Dear fans..
1) Ternyata ada byk model yg dipraktekkan di gereja kita msg2. Ttg ini tentu para pastor paroki memiliki
pertimbangan dan juga penafsiran tersendiri..
2) Menurut Buku yg dikeluarkan oleh Komisi Liturgi MAWI (ANEKA PEMBERKATAN, Yogya: Kanisius, 1985),
masing2 lilin dinyalakan pada SESUDAH INJIL..
3) Pada HM Adven I, krans adven diBERKATi SESUDAH HOMILI dan lgsng dirangkaikan dgn penyalaan LILIN
PERTAMA..
4) Pada HM Adven II, lilin pertama dinyalakan sejak awal ibadat. SESUDAH INJIL, pemimpin ibadat menyalakan
LILIN KEDUA..
5) Pada HM Adven III, lilin 1 & 2 dinyalakan sejak awal ibadat. SESUDAH INJIL, pemimpin ibadat menyalakan
LILIN KETIGA..
6) Pada HM Adven IV, lilin 1, 2 & 3 dinyalakan sejak awal ibadat. SESUDAH INJIL, pemimpin ibadat menyalakan
LILIN KEEMPAT..
7) Setiap kali lilin baru dinyalakan, ada rumusan doa yg diucapkan oleh pemimpin..
8) Memang rumusan pd buku tsb dikonstruksikan utk Ibadat Sabda. Sekiranya ini dibuat dalam misa, maka dibuat
penyesuaian seperlunya..
1) Karena tindakan liturgi adalah TINDAKAN GEREJA [bukan tindakan pribadi imam/umat!], maka referensi
otoritatif (artinya, referensi resmi dari lembaga resmi) harus dijadikan pegangan bersama. Buku Aneka
Pemberkatan tsb mrpkn rujukan resmi, skurang2nya mrpk rujukan-equivalen untk upacara Liturgi Gereja.
2) Dalam hal ini, BUKAN perasaan subyektif yg dipakai sbg dasar ber-liturgi, like or dislike, TETAPI Gereja bilang
apa tentang hal itu.
3) Atas dasar ‘petunjuk Gereja’ (sebagaimana tertuang pd Buku Aneka Pemberkatan sbg rujukan equivalen yg
resmi) itu, pencerahan di atas disampaikan.
4) Sekiranya ada dokumen otoritatif lain, misal: berupa petunjuk teknis atau buku liturgi resmi lain yg mengatur
hal ini secara lebih eksak, maka pencerahan ini dan 9 point di atas boleh diabaikan…
Salam n trimakasih.
PENCERAHAN:
WARNA LITURGI MERAH MUDA (ROSE/PINK) PADA MINGGU ADVEN KETIGA DAN MINGGU PRAPASKAH
KEEMPAT
Gereja Katolik menggunakan warna liturgi merah muda (pink/rose) pada kasula imam, maksudnya untuk
menandai bahwa saat hari Minggu itu kita telah berada di pertengahan masa Adven. Selain digunakan pada Hari
Minggu Adven III, warna pink/rose ini juga dipakai pada Hari Minggu Prapaskah IV. Namun jika di paroki/STASI
tidak ada kasula imam warna merah muda (pink/rose) tersebut, warna liturgi ungu tetap dapat digunakan. Warna
liturgi ini hanya digunakan pada Hari Minggu Adven III dan Hari Minggu Prapaskah IV saja. Sementara pada hari-
hari biasa pekan III Adven maupun hari-hari biasa pekan IV Prapaskah tetap menggunakan warna liturgi Ungu.
Pada Minggu Adven ketiga ini juga disebut Minggu Gaudete, yaitu minggu yang memiliki suasana kegembiraan dan
sukacita. Nama “sukacita” ini diambil dari antifon pembuka pada Minggu Adven Ketiga: “Gaudete in Domino
semper: iterum dico, gaudete: modestia vestra nota sit omnibus hominibus: Dominus prope est. Nihil solliciti sitis:
sed in omni oratione petitiones vestræ innotescant apud Deum.” Dalam bahasa Indonesia: “Bersukacitalah selalu
dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan bersukacitalah! Sebab Tuhan sudah dekat.” yang diambil dari Filipi 4:4-5. Pada
gereja-gereja atau kapel yang memiliki lilin warna merah muda (rose/pink) pada Minggu Adven III ini juga ditandai
Semoga informasi bermanfaat secara khusus untuk seksi/tim kerja liturgi paroki/stasi maupun koster di mana
gereja-gereja yang tersedia korona lilin adven, 3 lilin ungu, 1 lilin merah muda, lilin merah muda dinyalakan mulai
Minggu Ketiga bukan pada Minggu Adven I, atau II. Lilin warna merah muda terus menyala menyertai
korona/lingkaran Adven hingga Minggu Adven IV di mana lilin keempat (warna ungu) dinyalakan dan terus
Masa Adven merupakan masa bagi umat beriman untuk mempersiapkan Natal. Kata “Adven” sendiri berasal dari
bahasa kata Latin “Adventus” yang berarti kedatangan. Pada intinya, masa Adven menantikan kedatangan Tuhan.
Pada Minggu Pertama dan kedua, masa Adven lebih diarahkan pada penantian kedatangan Tuhan yang kedua,
yakni kedatangan Tuhan pada akhir zaman. Sedangkan pada Minggu ketiga dan keempat, lebih khusus lagi mulai
tanggal 17 Desember, fokus masa Adven lebih diarahkan pada kedatangan Tuhan yang pertama, yang puncaknya
Lilin Adven yang berjumlah empat melambangkan empat minggu lamanya kita mempersiapkan diri menyambut
kedatangan Kristus pada hari Natal. Setiap minggu, satu lilin akan dinyalakan hingga keempatnya menyala
bersamaan pada minggu keempat. Penyalaan lilin melambangkan perpindahan kita dari kegelapan dunia menuju
terang dunia. Satu persatu lilin yang menyala setiap minggu, melambangkan cahaya sejati yang semakin hari
semakin terang, dan juga lambang kedatangan Kristus, Cahaya Sejati, yang semakin dekat.
Keempat lilin itu terdiri dari 3 lilin warna ungu dan 1 lilin warna merah muda. Lilin ungu melambangkan tobat,
keprihatinan, matiraga atau berkabung, persiapan dan kurban. Sedang lilin merah muda yang biasanya dinyalakan
pada Minggu Adven ketiga, melambangkan Minggu Gaudete–melambangkan Sukacita, pertanda persiapan kita
St. Karolus Borromeus menerangkan, “Gereja selalu merayakan masa ini secara khusus. Maka, kita juga harus ikut
senantiasa merayakannya dengan khidmat, memberikan pujian dan syukur kepada Bapa yang kekal karena belas
1. “Bangsa yang berjalan dalam kegelapan telah melihat terang yang besar.” (Yes 9:1)
Nubuatan Yesasa ini tidak pernah berhenti menggerakkan kita, terutama ketika kita mendengarnya dalam liturgi
Malam Natal. Dan, bukan hanya suatu fakta emosional dan sensasional, nubuatan itu menggerakkan kita karena
hal itu mengungkapkan realitas terdalam kita yang sesungguhnya: kita adalah bangsa yang sedang berjalan, dan
di sekitar kita – juga di dalam diri kita – ada kegelapan dan terang. Dan di malam ini, ketika roh kegelapan
menyelubungi dunia, diperbaharui peristiwa yang mengagumkan dan mengejutkan kita: bangsa yang berjalan itu
melihat terang yang besar. Sebuah cahaya yang membuat kita merenungkan dua hal ini: misteri berjalan dan
misteri melihat.
Berjalan. Kata kerja ini membuat kita berpikir akan perjalanan sejarah, yakni perjalanan panjang, dan yang adalah
sejarah keselamatan, mulaid ari Abaraham, bapa iman kita, yang Tuhan panggil pada suatu hari untuk berangkat,
keluar dari negerinya dan pergi menuju tanah yang Tuhan akan tunjukkan kepadanya. Dari padanya, identitas kita
orang beriman adalah bangsa peziarah menuju tanah terjanji. Sejarah ini senantiasa didampingi Tuhan. Tuhan
selalu setia pada janji-janjiNya. “Tuhan adalah cahaya, dan di dalam dia tidak ada kegelapan sedikitpun,” (1 Yoh
1,5), tapi sebaliknya dari pihak kita silih terjadi berganti peristiwa-peristiwa terang dan gelap, setia dan tidak setia,
taat dan pemberontakan: peritiwa-peritiwa dari orang-orang peziarah dan pemondar-mandir. (bhs manadonya,
orang-orang kasana-kamari)
Juga dalam sejarah pribadi, silh berganti terjadi peristiwa terang dan gelap, cahaya dan bayang-bayang. Jika kita
mncintai Allah dan sesame, kita berjalan dalam terang, tetapi jika hati kita tertutup, jika dipenuhi dengan
kesombongan, kebohongan, mencari kepentingan diri sendiri, maka turunlah kegelapan dalam dan di sekitar diri
kita. “Barangsiapa membenci saudaranya – tulis Santo Yohanes – berada dalam kegelapan, berjalan dalam
kegelapan dantidak tahu mau ke mana, karena kegelapan telah membutakan matanya.” (1 Yoh 2:11)
2. Di malam natal ini, seperti seberkar cahaya yang terang benderang, bergemalah pemakluman sang rasul, “Kasih
karunia Allah yang menyelamatkan manusia sudah nyata.” (Tit 2:11). Rahmat yang nyata dalam dunia adalah
Yesus, lahir dari perawan Maria, sungguh Allah sungguh manusia. Dia dalam ke dalam sejarah kita, mengambil
bagian dalam perjalanan kita. Dia sudah dating untuk membebaskan kita dari kegelapan dan memberikan kepada
kita terang. Dalam Dia nyatalah rahmat, belas kasih, kelembutan Bapa: Yesus adalah Cinta yang menjadi manusia.
