bunyi paru, frekuensi nafas,
pertukaran
gasStatus
Pernapasan:kedalaman dan usaha nafas.
Auskultasi bunyi napas, tandai area
b.d efek sampingventilasi
penurunan atau hilangnya ventilasi dan
dari anaesthesi. Kriteria hasil :
adanya bunyi tambahan
Status neurologis DBN
Pantau hasil gas darah dan kadar elektrolit
Dispnea tidak ada
Pantau status mental
PaO2, PaCO2, pH arteri
Observasi terhadap sianosis, terutama
dan SaO2 dalam batas
membran mukosa mulut
normal
Pantau status pernapasan dan oksigenasi
Tidak ada gelisah,
Jelaskan penggunaan alat bantu yang
sianosis, dan keletihan
diperlukan (oksigen, pengisap,spirometer)
Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
Laporkan perubahan sehubungan dengan
pengkajian data (misal: bunyi napas, pola
napas, sputum,efek dari pengobatan)
Berikan oksigen atau udara yang
dilembabkan sesuai dengan keperluan
4.
Post Operatif
Tujuan
:
kerusakanPerawatan luka
Kerusakan
integritas
kulit
tidak
Ganti balutan plester dan debris
integritas
kulitterjadi.
Cukur rambut sekeliling daerah yang
b.d luka postPenyembuhan
Luka:terluka, jika perlu
Catat karakteristik luka bekas operasi
operasi
Tahap Pertama
Catat katakteristik dari beberapa drainase
Kriteria hasil :
Kerusakan kulit tidak ada Bersihkan luka bekas operasi dengan sabun
antibakteri yang cocok
Eritema kulit tidak ada
Post Operatif
Tujuan : Nyeri dapatManajemen Nyeri :
Nyeri akut b.dteratasi.
Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
proses
Kontrol Resiko
faktor presipitasi ).
pembedahan
Kriteria hasil :
Observasi reaksi NV dr ketidak nyamanan.
Klien melaporkan nyeri
berkurang dg scala 2-3 Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
Ekspresi wajah tenang
1.
2.
iDhA HeRwATi6 April 2014 00.03
sangat membantu
mkasih................
Balas
Muat yang lain...
Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Arsip Blog
2011 (1)
o Agustus (1)
Pengikut
Template Watermark. Gambar template oleh A330Pilot. Diberdayakan oleh Blogger.
PENDAHULUAN
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua pasien.
Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak
heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan
kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala
macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa
akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat mempunyai
peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama
maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan
klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada
setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter
bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses
perioperatif.
Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan
yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang
paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adalahhal yang baik/benar.
Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang
pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk melibatkan
pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif. Tindakan perawatan perioperatif yang ?
berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan
kesembuhan pasien.
Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti oleh perubahan
pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus tertentu, misalnya : hernia. Pasien
dapat mempersiapkan diri dengan menjalani pemeriksaan dignostik dan persiapan praoperatif
lain sebelum masuk rumah sakit. Kemudian jika waktu pembedahannya telah tiba, maka pasien
bisa langsung mendatangi rumah sakit untuk dilakukan prosedur pembedahan. Sehingga akan
mempersingkat waktu perawatan pasien di rumah sakit.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman
fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif
adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu?
preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase. Masing- masing fase di mulai
pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang
membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas
keperawatan yang luas yan dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan
dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan
dukungan dari tim kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan
pasien dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima. ?
Berikut adalah gambaran umum masing-masing tahap dalam keperawatan perioperatif
Phases of Surgery
Phase Description Typical activities
PRE OPERATIVE Begins with decision for surgery and ends when the patient in transfered to
the operating room; aims to prepare patient for surgery Pre operative patient teaching, skin
preparation, medication administration
INTRA OPERATIVE Begins when patient is laced on the operating room bed and ends when the
patient transferred to the postanesthesia care unit (PACU); aims to protect the patiens during
surgery Surgical asepsis, minimazing traffic flow, maintaning patient safety
POST OPERATIVE Begins when the patient admitted to the PACU and ends when surgery
related nursing care is no longer required; aims to alliviate the patient?s pain and nausea and
support the patient until normal physiologic responses return Monitoring fluid intake dan output,
assesing cardiac and respiratory function, meeting nutritional and activity needs, providing
guidace and return to functional level.
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri
ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut
dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara
pra operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir
saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
mencakup ?pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan
kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.
Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat
scrub, atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-
fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya.
Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya.
