Anda di halaman 1dari 2

Biografi Al-Zahrawi

Ia dikenal sebagai salah satu ilmuwan muslim terkenal dan merupakan tokoh peletak dasar-dasar ilmu bedah
modern. Orang barat mengenal Al Zahrawi dengan nama Abulcasis.

Al-Zahrawi adalah seorang dokter bedah yang amat fenomenal. Karya dan hasil pemikirannya banyak diadopsi
para dokter di dunia barat. “Prinsip-prinsip ilmu kedokteran yang diajarkan Al-Zahrawi menjadi kurikulum
pendidikan kedokteran di Eropa,” ujar Dr. Campbell dalam History of Arab Medicine.

PROFIL DAN BIOGRAFI AL ZAHRAWI


Ahli bedah yang termasyhur hingga ke abad 21 itu bernama lengkap Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-
Zahrawi. Ia terlahir pada tahun 936 M di kota Al-Zahra, sebuah kota berjarak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol.

Al-Zahrawi merupakan keturunan Arab Ansar yang menetap di Spanyol. Di kota Cordoba inilah dia menimba
ilmu, mengajarkan ilmu kedokteran, mengobati masyarakat, serta mengembangkan ilmu bedah bahkan hingga
wafat.

MASA KECIL AL ZAHRAWI


Kisah masa kecilnya tak banyak terungkap. Sebab, tanah kelahirannya Al-Zahra dijarah dan dihancurkan. Sosok
dan kiprah Al-Zahrawi baru terungkap ke permukaan, setelah ilmuwan Andalusia Abu Muhammad bin Hazm
(993M-1064M) menempatkannya sebagai salah seorang dokter bedah terkemuka di Spanyol.

Sejarah hidup alias biografinya baru muncul dalam Al-Humaydi’s Jadhwat al Muqtabis yang baru rampung
setelah enam dasa warsa kematiannya.Al-Zahrawi mendedikasikan separuh abad masa hidupnya untuk praktik
dan mengajarkan ilmu kedokteran.

DOKTER PALING JENIUS DI ZAMANNYA


Sebagai seorang dokter termasyhur, Al-Zahrawi pun diangkat menjadi dokter istana pada era kekhalifahan Al-
Hakam II di Andalusia.

Berbeda dengan ilmuwan muslim kebanyakan, Al-Zahrawi tak terlalu banyak melakukan perjalanan. Ia lebih
banyak mendedikasikan hidupnya untuk merawat korban kecelakaan serta korban perang. Para dokter di
zamannya mengakui bahwa Al-Zahrawi adalah seorang dokter yang jenius terutama di bidang bedah. Jasanya
dalam mengembangkan ilmu kedokteran sungguh sangat besar.

MENYUSUN KITAB KEDOKTERAN AL TASRIF


Dalam biografi Al Zahrawi diketahui, Ia meninggalkan sebuah ‘harta karun’ yang tak ternilai harganya bagi ilmu
kedokteran yakni berupa kitab Al-Tasrif li man ajaz an-il-talil—sebuah ensiklopedia kedokteran. Kitab yang
dijadikan materi sekolah kedokteran di Eropa itu terdiri dari 30 volume.

Dalam kitab yang diwariskannya bagi peradaban dunia itu, Al-Zahrawi secara rinci dan lugas mengupas tentang
ilmu bedah, orthopedic, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum.

Ia juga mengupas tentang kosmetika. Al-Zahrawi pun ternyata begitu berjasa dalam bidang kosmetika. Sederet
produk kosmetika seperti deodorant, hand lotion, pewarna rambut yang berkembang hingga kini merupakan
hasil pengembangan dari karya Al-Zahrawi.

Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga ke seantero Eropa. Tak heran, bila
kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran dari Abulcasis berdatangan dari berbagai
penjuru Eropa.

Menurut Will Durant, pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang ingin
menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki tak kurang dari 50 rumah sakit yang
memberikan pelayanan prima.

Sebagai seorang guru ilmu kedokteran, Al-Zahrawi begitu mencintai murid-muridnya. Dalam Al-Tasrif, dia
mengungkapkan kepedulian terhadap kesejahteraan siswanya. Al-Zahrawi pun mengingatkan kepada para
muridnya tentang pentingnya membangun hubungan yang baik dengan pasien.
Menurutnya, seorang dokter yang baik haruslah melayani pasiennya sebaik mungkin tanpa membedakan
status sosialnya. Dalam menjalankan praktik kedokterannya, Al-Zahrawi menanamkan pentingnya observasi
tertutup dalam kasus-kasus individual.