Dia, bukan hanya seorang guru kebijaksanaan, bukan seorang idealis yang kita pikirkan dan yang jauh dari apa
yang bisa diharapkan; Dia adalah arti kehidupan dan arti sejarah yang telah menempatkan ‘kemah’Nya di antara
kita.
3. Para gembala adalah orang-orang yang pertama melihat ‘kemah’ itu, menerima pemberitaan tentang kelahiran
Yesus. Mereka adalah orang-orang pertama karena mereka ada di antara orang-orang yang terakhir, di antara
mereka yang disingkirkan. Mereka adalah orang-orang yang pertama karena mereka terjaga di tangah malam
seraya menjadi penjaga bagi kawanan ternak mereka. Bersama mereka kita berhenti di depan Bayi itu, kita
berhenti dalam keheningan. Bersama mereka kita bersyukur kepada Tuhan karena telah diberikan Yesus, dan
bersama mereka kita biarkan naik dari kedalaman hati kita pujian akan kesetiaanNya, ‘Kami memuji, Engkau Allah
Maha Tinggi, karena Engaku telah merendahkan diriMu bagi kami. Engkau Allah yang maha besar, dan Kau telah
menjadi kecil: Kau kaya, dan telah menjadi miskin, Kau Maha Kuasa, dan Engaku telah menjadi lemah.
4. Di Malam ini, mari kita berbagi kegembiraan Injil: Allah mencintai kita, Ia sangat mencintai kita sampai Ia telah
memberikan PutraNya sebagai saudara, sebagai cahaya di tengah kegelapan kita. Tuhan, mengulangi lagi, “Jangan
kamu takut.” (Luk 2:10). Dan, aku juga mengulangi bagimu, Jangan kamu takut! Allah kita adalah sabar,
mencintai kita, memberikan Yesus kepada kita untuk membimbing kita dalam perjalanan menuju tanha terjanji.
Dia (Yesus) adalah Cahaya yang menghalau kegelapan, Dia adalah damai kita. Amin.
SIKAP BATIN SEPERTI APA YANG HARUS SAYA BANGUN SELAMA MASA ADVENT INI, DAN BAGAIMANA
Adven adalah masa “peringatan” – maksudnya kita diingatkan akan kedatangan ‘sesuatu’ atau “seseorang Pribadi
yang khusus” yang kita sebut “Emanuel”, Sabda yang menjadi Manusia. Advent selalu berada di bulan terakhir
dalam tahun; jadi merupakan saat yang tepat juga untuk melihat kembali kehidupan iman kita setelah sepanjang
tahun: Adakah kemajuan dan perkembangan yang significant atau cukup berarti dalam hidup imanku sepanjang
tahun ini? Atau hidup rohaniku sama saja seperti tahun kemarin dan tak ada kemajuan, malah semakin mundur
bertanya kepada kita setiap pribadi: “apa yang bisa engkau lakukan untuk membuat dirimu siap dan pantas secara
rohani, spiritual dan bahkan secara fisik untuk menyambut kedatangan Tuhan?”
Kita tahu dan percaya bahwa Yesus akan datang pada saat akhir zaman dengan segala kemuliaanNya. Tetapi
“kedatanganNya” juga bisa terjadi dalam bentuk lebih personal-individual dalam peristiwa yang kita sebut
kematian; dan itu berarti bisa kapan saja, bukan? Masa Adven ini juga mendorong kita untuk membuat persiapan
yang diperlukan sehingga kita secara pribadi mampu bersukacita, bersyukur, dan dijadikan pantas dan layak untuk
menerima segala anugerah rahmat yang datang bersamaan dengan kenangan akan Sabda yang menjadi Manusia.
Perayaan2 Ekaristi yang kita ikuti tiap hari, atau tiap minggu, sampai saat natal selalu menukik pada inti terdalam
misteri Penjelmaan Allah yang menjadi manusia untuk keselamatan kita. Jadi itulah focusnya. Seluruh refleksi dan
permenungan kita sebaiknya terarah pada thema Inkarnasi tersebut untuk membangun sikap syukur dan
terimakasih atas rencana Kasih Allah yang agung dan mulia; dan sedapat mungkin mengupayakan diri kita secara
fisik dan rohani terlibat dalam karya keselamatan Tuhan dengan pelbagai cara, misalnya:
– Ambil bagian dalam tugas2 perayaan di gereja. Atau jika sudah biasa terlibat, mengupayakan untuk
mempersembahkan pelayanan yang terbaik demi membantu umat menemukan imannya lewat perayaan2 Ekaristi.
– Mendekati, mengajak, mengingatkan, dan menemani saudara-i kita yang lupa akan imannya untuk kembali ke
pangkuan gereja. (Banyak anak2 Tuhan yang hilang, yang secara pribadi punya niat ingin kembali ke gereja pada
saat natal, tetapi secara pribadi ragu, takut, dan merasa asing karena sendirian dan tidak merasa kenal dengan
– Mencoba lebih peduli pada orang2 yang membutuhkan di sekitar kita. Mempersiapkan diri (bersama
keluarga)selama masa Advent ini, untuk menyisihkan sedikit dari rejeki kita untuk nanti dipersembahkan kepada
orang2 yang kekurangan; ini sudah merupakan bentuk konkret kita meniru teladan Dia yang menyisihkan
– Mencoba menunda, mengurangi, atau mengatakan “Tidak” untuk pesta2, perayaan2 yang tidak relevan dan bisa
mengaburkan permenungan kita akan karya Agung kasih Allah pada masa natal-setidaknya sampai minggu
terakhir Advent. Termasuk di dalamnya upaya untuk mengurangi kecenderungan konsumtif, hura2, dan
– Mengupayakan lebih sering menyisihkan waktu untuk doa2 pribadi, dan hening bersama Allah untuk menimba
kekuatan rohani.
– Menggunakan masa Advent ini sebagai kesempatan untuk membersihkan diri, memperbaharui diri, juga lewat
pengakuan dosa, meminta absolusi dan penintensi yang berguna bagi hidup rohani kita melalui tangan Imam.
– Silahkan membuat rencana dan program2 rohani lainnya yang membangun iman sebagai bentuk persiapan dan
ADVENT
Tanda paling kuat yang menampakkan bahwa saat ini merupakan masa Advent adalah Lingkaran Lilin Advent di
gereja2 dengan nuansa warna ungu. (semoga di rumah2 umat beriman juga secara sederhana mengadopsi
rangkaian lilin Advent ini sebagai simbol membawa “spirit”-semangat Advent, juga di rumah dan keluarga
mereka).
Dalam tradisi Katolik, sudah sejak bertahun2 lamanya berkembang praktek2 populer menghayati suasana Advent
dengan renungan2 seputar bacaan Kitab suci masa Advent dan berdoa di sekitar lingkaran lilin Advent. Singkatnya,
setiap lilin sebenarnya memiliki “nama2 simbolis” yang menandakan pergerakan hati kita mengikuti minggu demi
Lilin pertama yang kita nyalakan minggu lalu disebut “Lilin Nabi” (Prophet’s candle) yang melambangkan
HARAPAN. “Nabi” yang dimaksud merujuk pada Nabi Yesaya yang banyak meramalkan tentang kedatangan sang
Minggu ini, kita menyalakan lilin kedua, yang disebut “Lilin Betlehem” yang melambangkan IMAN yang
dipersiapkan untuk menyambut kedatangan sang Juruselamat. Semoga iman kita yang dingin dan beku
dihangatkan kembali dan semakin memantas diri untuk layak menyambut sang Juru selamat.
Minggu depan kita akan menyalakan lilin ketiga: “Lilin Gembala” yang melambangkan SUKACITA yang dikabarkan
oleh para malaikat kepada para gembala. Semoga kita mengadopsi semangat rendah hati dan tulus seperti para
gembala; setidaknya untuk sejenak menjauhkan diri kita kesibukan, orientasi berbasis ekonomi dan keuntungan,
dsb; dan membangun sikap ugahari dan hening seperti para gembala yang hidupnya ‘terpisah’ jauh dari
kegaduhan dan gemerlap suasana pasar dan kota, masuk dalam keheningan padang rumput. Membangun
semangat sukacita yang tidak berdasar pada uang, materi, dan keuntungan material; cukup sejenak membangun
(yang menjadi alasan utama mengapa Yesus akan datang ke dunia-untuk membawa damai dan cinta kepada
manusia). Semoga hati kita terbuka hari2 ini akan kabar sukacita dari para malaikat dan berdoa agar para
malaikat di surga juga menyampaikan kabar sukacita bagi kita…. Selamat mengadakan permenungan akan lilin
Advent langkah demi langkah, dan semoga kita semua semakin mantab mempersiapkan diri menyongsong Natal-
Mengapa pada malam Natal sekarang sering dijumpai ada bagian dimana Lampu dimatikan, lalu umat disediakan
lilin (kadang jg membeli) seperti malam Paskah dan pada saat perarakan lilin2 ini dinyalakan. Apa ini sesuai
dengan liturgi?
Saya kira itu salah satu contoh bentuk penghayatan liturgi yang “kebablasan” dalam prakteknya.
Terlalu mudah memang mengindentikkan Natal-kedatangan Juruselamat dengan ‘terang baru’ yang mau
diekspresikan dengan situasi pertentangan gelap-terang, lilin dan cahaya gemerlap sebagai tanda kehadiran sang
“Terang baru”.
Yang saya maksud “Kebablasan” adalah kalau sampai umat dipaksa harus membeli lilin dan dianggap sebagai
kewajiban untuk merayakan natal dengan cahaya lilin. Ini tidak sesuai dengan spirit natal yang lebih
Cahaya terang lilin sudah menjadi simbol utama dalam upacara perayaan Paskah dengan adanya upacara cahaya
dan Lilin Paskah. DI situ lilin memainkan peran simbolis yang sangat kuat; hal mana sangat berbeda tekanannya
yang mau diungkapkan dalam perayaan natal. Jadi penggunaan lilin dengan maksud pengertian yang sama malah
Upaya untuk mengekspresikan “Terang baru” dalam misa natal tidak harus ditampilkan dengan penggunaan lilin.