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat
diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
B. PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN
I. PERSIAPAN FISIK
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
a. Persiapan di unit perawatan
b. Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum,
meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan
keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler,
status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. ?
Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien
tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya
haid lebih awal.
b. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein
yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi,
dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka
yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan
kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian
juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya
dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l),
kadar kalium serum (normal : 3,5 ? 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 ? 1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi
mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal
baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti
oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung
dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam
(biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan
kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi
pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada
pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (naso gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren)
harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur.
Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman.
Daeran yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang
dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait
daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan. ?
f. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat
merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada
pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah
operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan
personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan.
h. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai
persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk
dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
1. Latihan nafas dalam
2. Latiihan batuk efektif
3. latihan gerak sendi
setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan
operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena
justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang
usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah
menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi
dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis
vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi
tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka
pasien diminta melakukan secara mandiri.
Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami
pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan mempengaruhi proses
penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan.
Demikian juga faktor usis/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor
resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien
sebelum dilakukan pembedahan/operasi.
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
1. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih
besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan
pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
2. Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan
dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi
maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses
penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C,
vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali
sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan
mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit
dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan
karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu,
distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih
sering pada pasien obes.
3. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal
menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga
pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan
maupun pasca pembedahan sangat tinggi.
4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak
terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah
terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga
akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang
berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat
terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan
kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
5. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi
arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
6. Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah
sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada
kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan
operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan
pemasangan NGT.
II. PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan.
Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa menentukan
tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud
adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan
lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan
berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa
menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan
operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani
operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium
terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time)
darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi
berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien
sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung
pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
a. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah
fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnrtic
Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop),
EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit,
LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium,
natrium, dan chlorida), CT ?BT, ureum kretinin, BUN, dll.? Bisa juga dilakukan pemeriksaan
pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
c. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk
memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan
apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
d. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang
normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan
diambil darahnya jam 8 pagi)? dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
e. Dan lain-lain
PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan
mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan
karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran
darah dan sistem saraf. Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade Status fisik Mortality (%)
I Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan herinia ingunalis
tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat 0,05
II Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit yang akan
dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita dengan
diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi 0,4
III Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan komplikasi pembuluh
darah dan datang dengan appendisitis akut. 4,5
IV Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki
dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard 25
V Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan dilakukan sebagai pilihan
terakhir. Misal: penderita syok berat karena perdarahan akibat kehamilan di luar rahim pecah. 50
INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang
sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu
Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis,
operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani
tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan
merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan
operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat
pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera
setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi
nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)
Saksi dari Rumah Sakit, Saksi dari keluarga,
_____________________________________________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)
coret yang tidak perlu
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di
situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk
memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien
samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang
terletak di depan kamar operasi.
OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan permedikasi
untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan
premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis
biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis
biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali.
Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
C. PERSIAPAN PASIEN DI KAMAR OPERASI
Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk ke ruang perawatan
sampai saat pasien berada di kamar operasi sebelum tindakan bedah dilakukan. Persiapan di
ruang serah terima diantaranya adalah prosedur administrasi, persiapan anastesi dan kemudian
prosedur drapping.
Di dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan terhdap pasien yaitu berupa tindakan
drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan peralatan alat tenun (disebut : duk) steril
dan hanya bagian yang akan di incisi saja yang dibiarkan terbuka dengan memberikan zat
desinfektan seperti povide iodine 10% dan alkohol 70%.
Prinsip tindakan drapping adalah:
Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur drapping.
Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengatahui dengan baik dan benar
prosedur dan prinsip-prinsip drapping.
Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan tang digunakan steril
dan tidak bocor.
Pada saat pelaksanaan tindakan drapping, perawat bertindak sebagai omloop harus berdiri di
belakang instrumentator untuk mencegah kontaminasi.
Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat tenun mudah bergeser.
Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai operasi selesai dan harus di jaga
kesterilannya.
Jumlah lapisan penutup yang baik minimal 2 lapis, satu lapis menggunkan kertas water prof
atau plastik steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat tenun steril.
Teknik Drapping :
Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi harus kering
Jangan memasang drape dengan tergesa-gesa, harus teliti dan memepertahankan prinsip steril
Pertahankan jarak antara daerah steril dengan daerah non steril
Pegang drape sedikit mungkin
Jangan melintasi daerah meja operasi yang sudah terpasang drape/alat tenun steril tanpa
perlindungan gaun operasi.
Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi daerah yang tidak steril.
Jangan melempar drape terlalu tinggi saat memasang drape (hati-hati menyentuh lampu
operasi)
Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi. Maka perawat omloop bertugas
menyingkirkan alat tenun tersebut.
Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum tertutup.
Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian kepala meja operasi,
jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu.
Jika ragu-ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut dianggap
terkontaminasi.
Tindakan keperawatan pre operetif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam
rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk
menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta
pemeriksaan mental sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien
berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan.
Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak
pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing
komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan
pasien secara paripurna.
KEPERAWATAN INTRA OPERATIF
_____________________________________________________________________________
A. PENDAHULUAN
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas
yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di
ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani
prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang
mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik
fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya
berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus
berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan
menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang
kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum
anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli
anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan
pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan
scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being)
pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan
pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di
ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini
sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian
praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA
diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi,
penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai
pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter
bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di
unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan,
permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan
dan dikomunikasikan dengan staff PACU.
B. PRINSIP-PRINSIP UMUM
a. Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang memungkinkan
terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi,
tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain
alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-alat yang dipakai personel
operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara
membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan
b. Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan
steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan
steril). Semua anggota tim operasi harus memahami konsep tersebut diatas untuk dapat
memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga menghilangkan
atau? meminimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan bahaya infeksi yang
muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga
digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang
didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya penularan berbagai
penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah, cairan peritoneum, dll) seperti
HIV/AIDS, Hepatitis dll.
c. Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan
melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril.
Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan
tindakan drapping.
d. Prinsip asepsis instrumen
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam
keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi alat,
mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan menggunakan teknik tanpa
singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.
C. FUNGSI KEPERAWATAN INTRA OPERATIF
Selain sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin kelancaran jalannya
operasi dan menjamin keselamatan pasien selama tindakan pembedahan. Secara umum fungsi
perawat di dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam hubungan aktivitas-aktivitas
sirkulasi dan scrub (instrumentator).
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi keselamatan dan kebutuhan
pasien dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang
operasi. Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu yang sesuai,
kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi dan ketersediaan berbagai material
yang dibutuhkan sebelum, selama dan sesudah operasi. Perawat sirkuler juga memantau praktik
asepsis untuk menghindari pelanggaran teknik asepsis sambil mengkoordinasi perpindahan
anggota tim yang berhubungan (tenaga medis, rontgen dan petugas laboratorium). Perawat
sirkuler juga memantau kondisi pasien selama prosedur operasi untuk menjamin keselamatan
pasien.
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse ?termasuk melakukan desinfeksi lapangan pembedahan
dan drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang
dibutuhkan untuk pembedahan. Selain itu perawat scrub ?juga membantu dokter bedah selama
prosedur pembedahan dengan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan seperti
mengantisipasi instrumen yang dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain serta terus
mengawasi kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup perawat
harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan bahwa semua jarum, kassa dan
instrumen sudah dihitung lengkap
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan perawat tentang
anatomi, perawatan jaringan dan prinsip asepsis, mengerti tentang tujuan pembedahan,
pemahaman dan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan untuk bekerja
sebagai anggota tim yang terampil dan kemampuan untuk menangani segala situasi kedaruratan
di ruang operasi.
D. AKTIVITAS KEPERAWATAN SECARA UMUM
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu :
a. Safety Management
b. Monitoring Fisiologis
c. Monitoring Psikologis
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur
pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah :
1. Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan memudahkan
pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi operasi berkaitan dengan
perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien ditempatkan pada posisi tertentu. Faktor
penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah:
a. Daerah operasi
b. Usia
c. Berat badan pasien
d. Tipe anastesi
e. Nyeri : normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami gangguan pergerakan, seperti
artritis.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan penekanan
yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi :
a. Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang berbeda akan
membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi, appendiktomi,
mastectomy atau pun reseksi usus.
Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal : Lamninectomy
Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering digunakan untuk
operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis.
Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya digunakan untuk
operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal seperti : Hemmoiroidektomy
Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul. .
b. Pemajanan area pembedahan
-Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan
pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah operasi
dengan teknik drapping
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan sedemikian
rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan
keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
2. Memasang alat grounding ke pasien
3. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama
operasi sehingga pasien kooperatif.
4. Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus, oksigen,
jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
1. Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. Pemenuhan
balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang masuk dan yang keluar
(cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang
terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus.
2. Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat apakah
kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi
dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.
3. Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien masih dalam
batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi secepatnya.
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien? kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)
Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain :
1. Memanage keamanan fisik pasien
2. Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
D. TIM OPERASI
Setelah kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar operasi, maka sekarang
kita akan membahas anggota tim yang terlibat dalam operasi. Anggota tim operasi secara umum
dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu anggota tim steril dan anggota tim non steril. Berikut
adalah bagan anggota tim operasi.
Steril :
a. Ahli bedah
b. Asisten bedah
c. Perawat Instrumentator (Scub nurse)
Non Steril :
a. Ahli anastesi
b. Perawat anastesi
c. Circulating nurse
d. Teknisi (operator alat, ahli patologi dll.)
Surgical Team
Perawat steril bertugas :
a. Mempersiapkan pengadaan alat dan bahan yang diperlukan untuk operasi
b. Membatu ahli bedah dan asisten saat prosedur bedah berlangsung
c. Membantu persiapan pelaksanaan alat yang dibutuhkan seperti jatrum, pisau bedah, kassa dan
instrumen yang dibutuhkan untuk operasi.
Perawat sirkuler bertugas :
a. Mengkaji, merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi aktivitas keperawatan
darah pasien dengan tujuan untuk menurunkan jumlah perdarahan pada bagian yang dioperasi,
sehingga menungkinkan operasi lebih cepat dilakukan dengan jumlah perdarahan yang sedikit.
Hipotensi yang disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atu suntikan medikasi yang
mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen anastetik inhalasi yang biasa
digunakan adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi diinduksi ini, maka perlu kewaspadaan perawat untuk selalu
memantau kondisi fisiologis pasien, terutama fungsi kardiovaskulernya agar hipotensi yang tidak
diinginkan tidak muncul, dan bila muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa segera
ditangani dengan penanganan yang adekuat.
Hipotermi
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6 ? 37,5 oC).
Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai akibat suhu rendah di
kamar operasi (25 ? 26,6 oC), infus dengan cairan yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, kavitas
atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang
digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah
atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal? (25 ? 26,6 oC) jangan lebih rendah dari suhu
tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC, gaun operasi pasien dan selimut
yang basah harus segera diganti dengan gaun dan selimut yang kering. Penggunaann topi operasi
juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotermi. Penatalaksanaan pencegahan
hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat periode intra operatif saja, namun juga sampai saat
pasca operatif.
Hipertermi Malignan
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka mortalitasnya sangat
tinggi lebih dari 50%. Sehingga diperlukan penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan
terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi
inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi
malignan.
Ketika diinduksi agen anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma akan dilepaskan ke
membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi.? Secara normal, tubuh akan
melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan kalsium ke dalam kantong
sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi. Namun pada orang dengan hipertermi
malignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan
mengalami hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan sistem
saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas, maka segera diberikan oksigen 100%, natrium dantrolen, natrium
bikarbonat dan agen relaksan otot. lakukan juga monitoring terhadap kondisi pasien meliputi
tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah.
KEPERAWATAN POST OPERATIF
_____________________________________________________________________________
A. PENDAHULUAN
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama periode ini
proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium
fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan
intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan
nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang
kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat
dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau
membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan post operatif sama
pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
B. TAHAPAN ?KEPERAWATAN POST OPERATIF
Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room)
2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room)
3. Transportasi pasien ke ruang rawat
4. Perawatan di ruang rawat
1. PEMINDAHAN PASIEN DARI KAMAR OPERASI KE RUANG PEMU
IHAN
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi
(PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus.
Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan.
Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan.
Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk
mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring
pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke posisi
lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi terlentang.
Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat menimbulkan masalah
gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera
setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur, gaun pasin yang basah (karena darah
atau cairan lainnnya) harus segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari
kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan
diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury.
Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien. Selang dan
peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal.
Gambar 1. pasien di transportasikan dari kamar operasi
ke ruang pemulihan
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan
koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
2. PERAWATAN POST ANASTESI DI RUANG PEMULIHAN (RECOVERY ROOM)
Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar
(recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan
memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk
mempermudah akses bagi pasien untuk (1) perawat yang disiapkan dalam merawat pasca
operatif (perawat anastesi) (2) ahli anastesi dan ahli bedah (3) alat monitoring dan peralatan
khusus penunjang lainnya.
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap
kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan : oksigen,
laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan
peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk
memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika,
seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set
pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan
medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase.
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada tempat tidur
khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti : pemindahan
darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah perawatan.
Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan
perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh anastesi,
yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat
kesadaran yang baik. Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien
untuk dikeluarkan dari PACU adalah :
Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
Mual dan muntah dalam kontrol
Nyeri minimal
Berikut di bawah adalah form pengkajian post anasteshia
RUANG PEMULIHAN POST ANASTESI
PENILAIAN
Nama : Nilai Akhir :
Ruangan : Ahli bedah/Anasteshia :
Tanggal : Perawat R.R :
Area pengkajian Score Saat penerimaan Setelah
1 jam 2 jam 3 jam
Respirasi : 2
Tingkat Kesadaran : 2
Orientasi baik dan respon verbal positif 1
Terbangun ketika dipanggil namanya 0
Tidak ada respon
Warna kulit : 2
Warna dan penampilan kulit normal 1
Pucat, agak kehitaman, keputihan. Ikterik 0
Sianosis
Aktivitas : 2
Mampu menggerakkan semua ekstrimitas 1
Mampu menggerakkan hanya 2 ekstrimitas 0
Tak mampu mengontrol ektrimitas
Total
Keterangan :
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang PACU/RR jika nilai pengkajian post
anastesi > 7-8.
TUJUAN PERAWATAN PASIEN DI PACU adalah :
1. Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot
mekanik atau nasal kanul
3. Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirukais darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran plasma ekspander
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti
kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh
anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk
dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus balance untuk
mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan
yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi
pasien.
6. Mempertahanakn kenyamanan dan mencegah resiko injury
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk
jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya
sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan
medi terkait dengan agen pemblok nyerinya.
Hal-hal yang harus diketahui oleh perawat anastesi di ruang PACU adalah :
1. Jenis pembedahan
Jenis pembedahan yang berbeda tentunya akan berakibat pada jenis perawatan post anastesi yang
berbeda pula. Hal ini sangat terkait dengan jenis posisi yang akan diberikan pada pasien.?
2. Jenis anastesi
Perlu diperhatikan tentang jenis anastesi yang diberikan, karena hal ini penting untuk pemberian
posisi kepada pasien post operasi. Pada pasien dengan anastesi spinal maka posisi kepala harus
agak ditinggikan untuk mencegah depresi otot-otot pernafasan oleh obat-obatan anastesi,
sedangkan untuk pasien dengan anastesi umum, maka pasien diposisika supine dengan posisi
kepala sejajar dengan tubuh.
3. Kondisi patologis klien
Kondisi patologis klien sebelum operasi harus diperhatikan dengan baik untuk memberikan
informasi awal terkait dengan perawatan post anastesi. Misalnya : pasien mempunyai riwayat
hipertensi, maka jika pasca operasi tekanan darahnya tinggi, tidak masalah jika pasien
dipindahkan ke ruang perawatan asalkan kondisinya stabil. Tidak perlu menunggu terlalu lama.
4. Jumlah perdarahan intra operatif
Penting bagi perawata RR untuk mengetahui apa yang terjadi selama operasi (dengan melihat
laporan operasi) terutama jumlah perdarahan yang terjadi. Karena dengan mengetahui jumlah
perdarahan akan menentukan transfusi yang diberikan.
5. Pemberian tranfusi selama operasi
Apakah selama operasi pasien telah diberikan transfusi atau belum, jumlahnya berapa dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah pasien masih layak untuk diberikan
transfusi ulangan atau tidak.
6. Jumlah dan jenis terapi cairan selama operasi
Jumlah dan jenis cairan operasi harus diperhatikan dan dihitung dibandingkan dengan
keluarannya. Keluaran urine yang terbatas < 30 ml/jam kemungkinan menunjukkan gangguan
pada fungsi ginjalnya.?
7. Komplikasi selama pembedahan
Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi malignan.
Apakah ada faktor penyulit dan sebagainya.
3. TRANSPORTASI PASIEN KE RUANG RAWAT
Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan
mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer pasien, pastikan score
post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil. Waspadai hal-hal
berikut : henti nafas, vomitus, aspirasi selama transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
a. Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber daya manusia
sampai dengan peralatannya.
b. Sumber daya manusia (ketenagaan)
bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh melakukan proses
transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan kegawatdaruratan yang mungkin
terjadi sselama transportasi. Perhatikan juga perbandingan ukuran tubuh pasien dan perawat.
Harus seimbang.
c. Eguipment (peralatan)
Peralatan yang dipersipkan untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen, sampai selimut
tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap dan dalam kondisi siap
pakai.
d. Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan sebagainya. Sehingga
hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan posisioning pasien harus
benar-benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan pasien.
e. Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra waspada terhadap
kejadian lift yang macet dan sebagainya.