Hal itu dilakukan untuk tercapainya diagnosis yang akurat serta kemungkinan pelayanan yang terbaik. Ia pun
selalu mengingatkan agar para dokter berpegang pada norma dan kode etik kedokteran, yakni tak
menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi. Menurutnya, profesi dokter bedah tak
bisa dilakukan sembarang orang. Pada masa itu, dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan
operasi bedah kepada dokter atau dukun yang mengaku-ngaku memiliki keahlian operasi bedah.

Hanya dokter yang memiliki keahlian dan bersertifikat saja yang boleh melakukan operasi bedah. Mungkin
karena itulah di era modern ini muncul istilah dokter spesialis bedah (surgeon).

BAPAK ILMU BEDAH DUNIA


Kehebatan dan profesionalitasnya sebagai seorang ahli bedah diakui para dokter di Eropa. “Tak diragukan lagi,
Al-Zahrawi adalah kepala dari seluruh ahli bedah.” Ucap Pietro Argallata.

Kitab Al-Tasrif yang ditulisnya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard of Cremona pada abad ke-
12 M. Kitab itu juga dilengkapi dengan ilustrasi. Kitab itu menjadi rujukan dan buku resmi sekolah kedokteran
dan para dokter serta ahli bedah Eropa selama lima abad lamanya pada periode abad pertengahan.

Sosok dan pemikiran Al Zahrawi begitu dikagumi para dokter serta mahasiswa kedokteran di Eropa. Pada abad
ke-14, seorang ahli bedah Perancis bernama Guy de Chauliac mengutip Al-Tasrif hampir lebih dari 200 kali.

Kitab Al-Tasrif terus menjadi pegangan para dokter di Eropa hingga terciptanya era Renaissance. Hingga abad
ke-16, ahli bedah berkebangsaan Prancis, Jaques Delechamps (1513M-1588M) masih menjadikan Al-Tasrif
sebagai rujukan.

PENEMU PULUHAN ALAT BEDAH MODERN


Selama separuh abad mendedikasikan dirinya untuk pengembangan ilmu kedokteran khususnya bedah, Dalam
biografi Al Zahrawi diketahui bahwa ia telah menemukan puluhan alat bedah modern. Dalam kitab Al-Tasrif,
‘bapak ilmu bedah’ itu memperkenalkan lebih dari 200 alat bedah yang dimilikinya.

Di antara ratusan koleksi alat bedah yang dipunyainya, ternyata banyak peralatan yang tak pernah digunakan
ahli bedah sebelumnya. Menurut catatan, selama karirnya Al Zahrawi telah menemukan 26 peralatan bedah.
Salah satu alat bedah yang ditemukan dan digunakan Al Zahrawi adalah catgut. Alat yang digunakan untuk
menjahit bagian dalam itu hingga kini masih digunakan ilmu bedah modern. Selain itu, juga menemukan
forceps untuk mengangkat janin yang meninggal. Alat itu digambarkan dalam kitab Al-tasrif.

Dalam Al-Tasrif, ia juga memperkenalkan penggunaan ligature (benang pengikat luka) untuk mengontrol
pendarahan arteri. Jarum bedah ternyata juga ditemukan dan dipaparkan secara jelas dalam Al-Tasrif. Selain
itu, ia juga memperkenalkan sederet alat bedah lain hasil penemuannya.

Peralatan penting untuk bedah yang ditemukannya itu antara lain, pisau bedah (scalpel), curette, retractor,
sendok bedah (surgical spoon), sound, pengait bedah (surgical hook), surgical rod, dan specula.

Tak cuma itu, Ia juga menemukan peralatan bedah yang digunakan untuk memeriksa dalam uretra, alat untuk
memindahkan benda asing dari tenggorokan serta alat untuk memeriksa telinga. Kontribusi Al Zahrawi bagi
dunia kedokteran khususnya bedah hingga kini tetap dikenang dunia.

AL ZAHRAWI WAFAT
Al Zahrawi tutup usia di kota Cordoba pada tahun 1013M sekitar dua tahun setelah tanah kelahirannya dijarah
dan dihancurkan. Meski Cordoba kini bukan lagi menjadi kota bagi umat Islam, namun namanya masih
diabadikan menjadi nama jalan kehormatan yakni ‘Calle Albucasis’.

Anda mungkin juga menyukai