Cukup dengan mematikan dan menyalakan lampu ruangan gereja, jika memang diperlukan sebagai improvisasi
perarakan bayi Yesus pada awal misa malam natal. Jadi hanya pada pembukaan saja sebelum misa dimulai, pada
saat perarakan.
Saya beberapa kali membuat improvisasi seperti itu pada awal perarakan misa malam natal. Tahun lalu saya minta
beberapa umat perwakilan berpakaian tradisional Native American (Indian), petani, peternak, yang umum di
daerah pelayanan saya. Mereka mewakili “bangsa2” untuk “dipersembahkan” bersama kanak2 Yesus ketika
memasuki gereja. Saat itu selama perarakan saya minta beberapa lampu utama dimatikan supaya menimbulkan
kesan remang2, nuansa tradisional kuno, dengan satu lampu minyak sebagai penerang kecil. Setelah perarakan
sampai di sekitar altar, semua sujud dan beralih ke hiasan gua tempat meletakkan kanak2 Yesus lalu dilanjutkan
dengan pemberkatan altar dan gua sekaligus seperti umumnya waktu misa2 hari raya yang menggunakan dupa.
Kekhasan natal pada maklumat natal yang biasa dibawakan sebelum upacara sabda. Selebihnya tidak ada yang
istimewa, misa natal berjalan seperti misa2 lainnya dengan berkat meriah natal.
Bagi saya pribadi, refleksi tentang “Terang baru” cahaya lilin, gelap-terang, tidak terlalu kuat relevansinya untuk
diangkat sebagai thema natal. Yang jauh lebih penting dan lebih relevan adalah thema kesederhanaan,
kemanusiaan, kekosongan, dan keberpihak-an pada yang lemah, sebagai wujud inkarnasi Sabda yang menjadi
daging. Itu yang utama. jadi peran lilin….kurang bermakna untuk masa natal.
Dalam tradisi Katolik, Perayaan Natal yang sesungguhnya baru mulai dirayakan secara resmi pada malam natal
tanggal 25 Desember setiap tahunnya. Sebelum waktu itu, kita masuk dalam masa persiapan selama empat pekan
Berkaitan dengan itu hendaknya kita perlu sadar bahwa ada perbedaan
cara pandang dengan gereja2 non Katolik. Tidak ada hukum yang tegas memang, yang memperbolehkan atau
melarang untuk menghadiri perayaan2 natal sebelum tanggal 25 Desember; namun diharapkan umat kristiani
sadar supaya perayaan2 tersebut tidak sampai mengganggu konsentrasi kita akan klimaks perayaan agung malam
Banyak orang Katolik mengatakan tidak sabar menunggu sampai tanggal 25. Betul, dan justru semangat yang
‘berkobar2’ dan ‘tak sabar menunggu saatnya’ itulah yang justru mau dinampakkan dalam masa Adven. Begitulah
pada minggu ketiga Adven kita merayakan minggu Gaudete (=sukacita) dengan warna liturgi pink/merah muda.
Artinya hati kita bersukacita dan berkobar2 mengingat saat keselamatan itu sudah dekat, tapi kita masih harus
Jadi, kita hanya boleh merayakan natal satu hari saja, pada tanggal 25 Desember??! Tentu saja tidak!
Sebagaimana halnya Paskah masih dirayakan pada hari2 sesudahnya dengan apa yang disebut Oktaf Paskah
sampai Pantekosta; demikian halnya Natal kita rayakan dengan penuh sukacita sepanjang oktaf Natal(1 minggu
sejak Natal 25 Des.) – dan masih berlanjut sampai pada hari raya Pembaptisan Tuhan yang jatuh pada tanggal 13
Di antara hari raya Natal tanggal 25 Desember sampai hari raya Pembaptisan Tuhan, ada beberapa perayaan
penting yang merupakan buah2 dari perayaan Kelahiran Tuhan yang perlu kita rayakan dengan sukacita, yaitu:
Pesta Keluarga Kudus (Yesus, Maria dan Yoseph) tanggal 30 Desember; hari raya Maria Bunda Tuhan tanggal 1
Januari; Epifani/hari raya Penampakan Tuhan kepada bangsa2 tanggal 6 Januari; dan sebagai penutup masa Natal
diakhiri dengan hari raya Pembaptisan Tuhan tanggal 13 Januari. Sesudah perayaan Pambaptisan kita kemudian
memasuki masa biasa yang ditandai dengan warna hijau. Cukup panjang perayaan sukacita natal kita, bukan?
Jadi, minggu Adven ketiga-sampai Adven keempat ini adalah minggu untuk ‘melatih’ kesabaran kita; belajar
memahami bahwa bahkan Karya Keselamatan Tuhan membutuhkan waktu yang cukup; bukan asal manasuka
Bukankah normalnya selama menunggu saat2 kelahiran orang tidak bersukacita pesta pora makan minum
sementara sang ibu belum melahirkan bayinya?? Itu saat2 yang khusus dengan sedikit cemas tapi penuh harap
berdoa bagi keselamatan bayi dan ibunya supaya kelahirannya lancar dan selamat. Baru sesudah kelahiran kita
Begitulah sebaiknya jika kita mau mengikuti tradisi Katolik yang benar.
Yang dimaksud dengan Adven Wreath atau Lingkaran Adven adalah sebuah lingkaran yang dibuat dari ranting2
kering dililitkan membentuk sebuah roda/lingkaran dan dilengkapi/dihiasi dengan daun2 hijau atau umumnya
daun2 evergreen- sejenis pinus yang terus hijau sepanjang tahun. Di setiap sisi lingkaran ranting tersebut, dengan
jarak
yang kurang lebih sama, diletakkan empat lilin yang akan dinyalakan setiap hari minggu selama empat minggu
Tradisi lingkaran Adven itu sendiri tidak secara langsung muncul dari ‘kalangan Gereja’. Lebih umum pada awalnya
muncul kebiasaan di rumah2 masyarakat petani (terutama di Jerman, Scandinavia, dan kemudian menyebar ke
America dan Eropa yang bermusim dingin), mereka membuat lingkaran lilin ini selama bulan Desember sebagai
simbol ‘Penghangat di musim dingin’ dan harapan atas hari baru, musim baru yang lebih hangat.
Kebiasaan menempatkan lingkaran lilin selama masa Adven di dalam Gereja sendiri secara formal baru mulai
menjadi biasa sejak tahun 1600-an. Keempat lilin yang dinyalakan secara berurutan bukan hanya melambangkan
empat minggu masa persiapan natal; lebih dari itu keempat lilin melambangkan juga masa empat abad penantian
bangsa Israel akan seorang Juru selamat, yaitu sejak jaman nabi Mikha hingga kelahiran Kristus. Jadi, dari simbol
‘kehangatan menantikan musim baru’, Gereja mengadopsi tradisi lilin ini menjadi masa penantian akan Kristus
Penyelamat dunia. Pusat perhatian pada Kristus, bukan untuk mengenang santo-santa atau yang lainnya.
Aslinya tidak ada kebiasaan yang berkaitan dengan warna lilin ungu (jaman dulu belum bisa membuat lilin
berwarna seperti sekarang). Jadi cukup lilin putih biasa (jika sekarang bisa dengan lilin ungu dan pink baik juga),
dan sudah mencakup minggu ketiga sebagai minggu Gaudete=sukacita, khusus mengingatkan bahwa masa
penantian makin dekat dan dengan sikap hati yang berdebar2 penuh sukacita semakin memantas diri untuk
Lingkaran Adven=Melambangkan putaran waktu tanpa awal dan Akhir; simbol kekekalan, keabadian. Kristus
adalah Alpha dan Omega, yang ada sejak semua dan tanpa akhir. Semuanya, termasuk hidup kita berasal dari, di
Ranting kering=melambangkan jiwa kita yang kering, musim yang dingin, kebekuan iman, kematian dari dosa,
Daun2 hijau yang menyembul dari ranting kering=Melambangkan kehidupan baru, harapan baru. Evergreen/daun2
pinus yang hijau sepanjang tahun melambangkan juga kekekalan jiwa kita di dalam Kristus sang Penyelamat.
Lilin yang dinyalakan secara berurutan=Melambangkan gerak progresif, terus maju untuk kehidupan yang
senantiasa diperbaharui. Maju mendekati kehadiran Kristus sang Juru selamat dunia.
Nyala lilin=Melambangkan kehangatan, cahaya baru, Terang baru, yakni Kristus sendiri. Semakin mendekati Natal-
kelahiran Juru Selamat, semakin jiwa kita dihangatkan dan diterangi supaya sampai di setiap sudut2 yang gelap
memperoleh keselamatanNya.
Baik kiranya (tidak harus) jika tradisi memasang lingkaran lilin Adven di rumah2 dihidupkan kembali untuk
membawa ‘suasana penantian’ selama masa Adven itu digemakan juga sampai di rumah2 keluarga Kristiani-bukan
hanya di Gereja. Bisa menjadi sarana menumbuh-kembangkan iman keluarga dengan membuat lomba merangkai
lingkaran Adven, bisa juga keluarga2 membawa lingkaran Advennya ke gereja untuk diberkati sebelum mulai
Pertanyaan umat:
“Dalam gereja Katholik, liturgi Paskah cenderung lebih meriah daripada liturgi Natal (walau Liturgi Natal juga tetap
special); tapi mengapa natal cenderung lebih popular daripada hari raya Paskah? Apakah natal jauh lebih
penting?”.
