Anda di halaman 1dari 20

Portofolio

Cephalgia ec Migren tanpa Aura

Oleh:
dr. Fitri Hidayati
Pendamping:
dr. Lia Riani
Wahana:
Puskesmas Tanjung Enim

KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM KESEHATAN
BADAN PPSDM KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Kasus dan Portofolio yang Berjudul:

Cephalgia ec Migren tanpa aura

Oleh:
dr. Fitri Hidayati

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan
program internsip dokter Indonesia di wahana Puskesmas Tanjung Enim periode
10 Juli 2018 – 9 November 2018.

Tanjung Enim, Oktober 2018


Pendamping,

dr. Lia Riani


PORTOFOLIO
Kasus

Topik: Cephalgia ec Migren tanpa Aura


Tanggal (Kasus): 30 Agustus 2018 Presenter: dr. Fitri Hidayati
Tanggal Presentasi: 29 Oktober 2018 Pendamping: dr. Lia Riani
Tempat Presentasi: Puskesmas Tanjung Enim
Objektif Presentasi:
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Laki-Laki, 39 Tahun, Cephalgia ec Migren tanpa Aura
Tujuan:
1. Penegakkan diagnosa
2. Penatalaksanaan
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi & diskusi E-mail Pos
Data Pasien: Nama: Tn. RL No registrasi: -
Usia: 39 tahun Alamat: BTN RT 3
Agama: Islam Bangsa: Indonesia
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keadaan umum tampak sakit sedang, dengan keluhan utama nyeri kepala sebelah
kiri hilang timbul yang dirasakan bertambah hebat dan menganggu aktivitas sejak
± 1 bulan sebelum berobat ke poli UKK Puskesmas.

2. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah berobat.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Sejak ± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri di kepala sebelah kiri, nyeri
dirasakan berdenyut-denyut, hilang timbul, nyeri terpusat di tempat yang sama dan tidak
menjalar, lamanya 6-7 jam, frekuensi sekitar 3x dalam seminggu, nyeri semakin berat saat
penderita melakukan aktivitas dan nyeri berkurang ketika penderita beristirahat. Nyeri
tidak diperberat dengan cahaya atau suara bising, tidak ada gejala seperti perasaan silau
ketika melihat cahaya, pandangan kabur dan kesemutan sebelum nyeri kepala, pasien
mengeluh mual, namun muntah tidak ada. Mulut mengot tidak ada, bicara pelo tidak ada,
gangguan berkomunikasi tidak ada, kelemahan pada tubuh tidak ada, gangguan
sensibilitas tidak ada, penurunan kesadaran tidak ada, kejang tidak ada.
Sekitar 1 minggu yang lalu penderita merasa nyeri kepala semakin bertambah,
penderita sering merasa sakit jika mendengar suara bising sehingga penderita mulai malas
pergi keluar rumah dan sulit beraktivitas. Nyeri kepala disertai rasa mual dan muntah.
Kemudian pasien datang ke poli UKK Puskesmas Tanjung Enim.
4. Riwayat Keluarga:
Riwayat dengan keluhan yang sama pada keluarga disangkal
5. Lain-lain:
Riwayat darah tinggi tidak ada, riwayat kencing manis tidak ada, riwayat sinusitis
tidak ada, riwayat sakit gigi, riwayat sakit telinga tidak ada, riwayat pandangan kabur atau
mata merah tidak ada, riwayat trauma kepala tidak ada. Riwayat penyakit yang sama pada
keluarga tidak ada.