4. PERAWATAN DI RUANG RAWAT
Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu :
a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan komplikasi.
Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan
pemmeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
b. Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal.
Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi
perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
c. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif yang
penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali. Rehabilitasi
dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi
pasien seperti sedia kala.
e. Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya
tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post
operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
a. Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien (sebagai
dokumentasi)
b. Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.
Contoh nota discharge planning pada pasien post tracheostomy :
1. Untuk perawat : pecegahan infeksi pada area stoma
2. Untuk klien : tutup lubang operasi di leher dengan kassa steril (sudah disiapkan)
Dalam merencanakan kepulangan pasien, kita harus mempertimbangkan 4 hal berikut:
1. Home care preparation
Memodifikasi lingkungan rumah sehingga tidak mengganggu kondisi klien. Contoh : klien harus
diatas kursi roda/pakai alat bantu jalan, buat agar lantai rumah tidak licin. Kita harus juga
memastikan ada yang merawat klien di rumah.
2. Client/family education
Berikan edukasi tentang kondisi klien. Cara merawat luka dan hal-hal yang harus dilakukan atau
dihindari kepada keluarga klien, terutama orang yang merawat klien.
3. Psychososial preparation
Tujuan dari persiapan ini adalah untuk memastikan hubungan interpersonal sosial dan aspek
psikososial klien tetap terjaga.
4. Health care resources
Pastikan bahwa klien atau keluarga mengetahui adanya pusat layanan kesehatan yang terdekat
dari rumah klien, seperti rumah sakit, puskesmas dan lain-lain. Jadi jika dalam keadaan darurat
bisa segera ada pertolongan.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul? pada saat pasca operasi
a. Impaired gas exchange r.t residual effect of anasthesia
b. Ineffective airway clearance r.t increased secretion
c. Pain r.t surgical incision and positioning during surgery
d. Impaired skin integerity r.t surgical woud, drains abd wound infection
e. Potensial injury r.t effect of anasthesia, sedation and immobility
f. Fluid volume deficit r.t fuid loss during surgery
g. Altered patterns of urinary elimation (decreased) r.t anasthesia agent and immobility
diuretik, vasodilator dan steroid. Cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid sperti ringer
laktat dan koloid seperti terapi komponen darah, albumin, plasma. Terapi pernafasan dilakukan
dengan memantau gas darah arteri, fungsi pulmonal dan juga pemberian oksigen melalui intubasi
atau nasal kanul.
Intervensi mandiri keperawatan meliputi :
Dukungan psikologis,
Pembatasan penggunaan energi,
Pemantauan reaksi pasien terhadap pengobatan
Peningkatan periode istirahat.
Pencegahan hipotermi dengan menjaga tubuh pasien agar tetap hangat karena hipotermi
mngurangi oksigenasi jaringan
Melakukan perubahan posisi pasien tiap 2 jam dan mendorong pasien untuk melakukan nafas
dalam untuk meningkatkan fungsi optimal paru
Pencegahan komplikasi dengan memonitor pasien secara ketat selama 24 jam. Seperti edema
perifer dan edema pulmonal.
2. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi terlentang
dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus
dijag tetap lurus.
Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap
perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa steril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat
perdarahan ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan
dengan kondisi pasien.
3. Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena bagian
dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca
flebitis.
4. Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan vagina. Atau
juga setelah herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah. Penyebabnya adalah
adanya spasme spinkter kandung kemih.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membatu
mengeluarkan urine dari kandung kemih.
5. Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi luka psot operasi seperti dehiseinsi dan sebaginya dapat terjadi karena adanya
kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang perawatan.
Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga
perawatan luka dengan prinsip steril.
6. Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak. Sepsis dapat
menyebabkan kematian bagi pasien karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ.
7. Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang terlepas dari
tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat arteri pulmonal
yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan
sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko
embolus pulmonal.
8. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal paling sering terjadi pada pasien yang mengalami pembedahan
abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan juga distensi
abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Christantie, 2002, Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif Nursing,
Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti, 2005, Kiat Sukses menghadapi Operasi, Sahabat
Setia, Yogyakarta.
Shodiq, Abror, 2004, Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito Yogyakarta, Tidak
dipublikasikan, Yogyakarta.
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong, 1998, Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi, EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah:?
Brunner Suddarth, Vol. 1, EGC, Jakarta
Wibowo, Soetamto, dkk, 2001, Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University Press,
Surabaya.