Natal tidak jauh lebih penting. Natal adalah hari raya yang disamakan dengan hari Minggu, sedangkan Paskah
adalah hari raya dari segala hari raya. Kesimpulannya, Paskah adalah hari-raya-nya Natal (dan semua hari Minggu
dan hari raya lainnya…). Mengapa bisa demikian? Karena perayaan Natal, perayaan hari Minggu, dan hari raya
lainnya bersumber dari perayaan Paskah.
Ekaristi yang merupakan SUMBER dan PUNCAK kehidupan Gereja, dirayakan sebagai pengenangan akan Kristus
yang wafat, bangkit, dan kelak akan datang kembali. Misteri iman ini yang diungkapkan kembali pada setiap misa
dalam anamnesis.
Jadi sumber iman kita memang bukan pada perayaan kelahiran melainkan pada peristiwa wafat dan kebangkitan
Kristus.
Kenapa Natal terkesan lebih populer dari Paskah? Jawabannya: INDUSTRI. Dan kebanyakan umat katolik sudah
menjadi korban industri ini, sehingga kalau misa Natal biasanya pakai baju baru, sepatu baru, dll, sedangkan kalau
Saran saya untuk mengubah pandangan yang salah kaprah ini, mulailah dari yang paling sederhana, yakni
menghadiri misa Paskah bersama keluarga, dan gunakan baju terbaik yang keluarga anda miliki.
MENJELANG NATAL. Dalam liturgi Natal sering diadakan semacam drama/tablo natal yang memerankankisah
kelahiran Yesus, apakah itu termasuk dalam ritual resmi liturgi Natalatau hanya sekedar tambahan? Kapan/di
bagian mana dalam liturgi selayaknyapementasan drama/tablo itu diadakan? Apakah boleh menggantikan bacaan
Kalau tidak salah, topik ini pernah dibahas tahun lalu (atau saya ikut diskusi di forum lain??? hehehe). Pedoman
umum yang baik untuk pendidikan menyangkut tata liturgi yang benar dan sekaligus juga keterbukaan untuk
a. Penting sekali kita juga belajar liturgi yang baik dan benar. Nah, sebenarnya amat tidak dianjurkan mengubah
(menambahkan atau mengurangi) bagian-bagian liturgi baku Ekaristi yang ada. Maka sedapat mungkin liturgi
ekaristi dirayakan sebagai satu kesatuan lengkap tanpa dicampur adukkan dengan kepentingan tambahan, yang
tidak diijinkan. Maksud kata diijinkan di sini adalah misalnya memang ada liturgi ekaristi tahbisan, perkawinan, dll
– bagian ini sudah ada pedoman baku dan urut-urutan yang direstui dan dibakukan.
b. Maka sebaiknya kalau mau ada ekspresi atau kreativitas lain untuk mendukung peristiwa yang dirayakan hari
itu, misalnya Natal, Jumat Agung dan mau ada tablo atau drama, sebaiknya ditempatkan :
(b) sesudah Misa. Mengapa tidak boleh menggantikan Injil? Injil harus tetap diwartakan; sementara tablo atau
drama seringkali merupakan kombinasi dan plus tafsiran atas peristiwa kelahiran Yesus ini. Mengapa di luar Misa?
Sesuai dengan maksudnya untuk membantu umat agar bisa mempersiapkan diri dengan baik untuk merayakan,
merasakan, dan meresapkan makna Natal atau Jumat Agung yang dirayakan. Dan lagi supaya selama perayaan
Ekaristi kita fokus kepada perayaan Penebusan Kristus yang diperbaharui di atas altar, dan bukan kepada yang
lain: anak-anak pemain drama, panggung, dll. Kalau maksudnya untuk membantu anak-anak “merayakan Natal” –
lebih baik buatlah acara (semacam resepsi Natalan – sesudah Misa) dan di situlah dipentaskan drama Natal itu.
c. Juga akibatnya kalau ditempatkan di dalam kesatuan liturgi, misalnya setelah Injil atau sebelum Injil – akan bisa
memecahkan fokus dan kekhidmatan liturgi dan perhatian kita. Mau tidak mau kalau ada pementasan seolah kita
pause sebentar, mengundang komentar dan penilaian langsung atau tidak langsung. Juga perhatikan reaksi anak-
anak lain saat melihat teman mereka pentas. Apalagi kalau ada yang lucu (bukan melucu, tetapi karena
keluguannya, misalnya anak kecil yang jadi malaikat atau gembala tampil dengan ragu entah selalu melihat
pelatih, teman dll —- sehingga umat seolah sejenak “dikeluarkan” atau digeserkan dari liturgi ekaristi dan diajak
d. Drama atau tablo tidak dipentaskan di atas altar, tetapi di bawah altar, misalnya di antara altar dan bangku
umat, kalau tetap menggunakan gereja (walau sebenarnya tidak dianjurkan) untuk pementasan ini. Persoalannya
biasanya orang (pelatih, dan yang main) tidak puas karena tidak begitu terlihat oleh semua umat. Maunya
Itulah prinsip umum sekitar dramatisasi yang biasa muncul dalam perayaan kita, melengkapi komentar atau
2) Tablo mrpk salah satu tindakan OLAH KESALEHAN yg berasal usul dari adegan panggung, dan di luar konteks
liturgi. Seiring dgn perjalanan waktu, adegan panggung ini kemudian mulai dibawa msk ke dlm liturgi resmi, lewat
kultur romantik-germanik. Bukan saja tablo natal, tp juga rangkaian drama jumat agung (di beberapa tmpt ini
3) menampilkan tablo pd malam natal tentu baik. Namun, unsur2 tambahan itu HARUS MENDUKUNG LITURGI
RESMI dan MEMBANTU PENGHAYATAN umat. Tablo yg mahal & memukau namun gagal mbantu umat menghayati
misteri hakiki dari perayaan Natal, justru hy menjerumuskan liturgi pada level adegan panggung.
4) Karna itu, sekiranya pastor paroki mengijinkan tablo ditampilkan dlm perayaan [vigili] natal maka perlu diatur
dgn matang ‘tempatnya’ dlm liturgi dan durasinya. Misal: sebelum misa selama 10-15 menit.
5) Tablo yg terlalu panjang bisa mengandung ‘bahaya pengaburan’ yaitu umat bisa bingung antara mana yg INTI
dan mana yg TEMPELAN. Sederhananya, tablo tak lebih dari ‘sekedar pemanasan’.
6) Karena tablo BUKAN INTI perayaan, melainkan (katakanlah) semacam pendukung penghayatan dalam liturgi
resmi, maka TIDAK BOLEH merusak liturgi. Misal: menggantikan Bac Injil dgn tablo.
7) Seturut ketentuan PUMR 60, Bacaan INJIL mrpk PUNCAK Liturgi Sabda. Dan bac Injil mendapat tempat dan
penghormatan liturgis yg lebih istimewa dibanding bacaan2 lainnya. Lihat saja, pembacanya harus klerus (PUMR
59), ada aklamasi2 khusus, umat harus berdiri ketika pemaklman injil, ada pendupaan Injil, dan kadangkala dlm
perayaan2 meriah Kitab Bacaan Injil (Evangeliarum) dipakai untk memberkati hadirin.
8) Tablo juga tak pernah boleh dijadikan pengganti HOMILI. Karena homili bersifat WAJIB terutama pd Hari
Minggu/Raya dan pesta wajib dan bhw homili hanya boleh diberikan oleh klerus, serta TIDAK PERNAH BOLEH
9) Pendek kata, meski tidak wajib, tablo natal boleh dibuat. Tapi tablo tidak pernah boleh menggantikan
devosi yg umumnya di lakukan di tengah keluarga. Tetapi realita, bahwa devosi ini sudah kayak menjadi ‘ritus
resmi’ di gereja2 pada masa Adven. Maka demi keseragaman (jika perlu seragam) dan utk memperdalaman
pemahaman umat hal ini pantas dibeberkan di media ini. Soal warna lilin td, cukup bnyk bertanya apakah bukan
ungu, pink atau putih? Jelas bahwa lilin dlm perayaan liturgi adala putih entah itu misa kematian sekalipun. dan
kalau ada orng yg membuat warna lain selain putih itu sudah menyangkut ke penghayatan pribadi orang per
orang. Bisa jd karena ia melihat warna liturgi warna ungu maka ia menghendaki semua yg berbau liturgis jadilah
berwarna ungu. Tp itu salah kaprah, sama sperti orang mendekorasi altar sturut warna liturgi jelas itu salah, krn
kain altar pun hanya bisa warna putih saja. sekedar tambahan ya temans. Trisms. Pace e Bene pecinta akun liturgi
katolik
Pertanyaan fans :
Saya pernah baca kalo hr minggu advent ke3 itu minggu Gaudete, n lilin advent yg dipergunakan brwarna
Tepatnya berwarna rose (rosacea), dan itu tidak hanya untuk lilin tetapi juga untuk stola dan kasula Imam. Selain
pada minggu ke III Adven warna itu juga dipakai pada Minggu IV Prapaskah.
Mari kita lihat lagi perjalanan sejarah iman Katholik. Dalam banyak tradisi, tradisi kekristenan di Gereja2 Jerman
banyak menggunakan sarana visualisasi untuk mengekspresikan imannya. Dan tradisi ini berkembang luas
kemudian di seluruh Eropa, America, dan akhirnya ke seluruh dunia. Lihat saja misalnya tradisi jalan salib, tradisi
perarakan dalam perayaan Ekaristi, tradisi berjiarah; termasuk tradisi lingkaran Advent ini juga sebenarnya muncul
Rasanya sudah sejak abad XVI gereja2 di Jerman timur khususnya sudah mengenal tradisi lingkaran lilin Advent
yang dipasang di rumah2 baik penganut protestan maupun Katholik.Umumnya mahkota Advent dibuat berbentuk
cincin besar dari ranting/daun pakis atau daun tasso atau pinus, atau cemara. Lingkaran ini biasa digantung
dengan empat pita merah yang menghiasi lingkaran Adven atau kadang juga diletakan di atas sebuah meja. Di sisi
pinggir tahkta Adven ditancap 4 lilin dengan jarak yang sama antara satu dengan yang lainnya.