Daftar Pustaka:
1. Goadsby PJ, Lipton RB, Ferrari MD. Migraine – current understanding and
treatment. N Engl J Med. 2002;346:257-61.
2. Anurogo, D. Penatalaksanaan Migren. CDK-198. vol.39 no.10.(731-737). 2012.
3. Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society,
2004. The International Classification of Headache Disorders 2nd Edition.
Cephalalgia, 24(suppl 1), p. 1-160
4. Perhimpunan dokter spesialis Saraf Indonesia. Buku Pedoman Standar Pelayanan
medik (SPM) & Standar Operasional (SPO). 2006: 87-89.
5. Harsono. 2005. Kapita Skeletal Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
6. Aminoff,M.J. et al2005.Lange medical book:Clinical Neurology. 6th ed. :
McGraw-Hill.
7. Daroff BR. Headache and Facial Pain. In: Daroff BR, Fenichel GM, Jankovic J,
Mazziotta JC. Bradley’s Neurology in Clinical Practice. 6th Ed. California:
Elsevier. 2012:235-246.
8. Sjahrir, H. C., Nyeri Kepala: Diagnostik dan Penatalaksanaan Dalam : Meliala dkk
(eds) 2005. Kelompok Studi Nyeri Kepala Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI). Medan. Hal: 77-85
9. Hoddeson EK, Wise SK. Headache and Facial Pain. In: Aminoff MJ, Greenberg
DA, Simon RP. Clinical Neurology. 9th Ed. San Francisco: Mc Graw Hill.
2012:135-156.
10. Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society,
2004. The International Classification of Headache Disorders 2nd Edition.
Cephalalgia, 24(suppl 1), p. 1-160
11. Perhimpunan dokter spesialis Saraf Indonesia. Buku Pedoman Standar Pelayanan
medik (SPM) & Standar Operasional (SPO). 2006: 87-89.
12. Hoddeson EK, Wise SK. Headache and Facial Pain. In: Aminoff MJ, Greenberg
DA, Simon RP. Clinical Neurology. 9th Ed. San Francisco: Mc Graw Hill.
2012:135-156.
13. Rupper AH. Headache and Other Craniofacial Pain. In: Rupper AH, Samuels MA,
Klein JP. Adam and Victor’s Principle of Neurolgy. 10th Ed. San Francisco: Mc
Graw Hill. 2014:172-184.
14. Anurogo, D. Penatalaksanaan Migren. CDK-198. vol.39 no.10.(731-737). 2012.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Cephalgia ec Migren tanpa Aura
2. Tatalaksana Cephalgia ec Migren tanpa Aura
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN
1. Subjektif:
Sejak ± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri di kepala sebelah kiri,
nyeri dirasakan berdenyut-denyut, hilang timbul, nyeri terpusat di tempat yang
sama dan tidak menjalar, lamanya 6-7 jam, frekuensi sekitar 3x dalam seminggu,
nyeri semakin berat saat penderita melakukan aktivitas dan nyeri berkurang ketika
penderita beristirahat. Nyeri tidak diperberat dengan cahaya atau suara bising,
tidak ada gejala seperti perasaan silau ketika melihat cahaya, pandangan kabur
dan kesemutan sebelum nyeri kepala, pasien mengeluh mual, namun muntah tidak
ada. Mulut mengot tidak ada, bicara pelo tidak ada, gangguan berkomunikasi
tidak ada, kelemahan pada tubuh tidak ada, gangguan sensibilitas tidak ada,
penurunan kesadaran tidak ada, kejang tidak ada.
Sekitar 1 minggu yang lalu penderita merasa nyeri kepala semakin
bertambah, penderita sering merasa sakit jika mendengar suara bising sehingga
penderita mulai malas pergi keluar rumah dan sulit beraktivitas. Kemudian pasien
datang ke poli umum Puskesmas Tanjung Enim.
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat darah tinggi tidak ada, riwayat kencing manis tidak ada, riwayat
sinusitis tidak ada, riwayat sakit gigi, riwayat sakit telinga tidak ada,
riwayat pandangan kabur atau mata merah tidak ada, riwayat trauma
kepala tidak ada. Riwayat penyakit yang sama pada keluarga tidak ada.
2. Objektif:
Pemeriksaan Fisik:
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 90 x/menit
 Pernafasan : 16 x/menit
 Suhu : 37,2oC
Status Generalis:
 Kepala
 Bentuk : Normosefali, simetris
 Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-)
 Telinga : Meatus akustikus eksternus lapang, nyeri
tarik aurikula (-), nyeri tekan tragus (-),
sekret (-)
 Hidung : Septum dan tulang dalam perabaan baik,
epistaksis (-), sekret (-), napas cuping
hidung (-)
 Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-),
sianosis (-), cheilitis (-), stomatitis (-)
 Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
 Leher
 Pembesaran KGB (-)
 Pembesaran kelenjar submandibularis (-/-)
 Thorax
Paru-paru
 Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, iga gambang (-),
retraksi (-)
 Palpasi : Stemfremitus kiri sama dengan kanan
 Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
 Auskultasi : HR: 90 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal,
murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, turgor baik
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Ekstrimitas
 Akral hangat, edema (-), capillary refill time < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang:
Tidak dilakukan
3. Assessment:
Melalui anamnesis diketahui bahwa pasien mengeluh nyeri kepala
sebelah kiri sejak ± 1 bulan yang lalu, nyeri dirasakan berdenyut-denyut, hilang
timbul, lamanya 6-7 jam, frekuensi sekitar 3x dalam seminggu. Penderita juga
mengeluh nyeri kepala bertambah berat saat melakukan aktivitas dan akan
berkurang ketika penderita beristirahat. Nyeri tidak diperberat oleh cahaya dan
suara bising, tidak ada gejala seperti perasaan silau ketika melihat cahaya,
pandangan kabur dan kesemutan sebelum nyeri kepala, mual ada namun muntah
tidak ada. Sekitar 1 minggu yang lalu penderita merasa nyeri kepala semakin
bertambah, penderita sering merasa sakit jika mendengar suara bising sehingga
penderita mulai malas pergi keluar rumah dan sulit beraktivitas. Nyeri kepala
disertai rasa mual dan muntah. Keluhan yang dialami pasien sesuai dengan
karakteristik migrain tanpa aura berdasarkan International Headache Society
(IHS).