Kempat lilin itu memberi arti pada 4 minggu dalam masa Adven. Pada malam hari semua anggota keluarga
berkumpul untuk menyalakan lilin pertama dan seterusnya menurut minggu yang berjalan.Kiranya sejak Abad
Pertengahan, orang Kristen sudah memiliki tradisi menggunakan ”Advent Wreath” (Lilin Advent), yaitu rangkaian
lima lilin dan tumbuh-tumbuhan hijau yang membentuk sebuah lingkaran, sebagai bagian dari persiapan rohani
menyambut Natal karena Kristus adalah ”Terang yang telah datang ke dalam dunia” (Yohanes 3:19-21). Dan sejak
tahun 1600, gereja mulai memiliki tradisi formal tentang ”Advent Wreath” (Lilin Advent).
Mungkin benar pada awalnya itu bukan asli tradisi kristiani, tapi kemudian gereja mengadopsinya dan ’membaptis’
tradisi ini menjadi tradisi kristiani yang bermakna sakramental.Empat lilin di bagian luar menggambarkan masa
empat abad penantian bangsa Israel akan seorang Juru selamat, yaitu sejak jaman nabi Mikha hingga kelahiran
Kristus. Keempat lilin ini akan dinyalakan sesuai jumlah Minggu Advent, dan juga merupakan simbol akan
datangnya Sang Terang yang membawa Harapan, Damai, Kasih dan Sukacita dalam dunia yang gelap.Lilin yang
Lilin ini akan dinyalakan pada Kebaktian Malam Natal sebagai lambang bahwa masa penantian telah berakhir
karena Sang Juru selamat telah lahir. Sedangkan daun yang membentuk lingkaran menggambarkan Allah,
kekekalan-Nya dan kasih anugerah-Nya yang tidak terputus. Daun yang berwarna hijau menggambarkan harapan
selama masa penantian tersebut. Bagi umat Kristen, masa ini memiliki dua arti, yaitu perayaan akan kelahiran
Kristus pada kedatangan-Nya yang pertama dan masa penantian akan kedatangan-Nya yang kedua sebagai Raja.
Apa makna simbolis dari Lingkaran Adven? Kita lihat unsur-unsurnya satu persatu.
[a] Bentuk lingkaran itu sendiri melambangkan perputaran waktu, kepenuhan waktu, simbol kesempurnaan,
kekekalan dan kesetiaan. …Beberapa dekorator liturgis tidak lagi membuat bentuk lingkaran sehingga lebih tepat
Sebagai suatu rangkaian maka penekanannya lebih pada unsur dekoratif simbol itu dalam perayaan Adven (baik
dalam kegiatan devosional maupun liturgis). Konsekuensi selanjutnya, unsur-unsur lainnya pun tidak harus seperti
yang secara tradisional dipilih. Misalnya, daun cemara diganti daun lain, bahkan bunga.
[b] Daun cemara hijau yang masih segar (evergreen) yang meliliti lingkaran melambangkan kesetiaan dan
harapan, yang terus bertahan hidup meski musim dingin sekalipun, saat dedaunan lain ronto…k tak tahan cuaca.
Kadang-kadang daun-daun itu dililiti pita atau kain, dan dihiasi asesori.
[c] Empat lilin adalah simbol empat pekan menjelang Natal, namun juga simbol seluruh waktu menjelang
kedatangan Kristus kembali (parousia). Tak ada aturan tentang warna lilin tetapi sebaiknya berwarna sama,
umumnya putih, apalagi jika untuk dipasang di gereja sehingga berfungsi sebagai lilin liturgis.
Namun, meskipun itu tidak relevan, sudah lazim juga dipakai tiga lilin ungu dan satu merah jambu, karena warna-
warna itu sebenarnya berlaku untuk busana liturgis/Misa. Di suatu tempat pernah dipasang lima lilin. Entah, itu
kebiasaan dari mana. Katanya, lilin kelima dinyalakan pada saat malam Natal. Agak aneh juga sebenarnya, apakah
arti lilin kelima itu? Simbol Yesus Kristus sendirikah? Padahal yang dimaksud dengan empat lilin itu adalah suatu
masa (empat pekan dan seluruh waktu menjelang parousia). Lagipula, simbol lilin sebagai Kristus sudah digunakan
Makna simbolis dari lingkaran Adven sebaiknya ditopang dengan pilihan materi yang cocok dan bisa melukiskan
makna simbol itu. Maka, perlu kita perhatikan kualitas materinya. Misalnya, sudah sepantasnya bahan-bahan yang
dipakai adalah bahan …asli, alami, sesuai dengan makna perlambangannya. Jadi, janganlah memilih bahan-bahan
imitasi (lilin listrik, daun plastik), usahakan yang asli dan segar (tidak kering/kotor/berdebu, daun tidak diganti
bunga/buah/ranting, dsb).
Bagaimana penggunaannya? Bisa saja lingkaran Adven hanya dianggap sebagai asesori atau dekorasi untuk
mendukung Masa Adven. Mungkin hal itu belum cukup. Sebaiknya diadakan juga ritual khusus alias tindakan
simbolis untuk atau dengan lingkaran itu. Misalnya, satu per satu pada setiap awal pekan (Minggu) lilin itu
dinyalakan sebagai lambang makin memuncaknya harapan dan menambah cahaya hingga kedatangan Sang
Cahaya. Penyalaan itu mengungkapkan kedatangan Kerajaan Allah yang setahap demi setahap. Ketika
menyalakan, kita mengungkapkan harapan kita akan Kerajaan Allah itu dan komitmen kita untuk mewujudkannya
di dunia ini.
Sejak semula memang lingkaran Adven digunakan untuk kegiatan devosional di rumah-rumah keluarga. Kemudian
dimasukkan dalam gedung gereja dan menjadi bagian liturgi. Hingga sekarang pun kita bisa melihat praktek itu
baik dalam rumah keluarga maupun gedung gereja. Namun, pihak pimpinan Gereja (Takhta Suci) sendiri tidak
mewajibkan penggunaan lingkaran Adven dalam perayaan-perayaan liturgis selama Masa Adven.
Kreativitas dan penggunaan lingkaran Adven di rumah dan gereja bisa saja dibedakan. Misalnya sebagai berikut:
Di rumah-rumah:
b. kreativitas bahan lebih terbukac dinyalakan dalam suatu doa bersama seluruh keluarga pada Sabtu petang,
menjelang gelap.
Di gereja:
a. ukuran yang cukup bisa dilihat banyak umat, sehingga simbolisasinya lebih hidup;
b. warna lilin semuanya putih, bermakna kemuliaan, kegembiraan, kebangkitan;
c. bisa juga dinyalakan dalam suatu ritus sederhana di bagian awal Misa pada setiap awal pekan (Minggu), bukan
Pertanyaan umat :
Ada umat bertanya: Kalau masa prapaskah sangat kental dengan thema pertobatan sebagaipersiapan menyambut
Paskah. Apakah dlm masa Advent juga themanya sa.ma mengenai pertobatan? Bagaimana sikap hati yg tepat
Ada nuansa pertobatan, tetapi tidak seketat Prapaskah.Nuansa yang pasti adalah nuansa penantian, rangkap 2,
yaitu:
Nuansa yang pertama ini kerap kali hilang, terutama karena kita sudah dalam suasana dan lagu-lagu ekspektasi
Natal. Padahal Bacaan, teks liturgi dan lagu-lagu Liturgi (Proprium) masa Adven terutama minggu pertama, bicara
Penyebab hilangnya nuansa pertama juga dikarenakan hilangnya makna Masa Natal dalam pemahaman umat
Awalnya peristiwa utama yang diperingati pada masa Natal adalah Pembaptisan Yesus di Yordan, pada satu hari
yang sama diperingati kunjungan para magi dan para gembala. Ini semua kemudian dipisah menjadi rentang yang
lebih panjang.
Teks liturgi Natal jauh bicara soal kelahiran Kristus dalam konsepsi modern sekarang. Teks Liturgi masa ini
menggarisbawahi teofani atau penyingkapan diri Allah di tengah manusia. Mula-mula kepada Israel, kemudian
pada orang-orang bukan keturunan Israel. Berpuncak pada pembaptisan Yesus ketika pribadi Allah yang
tersembunyi sepenuhnya diungkapkan kepada dunia: Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Dalam Gereja Latin, terutama jemaat yang tidak menggunakan lagi lagu-lagu proprium Misa, semua nuansa ini
lenyap digantikan suasana Natal sekuler, suasana pergantian tahun, dan komersialisme.
Topik :
Dear fans..
1) Ternyata ada byk model yg dipraktekkan di gereja kita msg2. Ttg ini tentu para pastor paroki memiliki
2) Menurut Buku yg dikeluarkan oleh Komisi Liturgi MAWI (ANEKA PEMBERKATAN, Yogya: Kanisius, 1985),
3) Pada HM Adven I, krans adven diBERKATi SESUDAH HOMILI dan lgsng dirangkaikan dgn penyalaan LILIN
PERTAMA..
4) Pada HM Adven II, lilin pertama dinyalakan sejak awal ibadat. SESUDAH INJIL, pemimpin ibadat menyalakan
LILIN KEDUA..
5) Pada HM Adven III, lilin 1 & 2 dinyalakan sejak awal ibadat. SESUDAH INJIL, pemimpin ibadat menyalakan
LILIN KETIGA..
6) Pada HM Adven IV, lilin 1, 2 & 3 dinyalakan sejak awal ibadat. SESUDAH INJIL, pemimpin ibadat menyalakan
LILIN KEEMPAT..