Migrain tanpa aura Migrain dengan aura

 Minimal 5 serangan yang  Minimal 2 serangan yang berlangsung


berlangsung 4-72 jam 4-72 jam
 Serangan nyeri kepala berlangsung  Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari
antara 4-72 jam (tidak diobati atau di bawah ini.
pengobatan tidak adekuat) dan 1. Gangguan visual yang reversibel
diantara serangan tidak ada nyeri seperti: positif (cahaya yang
kepala berkedip-kedip, bintik-bintik, atau
 Nyeri kepala yang terjadi garis-garis) dan
sekurang-kurangnya dua dari negatif (hilangnya penglihatan).
karakteristik sebagai berikut: 2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk
1. Lokasi unilateral positif (pins and needles), dan/atau negatif
2. Sifatnya berdenyut (hilang rasa/kebas).
3. Intensitas sedang sampai berat 3. Gangguan berbicara disfasia
4. Diperberat dengan kegiatan fisik yang reversibel sempurna.
 Selama serangan sekurang-  Paling sedikit dua dari di bawah ini.
kurangnya ada satu dari yang 1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris
tersebut dibawah ini: unilateral.
1. Mual atau dengan muntah 2. Paling tidak timbul satu macam
2. Fotofobia dan fonofobia aura secara gradual ≥ 5 menit
 Tidak menunjukkan adanya dan/atau jenis aura yang lainnya ≥ 5
kelainan organik. menit.
3. Masing-masing gejala berlangsung ≥ 5 menit
dan ≤ 60 menit.
 Dengan gejala tambahan: mual dan/atau
muntah
 Tidak menunjukkan adanya kelainan
Organik.

Dari anamnesis tidak didapatkan keluhan gangguan neurologis berupa


mulut mengot, bicara pelo, gangguan berkomunikasi, kelemahan pada tubuh,
gangguan rasa, penurunan kesadaran, dan kejang. Riwayat infeksi pada bagian
kepala lain seperti sinus, gigi, telinga, dan mata yang dapat menyebabkan nyeri
juga tidak ada.
Pada hasil pemeriksaan fisik juga tidak ditemukan kelainan pada status
generalikus dan status neurologis, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan
penunjang seperti CT-Scan kepala.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini didiagnosis
dengan cephalgia primer, dimana nyeri terjadi bukan karena ada lesi pada otak.
Cephalgia primer yang diderita oleh pasien adalah migren, karena memenuhi
kriteria migren yaitu serangan berlangsung lebih dari lima kali, nyeri kepala
dirasakan pada satu sisi (unilateral), berdenyut-denyut, berlangsung antara 4-72
jam, intensitas nyeri sedang-berat, dan nyeri kepala diperparah oleh aktivitas. Jenis
migren yang diderita pada kasus ini adalah migren tanpa aura karena dari
anamnesis tidak didapatkan keluhan berupa gangguan penglihatan, pendengaran,
atau gangguan sensorik sebelum nyeri kepala menyerang.
Setelah diketahui diagnosis kerja, maka penting untuk mengetahui
kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya nyeri kepala. Diagnosis banding
kasus ini berdasarkan diagnosis kliniknya yaitu:
Migrain Tension Headache Cluster Headache
 Nyeri kepala  Nyeri kepala  Nyeri kepala dengan
berdenyut didefinisikan sebagai intensitas sangat hebat
 Nyeri dirasa terus rasa tekan (terikat)  Lokasi nyeri unilateral
menerus yang konstan  Nyeri bersifat periodik
 Lokasi nyeri unilateral  Lokasi nyeri bilateral  Disertai gejalan
 Nyeri kepala  Nyeri kepala bersifat otonom: lakrimasi,
berlangsung 4-72 jam episodik atau kronik, injeksi konjungtiva,
 Intensitas nyeri berlangsung 30 menit rhinorrhae, ptosis,
sedang-berat  Intensitas nyeri dahi berkeringat,
 Serangan dapat ringan-sedang eritema daerah muka
muncul kapan saja  Tidak dipengaruhi sesisi
 Dipengaruhi aktivitas aktivitas  Nyeri kepala
dan berkurang saat  Terdapat gejala berlangsung 30 menit-
istirahat penyerta: mual, 3 jam
 Terdapat gejala fotofobia, fonofobia
penyerta: mual,
muntah
 Disertai aura atau
tanpa aura
Jadi berdasarkan karakteristik nyeri kepala yang dialami pasien, kemungkinan
diagnosis tension headache dan cluster headache dapat disingkirkan.