7) Setiap kali lilin baru dinyalakan, ada rumusan doa yg diucapkan oleh pemimpin..
8) Memang rumusan pd buku tsb dikonstruksikan utk Ibadat Sabda. Sekiranya ini dibuat dalam misa, maka dibuat
penyesuaian seperlunya..
otoritatif (artinya, referensi resmi dari lembaga resmi) harus dijadikan pegangan bersama. Buku Aneka
Pemberkatan tsb mrpkn rujukan resmi, skurang2nya mrpk rujukan-equivalen untk upacara Liturgi Gereja.
2) Dalam hal ini, BUKAN perasaan subyektif yg dipakai sbg dasar ber-liturgi, like or dislike, TETAPI Gereja bilang
3) Atas dasar ‘petunjuk Gereja’ (sebagaimana tertuang pd Buku Aneka Pemberkatan sbg rujukan equivalen yg
4) Sekiranya ada dokumen otoritatif lain, misal: berupa petunjuk teknis atau buku liturgi resmi lain yg mengatur
hal ini secara lebih eksak, maka pencerahan ini dan 9 point di atas boleh diabaikan…
Pertanyaan umat :
Kenapa ya, katanya Paskah itu puncak kekuatan dan dasar iman Kristiani;perayaan yang paling penting dalam
hidup iman kita. Tapi dalam prakteknya perayaan natal itu lebih meriah kesannya daripada Paskah. Apakah
b. Paskah – bukan kematian, tetapi KEBANGKITAN. Kematiannya pada Hari Jumat Agung, memang tidak banyak
perayaan meriah.Tapi Kebangkitan, saya kira normalnya jauh lebih menghebohkan daripada kelahiran. Coba saja
kalau di antara keluarga atau kerabat kita ada yang BANGKIT dari kuburnya secara nyata, pasti itu lebih
yang salah pada tempat pertama adalah romo paroki karena tidak memberikan pengajaran yang baik tentang iman
katolik yang bersumber pada wafat dan kebangkitan Yesus dan bukan pada kelahiran-Nya. romo paroki mesti
mengajarkan umatnya tentang pentingnya Hari Raya Paskah. buktinya masih banyak umat yang menganggap
“HARI RAYA DARI SEGALA HARI RAYA”. contoh kongkritnya adalah peringatan hari raya Paskah yang sering
diadakan seadanya, dengan petugas seadanya pula. terkadang malah perayaan Hari Raya Paskah dianggap
yang ketiga adalah orang tua yang membiasakan anak2nya memeriahkan natal dan ketika paskah seadanya saja.
kalau natal beli baju baru yang bagus, kalau paskah pakai yang sudah ada saja. kalau natal masak makanan yang
enak2 dan mewah, kalau Paskah masak indomi saja. kenapa tidak dibalik?
bagaimana bisa menghayati Paskah sebagai puncak perayaan iman apabila yang kelihatan (katekese, liturgi,
pernak-pernik)? yang kelihatan ini malah diperlihatkan lebih meriah justru pada Natal yang bukanlah puncak
perayaan iman.
…..@Pak Onggo L: betul sekali. Marilah kita perhatikan dari tata liturginya, bandingkan liturgi Natal dan Paskah. –
Paskah disiapkan secara panjang, jelas, intensif dan istimewa. Lihat Liturgi mulai Hari Minggu Palma, Kamis Putih,
Jumat Agung dan terutama Malam Paskah. Hitung dan perhatikan berapa Bacaan KS, di samping beberapa simbol
liturgis yang dihadirkan, mulai dari- perarakan daun palma, passio,- pencucian kaki, perarakan Sakramen
Mahakudus, tuguran,- passio Jumat Agung (Injil Yohanes), penghormatan Salib,- Upacara cahaya, Maklumat
Bacaan dan Liturgi Natal sebenarnya aslinya (yang baku) amat sederhana seperti liturgi Minggu Biasa, baik jumlah
bacaan mau pun jumlah lagu dlsb. Jadi meriah seperti sekarang karena orang tidak puas atau tidak merasa cukup
Natal kok cuma gitu-gitu aja, lalu ditambahkan simbol-simbol extra ordinaria.
Jadi secara liturgis, sebenarnya kita telah dibantu untuk merasakan, dan harapannya menghayatinya demikian
yakni secara berbeda, bahwa HR Paskah adalah hari LUAR BIASA …. Maka orang seharusnya terpancing untuk
bertanya: mengapa sih, atau ada apa sih kok malam paskah itu liturginya atau perayaan gerejawinya luar biasa?
simbol extra yang lazim diadakan saat (malam) natal adalah lilin, yang lama kelamaan setelah jadi biasa seakan
misa malam natal tanpa lilin terasa hambar. makin lama simbol lilin bernyala saat natal malah mengaburkan
untuk natal tahun ini, paroki saya mengambil kebijakan tidak ada lilin yg dibagikan ke umat dan tidak ada pula
acara mematikan lampu gereja. perarakan patung bayi Yesus tetap diadakan. semuanya ini bukan untuk
mengurangi kemeriahan liturgi natal, tapi untuk mengembalikan perayaan natal sesuai kadarnya, tidak dilebih-
lebihkan.
lebih baik melakukan apa yang dikehendaki TPE, yakni berlutut saat Syahadat pada bagian “yang dikandung dari
Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria.” bagian ini adalah ciri khas misa Hari Raya Natal. ya itu saja yang
mendapat tekanan, tidak perlu menyibukkan diri dengan simbol2 extra yang tidak perlu. maka katekese ke umat
juga ditekankan ke arah itu, kenapa pada bagian itu saat misa kita membungkuk dan khusus pada hari raya Natal
…. @Pak Onggo L: Betul sekali. Di kapel kami (walau kapel yang misa mingguan lebih dari 500 umat, dan Natal
dan Paskah bisa lebih banyak lagi) – tahun lalu kebetulan Malam Natal saya memimpin ekaristinya, sudah kami
lakukan seperti renca…na paroki pak Onggo. Lilin ditiadakan, karena di samping mengaburkan makna, juga
mengotori kapel, membuat gaduh anak-anak, dll. Perarakan bayi masih, dibuat di awal perayaan bersama imam
yang masuk …. dan sebelum Syahadat saya umumkan, bahwa khusus untuk HR Natal, jadi malam Natal dan Natal
pagi (pagi hanya misa sekali saja) pada bagian “Yang dikandung dst – yang dicetak miring-” kita berlutut dan
Perayaan tetap berjalan bagus, meriah, khidmat …. dan OK. Hehheeheee …..
Ini sudah menyangkut animo masyarakat, baik yg kristen maupun yg non kristen. Semakin lama natal sudah
mengarah ke bisnis/komersil. Pangsa pasar melihat animo masyarakat cukup menguntungkan bagi bisnis, maka
tak mengherankan jika sejak akhir november semua toko-toko penuh dengan assesoris natal dan lagu-lagu natal.
Tahukah kita bahwa kebanyakan pemilik toko2 itu bukanlah kristen? Mereka bukan merayakan natal tetapi
menjual produk yg ‘berbau’ natal. Akan beda misalnya jika masa paskah. Tak akan ada toko menjual assesoris
paskah atau kaset paskah krn animo masyarakat rendah. Ini pertanda apa?
Perayaan yg sejatinya sederhana (krn Yesus lahir di kandang hina) justru disulap menjadi meriah dan hingar
bingar.
Saya setuju dgn pernyataan di atas bahwa memang kenyataannya secara kasat mata peryaan natal kayaknya
lebih wahh lebih meriah dari paskah. Tp bukan berarti itu menjadi inti perayaan. Yg utama adalah apa yg mau
disampaikan kedua perayaan itu bagi kita. Semoga semangat kita menjalani 4 minggu advent tdk berkurang krn
melirik tetangga kita sudah bernatal ria sejak dini. Pace e Bene
PENCERAHAN dari Pastor Christianus Hendrik
Dear friends,Pertanyaannya itu menyangkut dua hal yang memang berkaitan tapi tidak begitu saja bisa
disamakan, yakni soal: PENGHAYATAN IMAN dan PRAKTEK HIDUP SEHARI2 DALAM MASYARAKAT.
PENGHAYATAN IMAN: saya kira apa yang diajarkan dan suasana yang diciptakan dalam gereja Katholik sudah
benar. Tata liturgi sendiri, aturan2 yang dibuat, bacaan2, suasana yang dibangun dalam perayaan Natal dan
Paskah sudah dengan sendirinya mengindikasikan bahwa Paskah itu adalah puncak hidup iman kristiani dan jauh
Dalam PRAKTEK HIDUP SEHARI2 DI MASYARAKAT: Nampaknya terjadi pergeseran nilai simbol2 religius yang
awalnya berpusat di Gereja2 dan di rumah2 keluarga sebagai basis gereja yang terkecil, ke simbol2 humanis
industrialis yang lebih berpusat di mall, supermarket, restaurant, tempat rekreasi, dll. Contoh konkret aja, betapa
kebanyakan umat Katholik yang merasa hidupnya sudah modern dan harus ikut gaya hidup modern; inginnya kalo
misa itu singkat dan cepat selesai dan ingin cepat2 bisa pergi makan bareng keluarga di restaurant, pergi ke mall,
stores, belanja, rekreasi, dan macem2 alasan lainnya – bahkan soal parkir pun menjadi alasan ingin cepat selesai.
Contoh2 dari teman Adiet Wibowo, Liberius Sihombing, dll di atas itu sungguh benar sebagai contoh betapa nilai2
religius-agamis dari perayaan Natal sudah beralih ke nilai2 bisnis dan industri. Saya bisanya memberi contoh di sini
di tempat saya kerja-di Amrik. Jauh sebelum natal, para pemain bisnis dan industri pasar dengan jeli dan rakus
cepat mengadopsi nilai2 religius dari natal seperti: cintakasih, perhatian, kepedulian, kehangatan, kekeluargaan,
tindakan kasih dll sebagai alasan orang harus membeli produk mereka. Maka jangan heran bahwa kehangatan
natal dan gemerlapnya akan jauh lebih mudah ditemukan di mall, store, supermarket, rastaurant, dll….sementara
Naluri bisnis pintar memanfaatkan nilai2 keilahian dan kerohanian dari natal yang sebenarnya menjadi kerinduan
semua orang, dijadikan umpan bisnis mereka, dan mereka berhasil nampaknya. Sementara Gereja yang sudah
biasa dengan nilai2 tersebut lalu terlena dan kurang kreatif dalam menciptakan suasana ilahi kerohanian dari natal
itu dalam gerejanya.Peralihan nilai2 simbolis natal ini nampaknya belum terlalu menjamah Paskah, tapi kalau kita
tidak mensiasatinya, nantinya pelan2 naluri bisnis akan sampai ke sana juga dan berakibat sama. Setidaknya
itulah sebabnya mengapa dalam dunia sehari2 Natal lebih mewarnai dunia daripada Paskah; selain tentu saja
masyarakat non Kristiani lebih familiar dengan natal daripada paskah, bukan?.
Ini bukan hal yang baru. Tata kota sendiri sejak dulu sudah mengalami pergeseran yang mempengaruhi nilai2
keagamaan ke nilai2 bisnis. Sejak jaman Perjanjian Lama, tata kota selalu berpusat pada Bait Allah. Sampai jaman
perkembangan Mesopotamia, kemajuan peradaban romawi, yang disebut dengan Metropolis, pusat kota, kota
besar adalah Bait Allah, Basilica, Ka’bah, Masjid, Synagoge, Pura, Candi, dll… Di mana ada tempat peribadatan, di
situ masyarakat berkumpul dan membangun rumahnya.Tapi sejak jaman revolusi industri, yang disebut metropolis
kemudian beralih menjadi Pabrik, pasar, supermarket, dll…..sampai sekarang bukan?? Kalau anda ingin tahu mana
pusat kota, ya selalu…Supermarket, stores, pasar, restaurant, hotel dll. Iklan2 rumah hunian yang baru selalu
mempromosikan sebagai tempat yang nyaman karena dekat dengan pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, rumah
sakit, dan tidak ada yang mempromosikan dekat gereja dan tempat ibadat he he. Maksudnya jelas, supaya kalo
habis belanja lalu shock karena uangnya habis, atau habis makan kolestrolnya mendadak tinggi, jantungnya
kumat….bisa cepat2 ke rumah sakit ha ha…..Tapi syukurlah saya masih cukup sering mendengar orang Katholik
kalo cari rumah, soal akses ke Gereja yang terjangkau masih menjadi pertimbangan.
So, bagaimana kita mengubah situasi yang kurang ideal itu?? Marilah umat bersama para Imamnya menciptakan
dan membangun kembali nilai2 religius dan simbol2 keagamaan dari Natal dan Paskah itu ke tempat aslinya: di
Gereja dan di Rumah2 anda sendiri sebagai basis gereja yang paling inti – dan bukan di mall atau di restaurant..
…. Natal menjadi ramai karena beberapa hal: a. HR Natal berdekatan dengan HR Tahun Baru. Tahun baru
dirayakan oleh semua lapisan masyarakat tanpa pandang agama. Semangat menyambut Tahun Baru – itu ikut
mempengaruhi usaha komersial (toko,… dll) untuk juga menjual daya tarik pasar tersendiri, entah mulai dari
discount, obral, promosi, kartu sampai ke penawaran lain.Maka orang yang tidak merayakan Natal pun merayakan
Tahun Baru – dan itu ikut memberi warna dan kesan bahwa perayaannya merata dan menyentuh banyak orang.
Paskah hanya dirayakan oleh kelompok kristiani saja. Di Indonesia akan amat terasa bedanya.
b. Lagu-lagu Natal yang digabungkan dengan TahunBaru juga lebih menarik daripada lagu Paskah yang diawali
c. Natal bisa jatuh di hari biasa, dan dengan demikian di kalender pun mudah dilihat ada hari raya, tanggal merah
… dlsb. Paskah selalu jatuh hari Minggu, sehingga pemerintah dan pembuat Kalender umum pun banyak yang lupa
mencantumkan HR Paskah itu, karena tanggalnya sama sudah merah. Coba perhatikan koleksi penanggalan umum
kita: Jumat Agung – ada data Wafat Isa Almasih atau Wafat Tuhan Yesus. Tetapi Paskah tidak ada datanya
…. Nah silahkan teruskan dan menambahkan ….. sehingga kita saling melengkapi.
Ya, pada dasarnya kita harus menemukan kembali inti perayaan Natal.
Pada awalnya, Natal bukan sekedar merayakan kelahiran Yesus, melainkan merayakan Teofani Allah (Penampakan
Seturut berjalannya waktu, perayaan Natal diperpanjang menjadi satu masa, dan peristiwa-peristiwa ini dipisah-
Dalam Liturgi Romawi Gereja Latin, sisa-sisa penggabungan misteri-misteri ini masih terjejak pada Ibadat Harian.
Misalnya antifon Kidung Zakharia pada Ibadat Pagi perayan Epifani sebagai berikut:
“Hari ini Pengantin Surgawi disatukan dengan Gereja, sebab di Yordan Kristus membasuh dosa umatNya, para
sarjana bergegas membawa persembahan untuk pernikahan raja, dan para tamu bergembira atas air yang diubah
Antifon Kidung Maria pada Ibadat Sore II perayaan epifani sebagai beriut:
“Hari ini kita merayakan tiga peristiwa suci. Hari ini para sarjana dibimbing bintang ke palungan. Hari ini air diubah
menjadi anggur pada pesta perkawinan. Hari ini Kristus dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan untuk
Namun, Natal lama kelamaan memperoleh nuansa sekuler. Kemeriahan Natal yang kita kenal sebagian besarnya
dibayangi industri komersial. Seluruh misteri perayaan pada masa Natal menjadi hambar karena seluruh daya
usaha upaya dan fokus dicurahkan pada satu momen Kelahiran Yesus. Ini tampak jelas dalam usaha
mempersiapkan liturgi, koor dan nyanyian yang “sloppy” atau serampangan selama masa Natal yang kurang
memperhatikan bergulirnya pewahyuan diri Allah dalam diri Yesus kepada dunia.
Bagi Gereja Katolik Timur, peristiwa Yesus dibaptis di Yordan merupakan puncak liturgis masa Natal. Bagi mereka,
Epifani ada bukan di penyembahan para Majus, tapi di pembaptisan Yesus. Karena pada peristiwa inilah, Teofani
(penampakan diri Allah) memuncak dalam sejarah keselamatan ketika diri Tritunggal Mahakudus, seluruh
keAllahan terungkap: Bapa yang menyatakan AnakNya, Roh yang mengurapi Anak, dan Anak yang lewat
pembaptisanNya mengungkapkan Bapa dan Roh kepada dunia untuk pertama kalinya.
Ini sharing dari seorang pastor, lewat link WordPress Liturgi Ekaristi.
Tak dapat disangkal bahwa praksisnya perayaan Natal lebih meriah, lebih di tunggu2 oleh umat ketimbang Paskah,
seakan2 Natal yang menjadi pusat dan puncak perayaan Gereja. Keprihatinan ini sudah saatnya menjadi
keprihatinan bersama, yang kemudian melahirkan suatu tuntutan katakese yang benar. Keprihatinan ini juga yang
melandasi lahirnya devosi JALAN KEMULIAAN/ Via Lucis, yang sangat menggema di Seminari Claret (CMF) di
Kupang-NTT.
Pastor Jose Celma, CMF , sebagai pelopor devosi ini di kupang menjelaskan bahwa, Masa Paskah tidak hanya
sampai pada Perayaan Minggu Paskah, tetapi berlangsung selama 50 hari. kalau selama masa pra paskah, kita
menjalankan devosi jalan salib, maka mulai paskah kita melakukan devosi jalan kemuliaan, sebagai ungkapan
kegembiraan karena Kristus Bangkit. Devosi ini di buat dalam bentuk stasi2 (seperti stasi jalan salib), yang diarak
adalah Lilin Paskah. pada masa paskah, Para seminaris Claretian, juga para OMK dari paroki-paroki terdekat,
setiap hari minggu sore berkumpul untuk melaksanakan devosi ini. Peserta bernyanyi, menari di sekitar lilin
paskah.
Mari kita mengisi masa paskah dengan kegiatan2 yang mencerminkan bahwa Paskah adalah Puncak dari semua
perayaan Gereja.
Gereja Latin harus mulai memperhatikan lagi seluruh konsistensi Liturgi masa Natal sebagai koreksi bersama.
Pertanyaan umat :
Tiap menjelang natal, saya sering diundang teman saya yang kristen non Katholik untuk merayakan natal, tapi
sering perayaannya jauh sebelum tanggal 25Desember. Bagaimana kita mensikapi hal ini sebagai orang Katholik,
karenasetahu saya kita baru merayakan natal pada tanggal 25 Desember?? Mau menolaktapi susah member…i
jawabnya he he..”.