Tatalaksana pada pasien ini berupa non farmakologi dan farmakologi.


Pasien diberikan edukasi untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan dan
menghindar dari lingkungan yang bising ketika terjadi nyeri kepala. Terapi
farmakologinya berupa ergotamin tab 3 x 1 mg, paracetamol tablet 3 x 500 mg
untuk mengatasi nyeri. Karena penderita terkadang nyeri disertai mual dan
muntah, maka penderita diberikan omeprazol kapsul 1x20 mg yang diminum jika
muncul gejala mual.
Prognosis vitam maupun fungsionam pada pasien pasien ini adalah bonam
karena tidak disertai dengan kelainan ireversibel pada anatomi otak. Migren yang
dialami pasien dapat menjadi remisi ataupun menghilang secara total. Hal ini
bergantung pada usaha untuk menghindarkan faktor pencetusnya dan terapinya.
4. Plan:
Diagnosis: Cephalgia ec Migren tanpa Aura

Penatalaksanaan:
Non medikamentosa
Edukasi berupa saran kepada pasien untuk menghindari pencetus, yaitu
aktivitas yang berlebihan. Disarankan juga untuk beristirahat dalam ruang
yang sepi jika terjadi nyeri kepala

Medikamentosa
- Ergotamin tab 3x1 per oral
- Parasetamol tab 3 x 500 mg per oral
- Omeprazole kaps 2 x 20 mg per oral, jika mual
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Menurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri kepala
berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi
(unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh
aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.2,3,4

Etiologi dan Faktor Pencetus


Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, diduga
sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistem saraf dan aktivasi sistem
trigeminal vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer. Ada beberapa
faktor pencetus timbulnya serangan migren yaitu :5
1. Perubahan hormonal
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan akan
meningkat saat menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya merasakan
serangan migren saat menstruasi. Istilah ‘menstrual migraine’ sering digunakan
untuk menyebut migren yang terjadi pada wanita saat dua hari sebelum
menstruasi dan sehari setelahnya. Ini terjadi disebabkan penurunan kadar
estrogen.
2. Kafein
Kafein dalam jumlah yang sedikit akan meningkatkan kewaspadaan dan tenaga,
namun bila diminum dalam dosis yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur,
lekas marah, cemas dan sakit kepala.
3. Puasa dan terlambat makan
Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa terjadi
pelepasan hormone yang berhubungan dengan stres dan penurunan kadar gula
darah.
4. Ketegangan jiwa (stres) baik emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari
ketegangan.
5. Cahaya kilat atau berkelip
Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang terlalu tinggi
akan menyebabkan sakit kepala pada manusia normal. Mekanisme ini juga
berlaku untuk penderita migren yang memiliki kepekaan cahaya yang lebih tinggi
daripada manusia normal.
6. Makanan
Penyedap makanan atau MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit kepala,
kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar-debar jika dikonsumsi dalam
jumlah yang besar pada saat perut kosong. Fenomena ini disebut ‘Chinese
Restaurant Syndrome’. Aspartam atau pemanis buatan pada minuman diet dan
makanan ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah
besar dan jangka waktu yang lama.
7. Banyak tidur atau kurang tidur
Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur, sering terjaga
tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan sakit kepala tegang,
sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan membantu mengurangi
frekuensi timbulnya migren.
8. Faktor herediter
9. Faktor kepribadian