Dear friends,
Dalam hal2 semacam ini ada yang disebut sebagai “kebijakan hidup” – tidak selalu tertulis sebagai aturan, tapi
kiranya kita punya “rasa” dalam hidup bermasyarakat.Beragama itu bukannya membuat kita terasing dan menjadi
sulit dalam hidup bermasyarakat, tapi justru seharusnya mempermudah dan menjembatani hubungan kita dengan
yang lain.
namun harusnya sebagai orang Katholik, identitas kita harus jelas dulu pertama2; dipahami sepenuhnya mana
yang menjadi milik kita, ciri khas kita dan dasar2 iman kita; baru kemudian kita tahu harus bagaimana mensiasati
Waktu saya tugas di paroki, sering juga diundang untuk natalan oekumene dari teman2 gereja lain. Prinsipnya
saya menjelaskan: bahwa sebelum tanggal 25 Des, saya sebagai orang Katholik punya program pengembangan
iman saya bersama umat dengan apa yang kami sebut masa Advent. Ini masa2 penting bagi kami secara rohani,
spiritual dan bahkan fisik mempersiapkan diri secara matang agar sungguh layak menerima Dia yang akan datang
pada saat natal dan juga yang akan datang dalam hidup saya. Tidak ada yang lebih penting dari upaya menjadikan
diri saya sepantasnya bagi Dia yang mau datang untuk diri saya.
Maka kemudian saya katakan: “Kalau kamu mau mengerti saya dan menghormati saya, kamu tahu bahwa
seharusnya saya tidak akan datang untuk perayaan yang belum waktunya bagi saya. Tetapi kalo kamu sulit
mengerti saya, ya tidak apa2, saya akan datang hanya karena saya menghormati kamu yang mengundang saya,
tidak lebih dari itu” Pertimbangan itupun bagi saya harus dipertegas dengan situasi yang saya hadapi. Kalo
undangan itu menempatkan saya sebagai tamu yang vital, mempengaruhi suasana, atau terlibat dalam salah satu
acara untuk memeriahkan, atau harus berbicara di depan publik…ya sebagai cara menghormati mereka ya saya
datang saja. Tapi kalo undangan itu sifatnya sekedar undangan sebagai tamu biasa, tanpa peran apa2, ya
biasanya saya jelaskan seperti di atas dan setelah itu tidak perlu datang.So, saya kira anda masing2 yang paling
tahu situasinya dapat secara bijaksana menentukan sendiri perlu datang atau tidak. Yang penting kita tahu yang
Perayaan Ekaristi:
RITUS PEMBUKA
PENGANTAR
I. Mulai hari ini kita memasuki masa Adven. Kata adven berasal dari kata Latin adventus, artinya
kedatangan. Pada masa Adven kita diajak untuk menantikan kedatangan Tuhan yang pertama, yaitu
yang kita rayakan pada hari raya Natal nanti, maupun kedatangan Tuhan yang kedua, yakni pada akhir
zaman. Nuansa pada masa Adven adalah nuansa pengharapan. Lilin pertama pada lingkaran Adven
yang kita nyalakan pada hari ini merupakan tanda pengharapan akan kedatangan Tuhan. Masa Adven
memberikan kepada kita kesempatan yang istimewa untuk menata hidup dan bertobat. Marilah kita
belajar dari seorang hamba dari Injil hari ini yang menantikan dengan penuh harapan dan sambil berjaga-
jaga. Sikap berjaga-jaga bukan sikap yang pasif tetapi aktif, yaitu untuk mempersiapkan segala
sesuatunya apabila tuan rumah datang pada saat yang tidak diduga-duga.
DOA PEMBERKATAN KORONA ADVEN
I. Terpujilah Engkau, ya Allah, pencipta segala sesuatu.
U. Terpujilah Engkau selama-lamanya.
I. Dalam diri Putera-Mu, yang datang sebagai cahaya sejati, Engkau mengusir kegelapan hati, dan
memulihkan hidup kami
U. Terpujilah Engkau selama-lamanya.
I. Engkau mengutus Roh Kudus, yang menerangi hati kami, sehingga sadarlah kami, betapa besar kasih-
Mu yang boleh kami dambakan.
U. Terpujilah Engkau selama-lamanya.
I. Allah, Tuhan kami, kami bersyukur kepada-Mu, karena kami boleh mengalami lagi Masa Adven, yakni
masa yang penuh pengharapan dan kerinduan akan kedatangan Sang Juruselamat. Harapan dan
kerinduan itu kami ungkapkan dalam lambang lingkaran Adven ini. Maka kami mohon, sudilah Bapa
memberkati † Lingkaran adven ini, dan limpahkanlah rahmat-Mu, supaya melalui masa yang suci ini
persekutuan umat di Paroki ...... semakin kokoh.
Semoga kami selalu saling membantu mempersiapkan diri dengan tekun sehingga sungguh pantas
menyambut kedatangan Yesus. Sebab Dialah Tuhan dan pengantara kami kini dan sepanjang masa.
U. Amin
I. Ya Bapa, berbelaskasihlah kepada kami, hamba-Mu yang merindukan Putra-Mu, cahaya kehidupan
kami. Nyalakanlah harapan kami yang gelap ini akan kehadiran Putra-Mu yang menjadi penerang bagi
hidup dan karya kami.
(lilin dinyalakan)
Bagai nyala lilin yang semakin terang, demikianlah kami mohon agar hidup kami semakin diterangi oleh
kehadiran Kristus dalam kehidupan kami.
Semoga dalam terang-Nya, kami dapat mengembangkan iman yang solider, mendalam dan tangguh,
sehingga mampu mewujudkan iman di tengah-tengah masyarakat. Doa ini kami sampaikan dengan
pengantaraan Kristus, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dan Roh Kudus, kini dan sepanjang
masa.
U. Amin.
I. Saudara-saudari, marilah mengakui bahwa kita telah berdosa supaya layak merayakan peristiwa
penyelamatan ini.
I. Tuhan Yesus Kristus, Engkaulah pembawa damai sejahtera ke dunia. Engkaulah yang dinanti-nantikan
umat manusia.
K. Tuhan, kasihanilah kami (PS 351)
U. Tuhan, kasihanilah kami.
I. Engkaulah cahaya penghalau kegelapan dunia. Engkaulah yang didamba-dambakan umat manusia.
K. Kristus, kasihanilah kami
U. Kristus, kasihanilah kami
I. Semoga Allah yang mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita dan mengantar kita ke hidup
yang kekal.
U. Amin.
TANPA KEMULIAAN
DOA PEMBUKA
I. Marilah kita berdoa:
(hening sejenak)
I. Allah Bapa kami di surga, Engkau nampaknya begitu jauh dari kami, hingga kami kurang kami
perhatikan dan hampir-hampir kami lupakan kedatangan-Mu kembali. Berkenanlah kini mempecepat
kedatangan-Mu di tengah-tengah kami, dan buatlah kami mendambakan penyelamatan-Mu. Dengan
pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh
Kudus, hidup dan berkuasa, sepanjang segala masa.
U. Amin.
LITURGI SABDA
I. Tuhan sertamu
U. Dan sertamu juga
I. Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus
U. Dimuliakanlah Tuhan.
I. Sekali peristiwa Yesus bersabda kepada murid-murid-Nya, "Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab
kamu tidak tahu bilamana waktunya tiba. Ibaratnya seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan
rumahnya dan menyerahkan tanggung jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing sesuai dengan
tugasnya, dan memerintahkan supaya penunggu pintu berjaga-jaga. Karena itu berjaga-jagalah, sebab
kamu tidak tahu bilamana tuan rumah itu pulang: Menjelang malam atau tengah malam, atau larut malam
atau pagi-pagi buta. Hal ini Kukatakan supaya kalau ia tiba-tiba datang, jangan sampai kamu didapatinya
sedang tidur. Apa yang Kukatakan kepada kamu Kukatakan kepada semua orang: Berjaga-jagalah!"
HOMILI
AKU PERCAYA
DOA UMAT
I. Kita tahu bilamana Tuhan datang kembali. Tetapi Ia berkata supaya kita siap siaga. Suatu dorongan
bagi kita untuk selalu berdoa dan bekerja bagi kepentingan umum. Maka marilah kita panjatkan doa kita:
L. Bagi mereka yang hari ini tak dapat hadir di sini: Ya Bapa, berkatilah dan lindungilah saudara-saudara
kami yang hari ini tak dapat hadir, agar mereka mampu mengatasi kesulitan yang sedang dihadapi.
Marilah kita mohon:
U. Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.
I. Allah Bapa yang mahakuasa, sepanjang zaman Engkau setia akan sabda-Mu. Engkaulah Tuhan kami,
Allah-beserta kami, dan kami ini umat-Mu. Itulah iman dan harapan kami, bila kami berdoa kepada-Mu
dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami.
U. Amin.
LITURGI EKARISTI
A. PERSIAPAN PERSEMBAHAN
C. KOMUNI
BAPA KAMI (Konvenas)
I. Atas petunjuk Penyelamat kita dan menurut ajaran ilahi, maka beranilah kita berdoa
I+U. Bapa kami yang ada di surga, dimuliakanlah nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-
Mu di atas bumi seperti di dalam surga. Berilah kami rezeki pada hari ini dan ampunilah kesalahan kami,
seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami; dan janganlah masukkan kami ke dalam
pencobaan, tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.
I. Ya Bapa, bebaskanlah kami dari segala kemalangan dan berilah kami damai-Mu. Kasihanilah dan
bantulah kami, supaya selalu bersih dari noda dosa dan terhindar dari segala gangguan, sehingga kami
dapat hidup dengan tenteram sambil mengharapkan kedatangan Penyelamat kami, Yesus Kristus.
U. Sebab Engkaulah Raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya.
DOA DAMAI
I. Tuhan Yesus bersabda: “Berjaga-jagalah dan berdoalah selalu, supaya kamu pantas diluputkan dari
malapetaka yang akan terjadi, dan sanggup menghadap Putra Manusia.” Maka marilah kita mohon damai
kepada-Nya: Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman
Gereja-Mu, dan restuilah kami supaya hidup bersatu dengan rukun sesuai dengan kehendak-Mu. Sebab
Engkaulah pengantara kami kini dan sepanjang masa.
U. Amin.
I. Damai Tuhan bersamamu
U. Dan bersama rohmu
RITUS PENUTUP
PENGUMUMAN
BERKAT
PENGUTUSAN
LAGU PENUTUP (PS 443)