Patofisiologi
a. Teori vaskuler
Nyeri migren diawali jika pembuluh darah di otak mulai berkontraksi dan terus
berlanjut dan meluas. Kontraksi ini mulai terjadi di lobus oksipitalis di bagian belakang
otak dimana arteri menjadi spasme. Akibat spasme terjadi reduksi aliran darah di lobus
oksipitalis yang merupakan pemicu terhadap kortek visual yang dianggap sebagai aura
tertentu terjadinya migren. Jika vasokontriksi berhenti maka pembuluh darah menjadi
dilatasi sehingga terjadi pergeseran cairan dari pembuluh darah kortek mengakibatkan
rasa nyeri yang terasa seirama dengan denyut jantung karena nosiseptor berada di
sekeliling pembuluh darah. Teori ini berdasarkan 3 observasi, yaitu: pembuluh darah
ekstrakranial menyebabkan distensi dan pulsatil selama serangan migren, stimulasi
pembuluh darah intrakranial pada orang yang sadar menyebabkan nyeri kepala dan
vasokonstriktor menyebabkan nyeri kepala dan vasodilator memprovokasi serangan.10,11,12

b. Teori neuronal dan depolarisasi


Jika terjadi iritasi di neuron atau di batang otak maka terjadi sekresi dari mediator
inflamasi di pembuluh darah. Mediator inflamasi ini membuat iritasi dari jaringan saraf di
pembuluh darah. Salah satu dari mediator inflamasi penyebab nyeri adalah Substansi P.
Fenomena ini dikenal sebagai perluasan depresi kortikal yang dapat mengakibatkan
migren. Meluasnya depresi kortikal menyebabkan terjadinya penekanan aktivitas sel saraf
di area korteks sehingga memicu depolarisasi potensial sebagai penyebab terjadinya
iritasi saraf kranial. Saraf kranial yang sering terjadi adalah n. trigeminalis dengan cabang
di daerah muka dan bagian kepala.Aktivasi hipotalamus akibat stres menyebabkan
perubahan keseimbangan neurtransmiter dalam bentuk depolarisasi di korteks melalui
sekresi 5-HT sehingga terjadi perubahan kondisi pembuluh darah. Kejadian ini kembali
menyebabkan sekresi mediator inflamasi SP penyebab migren. Keadaan ini menunjukkan
bahwa sensitisasi jaras sentral bisa memediasi migren.12,13

c. Cortical spreading depression (CSD)


Teori CSD untuk menjelaskan mekanisme migren dengan aura. CSD merupakan
gelombang eksitasi neuronal pada substansia grisea yang menyebar dari asalnya pada
kecepatan 2-6 mm/menit menuju ke korteks oksipital. Depolarisasi seluler menyebabkan
fenomena korteks primer atau fase aura dan mengaktivasi serat trigeminal sehingga
menyebabkan fase nyeri kepala. Aspek neurokimiawi CSD adalah pelepasan kalium atau
asam amino eksitatori glutamat dan nitrit oksida dari jaringan saraf disertai penurunan
CBF (Cortical Blood Flow) sehingga menyebabkan depolarisasi pada jaringan berdekatan
dan melepaskan neurotransmiter yang lebih banyak sehingga menyebabkan keadaan
oligemia, aktivasi sistem trigeminovaskuler, produksi metaloproteinase dan
hipoksia.10,12,14

d. Serotonin
Serotonin adalah salah satu jenis neurotransmiter di otak yang berperan dalam
pengaturan mood, sensasi nyeri, serta pengaturan tidur. Jika kadar 5-HT di otak rendah,
maka bisa mengakibatkan vasokontriksi atau vasodilatasi pembuluh darah di otak dengan
demikian sebagai pemicu terjadinya migren. Oleh sebab itu, sering disebutkan bahwa 5-
HT berperan terhadap kejadian nyeri kepala tipe migren sebagai vasoaktif substansi serta
modulasi nyeri. Modulasi nyeri terjadi akibat adanya perubahan sensitivitas reseptor 5-
HT yang sekaligus juga akan berdampak pada gangguan mood dan depresi.
Reaksi terhadap stimulus ini akan menyebabkan bebasnya beberapa jenis zat,
hormon dan neurotransmiter seperti BK, histamin, PG. Demikian juga halnya dengan
beberapa jenis ion. Kesemuanya ini nantinya bisa menstimulasi nosiseptor yang
selanjutnya akan menimbulkan persepsi nyeri. Serotonin yang disekresi dari nukleus rafe
berperan sebagai inhibisi nyeri terhadap saraf sentral. Ini dapat dibuktikan dengan
pemberian inhibisi biosintese 5-HT seperti p-chloro phenyl alanin akan meningkatkan
sensitivitas rasa nyeri sementara pemberian secara langsung 5-HT akan menurunkan
sensitivitas rasa nyeri tersebut. Cara kerja 5-HT ini adalah dengan mengaktifkan opioid
secara lokal ataupun yang dari hipotalamus dengan demikian akan menekan aktivasi
neuron di traktus spinotalamikus.

Klasifikasi
Berikut ini klasifikasi migren berdasarkan ICHD-3 (International Classification
of Headache Disorders):3,4
1. Migren tanpa aura
2. Migren dengan aura
Migren dengan aura tipikal
Aura tipikal dengan nyeri kepala
Aura tipikal tanpa nyeri kepala
Migren dengan area batang otak
Migren hemiplegik
Familial hemiplegik migren (FHM)
Familial hemiplegik migren tipe 1 (FHM 1)
Familial hemiplegik migren tipe 2 (FHM 2)
Familial hemiplegik migren tipe 3 (FHM 3)
Familial hemiplegik migren, lokus lain
Migren hemiplegik sporadik
Migren retinal
3. Migren kronik
4. Komplikasi migren
Status migrein
Aura persisten tanpa infark
Migren infark
Kejang yang diprovokasi migren dengan aura
5. Probable migren
Probable migren tanpa aura
Probable migren dengan aura
6. Sindrom episodik yang berhubungan dengan migren
Gangguan gastrointestinal rekuren
Sindrom muntah siklik
Migren abdominal
Vertigo paroksismal jinak
Tortikolis paroksismal jinak

Manifestasi Klinis
Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada setiap
individu. Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi semuanya
tidak harus dialami oleh setiap individu. Fase-fase tersebut antara lain :6
a. Fase Prodromal
Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa perubahan
mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur
berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti cokelat) dan gejala
lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala.
Fase ini memberi petanda kepada penderita atau keluarga bahwa akan terjadi
serangan migren.

b. Fase Aura
Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau
menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit.
Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari
aura-aura tersebut. Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan
gejala neurologis yang paling umum terjadi. Yang khas untuk migren adalah
scintillating scotoma (tampak bintik-bintik kecil yang banyak) , gangguan
visual homonym, gangguan salah satu sisi lapang pandang, persepsi adanya
cahaya berbagai warna yang bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan
visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada
salah satu mata atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul
bersamaan dan berbentuk zig-zag. Aura pada migren biasanya hilang dalam
beberapa menit dan kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul
nyeri kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa periode laten.
c. Fase nyeri kepala
Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral, dan awalnya berlangsung
didaerah frontotemporalis dan okular, kemudian setelah 1-2 jam menyebar
secara difus kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada
orang dewasa, sedangkan pada anakanak berlangsung selama 1-48 jam.
Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang sampai berat, dan kadang-kadang
sangat mengganggu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

d. Fase Postdromal
Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan terjadi
perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa “segar” atau euphoria
setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya merasa deperesi dan lemas.
Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara pada
penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodromal, fase nyeri
kepala, dan fase postdromal.

Diagnosis
Diagnosis migren ditegakkan berdasarkan anamnesis. Berdasarkan International
Headache Society (IHS), migren dibagi menjadi migren tanpa dan dengan aura:5
Migrain tanpa aura Migrain dengan aura
 Minimal 5 serangan yang berlangsung  Minimal 2 serangan yang berlangsung
4-72 jam 4-72 jam
 Serangan nyeri kepala berlangsung  Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari di
antara 4-72 jam (tidak diobati atau bawah ini.
pengobatan tidak adekuat) dan 4. Gangguan visual yang reversibel
diantara serangan tidak ada nyeri seperti: positif (cahaya yang
kepala berkedip-kedip, bintik-bintik, atau
 Nyeri kepala yang terjadi sekurang- garis-garis) dan negatif
kurangnya dua dari karakteristik (hilangnya penglihatan).
sebagai berikut: 5. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif
5. Lokasi unilateral (pins and needles), dan/atau negatif (hilang
6. Sifatnya berdenyut rasa/kebas).
7. Intensitas sedang sampai berat 6. Gangguan berbicara disfasia yang
8. Diperberat dengan kegiatan fisik reversibel sempurna.
 Selama serangan sekurang-kurangnya  Paling sedikit dua dari di bawah ini.
ada satu dari yang tersebut dibawah 4. Gejala visual homonim dan/atau
ini: gejala sensoris unilateral.
3. Mual atau dengan muntah 5. Paling tidak timbul satu macam
4. Fotofobia dan fonofobia aura secara gradual ≥ 5 menit
 Tidak menunjukkan adanya kelainan dan/atau jenis aura yang lainnya ≥ 5
organic menit.
6. Masing-masing gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤
60 menit.
 Dengan gejala tambahan: mual dan/atau
muntah
 Tidak menunjukkan adanya kelainan
Organic

Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding migren adalah TTH (Tension Type Headache) dan
nyeri kepala klaster, iritasi meningen (meningitis, perdarahan subarachnoid), tumor otak,
dan arteritis temporal. Selain itu, tanda dan gejala yang terjadi pada migren dapat
menyerupai TIA (Transient Ischemic Attack), infark, trombosis vena, epilepsi fokal,
stroke trombotik atau emboli, hipertensi intrakranial idiopatik, neoplasma intrakranial,
gangguan metabolik seperti hipoksia dan hipoglikemi, sinusitis, glaukoma.

Tabel 1. Diagnosis Banding Migren7


Tatalaksana
Sasaran pengobatan tergantung lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta, derajat
disabilitas serta respon awal dari pengobatan dan mungkin pula ditemukan penyakit lain
seperti epilepsi, ansietas, stroke, infark miokard. Karena itu harus hati-hati memberikan
obat. Bila ada gejala mual/muntah, obat diberikan rektal, nasal, subkutan atau intra vena.
Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi kepada 4 kategori : 2,8
1. Langkah umum
Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan,
stress dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca,
berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.

2. Terapi abortif
Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat yang berespon baik
terhadap obat yang sama dapat dipakai: analgesik OTCs (Over The Counters),
NSAIDs (oral). Bila tidak respon terhadap NSAIDs, dipakai obat spesifik
seperti: Triptan (naratriptans, rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan), Dihydro
ergotamin (DHE), Obat kombinasi (misalnya : aspirin dengan asetaminophen
dan kafein), Obat golongan ergotamin.
Tabel 2. Obat-obat untuk terapi abortif migren9
3. Langkah menghilangkan rasa nyeri
Terapi abortif mungkin belum mengatasi nyeri secara komplit, mungkin
dibutuhkan analgesik NSAIDs. Obat OTCs yang direkomendasikan FDA ialah
kombinasi aspirin 250 mg, acetaminophen 250 mg dan caffein 65 mg.
Analgesik narkotik, anti emetik, pheno-tyhiazines, dan kompres dingin bisa
mengurangi nyeri. Analgesik narkotik (codein, meperidine HCL, methadone
HCL ) dapat diberikan parenteral dan efektif menghilangkan nyeri, hanya
menyebabkan ketergantungan. Anti emetik diberikan parenteral atau
suppositoria (phenergan, chlopromazine dan prochlorperazine) mempunyai
efek sedatif dan anti mual. Transnasal butorphanol tartrate diberikan
parenteral. Pemberian nasal efektif karena sifat mukosa hidung lebih cepat
mengabsorbsi.

4. Terapi preventif
Prinsip umum terapi preventif :
 Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan
 Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan
 Meningkatkan aktivitas sehari-hari serta pengurangan disabilitas.

Indikasi terapi preventif berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:


1. Serangan berulang yang mengganggu aktifitas
2. Nyeri kepala yang sering
3. Ada kontra indikasi terhadap terapi akut
4. Kegagalan terapi atau “over use”
5. Efek samping yang berat pada terapi akut
6. Biaya untuk terapi akut dan preventif
7. Keinginan yang diharapkan penderita
8. Munculnya gejala-gejala dan kondisi misalnya migren basiler hemiplegik,
aura yang memanjang.

Anda mungkin juga menyukai